Anda di halaman 1dari 10

Paradigma/Teori/Konsep Pembangunan yang Tepat untuk

Indonesia
Oleh:
Hery Sopari
PENDAHULUAN
A. Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan (development paradigm) adalah pandangan
mendasar tentang ontologi dan epistemologi pembangunan. Sebuah pandangan
mendasar tentang suatu disiplin ilmu itu berkembang karena teori-teori yang
mendukungnya dimana teori-teori yang relatif sama pandangannya untuk
menjelaskan sesuatu akan menjadi satu paradigma. Teori-teori pembangunan
berkembang karena perbedaan pandangan dari kumpulan-kumpulan teori.
Paradigma pembangunan merupakan pandangan mendasar tentang apa itu
pembangunan dan bagaimana cara pembangunan itu dilaksanakan. Dibawah setiap
paradigma pembangunan berkembang sejumlah teori-teori. Teori merupakan
pernyataan yang menggambarkan hubungan logis antara dua atau lebih konsep yang
menggambarkan realitas. Oleh karena itu teori lahir karena adanya konsep, yang
dalam bahasa ilmiah konsep merupakan nama dari suatu realitas.
Pembangunan muncul ketika USA dan sekutunya memikirkan apa yang harus
mereka lakukan terhadap negara-negara yang kalah Perang Dunia II (PD II) dan
negara-negara yang baru merdeka setelah PD II. USA membuat desain untuk Jerman
dan Negara Eropa lain yang kalah pada PD II dengan sebuah rencana pembangunan
yang disebut Marshall Plan. Sementara untuk negara-negara berkembang USA dan
sekutunya membuat badan kelembagaan internasional yang ditugasi memberikan
bantuan pada negara-negara berkembang untuk mendorong pembangunan secara
terencana yaitu Bank Dunia dan IMF. Saat itulah muncul pertama kali kata
Develompment sebagai sebuah fraksis dalam peradaban manusia. Walt Rostow
sebagai ilmuwan yang terlibat dalam menentukan langkah USA dan sekutu dalam
bukunya The Stage of Economic Development (non communist manifesto)
mengatakan bahwa ada 5 tahapan yang relatif sama yaitu tahapan primitif, tahapan
pra take off, tahapan take off , Tahapan tumbuh Otomatis, dan tahapan high mass
consumption yang dikenal dengan Teori Rostow yang sebagai fondasi dasar
modernisasi ekonomi (paradigma liberal).
Pembanguan merupakan upaya untuk melakukan perubahan pada berbagai
aspek kehidupan agar tercapai kesejahteraan masyarakat. Semua paradigma maupun
teori pembangunan bertujuan agar terciptanya kesejahteraan masyarakat, akan tetapi
dalam perjalanannya sering kali bertolak belakang dengan tujuan semula dan
terkadang tidak tepat sasaran dalam aplikasinya. Kondisi saat ini tatanan negara
berada dalam kompleksitas, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya, oleh
karena itu perlu aplikasi multi paradigma pembangunan dalam menghadapi
Teori dan Paradigma Pembangunan
2

