'Documents - Tips Kawasan Rawan Banjir Di Sulawesi Utara
'Documents - Tips Kawasan Rawan Banjir Di Sulawesi Utara
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya upaya pembuatan laporan ini dapat
terwujud dan selesai tepat pada waktunya. Pembuatan laporan ini merupakan salah satu
bentuk dari rangkaian tugas sekaligus merupakan wacana bagi penulis untuk belajar dalam
mata kuliah Praktikum Sistem Informasi Geografi.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang terlibat
dalam penyusunan laporan ini terutama kepada dosen mata kuliah Praktikum Sistem
Informasi Geografi yang senantiasa membimbing dalam setiap tahapan-tahapan
penyusunan laporan ini serta para dosen dan asisten dosen lainnya yang telah begitu
banyak membantu penulis dalam memberikan pembekalan materi sebelum pembuatan
laporan ini.
Penulis sangat menyadari, masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini. Oleh karena itu, penulis akan menerima berbagai kritik dan saran dari para pembaca
agar kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi. Penulis berharap semoga penyusunan tugas
ini dapat berguna bagi para pembaca serta dapat menambah pengetahuan ataupun sebagai
sumber rujukan dikemudian hari.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................... iii
Daftar Tabel .............................................................................................................. v
Daftar Gambar .......................................................................................................... vi
Daftar Peta ................................................................................................................ vii
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1
1.2
Masalah ............................................................................................. 2
BAB II
2.2
BAB III
Banjir .................................................................................................3
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.2.1
2.2.1
2.2.1
Ketinggian ............................................................................ 7
2.2.1
3.1
3.2
Data ................................................................................................... 8
3.2.1
3.2.2
3.2.3
3.3
3.4
iii
BAB IV
4.1
Administratif .................................................................................... 12
4.2
Penduduk .......................................................................................... 13
4.3
BAB V
5.1
5.2
5.3
5.4
Peta-Peta ........................................................................................... 19
BAB V
KESIMPULAN ................................................................................ 27
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Lereng Untuk Banjir ................................................................. 9
Tabel 2. Klasifikasi Jarak dari Sungai Untuk Banjir ............................................... 10
Tabel 3. Matriks Kesesuaian Rawan Banjir .............................................................. 10
Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Pulau .......................................................................... 13
Tabel 5. Luasan Kemiringan Lereng ........................................................................ 17
Tabel 6. Luasan Penggunaan Tanah ......................................................................... 17
Tabel 7. Luasan Kawasan Banjir .............................................................................. 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tipologi Kawasan Rawan Banjir ............................................................ 5
Gambar 2. Alur Penelitian ........................................................................................ 8
Gambar 3. Model Builder ......................................................................................... 10
Gambar 4. Analisis Data .......................................................................................... 10
Gambar 5. Luas Kawasan Hutan (Ha) di Povinsi Sulawesi Utara ........................... 16
Gambar 6. Diagram Presentase Luasan Kemiringan Lereng .................................... 17
Gambar 7. Diagram Presentase Luasan Penggunaan Tanah ..................................... 18
Gambar 8. Diagram Presentase Luasan Kawasan Rawan Banjir ............................. 18
vi
DAFTAR PETA
Peta 1. Peta Kejadian Bencana Banjir (BNPB) ........................................................ 1
Peta 2. Peta Administrasi ......................................................................................... 20
Peta 3. Peta Jaringan Sungai ..................................................................................... 21
Peta 4. Peta Kemiringan Lereng ............................................................................... 22
Peta 5. Peta Penggunaan Tanah ................................................................................ 23
Peta 6. Peta Wilayah Rawan Banjir Kota Manado, Tomohon, Bitung,
Kab Minahasa, dan Kab Minahasa Utara .................................................... 24
Peta 7. Peta Wilayah Rawan Banjir Kab Minahasa Selatan dan Tenggara ............. 25
Peta 8. Peta Wilayah Rawan Banjir Kota Kotamobagu dan Kab Bolaang
Mongondow ................................................................................................. 2
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Banjir merupakan suatu fenomena alam yang ditandai dengan meluapnya air
melampaui batas penampang. Penampang yang dimaksud adalah sungai, danau, ataupun
tempat berkumpul air lainnya. Namun pada kenyataannya, suatu wilayah dikatakan banjir
justru ketika orang-orang yang menempati wilayah tersebut berteriak kebanjiran.
