Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan ukuran panggul ibu hamil dan menentukan proporsi ukuran
panggul ibu terhadap kepala janin.

B. Dasar Teori
1) Anatomi fisiologi
1. Pelvis
Tulang panggul terdiri dari 3 jenis yaitu: 1) os coxae (os ilium, os ischium,
os pubis) 2) os sacrum dan 3) os coccigeus. Tulang-tulang tersebut satu sama lain
saling berhubungan. Os illium merupakan tulang terbesar dengan permukaan
anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut Krista
iliaka. Ujung-ujungnya disebut spina iliaka anterior superior dan spina illiaka
posterior superior. Os ischium merupakan bagian terendah dari os coxae. Tonjilan
di belakang disebut tuber ischii yang menyangga tubuh waktu duduk. Os pubis
terdiri dari ramus superior dan inferior. Ramus superior berhubungan dengan os
ilium., sedang ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus
inferior berhubungan dengan os ischium kira-kira 1/3 distal dari foramen
obturatorius. Kedua os pubis bertemu dan simetris. Sakrum berbentuk baji, terdiri
atas 5 vertebra sakralis. Vertebra pertama paling besar menghadap ke depan.
Pinggir atas vertebta ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda
penting dalam penilaian ukuran-ukuran panggul. Permukaan sacrum berbentuk
konkaf. Os koksigis merupakan tulang kecil, terdiri atas 4 vertebra koksigis.

Gambar 1. Tulang Pembentuk Pelvis


2. Jalan Lahir
Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang terdiri dari pelvis
mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis diatas linea terminalis
yang tidak banyak pentingnya dalam obstetric. Yang lebih penting adalah pelvis
minor, dibatasi oleh pintu atas panggul (inlet) dan pintu bawah panggul (outlet).
Pelvis minor berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung ke depan (sumbu
carus).

Gambar 2. Potongan Sagital Panggul

3. Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul (PAP) merupakan suatu bidang yang dibatasi disebelah
posterior oleh promontorium, dilateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh
pinggir atas simpisis. Pada panggul ginekoid PAP hampir bundar, kecuali di daerah
promontorium agak masuk sedikit. Ukuran ukuran pintu atas panggul:
a) Diameter anteroposterior yang diukur dari promontorium sampai ke tengah
permukaan posterior simpisis. Disebut juga conjugate obstetrika.
b) Konjugata diagonalis yaitu jarak tepi bawah simfisis sampai ke
promontorium, yang dapat diukur dengan memasukan jari tengah dan
telunjuk ke dalam vagina dan mencoba meraba promontorium. Pada
panggul normal tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12 cm.
c) Konjugata vera yaitu jarak tepi atas simfisis dengan promontorium didapat
dengan mengurangi konjugata diagonalis dengan 1,5 cm
d) Diameter tranversa adalah jarak terjauh garis lintang PAP, biasanya 12,5-13
cm.
e) Diameter oblique adalah garis persilangan konjugata vera dengan diameter
tranversa ke artikulasio sakroiliaka.
Gambar 3. Pintu Atas Panggul

4. Ruang Panggul
Ruang panggul merupakan saluran diantara PAP dan Pintu bawah panggul
(PBP). Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simpisisnya.
Dinding posterior dibentuk oleh ossakrum dan os koksigis, sepanjang ±12 cm.
Karena itu ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.

Gambar 4. Ruang Panggul

5. Pintu Bawah Panggul


Batas pintu bawah panggul adalah setinggi spina ischiadika. Jarak antara
kedua spina ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5-10 cm. PBP
berbentuk segi empat panjang disebelah anterior dibatasi oleh arkus pubis,
dilateral oleh tuber ischii. Dan di posterior oleh os koksigis dan ligamentum
sakrotuberosum. Pada panggul normal besar sudut (arkus pubis ) adalah ± 90
derajat . Jika kurang dari 90 derajat , lahirnya kepala janin lebih sulit karena kepala
memerlukan labih banyak tempat ke posterior.
2) Jalan Panggul
Menurut Caldwell-Moloy panggul terdiri dari :

a. Jenis ginekoid: ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior


hamper sama dengan transversa
b. Jenis android: Bentuk PAP hamper segitiga. Pada umumnya pada pria. Diameter
anteroposterior hamper sama panjangnya dengan diameter tranversa, tetapi
diameter tranversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal PAP gepeng, bagian
ventral menyempit ke muka. Ditemukan pada 15% wanita
c. Jenis anthropoid: bentuk PAP agak lonjong seperti telur, ditemukan pada 35 %
wanita. Jenis panggul ini diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter
tranversa
d. Jenis platipelloid: ditemukan pada 5 % wanita . diameter transversa lebih besar
dapirada diameter anteroposterior.

