Chapter II 2
Chapter II 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.2.
dan bulimia nervosa. Kategori ketiga adalah gangguan makan lain yang tidak
ditetapkan (EDNOS eating disorders not otherwise specified) yang
memasukkan beberapa variasi gangguan makan. Kebanyakannya adalah mirip
dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter yang berbeda sedikit. Bingeeating disorder, yang menerima peningkatan dalam jumlah penelitian dan
perhatian media dalam beberapa tahun kebelakangan ini adalah salah satu tipe
EDNOS (APA, 2005).
2.3.
Anoreksia Nervosa
2.3.1. Definisi
Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) dimaksudkan dengan
keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang diprediksi,
ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan tidak mengalami
menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.
AN terbagi kepada dua jenis. Dalam jenis restricting-tye anorexia,
individu tersebut menurunkan berat badan dengan berdiet sahaja tanpa makan
karena saiz tulang yang berkurang dan densitas mineral tulang (Karlsson et al,
2000)
Kadar serum leptin dalam AN yang tidak dirawat adalah rendah (Eckert et
al, 1998). Pada AN juga dijumpai peningkatan kadar kortisol dan kegagalan
deksametason untuk mensupresinya. Kadar thyroid-stimulating hormone (TSH)
adalah normal, tetapi kadar tiroksin dan triiodotironin adalah rendah (Kiyohara et
al, 1987). Growth hormone meningkat, tetapi insulin-like growth factor 1 (IGF-1)
yang diproduksi oleh hati, menurun. Pengurangan densitas tulang diobservasi
pada pasien dengan AN meningkatkan risiko untuk mengalami fraktur dan
berkaitan dengan defisiensi berbagai nutrisi, penurunan sterois gonad dan
peningkatan kortisol dan (Karlsson et al, 2000).
Pada pasien dengan tipe tertentu AN, sering dilihat kadar serotonin total,
yang menyokong hipotesis bahwa kadar serotonin otak yang tinggi dapat
menyebabkan perbuatan kompulsif, atau mungkin menginhibisi pusat selera
(Tecott, 1995).
2.4.
Bulimia Nervosa
2.4.1. Definisi
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan
berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah,
berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan
perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan
secara sengaja atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar,
diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan Insel, 2007).
DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan
nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan
secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada
tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang
digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan.
diikuti
dengan
perilaku
yang
mengkompensasi
binge
dengan
penyingkiran ini selalunya berulang selama beberapa kali dalam seminggu (APA,
2005).
Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit
psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat.
Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek penyingkiran penyakit,
termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan masalah
berkaitan dengan rongga mulut dan gigi (APA, 2005).
Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit
tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan
enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada
pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal
distress dan iritasi akibat penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal
akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan
cairan dari tubuh (APA, 2005).
Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN dan simptom
cemas dan tegang (tension) sering dialami (Chavez dan Insel, 2007). Kebanyakan
pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami
gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN
merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahsiakannya
daripada keluarga dan teman-teman. (APA, 2005)
2.5.
Binge-eating Disorder
2.5.1. Definisi
Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder (BED) memerlukan
episode makan berlebihan, sama seperti BN, tetapi yang membedakan BED
dengan BN ialah BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku makan
berlebihan, seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan pencahar dan
beriadah berlebihan (Kay dan Tasman, 2006).
2.6.
nasional telah menjelaskan bahawa riwayat penderaan fisik dan seksual sebagai
faktor risiko predisposisi bagi perkembangan gangguan makan (Rorty, 1994;
Wonderlich, 1997). Terdapat bukti yang kukuh bahawa predisposisi genetik,
kelahiran premature, trauma ketika lahir (Cnattingius et al, 1999) dan biokimia
dopamin dan norepinefrin yang normal tetapi peningkatan dalam kadar 5-HIAA,
yang digunakan dalam menilai kadar serotonin. Peningkatan kadar 5-HIAA
setelah sembuh juga dijumpai pada pasien AN. Fenomena ini belum dipahami dan
telah digambarkan sebagai kemungkinan efek pantulan (rebound effect) dalam
proses penyembuhan.
Literatur medis mendukung bahwa pasien yang didiagnosa BN respon
terhadap pemberian antidepressant (Walsh, 2002). Walaupun begitu ia masih lagi
tidak memberikan hasil sebaik terapi perilaku-kognitif dan hanya sedikit bukti
yang menunjukkan keberhasilan terapi antidepressant (Atria, 1998). Masih lagi
tidak diketahui sama ada mekanisme pengubatan antidepressant pada BN adalah
sama pada pasien depresi. SSRI telah menunjukkan dampak hanya apabila
diberikan pada dosis yang tinggi (60 mg fluoxetine) pada pasien BN lebih tinggi
daripada yang selalu diberikan pada terapi antidepressant. Pasien BN yang juga
didiagnosis mempunyai depresi juga tidak dapat memprediksi sama ada
antidepresan itu memberikan dampak dalam penatalaksanaan pasien dengan BN
(Walsh, 2002).
2.7.
mendapatkan tubuh yang kurus dan tekanan sosial serta pengaruh psikologis
umum yang berlaku pada waktu yang sama. Selain itu, perubahan perilaku akibat
peristiwa hidup yang negatif pada seseorang merupakan faktor risiko independen
karena tidak berkaitan langsung dengan variabel lain seperti jenis kelamin, ras dan
sebagainya (Taylor et al, 2002).
Pada suatu penelitian lain yang dijalankan, wanita Australia dan wanita
Hong Kong mempunyai sikap yang sama terhadap pola makan, tetapi berbeda
dalam persepsi bayangan tubuh dan peneliti beranggapan bahwa persepsi tubuh
bukanlah faktor yang kuat bagi wanita Hong Kong. Hal ini konsisten dengan
referensi DSM-IV di mana gangguan bayangan tubuh pada pasien gangguan
makan non-barat adalah tidak jelas. Hal ini menyatakan bahwa ketidakhadiran
faktor ini pada individual non-barat tidak menyingkirkan bahwa terdapatnya
gangguan makan sekiranya gejala lain ada (Lake et al, 2000).
Faktor risiko lain yang terkait dengan gangguan makan adalah ejekan yang
berhubungan dengan berat badan yang sangat lazim di kalangan anak remaja.
Remaja yang kelebihan berat badan melaporkan derajat frekuensi ejekan yang
lebih tinggi berbanding kawan sebaya dengan berat badan sedang (NeumarkSztainer et al, 2002). Sembilan belas persen remaja perempuan dengan berat
badan sedang dan 13% remaja lelaki dengan berat badan yang sedang dilaporkan
telah diejek mengenai berat badan mereka sekurang-kurangnya beberapa kali
dalam masa setahun, manakala >45% daripada remaja perempuan dan lelaki
dengan kelebihan berat badan melaporkan frekuensi ejekan mengenai berat badan
mereka.
Permasalahannya yang muncul sekarang adalah akibat kemungkinan besar
penganiayaan yang berhubungan dengan berat badan ini dapat mempengaruhi
perilaku remaja terhadap berat badan. Penyakit gangguan makan adalah lebih
umum mengenai kelompok usia remaja. Dari Sistem Pengawasan Risiko Perilaku
Remaja 2003, suatu penelitian tingkat nasional telah dijalankan yang menyertakan
15240 orang pelajar dari kelas 9 hingga kelas 12, yang menjumpai hampir 60%
pelajar perempuan dan 29% pelajar lelaki sedang berusaha untuk menurunkan
berat badan (Grunbaum et al, 2004). Lebih dari 13% pelajar dilaporkan berpuasa
dalam masa 24 jam atau lebih dalam beberapa bulan untuk mengurangi berat
badan, dan >11% perempuan dan 7% lelaki dilaporkan mengambil pil diet, bubuk,
atau cairan dalam beberapa bulan (Grunbaum et al, 2004). Delapan persen
perempuan dan hampir 4% lelaki dilaporkan memuntahkan atau mengambil obat
pencuci perut (laxative) dalam beberapa bulan untuk menurunkan berat badan
(Grunbaum et al, 2004).
Penelitian prospektif telah meneliti efek ejekan pada perkembangan
penyakit gangguan makan yaitu menunjukkan hasil yang bercampur. Wetheim,
Koerner, dan Paxton menunjukkan bahwa ejekan dapat memprediksi peningkatan
pada perilaku bulimia di kalangan remaja perempuan. Gardner et al pula meninjau
anak-anak yang berumur 6 14 tahun selama 3 tahun, dan melihat bahwa ejekan
dapat memprediksi gangguan makan skor di kalangan lelaki bukan perempuan.
Dua hasil penelitian prospektif lainnya menjumpai ejekan yang berhubungan
dengan berat badan tidak berkait langsung dengan perilaku purging yang berlaku
maupun perilaku membatasi atau bulimia di kalangan remaja perempuan, setelah
perubahan pada faktor lain yang dianggap relevan.
2.8.
menyangkut sifat yang berkaitan dengan gangguan makan. Ujian ini diperbuat
untuk menghemat kedua-dua administrasi dan masa scoring. EAT telah digunakan
sebagai ujian penyaringan dan instrumen dalam menemukan kasus pada populasi
yang non-klinis. Analisis faktor pada 40 soal yang asli oleh Garner dan Garfinkel
pada tahun 1979 telah menghasilkan 26 soal ukuran yang disingkatkan, EAT-26
(Garner, Olmsted, Bohr, dan Garfinkel, 1982). Total skor pada EAT-26 ini adalah
jumlah semua skor bagi individu yang melakukan ujian.
EAT tidak memberi diagnosis spesifik bagi suatu gangguan makan tetapi
penelitian telah menunjukkan bahwa EAT dapat menemukan kasus atau sebagai
instrumen penyaringan untuk mengenal mereka yang berisiko tinggi untuk
terjadinya suatu gangguan makan yang serius. Tiada instrumen penyaringan lain,
termasuk EAT yang telah ditetapkan sebagai sangat efektif dan satu-satunya cara
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.
Skor EAT-26
3.2.
Definisi Operasional
Mahasiswi FK USU adalah pelajar yang terdaftar di Fakultas Kedokteran
di Universitas Sumatera Utara yang terdiri daripada angkatan 07, 08, dan 09.
Cara Ukur
Skala Pengukuran
: Ordinal
: Metode angket
Alat Ukur
sebanyak
26
soalan
beradsarkan
standard
:3
Biasanya
:2
Sering
:1
Kadang-kadang
:0
Jarang
:0
Tidak pernah
:0
:0
Biasanya
:0
Sering
:0
Kadang-kadang
:1
Jarang
:2
Tidak pernah
:3
*Sekiranya skor melebihi 20, responden mempunyai gejala yang terkait dengan
gangguan makan.
*Sekiranya menjawab ya pada mana-mana 5 soalan tambahan di bawah EAT-26,
juga dikatakan mempunyai gejala gangguan makan.
Skala Pengukuran
: Nominal
Cara Ukur
: Wawancara
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Pengukuran
: <16,5
Underweight
: 16,5 18,4
Normal
: 18,5 23,0
Obese
: >23,0
: Ordinal
3.3.
Hipotesis
Berdasarkan penelitian ini, terdapat dua hipotesis yang terlibat yaitu:
1. Ada hubungan antara umur dan skor EAT-26.
2. Ada hubungan antara indeks massa tubuh dan skor EAT-26.