Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN MAKALAH ANATOMI dan FISIOLOGI

ORGAN LEHER

Disusun oleh:

ARILIS LARASATI ODE ASRI (10619012)

DEA TIONIKA PRASTIWI (10619028)

DINARA SHAFINA (10619033)

INTAN WIDYA CAHYANI (10619048)

ZUHRO JEANIAR ALFISHANTY (10619099)

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN GIGI

INSTITUT ILMU KESEHATAN

BHAKTI WIYATA KEDIRI

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan limpahnya kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul ”Anatomi dan Fisiologi Bagian Leher” yang merupakan bagian dari tugas
praktikum Ilmu Kedokteran Dasar Blok V.

Dalam penyusunan makalah ini kami mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Ellatyas Rahmawati Tejo Putri,S.ST.,M.PH yang dengan sabar membimbing


dan memberikan arahan dalam proses tutorial.
2. Pihak institusi yang telah menyediakan fasilitas studi sehingga penyusunan
makalah ini berjalan dengan lancar.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan


memperluas pengetahuan khususnya dalam proses pembelajaran di Kedokteran Gigi.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana
berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni
salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat besar. Selain itu, leher
merupakan bagian tubuh yang paling unik karena terdiri dari beberapa sendi kompleks
yang di lalui oleh saraf, pembuluh darah, otot-otot, tendon, dan ligamentnya, yang
memungkinkan leher bergerak secara kompleks. Di samping itu leher juga daerah yang
paling banyak mendapat ketegangan atau stress, baik waktu istrahat maupun saat
bekerja serius, misalnya sewaktu duduk di kantor sepanjang hari dengan posisi duduk
atau kursinya kurang nyaman, hal ini akan mempercepat terjadinya nyeri leher
utamanya pada otot ekstensor yang berperan besar dalam mempertahankan postur leher
dan menopang kepala, akibatnya otot ekstensor cervical sering mengalami gangguan
berupa spasme atau tightness yang memicu terjadinya nyeri pada leher.
“(Ariotejo, 2010)”

Aktifitas manusia yang tidak teratur dapat mengakibatkan timbulnya


gangguan terhadap kesehatan manusia itu sendiri. Salah satunya yaitu sindroma nyeri
servikal adalah suatu nyeri yang dirasakan pada daerah servikal dimana nyeri yang
timbul disebabkan oleh penggunaan secara terus-menerus dan berlebihan pada otot
tersebut. Penyebab lain biasanya disebabkan karena adanya kerusakan pada struktur
tulang, otot, atau pun pada facet joint. “(Ariotejo, 2010)”
Keluhan yang sangat sering diungkapkan pada kondisi nyeri servikal adalah
neck stiffness atau rasa nyeri yang timbul akibat kapsul sendi yang mengandung
serabut saraf sangat sensitif terhadap peregangan atau distorsi, selain itu ligamentum
dan tendon di leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh gerakan yang keras
atau overuse servikal atau bagian atas punggung, juga osteofit dapat menekan akar
saraf atau medulla spinalis.Kesalahan posisi atau salah sikap juga memicu terjadinya
nyeri leher. Misalnya seperti pada saat tidur menggunakan bantal yang tebal dan
keras, bisa juga dikarenakan pada saat tidur dalam keadaan posisi tidur miring
sehingga bahu dan tangan tertimpa berat badan yang kemudian memicu terjadinya
tegang atau spasme, kemudian menimbulkan nyeri pada leher. Peningkatan aktivitas
otot-otot servikal dapat menjadi buruk atau menyebabkan nyeri dengan
meningkatnya kekuatan kompresi pada sendi servikal. “(Samara, 2007)”

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan mempelajari struktur anatomi dari organ leher

C.Manfaat

1. Untuk meningkatkan pengetahuan dalam mempelajari struktur anatomi dari organ


leher

D. Rumusan Masalah.

1. Bagaimana penyusunan proses dari struktur anatomi organ leher?


BAB II

PEMBAHASAN

I. Anatomi Leher

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda.
Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher.
Otot platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta
meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibular.
.(Gadre AK, Gadre KC, 2006)

Ruang leher dalam dapat dikelompokan menurut modifikasi dari


Hollingshead berdasarkan penampang panjang leher yaitu ruang retrofaring, danger
space, ruang prevertebral dan ruang viseral vaskular. Berdasarkan lokasinya di atas
atau di bawah tulang hyoid. Ruangan yang berada di atas tulang Hyoid, dibagi
menjadi ruang submandibula, ruang parotis, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang
parafaring dan ruang temporal. Sedangkan yang terdapat di bawah os hyoid terdiri
dari ruang pretrakea dan ruang suprasternal. (Quinn FB, Buyten J, 2005)

Gambar 2.1 Potongan aksial leher setinggi orofaring (Gadre AK, Gadre KC, 2006)
Gambar 2.2 Potongan obliq leher (Gadre AK, Gadre KC, 2006)

Fasia superfisial terletak dibawah dermis. Ini termasuk sistem


muskuloapenouretik,yang meluas mulai dari epikranium sampai ke aksila dan dada,
dan tidak termasuk bagiandari daerah leher dalam. Fasia profunda mengelilingi
daerah leher dalam terdiri dari 3 lapisan (Gadre AK, Gadre KC, 2006; Abshirini H,
2010), yaitu :

1. lapisan superfisial

2. lapisan tengah

3. lapisan dalam

2.1.1 Ruang potensial leher dalam

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan


daerahsepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.

A. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:

1. ruang retrofaring

2. ruang bahaya (danger space)

3. ruang prevertebra.
B. Ruang suprahioid terdiri dari:

1) ruang submandibula

2) ruang parafaring

3) ruang parotis

4) ruang mastikor

5) ruang peritonsil

6) ruang temporalis

C. Ruang infrahioid : ruang pretrekeal (Gadre AK, Gadre KC, 2006;Murray


A.D, Marcincuk M.C, 2010).

Gambar 2.3 Potongan Sagital Leher (Gadre AK, Gadre KC, 2006).

2.2 Definisi Abses Leher Dalam

Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavum jaringan karena terjadinya proses infeksi ,paling sering bakteri dan
parasit. Selain itu , dapat juga disebabkan oleh adanya benda asing seperti : serpihan ,
jarum dan sebagainya. Proses ini merupakan mekanisme pertahanan jaringan dalam
upaya mencegah penyebaran atau perluasan daerah infeksi ke bagian lain dari tubuh
(DORLAND).

Abses leher dalam merupakan akumulasi nanah (pus) di dalam ruang


potensial di antara fasia leher dalam akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi,
seperti gigi, mulut, tenggorokan,sinus paranasal, telinga dan leher.
(Ballenger JJ, 1991; Abshirini H, 2010).

2.3 Epidemiologi

Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama 1 tahun


terakhir (Oktober 2009 sampai September 2010) didapatkan abses leher dalam
sebanyak 33 orang, abses peritonsil 11 (32%) kasus, abses submandibula 9 (26%)
kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses retrofaring 4 (12%) kasus, abses
mastikator 3(9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%) kasus.

Murray et al (2011) di Inggris memperoleh 117 anak-anak yang mendapat


terapi abses leher dalam pada rentang waktu 6 tahun. Abses peritonsil 49%, abses
retrofaring 22%, abses submandibula 14%, abses bukkal 11%, abses parafaring 2%,
lainnya 2%.

Sakaguchi et al (1997), melaporkan pada 91 kasus infeksi leher dalam dari


tahun 1985 sampai 1994. Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78%
dan perempuan 22%. Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus,
diikuti oleh parafaring 8 kasus, submandibula, sublingual dan submaksila masing-
masing 7 kasus dan retrofaring 1 kasus.

Huang et al(2004) di departemen otolaringologi di National Taiwan


University Hospital,dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan
kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%)
merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh
Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

Yang S.W et al (2008) pada Chang Gung Memorial Hospital di Keelung,


Taiwan, pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001.
sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
3:2. Lokasi abses lebih dari satu ruang potensial 29%. Abses submandibula 35%,
parafaring 20%, mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra
hyoid 26%, retrofaring 13%, ruang karotis 11%.

Menurut Suebara A.B et al (2008) di Brazil, pada 80 penderita abses leher


dalam yang ditatalaksana di unit gawat darurat dari tahun 1997 sampai 2003,
didapatkan penderita abses leher dalam pria lebih banyak dari pada wanita dengan
rincian 55 pria dan 25 wanita.Selain itu, letak abses leher dalam terbanyak di
submandibula sebanyak 36 orang, parafaring dan submandibula 13 orang, hanya
parafaring sebanyak 15 orang, bagian posterior leher sebanyak 5 orang. Sedangkan
pada parafaring, mediastinal dan ruang pleural sebanyak 5 orang, retrofaring
sebanyak 1 orang, retrofaring dan mediastinal sebanyak 1 orang, parafaring dan
mediastinal sebanyak 1 orang, dan daerah mastoid dan submandibula sebanyak 1
orang .

2.4 Patogenesis

Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam


tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik secara
perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan kekhasan
flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka kuman dari abses yang
terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar abses leher dalam
disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun
fakultatif anaerob. (Chuang YC, Wang HW, 2008; Yang S.W et al., 2008)

Pada kebanyakan membran mukosa, kuman anaerob lebih banyak dibanding


dengan kuman aerob dan fakultatif, dengan perbandingan mulai 10:1 sampai
10000:1. Bakteriologi dari daerah gigi, oro-fasial, dan abses leher, kuman yang
paling dominan adalah kuman anaerob yaitu, Prevotella, Porphyromonas,
Fusobacterium spp, dan Peptostreptococcus spp. Bakteri aerob dan fakultatif adalah
Streptococcus pyogenic dan Stapylococcus aureus. Sumber infeksi paling sering
pada abses leher dalam berasal dari infeksi tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat
mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen
apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid
menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual,
sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi
akan lebih cepat ke daerah submaksila. (Yang S.W, 2008, Rosen EJ, 2002)

Odontogenik merupakan penyebab abses leher dalam tersering (27,5%),


diikuti oleh penyakit tonsilar (22,5%), infeksi kulit (8,75%) dan infeksi parotid
(6,25%). Penyebab yang tidak jelas sebanyak 25 % pada 20 pasien. Penyebab lainnya
(10%) adalah tuberkulosis ganglionar dengan abses sebanyak 3 orang, trauma lokal
sebanyak 2 0rang, otitis media sebanyak 1 orang, infeksi kista thyroglossal sebanyak
1 orang. (Suebara A.B et al., 2008)

Pola kuman penyebab abses leher dalam berbeda sesuai dengan sumber
infeksinya. Infeksi yang berasal dari orofaring lebih banyak disebabkan kuman flora
normal di saluran nafas atas seperti streptokokus dan stafilokokus. Infeksi yang
berasal dari gigi biasanya lebih dominan kuman anaerob seperti, Prevotella,
Fusobacterium spp. Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu
hematogen, limfogen, dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi tergantung
dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.Infeksi dari submandibula
dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke
parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat
menjalar ke daerah potensial lainnya. (Brook I, 2002; Parchiscar A, 2001)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan diketahuinya anatomi dan fisiologi organ leher manusia. Dapat


diambil kesimpulan bahwa leher bukan sebuah organ yang hanya bekerja
sebagai pelengkap tubuh kita. Karena beberapa proses makan yang masuk
harus melalui tulang leher. Selain itu,tulang leher juga sangat berperan penting
dalam kinerja pembuluh darah dan sistem pernafasan serta masih banyak lagi.
Setelah dikupas menggunakan ilmu anatomi fisiologi,jantung memiliki
struktur/bagian-bagian yang memiliki fungsi yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup seseorang.

3.2 Saran

Saran yang bisa kami sampaikan adalah untuk memahami organ leher
maka dapat dipelajari secara mendalam melalui ilmu anatomi dan fisiologi.
Sering mencari referensi dengan membaca buku,artikel ataupun browsing di
internet. Selain dapat memahami anatomi fisiologi leher,kita dapat menerapkan
gaya hidup sehat agar organ leher kita terhindar dari berbagai penyakit
sehingga tetap sehat dan dapat melaksanakan fungsinya dengan semestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H. 2010.Predisposing Factors for the complications

of Deep neck Infection. The Iranian Journal of Otorhinolaryngology,

22(60), p.139-184.

Ballenger ,J.J.1991. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In:

Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.15th

ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger, p.234-241.

Gadre AK, Gadre KC. “Infection of the deep Space of the neck. ”Otolaryngology

Head and neck surgery. Philadelphia: JB.Lippincott Company. 2006, h: 666-

81.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (27 ed.). Jakarta:

Buku Kedokteran EGC; 2009

Quinn ,F.B, Buyten, J.2005. Deep neck Space and Infection. PresentationUTMB,

Dept. of Otolaryngology.

Sakaguchi ,M., Sato ,S., Ishiyama, T., Katsuno ,T., Taguchi ,K.1997. characterization

and management of deep neck infection. J. Oral Maxillofacial Surgery,

p.131-134.

Suebara AB et al. “Deep neck infection-analysis of 80 case.” Brazilian Journal Of

Otolaryngology. (74) (2) (2008), h: 253-9.

Laurentis Aritejo.2010.SyndromNyeriMyfasicial. Continuing Medical Education.43

no.3

Anda mungkin juga menyukai