Anda di halaman 1dari 58

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Hidrologi

Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejadiankejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur hidrologi

yang dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data curah hujan

suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana

maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik

Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi

data ialah sebagai berikut: 1. Harga Rata-rata ( )

Rumus:

di mana = Curah hujan rata–rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke-i

(mm), dan n = Jumlah data.

2. Standar Deviasi ( )

Rumus:

di mana = Standar deviasi, = Curah hujan rata – rata (mm), = Curah hujan di

stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

Universitas Sumatera Utara


3. Koefisien Skewness ( )

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat

ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.

Rumus:

di mana = Koefisien Skewness, = Standar deviasi, = Curah hujan rata-rata


(mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

4. Koefisien Kurtosis ( )

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva

distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus:

di mana = Koefisien Kurtosis, = Standar deviasi, = Curah hujan rata–rata

(mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n= Jumlah data.

5. Koefisien Variasi ( )

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai

rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus

di mana = Koefisien variasi, = Standar deviasi, dan = Curah hujan rata-rata


(mm).

Universitas Sumatera Utara


2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data

Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang

bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada.

Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik

Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik


No. Jenis Distribusi Syarat

1. Normal Cs 0 dan Ck 3

2. Log Normal Cs 3Cv + Cv³ dan

8 6 4 2
Ck Cv + 6Cv + 15Cv + 16Cv +3
3. Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

4. Log Pearson Tipe III Selain dari nilai di atas

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008)

2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas

Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik hasil

plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas

probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya semakin

mendekati benar.

3. Berdasarkan hasil uji keselarasan

Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi

peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang

dianalisis. Ada dua jenis keselarasan (Goodness of Fit Test), yaitu uji keselarasan Chi

Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah nilai hasil

perhitungan yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara


a) Uji keselarasan Chi Square

Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan yang

diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan

yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai Chi Square (

) dengan nilai Chi Square kritis ( - Cr) dengan rumus:

di mana = Harga Chi Square, = Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada data

ke-i, = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-i, dan n =

Jumlah data.

Prosedur perhitungan uji Chi Square adalah sebagai berikut:

a. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil

b. Hitunglah jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas

disarankan agar setiap kelas terdapat minimal tiga buah pengamatan.

c. Hitung nilai Ef =

d. Hitunglah banyaknya Of untuk masing – masing kelas.


e. Hitung nilai untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total , dari tabel untuk

derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5% dengan parameter derajat

kebebasan (Tabel 2.4) akan didapat Cr.

Rumus derajat kebebasan adalah :

DK = K – ( R + I ) ................................................. (2.7)

di mana DK = Derajat kebebasan, K = Banyaknya kelas, dan R = Banyaknya

keterikatan (biasanya diambil R=2 untuk distribusi normal dan binomial dan R=1

untuk distribusi Poisson dan Gumbel).

Universitas Sumatera Utara


Jika nilai Chi Square( ) < nilai Chi Square kritis ( Cr), analisis data dapat

menggunakan persamaan distribusi data sesuai dengan yang diasumsikan pada uji

Chi Square.

Tabel 2.2 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square

Sumber: Soewarno, 1995

b) Uji keselarasan Smirnov Kolmogorof

Pengujian kecocokan sebaran dengan metode ini dilakukan dengan

membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis

sehingga didapat perbedaan (∆) tertentu. Perbedaan maksimum yang dihitung (∆maks)

dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya

varian tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks) < (∆cr).

Rumus:

∆maks < .......................... (2.8)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3 Nilai ∆ Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.3 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya

hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut

kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana.

Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data

hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis

frekuensi data hujan, yaitu:

1. Metode Normal (Cara Analitis)

Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan

Metode Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:

𝑋𝑇 = 𝑋 + (K.𝑆𝑑) ..................................................... (2.9)

di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), 𝑋 = Harga rata-rata

curah hujan (mm), 𝑆𝑑 = Standar deviasi (simpangan baku), dan k = Nilai variabel

reduksi Gauss periode ulang T tahun (Tabel 2.4).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K)

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)

2. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble Tipe

I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995):

di mana = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), = Harga rata-rata

curah hujan (mm), dan = Standar deviasi (simpangan baku).

= Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang

tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat pada

Tabel 2.9. (untuk T ≥ 20, maka = ln T)

= Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya tergantung

dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.5

= Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung

dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2.6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2.7 Nilai Reduksi Variasi (Yt)

Sumber: Soemarto, 1999

Universitas Sumatera Utara


3. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang

logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai

model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

Log = + K * Sd ........................................... (2.12)

di mana Log = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,

= Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd = Standar deviasi dan K =

Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 2.8)

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah:

a) Tentukan logaritma dari semua nilai X

b) Hitung nilai rata-ratanya:

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X:

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:

Universitas Sumatera Utara


f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan

terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai

koefisien kemencengan (Cs). Nilai K dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Soewarno, 1995

4. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan

merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model

matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

= + K.Sd .................................................... (2.13)

di mana = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang

tertentu, = Harga rata-rata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan

baku), dan K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang

merupakan fungsi dari koefisien kemencengan (Cs) pada tabel 2.9.

Tabel 2.9 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Soewarno, 1995

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat

umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin

tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula

intensitasnya.

Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan debit

yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh

intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut

berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan

yang telah terjadi pada masa lampau.

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya curah

hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per jam.

Universitas Sumatera Utara


Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2

metode sebagai berikut :

1. Metode Van Breen

Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah

berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam

(Anonim dalam Melinda, 2007).

Rumus:

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R24 = Curah hujan harian maksimum

(mm/24jam).

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas

hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva basis.

Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk

daerahdaerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van

Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

di mana 𝐼𝑇 = Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH, 𝑡 = Durasi waktu hujan (menit),

dan 𝑅𝑇 = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).

2. Metode Hasfer Der Weduwen

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh

Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan curah

Universitas Sumatera Utara


hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai

distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan

sampai 24 jam (Melinda, 2007).

Persamaan yang digunakan adalah:

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas

curah hujan dengan persamaan berikut ini:

I=

di mana I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan

perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk

menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan.

Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil.

Menurut Sosrodarsono (2003), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:

1. Metode Sherman (1953)

Menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

𝑎
I = 𝑡 𝑏 .................................................... (2.19)

Universitas Sumatera Utara


Log a =

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b =

Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2. Metode Ishiguro (1905)

Menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

I=

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit) a,b=

Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan

n = Banyaknya pasangan data i dan t.

b =

3. Metode Talbot (1881)

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapantetapan

a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan intensitas

curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

I=
di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b=

Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n

= Banyaknya pasangan data i dan t.

a =

Universitas Sumatera Utara


b =

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus

dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan

intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.

Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk

menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan yang dapat digunakan untuk

perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya kemungkinan

terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang.

2.2 Koefisien Permeabilitas

Permeabilitas tanah merupakan sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran

rembesan dari cairan yang berupa air mengalir melewati rongga yang menyebabbkan

tanah bersifat permeable. Permeabilitas menunjukkan kemampuan tanah meloloskan

air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi sehingga

menurunkan laju air larian.

Menurut Braja M. Das, 1988 koefisien permeabilitas tanah tergantung pada

beberapa faktor, yaitu:

1. distribusi ukuran pori-pori tanah.

2. gradasi tanah (distribusi ukuran butir-butir tanah) dan kepadatannya,


3. kekentalan cairan,

4. angka pori,

5. kekasaran permukaan butiran tanah,

6. dan derajat kejenuhan tanah.

Universitas Sumatera Utara


Tanah permeable disebut tanah yang mudah dilalui oleh air, sedangkan tanah

impermeable adalah tanah yang sulit dilalui oleh air. Contoh tanah yang permeable

adalah tanah pasir dan kerikil, oleh karena itu jenis tanah ini sangat cocok sekali untuk

sistem drainase pipa dibawah muka tanah. Contoh tanah impermeable adalah tanah

lempung murni. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung

adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran

lempung.

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan

merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu

semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap

akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka

sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan air

dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.

Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang

sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar digunakan oleh

para ahli teknik tanah (geoteknik). Para ahli geologi menyebutnya sebagai

konduktivitas hidrolik. Bilamana satuan inggris digunakan, koefesien permeabilitas

dinyatakan dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft3. Dalam satuan SI,

koefisien permeabilitas dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm3.

Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda.

Beberapa koefisien permeablitas diberikan dalam Tabel 2. 2.

Tabel 2.10 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya


Jenis tanah K

(cm/detik) (ft/menit)

Universitas Sumatera Utara


Kerikil bersih 1.00 - 100 2.00 - 200

Pasir kasar 1.00 – 0.01 2.00 - 0.02

Pasir halus 0.01 – 0.001 0.02 – 0.002

Lanau 0.001 – 0.00001 0.002 – 0.00002

Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002

Sumber: Buku Mekanika Tanah Jilid I (Das, 1985)

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari

pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien

permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:

a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test)

b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test)

c) Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi

d) Pengujian kapiler horizontal

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat

dilakukan dengan:

a) Uji pemompaan (pumping test)

b) Uji perlokasi (auger hoole test)

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilaksanakan di laboratorium, yaitu:

a) Constant Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang

di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk

Universitas Sumatera Utara


menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar

dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2.1 Alat Constant Head Permeability Test


(http://www.humboldtmfg.com)

Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan

dihitung dengan turunan rumus:

Qmasuk = Qkeluar Qmasuk =

A.V.k A(ki).t

Qkeluar = k (h)( A) T

𝑄.𝐿
Maka, K= ………………………………………….(2.22)

di mana Q = Volume air yang dikumpulkan (cm3), As = Luas penampang

sampel tanah (cm2), t = waktu (detik), dan h = i.(L)

b) Falling Head Permeability Test

Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak

tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya

lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter

Universitas Sumatera Utara


kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian

air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.

Gambar 2.2 Skema Proses Alat Falling Head Permeability Test


(http://www.robertsongeoconsultants.com)

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu;

k .( h )
Q= ……………………………………...(2.23)
Ls .( As )

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

k .( h ) dh
A= -a (tinggi air berkurang )
L dt
dh
a.( Ls )
dt =

As .( k ) h

t h
a.( L ) 2 1

Universitas Sumatera Utara


0 dt = As .( k ) h 1 h dh

a.( Ls )

t = ln( h1 h2
A.( k )

h
log 1

h2
a.( Ls )
t =
As .( k ) log e

h1
a.( Ls )
t = 2,303 log
As .( K ) h2

h1
maka, a.( Ls ) K = 2,303
log ……………………………(2.24)
As .( t ) h2

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa

(cm2), L𝑠 = Panjang sampel tanah (cm), A𝑠 = Luas penampang sampel tanah (cm2), t

= Interval penurunan 𝑕1 ke 𝑕2 (detik), 𝑕1 = Ketinggian mula-mula air pada interval

waktu tertentu (cm), dan 𝑕2 = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

2.3 Konsep Umum Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan

tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam

proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai (Gemilang, 2012). Pada saat air

hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungancekungan,

Universitas Sumatera Utara


sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya

meresap kedalam tanah.

2.2.1 Pengertian infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk

ke dalam tanah. Sedangkan perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang

berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan merupakan proses aliran air dalam

tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan

tetapi hendaknya secara teoritis pengertian keduanya dibedakan.

Dalam kaitan ini terdapat beberapa pengertian tentang infiltrasi untuk

memudahkan uraian selanjutnya supaya diperjelas defenisi dari beberapa istilah yang

digunakan :

a) Kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) adalah kecepatan infiltrasi

maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika

intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban

tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas

infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

b) Laju infiltrasi (infiltration rate) adalah Laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah

tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan

satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi

yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan

menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

c) Perkolasi (percolation) kecepatan perkolasi yang ditentukan oleh sifat tanah

pada aeration zone.

Universitas Sumatera Utara


d) (Field capacity) adalah besarnya kandungan air maksimum yang dapat ditahan

tanah terhadap gaya tarik gravitasi.

e) (Soil moisture deficiency) adalah jumlah kandungan air yang masih diperlukan,

untuk membawa tanah pada (fieldcapacity).

f) Abstraksi awal (initial abstraction) adalah jumlah intersepsi dan penampungan

cekungan (depression storage), yang hams dipenuhi lebih dahulu, sebelum

terjadi limpahan hujan (overlandflow).