kompleksitas tersebut. Diharapkan masing-masing paradigma dapat diaplikasikan


nila-nilai positifnya, sehingga masing-masing paradigma berkontribusi positif pada
pembangunan .
B. Paradigma Pembangunan Indonesia
Tujuan Pembangunan di Indonesia yaitu mencapai kesejahteraan sosial yang
dijelaskan pasal 33 UUD 1945. Yaitu
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, berdasarkan atas asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
rakyat banyak dikuasai oleh negara
3. Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung didalamnya, dikuasasi negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut M. Dawam Rahardjo (2008) Paradigma pembangunan Indonesia
esensinya adalah pertama dari segi ontologi perekonomian Indonesia adalah warisan
kolonial yang dualistis yang terdiri dari lapis kekuatan ekonomi kapital kolonial di
atas lapis kekuatan ekonomi rakyat bawah. Kedua, dari segi epistemologi
perekonomian pasca kolonial perlu didekati dengan prinsip demokrasi ekonomi yang
mendampingi demokrasi politik yang ditopang dengan dua prinsip, yaitu partisipasi
rakyat dan emansipasi rakyat dari segala bentuk dominasi dan ketergantungan,
sehingga menjadi perekonomian yang mandiri. Ketiga dari segi aksiologi,
pembangunana Indonesia menuju kepada masyarakat adil dan makmur yang disebut
juga kesejahteraan sosial.
Paradigma pembangunan tersebut memang telah kita miliki sejak setengah
abad yang lalu. Namun dalam perjalanannya perekonomian Indonesia sering
menyimpang dari jalan lurus, karena paradigmanya bergerak ke kiri dan ke kanan
seperti bandul jam, yang sebenarnya sejalan dan dipengaruhi oleh paradigma
ekonomi politik dunia yang terdiri dari dua kutub, kapitalisme dan sosialisme,
keduanya adalah paradigma yang lahir dari sejarah Eropa-Barat yang bercorak
imperialis. Dimasa pasca kolonial, memang telah terjadi pergeseran paradigmatik
yang saat ini harus kita evaluasi. Oleh karena itu kedepan, kita perlu melakukan
penemuan kembali berdasarkan wacana yang berubah, karena negara ini senantiasa
mengalami perkembangan dan perubahan. Wacana terakhir diketahui bahwa
perekonomian Indonesia menghadapi krisis ekonomi multi-dimensi sebagai akibat
dari ketergantungan ekonomi. Karena itu Indonesia perlu mengatasi ketergantungan
itu dengan membangun perekonomian yang dinamis, mengikuti perkembangan spirit
zaman.
C. Perlunya Paradigma Pembangunan Baru
Mengapa perlu cara pandang baru dalam pembangunan, hal ini dikarenakan
kelemahan teori pembangunan yang ada dan dampak implementasinya terhadap
masyarakat, sumber daya alam dan lingkungannya serta adanya pergeseran
paradigma ilmu pengetahuan dari Sains Modern ke Sains Baru. Menurut Prof. A.
Mappadjantji Amien (2005) pergeseran tersebut menghasilkan 2 alternatif Paradigma
a la Sains Baru yaitu Holisme-Dialogis (HD) dan Digitalis-Informatis (DI). Yang
pada akhirnya Holisme-Dialogis telah mengantarkan pada konsep Kemandirian
Lokal.
Teori dan Paradigma Pembangunan
3

Beberapa kritik Sain Baru terhadap paradigma pembangunan yang lalu yang
berbasis Sains Modern yaitu:
1. Tujuan.
Tidak dikenal adanya tujuan yang dijabarkan /ditiru dari kondisi Negara maju.
Oleh karena itu silahkan tiru teori-teori pembangunan yang lahir dari Negara
maju, namun jangan mentah-mentah, perlu modifikasi agar sesuai dengan
kondisi lokal.
2. Proses:
Tidak dapat direkayasa, tetapi bersifat terberi (given), padahal ada spirit
zaman, hendaknya sebuah proses pembangunan itu sejalan dengan spirit
zaman yang sedang berlangsung. Jadi proses pembangunan itu harus
dikembangkan, serta perlu berfikir secara global dan bertindak secara lokal.
Tidak tumbuh secara mandiri, tetapi berevolusi secara bersama (co-evolution
for co-exist). Pemerintah, masyarakat, tidak tumbuh secara mandiri.
Tidak dapat diulang secara pasti (tidak bersifat homeostatis).
Setiap ilmu pengetahuan selalu berubah, kadang tidak sesuai dengan target
kita
3. Entitas Pembangunan
Dualitas dalam teori pembangunan tidak dapat lagi diperintahkan.
Teori pembangunan sering dianggap ada kelebihan dan kelemahan, mungkin
kelemahan yang dimaksud mungkin tersebut ada di negara kita, fakta-fakta yang ada
yang dijadikan landasan teori mungkin cocok dengan kondisi di negara maju dimana
teori itu diciptakan dan belum tentu benar diterapkan di negeri kita. Jadi bukan
teorinya yang salah, namun karena fakta/kondisi negara yang berbeda, maka teori
teori pembangunan yang ditiru seolah-olah menjadi salah. Teori-teori yang bersifat
holistik dapat diimplementasikan di negara manapun, akan tetapi teori yang
berdasarkan pada kondisi negara tertentu maka akan terdapat kelemahanan terutama
diterapkan di negara kita. Oleh karena itu perlu modifikasi agar sesuai dengan
kondisi Negara Indonesia. Pembangunan harus holistik, ada transfer ilmu
pengetahuan, interaksi antar berbagai ilmu pengetahuan, bukan hanya peningkatan
kapasitas, namun juga harus ada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi Indonesia yang begitu kompleks, berbagai macam kondisi fisik, budaya,
sosial, potensi, perlu berbagai paradigma dalam pembangunannya. Masing-masing
teori pembangunan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pembangunan
multiparadigma menurut hemat saya perlu dilakukan dengan mengambil nilai-nilai
positif dari masing-masing teori pembangunan, dan modifikasi sesuai dengan kondisi
Indonesia.
Pada kesempatan ini, akan menyampaikan beberapa paradigma/teori/konsep
pembangunan yang menurut hemat saya sesuai serta dapat diaplikasikan di Indonesia
sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan dibawah
bimbingan Dosen Prof. Dr. Ir. Sitti Bulkis, MS. Dengan demikian, diharapkan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat guna perbaikan pembangunan kedepannya.
PEMBAHASAN