Tipe panggul campuran disebut bila tidak memenuhi criteria 4 macam bentuk pelvis
dasar yang dibagi oleh Cadwell. Untuk menentukan kombinasi ini mula mula yang
disebut adalah jenis segmen pelvis bagian belakang dahulu kemudian baru bagian
segmen depan.

Gambar 5. Pintu atas panggul (klasifikasi Caldwell-Moloy)

3) Indikasi dan Kontra Indikasi


a. Indikasi
a) Kesulitan persalinan.
b) Persalinan Midforceps.
c) Kematian janin.
d) Disproporsi kepala janin dan lebar panggul.
e) Distocia: lebar panggul sempit.
f) Palpasi
g) Tidak masuknya kepala dalam PAP pada primigravida pada akhir bulan
persalinan.
b. Kontra Indikasi
a) Pendarahan
b) Infertilitas primer dan sekunder

BAB II
PELAKSANAAN PRAKTEK

A. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
Untuk menghasilkan citra diagnostic pelvimetri yang baik perlu dilakukan persiapan
pemeriksaan pelvimerti dengantepat. Persiapan pemeriksaan pelvimetri adalah sebagai
berikut :
1. Persiapan Pasien Sebelum Pemeriksaan
a. Bila mungkin, dilakukan pembersihan perut
b. Minimal Buang air kecil
2. Persiapan alat dan bahan
a. Pesawat Sinar-X kemampuan cukup
b. Kaset & Film
c. Bucky
d. Marker
e. Alat Fiksasi
f. Pelvic Caviter
g. Water pass
h. Metalruer

B. PROSEDUR RADIOGRAFI

1. Pelvimetri metode cochler Sussman


Prinsip :
menggunakan metalruler :penggaris panjang dengan lubang berjarak antar lubang 1
cm .
a. Proyeksi AP Inlet
Posisi Pasien : Supine
Posisi objek : posisikan MSP tubuh ke garis tengah meja
Kedua kaki diatur litotomi
Posisi pelvis dalam keadaan inlet dengan batas atas kaset krista
iliaca dan batas bawah pada simpisis pubis
Atur penggaris metalruler dibawah simpisis pubis melntang dengan
ketinggian pengaris 10 m dibawah permukaan simpisis pubis
Arah Sinar : vertical tegak lurus
CP : 2inchi diatas simpisis pubis
Eksposi : Ekspirasi tahan nafas, hight kv teknik
Atur luas lapangan hingga metalruler tercover dalam film . catat jarak antara film
terhadapmetal ruler sebagai factor koreksi AP(OFD),catat FFD yang digunakan

b. Proyeksi Lateral cochler Sussmann


Posisi Pasien : tidur miring pada salah satu sisi
Posisi objek : Aturaxilary plane tegak lurus dengan bidang meja
Supaya true lateral kedua tungkai salaing berhimpit difleksikan
kedepan hingga membentuk sudut 90 derajat
batas atas kaset krista iliaca dan batas bawah 5 cm dibawah
simpisis pubis
Atur penggaris metalruler setingi MSP,setelah itu dipindahkan ke
glutea
Arah Sinar : vertical tegak lurus
CP : pada trochanter mayor
Eksposi : ekspirasi tahan nafas, hight kv teknik
Atur luas lapangan hingga metalruler tercover dalam film . catat jarak antara film
terhadapmetal ruler sebagai factor koreksi AP(OFD),catat FFD yang digunakan
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisa Pelaksanaan Praktek


Pelaksanaan praktikum Teknik Radiografi 4 tentang Pelvimetri dilaksankan pada hari
Selasa, 27 Maret 2019 di Laboratorium 3 JTRR Semarang.
1. Alat yang digunakan, yaitu :
a. Pesawat Sinar – X Digital Radiographic
b. Metal Ruler
c. Penggaris
d. Meteran
e. Phantom
f. Alat tulis

2. Role Play
Role play dilakukan dengan salah satu anggota kelompok sebagai simulasi menjadi pasien.
Metode yang digunakan adalah metode Cohler Sussman. Berikut merupakan simulasi
pelaksanaan pemeriksaannya :
a. Proyeksi AP
1) Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan.
2) Posisi Objek :
a) Mengatur MSP tubuh pasien pada pertengahan meja pemeriksaan.
b) Mengatur kedua tangan rileks sebagai bantalan atau ditaruh diatas dada.
c) Mengatur posisi pasien litotomi dengan menekuk kedua kaki dan dibuka
selebar mungkin untuk menaikan pelvis,
d) Karena menggunakan pesawat sinar-X DR, jadi tidak memerlukan kaset.
e) Meletakkan metal ruler pada lipatan glutea kira-kira 10 cm di bawah batas atas
simphysis pubis.
f) Mencatat faktor koreksi AP yaitu jarak metal ruler ke film/detektor ketika 10
cm dibawah simphysis pubis.
g) Mengatur kolimasi dengan batas atas 2 cm diatas crista iliaca dan batas bawah
sampai metal ruler tercover dalam penyinaran.
3) Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus terhadap film/detektor.
4) Central Point (CP) : pada 5 cm diatas simphysis pubis.
5) FFD : 107 cm (yang terukur menggunakan pesawat DR).
6) Eksposi : Saat ekspirasi, tahan nafas.
7) Faktor Eksposi : High kV Technique
b. Proyeksi Lateral
1) Posisi Pasien : pasien berbaring diatas meja pemeriksaan dan miring pada sisi
kiri.
2) Posisi Objek :
a) Mengatur MCP tubuh pasien pada pertengahan meja pemeriksaan.
b) Kedua lengan ditekuk dan tangan kiri sebagai bantalan sedangkan tangan
kanan berada diatas kepala.
c) Kedua tungkai difleksikan 90o kedepan dan berhimpit supaya true lateral.
d) Mengatur metal ruler setinggi MSP tubuh kemudian dipindahkan dibawah
glutea.
e) Mencatat faktor koreksi lateral yaitu jarak metal ruler ke detektor.
f) Mengatur kolimasi dengan batas atas 2 cm diatas crista iliaca dan batas
bawah sampai metal ruler tercover.
3) Central Ray (CR) : vertikal tegak lurus.
4) Central Ponit (CP) : pada titik trochanter mayor.
5) FFD : 143 cm (yang terukur menggunakan pesawat DR).
6) Eksposi : Saat ekspirasi, tahan nafas.
7) Faktor Eksposi : High kV Technique

3. Real Play
a. Proyeksi AP Inlet
1) Memposisikan phantom pelvis supine diatas meja pemeriksaan.
2) Memposisikan metal ruler 10 cm dibawah batas atas simphyis pubis.
3) Mencatat faktor koreksi AP Inlet dan FFD yang digunakan.
4) Mengatur arah sinar vertikal tegak lurus, dengan central point pada 5 cm diatas
simphysis pubis.
5) Batas atas 2 cm diatas crista iliaca dan batas bawah sampai metal ruler tercover.
6) Mengatur faktor eksposi (75 kVp, 40 mAs).

b. Proyeksi Lateral
1) Memposisikan phantom miring pada sisi kiri diatas meja pemeriksaan.
2) Memposisikan metal ruler setinggi MSP tubuh dan diletakkan dibawah glutea.
3) Mencatat faktor koreksi lateral dan FFD yang digunakan.
4) Mengatur arah sinar vertikal tegak lurus dengan central point pada trochanter
mayor.
5) Batas atas 2 cm diatas crista iliaca dan batas bawah sampai metal ruler tercover.
6) Mengatur faktor eksposi (75 kVp, 40 mAs).

B. Hasil Radiograf
Proyeksi ap inlet Pengukuran dengan kumputer CR

C. Analisa Hasil Radiograf

Pada hasil radiograf proyeksi AP dapat diketahui bahwa promontorium tidak mmbuka
sehingga sacrum menutupi rongga pelvis. Hal ini dikarenakan pada praktiktum menggunkan
phantom yang tidak bisa posisi litotomi.
Dalam proyeksi Ap Inlet dapat dilakukan pengukuran :
1. Pintu atas panggul : Jarak antara kedua ilium.
2. Pintu tengah panggul : Jarak antara kedua ischium.
3. Pintu bawah panggu : Jarak antara kedua spina ischiadica.
4. Diameter AP : jarak antara promontorium dengan tepi dalam atas symphysis
pubis.
Sedangkan pada radiograf proyeksi lateral seharusnya foramen obturatorium terlihat di
antara promontorium, untuk simphysis pubis membentuk satu garis lurus. Gambaran tersebut
dapat dihasilkan jika kedua tungkai fleksi 90o. Karena pada praktikum menggunakan phantom
maka tidak bisa melihat sesuai dengan kriteria.

Dalam posisi lateral terdapat diameter yang diukur, yaitu :


1. Diameter AP aspek lateral : Jarak antara promontorium sacrum ketepi atas
simphysis pubis.
2. Diameter midline posterior : Jarak antara sacrum dan tepi inferior simphysis
pubis melalui foramen obturatorium.

Jika objek true lateral maka akan didapatkan radiograf yang superposisi dan tidak tertutup
trocahnter mayor.

D. Perhitungan Dan Pengukuran


1. Hasil Pengukuran
Terukur FFD Faktor Koreksi
Diameter AP 10,22 cm
Diameter Pintu
11,07 cm
Atas Panggul
AP Inlet Diameter Pintu
15 cm
Tengah 10,95 cm
Panggul
107 cm
Diameter Pintu
12,24 cm
Bawah Panggul
Diameter AP 13,61 cm
Diameter
Lateral 16 cm
Midline 13,39 cm
Psterior

Keterangan :
FO : FOD
AB : Diameter Pelvis Pasien Sesungguhnya
A’B’ : Diameter Pelvis Pada Radiograf
CO : Faktor Koreksi
A C B

A’ B’
O

Rumus Perhitungan Diameter Pelvis Sebenarnya :


𝐴𝐵 𝐹𝐶
′ ′
=
𝐴𝐵 𝐹𝑂
𝐴𝐵 𝐹𝐹𝐷−𝐶𝑂
=
𝐴′ 𝐵′ 𝐹𝐹𝐷

𝐹𝐹𝐷 − 𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′𝐵′
𝐹𝐹𝐷
2. Perhitungan
a. AP Inlet
1) Diameter AP
𝐹𝐹𝐷 − 𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′ 𝐵 ′
𝐹𝐹𝐷
107 − 15
𝐴𝐵 = 𝑋 10,22 𝑐𝑚 = 8,7 𝑐𝑚
107
2) Diameter Pintu Atas Panggul
𝐹𝐹𝐷 − 𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′ 𝐵 ′
𝐹𝐹𝐷
107 − 15
𝐴𝐵 = 𝑋 11,07 𝑐𝑚 = 9,5 𝑐𝑚
107
Ukuran normal adalah ≥ 12 cm
3) Diameter Pintu Tengah Panggul
𝐹𝐹𝐷 − 𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′ 𝐵 ′
𝐹𝐹𝐷
107 − 15
𝐴𝐵 = 10,95𝑐𝑚 = 9,4 𝑐𝑚
107
Ukuran normal adalah ≥ 11 cm
4) Diamter Pintu Bawah Panggul
𝐹𝐹𝐷 − 𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′ 𝐵 ′
𝐹𝐹𝐷
107 − 15
𝐴𝐵 = 𝑋 12,24 𝑐𝑚 = 10,5 𝑐𝑚
107
Ukuran normal adalah ≥ 10 cm
b. Lateral
1) Diameter AP
𝐹𝐹𝐷−𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′ 𝐵 ′
𝐹𝐹𝐷
107 − 16
𝐴𝐵 = 𝑋 13,61 𝑐𝑚 = 11.5 𝑐𝑚
107

2) Diameter Midline Posterior


𝐹𝐹𝐷 − 𝐶𝑂
𝐴𝐵 = 𝑋 𝐴′ 𝐵 ′
𝐹𝐹𝐷
107 − 16
𝐴𝐵 = 𝑋 13,39 𝑐𝑚 = 11,3 𝑐𝑚
107
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai