1. Definisi premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat-obat tertentu yang dapat memfasilitasi
induksi, pemeliharaan dan pemulihan anastesia.
2. Tujuan premedikasi
Pemberian obat premedikasi sebelum pembedahan memiliki banyak tujuan,
diantaranya yaitu:
- Mengurangi ketakutan dan kecemasan (ansietas) prabedah
- Mengurangi sekresi saliva
- Mencegah efek yang tidak diinginkan (vagal)
- Menghasilkan amnesia
- Menjadi bagian dari tekhnik anestesia, memperkuat efek trias anestetika
(hipnotik, analgetik, relaksasi)
Mencegah mual dan muntah post operasi
Mengurangi sifat keasaan ciaran lambung
3. Komponen premedikasi
Komponen premedikasi meliputi:
a. Asitolitik
b. Amnesia
c. Analgesia
d. Antiemetik
e. Ajuvan anestesia
f. Anti vagal
g. Antacid
h. Anti histamin
4. Waktu dan cara pemberian obat premediakasi
Waktu dan cara pemberian obat premediakasi tergantung pada tujuan premedikasi
yang ingin diperoleh. Cara pemberian obat premedikasi bisa melalui:
a. Intravena
o Mula kerja 2-5 menit
o Masa kerja 2-3 jam
b. Intramuscular
o Mula kerja 30-60 menit
o Masa kerja 4-6 jam
c. Oral
o Mula kerja 1-2 jam
o Masa kerja 6-8 jam
d. Supositoria
o Mula kerja 10-15 menit
o Masa kerja 4-8 jam
5. Macam-macam obat premedikasi
1. Golongan Narkotika
-
Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
Depresan SSP
Penyempitan bronkus
Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.
a. Barbiturat
Efek yang ditimbulkan:
-
karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak biasa
dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat digunakan golongan
barbiturate per oral sebelum waktu tidur. Selain itu barbiturate juga
digunakan obat premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini ialah
dapat menimbulkan sedasi, efekterhadap depresi respirasi minimal (ini
dibuktikan dengan tidak berubahnya respon ventilasi terhadap CO2),
depresi sirkulasi minimal dan tidak menimbulkan efek mual dan muntah.
Obat ini efektif bila diberikan peroral. Premedikasi per oral belum dapat
dibudayakan di Indonesia (terutama bagi golongan menengah / bawah),
karena masih ditakutkan bila disamping minum obat, pasien tidak dapat
menahan diri untuk tidak minum lebih banyak.
Kerugian penggunaan barbiturate termasuk tidak adanya efek
analgesia, terjadinya disorientasi terutama pada pasien yang kesakitan,
serta tidak ada antagonisnya. Barbiturate merupakan kontraindikasi untuk
pasien dengan akut intermitten porphyria.
b. Diazepam
Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian
dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis
premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5
mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi
regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-l
mg/kgBB intravena.
Manfaat diazepam:
- Induksi, premedikasi, sedasi
- Menghilangkan halusinasi karena ketamin
- Mengendalikan kejang
- Menguntungkan untuk usia tua
- Jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- Premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg
3. Golongan Obat Pengering
- Bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut
serta
menurunkan
efek
parasimpatolitik/paravasopagolitik
sehingga
Sulfas Atropin
anestetika
dengan
efek
Obat jenis ini dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama
untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikummaupun tindakan lain dalam
operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos
organ-organ dan menurunkanspasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa
obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan
anestesi umum. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam
dosisterapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan
jadikabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi
regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderitadengan suhu
diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi
aurikuler.Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25mg
dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau
intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015mg/kgBB untuk
anak-anak.
ANASTESIA
1. Definisi anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun
obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangkan kesadaran. Obat-obatan yang menyebabkan anastesia bekerja
dengan menghalangi (blok) sinyal-sinyal yang lewat di sepanjang serabut saraf
hingga ke otak. Ketika obat-obatan itu dihentikan (penggunaannya), maka akan
mulai merasakan sensasi-sensasi kembali, termasuk rasa nyeri.
Trias anestesi terdiri dari 3 hal yaitu: 1)hipnotik; 2) analgesik; 3)relaksasi
2. Jenis anestesi
Anastesi lokal
pereda nyeri
g. Kerusakan saraf
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan umumnya bersifat sementara
waktu. Kerusakan saraf ditandai dengan hilangnya sensasi, sensasi seperti
tertusuk jarum dan kadang-kadang kelemahan otot yang berlangsung
beberapa hari hingga minggu.
Anestesi general/umum
Adalah obat bius yang digunakan untuk membuat seseorang memasuki tidur
yang dalam. Dengan demikian, pasien tidak akan merasakan apapun selama
pembedahan berlangsung. Obat anestesi umum dapat diberikan dengan cara
dihirup melalui masker atau selang, diberikan melalui infus dan suntikan, atau
dapat juga kombinasi keduanya.
Anestesi umum dapat menekan seluruh fungsi tubuh, termasuk pernapasan,
denyut jantung, aliran darah, saluran cerna, serta refleks menelan, batuk, atau
memuntahkan benda asing yang masuk ke dalam paru-paru. Karena itu, dokter
anestesi harus mengawasi kondisi pasien secara seksama selama pembedahan
berlangsung. Agar pernapasan dapat tetap lancar, dokter akan memasukkan
selang ke dalam tenggorokan untuk menyalurkan oksigen segera setelah Anda
tertidur. Jika operasi sudah selesai, obat bius akan distop dan Anda akan dibawa
ke ruang pemulihan untuk pengawasan lebih lanjut.
Beberapa efek samping anestesi umum di antaranya:
1. Mual dan muntah segera setelah operasi. Untuk mencegah terhirupnya
muntahan, Anda harus puasa sedikitnya 8 jam sebelum operasi.
2. Kedinginan dan menggigil hingga 30 menit setelah operasi
3. Bingung, sulit berpikir jernih, dan amnesia. Gangguan ini bersifat sementara
dan biasanya terjadi pada lansia.
4. Gangguan berkemih, baik sulit buang air kecil atau mengompol.
5. Pusing berputar.
6. Nyeri tenggorok atau cedera bibir dan gigi akibat pemasangan selang
pernapasan. Selain efek samping di atas, ada beberapa efek samping serius
tetapi jarang terjadi, yaitu:
- Serangan jantung, gagal jantung, atau stroke.
- Tekanan darah meningkat atau menurun
- Pneumonia atau gangguan pernapasan lainnya.
- Kegagalan pemasangan selang pernapasan.
- Alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat-obatan
-
anestesi.
Kerusakan otot dan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
Kematian
Karena sifatnya yang memengaruhi seluruh tubuh, kemungkinan
timbulnya efek samping pada anestesi umum akan lebih besar
dibanding anestesi lokal ataupun regional. Meski demikian, efek
samping ini umumnya bersifat ringan dan dapat diatasi dengan
mudah. Efek samping yang serius juga sangat jarang terjadi pada
Dalam
sediaan sediaan
Pethidin
ampul
spuit
100mg/2cc 2cc
+ 10 cc
Dosis
cc
(mg/kgBB)
spuit =
0,5-1
10 mg
aquadest 8cc
Fentanyl
Recofol
0,05 mg/cc
ampul
(Propofol)
Ketamin
200mg/
20cc
vial
100mg/cc
0,05mg
10cc
+ 10 cc
lidocain
2-2,5
10 mg
1-2
10 mg
ampul
1cc
+ 10 cc
aquadest 9cc
Succinilcholin
vial
200mg/
10cc
Atrakurium
ampul
10mg/cc
Besilat
Tanpa
5 cc
1-2
20 mg
5 cc
Intubasi: 0,5- 10 mg
pengenceran
Tanpa
pengenceran
0,6,
(Tramus/
relaksasi:
Tracrium)
0,08,
maintenance
: 0,1-0,2
Efedrin HCl
ampul
50mg/cc
1cc
+ 10 cc
0,2
5 mg
3 cc
0,005
0,25 mg
3 cc
aquadest 9cc
Sulfas Atropin
ampul
0,25mg/cc
Tanpa
pengenceran
Ondansentron
ampul
4mg/2cc
HCl (Narfoz)
Tanpa
pengenceran
mg 2 mg
(dewasa)
5 mg (anak)
Aminofilin
ampul
24mg/cc
Tanpa
10 cc
24 mg
5 mg
pengenceran
Dexamethaso
ampul
5 mg/cc
Tanpa
pengenceran
Adrenalin
ampul
1 mg/cc
Neostigmin
ampul
0,5mg/cc
(prostigmin)
0,25-0,3
Tanpa
Masukkan 2 0,5 mg
pengenceran
ampul
prostigmin +
1 ampul SA
Midazolam
ampul
5mg/5cc
(Sedacum)
Ketorolac
Tanpa
0,07-0,1
1 mg
pengenceran
ampul
60 mg/2cc
Tanpa
30 mg
pengenceran
Difenhidramin
HCl
ampul
5mg/cc
Tanpa
pengenceran
5 mg
ONSET
DURASI
Succinil Cholin
1-2 mnt
3-5 mnt
Tracrium (tramus)
2-3 mnt
15-35 mnt
Sulfas Atropin
1-2 mnt
Ketamin
30 dtk
15-20 mnt
Pethidin
10-15 mnt
90-120 mnt
Pentotal
30 dtk
4-7 mnt
Keterangan
A. Obat Induksi intravena
1. Ketamin/ketalar
-
Efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tapi tidak utk nyeri visceral
Refleks pharynx & larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks vagal
disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh
gelisah, tidak terkendali. Saat penderita mulai sadar dapat timbul eksitasi
Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat
diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk
penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia
umum yang masih ringan.
Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat
retikular otak
Indikasi:
-
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan
sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat
dipakai untuk induksi pada pasien syok.
Pasien asma
Kontra Indikasi
-
Dekompensasi kordis
Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut yang
terdiri dari minyak kedelai & postasida telur yang dimurnikan.
Kadang terasa nyeri pada penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc
propolol jarang pada anak karena sakit & iritasi pada saat pemberian
Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
-
Bradikardi.
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik.
3. Thiopental
-
Tidak larut dalam air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dalam
air
4. Pentotal
-
Zat dari sodium thiopental. Bentuk bubuk kuning dalam ampul 0,5 gr(biru), 1
gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dengan aquades
Larutan tadak begitu stabil, hanya bisa disimpan 1-2 hr (dalam kulkas lebih lama,
efek menurun)
Pemakaian dibuat larutan 2,5%-5%, tapi dipakai 2,5% untuk menghindari overdosis,
komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah
Obat mengalir dalam aliran darah (aliran ke otak ) efek sedasi & hipnosis cepat
terjadi, tapi sifat analgesik sangat kurang
TIK
Metabolisme di hepar
Kontraindikasi
B.
Syok berat
Anemia berat
1. Halothan/fluothan
-
Efek:
-
Menghambat salivasi
Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
Keuntungan
-
Cepat tidur
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
-
Overdosis
Aritmia jantung
Cukup mahal
Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif
tidak larut dalam darah.
Efek:
-
Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Bila murni N2O
= depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
Jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik
lain seperti halotan dan sebagainya.
3. Eter
-
Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang
Murah
Teknik sederhana
4. Enfluran
-
Isomer isofluran
Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang
(pada EEG).
Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran
lebih iritatif dibanding halotan.
5. Isofluran
-
Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
Menempati
urutan
ke-2,
dimana
stabilitasnya
tinggi
dan
tahan
terhadap
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevofluran
-
Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih
untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
C.
Bekerja pada otot bergaris terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot mandibula,
otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal
tidak keluar & terjadi relaksasi
Dosis
Durasi
Efek samping
awal
rumatan
(menit
(mg/kgBB)
(mg/kgBB)
0.40-0.60
0.10
30-60
Hipotensi
0.08-0.12
0.15-0.020
30-60
Takikardi
0.20-0.40
0.05
40-60
Hipotensi
0.05-0.12
0.01-0.015
40-60
KV stabil
0.02-0.08
0.005-
45-60
KV stabil
0.15-0.30
0.010
40-60
Takikardi
(tubarin)
Pankuronium
Metakurin
Pipekuronium
Doksakurium
Alkurium (alloferin)
0.5
Non
depol
intermediate
acting
1. Gallamin (flaxedil)
2. Atrakurium
(tracrium/notrixum)
3. Vekuronium
(norcuron)
4. Rokuronium
4-6
0.5
30-60
Hipotensi
0.5-0.6
0.1
20-45
Amanhepar&ginja
0.1-0.2
0.015-0.02
25-45
0.6-1.0
0.10-0.15
30-60
0.15-0.20
0.02
30-45
Isomer atrakurium
(roculax/esmeron)
5. Cistacuronium
Non depol short acting
1. mivakurium
(mivacron)
2. ropacuronium
Depol short acting
1. suksinilkolin (scolin)
2. dekametonium
Durasi
0.20-0.25
0.05
10-15
Hipotensi
1.5-2.0
0.3-0.5
15-30
histamin +
1.0
3-10
1.0
3-10
&
Obat Darurat
Nama
Berikan bila
Efedrin
Sulfas atropin
Bradikardi (<60)
2 cc spuit
Aminofilin
bronkokonstriksi
5 mg/kgBB
Spuit 24mg/ml
Dexamethason
Reaksi anafilaksis
1 mg/kgBB
Spuit 5 mg/cc
Adrenalin
Succinil cholin
Cardiac arrest
Anestesi Lokal
Topical
Regional iv
infiltrasi
ganglion
Cara Pemberian
spinal
Blok Saraf Sentral
Short Acting
Potensi Obat
Medium Acting
Long acting
epidural
servikal
torakal
lumbal
Sacral/
kaudal
2.
3.
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka.
Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek
analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang
timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat
melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui
ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin
dan
opioid
lain
terutama
diindikasikan
untuk
meredakan
atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik nonopioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar.
Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada
infark
miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah
perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak
spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi
pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus,
konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan
diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau
mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada
dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor .
Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi,
euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5
jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein.
Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan
morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam
air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang
masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek
analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli
ditemukan dalam urin.
3) Petidin
bersifat
atropin
menyebabkan
kekeringan
mulut,
kekaburan
pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 11,8 mg/kg BB.
f.
Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan
penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan
yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih
besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain)
meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian
disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan
hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.
Fentanil
dikombinasikan
dengan
droperidol
untuk
menimbulkan
neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir
sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama
kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan
hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB
analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk
anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg
BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan
kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung.
Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar
gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.
ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)
Pirazolon
As. Karboksilat
Oksikam
Dipiron
Piroksikam
Salisilat
As. propionat
As. Asetil
salisilat,D
flunisal
Ibuprofen,
Naproksen,
Ketoprofen
As. asetat
As. antranilat
As.
Mefenamat,
Floktafenin
As. indolasetat
As. pirolasetat
As. fenilasetat
Indometasin
Ketorolac
Diklofenak
Keterangan
Ketorolak
-
Ketoprofen
-
Piroksikam
-
Tenoksikam
-
Meloksikam
-
Asetaminofen
-
Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis prostaglandin
mikrosomal hati.
Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan gangguan
pembekuan minimal.
hepatoseluler.
Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal
jantung.
Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak
kecil, manula.
Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi
membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel
basofil di sirkulasi.
-
Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang mengenali
antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang
dilapisi antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.
Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.
Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu obat,
namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat
bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan.
Pada umumnya laporan tentang obat tersering penyebab alergi adalah golongan
penisilin, sulfa, salisilat, dan pirazolon. Obat lainnya yaitu asam mefenamat, luminal,
fenotiazin, fenergan, dilantin, tridion. Namun demikian yang paling sering
dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi obat biasanya tidak
terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik memerlukan paparan awal dan
tenggang waktu beberapa lama (masa laten) sebelum terjadi reaksi alergi.
Pengobatan Alergi Obat
ANTIBIOTIK PROFILAKSIS
1. DEFINISI
Yang dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada pembedahan ialah
antibiotik yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum
adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya infeksi akibat tindakan
pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI). ILO
dapat dibegi dalam 3 kategori yaitu superficial meliputi kulit dan jaringan subkutan,
deep yang meliputi fasia dan otot, serta organ/ space yang meliputi organ dan
rongga tubuh.
ILO adalah infeksi yang terjadi pada daerah pembedahan yang terjadinya
ada kaitannya dan setelah tindakan pembedahan. Manifestasi ILO yang superfisial
dapat diketahui dalam waktu 1 bulan, sedangkan ILO profuda , organ atau rongga
dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah pembedahan.
2. Prinsip Penggunaan Antibiotik ProfilaksiS
1. Tepat Indikasi
Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi bersih
kontaminasi (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar
10,1% Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat
diturunkan menjadi 1,3% .
Antibiotik profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria bersih yang
memasang bahan prostesis. Juga diberikan pada operasi bersih yang jika
sampai terjadi infeksi akan menimbulkan dampak yang serius seperti operasi
bedah syaraf, bedah jantung, dan mata.
Antibiotik profilaksis tidak tepat digunakan pada operasi kontaminasi atau
kotor karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada
infeksi yang secara klinis belum manifest.
Tabel 1. Klasifikasi Luka Operasi
Bersih (Klas I)
Non trauma
Tidak ada inflamasi
Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa
menembus
Bersih kontaminasi
(Klas II)
2.
(Klas IV)
2.
2.
2.
Tepat Obat
Antibiotik yang digunakan
2.
obat yang digunakan untuk tujuan terapi. Pada umumnya dipilih antibiotik dengan
spektrum sempit, generasi yang lebih tua dibandingkan antibiotik untuk tujuan
terapi.
Kuman patogen
Antibiotik pilihan
Pemasangan
Staphylococci
Sefalotin
iv/
Sefazolin iv
Pemasangan prostese
sendi
Instrumentasi
traktus
urinarius bawah
Bedah kolorektal
Gentamisin iv
Metronidazol iv +
Enterococci anaerob
Sefalotin iv/
Sefazolin iv/
Bedah
traktus
respiratorius atas
Gentamisisn iv
Sefalotin iv/
Stertococcus, anaerob
Sefazolin iv
3. Tepat dosis
Untuk tujuan profilaksis diperlukan antibiotika dosis tinggi, agar didalam
sirkulasi dan didalam jaringan tubuh dicapai kadar diatas MIC (minimal inhibitory
concentration) antibiotik terhadap kuman yang potensial menimbulkan infeksi
Untuk itu kadang diperlukan loading-dose yang takarannya 2-4 kali dosis
normal.
Dosis yang kurang adekuwat, tidak hanya tidak mampu menghambat
pertumbuhan kuman tetapi justru merangsang terjadinya resistensi kuman.
4. Tepat rute
operasi. Antibiotik tidak bermanfaat untuk mencegah terjadinya ILO jika diberikan
sebelum 2 jam atau sesudah 3 jam dilakukan insisi.
Pada operasi kolon, diberikan juga antibiotik peroral yaitu neomisin dan
eritromisin masing-masing 1g pada jam 13.00, 14.00 dan 23.00. obat lain yang
dapat diberikan juga ialah metronidazole+ kanamycin/ neomycin.
6. Tepat lama pemberian
Pada operasi yang lama > 3 jam atau perdarahan selama operasi > 1500 ml
akan terjadi penurunan dosis antibiotik didalam jaringan, oleh karena itu pada
kondisi tersebut dapat diberikan dosis tambahan. Jika operasi sangat
memanjang maka pemberian dosis tambahan dapat diberikan setiap 2 jam untuk
sefoksitin atau setiap 4 jam untuk sefazolin.
Pada beberapa operasi yang sederhana seperti apendiktomi atau herniotomi
menggunakan mesh maka antibiotik profilaksis cukup diberikan sekali preoperatif
saja. Pada umumnya pemberian antibiotik profilaksis tambahan sebanyak 1 dosis
setiap 8 jam diberikan hanya selama 1 hari saja, karena pemberian lebih dari 1
hari tidak memberikan manfaat lebih.
1.
3. Macam Antibiotik
Penisilin
Cara kerja :
Resistensi :
Spektrum :
Anaerob(Clostridium,Fusobacterium,Peptostreptococcus
sp)
Lain
(Treponema
pallidum,
Leptospira,
Enterobacter,
Acinebacter sp.)
Efek samping : - hipersensitivitas (1-5%) ( iritasi yang mengenai sistem
syaraf perifer)
-
2. Sefalosporin
Cara kerja :
Resistensi :
Spektrum :
melepaskan autolisin
membentuk beta-laktamase
3.
Eritromisin
Cara kerja :
melalui plasmid
Hemophilus influenzae
hipersensitivitas
Cholestatic hepatitis
4. Clindamycin
Cara kerja :
melalui plasmid
nausea, diare
hipersensitivitas
leukopenia
5. Metronidazole
Cara kerja :
neutropenia
drug fever
aPTT memenjang
terjadinya
enterokolitis
Daftar pustaka
1. Munckhof W. Aust Prescr 2005;28:38-40
2. Pallasch TJ. Antibiotic prophylaxis. Endodontic Topics 2003;4:46-59
3. Tourmousoglou CE, Yiannakopoulou, E,Ch, Kalapothaki V, Bramis J, and
Papadopoulos J.St. Adherence to guidelines for antibitic prophylaxis in general
surgery: a critical appraisal, J Antimicrob Chemother 2008;61:214-8
4. Zelenitsky
SA,
Ariano
RE,
Harding
GKM,
Silverman
RE.
Antibiotic
2002; 46:3026-30
5. Weitek MR. Antibiotic prophylaxis: update on common clinic. Am Fam Physician
1993;
6. Walling AD. Antimicrobial prophylaxis for surgical site infections. Am Fam Physician.
2005
7. Woods RK. Current guideline for antibiotic prophylaxis of surgical wounds. Am Fam
Physcian. 1998
8. Liesegang TJ. Prophylactic antibiotis in cataract operations. Mayo Clin Proc. 1997;
72: 149-59.
9. Harbarth S, Matthew H, Samore MD, Linchtenberg Debi RN, Carmeli Y. Prolonged
antibiotic prophylaxis after carciovascular surgery and its effect on surgical site
infection and antimicrobial resistance. Circulation 2000;101:2916
10. Meakins JL. Prevention of postoperative infection. ACS Surgery : Principles and
Practice, BC Decker Inc, 2008
11. Lindman JP. Antibiotics, prophylactic use in head and neck surgery, 2007 emedicine,
available at http:// www. emedicine.com/ent/ topic 18.htm
12. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
13. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.