Teori dan Paradigma Pembangunan


4

Pardigma/teori/konsep Pembangunan yang tepat untuk diaplikasikan di


Indonesia menurut pendapat saya adalah sebagai berikut:
1. Konsep Kemandirian Lokal
2. Paradigma Pembebasan (Pemberdayaan masyarakat)
3. Modernisasi dengan modifikasi oleh Pendekatan Kebutuhan Dasar dan
Pembangunan Berkelanjutan.
A. Konsepsi Kemandirian Lokal
Prof. Mappadjantji Amien menyatakan bahwa Kemandirian lokal adalah
sintesis dari wawasan baru temuan-temuan sains baru. Konsepsi ini cenderung
memilih jalan yang ditawarkan oleh paradigma Holisme-Dialogis walaupun tidak
menolak metah-mentah kebenaran yang ada pada paradigma Digitalis-Informatis. Itu
tidak sulit dilakukan karena pada dasarnya paradigma Holisme-Dialogis (HD)
memahami kemenduaan sehingga tidak menolak adanya kebenaran lain.
Holisme adalah acuan utama konsepsi Kemandirian Lokal. Paham ini
meyakini bahwa semesta merupakan perwujudan interkoneksitas, karena itu
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Holisme juga menyadarkan
kita bahwa semesta bukan hanya tanggung jawab kita beserta entitas semesta lainnya
tetapi juga merupakan asal dan sekaligus akan menciptakan masa depan setiap
entitas. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari semesta setiap entitas ikut
berpartisipasi dalam proses evolusi demi untuk menjaga keberlangsungan semesta
karena melaui proses itu setiap entitas lahir dan melalui proses yang sama setiap
entitas akan berakhir. Hal ini tidak terlalu sulit untuk dilakukan karena setiap entitas
selalu ingin menjaga keberlangsungan keberadaannnya.
Analisis yang digunakan dalam Kemandirian Lokal berbasis pada konsep
interkoneksitas. Fenomena yang ingin dikaji selalu dilihat sebagai perwujudan
interkoneksitas. Misalnya pada pembangunan wilayah, kajian difokuskan pada
interkoneksitas yang ada pada wilayah yang bersangkutan. Wilayah dilihat sebagai
perwujudan interkoneksitas antara berbagai entitas seperti penduduk, sumber daya
alam, kelembagaan dan lainnya. Masalah pembangunan wilayah ditemukenali
berdasarkan kinerja interkoneksitas itu, demikian juga dengan pemecahannya.
Kemandirian lokal juga mengembangkan konsep tatanan sebagai perangkat
analisis utamanya. Konsep ini dikembangkan mengacu pada premis bahwa pada
dasarnya interkoneksitas yang mewujud dalam berbagai entitas dan fenomena alam
maupun sosial memiliki karakteristik yang serupa. Tatanan adalah hasil gabungan
atau interkoneksitas dari berbagai tatanan, memiliki sumber daya alam dan atau fitur
baru yang bukan merupakan penjumlahan dari fitur-fitur yang dimiliki sebelumnya
oleh tatanan-tatanan pembentuknya (emergence resources).
Konsepsi Pembangunan Menurut Kemandirian Lokal
Pendekatan pembangunan seyogianya memposisikan kemandirian sebagai
kata kuncinya. Dalam hal ini, kemandirian dimaksud berupa kompetensi dan
otonomi setiap entitas pembangunan dalam membangun dirinya sendiri.
Kemandirian diperukan untuk menjaga identitas setiap entitas pembangunan, agar
diversitas keseluruhan yang merupakan syarat untuk mempertahankan
kesinambungan keberadaan semesta dapat dijaga. Jika semua entitas pembangunan
di Indonesia sudah kehilangan jati dirinya, maka kualitas ketahanan nasional akan
Teori dan Paradigma Pembangunan
5

menurun dan pada gilirannya akan diikuti dengan ambruknya bangsa ini (Prof.
Mappadjantji Amien, 2005).
Konsepsi kemandirian lokal memberikan porsi yang sama bagi setiap entitas
pembangunan untuk menentukan sendiri masa depannya, serta meninggalkan
keseragaman (uniformisme) dan mengangkat akan perlunya keberagaman
(diversitas) dalam pembangunan. Sehingga perlu desentralisasi dalam semua tahapan
dan kegiatan pembangunan, dengan tatanan sebagai unit analisis sekaligus sebagai
entitas pembangunan. Konsepsi Kemandirian Lokal merekomendasikan agar
pembangunan dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumberdaya lokal
dengan mengacu kepada karakteristik spesifik yang dimiliki. Pembangunan
seyogianya diarahkan untuk meningkatkan kualitas tatanan yang indikator
utamanya adalah terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua komponen
tatanan serta meningkatkannya kapasitas swatata tatanan (self-organization).
Masyarakat yang mendiami suatu bentang ruang tertentu dengan
kelembagaan dan sistem kepercayaan yang beragam, serta sumberdaya alam dan
kondisi lingkungan hidup, semuanya mesti dilihat sebagai satu kesatuan, tepatnya
sebagai suatu jejaring interkoneksitas yang kuat, tetapi tetap terbuka, dalam arti
merupakan bagian dari entitas lain yang memiliki dimensi ruang maupun dimensi
fungsional yang lebih luas. Wujud interkoneksitas inilah yang dinamakan tatanan.
Konsep kemandirian lokal menurut hemat saya, sangat tepat dalam
pembangunan saat ini, dimana pembangunan didasarkan pada karakteristik wilayah
masing-masing. Masyarakat bukan dianggap sebagai objek pembangunan, namun
masyarakat diajak berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam konsep kemandirian
lokal yang sangat diperhatikan adalah interkoneksitas yang tercipta antara kelompokkelompok masyarakat yang antara lain diukur apakah ada sumberdaya dan atau fitur
baru yang tercipta sebagai akibat dari interkoneksitas tersebut, sebagai contoh yaitu
dalam pengembangan dan peningkatan kualitas modal sosial (social capital).
Keterhubungan tatanan dengan lingkungannya juga merupakan pokok analisis dalam
konsep kemandirian lokal, yaitu apakah dampak interkoneksitas tersebut baik atau
tidak terhadap tatanan.
Selanjutnya Prof.Mapadjantji Amien (2005) menyatakan bahwa jika kita
ingin memahami kinerja dari suatu daerah, analisis mengenai ketersediaan sumber
daya alam, kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dan berbagai potensi atau
sumber daya lainnya memang sering memberi kita pada penjelasan yang bersifat
analitik dan dianggap benar, tetapi pada hakikatnya hanyalah berupa kumpulan
informasi yang berkeping-keping, yang umumnya tidak mampu memberikan
gambaran yang memadai mengapa daerah itu mampu berkembang atau mengalami
stagnasi. Sebaliknya melihat sebagai sesuatu jejaring interkoneksitas yang unik akan
memberikan gambaran yang jauh lebih komprehensif.
B. Paradigma Pembebasan
Paradigma ini jargonnya adalah pemanusiaan manusia (human
humanization). Adapun yang menjadi Sarana Pembangunan yaitu Participatory
development untuk berlangsungnya social learning (pembelajaran sosial),
Community empowerment untuk bangkitnya kesadaran kritis dalam masyarakat dan
kapabilitas organisasional dalam masyarakat (self organizing capability), serta
transformasi struktural melalui aksi kolektif dari bawah. Di sinilah muncul istilah
Teori dan Paradigma Pembangunan
6

bottom-up changes (Prof. Darmawan Salman, Bahan Mata Kuliah Teori dan
Paradigma Pembangunan).
Beberapa asumsi dasar paradigma pembebasan yaitu 1) pembangunan
mestinya identik dengan proses pembebasan manusia dari ketertindasan, 2)
ideologinya yaitu : pembebasan, demokratisasi, partisipasi warga dan kemandirian
atau kemampuan menolong diri sendiri 3) Freire (1975) mengemukakan bahwa yang
penting bagi kaum tertindas adalah proses penyadaran: Proses penumbuhan
kesadaran kritis dalam diri individu tentang situasi lingkungannya agar dengan itu
individu dengan kemampuan sendiri dapat mengontrol lingkungannya.
Dalam paradigma pembebasan masyarakat diusahakan mampu memiliki
kesadaran kritis. Kesadaran kritis ini tercapai dengan melihat ke dalam diri sendiri
dan menggunakan apa yang didengar, dilihat dan dialami, untuk memahami apa
yang terjadi pada kehidupannya. Masyarakat harus didampingi untuk menganalisis
sendiri masalahnya, mengidentifikasi masalahnya, memutuskan sendiri apa
kebutuhannya. Masyarakat dapat bertindak baik secara individual maupun
kolektif untuk menentang unsur penindas termasuk memutuskan hubungan dengan
subyek dan obyek untuk membentuk esensi partisipasi. Tercakup pada paradigma
ini pembebasan yaitu Gerakan Gender yang Seimbang.
Paradigma Pembebasan memiliki beberapa pendekatan dalam pembangunan
yang dapat dilaksanakan di berbagai wilayah nusantara. Pendekatan dimaksud yaitu :
1) Pembangunan dari Dalam( Development from Within)
Beberapa hal penting menurut Pendekatan ini yaitu: mengefektifkan pelayanan
pada kelompok desa berarti mengefektifkan bekerjanya basic comunities;
Pendekatan ini berorientasi pada pengembangan untuk masa depan;
penanggulangan masalah golongan ekonomi lemah atau masyarakat miskin hanya
bisa dilakukan melalui diri mereka sendiri atau melalui pembangunan dari dalam.
Beberapa hal mengenai pembangunan dari dalam yaitu :

mengembangkan potensi kepercayaan dan kemampuan


masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta membangun sesuai
dengan tujuan yang mereka kehendaki.

Usaha pengembangan itu perlu dilakukan didalam wadah


kelompok kecil (kelompok swadaya) yang hidup sedemikian rupa sehingga
interaksi diantara individu merupakan proses pendidikan saling
asahasuhdan asih.

Dalam kelompok juga merupakan tepat untuk mendiskusikan


msalah-masalah yang mereka hadapi bersama serta cara-cara mengatasinya.
Sehingga didalam kebersamaan tersebut tidak hanya dicapai self sufficiency
terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar, tetapi juga self confidence, unsur-unsur
pokok bagi self reliance
2) Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionery kata Empower
memiliki makna : pertama, to give power atau authority to atau memberi kekuasaan,
mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Kedua, to give
ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan. Sedangkan menurut
kamus bahasa Indonesia, kata Daya memiliki arti yaitu kemampuan untuk melakukan
Teori dan Paradigma Pembangunan
7

sesuatu atau bertindak, adapun kata berdaya berarti berkekuatan/berkemampuan atau


bertenaga atau mempunyai akal untuk mengatasi sesuatu.
Pendekatan Pemberdayaan masyarakat adalah untuk mengembangkan
kekuatan R-O-N (Reosurces, Organization, Norms) yaitu pengetahuan, skill, nilainilai, inisiatif dan motivasi penyelesaian masalah, mengelola sumber daya dan reaksi
keluar dari kemiskinan. Ada empat elemen kunci dalam pemberdayaan yaitu; akses
informasi, partisipasi, akuntabilitas dan kemampuan organisasi lokal (Narayan,
2002).
Ada dua dimensi utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu pertama
peningkatan kemampuan (capability building) masyarakat, yang meliputi perluasan
asset masyarakat baik individual maupun kolektif, kemudian peningkatan
pengetahuan, keterampilan serta perubahan sikap. Kedua, Penguatan kelembagaan
(institutional strengthening) yang meliputi perubahan nilai dan norma pada
kelembagaan masyarakat dan penguatan organisasi pada komunitas miskin atau tidak
berdaya itu sendiri. (Narayan, 2002).
Ada beberapa proses pemberdayaan masyarakat, pertama penyadaran
(conscientization), yaitu proses memfasilitasi penanaman kesadaran kritis dan
kepekaan kepada masyarakat , kedua pengorganisasian masyarakat (community
organizing), yaitu pembentukan dan pengembangan organisasi dalam komunitas,
dan ketiga, penghantaran sumberdaya (resources delivery), yaitu proses penghantaran
tambahan sumberdaya kedalam komunitas.
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan
pemberdayaan masyarakat yaitu
penyediaan barang jasa skala kecil, tidak kompleks, dikerjakan melalui kerjasama
lokal (common pool, public & civil goods).
Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang tidak sempurna dapat diatasi jika
program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan yaitu dengan
tersedianya komplemen aktivitas publik.
(Sumber Paradigma Pembebasan: Prof. Sitti Bulkis. Bahan Mata Kuliah Teori dan
Paradigma Pembangunan).
Agar masyarakat dapat mempertahankan eksistensinya maka ia harus
memiliki kompetensi dan kapasitas untuk beradaptasi secara kreatif dengan spirit
zaman yang sedang berlangsung. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk
meningkatkan kompetensi dan kapasitas masyarakat tersebut. Oleh karena itu
pendekatan pemberdayaan masyarakat sangat tepat bagi pembangunan di
Indonesia. Namun demikian, kegiatan pemberdayaan masyarakat yang selama ini
dilakukan seperti PNPM, Social Forestry, Model Desa Konservasi (Program
Kementerian Kehutanan) harus terus dilakukan perbaikan, dilakukan secara bertahap,
dana yang disediakanpun harus sesuai kebutuhan, masyarakat harus terus didampingi
sampai mereka benar-benar mandiri, monitoring dan evaluasi kegiatan harus secara
berkala untuk melihat keberhasilan maupun kelemahan pelaksanaaan pemberdayaan
masyarakat. Seringkali masyarakat diberikan pelatihan, bantuan dana, namun upaya
tindak lanjutnya seperti pendampingan, monitoring dan evaluasi sering kali
terlupakan oleh para birokrat Indonesia, kegiatan hanya dilakukan untuk sekedar
memenuhi pertanggungjawaban keuangan instansi saja. Setelah diberikan pelatihan
dan bantuan dana usaha/fasilitas lainnya guna meningkatkan kesejahteraan,
masyarakat seringkali terabaikan. Studi kasus di Taman Nasional Wakatobi pun
Teori dan Paradigma Pembangunan
8

dengan adanya 5 Model Desa Konservasi, masih perlu di optimalkan dalam


pelaksanaanya, sehingga tujuan dari pemberdayaan masyarakat dapat tercapai.
C. Modernisasi
Dalam modernisasi terjadi kesenjangan, ekologis, dan etnis. Perekonomian
itu dikuasai konglomerat, yang menyumbang sebagian besar pertumbuhan ekonomi.
Namun dibalik pertumbuhan ekonomi terjadi kerusakan ekologi seperti eksploitasi,
Freeport, hutan dieksploitasi yang menyebabkan ekologi hancur. Begitu juga pada
Etnis, modernisasi tidak berfikir lagi secara etnis, padahal setiap suku punya kearifan
lokal. Jika produk dari kearifan lokal disentuh dengan teknologi, maka bisa lebih
mahal untuk di ekspor, dan ini akan diminati oleh luar negeri. Oleh karena itu apa
yang ada dalam masyarakat, harus dianggap sebagai potensi yang baik, bukan
diabaikan sebagaimana yang dilakukan oleh modernisasi.
Kelemahan Teori: bukan teorinya yang keliru, namun jika kita tiru secara
membabi buta untuk ditransfer ke negara kita, hal ini belum tentu sesuai dengan
kondisi Indonesia baik budaya, fisik, dan berbagai aspek lainnya. Sebagai contoh
trickle down effect (efek menetes ke bawah), hal ini sudah terbukti bahwa kaum
pemodal sebagai sasaran pembangunan yang dibantu oleh pemerintah tidak
memberikan efek menetes pada semua masyarakat. Kaum kapitalis menikmati
pertumbuhan ekonomi, sedangkan masyarakat menengah ke bawah tidak dapat
merasakan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sebagaimana yang dirasakan
kaum pemodal yang menjadi pemeran utama pembangunan serta mendapat perhatian
khusus dari pemerintah. Disparitas sosial semakin nampak, yang kaya semakin kaya
yang miskin semakin terpuruk.
Modernisasi yang mengusung pertumbuhan ekonomi perlu dimodifikasi
sesuai dengan kondisi Indonesia. Memang betul dalam pembangunan, kita perlu
berbagai investasi untuk membangun berbagai infrastruktur bagi berlangsungnya
pengelolaan Negara dan kehidupan masyarakat, begitu juga pertumbuhan ekonomi
(Gross National Product, Pendapatan Domestik Bruto, dan ukuran lainnya) perlu
menjadi perhatian sebagai indikator terukur dari perekonomian suatu Negara.
Namun tidak cukup dengan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi kesejahteraan
masyarakat haruslah menjadi tujuan utama dalam pembangunan.
Tidak dipungkiri pembangunan selama Orde Baru sampai saat ini merupakan
kontribusi Teori Modernisasi khususnya dalam pembangunan infrastruktur, saranaprasarana pendidikan dan kesehatan dan lainnya. Prof. Darmawan Salman (2012)
mencatat aplikasi modernisasi di desa persawahan, Beliau menyatakan bahwa desa
persawahan dicirikan oleh kedekatan dengan kota provinsi, kabupaten hingga
kecamatan. Desa persawahan relatif terpenuhi kebutuhan infrastruktur dan pelayanan
dasarnya. Infrastruktur transportasi, energi, komunikasi, informasi, pasar dan
perbankan, serta relatif terpenuhi pelayanannya atas pendidikan, kesehatan, dan
administrasi publik. Menurut hemat saya, hal ini merupakan hasil dari pembangunan
dalam yang merupakan aplikasi dari teori modernisasi dan pendekatan kebutuhan
dasar.
Namun teori modernisasi ini masih perlu dimodifikasi, agar
memperhatikan kebutuhan dasar seluruh warga negara, serta memperhatikan
pembangunan yang berkelanjutan. Artinya pertumbuhan ekonomi bukan
merupakan tujuan akhir namun sebagai alat untuk mengukur pembangunan,
sementara tujuan dari pembangunan haruslah kesejahteraan seluruh warga
Teori dan Paradigma Pembangunan
9

masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam harus menggunakan teknologi yang


ramah lingkungan untuk menjaga sumber daya alam agar tetap lestari. Beberapa hal
yang perlu dimodifikasi pada teori modernisasi:
1. Pendekatan kebutuhan dasar dan pembangunan berkelanjutan harus menjadi
perhatian utama dalam modernisasi, agar terjadi pemerataan pembangunan,
terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh lapisan masyarakat serta pengelolaan
SDA yang berkelanjutan (lestari) seperti penggunaan teknologi yang ramah
lingkungan dan melakukann Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dengan benar.
2. Perlu ada intervensi pemerintah dalam pengaturan Investasi Asing, baik berupa
regulasi maupun kebijakan yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan
Negara. Pasar bebas untuk pengelolaan sumberdaya perlu diatur sedemikian
rupa agar investor luar negeri tidak mengeksploitasi SDA Indonesia. Investasi
dalam pengelolaan sumber daya alam harus lebih memihak kepada masyarakat
serta kedaulatan Negara, jangan seperti PT. Freeport, PT. Newmont, dan
perusahaan lainnya yang telah mengeksploitasi kekayaan SDA Indonesia,
sementara kontribusi terhadap Negara Indonesia serta rakyatnya sangat tidak
sebanding.
3. Perusahaan Swasta yang mengelola SDA maupun usaha lainnya harus
memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Kewajiban melaksanakan
Corporate Social Responsibility perlu diperketat.
4. Sasaran pembangunan harus tepat, kalau ada program peningkatan kesejahteraan
masyarakat maka masyarakat miskinlah yang menjadi sasaran. Pemerintah harus
punya komitmen dan membangun kelembagaan yang kuat untuk menciptakan
pelaksanaan program-programnya dengan baik.
Demikianlah paradigma/teori/konsep pembangunan yang menurut pendapat
saya tepat untuk diaplikasikan di Indonesia.
KESIMPULAN
1. Kondisi Indonesia yang semakin kompleks dan beragam, maka konsep
kemandirian lokal yang dikembangkan oleh Prof. Mappadjantji Amien dari
Univ. Hasanuddin merupakan konsep yang sangat tepat untuk pembangunan di
Indonesia. Dimana yang menjadi penekanan adalah peningkatan kapasitas lokal
untuk dapat mandiri sehingga mampu beradaptasi dengan spirit zaman yang
sedang berlangsung.
2. Paradigma pembebasan (melalui pembangunan dari dalam dan pemberdayaan
masyarakat) tetap sesuai dan dapat diaplikasikan di Indonesia. Namun perlu
implementasi yang lebih baik lagi, diantaranya yaitu dilakukan secara bertahap,
pendanaan yang cukup, pendampingan masyarakat sampai benar-benar mandiri
dan kelembagaannya kuat.
3. Teori Modernisasi yang dijalankan saat ini diberbagai Negara di belahan dunia,
dapat juga telah diaplikasikan di Indonesia menurut saya tetap dapat dijalankan
dengan modifikasi agar sesuai dengan kondisi di Indonesia terutama
menggunakan pendekatan kebutuhan dasar dan pembangunan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Teori dan Paradigma Pembangunan
10

Amien, Mappadjantji, Prof. Dr. Eng, DEA. 2005. Kemandirian Lokal.Konsepsi


Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Universitas
Hasanuddin

Bulkis, Sitti, Prof. Dr.Ir. MS. 2012. Bahan Kuliah Teori dan Paradigma
Pembangunan (Paradigma Pembangunan ala Sains Baru, Paradigma
Pembebasan).

Salman, Darmawan, Prof. Dr. Ir. MS. 2012. Bahan Kuliah Teori dan Paradigma
Pembangunan.
Salman, Darmawan, Prof. Dr. Ir. MS. 2012. Sosiologi Desa. Revolusi Senyap dan
Tarian Kompleksitas.

Rahardjo, M. Dawam. 2008. Makalah Paradigma Pembangunan di Persimpangan


Jalan. Disampaikan pada Dies Natalis IPB ke-45 dengan Tema Konvergensi
Nasional untuk Kemandirian Pangan dan Energi Menuju Kedaulatan Bangsa di
Bogor. 30 Oktober 2008.

Teori dan Paradigma Pembangunan


11

Anda mungkin juga menyukai