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam

tanah dalam suatu periode waktu disebut kecepatan infiltrasi atau laju infiltrasi. Laju

infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada

saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju

perkolasi.

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi

biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir

masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya

gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir

vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut

tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja

nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.2 Kecepatan Infiltrasi Nyata (Actual Infiltration Rate)

Kecepatan infiltrasi nyata ditentukan oleh berbagai faktor, baik sifat

permukaan tanah, maupun sifat lapisan tanah dibawahnya. Ada 3 faktor yang telah

Universitas Sumatera Utara


dikelompokka para ahli yaitu sifat-sifat permukaan tanah, sifat transmisi tanah, serta

tipe tanah dan kadar tanah awal.

a) Sifat-sifat permukaan tanah

Proses infiltrasi diawali dengan meresapnya air melewati permukaan tanah,

maka sifat - sifat permukaan tanah memegang peranan yang sangat penting, dan

bahkan sering menentukan batas atas dari kecepatan infiltrasi, dengan tidak

mengabaikan peranan dari lapisan tanah dibawahnya. Pada permulaan musim hujan

pada umumnya tanah masih jauh dari jenuh sehingga pengisian akan berjalan terus

pada waktu yang lama sehingga daya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang

berkesinambungan, meskipun pada periode sama. Diantara sifat - sifat tanah yang

penting adalah kepadatan, sifat dan jenis tanaman, dan cara bercocok tanam.

Dengan makin tingginya tingkat kepadatan tanah, maka infiltrasi akan semakin

kecil. Dengan pengaruh hujan, akibat adanya impak butir - butir air hujan pada

prmukaan tanah, maka kepadatan tanah akan bertambah. Sehingga permukaan tanah

yang ditumbuhi oleh tanaman pada umumnya akan mempunyai kecepatan infiltrasi

yang lebih besar daripada permukaan tanah terbuka.

Disamping itu, aliran vertikal air infiltrasi yang mengandung butir - butir halus,

dapat menyumbat pori - pori antara butir tanah, yang akan mengurangi infiltrasi.

Terutama sekali debu dan butir - butir halus lain yang terjadi selama musim kering,

akan sangat berpengaruh pada hujan - hujan yang pertama. Retak-retak pada

permukaan yang terjadi pada musim kering, akan memperbesar infiltrasi. Sebaliknya,

pemadatan tanah yang diakibatkan oleh lalu lintas, ternak, dan pejalan kaki, akan

memperkecil infiltrasi, tetapi dilain pihak memperbesar penampungan cekungan

Universitas Sumatera Utara


{depression storage), yang berarti akan memberi kemungkinan memperbesar

infiltrasi. Sehingga pengaruh hal ini masih sangat dipertanyakan.

Dengan adanya tanaman, akan memberi keuntungan dengan makin besarnya

infiltrasi. Hal ini disebabkan karena:

1) Akar - akarnya menyebabkan struktur tanah makin gembur yang berarti

memperbesar permeabilitas tanah.

2) Dengan adanya tanaman di permukaan, berarti akan mengurangi kecepatan air

limpasan (run off maupun overland flow). Sehingga memperbesar waktu

tinggalnya air di permukaan, yang berarti memperbesar infiltrasi

3) Pemadatan yang diakibatkan oleh impak butir - butir air hujan sangat
dikurangi.

Sebenarnya yang berpengaruh bukanlah jenis tanaman, tetapi kerapatan

tanaman yang lebih penting. Misalnya tanah dengan penutup rumput, akan lebih baik

dibandingkan dengan ditanami jagung dan sebagainya.

Cara bercocok tanam dengan trasering yang benar, misalnya atau dengan

"countour ploughing" dengan pola yang benar akan memperbesar infiltrasi pula. Pada

lahan bercocok tanam dengan kemiringan besar, aliran permukaan akan mempunyai

kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi dan memungkinkan

terjadinya erosi tanah. Sebaliknya pada lahan dengan kontur yang datar, air

menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi.

b) Sifat transmisi tanah

Secara ideal lapisan tanah oleh para ahli ilmu tanah ditentukan 4 horizon

yaitu (Sri Harto, 1981):

Horizon A: merupakan lapisan teratas yang mengandung banyak bahan oganik, akar

tumbuh - tumbuhan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


Horizon B: yaitu lapisan dibawah horizon A, yang merupakan lapisan dimana terjadi

akumulasi bahan - bahan koloidal dari horizon A. Ketebalan serta

permeabilitas lapisan ini sangat menentukan besarnya infiltrasi.

Horizon C: lapisan dibawah horizon B, yang kadang - kadang juga disebut "

sub soil" yang terdiri dari "weatheredparent materiaF.

Horizon D: lapisan {bed rock). Horizon C dan D kadang berada pada Iokasi lain

atau kadang - kadang tidak ada sama sekali.

Misalnya horizon A mempunyai transmission rate yang paling besar dan horizon

B yang paling kecil. Maka infiltrasi akan ditentukan oleh transmission rate horizon A,

sampai kemampuan tampung (storage) terpenuhi, yang selanjutnya infiltrasi akan

ditentukan oleh sifat transmisi horizon B. Transmission rate horizon C tidak akan

terpenuhi, karena lebih besar dari sifat transmisi horizon B.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan adanya dua kemungkinan yaitu:

1) Formasi lapisan tanah dengan kapasitas perkolasi besar tetapi kapasitas

infiltrasi kecil (gbr2.3a)

2) Formasi lapisan tanah dengan kapasitas infiltrasi besar tetapi kapasitas

perkolasi kecil (gbr2.3 b)

(a) ( b)

Gambar 2.3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
2.3a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan
2.3b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar

Universitas Sumatera Utara


c) Tipe tanah dan kadar tanah awal

Tipe tanah adalah berkaitan dengan tekstur dominan dari tanah yang

bersangkutan. Istilah umum yang sering digunakan adalah tanah berpasir, tanah

berlempung, dan tanah berliat. Kondisi tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya

daya resap tanah terhadap air hujan. Tanah berpasir dan porus lebih mampu

merembeskan air hujan dengan cepat.

Kandungan air tanah awal mempengaruhi reseapan air oleh tanah dan laju

inflitrasi. Pada kondisi dimana kandungan air tanah awalnya rendah, laju infiltrasi akan

maksimum dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kadar air.

2.2.3 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara

(Harto, 1993), yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada

percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall Simulator).

2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran

lapangan).

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi

hidrograf).

Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan

digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan

sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas,

yakni:

a) Model empiris.

Universitas Sumatera Utara


Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana

kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi

ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi.

Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model

Horton, Model Holtan dan Model Overton.

b) Model konseptual.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang

menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain.

Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model

Hidrograf.

Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model

empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data

pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah

didapatkan.

2.2.4 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Secara praktis pengukuran infiltrasi ini dimaksudkan untuk memperoleh

gambaran tentang besaran dan laju infiltrasi serta variasinya sebagai fungsi waktu. Ada

dua cara dalam menentukan kapasitas infiltrasi (Sri Harto, 1993), yaitu :

1. Dengan pengukuran langsung dilapangan.

2. Dengan analisis hidrograf.

Beberapa alat maupun perlengkapan yang dapat digunakan untuk mengukur

inflitrasi di lapangan diantaranya adalah :

1. Infiltrometer ring tunggal (Single ring infiltrometer)

Universitas Sumatera Utara


2. Infiltrometer ring ganda (Double ring infiltrometer)

3. Rainfall simulator

Menurut CD. Soemarto selain menggunakan infiltrometer laju infiltrasi dapat

diukur dengan cara berikut.

1. Dengan Testplot

2. Dengan Lysimeter

3. Test penyiraman (Sprinkling Test)

2.3.4.1 Single Ring Infiltrometer

Pada penelitian digunakan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan

menggunakan alat single ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas

tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi

air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian

banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung

tersebut harus diukur.

Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping

di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang

ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer

Penggunaan single ring infiltrometer pada dasarnya tidak ada perbedaan

dengan double ring infiltrometer, pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat

menggunakan lingkaran tengah double ring infiltrometer. Perbedaan alat tersebut

pendekatannya dimana untuk double ring infiltrometer, ring bagian luar bertujuan

untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap ke

dalam tanah supaya mengurangi pengaruh rembesan lateral.

Menurut Sosrodasono dan Takeda (1993) kedua jenis alat ukur infiltrasi ini

mempunyai persoala-persoalan yang sama yaitu:

a. Efek pukuan butir-butir hujan tidak diperhitungkan

b. Efek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi

c. Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada waktu

pemasukan tanah.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single

ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).

a) Metode Horton

Universitas Sumatera Utara


Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam

hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan

bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan

pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang

beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor

yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh

koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan

dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Metode

Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

f(t) = fc + (fo – fc) ....................................... (2.25)

di mana f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam), fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam), fo =

Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik, dan t = Waktu (jam). Model ini

sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo, fc dan k didapat

dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring infitrometer. Rumus

Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:

f(t) - fc = (fo - fc) ........................................... (2.26)

Kemudian persamaan (2.26) tersebut di log kan menjadi:

Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) – kt log e atau

Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = – kt log e

t =

atau

t = …...……… (2.27)

Universitas Sumatera Utara


Persamaan (2.27) di atas, sama dengan persamaan Y= mx + C di

mana:

Y = t .................................................................................. (2.28)

m=

x = Log ( f(t) – f(c) ) ........................................................... (2.30)


1
C= Log ( f(t) – f(c) ) ........................................................ (2.31)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus

yang mempunyai nilai m = . Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut

diperlihatkan dalam Gambar 2. 5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc)

2.4 Sumur Resapan

2.4.1 Pengertian

Sumur resapan (Gambar 2.6) merupakan skema sumur atau lubang pada

permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke

Universitas Sumatera Utara


dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan

merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air

minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian,

konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas

muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah

muka air tanah (Kusnaedi, 2011).

Gambar 2.6 Sketsa Sumur Resapan


(www.kelair.bppt.go.id)

2.4.2 Fungsi Sumur Resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi utama dari sumur resapan bagi kehidupan manusia dapat dibagi menjadi tiga

fungsi utama, yaitu:

1. Pengendali banjir

Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan tiba.

Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa faktor di

antaranya:

Universitas Sumatera Utara


a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB).

b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.

c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap

pengelolaan sampah.

Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap

penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota keluarga

atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan

pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat, tergantung dari lokasi

perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki perumahan tersebut.

Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir pada

semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah horisontal

dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika dibandingkan dengan

pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru sering mengakibatkan

pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (antara 3-4 m

dari tepi jalan). Dengan demikian pada musim hujan, volume aliran air permukaan

menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam tanah sangat sedikit sehingga

mengakibatkan genangan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung

cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya

yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur

resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan

sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan

yang menyebabkan banjir.

Universitas Sumatera Utara


Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan

tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang

jumlah rumahnya 1.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan dengan

volume 2 𝑚3 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000 𝑚3 air.

2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau

mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak yang

diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang tersimpan

dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau mata air.

Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting mengingat

adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai konsekuensi dari

perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat. Dengan adanya perubahan

tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah untuk meresapkan air.

Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang tertutupi tembok, beton, aspal, dan

bangunan lainnya yang tidak meresapkan air. Penurunan daya resap tanah terhadap air

dapat juga terjadi karena hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah.

Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak

besar terhadap kondisi air tanah. Seandainya di kawasan pemukiman seluas 1.000

hektar dan tertutupi 3/4 bagiannya, berarti setiap kali turun hujan yang curah hujannya

1.000 mm akan ada 750.000 kubik air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah.

Jumlah sekian akan berkumpul dengan aliran permukaan dari kawasan lain pada lahan

yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung

cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya

Universitas Sumatera Utara


yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur

resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan

sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan

yang menyebabkan banjir.

3. Menekan laju erosi

Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan

menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut

pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun akan

kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu menekan besarnya aliran

permukaan berarti dapat menekan laju erosi.