Pertumbuhan populasi penduduk yang tidak diimbangi dengan manajemen kependudukan
yang baik, mengakibatkan pertumbuhan permukiman di area dataran banjir yang memang
relatif menguntungkan dari segi ekonomis. Jika kondisi tersebut dibiarkan, akan muncul
permasalahan banjir seperti yang telah disebutkan diatas yang disadari atau tidak sebagai
akibat dari aktifitas budidaya dataran banjir tersebut.
Kejadian banjir di Sulawesi Utara sendiri terbilang tidak terlalu signifikan bila
dibandingkan dengan provinsi lain. Berdasarkan peta Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) diatas, dari tahun 1979-2009 kejadian banjir di Sulawesi Utara sebanyak
20 kejadian. Berbeda jauh dengan Propinsi Jawa Tengah yang mencapai 337 kejadian. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis sungai, kelerengan,
topografi wilayah, pengaruh dari laut dan intensitas curah hujan pada daerah tersebut.
Provinsi Sulawesi Utara sendiri setidaknya dialiri 30 (tiga puluh) buah sungai
utama. Di Kabupaten Bolaang Mongondow mengalir 18 (delapan belas) sungai dengan
panjang keseluruhan 472,4 km. Aliran permukaan lainnya yakni danau, terdapat 17 (tujuh
belas) buah yang tersebar mulai dari Kabupaten Bolaang Mongondow (8 danau) dengan
luas keseluruhan 998 hektar, dengan danau terluasnya Danau Moat (617 hektar). Di
Minahasa terdapat 8 (delapan) danau dengan luas keseluruhan 4.415 ha, dimana danau
terluas adalah Danau Tondano (4.278 hektar). Di Sangihe Talaud terdapat sebuah danau,
yaitu Danau Makalehi dengan luas 56 hektar. Dengan kondisi sumber daya air tersebut,
wilayah Sulawesi Utara sebetulnya dapat dikatakan cukup berpotensi mengalami bencana
banjir. Ditambah lagi dengan adanya permasalahan kependudukan yang secara tidak
langsung juga berkorelasi dengan kejadian banjir. Kasus terbaru misalnya, terjadi bencana
banjir di sejumlah wilayah di Sulawesi Utara seperti di Kota Manado, Kabupaten Kep.
Sitaro dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan pada desember 2010. Apabila hal
tersebut dibiarkan, akan menyusul permasalahan lanjutan seperti kerusakan infrastruktur,
dan bahkan bisa berujung pada konflik sosial.
Untuk itu diperlukan suatu alternatif solusi yang tepat guna meminimalisasi
permasalahan tersebut. Disiplin ilmu geografi dengan analisis spasialnya menawarkan
suatu aplikasi, yakni Sistem Informasi Geografis (SIG), sebagai solusi ideal untuk
permasalahan banjir. Dengan SIG, dapat dianalisis dimana saja wilayah yang berpotensi
terjadi banjir. Informasi spasial tersebut menjadi penting dalam upaya pengendalian
banjir kaitannya dengan konsep ruang yang begitu kompleks.
1.2.
Masalah
Dimana Saja Wilayah Yang Berpotensi Terjadi Banjir di Propinsi Sulawesi Utara?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Banjir
2.1.1
Pengertian Banjir
Roestam (1996) menyatakan bahwa banjir terjadi apabila air yang melimpas dari
badan air, misalnya dari saluran drainase, sungai, situ atau danau dan menggenangi
bantaran dan kawasan sekitarnya. Siswako (1996) juga berpendapat bahwa banjir
merupakan peristiwa terjadinya genangan di dataran banjir sebagai akibat terjadinya
limpasan air dari sungai, disebabkan oleh debit aliran yang melebihi kapasitas selain
limpasan sungai, genangan banjir dapat terjadi karena potensi hujan dan kondisi setempat
dimana genangan terjadi.
dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan longsoran yang dapat mempertinggi daya
rusak terhadap apapun yang dilaluinya.
c. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai
atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara
bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air
sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai .
d. Banjir yang disebabkan oleh hujan dalam waktu yang lama, dengan intensitas rendah
(hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air
yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya
terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya akan
mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi areal dataran
rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di
Indonesia.
Sedangkan di tinjau dari tempat banjir di bagi 3 jenis yaitu :
a. Banjir Laut
Banjir laut terjadi karena air laut yang meluap, misalnya karena angin topan, yang
mendorong ombak jauh kedaratan. Selain angin topan, banjir jenis ini dapat juga
disebabkan oleh meletusnya gunung berapi atau gempa bumi.
b. Banjir Sungai
Secara berkala, misalnya dua tahun sekali, air sungai meluap menggenangi daratan di
kanan kirinya. Bantaran sungai biasa di huni oleh manusia dengan membuat banguna baik
semi permanen maupun permanen untuk kebutuhan tempat tinggal. Daerah bantaran
sungai yang masih alami biasanya di tumbuhi oleh tumbuhan. Penyebab baniir ini antara
lain adalah hujan yang lebat atau melelehnya es atau salju di pegunungan daerah hulu
secara mendadk dalam jumlah yang besar.
c. Banjir Danau
Air di danau dapat meluap ke daerah sekitarnya karena badai atau angin besar. Setelah
penyebabnya menghilang,air danau tersebut masih dapat bergerak secara mendadak dan
berirama ke satu sisi, kemudian ke sisi yang lain.
2.2.
pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek
dengan intensitas tinggi. Keadaan ini dapat menyebabkan saluran-saluran yg ada tidak
mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan. Pertumbuhan penduduk khususnya di
daerah perkotaan (urban) menyebabkan pembukaan lahan semakin meluas hingga ke
wilayah bantaran sungai. Pembangunan di bantaran sungai tersebut dapat mengakibatkan
banjir, karena pembangunan pada bantaran sungai merubah kondisi alami sungai menjadi
impermeable sehingga menyulitkan proses pernyerapan air ke dalam tanah (Matsuda,
1987). Perubahan utama di aliran sungai dihasilkan oleh pembangunan gedung, rumah dan
jalan raya di sekitar sungai. Perubahan penggunaan tanah pada daerah sekitar aliran sungai
awalnya dengan tahap memindahkan vegetasi, kemudian langkah tersebut diikuti dengan
membangun bangunan rumah atau jalan di sepanjang aliran sungai (Savini dan Kamerer,
1961) sehingga mempersempit area resapan air dan akan memperkecil kapasitas tanah
dalam menyerap air. Semakin kecilnya kapasitas tanah dalam menyerap air maka air akan
melimpas dari badan air. Hal senada juga diungkapkan oleh Marisawa (1985) dan Leopad
(1968) yang menyebutkan bahwa perubahan sungai yang paling dominan disebabkan oleh
manusia terutama dalam hal pengggunaan tanah.
lereng akan menyebabkan aliran limpasan permukaan menjadi cepat sehingga air hujan
yang jatuh akan langsung dialirkan dan tidak menggenagi daerah tersebut, sehingga resiko
banjir menjadi kecil.
2.2.4. Ketinggian
Ketinggian wilayah adalah besaran tinggi suatu wilayah yang diukur dari
permukaan laut. Satuan ketinggian yang paling umum digunakan adalah meter diatas
permukaan laut (mdpl). Biasanya banjir terjadi di wilayah ketinggian yang rendah atau di
daerah pesisir.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis Penulisan
Penulisan mengenai Kawasan Rawan Banjir di Propinsi Sulawesi Utara
Data
- Bantaran Sungai
- Kelas Lereng
Hasil
Lereng
overlay
Saran
Buffer Sungai
(L)
LBF
overlay
Penggunaan Tanah
(PT)
LBFP
overlay
Data
(D)
Rawan
No.
Rawan
Tidak Rawan
Lereng
0-2 %
2-15 %
>15 %
Jarak dari
sungai
0-100 m
100-200 m
>200 m
Penggunaan
Tanah
Permukiman
Permukiman
Non-Permukiman
10
3.3.
Model Builder
Analisis Data
Analisis pada penelitian ini mencakup analisis rawan bencana banjir hasil overlay
peta untuk melihat bagaimanakah pola wilayah rawan bencana banjir di Propinsi Sulawesi
Utara.
Luasan
Data
Hasil
Pengolahan
Pola
Sebaran
11
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1.
Administratif
Propinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang berada di paling ujung utara Nusantara
terletak di bagian paling utara dari semenanjung Pulau Sulawesi, yaitu antara 0030-5035
Lintang Utara dan antara 123070-127000 Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan
Filipina, sebelah timur dengan Provinsi Maluku Utara, sebelah selatan berbatasan dengan
Provinsi Gorontalo, dan di sebelah barat dibatasi oleh Laut Sulawesi. Luas wilayah
semenanjung ini adalah 15.376,99 km yang terbagi dalam tiga belas daerah
Kabupaten/Kota definitif.
Seiring dengan spirit reformasi dan otonomi daerah, maka dibentuk Provinsi
Gorontalo sebagai pemekaran dari Sulawesi Utara melalui Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2000. Dengan dibentuknya Provinsi Gorontalo, maka wilayah Sulawesi Utara
meliputi Kota Manado (157,25 km), Kota Bitung (304,00 km), Kabupaten Minahasa
(1.117,15 km), Kabupaten Sangihe (746,57 km) dan Talaud dan Kabupaten Bolaang
Mongondow (8.358,04 km). Pada tahun 2003, Sulawesi Utara mengalami penambahan
tiga kabupaten dan satu kota dengan Kabupaten Minahasa sebagai kabupaten induk, yaitu
Kabupaten Minahasa Selatan (1.409,97 km), Kabupaten Minahasa Utara (932,20 km),
Kabupaten Kepulauan Talaud (1.240,40 km) serta Kota Tomohon (114,20 km).
Kemudian pada Mei 2007 bertambah lagi tiga kabupaten dan satu kota, yakni Kabupaten
Minahasa Tenggara (710,83 km), Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (1.843,92 km),
Kabupaten Kepulauan Sitaro (275,96 km) dan Kota Kotamobagu (68,06 km).
Sulawesi Utara merupakan salah satu dari tujuh provinsi kepulauan, yang terdiri
dari 258 Pulau dan sebelas diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga
Philipina dan laut Pasifik. Adapun secara administratif, pulau-pulau yang masuk wilayah
Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada bagan berikut:
12
Tabel 4.
Rekapitulasi Jumlah Pulau Di Provinsi Sulawesi Utara
Kabupaten/Kota
Jml
Pulau
Berpenghuni
Kota Manado
Kota Bitung
17
16
17
13
19
12
24
21
16
105
27
78
47
40
258
59
199
4.2.
Tidak
Berpenghuni
Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara tahun 2006 2.121.017 jiwa, yang
menyebar pada setiap kota dan kabupaten yang terdiri dari tiga kota dan enam Kabupaten.
Pertumbuhan penduduk di Sulawesi Utara per tahun adalah 140 jiwa/km (data BPS
Sulawesi Utara tahun 2005) dengan laju rata-rata pertumbuhan tiap tahun (2003 2005)
adalah sebesar 2.34%. Wilayah dengan penduduk terbanyak adalah Kabupaten Bolaang
Mangondow (474.908 jiwa) dan yang terkecil adalah Kota Tomohon (60.649 jiwa).
Sedangkan pada 2007, jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara adalah 2.217.290 jiwa
dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 144.20 jiwa/km2.
13
4.3.
yang terdiri dari dua ekosistem utama, yaitu daratan (terestrial) dan perairan (estuaria).
Sebagian besar wilayah daratan Sulawesi Utara terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit
diselingi oleh lembah yang membentuk dataran. Dataran rendah dan tinggi Sulawesi Utara
secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi para penghuninya, terutama dalam
komoditas pertanian (padi dan sayur-mayur) dan perkebunan (kelapa, cengkeh, pala, kopi,
dan vanili). Beberapa dataran yang terdapat di Sulawesi Utara antara lain Tondano (2.850
ha), Langowan (2.381 ha), Modoinding (2.350 ha), Tompaso Baru (2.587 ha) di
Kabupaten Minahasa; Taruna (265 ha) di Sangihe Talaud; Dumoga (21.100 ha), Ayong
(2.700 ha), Sangkub (6.575 ha), Tungoi (8.020 ha), Poigar (2.440 ha), Molibagu (3.260
ha), Bintauna (6.300 ha) di Bolaang Mongondow.
Gunung-gunung terletak berantai dengan ketinggian di atas 1000 m dari permukaan
laut (dpl). Beberapa gunung yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu G. Klabat
(1895 m) di wilayah Minahasa Utara, G. Lokon (1579 m) dan G. Mahawu (1331 m) di
wilayah Kota Tomohon, G. Soputan (1789 m) di wilayah Minahasa, G. Dua Saudara (1468
m) di wilayah Kota Bitung, G. Awu (1784 m), G. Ruang (1245 m), G.Karangetan (1320
m), G. Dalage (1165 m) di wilayah Sangihe dan Talaud, G. Ambang (1689 m), G.
Gambula (1954 m), G. Batubulawan (1970 m), G. Kapoya (1.112 m) di wilayah Bolaang
Mongondow. Jumlah keseluruhan gunung yang tersebar di Kabupaten Bolaang
Mongondow adalah 41 (empat puluh satu) gunung, lalu diikuti oleh Kabupaten Minahasa
sebanyak 16 (enam belas) gunung dan di Kabupaten Sangihe dan Talaud sebanyak delapan
(8) gunung.
Provinsi Sulawesi Utara dialiri 30 (tiga puluh) buah sungai. Di Kabupaten Bolaang
Mongondow mengalir 18 (delapan belas) sungai dengan panjang keseluruhan 472,4 km,
dimana Sungai Dumoga adalah sungai terpanjang (87,2) km. Di Kabupaten Minahasa,
Minahasa Selatan dan Minahasa Utara terdapat 12 (dua belas) sungai dengan panjang
sungai keseluruhan 362,7 km, dimana sungai terpanjang adalah Sungai Poigar (54,2) km.
Sungai Tondanooutlet di Danau Tondano yang terletak di Kabupaten Minahasa, alirannya
sampai ke muara melewati Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Manado. Peran Sungai
Tondano untuk pengembangan infrastruktur publik sangat berarti, terutama terhadap
pemakaian air dan listrik sangat dipengaruhi debit air Sungai Tondano.
14
Sulawesi Utara sendiri memiliki 16 (enam belas) Daerah Aliran Sungai (DAS),
yaitu DAS Tondano, DAS Kosibidan, DAS Sangkup, DAS Ranoyapo, DAS Pororosen,
DAS Poigar, DAS Ongkak Mongondow, DAS Nuangan, DAS Ranowangko/Nimangan,
DAS Likupang, DAS Buyat, DAS Bolangitang, DAS Ayong, DAS Andegile, DAS
Dumoga dan DAS Bone (berdasarkan Peta Pembagian DAS Sulawesi Utara).
Terdapat 17 (tujuh belas) danau yang tersebar mulai dari Kabupaten Bolaang
Mongondow (8 danau) dengan luas keseluruhan 998 hektar, dengan danau terluasnya
Danau Moat (617 hektar). Di Minahasa terdapat delapan 8 danau dengan luas keseluruhan
4.415 ha, dimana danau terluas adalah Danau Tondano (4.278 hektar). Di Sangihe Talaud
terdapat sebuah danau, yaitu Danau Makalehi dengan luas 56 hektar.
Keanekaragaman hayati tinggi di pesisir dan laut juga dimiliki oleh Sulawesi Utara.
Flora dan fauna yang terdapat di pesisir seperti habitat bakau, padang lamun dan juga yang
terdapat di laut seperti teripang, udang barong, ikan hias, dll memiliki nilai ekonomi tinggi.
Taman Nasional Bunaken, Taman Nasional Dumoga Bone adalah sumber-sumber daya
yang sangat potensial sebagai obyek wisata dan peranan ekologis.
Luas hutan di Sulawesi Utara mencapai 788.691,88 ha1. Fungsi hutan itu dibagi menjadi:
1. Hutan Lindung: 175.958,33 ha, (22,3% luas kawasan hutan/11,1% luas provinsi);
2. Cagar Alam (CA): 16.853 ha (2,1% luas kawasan hutan/1,1% luas provinsi);
3. Suaka Margasatwa (SM): 31.095 ha (3,9% luas kawasan hutan/2,0% luas provinsi);
4. Taman Nasional (TN): 266.180 ha (47,7% luas kawasan hutan/23,6% luas provinsi)
5. Taman Wisata Alam (TWA): 1.250 Ha (0,2% luas kawasan hutan/0,1% luas provinsi);
6. Hutan Produksi (HP): 67.423,55 ha, (8,5% luas kawasan hutan/4,2% luas provinsi);
7. Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 219.908,86 ha, (26,6% luas kawasan
hutan/13.2% luas provinsi); dan
8. Hutan Produksi Konversi (HPK): 14.643,40 ha (1,9% luas kawasan hutan/0,9% luas
provinsi).
15
Gambar 5.
Luas Kawasan Hutan (Ha) di Povinsi Sulawesi Utara2
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di Propinsi Sulawesi Utara bervariasi dari 0-2%, 2-15%, 15-
Luas (km)
Prosentase (%)
2265,36
15,61
2316,72
15,96
2656,76
18,31
5086,14
35,04
2188,54
15,08
5.2.
Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah di Propinsi Sulawesi Utara, didominasi oleh tutupan hutan
dengan luas 8443,061 km atau sekitar 58,174 % disusul dengan perkebunan dengan luas
2552,631 km atau sekitar 17,58%. Selanjutnya sawah tadah hujan seluas 2166,062 km
atau sekitar 14,924% dan sisanya sebesar 9,322% untuk permukiman, padang, kebun
campur, tanah terbuka, perairan darat, dan pertambangan.
Penggunaan Tanah
Pertambangan
Hutan
Kebun Campuran
Padang
Luas (km)
Prosentase (%)
0,844
0,006
8443,061
58,174
153,891
1,060
106,835
0,736
17
Permukiman
Perkebunan
Perairan Darat
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Terbuka
495,312
2552,631
94,962
421,452
2166,062
78,462
3,413
17,588
0,654
2,904
14,924
0,541
5.3.
Luas (km)
Prosentase(%)
61,06
0,42
34,64
0,24
14417,82
99,34
18
Hasil diatas menunjukan adanya adanya variasi luas dan sebaran kawasan rawan
banjir pada masing masing kelas. Luas wilayah sangat rawan banjir adalah 0,42% dari
wilayah kajian, sedangkan luas wilayah rawan banjir adalah 0,24% dari wilayah kajian.
Wilayah rawan banjir tersebar utamanya di pesisir dan kota besar seperti Kota Manado,
Bitung, Kotamobagu, dan Minahasa.
5.4.
Peta-Peta
19
20
21
22
23
24
25
26
BAB IV
KESIMPULAN
Wilayah rawan banjir di Propinsi Sulawesi Utara tersebar utamanya di pesisir dan
di kota-kota besar seperti Kota Manado, Bitung, Kotamobagu, dan Minahasa. Jelas bahwa
desakan permintaan lahan di wilayah perkotaan menjadi penyebab dari alih fungsi
sempadan sungai. Permukiman tumbuh di tempat-tempat yang sepatutnya tidak dimukimi
karena merupakan wilayah dataran banjir. Selain itu, lemahnya fungsi kontrol pemerintah
yang dalam hal ini menjadi security juga menjadikan ekspansi lahan sempadan semakin
tak terbendung. Untuk itu perlu adanya pembenahan teknis baik berupa upaya peninjauan
kembali rencana tata ruang wilayah maupun upaya struktural di wilayah rawan banjir agar
kerugian akan bencana di Propinsi Sulawesi Utara dapat di minimalisasi.
27
DAFTAR PUSTAKA
BPKH tahun 2006; Sk Menhutbun No.452/Kpts-II/99 tanggal 17 Juni 1999
Upaya Pengendalian Banjir Dengan Peningkatan Peran Serta Masyarakat, Bidang Perencanaan
Teknis Dan Tata Bangunan Dinas KIMPRASWIL Kota Malang, 2006
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press.
Wibowo, Adi. 2011. Bahan Kuliah Praktikum Sistem Informasi Geografi. Departemen
Geografi
Wibowo, Adi. 2008. Sistem Informasi Geografis Untuk Perencanaan Wilayah, Majalah
Geo Spasial, Volume54, no.1, Mei 2008 : 9-11.
Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu. Yogjakarta
Sianturi, Alberth R B. 2008. Wilayah Rawan Tanah Longsor Di Daerah Aliran Ci Mandiri.
Skripsi Sarjana Geografi UI. Depok
Nugrahaeni, Erika. 2009. Flashiness Pada Beberapa Sungai di Jakarta. Skripsi Sarjana
Geografi UI. Depok
Klasifikasi Lereng Badan Pertanahan Nasional
Hendriyono, Albertus. Berita Terkini: Banjir di Sulawesi Utara. Kompas, 12 Des. 2010.
Laporan Antara. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8851/ (4 okt 2011)
Peta Kejadian Banjir Di Indonesia Tahun 1979-2009. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB)
28