Anda di halaman 1dari 29

PREMEDIKASI

1. Definisi premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat-obat tertentu yang dapat memfasilitasi
induksi, pemeliharaan dan pemulihan anastesia.
2. Tujuan premedikasi
Pemberian obat premedikasi sebelum pembedahan memiliki banyak tujuan,
diantaranya yaitu:
- Mengurangi ketakutan dan kecemasan (ansietas) prabedah
- Mengurangi sekresi saliva
- Mencegah efek yang tidak diinginkan (vagal)
- Menghasilkan amnesia
- Menjadi bagian dari tekhnik anestesia, memperkuat efek trias anestetika
(hipnotik, analgetik, relaksasi)
Mencegah mual dan muntah post operasi
Mengurangi sifat keasaan ciaran lambung

3. Komponen premedikasi
Komponen premedikasi meliputi:
a. Asitolitik
b. Amnesia
c. Analgesia
d. Antiemetik
e. Ajuvan anestesia
f. Anti vagal
g. Antacid
h. Anti histamin
4. Waktu dan cara pemberian obat premediakasi
Waktu dan cara pemberian obat premediakasi tergantung pada tujuan premedikasi
yang ingin diperoleh. Cara pemberian obat premedikasi bisa melalui:
a. Intravena
o Mula kerja 2-5 menit
o Masa kerja 2-3 jam
b. Intramuscular
o Mula kerja 30-60 menit
o Masa kerja 4-6 jam
c. Oral
o Mula kerja 1-2 jam
o Masa kerja 6-8 jam
d. Supositoria
o Mula kerja 10-15 menit
o Masa kerja 4-8 jam
5. Macam-macam obat premedikasi
1. Golongan Narkotika
-

Analgetika sangat kuat.

Jenisnya : petidin dan morfin.

Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh


darah hipotensi
Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik

rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.


Pethidin diinjeksikan pelan untuk:

Mengurangi kecemasan dan ketegangan

Menekan TD dan nafas

Merangsang otot polos

Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan

Mengurangi kecemasan dan ketegangan

Menekan TD dan nafas

Merangsang otot polos

Depresan SSP

Pulih pasca bedah lebih lama

Penyempitan bronkus

Mual muntah (+)


Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuskular.

Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang


operasi, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.
2.

Golongan Sedativa & Transquilizer


-

Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.

Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan


DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.

Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.

Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien


tampak lebih gelisah

a. Barbiturat
Efek yang ditimbulkan:
-

Menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi

Depresan lemah nafas dan silkulasi

Mual muntah jarang


Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani operasi
akan lebih baik bila diberikan hipnotik malam sebelum hari operasi,

karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak biasa
dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat digunakan golongan
barbiturate per oral sebelum waktu tidur. Selain itu barbiturate juga
digunakan obat premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini ialah
dapat menimbulkan sedasi, efekterhadap depresi respirasi minimal (ini
dibuktikan dengan tidak berubahnya respon ventilasi terhadap CO2),
depresi sirkulasi minimal dan tidak menimbulkan efek mual dan muntah.
Obat ini efektif bila diberikan peroral. Premedikasi per oral belum dapat
dibudayakan di Indonesia (terutama bagi golongan menengah / bawah),
karena masih ditakutkan bila disamping minum obat, pasien tidak dapat
menahan diri untuk tidak minum lebih banyak.
Kerugian penggunaan barbiturate termasuk tidak adanya efek
analgesia, terjadinya disorientasi terutama pada pasien yang kesakitan,
serta tidak ada antagonisnya. Barbiturate merupakan kontraindikasi untuk
pasien dengan akut intermitten porphyria.
b. Diazepam
Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian
dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis
premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5
mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi
regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-l
mg/kgBB intravena.
Manfaat diazepam:
- Induksi, premedikasi, sedasi
- Menghilangkan halusinasi karena ketamin
- Mengendalikan kejang
- Menguntungkan untuk usia tua
- Jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- Premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg
3. Golongan Obat Pengering
- Bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut
serta

menurunkan

efek

parasimpatolitik/paravasopagolitik

sehingga

menurunkan risiko timbulnya refleks vagal.


Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada

anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi


Diberikan jika anestesi dilakukan dengan
hipersekresi, contoh: dietileter atau ketamin.

Sulfas Atropin

anestetika

dengan

efek

Obat jenis ini dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama
untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikummaupun tindakan lain dalam
operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos
organ-organ dan menurunkanspasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa
obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan
anestesi umum. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam
dosisterapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan
jadikabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi
regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderitadengan suhu
diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi
aurikuler.Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25mg
dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau
intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015mg/kgBB untuk
anak-anak.

ANASTESIA
1. Definisi anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun
obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangkan kesadaran. Obat-obatan yang menyebabkan anastesia bekerja
dengan menghalangi (blok) sinyal-sinyal yang lewat di sepanjang serabut saraf
hingga ke otak. Ketika obat-obatan itu dihentikan (penggunaannya), maka akan
mulai merasakan sensasi-sensasi kembali, termasuk rasa nyeri.
Trias anestesi terdiri dari 3 hal yaitu: 1)hipnotik; 2) analgesik; 3)relaksasi
2. Jenis anestesi
Anastesi lokal

Merupakan obat anestesi yang diberikan untuk menghentikan sensasi nyeri


sementara waktu di bagian tubuh tertentu. Selain berbentuk obat suntik, anestesi
lokal juga tersedia dalam bentuk salep. Obat anestesi lokal umumnya bekerja
dengan cepat dan dapat langsung terasa manfaatnya hanya dalam beberapa
menit setelah diberikan. Efek obatnya juga bertahan hingga dua jam atau lebih
sehingga dokter dapat leluasa melakukan prosedur tanpa harus berulang kali
menyuntikkan obat. Jika efeknya sudah habis, sensasi di daerah yang dibius
akan pulih sempurna.
Obat anestesi lokal cocok digunakan untuk operasi-operasi kecil seperti:
pengangkatan tahi lalat, kutil, tumor jinak kulit, biopsi, hingga pencabutan gigi.
Beberapa efek samping yang sering terjadi di antaranya mual, mengantuk,
perubahan mood, telinga berdenging, pusing, gangguan penglihatan sementara,
hingga gemetar, kebas, nyeri kepala, atau otot terasa berkedut.
Anestesi regional
Adalah pembiusan satu bagian tubuh yang akan dioperasi, misalnya daerah
perut ke bawah, daerah tungkai, atau daerah dada. Anestesi ini diberikan dengan
cara menyuntikkan obat anestesi lokal pada saraf yang mempersarafi bagian
tubuh tersebut. Anestesi ini memungkinkan seseorang tetap sadar tapi tidak
merasakan apapun saat dioperasi. Berbeda dengan anestesi lokal, pemberian
anestesi regional tidak hanya dapat menghilangkan rasa nyeri, tetapi juga
sensasi lainnya. Bagian tubuh yang dibius akan terasa berat, baal, bahkan tidak
dapat digerakkan sementara waktu.
Jenis anestesi regional yang paling populer adalah anestesi spinal dan
epidural. Pada anestesi yang banyak diberikan pada ibu hamil ini, obat
dimasukkan ke rongga sekitar tulang belakang, dekat dengan sumsum tulang
belakang. Pada anestesi spinal, suntikan hanya diberikan satu kali, sedangkan
pada epidural, obat diberikan terus-menerus melalui sebuah selang kecil selama
masih diperlukan.
Ada beberapa efek samping yang dapat terjadi setelah pemberian anestesi
spinal dan epidural yaitu:
a. Tekanan darah rendah
Merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Hal ini terjadi karena
persarafan pembuluh darah ikut terpengaruh oleh obat anestesi. Akibatnya
pembuluh darah melebar dan tekanan darah menjadi turun. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya rasa melayang atau mual.
b. Nyeri dan rasa tidak nyaman saat disuntik
Pada orang tertentu, anestesi regional dapat sulit dilakukan atau obat tidak
tersebar merata. Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin prosedur harus
diulang atau diganti dengan prosedur anestesi lain sehingga menimbulkan
rasa nyeri atau tidak nyaman.

c. Mengompol atau malah sulit buang air kecil


Setelah diberikan anestesi epidural atau spinal, seseorang akan sulit
mengendalikan kandung kemih. Pada pria, dapat menyebabkan sulit untuk
buang air kecil. Sedangkan pada wanita, rasa ingin buang air kecil dapat
menghilang sehingga timbul mengompol. Tidak heran jika dokter perlu
memasang kateter pada saluran kencing Anda.
d. Gatal-gatal
Kombinasi antara obat anestesi spinal dengan obat anti nyeri tertentu dapat
menimbulkan rasa gatal di kulit.
e. Mual
Meski lebih sering terjadi pada bius umum, kadang-kadang mual juga dapat
f.

terjadi pada anestesi spinal.


Sakit kepala
Sakit kepala dapat terjadi setelah anestesi spinal. Meski demikian, perlu
diingat bahwa penyebab sakit kepala dapat bermacam-macam, termasuk
stress menghadapi operasi, dehidrasi, atau operasinya sendiri. Sakit kepala
ini biasanya akan hilang dalam beberapa jam dan dapat diobati dengan obat

pereda nyeri
g. Kerusakan saraf
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan umumnya bersifat sementara
waktu. Kerusakan saraf ditandai dengan hilangnya sensasi, sensasi seperti
tertusuk jarum dan kadang-kadang kelemahan otot yang berlangsung
beberapa hari hingga minggu.
Anestesi general/umum
Adalah obat bius yang digunakan untuk membuat seseorang memasuki tidur
yang dalam. Dengan demikian, pasien tidak akan merasakan apapun selama
pembedahan berlangsung. Obat anestesi umum dapat diberikan dengan cara
dihirup melalui masker atau selang, diberikan melalui infus dan suntikan, atau
dapat juga kombinasi keduanya.
Anestesi umum dapat menekan seluruh fungsi tubuh, termasuk pernapasan,
denyut jantung, aliran darah, saluran cerna, serta refleks menelan, batuk, atau
memuntahkan benda asing yang masuk ke dalam paru-paru. Karena itu, dokter
anestesi harus mengawasi kondisi pasien secara seksama selama pembedahan
berlangsung. Agar pernapasan dapat tetap lancar, dokter akan memasukkan
selang ke dalam tenggorokan untuk menyalurkan oksigen segera setelah Anda
tertidur. Jika operasi sudah selesai, obat bius akan distop dan Anda akan dibawa
ke ruang pemulihan untuk pengawasan lebih lanjut.
Beberapa efek samping anestesi umum di antaranya:
1. Mual dan muntah segera setelah operasi. Untuk mencegah terhirupnya
muntahan, Anda harus puasa sedikitnya 8 jam sebelum operasi.
2. Kedinginan dan menggigil hingga 30 menit setelah operasi

3. Bingung, sulit berpikir jernih, dan amnesia. Gangguan ini bersifat sementara
dan biasanya terjadi pada lansia.
4. Gangguan berkemih, baik sulit buang air kecil atau mengompol.
5. Pusing berputar.
6. Nyeri tenggorok atau cedera bibir dan gigi akibat pemasangan selang
pernapasan. Selain efek samping di atas, ada beberapa efek samping serius
tetapi jarang terjadi, yaitu:
- Serangan jantung, gagal jantung, atau stroke.
- Tekanan darah meningkat atau menurun
- Pneumonia atau gangguan pernapasan lainnya.
- Kegagalan pemasangan selang pernapasan.
- Alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat-obatan
-

anestesi.
Kerusakan otot dan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
Kematian
Karena sifatnya yang memengaruhi seluruh tubuh, kemungkinan
timbulnya efek samping pada anestesi umum akan lebih besar
dibanding anestesi lokal ataupun regional. Meski demikian, efek
samping ini umumnya bersifat ringan dan dapat diatasi dengan
mudah. Efek samping yang serius juga sangat jarang terjadi pada

orang yang secara secara umum sehat.


BERBAGAI TEKNIK ANESTESI UMUM
1. INHALASI dengan Respirasi Spontan
o Sungkup wajah
o Intubasi endotrakeal
o Laryngeal mask airway (LMA)
2. INHALASI dengan Respirasi kendali
o Intubasi endotrakeal
o Laryngeal mask airway
3. ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA)
o Tanpa intubasi endotrakeal
o Dengan intubasi endotrakeal

3. Dosis obat-obatan anastesi


Obat

Dalam

Jumlah di pengenceran Dalam

sediaan sediaan
Pethidin

ampul

spuit

100mg/2cc 2cc

+ 10 cc

Dosis

cc

(mg/kgBB)

spuit =

0,5-1

10 mg

aquadest 8cc
Fentanyl
Recofol

0,05 mg/cc
ampul

(Propofol)

Ketamin

200mg/
20cc

vial

100mg/cc

0,05mg
10cc

+ 10 cc

lidocain

2-2,5

10 mg

1-2

10 mg

ampul
1cc

+ 10 cc

aquadest 9cc
Succinilcholin

vial

200mg/
10cc

Atrakurium

ampul

10mg/cc

Besilat

Tanpa

5 cc

1-2

20 mg

5 cc

Intubasi: 0,5- 10 mg

pengenceran
Tanpa
pengenceran

0,6,

(Tramus/

relaksasi:

Tracrium)

0,08,
maintenance
: 0,1-0,2

Efedrin HCl

ampul

50mg/cc

1cc

+ 10 cc

0,2

5 mg

3 cc

0,005

0,25 mg

3 cc

aquadest 9cc
Sulfas Atropin

ampul

0,25mg/cc

Tanpa
pengenceran

Ondansentron

ampul

4mg/2cc

HCl (Narfoz)

Tanpa
pengenceran

mg 2 mg

(dewasa)
5 mg (anak)

Aminofilin

ampul

24mg/cc

Tanpa

10 cc

24 mg

5 mg

pengenceran
Dexamethaso

ampul

5 mg/cc

Tanpa
pengenceran

Adrenalin

ampul

1 mg/cc

Neostigmin

ampul

0,5mg/cc

(prostigmin)

0,25-0,3
Tanpa

Masukkan 2 0,5 mg

pengenceran

ampul
prostigmin +
1 ampul SA

Midazolam

ampul

5mg/5cc

(Sedacum)
Ketorolac

Tanpa

0,07-0,1

1 mg

pengenceran
ampul

60 mg/2cc

Tanpa

30 mg

pengenceran
Difenhidramin
HCl

ampul

5mg/cc

Tanpa
pengenceran

5 mg

Onset dan Durasi yang penting


OBAT

ONSET

DURASI

Succinil Cholin

1-2 mnt

3-5 mnt

Tracrium (tramus)

2-3 mnt

15-35 mnt

Sulfas Atropin

1-2 mnt

Ketamin

30 dtk

15-20 mnt

Pethidin

10-15 mnt

90-120 mnt

Pentotal

30 dtk

4-7 mnt

Keterangan
A. Obat Induksi intravena
1. Ketamin/ketalar
-

Efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tapi tidak utk nyeri visceral

Efek hipnotik kurang

Efek relaksasi tidak ada

Refleks pharynx & larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks vagal

disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh
gelisah, tidak terkendali. Saat penderita mulai sadar dapat timbul eksitasi

Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat
diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)

TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat


peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan
premedikasi opiat, hiosin.

dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk
penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia
umum yang masih ringan.

Dosis berlebihan scr iv depresi napas

Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus

Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%

Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit

Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin

Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat
retikular otak

Indikasi:
-

Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan
sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.

Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat
dipakai untuk induksi pada pasien syok.

Untuk tindakan operasi kecil.

Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.

Pasien asma

Kontra Indikasi
-

Hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

Riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :


-

Riwayat kelainan jiwa

Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol (diprifan, rekofol)


-

Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut yang
terdiri dari minyak kedelai & postasida telur yang dimurnikan.

Kadang terasa nyeri pada penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc
propolol jarang pada anak karena sakit & iritasi pada saat pemberian

Analgetik tadak kuat

Dapat dipakai sebagai obat induksi & obat maintenance

Obat setelah diberikan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.

Metabolisme diliver & metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.

Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak

Efek Samping
-

Bradikardi.

Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.

Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan

Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan

Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik.

3. Thiopental
-

Ultra short acting barbiturat

Dipakai sejak lama (1934)

Tidak larut dalam air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dalam
air

4. Pentotal
-

Zat dari sodium thiopental. Bentuk bubuk kuning dalam ampul 0,5 gr(biru), 1
gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dengan aquades

Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8

Larutan tadak begitu stabil, hanya bisa disimpan 1-2 hr (dalam kulkas lebih lama,
efek menurun)

Pemakaian dibuat larutan 2,5%-5%, tapi dipakai 2,5% untuk menghindari overdosis,
komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah

Obat mengalir dalam aliran darah (aliran ke otak ) efek sedasi & hipnosis cepat
terjadi, tapi sifat analgesik sangat kurang

TIK

Mendepresi pusat pernapasan

Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan

Depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah hipotensi. Dapat


menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal

Tak berefek pada kontraksi uterus, dapat melewati barier plasenta

Dapat melewati ASI

Menyebabkan relaksasi otot ringan

Reaksi anafilaktik syok

Gula darah sedikit meningkat

Metabolisme di hepar

Cepat tidur, waktu tidur relatif pendek

Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi

B.

Syok berat

Anemia berat

Asma bronkhiale menyebabkan konstriksi bronkus

Obstruksi saluran napas atas

Penyakit jantung & liver

kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan
-

Tidak berwarna, mudah menguap

Tidak mudah terbakar/meledak

Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:
-

Tidak merangsang traktus respiratorius

Depresi nafas stadium analgetik

Menghambat salivasi

Nadi cepat, ekskresi airmata

Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

Depresi otot jantung aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

Depresi otot polos pembuluh darah vasodilatasi hipotensi

Vasodilatasi pembuluh darah otak

Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks

Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)

Menghambat kontraksi otot rahim

Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan
-

Cepat tidur

Tidak merangsang saluran napas

Salivasi tidak banyak

Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale

Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian
-

Overdosis

Perlu obat tambahan selama anestesi

Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

Aritmia jantung

Sifat analgetik ringan

Cukup mahal

Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)


-

Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif
tidak larut dalam darah.

Efek:
-

Analgesik sangat kuat setara morfin

Hipnotik sangat lemah

Tidak ada sifa relaksasi sama sekali

Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Bila murni N2O
= depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP

Jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik
lain seperti halotan dan sebagainya.

3. Eter
-

Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang

Iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus

Margin safety sangat luas

Murah

Analgesi sangat kuat

Sedatif dan relaksasi baik

Memenuhi trias anestesi

Teknik sederhana

4. Enfluran
-

Isomer isofluran

Tidak mudah terbakar, namun berbau.

Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang
(pada EEG).

Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran
lebih iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran
-

Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar

Menempati

urutan

ke-2,

dimana

stabilitasnya

tinggi

dan

tahan

terhadap

penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.


-

Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran

6. Sevofluran
-

Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih
untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.

Tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

C.

Obat Muscle Relaxant


-

Bekerja pada otot bergaris terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot mandibula,
otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.

Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas mandibula intercostalis


abdominal diafragma.

Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.

Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal
tidak keluar & terjadi relaksasi

Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi


Dosis

Dosis

Durasi

Efek samping

awal

rumatan

(menit

(mg/kgBB)

(mg/kgBB)

0.40-0.60

0.10

30-60

Hipotensi

0.08-0.12

0.15-0.020

30-60

Takikardi

0.20-0.40

0.05

40-60

Hipotensi

0.05-0.12

0.01-0.015

40-60

KV stabil

0.02-0.08

0.005-

45-60

KV stabil

0.15-0.30

0.010

40-60

Takikardi

Non depol long-acting


1. D-tubokurarin
2.
3.
4.
5.
6.

(tubarin)
Pankuronium
Metakurin
Pipekuronium
Doksakurium
Alkurium (alloferin)

0.5
Non

depol

intermediate

acting
1. Gallamin (flaxedil)
2. Atrakurium
(tracrium/notrixum)
3. Vekuronium
(norcuron)
4. Rokuronium

4-6

0.5

30-60

Hipotensi

0.5-0.6

0.1

20-45

Amanhepar&ginja

0.1-0.2

0.015-0.02

25-45

0.6-1.0

0.10-0.15

30-60

0.15-0.20

0.02

30-45
Isomer atrakurium

(roculax/esmeron)
5. Cistacuronium
Non depol short acting
1. mivakurium
(mivacron)
2. ropacuronium
Depol short acting
1. suksinilkolin (scolin)
2. dekametonium

Durasi

0.20-0.25

0.05

10-15

Hipotensi

1.5-2.0

0.3-0.5

15-30

histamin +

1.0

3-10

1.0

3-10

&

Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin

Short (10-15 menit) : mivakurium

Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium

Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,


doksakurium, galamin

Efek terhadap kardiovaskuler


-

tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan


histamin dan (penghambatan ganglion)

pankuronium : menaikkan tekanan darah

suksinilkolin : aritmia jantung

Obat Darurat
Nama

Berikan bila

Berapa yang diberikan

Efedrin

TD menurun >20% dari TD 2 cc spuit


awal (biasanya bila TD sistol
<90 diberikan)

Sulfas atropin

Bradikardi (<60)

2 cc spuit

Aminofilin

bronkokonstriksi

5 mg/kgBB
Spuit 24mg/ml

Dexamethason

Reaksi anafilaksis

1 mg/kgBB
Spuit 5 mg/cc

Adrenalin

Succinil cholin

Cardiac arrest

0,25 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)


Kokain, Klorprokain, Benzokain, Prokain, Tetrakain
Ester
Prakteknya beri sampai aman
Struktur Kimia obat
Prilokain, Etidokain,
Bupivakain,
Spasme Lidokain,
laring
1 mg/kgBB
(1cc spuit Mepivakain, Ropivakain
Amide

Penggolongan anestesi lokal:

Blok Saraf Tepi

Anestesi Lokal

Topical

Regional iv

infiltrasi

ganglion

Blok nerv pleksus

Cara Pemberian

spinal
Blok Saraf Sentral

Short Acting
Potensi Obat

Medium Acting
Long acting

epidural

servikal
torakal
lumbal
Sacral/
kaudal

OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID


OPIOID
1. Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin,
fentanil.
2. Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering
digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri
pasca pembedahan.
A. Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1.

opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)

2.

semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)

3.

sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:


1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot
polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi
dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi,
hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual
muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka.
Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek
analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang
timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat
melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui
ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin

dan

opioid

lain

terutama

diindikasikan

untuk

meredakan

atau

menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik nonopioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar.
Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada

infark

miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah
perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak
spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi
pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus,
konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan
diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau
mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada
dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor .
Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi,
euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5
jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein.
Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan
morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam
air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang

masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek
analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli
ditemukan dalam urin.
3) Petidin

bersifat

atropin

menyebabkan

kekeringan

mulut,

kekaburan

pandangan dan takikardia.


4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih
ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang
tidak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada
dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan
tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar
puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai
antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya
dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian
penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma
terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia
meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian
sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit
ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam
urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan
tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan,
akan tetapi dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada
kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa
keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih
pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia
obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25
mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar

pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 11,8 mg/kg BB.
f.

Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan
penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan
yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih
besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain)
meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian
disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan
hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.
Fentanil

dikombinasikan

dengan

droperidol

untuk

menimbulkan

neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir
sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama
kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan
hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB
analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk
anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg
BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan
kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung.
Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar
gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.
ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)

Pirazolon

As. Karboksilat

Oksikam

Dipiron

Piroksikam

Salisilat

As. propionat

As. Asetil
salisilat,D
flunisal

Ibuprofen,
Naproksen,
Ketoprofen

As. asetat

As. antranilat
As.
Mefenamat,
Floktafenin

As. indolasetat

As. pirolasetat

As. fenilasetat

Indometasin

Ketorolac

Diklofenak

Keterangan
Ketorolak
-

Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.


Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
Lama kerja 4-6 jam.
Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal,

dan BB <50kg dibatasi maks. 60mg/hari.


30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.
Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor

opioid di sistem saraf pusat.


Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia
lanjut, anak usia <4th, gangguan perdarahan, tonsilektomi.

Ketoprofen
-

Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.


Per-rektal 1-2 suppositoria.
Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.
Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.

Piroksikam
-

Oral, kapsul, tablet, flash, suppositoria, ampul 10-20mg/hari.

Tenoksikam
-

Suntikan itramuskuler, intravena ampul 20mg/hari dilanjutkan oral.


Hasil metabolisme dibuang lewat ginjal dan sebagian lewat empedu.

Meloksikam
-

Inhibitor selektif Cox-2 dengan efektifitas=diklofenak atau piroksikam tetapi efek


samping lebih minimal.

Dosis satu tablet 7,5mg atau 15mg/hari

Asetaminofen
-

Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis prostaglandin

sangat lemah, karena itu tak digolongkan NSAID.


Biasa untuk nyeri ringan dan dikombinasi analgetik lain
Dosis oral 500-1000mg/4-6jam, dosis maksimal 4000mg/hari.
Dosis toksis dapat menyebabkan nekrosis hati karena dirusak oleh enzim

mikrosomal hati.
Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan gangguan
pembekuan minimal.

Efek samping golongan NSAID


-

Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi,

diare, dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.


Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.
Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi
glomerulus, retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal

azotemia, nekrosis papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.


Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus

hepatoseluler.
Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal

jantung.
Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak
kecil, manula.

Alergi obat-obatan anestesi


Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell dan Coomb,
yaitu:

Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi

membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel
basofil di sirkulasi.
-

Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang mengenali
antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang
dilapisi antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.

Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.

Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV)


adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik obat.

Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu obat,
namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat

bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan.
Pada umumnya laporan tentang obat tersering penyebab alergi adalah golongan
penisilin, sulfa, salisilat, dan pirazolon. Obat lainnya yaitu asam mefenamat, luminal,
fenotiazin, fenergan, dilantin, tridion. Namun demikian yang paling sering
dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi obat biasanya tidak
terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik memerlukan paparan awal dan
tenggang waktu beberapa lama (masa laten) sebelum terjadi reaksi alergi.
Pengobatan Alergi Obat

Obat-obatan : antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin


1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain.

Menghindari alergen penyebab.

Pengobatan lain dengan cara desensitisasi

ANTIBIOTIK PROFILAKSIS
1. DEFINISI
Yang dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah
antibiotik yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum
adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan
pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI). ILO
dapat dibegi dalam 3 kategori yaitu superficial meliputi kulit dan jaringan subkutan,
deep yang meliputi fasia dan otot, serta organ/ space yang meliputi organ dan
rongga tubuh.
ILO adalah infeksi yang terjadi pada daerah pembedahan yang terjadinya
ada kaitannya dan setelah tindakan pembedahan. Manifestasi ILO yang superfisial
dapat diketahui dalam waktu 1 bulan, sedangkan ILO profuda , organ atau rongga
dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah pembedahan.
2. Prinsip Penggunaan Antibiotik ProfilaksiS
1. Tepat Indikasi
Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi bersih
kontaminasi (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar

10,1% Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat
diturunkan menjadi 1,3% .
Antibiotik profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria bersih yang
memasang bahan prostesis. Juga diberikan pada operasi bersih yang jika
sampai terjadi infeksi akan menimbulkan dampak yang serius seperti operasi
bedah syaraf, bedah jantung, dan mata.
Antibiotik profilaksis tidak tepat digunakan pada operasi kontaminasi atau
kotor karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada
infeksi yang secara klinis belum manifest.
Tabel 1. Klasifikasi Luka Operasi
Bersih (Klas I)

Non trauma
Tidak ada inflamasi
Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa
menembus

Bersih kontaminasi

Tidak ada kesulitan dalam operasi


Traktus respiratorius, digestivus, menembus tanpa

(Klas II)

sillage yang signifikan


Apendiktomi
Orofaring
Vagina
Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin
Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi bilier

Kontaminasi (Klas III)

Kesulitan ringan dalam operasi


Kesulitan besar dlam operasi
Spillage yang banyak dari gastrointestinal
Luka trauma, baru
Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya

2.

Kotor dan infeksi

infeksi urine atau bile


Inflamasi bakterial akut tanpa nanah

(Klas IV)

Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah

2.

Luka trauma dengan jaringan mati, benda asing,

2.

kontaminasi fekal, delayed treatment

2.

Tepat Obat
Antibiotik yang digunakan

2.

untuk untuk tujuan profilaksis berbeda dengan

obat yang digunakan untuk tujuan terapi. Pada umumnya dipilih antibiotik dengan
spektrum sempit, generasi yang lebih tua dibandingkan antibiotik untuk tujuan
terapi.

Dengan memperhatikan spektrum, antibiotik ditujukan pada kuman yang


potensial menimbulkan ILO, dan antibiotik tersebut dapat melakukan penetrasi ke
jaringan yang dilakukan pembedahan dengan konsentrasi yang cukup.
Walaupun disatu bidang pembedahan kadang didapatkan banyak macam kuman
normoflora, namun tidak semuanya potensial menimbulkan infeksi dan jumlah
koloninya tidak banyak.
Dalam pemilihan antibiotik harap diperhatikan faktor alergi, efektivitas,
toksisitas, serta kemudahan cara pemberiannya. Pada umumnya untuk berbagai
macam pembedahan masih digunakan sefalosporin generasi I yaitu sefazolin,
sedangkan sefalosporin generasi III tidak dianjurkan untuk antibiotik profilaksis.

Tabel 2. Kuman patogen penyebab ILO


Macam pembedahan

Kuman patogen

Antibiotik pilihan

Pemasangan

Staphylococci

Sefalotin

prostese katub jantung

iv/

Sefazolin iv

Pemasangan prostese
sendi
Instrumentasi

traktus

urinarius bawah
Bedah kolorektal

Bakteri enterik Gram negatif

Gentamisin iv

Bakteri enterik Gram negatif

Metronidazol iv +

Enterococci anaerob

Sefalotin iv/
Sefazolin iv/

Bedah

traktus

respiratorius atas

Aerobik dan mikroaerofilik

Gentamisisn iv
Sefalotin iv/

Stertococcus, anaerob

Sefazolin iv

3. Tepat dosis
Untuk tujuan profilaksis diperlukan antibiotika dosis tinggi, agar didalam
sirkulasi dan didalam jaringan tubuh dicapai kadar diatas MIC (minimal inhibitory
concentration) antibiotik terhadap kuman yang potensial menimbulkan infeksi
Untuk itu kadang diperlukan loading-dose yang takarannya 2-4 kali dosis
normal.
Dosis yang kurang adekuwat, tidak hanya tidak mampu menghambat
pertumbuhan kuman tetapi justru merangsang terjadinya resistensi kuman.
4. Tepat rute

Agar antibiotik dapat segera didistribusikan ke jaringan maka pemberiannya


dilakukan secara intravena
5. Tepat waktu pemberian
Pemberian antibiotik profilaksis dilakukan pada 30 menit (intravena) atau 1
jam (intramuskuler) sebelum insisi dengan maksud agar pada saat insisi maka
kadar antibiotik didalam jaringan sudah mecapai puncaknya. Pemberian
antibiotik profilaksis lebih baik dilakukan di dalam kamar operasi, pada waktu
anestesi melakukan induksi, untuk itu dapat minta tolong anaestesis untuk
memberikannya. Antibiotik tersebut harus mencapai kadar puncak didalam
jaringan

sebelum terjadinya inokulasi kuman kedalam jaringan di lapangan

operasi. Antibiotik tidak bermanfaat untuk mencegah terjadinya ILO jika diberikan
sebelum 2 jam atau sesudah 3 jam dilakukan insisi.
Pada operasi kolon, diberikan juga antibiotik peroral yaitu neomisin dan
eritromisin masing-masing 1g pada jam 13.00, 14.00 dan 23.00. obat lain yang
dapat diberikan juga ialah metronidazole+ kanamycin/ neomycin.
6. Tepat lama pemberian
Pada operasi yang lama > 3 jam atau perdarahan selama operasi > 1500 ml
akan terjadi penurunan dosis antibiotik didalam jaringan, oleh karena itu pada
kondisi tersebut dapat diberikan dosis tambahan. Jika operasi sangat
memanjang maka pemberian dosis tambahan dapat diberikan setiap 2 jam untuk
sefoksitin atau setiap 4 jam untuk sefazolin.
Pada beberapa operasi yang sederhana seperti apendiktomi atau herniotomi
menggunakan mesh maka antibiotik profilaksis cukup diberikan sekali preoperatif
saja. Pada umumnya pemberian antibiotik profilaksis tambahan sebanyak 1 dosis
setiap 8 jam diberikan hanya selama 1 hari saja, karena pemberian lebih dari 1
hari tidak memberikan manfaat lebih.

1.

3. Macam Antibiotik
Penisilin
Cara kerja :

menghambat pembelahan karena terjadi pertumbuhan


dinding sel abnormal

Resistensi :

Spektrum :

menghambat fase 3 sintesis dinding sel

mempengaruhi pecillin-binding protein

tidak mampu menembus dinding sel

enzim hidrolisa molekul protein

Cocci Gram-positif ( Streptococcus A dan B)

Bacilli Gram-positif ( Corynebacterium diphtheria)

Cocci Gram negatif (Neisseria meningitidis)

Bacilli Gram-negatif (Streptobacillus moniliformis)

Anaerob(Clostridium,Fusobacterium,Peptostreptococcus
sp)

Lain

(Treponema

pallidum,

Leptospira,

Enterobacter,

Acinebacter sp.)
Efek samping : - hipersensitivitas (1-5%) ( iritasi yang mengenai sistem
syaraf perifer)
-

nefropati (reaksi alergi berupa nefritis interstisial dan


hipokalemia)

2. Sefalosporin
Cara kerja :

Resistensi :
Spektrum :

menghambat fase 3 sintesis dinding sel

mengikat protein spesifik pada membran sel

mempengaruhi permeabilitas sel

melepaskan autolisin

menurunkan permeabilitas dinding sel

membentuk beta-laktamase

Generasi I ( mis. Ancef, Keflin, Kefzol)


organisme Gram positif (Staphylococcus,
Stretococcus), Gram negatif, Bacilli anaerob dan erob.

Generasi II (mis. Ceclor, Zinacef, Mefoxin)


Kurang efektif terhadap kuman Gram positif
Hemophilus influenzae, baksil Gram negatif, Proteus,
Enterobacter sp.

Generasi III (mis. Ceftazidime, Cefotaxim, Cefoperazone)


Aerob Gram negatif, Pseudomonas

Efek samping : - hipersensitivitas terutama bila alergi penisilin

3.

hematologi (neutropenia, leukopenia, trombopenia)

traktus digestivus (mual, muntah, anoreksia, diare)

menghambat sintesa protein bakteri dengan binding

Eritromisin
Cara kerja :

pada 50s subunit ribosom


Resistensi :
Spektrum :

mempengaruhi komponen protein 50s subunit ribosom

melalui plasmid

sama dengan penisilin G

Mycoplasma, Legionella, Actinomyces sp.

Hemophilus influenzae

Efek samping : - gangguan traktus digestivus


-

hipersensitivitas

Cholestatic hepatitis

menghambat sintesa protein bakteri dengan binding

4. Clindamycin
Cara kerja :

pada 50s subunit ribosom


Resistensi :
Spektrum :

mempengaruhi komponen protein 50s subunit ribosom

melalui plasmid

aerob dan anaerob Gram positif

anaerob Gram negatif ( beberapa Staphylococcus resisten)

Efek samping : - kolitis pseudomembran


-

nausea, diare

hipersensitivitas

leukopenia

hepatotoksik transien (jarang)

menurunkan aktivitas metabolit intraseluler kuman

5. Metronidazole
Cara kerja :

Efek samping : - toksis pada SSP


-

gangguan traktus digestivus

neutropenia

drug fever

aPTT memenjang

efek sinergis dengan alkohol

4. Efek samping penggunaan antibiotik profilaksis


Penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat dapat memicu terjadinya
resistensi kuman. Hal ini karena pemilihan penderita yang tidak tepat, pemberiannya
terlalu lama, atau digunakannya obat generasi terbaru.
Komplikasi yang jarang tetapi serius ialah

terjadinya

enterokolitis

pseudomembran akibat pemberian klindamisin, sefalosporin, dan ampisilin. Diare


dan panas badan dapat terjadi setelah pemberian satu dosis antibiotik profilaksis

Daftar pustaka
1. Munckhof W. Aust Prescr 2005;28:38-40
2. Pallasch TJ. Antibiotic prophylaxis. Endodontic Topics 2003;4:46-59
3. Tourmousoglou CE, Yiannakopoulou, E,Ch, Kalapothaki V, Bramis J, and
Papadopoulos J.St. Adherence to guidelines for antibitic prophylaxis in general
surgery: a critical appraisal, J Antimicrob Chemother 2008;61:214-8
4. Zelenitsky

SA,

Ariano

RE,

Harding

GKM,

Silverman

RE.

Antibiotic

pharmacodynamics in surgical prophylaxis: An association between intraoperative


antibiotic concentrations and Efficacy

. Antimicrob Agents and Chemother

2002; 46:3026-30
5. Weitek MR. Antibiotic prophylaxis: update on common clinic. Am Fam Physician
1993;
6. Walling AD. Antimicrobial prophylaxis for surgical site infections. Am Fam Physician.
2005
7. Woods RK. Current guideline for antibiotic prophylaxis of surgical wounds. Am Fam
Physcian. 1998
8. Liesegang TJ. Prophylactic antibiotis in cataract operations. Mayo Clin Proc. 1997;
72: 149-59.
9. Harbarth S, Matthew H, Samore MD, Linchtenberg Debi RN, Carmeli Y. Prolonged
antibiotic prophylaxis after carciovascular surgery and its effect on surgical site
infection and antimicrobial resistance. Circulation 2000;101:2916
10. Meakins JL. Prevention of postoperative infection. ACS Surgery : Principles and
Practice, BC Decker Inc, 2008
11. Lindman JP. Antibiotics, prophylactic use in head and neck surgery, 2007 emedicine,
available at http:// www. emedicine.com/ent/ topic 18.htm
12. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
13. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.

Anda mungkin juga menyukai