2.4.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan ke

dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan tanah

lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah.

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke dalam

akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih banyak

masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off).

Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk ke dalam lapisan tanah

yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai jenis tanah, lapisan ini masih

bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air akan menembus kedalam permukaan tanah

(water table) di mana dibawahnya ada air tanah (ground water) yang terperangkap

Universitas Sumatera Utara


dalam lapisan akuifer. Dengan demikian, masuknya air hujan ke dalam tanah akan

membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air tanah dalam lapisan akuifer.

Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam

pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah

dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan dimensi sumur resapan berangkat

dari sifat fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya rembes

tanahnya.

Dengan prinsip kerja dari sumur resapan tersebut, maka jika kita ingin

membuat sumur resapan pada area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air

hujan yang turun di area rumah kita menuju sumur resapan, termasuk air hujan yang

turun pada genting atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari talang,

air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya menggunakan

pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area genteng atap rumah, dapat

kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara membuat semacam selokan atau got

kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan kemiringan tertentu, sehingga nantinya

air yang masuk ke dalam selokan atau got tersebut dapat mengalir menuju sumur

resapan. Untuk membuang kelebihan air yang masuk kedalam sumur resapan, kita bisa

membuat pipa pembuangan, yang nantinya berfungsi mengalirkan kelebihan air di

dalam sumur resapan menuju saluran drainase/saluran pembuangan didekat rumah

kita.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan

Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak

tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan

kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat.

Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan.

Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaan

yang berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran permukaan ini

juga akan menurunkan tingkat erosi tanah.

Teori sumur resapan yang diajukan oleh Sunjoto (1989) dipandang oleh

beberapa ahli sebagai teori yang cukup sempurna. Perencanaan dimensi sumur resapan

itu telah dikembangkan dengan berbagai pendekatan baik statis maupun dinamik.

Pendekatan statik pertama kali dikemukakan oleh Haryadi dan Mawardi tahun 1986.

Sedangkan pendekatan dinamik dipelopori oleh Sunjoto pada 1987 yang


Qi Qi Qi Qi Qi

Qo Qo Qo Qo Qo
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)

Universitas Sumatera Utara


disempurnakan pada 1988. Teori pendekatan tersebut, dapatlah diilustrasikan seperti

Gambar 2.8.

𝑡1 𝑡2 𝑡3

Gambar 2.8 Cara Kerja Sumur Resapan

Gambar a, debit masukan sebesar Qi mengisi tampungan sumur resapan

sehingga tampungan sumur terisi seperti gambar b, dan penuh (gambar c). Untuk

membuat tampungan sumur resapan penuh (gambar c), debit masukan Qi

membutuhkan rentang waktu tertentu (t1). Pada saat volume tampungan penuh, berarti

ketinggian air H teoritis di dalam sumur telah terpenuhi. Debit resap Qo terjadi setelah

ketinggian air H terpenuhi (Gambar 2. 10. c). Debit resap oleh Sunjoto (1995)

dinyatakan dengan persamaan:

Qo = f k H ........................................................... (2.32)

di mana Qo = Debit resap (m3/detik), f = Faktor geometrik (m), k = Koefisien

permeabilitas tanah (m/detik), H = kedalaman air di dalam sumur resapan (m). Jika

dikembalikan pada prinsip hidrolika air tanah, bahwa debit adalah:

Qo = k.i.A ............................................................ (2.33)

di mana Qo = debit (m3/dt), k = koefisien permeabilitas tanah (m/dt), i = gradien

hidrolik H / L dan A = luas bidang resap (𝑚2).


Pada persamaan (2.32) dapat ditinjau bahwa unsur fH adalah pengganti unsur

iA dalam persamaan (2.33). Dalam kasus peresapan di dalam sistem sumur, maka tidak

mudah menentukan gradien hidrolis i dan luas bidang resap A. Sebab dimensi sumur

Universitas Sumatera Utara


resapan itu masih ditafsir. Unsur kedalaman H menjadi unsur penentu sebab gradien

hidrolis dan luas bidang resap, keduanya sekaligus akan terjadi manakala H telah

ditetapkan. Di lain pihak pada sistem sumur resapan luas bidang resap A terbentuk

oleh fungsi jari-jari R dan kedalaman H. Jadi faktor geometrik f pada prakteknya

adalah fungsi dari R dan H. Dengan demikian Qo = k i A = k f H. Pada prakteknya

faktor geometris (shape factor) f memerlukan formulasi pendekatan empiris, sebab di

antara para ahli tidak sama dalam menentukan nilai f untuk kasus sumur resapan yang

sama.

Jika rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengisi sampai dengan penuh

adalah t1 (gambar a,b dan c), maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan adalah

t2 (gambar c, d dan e), yang mana syaratnya rentang watu t1 adalah sama dengan

rentang waktu t2. Dengan begitu maka akan terpenuhi syarat terjadinya persamaan

keseimbangan di dalam sumur resapan yaitu:

Qi t = f k H t ...................................................... (2.34)

Tetapi oleh karena tampungan dalam sumur harus penuh baru kemudian terjadi

peresapan, maka event t1 terjadi terlebih dahulu baru event t2, meskipun

besarnya t1 = t2

Qi.t1 = f.k.H.t2 ....................................................................................... (2.35)


Pada rentang waktu t2, (gambar c, d dan e) yang mana proses resap Qo sedang

berlangsung, bersamaan dengan itu debit input Qi tetap mengisi tampungan untuk

diresapkan pada rentang waktu seterusnya secara berurutan. Demikian seterusnya Qi

dan Qo saling bekerja secara kontinyu selama rentang waktu t.

Pada akhir durasi t, debit masukan Qi telah berhenti mengisi tampungan dan

debit resap Qo bekerja menghabiskan sisa volume sumur resapan. Gambar e, f dan g

Universitas Sumatera Utara


menunjukan debit Qi sudah tidak mengisi tampungan, maka tinggal proses peresapan

menghabiskan sisa tampungan.

2.4.4 Komponen-komponen Proses Peresapan

Komponen-komponen dalam proses resapan diantaranya,yaitu:

a. Debit masukan (Qi = Q).

Debit masukan adalah volume air yang mengalir masuk ke dalam sumur

resapan tiap satuan waktu. Apabila sumur resapan dimaksudkan sebagai sarana

drainase limpasan permukaan akibat hujan, maka debit masukan Qi adalah debit

limpasan permukaan dari suatu luasan tertentu. Jika sumur resapan itu adalah sarana

drainase bangunan tempat tinggal, maka debit masukan Qi adalah berupa debit air

yang terkumpul dari permukaan penutup atap.

Besarnya debit masukan dapat ditentukan dengan perencanaan empiris

berdasarkan data hujan yang direkam. Meskipun kenyataannya besarnya debit dari

awal hujan sampai akhir hujan adalah tidak tetap, akan tetapi dapat diambil nilai

dominan sebagai pedoman perencanaan. Besarnya debit masukan ini sangat

tergantung pada intensitas hujan yang terjadi dan liuas bidang tangkapan hujan.
Intensitas hujan bergantung pada tinggi curah hujan dan durasinya, sedangkan

permukaan penangkap hujan dipengaruhi oleh luas dan koefisien pengalirannya.

Penentuan besarnya debit masukan Qi secara empiris yang bersifat praktis untuk

luasan yang relatif kecil sebagaimana rumah tinggal adalah menggunakan metode

rasional, dimana debit masuk ke sumur resapan (Qi) = debit banjir metode rasional

(Q).

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini disajikan rumus metode rasional untuk menghitung debit banjir

pada suatu kawasan tertentu akibat limpasan air hujan (Bedient dan Huber, 1988),

yaitu:

Q = kc. C. I. A ............................................... (2.36)

di mana Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik), C = Koefisien pengaliran permukaan,

yang besarnya < 1, I = Intensitas hujan (in./hr atau mm/jam), A = Luas bidang

tangkapan hujan (ac atau ha) dan kc = faktor konversi (𝑘𝑐 = 0,00278 faktor konversi

ha-mm/jam ke m³/detik).

Luasan bidang tangkapan hujan untuk bangunan tempat tinggal adalah berupa

luas atap yang diukur secara horizontal. Untuk koefisien pengaliran (C), apabila tidak

diukur langsung pada medan pengaliran yang dimaksud, maka dapat digunakan

perkiraan nilai koefisien (C) secara empiris berdasarkan hasil penelitian yang

dilampirkan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Nilai Koefisien Aliran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan
Koef.Aliran
Jenis Permukaan
Permukaan (C)
1. Bussines

Daerah kota 0.70 - 0.95

Daerah pinggiran 0.50 - 0.70

2. Perumahan

Universitas Sumatera Utara


Daerah Single Family 0.30 - 0.50

Multiunit terpisah-pisah 0.40 - 0.60

Multiunit tertutup 0.60 - 0.75

Sub 0.25 - 0.40


Urban
Daerah rumah-rumah 0.50 - 0.70

Apartemen

3. Kawasan Industri

Daerah industri 0.50 - 0.80


ringan
Daerah industri 0.60 - 0.90
berat
4. Atap 0.75 - 0.95

5. Pertamanan; 0.10 - 0.25


kuburan
6. Jalan 0.70 – 0.95

7. Aspal 0.75 - 0.95

8. Beton 0.80 - 0.95

9. Batu 0.70 - 0.85

Sumber: Sunjoto, 2011

b. Durasi Debit Masukan (t)

Pemberian debit masukan ke dalam lobang sumur resapan memiliki durasi

tertentu selama t. Apabila sumur resapan sebagai sarana drainase hujan pada tempat

tinggal, biasanya mengambil t berupa waktu hujan yang dominan. Durasi hujan

dominan ini diperhitungkan secara empiris berdasarkan rekaman data hujan dari waktu

ke waktu. dalam hal ini Sunjoto (1995) memberikan batasan bahwa maksud dari durasi

Universitas Sumatera Utara


dominan hujan adalah lamanaya hujan yang paling sering terjadi. Paling akurat

datanya adalah yang didapatkan berdasarkan data Automatic Rainfall Recorder

(ARR). Keberadaan durasi (t) dalam perencanaan sumur resapan akan mempengaruhi

besar kecilnya dimensi sumur resapan, terutama mengenai berapa volume tampungan

yang dibutuhkan serta kapan kondisi water balance terjadi. Sebagaimana tertera pada

persamaan (2.34) di muka, sesungguhnya secara teoritis peranan t memang cukup

kecil. Faktor t memberikan peranan yang berarti pada awal proses resap. Akan tetapi

jika kondisi keseimbangan telah dicapai pada sistem itu maka rentang waktu

selanjutnya tidak memiliki pengaruh.

c. Koefisien Permeabilitas Tanah (K)

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan

merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu

semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap

akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitanya dengan masalah ini, maka

sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan air

dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.

d. Faktor Geometrik (F)

Tiga unsur yaitu bidang resap, volume tampungan dan ketinggian air,

direncanakan secara bersamaan menjadi faktor geometrik sumur resapan. Jadi faktor

geometrik adalah koefisien dalam perencanaan dimensi sumur resapan yang

memperhitungkan kebutuhan akan bidang resap, gradien hidrolis, dan volume

tampungan air, berdasarkan bentuk, ukuran dan konstruksi sumur resapan yang

direncanakan.

Universitas Sumatera Utara


2.4.5 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan

Dimensi sumur resapan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tinggi muka air

tanah, intensitas hujan, lama hujan, luas penampang tampungan dan koefisien

permeabilitas tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di bawah

ini:

a) Tinggi muka air tanah

Dasar bangunan sumur resapan akan efektif apabila terletak di atas muka air

tanah. Oleh karena itu diperlukan peta sebaran muka preatik daerah penelitian yang

menggambarkan distribusi tinggi muka air tanah.

b) Intensitas hujan

Intensitas hujan sangat diperlukan untuk menghitung besarnya kapasitas sumur

resapan untuk menampung air hujan yang jatuh pada penutupan lahan dengan luasan

tertentu. Volume air tampungan adalah hasil kali intensitas hujan, luas daerah

tampungan dan lama hujan.

c) Durasi hujan

Lama hujan adalah waktu terlama hujan itu terjadi setiap kejadian hujan. Lama

hujan (durasi) sangat diperhitungkan dalam memprediksi daya tampung sumur

serapan.

d) Luas penampung tampungan

Luas penampung tampungan ini merupakan jumlah total dari atap bangunan

atau bidang pekerasan yang airnya dialirkan pada sumur resapan. Semakin besar luas

Universitas Sumatera Utara


tampungan maka semakin besar luas tampungan maka semakin besar volume

tampungan.

e) Koefisien permeabilitas tanah

Koefisien permeabilitas adalah kemampuan tanah dalam melewatkan air

sebagai fungsi dari waktu. Kemampuan tanah dalam meresapkan air hujan yang di

tampung ditentukan oleh koefisien permeabilitas ini.

Metode yang digunakan untuk perencanaan dimensi sumur resapan, antara lain:

a. Metode Sunjoto (2011)

Sunjoto membangun formula ini dengan asas:

1. Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sama dengan Q. Hal ini sesuai

dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit dari atap yang

masuk kedalam sumur.

2. Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien

permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumur Qo = F K h

3. Formula unsteady flow condition ini menjadi sama dengan formula Forchheimer

(1930) bedanya adalah yang terakhir ini adalah steady flow condition. Bila waktu tak

terhingga maka formula Sunjoto akan sama menjadi steady flow condition dan

formulanya akan sama persis dengan formula Forhheimer (1930)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Skema Aliran dalam Sumur (Sunjoto, 2011)

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan

keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah

dan dapat dituliskan sebagai berikut:

a) Sumur kosong tampang lingkaran

Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang

tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

H=

b) Sumur kosong tampang rectangular

Untuk konstruksi sumur resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang

tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

H=
di mana H = Tinggi muka air dalam sumur (m), F = Faktor Geometrik (m), f = faktor

geometrik tampang rectangular (m), Q = Debit air masuk (m³/dtk), T = Waktu

pengaliran (detik), K = Koefisien permeabilitas tanah (m/dtk), dan R = Jari-jari sumur

(m).

Universitas Sumatera Utara


Sunjoto (1989) memformulasikan faktor geometrik untuk dasar dan dinding

sumur resapan dengan kondisi berbeda-beda yang dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Faktor Geometrik Sumur

Universitas Sumatera Utara


Sumber : Sunjoto, 2011

Tabel 2.13 Deskripsi tentang Kondisi Sumur

(Sumber : Sunjoto, 2011)

Universitas Sumatera Utara


b. Metode PU

Pusat penelitian dan pengembangan pemukiman Departemen Pekerjaan

Umum (2002) telah menyusun standar tata cara perencanaan teknik umur resapan air

hujan untuk pekarangan yang dituangkan dalam SNI 03-2453-2002. Metode PU

menyatakan bahwa dimensi atau jumlah sumur resapan air hujan yang diperlukan pada

suatu lahan pekarangan ditentukan oleh curah hujan maksimum. Permeabilitas tanah

dan luas bidang tanah, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a) Volume andil banjir digunakan rumus:

𝑉𝑎𝑏= 0,855 𝐶𝑡𝑎𝑑𝑎𝑕𝐴𝑡𝑎𝑑𝑎𝑕𝑅 ........................................ (2.39)

di mana 𝑉𝑎𝑏 = Volume andil banjir yang akan di tampung sumur resapan (𝑚3),

𝐶𝑡𝑎𝑑𝑎𝑕 = Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan), 𝐴𝑡𝑎𝑑𝑎𝑕= Luas

bidang tadah (𝑚2), dan 𝑅 = Tinggi hujan harian rata-rata (L/𝑚2hari ).

b) Volume air hujan yang meresap digunakan rumus:

di mana 𝑉𝑟𝑠𝑝= Volume air hujan yang meresap (𝑚2), 𝑡𝑒 = durasi hujan efektif

(jam) =0.9.𝑅0.92./60 (jam), 𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = Luas dinding sumur + luas alas sumur (𝑚2), dan

𝐾 = Koefisiensi permebilitas tanah (m/hari) di mana untuk dinding sumur

kedap, nilai 𝐾𝑣 = 𝐾𝑕 , untuk tidak kedap diambil nilai 𝐾𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎

di mana 𝐾𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = koefisien permebilitas tanah rata-rata (m/hari), 𝐾𝑣 = koefisien

permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari) = 2𝐾𝑕 , 𝐾𝑕 = koefisien

permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari), 𝐴𝑕 = luas alas sumur dengan

penampang lingkaran = ¼ π 𝐷2 (𝑚2), dan 𝐴𝑣 = luas dinding sumur dengan

penampang lingkaran = π D H (𝑚2).

Universitas Sumatera Utara


c) Volume penampungan (storasi) air hujan:

𝑉𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉𝑎𝑏-𝑉𝑟𝑠𝑝 ................................................. (2.42)

d) Penentuan jumlah sumur resapan (n):

n=

di mana n = jumlah sumur resapan air hujan (buah), 𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = kedalaman total sumur

resapan air hujan (m), dan 𝐻𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = kedalaman yang di rencanakan <

kedalaman muka air tanah (m).

2.4.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan

Pada SNI No.03-2459-2002 dijelaskan tentang persyaratan umum dan teknis

sumur resapan, standar ini merupakan hasil revisi dari SNI No.03-2459-1991.

Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

a) Sumur resapan air hujan di tempatkan pada lahan yang relatif datar.

b) Air yang masuk kedalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar.

c) Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan

bangunan sekitarnya.

d) Harus memperhatikan peraturan daerah setempat.

e) Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui instansi yang

berwenang.

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

a) Kedalaman air tanah minimum 1.50 m pada musim hujan.


b) Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas

tanah ≥ 2.0 cm/jam.

Universitas Sumatera Utara


c) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat

pada Tabel 2.14 di bawah ini.

Tabel 2.14 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan
No. Jenis Bangunan Jarak minimum dari sumur
resapan air hujan (m)

1. Sumur resapan air hujan/ 3


sumur air bersih

2. Pondasi bangunan 1

3. Bidang resapan/ sumur 5


resapan tangki septic

Sumber : SNI No.03-2459-2002

Untuk melihat Muka Air Tanah (MAT) pada kawasan perencanaan sumur resapan

dapat dengan memperhatikan sumur galian penduduk sekitar sehingga menjadi

efisiensi waktu dan tenaga.

2.4.7 Jenis dan Konstruksi Sumur Resapan

Jenis sumur resapan yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat agar daya

kerjanya dapat dipertanggung jawabkan serta tidak menimbulkan dampak baru

terhadap lingkungan. Bagi kita yang tinggal di daerah perkotaan, berkurangnya daerah

resapan air karena makin banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan dan jalan

berdampak pada berkurangnya daya serap tanah terhadap air. Pembuatan sumur

resapan di lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu solusi memperbaiki kualitas

air tanah. Penerapan sumur resapan pada lingkungan tempat tinggal

(terutama di wilayah perkotaan) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Sumur resapan individu

Sesuai dengan namanya, sumur resapan individu merupakan sumur resapan

yang dibuat pada masing-masing rumah tinggal. Dampak sumur resapan akan

maksimal jika masing-masing rumah ikut membuatnya. Peletakkan sumur resapan

dapat memanfaatkan lahan sisa maupun pekarangan yang ada. Sumur resapan yang

digunakan untuk satu rumah, terdiri dari sumur resapan dangkal maupun sumur

resapan dalam. Skema sumur resapan individu dapat dilihat pada gambar di bawah

ini:

Gambar 2.10 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan


Talang Air Hujan (Permeneg Lingkungan Hidup No.12 Tahun 2009)

Gambar 2.11 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan

Universitas Sumatera Utara


Saluran Terbuka (Permeneg Lingkungan Hidup No.12 Tahun 2009)

Gambar 2.12 Sumur Resapan Dalam Berbentuk Bulat Melalui Pemboran


(Permeneg Lingkungan Hidup No.12 Tahun 2009)

2. Sumur resapan kolektif

Sumur resapan kolektif adalah satu sumur resapan digunakan secara

bersamasama untuk lebih dari satu rumah dalam sebuah komunitas warga masyarakat

dengan skala besar dan membutuhkan lahan cukup luas. Sumur resapan kolektif dapat

berupa kolam resapan, sumur resapan dalam, resapan parit berorak maupun sumur

resapan kolektif yang dapat dipasang di bahu jalan. Letak sumur resapan berada pada

lokasi terendah pada suatu kawasan agar supaya air dengan mudah mengalir dari

Universitas Sumatera Utara


semua tempat dalam kawasan tersebut. Tidak jarang area sumur resapan kolektif bisa

dijadikan tempat rekreasi bersama di dalam sebuah kompleks perumahan (Gambar 2.

13).

Gambar 2.13 Sumur Resapan Kolektif Berbentuk Kolam Resapan


(www.kelair.bppt.go.id)

Beberapa ketentuan umum untuk pembangunan konstruksi sumur resapan:

a. Sumur resapan sebaiknya berada di atas elevasi/kawasan sumur-sumur gali biasa.

b. Untuk menjaga pencemaran air di lapisan aquifer, kedalaman sumur resapan harus

diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined aquifer) yang ditandai

oleh adanya mata air tanah.

c. Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan kedalaman/solum tanah yang

dangkal, kedalaman air tanah pada umumnya sangatlah dalam sehingga pembuatan

sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula sebaliknya di

lahan pertanian pasang surut yang berair tanah sangat dangkal.

d. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus memiliki

tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau

atap rumah.

Universitas Sumatera Utara


e. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk kedalam sumur melalui

saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih dahulu.

f. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan gravel

(kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.

g. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel debu hasil erosi dari daerah

tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga tidak menyumbat pori-pori

lapisan aquifer yang ada.

h. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa pemasukan, dasar

sumur yang berada di lapisan kedap air dapat diisi dengan batu belah atau ijuk.

i. Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan, dipasang pipa pengeluaran

yang letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan untuk antisipasi manakala

terjadi overflow/luapan air di dalam sumur. Bila tidak dilengkapi dengan pipa

pengeluaran, air yang masuk ke sumur harus dapat diatur misalnya dengan seka

balok dll.

j. Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas tangkapan

air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer dan daya tampung

lapisan aquifer. Pada umumnya diameter berkisar antara 1– 1,5 m

k. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana

yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan batu bata atau buis beton. Akan

lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang air dapat meresap juga secara

horizontal.

l. Untuk menghindari terjadinya gangguan atau kecelakaan maka bibir sumur dapat

dipertinggi dengan pasangan bata dan atau ditutup dengan papan/plesteran.

Universitas Sumatera Utara


Komponen dan bahan-bahan yang diperlukan untuk konstruksi sumur resapan,

meliputi:

a. Saluran air

Sebagai jalan air yang akan dimasukkan ke dalam sumur resapan, baik

menggunakan saluran terbuka atau tertutup dan juga dapat terbuat dari pipa pemasukan

serta pengeluaran yang berfungsi sebagai saluran pembuangan jika air dalam sumur

resapan sudah penuh. Saluran tersebut dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon,

buis beton, pipa tanah liat atau dari pasangan batu. Ukuran tergantung jumlah aliran

permukaan yang akan masuk.

b. Bak kontrol

Bak control berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk sumur resapan agar

air yang masuk tidak tercemar dan menyaring benda-benda yang membuat proses

peresapan air hujan terganggu.

c. Sumur Resapan

Pada dasarnya sumur resapan dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang

tersedia di lokasi penelitian. Yang perlu diperhatikan bahwa untuk keamanan, sumur

resapan dilengkapi dengan dinding Dinding sumur dapat menggunakan anyaman

bambu, drum bekas, 3/2 tangki fiberglass, pasangan batu bata atau buis beton. Dasar

sumur resapan dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap dapat

diisi dengan ijuk atau kerikil.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.14 Sumur Resapan Dangkal Menggunakan Talang Air Hujan
(www.kelair.bppt.go.id)

Gambar 2.15 Perspektif Sumur Resapan


(www.kelair.bppt.go.id)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai