Anda di halaman 1dari 122

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PENGANTAR FISIOLOGI TANAMAN

DOSEN :
Ir. Winarso D Widodo, MS. PhD
Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si

ASISTEN DOSEN :
Jumiatun, SP
Kiky Apriyani, SP

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2 PRAKTIKUM 1
Anggara Dwi Pamungkas

J3G114013

Tegar Bayu Wijayanto

J3G114015

Ranten Ayu Kinanti

J3G114017

Cherly Anastasya

J3G114020

Ristrivani Aulia Safitri

J3G114022

PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang, yang telah memberi ilmu, insipirasi dan keteguhan hati pada kami.
Atas kehendak-Nya kami dapat menyelesaikan LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGANTAR FISIOLOGI TANAMAN.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas dan jurnal kegiatan selama
mengikuti praktikum pada mata kuliah ini. Selain itu, laporan ini merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti Ujian Praktikum yang akan diselenggarakan pada
minggu ke 14 kuliah responi mata kuliah Pengantar Fisiologi Tanaman. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada :
1. Ir. Winarso D Widodo, MS. PhD dan Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si
selaku dosen mata kuliah Pengantar Fisiologi Tanaman.
2. Jumiatun, SP dan Kiky Apriyani, SP selaku Asisten praktikum mata
kuliah Pengantar Fisiologi Tanaman
3. Rekan-rekan TIB 51 Serdadu Radiata
4. Semua pihak yang ikut andil dalam penyusunan laporan ini yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Kami mengakui bahwa penulis merupakan manusia biasa yang memiliki
banyak kekurangana serta keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
kami harapkan dalam prosedur penyempuranaan laporan ini.

Bogor,

Desember 2015

Kelompok 2 Praktikum 1
Teknologi Industri Benih

ii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................
vi
LAJU TRANSPIRASI...............................................................................................
1
OSMOSIS..................................................................................................................
12
TRANSPORT XYLEM..............................................................................................
20
UJI KEMASAKAN BUAH.......................................................................................
37
INISIASI PEMBENTUKAN AKAR.........................................................................
55
LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG
CAHAYA................................................................................................................
69
NUTRISI TANAMAN...............................................................................................
82
KURVA SIGMOID.....................................................................................................
97

iii

DAFTAR TABEL
1. Jumlah stomata pada permukaan Coleus sp. dan Bougainvillea glabra................
6
2. Luas daun Coleus sp. dan Syzygium oleana...........................................................
6
3. Perbedaan volume air pada gelas ukur pada perlakuan kontrol, Coleus
sp. dan Syzygium oleana............................................................................................
7
4. Perubahan volume Kentang pada perendaman H2O..............................................
17
5. Perubahan volume Kentang pada perendaman Sukrosa 5%..................................
17
6. Kondisi Krisan (Chrysanthemum sp.) terhadap berbagai perlakuan pada
hari pertama hingga ke Lima......................................................................................
...................................................................................................................................
36
7. Kondisi Sedap malam (Polianthes tuberosa) terhadap berbagai
perlakuan pada hari pertama hingga ke Lima............................................................
36
8. Kondisi warna kulit, rasa daging buah, warna daging buah, dan
kekerasan buah pada Pisang dengan berbagai perlakuan dari hari pertama
hingga hari ke-5..........................................................................................................
43
9. Kondisi warna kulit, rasa daging buah, warna daging buah, dan
kekerasan buah pada Mangga dengan berbagai perlakuan dari hari
pertama hingga hari ke-5............................................................................................
48
10. Waktu muncul akar pada bagian pucuk, batang, dan akar Coleus sp.
dengan perlakuan Rootone-F dan Tanpa Rootone-F..................................................
66

iv

11. Pengamatan kondisi daun Kedelai (Glycine max) pada beberapa


perlakuan
spektrum warna..........................................................................................................
83
12. Panjang akar pada tanaman Kangkung dengan perlakuan Kontrol,
Growmore,dan Hyponex (K2)...................................................................................
88
13. Jumlah akar pada tanaman Kangkung dengan perlakuan Kontrol,
Growmore,dan Hyponex (K2)...................................................................................
89
14. Jumlah daun pada tanaman Kangkung dengan perlakuan Kontrol,
Growmore,dan Hyponex (K2)...................................................................................
90
15. Skor warna daun pada tanaman Kangkung dengan perlakuan Kontrol,
Growmore,dan Hyponex (K2)...................................................................................
92
16. Skor warna daun pada tanaman Kangkung dengan perlakuan Kontrol,
Growmore,dan Hyponex (Data kelas)........................................................................
92
17. Tinggi tanaman Jagung (Zea mays) pada minggu pertama- minggu ke8 pada Kurva sigmoid................................................................................................
106
18. Jumlah daun tanaman Jagung (Zea mays) pada minggu pertama
hingga minggu ke-8 pada Kurva sigmoid..................................................................
106
19. Panjang daun tanaman Jagung (Zea mays) pada minggu pertamaminggu ke-8 pada Kurva sigmoid..............................................................................
106
20. Lebar daun daun tanaman Jagung (Zea mays) pada minggu pertamaminggu ke-8 pada Kurva sigmoid..............................................................................
107

DAFTAR GAMBAR
1. Gambar Coleus sp. dan Syzygium oleana dalam perlakuan..................................
11
2. Gambar perubahan sel Bawang merah pada perendaman Sukrosa 5%(1).............
18
3. Gambar dokumentasi Transport xylem minggu ke 0 hingga 5..............................
36
4. Gambar dokumentasi pengaruh Etilen pada pematangan buah

vi

Pisang dan Mangga...................................................................................................


56
5. Grafik panjang akar pada bagian pucuk, batang, dan akar Coleus sp. dengan
perlakuan Rootone-F dan Tanpa Rootone-F..............................................................
62
6. Gambar dokumentasi praktikum Inisiasi Pembentukan akar.................................
70
7. Dokumentasi praktikum Panjang gelombang........................................................
83
7. Grafik pengamatan panjang akar, jumlah akar, dan jumlah daun pada
perlakuan Kontrol, Growmore, dan Hyponex............................................................
88
8. Gambar dokumentasi praktikum Nutrisi tanaman.................................................
98
10. Grafik pengamatan tinggi tanaman,jumlah daun,panjang daun, dan lebar
daun tanaman Jagung (Zea mays).........................................................................
107
11. Gambar dokumentasi praktikum Kurva sigmoid.................................................
114

LAJU TRANSPIRASI
PENDAHULUAN
Siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen selalu
membutuhkan air. Tidak satupun proses kehidupan tanaman yang dapat bebas dari
air. Besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan selama siklus hidupnya tidak
sama. Hal ini berhubungan langsung dengan proses fisiologis, morfologis dan
kombinasi kedua faktor di atas dengan faktor-faktor lingkungan.
Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan
hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang
kutikula, dan lentisel. Transpirasi merupakan pengeluaran berupa uap H 2O dan
CO2, terjadi siang hari saat panas, melaui stomata (mulut daun) dan lentisel (celah
batang). Transpirasi berlangsung melalui bagian tumbuhan yang berhubungan
dengan udara luar, yaitu melalui pori-pori daun seperti stomata, lubang kutikula,
dan lentisel oleh proses fisiologi tanaman.
Faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu satu
penutupan stomata. Sebagian besar transpirasi terjadi melalui stomata karena
kutikula secara relatif tidak tembus air, dan hanya sedikit transpirasi yang terjadi
apabila stomata tertutup. Jika stomata terbuka lebih lebar, lebih banyak pula
kehilangan air tetapi peningkatan kehilangan air ini lebih sedikit untuk mesingmesing satuan penambahan lebar stomata. Faktor utama yang mempengaruhi
pembukaan dan penutupan stomata dalam kondisi lapangan ialah tingkat cahaya
dan kelembapan. Yang kedua jumlah dan ukuran stomata. Jumlah dan ukuran
stomata, dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan mempunyai pengaruh yang
lebih sedikit terhadap transpirasi total daripada pembukaan dan penutupan
stomata. Yang ketiga jumlah daun. Makin luas daerah permukaan daun, makin
besar evapotranspirasi. Yang keempat penggulungan atau pelipatan daun. Banyak
tanaman mempunyai mekanisme dalam daun yang menguntungkan pengurangan
transpirasi apabila persediaan air terbatas. Yang ke lima kedalaman dan proliferasi
akar. Ketersedian dan pengambilan kelembapan tanah oleh tanaman budidaya
sangat tergantung pada kedalaman dan proliferasi akar. Perakaran yang lebih
dalam meningkatkan ketersediaan air, dari proliferasi akar (akar per satuan
volume tanah) meningkatkan pengambilan air dari suatu satuan volume tanah
sebelum terjadi pelayuan permanen (Gardner et al. 1991 )
Transpirasi dalam tanaman atau terlepasnya air melalui kutikula hanya 510% dari jumlah air yang ditranspirasikan. Air sebagian besar menguap melalui
stomata, sekitar 80% air ditranspirasikan berjalan melewati stomata, sehingga
jumlah dan bentuk stomata sangat mempengaruhi laju transpirasi. Selain itu
transpirasi juga terjadi melalui luka dan jaringan epidermis pada daun, batang,
cabang, ranting, bunga, buah dan akar.
Tidak semua tumbuhan mengalami proses transpirasi. Sedangkan pada
tumbuhan yang mengalami proses ini, transpirasi terkadang terjadi secara
berlebihan sehingga mengakibatkan tumbuhan kehilangan banyak air dan lama
kelamaan layu sebelum akhirnya mati.

Transpirasi, hal yang penting adalah difusi uap air dari udara yang lembab
di dalam daun ke udara kering di luar daun. Kehilangan air dari daun umumnya
melibatkan kekuatan untuk menarik air ke dalam daun dari berkas pembuluh yaitu
pergerakan air dari sistem pembuluh dari akar ke pucuk, dan bahkan dari tanah ke
akar. Ada banyak langkah dimana perpindahan air dan banyak faktor yang
mempengaruhi pergerakannya.
Air diserap ke dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian
besar bergerak menurut gradien potensial air melalui xilem. Air dalam pembuluh
xilem mengalami tekanan besar karena molekul air polar menyatu dalam kolom
berlanjut akibat dari penguapan yang berlangsung di bagian atas. Sebagian besar
ion bergerak melalui simplas dari epidermis akar ke xilem, dan kemudian ke atas
melalui arus transportasi.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengukur laju transpirasi pada
dua jenis tanaman, membandingkan laju transpirasi pada dua jenis tanaman,
mengamati jumlah stomata bagian atas dan bagian bawah daun, serta menghitung
kecepatan stomata pada daun.

TINJAUAN PUSTAKA
Fisiologi tumbuhan merupakan salah satu cabang biologi yang
mempelajari tentang proses metabolisme khususnya transpirasi yang terjadi di
dalam tubuh tumbuhan yang menyebabkan tumbuhan tersebut dapat hidup.Laju
proses-proses metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan mikro di
sekitar tumbuhan tersebut (Lakitan 2010).
Transpiransi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk
uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata. Kemungkinan kehilangan air dari
jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat terjadi, tetapi porsi
kehilangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui
stomata. Oleh sebab itu, dalam perhitungan besarnya jumlah air yang hilang dari
jaringan tanamannya umumnya difokuskan pada air yang hilang melalui stomata
(Lakitan 2010).
Kebanyakan air yang hilang sebagai uap dari suatu daun menguap ke
permukaan dinding epidermis bagian dalam yang basah dan mesofil yang
berdekatan dengan rongga-rongga di bawah stomata, dan hilang ke udara melalui
pori stomata ( transpirasi stomata).Air juga hilang melalui transpirasi kutikula,
yang walaupun perimbangannya dapat diabaikan terhadap transpirasi total pada
tanaman yang cukup air dengan stomata terbuka, mungkin penting pada tumbuhan
yang mengalami cekaman dengan stomata tertutup, biarpun jumlah kehilangannya
sedikit (Goldsworthy dan Fisher 1992).
Kerapatan uap air udara tergantung pada kelembaban nisbi dan suhu udara
tersebut. Untuk perhitungan laju transpirasi, kelembaban nisbi di dalam rongga
substomatal dianggap 100%. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transpirasi
adalah (Campbell 2002). Faktor-faktor internal yang mempengaruhi mekanisme
buka-tutup stomata, kelembaban udara disekitar tanaman, suhu udara dan suhu
daun tanaman.

Angin dapat pula mempengaruhi laju transpirasi. Angin dapat memacu laju
transpirasi jika udara bergerak melewati permukaan daun tersebut lebih
kering(kelembababan nisbinya lebih rendah) dari udara di sekitar tumbuhan
tersebut (Lakitan 2010).
Daya hantar secara langsung dipengaruhi oleh besarnya bukaan stomata.
Semakin besar bukaan stomata maka daya hantarnya akan semakin tinggi. Pada
beberapa tulisan digunakan beberapa istilah resistensi stomata. Dalam hubungan
ini daya hantar stomata berbanding dengan resistensi stomata (Dwijoseputro
1983).
Ada dua tipe transpirasi yaitu (Loveless 1991) Transpirasi kutikula adalah
evaporasi air yang terjadi secara langsung melalui kutikula epidermis. Kutikula
daun secara relative tidak tembus air dan pada sebagian besar jenis tumbuhan
transpirasi kutikula hanya sebesar 10 persen atau kurang dari jumlah air yang
hilang melalui daun-daun. Oleh karena itu, sebagian besar air yang hilang terjadi
melalui stomata.
Tipe yang kedua adalah Transpirasi Stomata sel-sel mesofil daun, tidak
tersusun rapat, tetapi diantara sel-sel tersebut terdapat ruang-ruang udara yang
dikelilingi oleh dinding-dinding sel mesofil yang jenuh air. Air menguap dari
dinding-dinding basah ini ke ruang-ruang antar sel dan uap air kemudian berdifusi
melalui stomata dari ruang-ruang antar sel ke atmosfer di luar. Sehingga dalam
kondisi normal evaporasi membuat ruang-ruang itu menjadi jenuh uap air. Apabila
stomata terbuka, difusi uap air ke atmosfer pasti akan terjadi kecuali bila atmosfer
itu bersifat lembab.
Kelihatannya transpirasi tidak mempunyai keuntungan atau fungsi bagi
tumbuhan. Contohnya tumbuhan yang hidup di dalam air seperti ganggang yang
tidak melkukan transpirasi tetapi dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Di
dalam terrarium, kelembaban nisbi 100%. Dengan demikian, laju transpirasi akan
sangat rendah, tetapi berbagai jenis tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik dalam terrarium (Kaufman 1975).
Bentuk dan posisi stomata pada daun beragam tergantung spesies
tumbuhannya. Secara teknis, yang dimaksud dengna stomata ialah celah diantara
dua sel penjaga (guard cell), sedangkan apparatus stomata adalah kedua sel
penjaga tersebut. Berdampingan dengan sel penjaga terdapat sel-sel epidermis
yang juga telah termodifikasi yang disebut sel pendukung (subsidiary cell) (Fahn,
1992).
Proses transpirasi, air menguap dari dinding sel-sel parenkim palisade dan
parenkim spongy ke ruang interseluler. Kedua jenis sel-sel parenkim ini secara
kolek disebut sebagai sel mesofil. Rongga udara yang relatif luas yang berada di
bawah posisi stomata di dalam daun disebut rongga substomatal (Salisbury dan
Ross 1992).

METODOLOGI KERJA
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO 1, pada pukul 08.00
WIB sampai dengan selesai .
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tiga buah
gelas ukur 10 ml, kaca preparat, timbangan analitik, mikroskop, gunting, rak
tabung, penggaris, dua ranting tanaman yang berbeda yaitu tanaman coleus
(Coleus sp) dan tanaman pucuk merah (Syzygium oleana),minyak kelapa, kuteks
bening, selotip bening, dan kertas kuarto.
Metode Kerja
Percobaan 1 Laju Transpirasi
Menyiapkan alat dan
bahan

memotong ranting tanaman coleus dan


tanaman pucuk merah

Memasukkan segera potongan


ranting tumbuhan ke dalam
gelas ukur dan buat tinggi
permukaan air pada ketiga gelas
ukur sama
Meneteskan air dalam gelas ukur
dengan menggunakan minyak kelapa
sampai seluruh permukaan tertutup

Melakukan pengamatan
perubahan air yang terjadi pada
gelas ukur setiap 30 menit selama
satu jam dengan membaca skala
yang terdapat pada gelas ukur
Mencatat jumlah air yang
menguap setiap periode

Menyiapkan tiga buah gelas ukur 10


ml, untuk setiap perangkat (set) isilah
air sebanyak 6 ml

Mencatat waktu saat


memasukkan daun ke dalam
gelas ukur

Meletakkan perangkat gelas


ukur di dalam laboratorium
untuk perlakuan kontrol dan di
luar laboratorium atau di
lapangan terbuka dengan terik
Mengukur luas daun coleus dan
daun pucuk merah

Percobaan 2. Pengamatan Stomata


Mengambil dua buah daun untuk dijadikan bahan
pengamatan
Menjiplak daun di atas kertas kuarto kemudian dipotong dan
ditimbang
Mengoleskan kuteks bening pada sisi atas dan bawah daun dan biarkan
beberapa menit hingga kering

Menempelkan selotip benih di atas daun yang telah diberi kuteks kemudian
dicabut dan tempatkan selotip di atas preparat
Mengamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10 x
40 dan hitung luas bidang pandang 10 x 40

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1 Gambar stomata dan jumlah stomata pada tanaman Bougainvillea glabra
dan Coleus sp
No
1

Nama Tanaman

Gambar Stomata

Jumlah Stomata

Bougainvillea glabra
66

Coleus sp
180

Tabel 2 Luas Daun pada tanaman Coleus sp dan Syzygium oleana.


Kelompok
Coleus sp
Syzygium oleana
Kontrol
2
2
1
18.80 cm
2.21 cm
2.21 cm2
2
2
2
14.41 cm
2.32 cm
2.44 cm2
2
2
3
8.43 cm
2.44 cm
4.66 cm2
4
6.98 cm2
2.77 cm2
2.66 cm2
2
2
5
6.76 cm
3.33 cm
3.43 cm2
6
16.72 cm2
3.41 cm2
3.41 cm2
2
2
Rataan
11.92 cm
2.74 cm
3.13 cm2

Tabel 3 Perbedaan Volume Air pada Gelas Ukur pada tanaman Coleus sp dan
Syzygium oleana
Perlakuan

Kelompok

Kontrol

1
2
3
4
5
6
Rataan
1
2
3
4
5
6

Coleus sp

Rataan
1
2
3
4
5
6

Syzygium
oleana
Rataan

Laju Transpirasi (ml)


0 Menit
30 Menit
60 Menit
6.0
5.8
5.7
6.0
6.0
5.8
6.2
5.6
5.4
6.0
5.4
5.2
6.0
5.8
5.6
6.0
5.9
5.2
6.03
5.75
5.49
6.0
5.8
5.5
6.0
5.2
4.6
6.6
6.4
6.2
6.0
6.0
5.9
6.0
5.6
5.4
6.0
5.5
5.4
6.1
5.75
5.5
6.0
5.4
5.2
6.0
5.8
5.5
6.2
5.8
5.6
6.0
5.3
5.1
6.0
5.2
5.9
6.0
5.2
4.9
6.03
5.45
5.36

Pembahasan
Transpirasi adalah proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan
melalui stomata. Proses transpirasi pada dasarnya sama dengan proses fisika yang
terlibat dalam penguapan air dari permukaan bebas. Dinding mesofil basah yang
dibatasi dengan ruang antar sel daun merupakan permukaan penguapan.
Konsentrasi uap air dalam ruang antar sel biasanya lebih besar daripada udara
luar. Ketika stomata terbuka, molekul air yang akan keluar dari daun melalui
stomata lebih banyak dibandingkan dengan jumlah air yang masuk per satuan
waktu, sehingga tanaman tersebut akan kehilangan air.
Tanaman Coleus sp kelompok 2 yang disimpan diluar ruangan dan
didiamkan selama 30 menit pertama,volumenya berkurang dari 6.0 ml menjadi
5.2 ml. Kemudian, 30 menit selanjutnya volumenya menjadi 4.6 ml. Sehingga,
selisih pengurangan air pada tanaman Coleus sp kelompok 2 yang disimpan di
luar ruangan selama 1 jam adalah sebesar 1.4 ml. Berkurangnya volume pada
tanaman Coleus sp mengindikasikan adanya kehilangan air melalui peristiwa
transpirasipada tanaman Coleus sp yang memiliki luas daun sebesar 2.32 cm2.
Laju transpirasi menjadi lebih cepat karena adanya sinar matahari.

Tanaman Syzygium oleana kelompok 2 yang disimpan diluar ruangan dan


didiamkan selama 30 menit pertama volumenya berkurang dari 6.0 ml menjadi
5.8 ml. Kemudian, 30 menit selanjutnya volumenya menjadi 5.5 ml. Sehingga,
selisih pengurangan air pada tanaman Syzygium oleana kelompok 2 yang
disimpan di luar ruangan selama 1 jam adalah sebesar 0.5 ml. Berkurangnya
volume pada tanaman Syzygium oleanamengindikasikan adanya kehilangan air
melalui peristiwa transpirasipada tanaman Syzygium oleana yang memiliki luas
daun sebesar 14.41 cm2. Laju transpirasi menjadi lebih cepat karena adanya sinar
matahari.
Perlakuan kontrol yang disimpan di dalam ruangan dan didiamkan selama
30 menit pertama volumenya tidak berkurang yaitu tetap sebesar 6 ml. Kemudian,
30 menit selanjutnya volumenya berkurang menjadi 5.8 ml. Sehingga, selisih
pengurangan air pada perlakuan kontrol kelompok 2 yang disimpan di dalam
ruangan selama 1 jam hanya sebesar 0.2 ml. Perlakuan kontrol ini
mengindikasikan bahwa didalam ruangan pun proses transpirasi masih tetap
terjadi walaupun dalam jumlah yang sangat kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada
tanaman Coleus sp dan Syzygium oleana mengalami penurunan pada setiap
periode pengamatan. Rataan selisih pengurangan air pada tanaman Coleus sp
yang disimpan di luar ruangan selama 1 jam adalah sebesar 0.6 ml. Rataan selisih
pengurangan air pada tanaman Syzygium oleana yang disimpan di luar ruangan
selama 1 jam adalah sebesar 0.67 ml. Rataan selisih pengurangan air pada
perlakuan kontrolyang disimpan di dalam ruangan selama 1 jam adalah sebesar
0.54 ml. Sehingga, penguapan paling banyak terjadi pada perlakuan di bawah
sinar matahari. Transpirasi akan terjadi pada suhu yang lebih tinggi karena pada
kondisi panas, tanaman akan semakin cepat menguluarkan uap air dan dengan
bantuan dari sinar matahari stomata pada tanaman akan membuka. Angin
membawa udara dekat ke daun akan membuka pembatas tipis. Pembatas yang
tipis akan mengakibatkan laju transpirasi lebih cepat terjadi. Ini menunjukkan
bahwa sinar matahari dan angin sangat berpengaruh terhadap proses transpirasi.
Tanaman Coleus sp dan Syzygium oleana rataan selisih pengurangan
airnya tidak terlalu jauh. Tanaman Syzygium oleana memiliki selisih sebesar 0.67
ml dengan rataan luas daun sebesar 2.74 cm2, sedangkan tanaman Coleus sp
memiliki selisih sebesar 0.6 ml dengan rataan luas daun sebesar 11.92 cm 2.
Seharusnya, dengan luas daun yang lebih lebar tanaman Coleus sp dapat
mengalami penurunan jumlah air yang lebih besar karena dengan luas daun yang
lebih lebar, laju transpirasi yang terjadi akan lebih besar atau lebih banyak. Jadi,
semakin lebar luas daunnya maka semakin banyak stomata yang terdapat pada
daun sehingga laju transpirasi akan lebih cepat terjadi. Stomata yang terbuka
mengakibatkan terjadinya pertukaran gas antara daun dan atmosfer. Selain itu,
transpirasi dapat terjadi pada saat tanaman membuka stomatanya untuk
mengambil karbondioksida (CO2) di udara untuk berfotosintesis.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Cepat lambatnya proses transpirasi ditentukan oleh faktor dalam seperti
jumlah daun, luas daun, dan jumlah stomata dan faktor luar seperti suhu,
cahaya, kelembaban udara, dan angin.
2. Transpirasi paling besar terjadi pada perlakuan di bawah sinar matahari
dibandingkan dengan perlakuan kontrol di dalam ruangan.
Saran
1. Praktikan lebih teliti pada saat melakukan pengukuran agar didapatkan
hasil yang akurat.

10

DAFTAR PUSTAKA
Campbell NA. 2002. Biologi Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Dwijoseputro D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta
Fahn A. 1992. Anatomi Tumbuhan Edisi ke-3. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Gardner FP. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanamanan Budiday. Universitas Indonesia
Press.
Goldsworthy P. 1992. Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik.Penerjemah Tohari.
Gadjah Mada University Press.
Kaufman PB. dkk. 1975. Laboratory Experiment in Plant Phsiology. Macmillan
Publishing Co. Inc. New York.
Lakitan B. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers. Jakarta.
Loveless AR. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 1.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lubis K. Tanggap Tanaman Terhadap Kekurangan Air. 29 November 2015.
Salisbury FB dan Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. ITB. Bandung.

11

LAMPIRAN

Syzygium oleana saat diberi perlakuan

Coleus sp Saat diberi perlakuan

12

13

OSMOSIS
PENDAHULUAN
Osmosis adalah kasus khusus dari transport pasif, dimana molekul air
berdifusi melewati membran yang bersifat selektif permeable. Dalam sistem
osmosis, dikenal larutan hipertonik (larutan yang mempunyai konsentrasi yang
tinggi), larutan hipotonik (larutan dengan konsentrasi terlarut rendah) dan larutan
isotonik (dua larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut sama). Jika terdapat
dua larutan yang tidak sama konsentrasinya, maka molekul air melewati membran
sampai kedua larutan seimbang. Dalam proses osmosis, pada larutan hipertonik
sebagian besar molekul air terikat oleh molekul terlarut, sehingga lebih banyak air
yang melewati membran. Oleh karena itu, dalam osmosis aliran netto molekul air
adalah dari larutan hipotonik ke hipertonik.
Proses osmosis juga terjadi pada sel hidup di alam. Perubahan bentuk sel
terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda. Sel yang terletak pada larutan
isotonik, maka volumenya akan konstan. Dalam hal ini,sel akan mendapat dan
kehilangan air yang sama. Banyak hewan-hewan laut, seperti bintang laut dan
kepiting cairan selnya bersifat hipotonik, maka sel tersebut akan mendapatkan
banyak air, sehingga bisa menyebabkan lisis (pada sel hewan), atau turgiditas
tinggi (pada sel tumbuhan). Sebaliknya, jika sel berada pada larutan hipertonik,
maka sel banyak kehilangan molekul air, sehingga sel menjadi kecil dan dapat
menyebabkan kematian. Pada hewan, untuk bisa bertahan dalam lingkungan yang
hipotonik atau hipertonik, maka diperlukan pengaturan keseimbangan air yaitu
dalam proses osmoregulasi.
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari peristiwa osmosis yang
terjadi pada sel tumbuhanpengaruhnya terhadap perubahan volume tumbuhan.

TINJAUAN PUSTAKA
Sel secara umum adalah unit dasar fungsional dan biologis dari semua
organisme hidup. Pengertian sel dapat juga berarti unit terkecil dari kehidupan
yang mampu memperbanyak diri secara independen dan seringkali sel disebut
sebagai building blocks of life.
Osmosis merupakan difusi air melintasi membran semipermeabel dari
daerah dimana air lebih banyak ke daerah dengan air yang lebih sedikit . Osmosis
sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air, yang
menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Sejumlah
besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas daripada volume yang
sedikit, di bawah kondisi yang sama. Energi bebas zuatu zat per unit jumlah,
terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-1) disebut potensial kimia.
Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat
terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari daerah yang
berpotensi kimia lebih tinggi menuju daerah yang berpotensial kimia lebih kecil
(Ismail 2006).

14

Osmosis adalah difusi melalui membran semipermeabel. Masuknya


larutan ke dalam sel-sel endodermis merupakan contoh proses osmosis. Dalam
tubuh organisme multiseluler, air bergera dari satu sel ke sel lainnya dengan
leluasa. Selain air, molekul-molekul yang berukuran kecil seperti O2 dan CO2
juga mudah melewati membran sel. Molekul-molekul tersebut akan berdifusi dari
daerah dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Proses Osmosis akan
berhenti jika konsentrasi zat di kedua sisi membran tersebut telah mencapai
keseimbangan.
Struktur dinding sel dan membran sel berbeda. Membran memungkinkan
molekul air melintas lebih cepat daripada unsur terlarut; dinding sel primer
biasanya sangat permeable terhadap keduanya. Memang membran sel tumbuhan
memungkinkan berlangsungnya osmosis, tapi dinding sel yang tegar itulah yang
menimbulkan tekanan. Sel hewan tidak mempunyai dinding, sehingga bila
timbultekanan didalamnya, sel tersebut sering pecah, seperti yang terjadi saat sel
darah merah dimasukkan dalam air. Sel yang turgid banyak berperan dalam
menegakkan tumbuhan yang tidak berkayu (Salisbury 1995).
Prinsip osmosis adalah transfer molekul solvent dari lokasi hypotonic
(potensi rendah) solution menuju hypertonic solution, melewati membran. Jika
lokasi hypertonic solution kita beri tekanan tertentu, osmosis dapat berhenti, atau
malah berbalik arah (reversed osmosis). Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk
menghentikan osmosis disebut sebagai osmotic press. Jika dijelaskan sebagai
konsep termodinamika, osmosis dapat dianalogikan sebagai proses perubahan
entrropi. Komponen solvent murni memiliki entropi rendah, sedangkan komponen
berkandunagn solut tinggi memiliki entropi yg tinggi juga. Mengikuti Hukum
Termo II setiap perubahan yang terjadi selalu menuju kondisi entropi maksimum,
maka solvent akan mengalir menuju tempat yg mengandung solut lebih banyak,
sehingga total entropi akhir yang diperoleh akan maksimum.Solvent akan
kehilangan entropi, dan solut akan menyerap entropi. "Orang miskin akan
semakin miskin, sedang yang kaya akan semakin kaya". Saat kesetimbangan
tercapai, entropi akan maksimum, atau gradien (perubahan entropi terhadap
waktu) = 0. Ingat pada titik ekstrim, dS/dt = 0 (Wibosono 2009).

15

METODOLOGI PRAKTIKUM
Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO , pada pukul 08.00
sampai dengan selesai.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum osmosis yaitu, pisau, penggaris, tisu,
gelas ukur 10 ml dengan skala 0.1 ml, kaca preparat, gelas penutup, petridish,
pinset mikroskop cahaya, gelas piala, dan jam. Bahan yang digunakan dalam
praktikum osmosis yaitu, kentang, bawang merah, larutan isotonik (H 2O) dan
larutan hipotonik (sukrosa 3%).
Metode Kerja
a.

Perubahan volume umbi kentang

Menyiapkan alat dan


bahan yang akan
digunakan
Mengisi gelas berukur
10 ml dengan aquades 5
ml
Memasukkan potongan
kentang
Memotongan yang
telah diketahui volume
awalnya, direndam
dalam larutan gula 5
%.

Menginkubasikan pada suhu


kamar selama 1 - 1.5 jam dan
setiap 15 menit digoyangkan
dengan tangan

Menyiapkan umbi kentang dan potong


dadu dengan ukuran 0.5 cm x 0.5 cm x 0.5
cm Potongan dibuat sebanyak lima
potongan dadu sebagai ulangan
Meletakkan pada tempat tertutup sebelum
dilakukan perlakuan selanjutnya
Mencatat selisih volume air sebelum dan
sesudah di beri kentang sebagai volume
awal kentang

Menghitungan volume kentang segera


hilangkan air dari permukaan potongan
kentang dengan tisu

Menghilangkan larutan gula dari


permukaan kentang dengan tisu. Ukur
volume akhir setiap potongan
kentang, caranya seperti penentuan
awal potongan kentang. Ukur panjang
dan lebar kentang dengan
menggunakan penggaris

16

b.

Pengamatan Perubahan Bentuk Sel


Menyiapkan alat dan
bahan yang akan
digunakan
Mengfoto dan amati
kenampakan di bawah
mikroskop

Mengupas kulit ari bawang dan


letakkan pada kaca objek merah

Menambahkan setetes air di atas kaca


objek, air dianggap sebagai larutan
isotonik

Membuat preparat baru kulit ari bawang


merah dengan larutan hipertonik sukrosa
3%

Mengamati
kenampakan di
bawah mikroskop

Menfoto dan bandingkan keadaan sel bawang merah pada larutan gula
dengan sel bawang merah pada air

17

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Table 1 Data Kelas Volume Kentang dengan larutan H2O
Volume Kentang (ml)
Nomor Sampel
Awal
Akhir
1
5
6.06
2
5
5.76
3
5.08
6.04
4
5
5.98
5
5
6.1
6
5
6
Rata-rata
5
6

Volume (ml)
1.06
0.76
0.96
0.98
1.1
1
1

Table 2 Data Kelas Volume kentang setelah direndam sukrosa 5%


Nomor Sampel
Volume Kentang (cm3)
Volume (cm3)
Awal
Akhir
1
1.0764
1.238
0.1562
2
0.66
0.791
0.13
3
0.859
0.8194
4
0.72
0.914
0.188
5
0.441
0.62
0.18
6
0.8134
0.814
0.124
Rata-rata
0.761
0.866
0.129

18

Tabel 3 Gambar jaringan kulit bawang merah perlakuan gula 5% dan perlakuan
air steril
Kelompok
Jaringan kulit bawang merah
Jaringan kulit bawang merah
perlakuan gula 5%
dengan perlakuan air steril

19

Pembahasan
Potongan kentang yang dimasukkan kedalam gelas ukur 10 ml berisikan
air aquades 5 ml menunjukkan penambahan volume rata-rata dalam gelas ukur
sebesar 1 ml. Untuk sample 2, volume rata-rata tiap ulanganya lebih redah dari
rata-rata kelas yaitu 0.76 ml.
Potongan kentang yang direndam dalam larutan sukrosa 5% selama 1
sampai 1.5 jam menunjukkan bahwa kentang yang direndam memiliki
penambahan volume rata-rata 0.129 cm3. Tetapi ada keanehan muncul dalam ratarata ulangan sample 3, yaitu hasil volume akhir kentang sample 3 yang lebih kecil
dibandingkan dengan volume awalnya. Hasil ulaga dari sample 3 ini tidak sesuai
degan hasil sample lain dan tinjauan pustaka. Tinjaua pustaka yang kami temukan
menyatakan bahwa larutan hipotonik (sukrosa5%) yang memiliki tekanan osmotik
lebih rendah.
Larutan yang memiliki tekanan lebih rendah semestiya menyebabkan
volume kentang mejadi bertambah akibat adanya air yang masuk ke dalam ketang.
Kulit ari bawang merah yang diberi perlakuan dengan sukrosa 5% dan air steril
menunjukkan hasil dibawah mikroskop yang berbeda. Kulit ari yag ditetesi
dengan air steril tidak menunjukkan adanya perubahan yag cukup signifikan.
Dapat kita lihat melalui foto dari keenam ulagan yang meunjukka bahwa
kerapatan antar lapisa sel masih rapat.
Sel kulit ari yang diberi tetesan sukrosa 5% setelah diamati menunjukkan
bahwa, sel-sel kulit ari mengalami pembesaran dari ukuran sel kulit ari bawag
merah pada umumnya. Hasil ini disebabkan oleh sifat latruta sukrosa 5% yang
hipotonik sehigga membuat air dari larita masuk kedalam membran sel kulit ari
bawang merah dan memperbesar penampakannya saat di amati di atas mikroskop.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Buah kentang yang diberi perlakuan dengan sukrosa 5% mengalami
penambahan volume.
2. Kulit ari bawang merah yang diberi sukrosa 5% memiliki bentuk sel yang
lebih besar dari ukuran awalnya. Dikarenakan konsetrasi kentang dan
bawang merah yang lebih tinggi sehingga larutan gula bergerak ke larutan
yang lebih rendah yaitu kentang dan bawang merah itu sendiri.
Saran
1. Praktikan lebih teliti pada saat melakukan pengukuran agar didapatkan
hasil yang akurat.

20

DAFTAR PUSTAKA
Widodo WD. 2015. Penuntun Praktikum Pegatar Fisiologi Tanaman. Bogor.IPB.
Dwidjoseputro D. 1990. Pengantar Fisiologi Tanaman. PT. Gramedia Pustaka
Feryant I. 2011. Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Fakultas
Gardner FP. Mitchell. 1992. Fisiologi. Grafindo Persada.
Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta. Erlangga.ITB.
Kaufman PB.1975. Laboratory Experiment in Plant Phsiology.
Kaufman P. 1975. Laboratory Experiment in Plant Phsiology.
Lakitan B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.
Lakitan Be. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Raja Macmillan
Publishing C. Inc. New York.
Mulyana AE dan Rukmana. 1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pratiwi. 2006. Biologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta. Erlangga.
Salisbury FB dan Clean W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung.
Sihombing B. 2010. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Jakarta .
Sri LE. 2009. Biologi 2 untuk Kelas XI. Jakarta. Pusat Perbukuan Tanaman
Budidaya. Jakarta. UI Press.

21

TRASNPORT XYLEM
PENDAHULUAN
Transportasi tanaman adalah pemindahan hasil asimilasi dari daerah
sumber ke daerah pemanfaatan terjadinya melalui pembuluh tapis. Untuk
mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan serta
mengangkut air dan garam mineral dari akar ke daun, tumbuhan menggunakan
jaringan pengangkut. Jaringan pengangkut tersebut terdiri dari Xilem (pembuluh
kayu) dan Floem (pembuluh tapis). Xilem disusun oleh trakeid, trakea,
pembuluh parenkim kayu, dan sklerenkim kayu atau serabut kayu. Xilem
berfungsi untuk mengangkut air dan garam mineral dan dari dalam tanah menuju
ke daun. Lalu floem disusun oleh sel ayakan atau tapis, pembuluh tapis, sel
pengiring, sel parenkim kulit kayu, dan serabut kulit kayu atau sel sklerenkim.
Floem berfungsi untuk mengangkut zat-zat hasil fotosintesis ke seluruh bagian
tubuh. Xilem dan floem bersatu membentuk suatu ikatan pembuluh angkut
(Kusnadi 2012).
Kecepatan perjalanan zat-zat terlarut melalui pembuluh kayu atau xilem
dipengaruhi oleh kegiatan transpirasi, dan perjalanan transportasi dan fotosintesis.
Pada waktu siang, kecepatan transpirasi lebih besar dari pada waktu malam.
Sebaliknya pengiriman karbohidrat dari daun ke buah yang sedang berkembang
berlangsung lebih cepat pada malam hari dari pada di siang hari (Fitther dan Hay
1991). Jaringan pengangkut atau vaskular tissueumumnya hanya terdapat pada
tumbuhan tingkat tinggi, sedangkan pada tumbuhan tingkat rendah pengangkutan
air dan zat-zat makanan cukup dilangsungkan dari sel-sel lain, hanya pada
tumbuhan tingkat tinggi terutama yang hidup dan berkembang di daratan yang
organ serta alat-alat yang dipunyai adalah lebih besar dan kompleks dibandingkan
tumbuhan tingkat rendah (Tjitrosomo 1990).
Peran penting dari pembuluh angkut pada tanaman, air juga sangat
berperan penting dalam proses tranportasi mineral dan dalam keberlangsungan
semua sistem kehidupan secara umum. Air bagi tanaman mutlak diperlukan, tanpa
air tidak akan ada pertumbuhan tanaman. Status air dalam tubuh atau jaringan
tanaman ditentukan oleh laju penyerapan air dan proses kehilangan air melalui
proses transpirasi. Penyerapan air yang tidak cukup oleh akar tumbuhan akan
menimbulakan defisit air dalam tumbuhan, termasuk sel-sel daun yang akan
mengakibatkan penurunan evaporasi air dari daun sehingga laju transpirasi
menjadi rendah. Air pada sistem tanaman akan bergerak dari sumber air di dalam
tanah, ke perakaran dan melewati jaringan xylem yang tersusun secara kontinyu
mulai dari akar, batang dan daun.
Air dapat diserap tanaman melalui akar bersama-sama dengan unsur-unsur
hara yang terlarut didalamnya, kemudian diangkut kebagian atas tanaman,
terutama daun, melului pembuluh xylem. Pembuluh xylem pada akar, batang dan
daun merupakan suatu system yang kontinyu, berhubungan satu sama lain
(Lakitan 2004).

22

Air adalah komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan


assimilasi hasil proses ini ke bagian-bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui
gerakan air dalam tanaman. Dengan peranan tersebut di atas, jumlah pemakaian
air oleh tanaman akan berkorelasi posistif dengan produksi biomase tanaman,
hanya sebagian kecil dari air yang diserap akan menguap melalui stomata atau
melalui transpirasi (Dwidjoseputro 1984). Praktikum ini bertujuan mengetahui
transport xylem dalam bunga potong krisan (Chrysanthemum sp.) dan sedap
malam (Polianthes tuberosa) untuk memperpanjang masa hidup atau
kesegarannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Rukmana (1997), tanaman krisan (Chrysanthemum sp.) tumbuh
menyemak setinggi 30-200 cm, sistem perakarannya serabut yang keluar dari
batang utama. Akar menyebar kesegala arah pada radius dan kedalaman 50-70 cm
atau lebih. Batang tanaman krisan (Chrysanthemum sp.) tumbuh agak tegak
dengan percabangan yang agak jarang, berstruktur lunak, dan berwarna hijau
tetapi bila dibiarkan tumbuh terus, batang berubah menjadi keras (berkayu) dan
berwarna hijau kecoklatan, serta berdiameter batang sekitar 0.5 cm. Bunga krisan
(Chrysanthemum sp.) tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam
tangkai berukuran pendek sampai panjang, serta termasuk bunga lengkap. Bunga
krisan (Chrysanthemum sp.) merupakan bunga majemuk yag terdiri atas bunga
pita dan bunga tabung. Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil), sedangkan
bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya
fertil (Kofranek 1980).
Menurut Kofranek dalam Isabella (2003) menyebutkan bahwa krisan
(Chrysanthemum sp.) sebagai bunga potong, dibudidayakan dengan dua cara
sesuai dengan permintaan pasar yaitu tipe standar dan tipe spray. Tipe standar
(Disbudded inflorescens) hanya memiliki satu tunas bunga yaitu tunas terminal
yang dipelihara pada satu batang.
Tunas bunga lateral dibuang sehingga dihasilkan satu bunga dengan
ukuran besar. Tipe spray (Spray inflorescens) merupakan tipe dengan seluruh
tunas bunga lateral dibiarkan berkembang, tetapi bunga yang pertama berkembang
dibuang agar lebih banyak tunas lateral yang tumbuh dan berukuran kecil. Bunga
krisan (Chrysanthemum sp.) terdiri dari dari beberapa varietas di antaranya White
Fiji, Yellow Fiji, Holday, Alouis, Astro, Snowdon White, Cassandra, dan
Pingpong. Bunga krisan (Chrysanthemum sp.) spray terdiri dari varietas
Puma,Yellow Puma, White Regent, Town talk, Heidi Yellow, Heidi White,
Zroland, Pompon, Soraya, Wendi, Caymano, dan Casablanca. Menurut Rukmana
dan Mulyana (1997), Krisan (Chrysanthemum sp.) di dalam system taksonomi
tumbuhan menurut beberapa ahli botani dapat dikelompokkan ke dalam
klasifikasi sebagai berikut:
Krisan merupakan bagian dari kingdom Plantae dengan divisio
Spermatopyta dan merupakan tanaman Angiospermae. Bunga ini memiliki biji
dikotil dan bersasal dari Ordo Aterales, Famili Asteraceae, Genus
Chrysanthemum dan spesies Chrysanthemum sp.

23

Sedap malam merupakan bagian dari kingdom Plantae dengan divisio


Magnoliophyta dan merupakan tanaman dari kelas Liliopsida. Bunga ini bersasal
dari Ordo Asparagales, Famili Agavaceae, Genus Polianthes dan spesies
Polianthes tuberosa.
Bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) berasal dari Meksiko.
Masyarakat Jepang menggunakan bunga Sedap malam (Polianthes tuberosa)
sebagai lambang cinta. Di Thailand, bunga yang harum di malam hari ini adalah
kesayangan para perangkai bunga karena sifatnya yang harum dan tidak mudah
layu. Masyarakat Eropa memakai bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) ini
dalam upacara keagamaan.
Bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) tumbuh merumpun dengan
tinggi sekitar 0.5 1.5 meter. Serumpun batangnya tumbuh dari satu atau
beberapa umbi induk dan beberapa umbi anak. Umbi ini merupakan batang semu
sekaligus sebagai penyimpan makanan. Umbi bunga sedap malam (Polianthes
tuberosa) juga digunakan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif.
Daun bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) berbentuk panjang pipih
berwarna hijau mengkilat di bagian permukaan atas dan hijau muda pada bagian
permukaan bawah daun. Pada pangkal daun terdapat bintik-bintik berwarna
kemerah-merahan. Daun dapat berukuran hingga sepanjang 60 cm.
Tangkai bunga muncul di ujung tanaman berbentuk memanjang dan
beruas-ruas. Di setiap ruas muncul daun bunga yang berbentuk pipih memanjang
dengan ukuran lebih kecil dari daun biasa. Pada tangkai bunga melekat 5-12
kuntum bunga (terkadang lebih) dengan mahkota bunga berwarna putih.
Mekarnya bunga Sedap malam (Polianthes tuberosa) tidak serempak melainkan
berurutan. Kuntum bunga bagian bawah akan mekar terlebih dahulu lalu
menyusul kuntum-kumtum bunga di atasnya secara berurutan.
Bunga Sedap malam (Polianthes tuberosa) dikenal memiliki kesegaran
yang mampu bertahan lama. Meskipun telah dipotong bunga yang menjadi flora
Identitas provinsi Jawa Timur ini kesegarannya dapat bertahan selama 5-10 hari.
Jaringan pengangkut (vascular tissue) adalah salah satu dari tiga
kelompok jaringan permanen yang dimiliki tumbuhan hijau berpembuluh
(Tracheophyta). Jaringan ini disebut juga pembuluh dan berfungsi utama sebagai
saluran utama transportasi zat-zat hara yang diperlukan dalam proses vital
tumbuhan.
Terdapat dua kelompok jaringan pengangkut, berdasarkan arah aliran
hara. Pembuluh kayu (xilem) mengangkut cairan menuju daun. Sumbernya dapat
berasal dari akar (yang utama) maupun dari bagian lain tumbuhan. Pembuluh
tapis (floem) mengangkut hasil fotosintesis (terutama gula sukrosa) dan zat-zat
lain dari daun menuju bagian-bagian tubuh tumbuhan yang lain. Baik pembuluh
kayu maupun pembuluh tapis memiliki beberapa tipe sel yang agak berbeda.
Akar dan batang, pembuluh kayu dan tapis biasanya tersusun konsentris
pembuluh kayu berada di bagian dalam sedangkan pembuluh tapis di bagian
luarnya. Terdapat beberapa perkecualian pada susunan ini. Sebagian
anggota Asteraceae memiliki posisi yang terbalik. Di antara keduanya terdapat
lapisan kambium pembuluh/vaskular. Kambium inilah yang merupakan
jaringan meristematik yang membentuk kedua jaringan pengangkut tadi.

24

Daun, kedua pembuluh ini akan terletak berdampingan dan jaringannya


tersusun pada tulang daun maupun susunan jala yang tampak pada daun. Kedua
jaringan ini akan disatukan dalam berkas-berkas (bundles) yang direkatkan
oleh pektin dan selulosa. Pada daun jagung dan tumbuhan C4 tertentu lainnya,
berkas-berkas ini terlindungi oleh sel-sel khusus dikenal sebagai selsel seludang berkas (bundle sheath) yang secara fisiologi berperan dalam jalur
fotosintesis yang khas. Pembuluh tapis biasanya terletak di sisi bawah (abaksial)
atau punggung daun, sedangkan pembuluh kayu berada pada sisi yang lainnya
(adaksial). Ini menjadi penyebab kutu daun lebih suka bertengger pada sisi
punggung daun karena mereka lebih mudah mencapai pembuluh tapis untuk
menghisap gula.

25

METODOLOGI KERJA
Waktu dan Tempat pelaksanaan
Praktikum ini dilakukan pada Selasa, 22 September 2015 di Lab CA BIO 1
Kampus Cilibende Diploma IPB pada pukul 07.00 sampai dengan selesai.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas pelastik dengan
tutupnya, gelas ukur, timbangan digital.Sedangkan bahan yang digunakan ialah
Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.), Bunga Sedap malam (Polianthes tuberosa),
Air, Gula.
Metode kerja

26

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1 Data Hasil Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) hari ke-1
Mekar
Tingkat
Perlakuan
kelayuan (%)
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
Kontrol
16
28
27
10
10
0
sukrosa 2% 90
20
16
23
11
0
1
sukrosa 5%
0
14
23
26
18
1
Kontrol
23
7
11
6
0
0
sukrosa 2% 12
56
70
8
0
0
2
sukrosa 5% 93
86
55
45
0
0
Kontrol
25
3
4
3
3
11
sukrosa 2% 35
2
0
0
0
9
3
sukrosa 5% 37
6
1
0
3
5
Kontrol
84
37
39
37
36
4.7
sukrosa 2% 86
41
33
34
40
2.9
4
sukrosa 5% 79
31
28
37
46
5.8
Kontrol
0
45
45
45
0
0
5
sukrosa 2%
0
40
0
0
0
0
sukrosa 5%
0
54
0
0
0
0
Kontrol
99
36
22
20
9
sukrosa 2% 70
30
20
19
13
6
sukrosa 5% 82
32
32
28
12
-

27

Tabel 2 Data Hasil Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) hari ke-2


Mekar
Perlakuan
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%

kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%

71
0
62
19
17
10
28
27
35
85
85
81
25
34
36
98
89
80

37
15
46
9
48
49
0
1
3
42
39
43
3
1
0
36
35
40

38
21
48
14
44
51
2
1
4
36
46
34
2
2
8
34
40
37

28
21
35
10
8
37
4
0
2
31
41
40
2
0
0
35
22
30

43
9
46
10
29
38
1
0
0
34
39
36
0
0
2
20
30
25

Tabel 3 Data Hasil Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) hari ke-3


Mekar
Perlakuan
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
kontrol
15
53
47
35
30
sukrosa 2%
27
0
9
10
30
1
sukrosa 5%
95
60
74
60
45
kontrol
18
36
44
30
34
2
sukrosa 2%
93
32
42
31
38
sukrosa 5%
90
54
40
40
45
kontrol
24
0
1
4
0
sukrosa 2%
27
1
0
1
0
3
sukrosa 5%
33
2
3
0
2
kontrol
83
44
37
35
33
sukrosa 2%
87
40
43
39
44
4
sukrosa 5%
78
37
36
42
38
kontrol
25
3
2
2
0
sukrosa 2%
34
1
2
0
0
5
sukrosa 5%
36
6
8
0
2
kontrol
18
36
44
30
34
6
sukrosa 2%
93
32
42
31
38
sukrosa 5%
90
54
40
40
45

Tingkat
kelayuan (%)
2
4
7
0.3
2.9
1.8
15
13
11
4.3
4.7
5.9
7
3
6
-

Tingkat
kelayuan (%)
10
15
8
1.5
4.6
2.6
13
34
18
4.3
7.1
6.9
0
0
0
-

28

Tabel 4 Data hasil bunga krisan (Chrysanthemum sp.) hari ke-4


Mekar
Perlakuan
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
Kontrol
69
36
35
27
32
sukrosa 2%
0
6
3
5
0
1
sukrosa 5%
45
46
45
32
48
Kontrol
97
54
26
44
31
sukrosa 2%
78
52
45
32
27
2
sukrosa 5%
86
56
42
38
39
Kontrol
22
0
2
2
0
sukrosa 2%
23
0
0
1
0
3
sukrosa 5%
5
0
1
0
0
Kontrol
88
33
34
38
20
sukrosa 2%
83
37
38
40
13
4
sukrosa 5%
85
35
34
47
36
Kontrol
25
5
2
3
0
sukrosa 2%
37
3
2
2
2
5
sukrosa 5%
36
0
7
1
1
6
Kontrol
97
54
20
44
31
sukrosa 2%
78
52
45
32
27
sukrosa 5%
86
56
43
38
39
Tabel 5 Data Hasil Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) hari ke-5
Mekar
Perlakuan
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
Kontrol
69
36
35
27
32
sukrosa 2%
0
6
3
5
0
1
sukrosa 5%
45
46
45
32
48
Kontrol
82
63
36
41
30
sukrosa 2%
60
68
46
33
31
2
sukrosa 5%
38
78
59
49
45
3

Tingkat
kelayuan (%)
2.1
16.4
10.5
1.91
5
2.9
10
11
9
4.2
10.4
7.2
0
21
35
-

Tingkat
kelayuan (%)
5.8
18.2
11.7
2.3
6.71
6.6

Kontrol

10

13

sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%

21
2
91
88
89
0
0
7
86
60
38

0
0
38
34
35
0
0
2
63
68
78

0
3
30
32
39
0
1
2
36
46
59

1
0
35
36
38
3
0
1
41
33
49

0
0
33
35
30
0
2
1
30
31
43

14
12
3.5
10.2
11.2
0
0
0
-

29

Tabel 6 Data Hasil Bunga Sedap Malam (Polianthes tuberosa) hari ke-1
Hari 1
Mekar
Tingkat
Perlakuan
kelayuan (%)
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
kontrol
30
2
8
0
0
0
1
sukrosa 2%
29
3
7
0
0
0
sukrosa 5%
30
5
0
0
0
0
kontrol
39
0
0
0
0
0
2
sukrosa 2%
44
5
0
0
0
0
sukrosa 5%
44
1
0
0
0
0
3
kontrol
25
3
4
3
3
0
sukrosa 2%
35
2
0
0
0
19
sukrosa 5%
37
6
1
0
3
4
kontrol
32
8
2
0
0
9.5
4
sukrosa 2%
38
3
1
3
0
0
sukrosa 5%
40
1
2
0
1
6.8
12
kontrol
33
34
29
29
0
0
5
sukrosa 2%
90 42
50
30
33
0
sukrosa 5%
90 31
55
56
22
0
kontrol
25
0
1
1
0
6
sukrosa 2%
14
0
0
1
0
sukrosa 5%
20
1
1
1
0
Tabel 7 Data Hasil Bunga Sedap Malam (Polianthes tuberosa) hari ke-2
Hari 2
Mekar
Tingkat kelayuan
Perlakuan
(%)
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
kontrol
16 14
7
6
6
4
sukrosa 2% 11 24
7
4
4
14.7
1
sukrosa 5% 28
9
9
4
6
2.8
kontrol
36
2
1
0
0
0
sukrosa 2% 42
5
2
0
0
0
2
sukrosa 5% 43
3
0
0
0
0
kontrol
28
0
2
4
1
5
sukrosa 2% 27
1
1
0
0
24
3
sukrosa 5% 35
3
4
2
0
4
kontrol
30
8
2
2
0
9.5
sukrosa 2% 37
2
1
3
0
14.2
4
sukrosa 5% 38
4
2
0
1
15.9
kontrol
90 32
28
31
26
23
sukrosa 2% 75 35
25
26
21
17
5
sukrosa 5% 80 32
28
26
22
7
kontrol
30
1
2
2
0
sukrosa 2% 20
0
1
2
0
6
sukrosa 5% 35
0
1
1
0
Tabel 8 Data Hasil Bunga Sedap Malam (Polianthes tuberosa) hari ke-3

30

Hari 3
Kelompok
1

5
6

Perlakuan
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%
Kontrol
sukrosa 2%
sukrosa 5%

0%
29
28
31
33
40
41
24
27
33
29
36
36
22
21
22
33
40
41

25%
4
1
1
6
9
2
0
1
2
7
2
3
35
37
31
6
9
2

Mekar
50% 75%
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
1
4
0
1
3
0
2
2
2
2
2
1
32
30
30
35
33
29
1
6
1
0
3
0

100%
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
1
1
25
22
28
0
0
0

Tingkat
kelayuan (%)
6
16
4.7
0
0
2.2
15
37
34
26.8
35
34.8
30
18
20
-

Tabel 9 Data Hasil Bunga Sedap Malam (Polianthes tuberosa) hari ke-4
Hari 4
Mekar
Tingkat
Perlakuan
kelayuan
(%)
Kelompok
0% 25% 50% 75% 100%
Kontrol
21
11
9
5
4
7,5
sukrosa 2%
9
12
12
10
12
18,2
1
sukrosa 5% 11
4
4
9
6
4,7
Kontrol
30
7
2
0
0
0
sukrosa 2% 39
8
1
1
0
2
2
sukrosa 5% 39
1
2
1
1
4.5
Kontrol
22
0
2
2
0
22
3
sukrosa 2% 23
0
0
1
0
69
sukrosa 5%
5
0
1
0
0
74
Kontrol
29
4
1
2
0
63
sukrosa 2% 33
3
0
3
1
87.5
4
sukrosa 5% 35
2
0
0
4
69.7
Kontrol
82
35
32
30
25
30
sukrosa 2% 19
37
30
35
22
18
5
sukrosa 5% 19
31
33
29
28
20
Kontrol
30
7
3
1
0
6
sukrosa 2% 39
8
1
1
1
sukrosa 5% 39
1
2
1
0
Tabel 10 Data Hasil Bunga Sedap Malam (Polianthes tuberosa) hari ke-5

31

Hari 5
Kelompok

Perlakuan
kontrol
sukrosa
2%
sukrosa
5%
kontrol
sukrosa
2%
sukrosa
5%
kontrol
sukrosa
2%
sukrosa
5%
kontrol
sukrosa
2%
sukrosa
5%
kontrol
sukrosa
2%
sukrosa
5%
kontrol
sukrosa
2%
sukrosa
5%

Mekar
50
75
%
%
1
1

12
0

19.8

18

5.2

30

2.5

38

38

6.8

10

56

21

93

76

28

95

31

97.5

34

83.3

99
18
8
17
9
30

40

31

38

35

42

56

30

33

31

55

56

22

38

38

0%

100
%
0

Tingkat kelayuan
(%)

25
%
12

10.8

Pembahasan
Berdasarkan data dari 10 data tabel diatas merupakan tabel untuk 2
komoditas yaitu Krisan (Chrysanthemum sp.) dan Sedap malam (Polianthes
tuberosa) dengan 3 perlakuan yaitu Kontrol yang dilakukan dengan merendam
potongan bunga pada air. Kemudian terdapat 2 perlakuan lain yaitu Gula 2% dan
5% yang dilakukan dengan merendam potongan bunga pada larutan gula dengan
konsetrasi tersebut.
Ketiga perlakuan tersebut tidak terlalu banyak memberi perbedaan dalam
aspek mekarnya bunga dan tingkat kelayuan. Namun, terlihat bahwa kondisi
pemberian perlakuan gula lebih membuat bunga tahan lama. Dalam hal ini,
pemberian perlakuan harus sesuai dengan kondisi gen dari bunga tersebut,

32

sehingga tidak dapat disama ratakan setiap komoditas dan perlakuan akan
mengekpresikan kondisi yang sama.
Berdasarkan pengamatan hari pertama komoditas bunga Krisan
(Chrysanthemum sp.), dari 6 kelompok dengan perlakuan kontrol pada %mekar
0% didapat rata-rata 101, untuk 25% didapat 26, 50% dengan 24.67, 75% dengan
16.83, dan 100% dengan 9.67. Sedangkan untuk perlakuan gula 2% untuk bunga
mekar 0% pada hari pertama adalah 63.83 sebagai rerata, untuk 25% adalah 31.5 ,
50% dengan 23.17, 75% dengan 14 dan 100% dengan 10.67 . Lalu untuk
perlakuan gula 5% bunga mekar 0% dengan rata-rata 48.5, 25% dengan 37.17,
50% dengan 13/17, 75% dengan 22.67% dan 100% dengan 13.17. Dari 9 data
rataan tersebut dapat dilihat bahwa nilai tertinggi adalah pada perlakuan kontrol
dengan 0% yang bernilai 101 pemekaran bunga, didukung dengan perlakuan gula
2% dan gula 5% yang nilai tertingginya pada kondisi bunga mekar 0%.
Berdasarkan pengamatan hari kedua komoditas bunga Krisan
(Chrysanthemum sp.), dari 6 kelompok dengan perlakuan kontrol pada %mekar
0% didapat rata-rata 71, untuk 25% didapat 21.67, 50% dengan 21, 75% dengan
18.3, dan 100% dengan 18. Sedangkan untuk perlakuan gula 2% untuk bunga
mekar 0% pada hari kedua adalah 57 sebagai rerata, untuk 25% adalah 23.17 ,
50% dengan 25.67, 75% dengan 15.3 dan 100% dengan 18,67. Lalu untuk
perlakuan gula 5% bunga mekar 0% dengan rata-rata 66.3, 25% dengan 30.17,
50% dengan 30.3, 75% dengan 24% dan 100% dengan 24.5.
Berdasarkan pengamatan hari ketiga komoditas bunga Krisan
(Chrysanthemum sp.), dari 6 kelompok dengan perlakuan kontrol pada %mekar
0% didapat rata-rata 83, untuk 25% didapat 28.67, 50% dengan 29.17, 75%
dengan 22.67, dan 100% dengan 21.83. Sedangkan untuk perlakuan gula 2%
untuk bunga mekar 0% pada hari ketiga adalah 60.17 sebagai rerata, untuk 25%
17.67 , 50% dengan 23, 75% dengan 18.67 dan 100% dengan 25. Lalu untuk
perlakuan gula 5% nilai rataan tertinggi adalah pada bunga mekar 0% yaitu 70.3
Berdasarkan pengamatan hari keempat, nilai tertinggi untuk perlakuan
kontrol adalah pada bunga mekar 0% dengan 66.33 dan nilai terendah adalah 19
pada bunga mekar 100%. Sedangkan pada perlakuan gula 2% nilai tertinggi pada
bunga mekar 0% dengan 49.83 dan terendah 11.5. Lalu pada perlakuan bunga 5%
nilai tertinggi adalah 0% bunga mekar dan terendah adalah 75% bunga mekar
dengan nilai rerata 57.17 dan 26
Pengamatan yang hari terakhir, nilai tertinggi pada perlakuan kontrol
adalah pada bunga mekar 0% yaitu 56.33 dan 21.33 sebagai nilai terendah.
Kemudian untuk gula 2%, 38.17 merupakan nilai tertinggi yang merupakan
representasi nilai rataan dari kondisi bunga mekar 0% dan 16.5 dari bunga mekar
100%. Pada perlakuan terakhir, bunga mekar dengan nilai paling rendah adalah
kondisi 100% dan tertinggi adalah 25%.
Berdasarkan pada pengamatan, kemudian untuk data nilai tingkat kelayuan
pada bunga Krisan (Chrysanthemum sp.), pada hari pertama rataan yang didapat
adalah 2.63 dan nilai tertinggi adalah perlakuan kontrol dari kelompok 3. Namun
nilai terendah adalah 0 yang didapat dari beberapa perlakuan dari beberapa
kelompok. Pada hari kedua rerata data yang didapat adalah 5.86 dengan nilai
tertinggi yaitu 15 dari perlakuan kontrol kelompok 3, nilai terendah yaitu 0.3 pada
perlakuan kontrol kelompok 2. Pada hari ke-3 dengan nilai rerata yaitu 7.74 dan
nilai terendah adalah 0 pada 3 perlakuan oleh kelompok 5, sedangkan nilai

33

tertinggi ada pada perlakuan sukrosa 2% dengan 34. Kemudian pada hari
keempat, rata-rata adalah 9.8, nilai tertinggi adalah 35 pada perlakuan gula% dari
kelompok 5. Kemudian pada hari terakhir, dengan rerata 6.63 dan nilai tertinggi
14 pada perlakuan sukrosa 2% dari kelompok 3.
Komoditas bunga Sedap malam (Polianthes tuberosa) menunjukkan hasil
yang lebih jelas terlihat dalam aspek tingkat kelayuan. Pada hari pertama nilai
tertinggi adalah pada perlakuan gula 2% dari kelompok 3, begitu juga pada
pengamatan hari ke 2 dan ke 3 dengan masing nilai rata-rata 2.62, 9.5, dan 19.3.
Untuk pengamatan hari ke 4 dan 5 nilai tertinggi pada perlakuan gula 2% pada
kelompok 5. Kemudian pada pengamatan %bunga mekar pada hari pertama nilai
rataan perlakuan tertinggi pada perlakuan kontrol dengan mekar 0%. Pada hari ke2 nilai tertinggi pada rerata perlakuan gula 5% dengan bunga mekar 0%. Hari ke-3
nilai tertinggi adalah 67.3 dari perlakuan gula% dengan mekar 0%. Pada hari
keempat nilai tertinggi pada rataan perlakuan gula 2% dengan bunga mekar 0%.
Pada hari terakhir nilai tertinggi pada perlakuan gula 2% dengan mekar bunga
0%.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pengkondisian bunga Krisan
(Chrysanthemum sp.) dan Sedap malam (Polianthes tuberosa) memiliki beberapa
persamaan seperti bertahannya bunga pada kondisi mekar 0% hingga hari ke-5
dengan perendaman gula. Namun, gula 5% memiliki konsetrasi yang terlalu pekat
sehingga gula 2% lebih bersifat optimum dalam penyimpanan bunga potong. Pada
data hasil praktikum ini menunjukkan beberapa kerancuan, dalam hal
penyimpanan atau mempertahankan kesegaran bunga potong, parameter yang
menjadi tolok ukur paling representif adalah tingkat kelayuan. Semakin rendah
tingkat kelayuan di hari terakhir maka perlakuan itu adalah perlakuan yang paling
cocok untuk penyimpanan bunga potong. Kerancuan data yang kami maksud
adalah adanya data yang fluktuatif. Hal ini dikarenakan kesalahan dalam
pengamatan atau cara mengitung yang salah. Pengaruh lain yaitu, gugusan bunga
yang jatuh dan tidak terhitung di hari selanjutnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

34

Kesimpulan
1. Tumbuhan mengalami transportasi pasif yang dilakukan antar sel dalam
tubuhnya. Jaringan-jaringan pengangkut, adalah jaringan yang berperan
dalam hal ini. Jaringan xylem adalah salah satunya yang mengangkut air
dan zat hara dari akar menuju daun untuk mengalami fotosintesis.
2. Usaha mempertahankan kesegaran bunga potong, hal yang perlu
diperhatikan adalah kesesuaian gen terhadap perlkuan dan konsentrasi
larutan gula.
3. Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) dan Sedap malam (Polianthes
tuberosa) mengalami kemunduran kelayuan pasca perlakuan perendaman
dalam larutan gula 2%.

Saran
1. Ketelitian pengamatan harus diperhatikan dengan benar maka jika tidak akan
menyebabkan rantai kesalahan yang berturut. Sehingga, untuk kefepannya
agar dapat lebih teliti dalam melaksanakan praktikum ini.
2. Usahakan dalam mempertahankan kesegaran bunga potong, agar dapat
mempelajari kondisi gen bunga. Sehingga dapat mengetahui korelasi yang
tepat antara perlakuan dan hasil yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

35

Widodo WD. 2015. Penuntun Praktikum Pegatar Fisiologi Tanaman. Bogor. IPB.
Depdiknas.
Dwidjoseputro D. 1990. Pengantar Fisiologi Tanaman. PT. Gramedia Pustaka.
Feryanto I. 2011. Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Gardner FP.
Mitchell. 1992. Fisiologi Grafindo Persada.
Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta. Erlangga. ITB.
Kaufman PB. 1975. Laboratory Experiment in Plant Phsiology.
Lakitan B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.
Lakitan B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Raja Macmillan
Publishing Co. Inc. New York.
Mulyana AE dan Rukmana. 1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung. (JURNAL).
Sumadi dan M. Aditya. 1989. Biologi Sel. Graha Ilmu. Jakarta.
Tjitrosoepomo G. 1990. Morfologi Tanaman. Cet. 13. Yogyakarta Gadjah Utama.
Jakarta.

LAMPIRAN

36

Gambar Sedap Malam di Hari Pertama


Gambar Krisan di Hari Pertama

Keterangan : A Kontrol ; B Sukrosa 2% ; Sukrosa 5%


Gambar Sedap malam pada 3 perlakuan di hari ke 5 (27 September 2015)

37

Keterangan : A Sukrosa 5%; B Sukrosa 2%; C Kontrol


Krisan pada 3 perlakuan di hari ke 5 (27 September 2015)

38

39

UJI KEMASAKAN BUAH


PENDAHULUAN
Buah-buahan mempunyai arti penting sebagai sumber vitamin, mineral,
dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan
baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian
besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai
tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara
kualitas maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara
lain dengan zat pengatur pertumbuhan Ethylene.
Mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kita dapat
menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan
mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buahbuahan. Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para
pengangkut buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun
1934, pada pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu
pematangan buah yang belum masak. Sejak saat itu Ethylene (CH2=CH2)
dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur
pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai
hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.
Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang,
menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan
nenas. Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga,
biji, daun dan akar. Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan
rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan
flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong
kemungkinan buah-buahan enak dimakan. Proses pematangan buah didahului
dengan klimakterik (pada buah klimakterik).
Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang
unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang
diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh
jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA.
poligalakturokinase, metil asetate, selullose. Flavour adalah suatu yang halus dan
rumit yang ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam,
sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada lidah. Pematangan biasanya
meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan
asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan
masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah.
Tujuan praktikum ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan etilen dalam kadar
tertentu untuk merangsang pemasakan buah.

40

TINJAUAN PUSTAKA
Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamin, mineral, dan
zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik
pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar
buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya.
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah
klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak
mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu
kematangannya dengan etilen. Etilenendogen yang dihasilkan oleh buah yang
telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan
buah yang diperam.
Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit,
seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah
tersebut dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen
endogen dan pematangan buah.
Penelitian terhadap etilen, pertama kali dilakukan oleh Neljubow (1901)
dan Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas etilen dapat membuat
perubahan pada akar tanaman. Hasil penelitian Zimmerman etal (1931)
menunjukan bahwa etilen dapat mendukung terjadinya absisi pada daun, namun
menurut Rodriquez (1932), zat tersebut dapat mendukung proses pembungaan
pada tanaman nanas.
Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auksin
dan etilen dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara
mengaplikasikan auksin pada jaringan setelah etilen berperan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kehadiran auksin dapat menstimulasi produksi etilen.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan yang dapat mengeluarkan
gas etilen seperti ethepon atau ethrel juga dapat digunakan untuk memacu proses
pematangan buah. Bahan pemacu pematangan lainnya adalah gas asetilen yang
merupakan analog dari etilen sehingga dapat berperan sebagaimana peran etilen
dalam proses pematangan buah (Chesworth dkk 1998).
Ethepon atau ethrel (2-chloroethyle phosphonic acid) dapat berpenetrasi ke
dalam buah, kemudian terurai dan membentuk etilen. Ethepon digunakan untuk
memacu pematangan pada buah tomat dan bit (Singal 2012), mangga
(Mahayothee 2007), jambu biji (Mohamed-Nour dan Abu-Goukh 2010). Ethepon
diberikan dengan cara mencelupkan buah ke dalam larutan ethepon atau ethrel
dengan konsentrasi 500-2000 ppm (El Rayes 2000) pisang yang dicelupkan pada
larutan etephon 2500 ppm akan lebih cepat mencapai puncak klimaterik daripada
buah pisang yang tidak diberi etephon (Pantastico 1993), Kalsium karbida
dipasarkan dalam bentuk bubuk berwarna hitam keabu-abuan dan secara
komersial digunakan sebagai bahan untuk proses pengelasan, tetapi di negaranegara berkembang digunakan sebagai bahan pemacu pematangan buah. Kalsium
karbida (CaC2) jika dilarutkan di dalam air akan mengeluarkan gas asetilen
(Singal 2012). Buah yang dimatangkan dengan kalsium karbida akan mempunyai
tekstur dan warna yang baik, tetapi aromanya kurang disukai.

41

Penggunaan kalsium karbida saat ini sudah berkurang terutama di negaranegara maju karena dapat membahayakan bagi kesehatan disebabkan racun
arsenik dan phosporus yang terkandung di dalamnya (Asif 2012). Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan dengan 4 jenis bahan pemacu
pematangan (gas etilen, ethepon, gas asetilen dan kalsium karbida) terhadap mutu
buah pisang barangan yang dipanen pada 2 tingkat kematangan.
Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan
Auksin, Giberelin, dan Sitokinin. Dalam keadaan normal etilen akan berbentuk
gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan
apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.Hormon ini akan
berperan pada proses pematangan buah dalam fase klimaterik.

METODOLOGI KERJA
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO 1 IPB, pada tanggal 29
Oktober 2015.
Alat dan Bahan

42

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Buah
pisang(Musa paradisiaca), buah mangga ( Mangifera indica), spray dan etilen,
streples dan isolasi.
Metode Kerja
Mempersiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan.

Mencuci bersih buah pisang


dan buah mangga.

Menyemprotkan dengan spray


etilen konsentrasi 5cc pada
kedua komoditi di dalam mika.

Menyemprotkan dengan
spray etilen konsentrasi 2cc
pada kedua komoditi di
dalam mika.

Meletakkan etilen alami pada


masing- masing komoditi.

Mengeratkan mika
menggunakan streples dan
isolasi.

Mencatat hasil pengamatan

Melakukan pengamatan Uji


Kemasakan Buah selama 5
hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1 Hasil Pengamatan Pisang Hari Ke-1
Perlakuan
Parameter

Kelompok

Warna Kulit

1
2
3

Kontrol
2
3
2

Etilen 2 cc
2
3
2

Etilen 5 cc
2
3
2

Etilen
Alami
2
3
2

43

4
5
6
Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Warna Daging
Buah
Rata Rata

1
2
3
4
5
6

Tingkat
Kekerasan
Rata Rata

1
2
3
4
5
6

Rasa Buah

Rata Rata

1
3
1
2
2
2
3
2
0
2
1.83
2
2
2
1
1
2
1.67
2
2
1
1
0
2
1.33

1
3
1
2
2
2
0
2
0
2
1.33
2
2
2
1
2
0
1.50
2
2
0
1
0
0
0.83

1
1
1
1.67
2
2
0
2
0
2
1.33
2
2
2
1
1
0
1.33
2
2
0
1
0
0
0.83

1
3
1
2
2
2
0
2
0
2
1.33
2
2
2
1
1
0
1.33
2
2
0
1
0
0
0.83

Tabel 2 Hasil Pengamatan Pisang Hari Ke-2


Perlakuan
Parameter

Kelompok

Warna Kulit

Rata Rata
Warna Daging

1
2
3
4
5
6
1

Kontrol
3
3
2
1
3
2
2.33
2

Etilen 2 cc
3
3
3
1
3
0
2.17
0

Etilen 5 cc
3
3
3
1
2
0
2.00
0

Etilen
Alami
3
3
2
1
3
2
2.33
0

44

2
3
4
5
6

Buah

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Tingkat
Kekerasan

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Rasa Buah

Rata Rata

0
0
0
0
0
0.33
2
3
2
0
2
0
1.50
2
0
0
0
0
0
0.33

0
0
0
0
0
0.00
0
2
2
0
2
0
1.00
0
0
0
0
0
0
0.00

0
0
0
0
0
0.00
0
2
2
0
1
0
0.83
0
0
0
0
0
0
0.00

0
0
0
0
0
0.00
0
3
2
0
3
0
1.33
0
0
0
0
0
0
0.00

Tabel 3 Hasil Pengamatan Pisang Hari Ke-3


Perlakuan
Parameter

Kelompok

Warna Kulit

Rata Rata
Warna Daging
Buah

1
2
3
4
5
6
1
2

Kontrol
3
3
3
1
3
3
2.67
0
0

Etilen 2 cc
3
3
3
2
3
0
2.33
0
0

Etilen 5 cc
3
3
4
2
3
0
2.50
0
0

Etilen
Alami
3
3
3
2
3
2
2.67
0
0

45

3
4
5
6
Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Tingkat
Kekerasan

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Rasa Buah

Rata Rata

0
0
0
0
0
0
3
3
0
3
0
1.50
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
3
3
0
3
0
1.50
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
3
3
0
3
0
1.50
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
3
3
0
3
0
1.50
0
0
0
0
0
0
0

Tabel 4 Hasil Pengamatan Pisang Hari ke-4


Perlakuan
Parameter

Kelompok

Warna Kulit

Rata Rata
Warna Daging
Buah

1
2
3
4
5
6
1
2
3

Kontrol
3
3
3
2
3
4
3.00
0
0
0

Etilen 2 cc
3
3
4
2
3
0
2.50
0
0
0

Etilen 5 cc
3
3
4
2
4
0
2.67
0
0
0

Etilen
Alami
3
3
3
2
3
0
2.33
0
0
0

46

4
5
6
Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Tingkat
Kekerasan

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Rasa Buah

Rata Rata

0
0
0
0
0
4
3
0
3
0
1.67
0
0
0
0
0
2
0.33

0
0
0
0
0
3
3
0
2
0
1.33
0
0
0
0
0
0
0.00

0
0
0
0
0
3
3
0
4
0
1.67
0
0
0
0
0
0
0.00

0
0
0
0
0
4
3
0
2
0
1.50
0
0
0
0
0
0
0.00

Tabel 5 Hasil Pengamatan Pisang Hari Ke-5


Perlakuan
Parameter

Kelompok

Warna Kulit

1
2
3
4
5
6

Rata Rata
Warna
1
Daging Buah
2
3
4

Kontrol
4
3
4
2
3
4
33.3
4
4
3
3

Etilen 2 cc
3
3
4
3
3
4
3.33
3
4
3
3

Etilen 5 cc
3
3
4
3
4
4
3.50
3
4
3
3

Etilen
Alami
3
3
4
2
3
3
3.00
3
4
3
3

47

5
6
Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Tingkat
Kekerasan

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Rasa Buah

Rata Rata

2
4
3.33
3
4
3
3
4
4
3.50
3
3
4
2
3
4
3.17

3
4
3.33
3
3
4
2
3
3
3.00
3
3
3
2
3
3
2.83

4
2
3.17
3
4
4
4
3
3
3.50
3
3
3
2
2
4
2.83

4
2
3.17
3
4
4
3
4
2
3.33
3
3
3
2
3
3
2.83

Tabel 6 Hasil Pengamatan Mangga Hari Ke-1


Perlakuan
Parameter

Kelompok

Warna Kulit

1
2
3
4
5
6

Rata Rata
Warna
1
Daging Buah
2
3
4
5

Kontrol
1
1
1
1
1
1
1.00
1
1
2
2
0

Etilen 2 cc
1
1
2
1
1
1
1.17
1
1
0
0
0

Etilen 5 cc
1
1
1
1
1
1
1.00
1
1
0
0
0

Etilen
Alami
1
1
2
1
1
1
1.17
1
1
0
0
0

48

Perlakuan
Parameter

Kelompok
6

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Tingkat
Kekerasan

Rata Rata
1
2
3
4
5
6

Rasa Buah

Rata Rata

Kontrol
2
1.33
1
1
1
1
1
1
1.00
1
1
1
1
0
1
0.83

Etilen 2 cc
2
0.67
1
1
1
0
2
1
1.00
1
1
0
0
0
1
0.50

Etilen 5 cc
2
0.67
1
1
1
0
1
1
0.83
1
1
0
0
0
1
0.50

Etilen
Alami
2
0.67
1
1
1
0
1
1
0.83
1
1
0
0
0
1
0.50

Tabel 7 Hasil Pengamatan Mangga Hari Ke-2


Perlakuan
Parameter

Warna Kulit

Kelompok
1
2
3
4
5
6

Rata Rata
Warna
1
Daging Buah
2

Kontrol
1
1
1
3
1
1
1.33
0
0

Etilen 2 cc
1
1
2
3
1
1
1.50
0
0

Etilen 5 cc
1
1
2
3
1
1
1.50
0
0

Etilen
Alami
1
1
2
3
1
1
1.50
0
0

49

Perlakuan
Parameter

Kelompok
3
4
5
6

Rata Rata

Tingkat
Kekerasan

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Rasa Buah

Rata Rata

1
2
3
4
5
6

Kontrol
0
0
0
0
0
0
1
1
0
2
0
0.67
0
0
0
0
0
0
0

Etilen 2 cc
0
0
0
0
0
0
1
3
0
1
0
0.83
0
0
0
0
0
0
0

Etilen 5 cc
0
0
0
0
0
0
1
3
0
2
0
1.00
0
0
0
0
0
0
0

Etilen
Alami
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0.50
0
0
0
0
0
0
0

50

Tabel 8 Hasil Pengamatan Mangga Hari Ke-3


Parameter

Kelompok

Warna Kulit

1
2
3
4
5
6

Rata Rata
Warna
Daging
Buah

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Tingkat
Kekerasan

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Rasa Buah

Rata Rata

1
2
3
4
5
6

Kontrol
1
1
2
1
2
1
1.33
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
0
2
0
0.83
0
0
0
0
0
0
0

Perlakuan
Etilen 2 cc Etilen 5 cc
1
1
1
1
3
3
2
2
1
1
2
2
1.67
1.67
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
3
3
0
0
1
3
0
0
1.00
1.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Etilen Alami
1
1
2
2
1
1
1.33
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0.50
0
0
0
0
0
0
0

51

Tabel 9 Hasil Pengamatan Mangga Hari Ke-4


Parameter

Kelompok

Warna Kulit

1
2
3
4
5
6

Rata Rata
Warna
Daging
Buah

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Tingkat
Kekerasan

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Rasa Buah

Rata Rata

1
2
3
4
5
6

Kontrol
1
2
2
2
2
1
1.67
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
0
3
0
1.17
0
0
0
0
0
0
0

Perlakuan
Etilen 2 cc Etilen 5 cc
1
1
2
1
3
3
2
2
2
2
2
2
2.00
1.83
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
3
3
0
0
2
4
0
0
1.17
1.67
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Etilen Alami
1
1
3
2
1
2
1.67
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
2
0
0.83
0
0
0
0
0
0
0

52

Tabel 10 Hasil Pengamatan Mangga Hari Ke-5


Parameter

Kelompok

Warna Kulit

1
2
3
4
5
6

Rata Rata
Warna
Daging
Buah

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Tingkat
Kekerasan

1
2
3
4
5
6

Rata Rata

Rasa Buah

Rata Rata

1
2
3
4
5
6

Kontrol
1
2
2
2
2
1
1.67
3
3
4
3
2
2
2.80
2
3
2
3
3
1
2.33
1
2
1
2
4
1
1.83

Perlakuan
Etilen 2 cc Etilen 5 cc
1
1
2
2
3
4
3
3
2
2
2
2
2.17
2.33
3.5
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
3
3.42
3.67
3
3
3
4
4
4
2
4
3
4
3
3
3.00
3.67
1
1
3
4
4
4
2
2
2
2
1
1
2.17
2.33

Etilen Alami
1
1
2
2
1
1
1.33
3
2
4
3
3
2
2.83
2
2
1
3
2
2
2.00
2
1
2
2
2
2
1.83

Pembahasan
Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan Auksin,
Giberelin, dan Sitokinin. Dalam keadaan normal etilen akan berbentuk gas dan
struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila
terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan
pada proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
Berdasarkan hasil pengamatan uji kemasakan buab pada buah pisang
kelompok 2 yang disimpan dalam kotak kedap dengan diberi gas etilen 2%
sebelum disimpan memiliki karakter warna kulit kuning, daging putih
kekuningan, buah agak keras, dan rasa agak manis. Setelah 3 hari buah pisang

53

mulai menjadi lunak dan saat dibuka pada hari kelima fisik luar buah tidak banyak
berubah namun warna daging buah berubah menjadi kuning, lunak, dan rasanya
menjai manis.
Buah pisang kelompok 2 yang diberi perlakuan dengan gas etilen 5%
memiliki ciri awal yang sama dan menunjukkan hasil yang sama pula hingga hari
ke-3. Pada hari keempat, mulai terjadi perbedaan pada buah pisang yang diberi
gas etilen 5% dimanabuah pisangnya berubah menjadi sangat lembek. Setelah
lima hari dan dibuka buah pisang yag dihasilkan memiliki 1 karakter yang
berbeda dibandingkan dengan yang diberi etilen 2% yaitu pada kekerasan buah
dimana yang diberi etilen 5% lebih lunak dibandingkan dengaan yang diberi etilen
2%.
Buah pisang yang diberi perlakuan dengan etilen alami pada hari pertama
memiliki karakter yang sama dengan buah pisang yang diberi perlakuan etilen 2%
dan 5%. Pada hari kedua percobaan buah telah mengeluarkan respon dimana buah
pisang yang diberi perlakuan menjadi lebih lunak. Buah pisang kemudian menjadi
sangat lembek pada hari keempat percobaan hasil ini lebih cepat dibandingkan
dengan yang diberi perlakuan dengan etilen sintetik 2% dan 5%. Setelah 5 hari
percobaan, kotak dibukak dan dilakukan pengamatan dengan hasil warna kulit
buah kuning, warna daging buah kuning lembek, kekerasan buah sangat lembek,
dan rasa buah manis. Hasil ini sama dengan buah pisang yang tidak diberi
perlakuan atau kontrol.
Buah mangga yang digunakan dalam percobaan ini awalnya semua
memiliki sifat yang seragam yaitu kulit hijau, warna daging pucat, daging keras,
dan rasa sepat. Pada mangga kontrol kelompok 2 mulai mengalami perubahan
fisik pada hari keempat dimana warna kulit berubah menjadi hijau kekuningan
dan buah menjadi agak keras. Saat dibuka pada hari kelima buah mangga berubah
menjadi warna kuli hijau kekuningan, warna daging putih kekuningan, lunak, dan
rasanya agak manis.
Buah mangga yang diberi perlakuan dengan gas etilen 2% menunjukkan
reaksi pada hari ketiga, dimanaa daging buah yang mulangya keras menjadi agak
keras. Pada hari keempat, wakra kulit buah menjadi agak hijau kekuningan. Pada
hari kelima saat dibuka buah mangga yang diberi etilen 2% memiliki warna kulit
hijau kekuningan, warna daging kuning lembek dengan daging lunak dan
memiliki rasa yang manis.
Buah mangga yangdiberi perlakuan dengan etilen 5% menunjukan reaksi
pada hari ketiga, dimana dging buah yang awalnya keras menjadi agak keras.
Pada hari keempat daging yang kemarin keras berubah menjadi lunak namun
warna kulit buahnya tidak berubah atau tetap hijau. Pada hari terakhir, buah
mangga yang diberi etilen 5% memiliki warna kulit hijau kekuningan, warna
daging buah kuning lembek, kekerasan buah sangat lembek, dan rasanya manis
agak pahit.
Buah mangga yang diberi etilen alami dari buah meninjukkan reaksi pada
hari keempat dan hari kelima yaitu dagingnya menjadi agak keras.

54

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Buah mangga (Mangifera indica) untuk penyimpanan selama 5 hari lebih baik
dengan menggunakan etilen 2cc.
2. Buah pisang (Musa paradisiaca) untuk penyimpanan selama 5 hari lebih baik
dengan menggunakan etilen 2cc.
Saran
Praktikan lebih teliti pada saat melakukan pengukuran agar didapatkan
hasil yang akurat dan perlu adanya wadah yang lebih kedap terhadap udara
sehingga meminimalisir gas etilen yang keluar dari kotak ketika pengujian.

55

DAFTAR PUSTAKA
Davies K. 1993. The SADC Region of Agricultural Potential.
Dimitry N. 1901. The Discovery of Ethylene. Botanical Institute. St. Peterseburg.
Russia.
Dwdjosoeputro D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit Gramedia.
Jakarta.
E.R.B. Pantastico. 1993. Fisiologi Pasca Panen. Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan oleh
Gembong Tjitrosoepomo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kader AA. 1992. Postharvest biology and technology. 15-20 In AA Kader (Ed.).
Postharvest Technology of Horticulture Crops. Agriculture and Natural
Resources Publication. Univ. of California. Barkeley.
Koning RE. 1994. Ethylene. Plant Physiology.
Mohamed NIA dan Abu G. 2010. Effect of ethrel in aqueous solution and ethylene
released from ethrel on guava fruit ripening. Agric. Biol. J. N. Am. 1(3).
232- 237.
Stanley PB dan Ellen AB. 1965. Ethylene Action and the Ripening of Fruits.
USA.
Widodo KH dan Suyitno AD. 1997. Perbaikan Teknik Pengemasan Buah-buahan
Segar untuk Mengurangi Tingkat Kerusakan Mekanis Studi Kasus di
Provinsi Jawa Tengah. Agritech. 17(1):14-17.
Wills RB dan Mc. 1989. Postharvest and Introduction to the Physiology and
Handling Fruit and Vegetables. Van Nostand. New York. 150 p.
Yang SF. 1985. Biosynthesis and Action of Ethylene. Hort Science. 21:41-45. San
Francisco.

56

LAMPIRAN

Gambar buah mangga pada hari


pertama

Gambar buah mangga pada hari


kelima

Gambar buah pisang pada hari


pertama pada perlakuan 5cc

Gambar buah pisang pada hari


pertama pada perlakuan 2cc

Gambar buah pisang pada hari


pertama pada perlakuan etilen alami

INISIASI PEMBENTUKAN AKAR

57

PENDAHULUAN
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Penggunaan istilah hormon sendiri menggunakan analogi fungsi
hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan,hormon juga dihasilkan
dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan
istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen,
dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan
pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon
eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan
istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator).
Auksin berasal dari bahasa Yunani Auxano yang berarti tumbuh atau
bertambah. Auksin merupakan golongan dari substansi permacu pertumbuhan
tanaman dan morfogen (fitohormon) yang paling awal ditemukan. Salah satu
anggota dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. Suatu sistem sel tumbuhan
memerlukan auksin untuk pertumbuhan, pembagian tugas (divisi), maupun
ekspansi selular. Fungsi auksin tergantung pada jaringan yang spesifik seperti
pada batang, akar, dan buah. Auksin dapat memacu pemanjangan apical batang,
ekspansi lateral rambut akar, atau ekspansi isodiametrik dalam pertumbuhan buah.
Beberapa kasus (pertumbuhan koleoptil), auksin memacu ekspansi selular tanpa
adanya pembagian divisi dalam sel tersebut. Kasus lainnya, auksin dapat
mendorong pembagian divisi dan ekspansi sel dalam jaringan yang sama seperti
inisiasi akar (Salisbury dan Ross 1995).
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frist Went yang menemukan
bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya.
Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi
yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin. Auksin yang ditemukan
Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4kloro indol asetat (4 kloro IAA) yang ditemukan pada biji muda jenis kacangkacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan
asam indobutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis
tumbuhan dikotil (Salisbury dan Ross 1995).
Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan diantaranya
adalah pertama erkembangan buah. Pada waktu bijij matang, biji mengeluarkan
auksin ke bagian-bagian bunga sehingga merangsang pembentukan buah. Dengan
demikian, pemberian auksin pada bunga yang tidak diserbuki akan merangsang
perkembangan buah tanpa biji. Hal ini disebut partenokarpi. Kedua adalah
dormansi apikal. Dormansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu
tumbuhan yang menghambat berkembangan kuncup lateral di batang sebelah
bawah.
Dormansi apikal merupakan akibat dari transport auksin ke bawah yang
dibuat di dalam meristem apikal. Ketiga adalah absisi. Daun muda dan buah muda

58

membentuk auksin agar keduanya tetap kuat menempel pada batang. Tetapi, bila
pembentukan auksin berkurang, selapis sel khusus terbentuk di pangkal tangkai
daun dan buah sehingga daun dan buah gugur. Keempat pembentukan akar
adventif. Auksin merangsang pembentukan akar liar yang tumbuh dari batang atau
daun pada banyak spesies (Salisbury dan Ross 1995).
IAA adalah hormon tumbuhan yang pertama kali ditemukan dan yang
menyebar merata dalam tumbuhan. Selain berperan dalam pembesaran sel, auksin
IAA juga diketahui menstimulasi pembelahan sel dalam inisiasi pembentukan
akar adventif. Selain auksin, faktor lain yang mungkin sering kali ikut serta
berperan dalam inisiasi akar adalah faktor-faktor nutrisi. Faktor tambahan utama
adalah karbohidrat dan nitrogen. Dengan demikian stek batang yang diberi
perlakuan auksin akan lebih mudah berakar apabila dibiarkan tetap berdaun
karena daun merupakan sumber nutrisi juga auksin. Salah satu aplikasi
penggunaan zpt adalah pada perbanyakan tanaman dengan stek. Dengan
perlakuaan penambahan zpt (auksin khususnya), diharapkan dapat merangsang
perrtumbuhan akar dan tunas lebih cepat (Salisbury dan Ross 1995).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk merangsang pembentukan akar
pada stek batang dan stek daun coleus dengan auksin.

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem akar melayani tanaman dengan pengambilan air dan zat hara dari
tanah. Sebenarnya banyaknya air dan zat hara yang diperoleh dari atas tanah
seperti dari embun, hujan dan debu biasanya tak berarti. Bentuk sistem akar
kelihatannya ditentukan oleh kebutuhan untuk menyekap tenaga penyinaran
menghadapi persaingan dengan tanaman sekitarnya. Disamping itu akar juga
berperan dalam pengaturan pertumbuhan utama sitokinin dan giberalin dihasilkan
diujung-ujung akar (Goldsworthy and Fisher 1984).
Inisiasi merupakan salah satu aspek dari tumbuh pada tanaman dengan
menghasilkan bagian-bagian atau organ baru. Kenaikan jumlah akar merupakan
salah satu dari ciri pertumbuhan atau inisiasi tersebut. Rambut akar dapat tumbuh
dari akar utama (akar lateral) maupun berasal dari jaringan batang tumbuhan (akar
adventif), yang dapat dipacu dengan pemberian golongan hormon auksin dalam
jumlah tertentu. Daerah tergenerasi akar terletak pada absisat batang yang
dipotong mengikuti perpindahan polar auksin menuju proses akhir fisiologi, yang
letaknya lebih dekat pada ujung tanaman (Mukherji dan Ghosh 2000).
Inisiasi akar merupakan proses terbentuknya akar tanaman dari stek.
Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel dibelakang meristem batang.
Perbanyakan tanaman dengan mudah dapat kita lakukan dengan banyak cara. Ada
yang tingkat keberhasilannya tinggi, ada pula tingkat keberhasilannya rendah. Ini
semua tergantung oleh banyaknya faktor, misalnya cara perbanyakan yang kita
pilih, jenis tanaman, waktu perbanyakan, keterampilan kerja, dan sebagainya
(Thompson dan Relly 1997).
Zat Pengatur Tumbuh atau ZPT digunakan untuk mengendalikan dan
mendukung kelangsungan hidupnya. Unsur ZPT ini merupakan hormone pada
tumbuhan yang merupakan senyawa kimia yang diekskresi oleh suatu organ atau

59

jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus.
Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan
sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping
mempengaruhi sel lainnya. Dan salah satu tipe Zat Pengatur Tumbuh tersebut
yang telah diidentifikasi yaitu auksin (Wattimena 1988).
Auksin merupakan hormone terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan
luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sifat penting auksin
adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat
pertumbuhan. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif
sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang pembentukan bunga yang
berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di
daerah belakang meristem ujung (Lakitan 1996).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies
berkayu, misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordial akar
terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu
lamanya dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering
terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut,
pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar.
Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya akan mampu menghasilkan akar liar
dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross 1995).
Sel-sel baru dari meristem ujung akar mungkin dibagi ke pelebaran akan
atau ke pelebaran tudung akar. Tudung akan memainkan peranan penting dalam
melindungi meristem akar dari kerusakan fisik selama penerobosan tanah dan
mungkin dalam menunjukkan arah penerobosan. Sel-sel tudung akar yang
terkelupas juga memberikan pelumas untuk ujung yang sedang tumbuh menjadi
tambahan bahan organik tanah. Tudung akar menghasilkan asam absisat,
suatubahan pertumbuhan bahan tanaman (Hopskin 1995).
Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam
unsur, dalam ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya.
Dan kita juga memperoleh tanaman yang sempurna serta tekniknya yang sangat
sederhana. Untuk memudahkan pertumbuhan akar pada stek ini, kita perlu
mengikuti sebagian kayu dari batang induk, sehingga bentuk stek cabang ini tidak
hanya lurus tetapi bertumit atau dapat berbentuk seperti martil (Widiant 2000).
Bahan stek batang yang diambil dari potongan batang, cabang atau ranting
yang digunakan untuk bahan stek sebaiknya tidak terlalu tua dan tidak terlalu
muda. Batang, cabang atau ranting yang tua umumnya berwarna kecoklatan, keras
dan bagian luarnya tertutup jaringan kulit yang sudah mati. Batang cabang dan
ranting yang muda akan berwarna keputih-putihan dan lunak. Agar proses
penyetekan berhasil, sebaiknya hindari pemakaian bahan stek yang kering akibat
penguapan atau bagian tanaman yang rusak akibat terinfeksi mikroba atau jamur
bagian tanaman yang dipilih sebaiknya yang bisa cepat menghasilkan akar dan
tunas yang baru, sehingga stek dapat segera mencari dan memproduksi makanan
yang diperlukan (Rahardja dan Wiryanta 2003).
Zat pengatur tumbuh atau ZPT pada tanaman adalah senyawa organik
yang tidak termasuk unsur hara mineral. Ada lima kelompok ZPT yang terdapat
dalam tanaman, yaitu auksin, giberelin, cytokinin, ethylene dan inhibitor. Setiap
jenis ZPT tersebut. Memiliki cara kerja dan pengaruh yang berlainan. ZPT

60

dibutuhkan tanamna dalam jumlah yang sedikit dan keadaannya dapat


m,endukung, menghambat, atau mengubah proses fisiologi tanaman. ZPT
dibentuk secara alami oleh tanaman untuk menunjang proses fisiologinya, tetapi
seiring dengan perkembangan teknologi saat ini telah dibuat tiruannya. Pengaruh
dan efektivitas kerjanya sama dengan ZPT alami (Endah 2002).

METODOLOGI KERJA
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO 1, pada pukul 08.00
WIB sampai dengan selesai.

61

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman
Coleus sp, rootone-f, gelas air mineral, gabus atau oasis, arang sekam, air, wadah
plastik mika, dan pisau cutter.
Metode Kerja
Melarutkan bubuk rootone-f dalam air sehingga
membentuk pasta
Memilih 4 batang Coleus .sp masing-masing dipotong menjadi 3 bagian
yaitu pucuk, tengah, dan pangkal sebagai bahan stek

Mengoleskan rootone-f pada pucuk, tengah, dan pangkal Coleus .sp


selanjutnya bahan stek tersebut ditanam dengan media berupa gabus /
oasis dan arang sekam

Menanam bahan stek yang lainnya tanpa diolesi rootone-f pada


media berupa gabus / oasis dan arang sekam

Melakukan pengamatan setiap seminggu sekali dengan peubah


pengamatan yaitu waktu muncul akar, jumlah akar yang muncul, dan
panjang akar

62

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil

Grafik 1 Pucuk Oasis Tanpa Rootone-F

Grafik 3 Pucuk Arang Sekam


Rootone-F

Grafik 5 Tengah Oasis Tanpa Rootone-F

Grafik 2 Pucuk Oasis Rootone-F

Grafik 4 Pucuk Arang Sekam Tanpa


Rootone-F

Grafik 6 Tenagh Oasis Rootone-F

63

Grafik 7 Tenagh Arang Sekam Tanpa Grafik 8 Tengah Arang Sekam


Rootone-F
Rootone-F

Grafik 9 Bawah Oasis Tanpa Rootone-F

Grafik 10 Bawah Oasis Rootone-F

Grafik 11 Bawah Arang Sekam Tanpa


Rootone-F

Grafik 12 Bawah Arang Sekam


Rootone-F

64

Grafik 13 Pucuk Oasis Tanpa Rootone-F

Grafik 15 Pucuk Arang Sekam Rootone-F

Grafik 17 Tengah Oasis Tanpa


Rootone-F

Grafik 14 Pucuk Oasis Rootone-F

Grafik 16 Pucuk Arang Sekam


Rootone-F

Grafik 18 Tengah Oasis Rootone-F

65

l
Grafik
19

Tengah Arang Sekam Tanpa Grafik 20 Tenagh Arang Sekam


Rootone-F
Rootone-F

Gafik 21 Bawah Oasis Tanpa

Grafik 22 Bawah Oasis Rootone-F

Rootone-F

Grafik 23 Bawah Arang sekam Tanpa


Rootone-F

Tabel 1 Pengamatan Waktu Muncul Akar

Grafik 24 Bawah Arang Sekam


Rootone-F

66

Waktu muncul akar


Perlakuan

Bagian
Tanaman

1 MST

2 MST

3 MST

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Tanpa
rootone-f

Rootone-f

Tanpa
rootone-f

Rootone-f

Pucuk

Tengah

Bawah

Pucuk

Tengah

Bawah

Pucuk

Tengah

Bawah

Pucuk

Tengah

Bawah

Pembahasan
Inisiasi merupakan salah satu aspek tumbuh pada tanaman dengan
menghasilkan bagian-bagian atau organ tanaman baru. Kenaikan jumlah akar
merupakan salah satu dari ciri pertumbuhan atau inisiasi. Sedangkan untuj inisiasi
akar itu sendiri merupakan proses terbentuknya akar tanaman dari stek. Hasil dari
pemanjangan akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel dibelakang meristem
batang. Pada percobaain ini ada yang tingkat keberhasilannya tinggi, ada pula
tingkat keberhasilannya rendah. Ini semua tergantung oleh banyaknya faktor.
Beberapa faktor tersebut dijadikan acuan pada praktikum ini, seperti
indicator yang pertama adalah penggunaan Rootone-f (auksin) yang berfungsi
sebagai perangsang dalam pembelahan sel dan menstimulasi pembelahan sel
dalam inisiasi pembentukan akar adventif. Indikator yang kedua adalah
penggunaan media yang digunakan dalam penanaman stek tanaman tersebut.
Media yang digunakan pada praktikum inisiasi pembentukan akar tanaman
adalah gabus atau oasis dan arang sekam. Kedua mediantersebut memiliki
keunggulan yang berbeda-beda fungsinya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada grafik jumlah akar dan panjang akar
pada percobaan inisiasi pembentukan akar, pada perlakuan pemakaian rootone-f
memiliki jumlah akar dan panjang akar yang lebih banyak dan tumbuh lebih cepat

67

dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemakaian rootone-f. hal ini disebabkan


karena dengan pemakaian rootone-f akan menimbulkan kerja pada hormon auksin
yang terkandung yang akan memacu pada pembelahan sel sehingga akar akan
keluar lebih banyak dan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan tanpa
pemakaian rooten-f.
Berdasarkan media yang digunakan, media arang sekam memiliki jumlah
akar dan panjang akar yang lebih banyak dan panjan dibandingkan dengan media
gabus atau oasis. Karena pada media arang sekam memiliki ruang lingkup yang
cukup lembab dan kepadatan yang cukup renggang sehingga dapat menjaga
kelembaban pada tanaman tersebut agar tidak kering, selain lingkungan media
dengan penggunaan media ini akan memberikan keluasan akar untuk berkembang
dengan baik dibandingkan dengan gabus atau oasis yang memiliki tingkat
kepadatan yang lebih rapat yang menyebabkan jumlah akar yang dihasilkan lebih
sedikit dan pendek.
Berdasarkan data jumlah akar tanaman pada bagian tanaman pucuk yang
memiliki jumlah akar lebih banyak dan akar tumbuh lebih panjang dibandingkan
dengan bagian tanaman tengah dan bawah. karena pada bagian pucuk banyak
terdapat sel meristem yang masih aktif dalam pembelahan sel. Oleh karena itu
jumlah akar yang dihasilkan pun lebih banyak dan tumbuh lebih panjang
dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya.
Waktu yang diperlukan tanaman pada setiap perlakuan untuk dapat
menghasilkan pertumbuhan akar baru adalah sama dari masing-masing
perlakuanbaik pada perlakuan pemakaian rootone-f atau tidak dengan pemakaian
rootone f, penggunaan media arang sekam atau gabus (oasis) atau bagian tanaman
itu sendiri baik pucuk, tengah dan bawah yaitu pada pengamatan minggu ke 2
keseleruhan tanaman sudah muncul pertumbuhan akar barunya.
Berdasarkan perlakuan dengan media arang sekam dan gabus atau oasis
atau pemakaian rootone-f atau tidak dengan pemakaian rootone-f, pertumbuhan
akar dapat tumbuh dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya yaitu
pengaruh cahaya matahari dan kelembapan disekitar tanaman itu sendiri. Sinar
matahari akan mempengaruhi kinerja dari kegunaan auksin tersebut. Pada cahaya
matahari yang banyak, auksin akan bekerja menjadi lambat namun struktur batang
menjadi kuat. Sedangkan pada tanaman yang mendapatkan sedikit cahaya
matahari maka akan mempercepat kerja auksin, namun batangnya lemah.
Kelembapan media tanam harus tetap terjaga, tidak terlalu kering atau
basah. Hal ini dikarenakan potongan dari tanaman tersebut belum ditumbuhi akar
dan organ tanaman lainnya.
Berdasarkan data pengamatan dengan rootone-f dalam percobaan inisiasi
pembentukan akar tidak boleh digunakan terlalu banyak pada bagian tanaman
yang akan diberi perlakuan, karena dengan pemakaian rootone-f yang terlalu
banyak bukan untuk mempercepat serta memperbanyak dalam pembelahan sel
dan pertumbuhannya melainkan dapat menghambat pertumbuhan akar atau
tanaman itu sendiri. Sehingga juga dapat menyebabkan tanaman tersebut mati
karena terlalu over dosis atau berlebihan dalam pemakaiannya.
Berdasarkan dari pada hasil pengamatan pada grafik dan tabel diatas
perlakuan pemakaian rootone-f serta penggunaan media arang sekam dan bagian
tanaman pucuk yang memiliki jumlah akar serta pertumbuhan akar yang lebih

68

panjang dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemakaian rootone-f dan


penggunaan media gabus atau oasis serta bgian batang tengah dan bawah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Pemakaian rootone-f dalam inisiasi pembentukan akar dapat mempercepat
dalam pertumbuhan akar karena rootone-f termasuk kedalam jenis hormon
tanaman auksin ini yang berfungsi sebagai perangsang dalam pembelahan
sel dan menstimulasi pembelahan sel dalam inisiasi pembentukan akar
adventif.
2. Penggunaan media arang sekam sebagai media dalam pertubuhan inisiasi
akar lebih baik dibandingkan dengan penggunaan media gabus atau oasis.
Karena pada media arang sekam memiliki ruang lingkup yang cukup
lembab dan kepadatan yang cukup renggang sehingga dapat menjaga
kelembaban pada tanaman tersebut agar tidak kering, selain lingkungan
media dengan penggunaan media arang sekam ini akan memberikan
keluasan akar untuk berkembang dengan baik.
3. Bagian batang yang baik untuk pembentukan akar pada percobaan inisiasi
pembentukan akar adalah bagian pucuk. karena pada bagian pucuk banyak
terdapat sel meristem yang masih aktif dalam pembelahan sel. Oleh karena
itu jumlah akar yang dihasilkanpun lebih banyak dan tumbuh lebih
panjang dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya.

Saran
1. Perhatikan dalam pemakaian rootone-f tidak boleh terlalu banyak atau terlalu
sedikit, secukupnya saja. Karena pemakaian terlalu banyak dapat menghambat
pertumbuhan akar terserbut.
2. Perhatikan dalam pembuatan rootone-f tidak boleh terlalu cair ataupun kental.
3. Tanaman harus tetap dijaga kelembapannya agar tanaman tersebut tidak mati
dan pastikan tanaman tersebut cukup cahaya matahari.

DAFTAR PUSTAKA

69

Winarso WD. 2015. Penuntun Praktikum Pegatar Fisiologi Tanaman. Bogor. IPB.
Depdiknas.
Dwidjoseputro D. 1990. Pengantar Fisiologi Tanaman. PT. Gramedia Pustaka.
Endah HJ. 2002. Membuat Tanaman Hias Rajin Berbunga. Agromedia. Grafindo
Persada..
Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta. Erlangga.
Hopskin WD. 1995, Introduction to Plant Physiology. Thompson Inc. Canada.
ITB.
Kaufman PB. 1975. Laboratory Experiment in Plant Phsiology.
Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada.
Lakitan B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.
Lakitan B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Raja Macmillan
Publishing Co. Inc. New York.
Mukherji S and Ghosh. 2002. Plant Physiology. New Delhi: Tata Mc. Graw Hill
Publishing Company Limite.
Mulyana AE dan Rukmana. 1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung. (JURNAL).
Pustaka. Jakarta.
Rahardja PC dan Wahyu W. 2003. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Salisbury FB dan Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung . ITB
Press.
Thompson HL dan Relly WC. 1957. Vegetable Crops Mc. Craw Hill.
Bookcompany Inc. New York.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor. PAU IPB.
Widianto R. 2002. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya.
Jakarta.

LAMPIRAN

70

Gambar 1 Perlakuan Rootone-F dan


Tanpa Rootone-F pada Oasis

Gambar 2 Perlakuan Rootone-F dan


Tanpa Rootone-F pada Arang Sekam

Gambar 3 Tengah dengan Rootone-F pada


Oasis
Gambar 5 Tengah tanpa Rootone-F pada
Arang Sekam

Gambar 4 Bawah dengan Rootone-F


pada Arang sekam

71

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG


GELOMBANG CAHAYA
PENDAHULUAN
Tanaman merupakan kelompok mahluk hidup yang mampu membuat
makanannya sendiri atau tergolong dalam organisme autotrof. Hal ini dikarenakan
tanaman memiliki organel sel yang bernama kloroplas. Pada organel sel tersebut
di bagian dalamnya terdapat zat hijau daun atau klorofil. Klorofil ini berperan di
dalam proses fotosintesis. Fungsi klorofil pada tanaman adalah menyerap energy
dari sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintesis.
Klorofil dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu klorofil a, b, c, d
dan tipe e. pembagian tersebut berdasarkan pada rantai samping yang mengikat
inti porfitinnya.Jenis klorofil yang paling banyak ditemukan pada tumbuhan
tingkat tinngi adalah jenis a dan b. Klorofil a biasanya adalah untuk jenis sinar
cahaya hijau biru, sementara pada klorofil b untuk jenis sinar cahaya kuning hijau
(Erviani 2012)..
Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan energi matahari oleh
tumbuhan hijau yang terjadi pada kloroplast. Fotosintesis juga merupakan energi
utama bagi manusia antara lain sebagai memasok energi untuk pangan, bahan
bakar fosil untuk diubah menjadi energy listrik, dll. Fotosintesis melibatkan
semua tumbuh-tumbuhan baik yang ada di darat, perairan air tawar maupun lautan
(Erviani 2012).
Laju fotosintesis memiliki dua reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap
(Siklus Calvin).Reaksi terang terjadi di Grana sedangkan untuk reaksi gelap
terjadi di Stroma. Pada proses reaksi terang terjadi konversi energi cahaya
menjadi energikimia(ATP dan NADPH) dan menghasilkan oksigen (O2). Energi
kimia ini kemudian dirubah menjadi karbohidrat dari bahan baku air dan
karbondioksida. Peristiwa ini terjadi pada reaksi gelap yang hanya berlangsung
apabila cukup cahaya.
Fotosintesis terdiri dari rangkaian reaksi yang panjang karena dalam
proses fotosintesis memerlukan cahaya, sehingga apabila cahaya yang di peroleh
sedikit maka laju reaksi pada fotosintesis tersebut juga akan menurun, untuk itu
pada keadaan yang demikian intensitas dan kualitas cahaya menjadi faktor
pembatas. Peningkatan intensitas cahaya akanberpengaruh besar pada
peningkatkan laju fotosintesis.
Faktor yang mempengaruhi fotosintesis, antara lain yang pertama adalah
suhu. suhu yang ideal untuk tanaman di wilayah tropis di kisaran 30 o-40o. Apabila
suhu diatas kisaran suhu ini laju fotosintesis menurun dan apabila suhu diatas
kisaran ini maka menyebabkan kerusakan
sementara
atau
permanen
protoplasma yang mengakibatkan menurunnya kecepatan fotosintesis, semakin
tinggi suhu semakin cepat penurunan laju fotosintesis (Salisbury dan Ross 1995).
Faktor yang kedua adalah karbondioksida (CO2). Konsentrasi
karbondioksida yang rendah dapat mempengaruhi laju fotosintesis hingga
kecepatannya sebanding dengan konsentrasi karbondioksida. Namun bila
konsentrasi karbondioksida naik maka dapat dicapai laju fotosintesis

72

maksimum kira-kira pada konsentrasi 1% dan diatas persentase ini maka laju
fotosintesis
akan
konstan
pada suatu kisaran lebar dari konsentrasi
karbondioksida. Kadar CO2 tidak boleh melebihi 1000-1200 mol kerena
konsentrasi kadar CO2 tersebut sering menyebabkan keracunan atau penutupan
stomata, kadang pula dapat menurunkan laju fotosintesis (Salisbury dan Ross
1995).
Faktor yang ketiga adalah air.Air merupakan faktor yag tidak dapat
dipisahkan dari fotosintesis. Air merupakan unsur yang sangat dibutuhkan
tanaman, selain untuk memenuhi kebutuhan H2O air juga menyediakan unsurunsur hara walaupun dalam konsentrasi yang sedikit.Dengan terpenuhnya
kebutuhn air yang tidak berlebihan dan kekurangan, tanaman dapat melaksanakan
metabolismenya dengan baik dan tidak terganggu.Air membentuk 80% bagian sel
pada tanaman (Salisbury dan Ross 1995).
Faktor yang keempat adalah klorofil. Klorofil digunakan untuk menyerap
cahaya.Klorofil menyerap cahaya untuk mengubah karbondioksida dan air
menjadi bahan makanan yaitu glukosa (Salisbury dan Ross 1995). Faktor terakhir
adalah cahaya, ketika intensitas cahaya rendah maka perputaran gas pada
fotosintesis lebih kecil dari pada respirasi. Pada keadaan diatas titik
kompensasi yaitu konsentrasi karbondioksida yang diambil untuk fotosintesis
dan dikeluarkan untuk respirasi seimbang, maka peningkatan intensitas cahaya
menyebabkan kenaikan sebanding dengan laju fotosintesis. Pada intensitas
cahaya sedang peningkatan laju fotosintesis menurun sedangkan pada
intensitas cahaya tinggi laju fotosintesis menjadi konstan (Salisbury dan Ross
1995).
Energi yang diberikan oleh sinar itu bergantung kepada kualitas panjang
gelombang, intensitas (banyaknya sinar per 1 cm per detik) dan waktu (sebentar
atau lama). Tanpa adanya cahaya matahari yang sesuai maka tanaman tidak akan
mengalami fotosintesis.Tidak semua gelombang cahaya matahari bisa di
maanfaatkan oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Panjang gelombang cahaya yang
mampu membantu tanaman dalam fotosintesis antara 400-700nm.Panjang
gelombang cahaya tersebut yang paling cocok. Untuk panjang gelombang yang
kurang dari dan lebih dari gelombang yang disebut Visible Light (400-700nm)
tersebut ada yang tidak memiliki fungsi untuk fotosintesis dan bahkan mmemiliki
sifat merusak bila terpapar (Ariwulan 2012).
Apabila diurutkan dari yang bergelombang panjang maka sinar-sinar
tersebut adalah merah, kuning, hijau, biru, dan polikromatik. Sinar-sinar yang
bergelombang lebih pendek daripada sinar ungu adalah sinar ultra ungu, sinar X,
sinar gamma dan sinar kosmik. Baik sinar -sinar yang pendek gelombangnya
maupun sinar yang panjang gelombangnya daripada sinar merah yaitu sinar infra
merah, semuanya tidak mempengaruhi dalam proses fotosintesis.
Tujuan dari penyusunan laporan praktikum ini adalah untuk mengetahui
Laju Fotosintesis pada berbagai panjang gelombang cahaya dan untuk
mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

73

TINJAUAN PUSTAKA
Proses yang berlangsung dalam daun, tetapi yang menjadi pembeda dan
yang terpenting adalah proses pembuatan bahan makanan. Tumbuhan hijau
memiliki kemampuan membuat makanan dari bahan-bahan baku dari tanah dan
udara, dan pada aktifitas inilah bergantung kehidupan tumbuhan dan kehidupan
seluruh binatang dan manusia. Seluruh benda hidup memerlukan energi tidak saja
untuk pertumbuhan dan reproduksi, tetapi juga untuk mempertahankan kehidupan
itu sendiri. Energi ini berasal dari energi kimiawi dalam makanan yang
dikonsumsi, sedangkan makanan itu asalnya dari proses fotosintesis.
Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan energi matahari oleh
tumbuhan hijau yang terjadi pada kloroplast. Fotosintesis juga merupakan energi
utama bagi manusia antara lain sebagai memasok energi untuk pangan, bahan
bakar fosil untuk diubah menjadi energy listrik, dll. Fotosintesis melibatkan
semua tumbuh-tumbuhan baik yang ada di darat, perairan air tawar maupun
lautan.
Reaksi fotosintesis terjadi pada membran fotosintesis tumbuhan.Pada
bakteri fotosintesis membran tersebut merupakan lipatan memban sel. Pada
tumbuhan, alga dan protista bersel satu (misalnya euglena), semua reaksi
fotosintesis terjadi dalam organel sel yang disebut kloroplas.Kloroplas mepunyai
sistem membran dalam.Membran ini terorganisasi menjadi kantong pipih
berbentuk cakram yang disebut tilakoid.Tumpukan tilakoid disebut grana. Tiaptiap tilakoid merupakan ruang tertutup dan berfungsi sebagai tempat pembentukan
ATP. Disekeliling tilakoid terdapat cairan yang disebut stroma.Stroma
mengandung enzim yang berperan dalam reaksi fotosintesis.
Fotosintesis dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis antara lainkonsentrasi
karbondioksida di udara, semakin tinggi konsentrasi karbondioksida di udara
maka laju fotosintesis semakin meningkat. Klorofil, semakin banyak juml;ah
klorofil dalam daun maka proses fotosintesis berlangsung semakin cepat. Cahaya,
intensitas cahaya yang cukup diperlukan agar fotosintesis berlangsung dengan
efisien.
Air, ketersediaan air mempengaruhi laju fotosintesis karena air merupakan
bahan baku dalam proses ini.Suhu, umumnya semakin tinggi suhunya, laju
fotosintesis akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Namun bila siuhu terlalu
tinggi, fotosintesis akan berhenti karena enzim-enzim yang berperan dalam
fotosintesis rusak. Oleh karen itu tumbuhan menghendaki suhu optimum (tidak
terlalu rendah atau terlalu tinggi) agar fotosintesis berjalan secara efisien.
Cahaya hanya merupakan bagian dari energi cahaya yang memiliki
panjang gelombang tampak bagi mata manusia sekitar 390-760 nanometer.Sifat
partikel cahaya biasanya diungkapkan dalam pernyataan bahwa cahaya itu datang
dalam bentuk kuanta dan foton, yaitu paket energi yang terpotong-potong dan
masing-masing mempunyai panjang gelombang tertentu (Ariwulan 2012).
Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada fotosintesis (kuat
penyinaran) saja, namun ada faktor lain yang terdapat pada cahaya, yaitu
berkaitan dengan panjang gelombangnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Hendrick & Berthwick pada tahun 1984, menunjukan cahaya yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan adalah pada spectrum merah dengan panjang gelombang

74

660nm. Percobaan dengan menggunakan spectrum infra merah dengan panjang


gelombang 730nm meberikan pengaruh yang berlawanan.Substansi yang merspon
spectrum cahaya adalah fitakram suatu protein warna pada tumbuhan yang
mengandung susunan atom khusus yang mengabsorpsi cahaya (Ariwulan 2012).
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem
pada tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh
daun sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum
serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwa ada pigmen lain yang
berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih
tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak
segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai
akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis
(Lakitan 1993).
Kloroplas terkandung beberapa jenis pigmen, yaitu karotenoid.Krolofil a
berperan langsung dalam reaksi terang.Klorofil a mampu menyerap terutama
cahaya merah dan biru ungu.Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang.
Klorofil a terlihat hijau karena memantulkan cahaya hijau.Klorofil b, menyerap
terutama cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya hijau-kuning (Erviani
2012).
Karotenoid adalah pigmen kuning oranye yang menyerap cahaya biruhijau.Klorofil b dan karotenoid tidak berperan langsung dalam reaksi terang tapi
mereka memperluas kisaran cahaya yang dapat digunakan oleh tumbuhan.Kedua
pigmen ini meneruskan energi cahaya yang mereka serap ke klorofil a, dan
kemudian menyimpan energi untuk kegiatan teaksi terang (Erviani 2012).
Cahaya memberikan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman/pohon secara langsung melalui tumbuhan hijau atau melalui organisme
lain, hal ini tergantung kepada zat-zat organik yang disintesa oleh tumbuhan hijau.
Kualitas cahaya berkaitan erat dengan panjang gelombang, dimana panjang
gelombang ungu dan biru mempunyai foton yang lebih berenergi bila dibanding
dengan panjang gelombang jingga dan merah.
Warna-warni dari panjang gelombang ini mempengaruhi terhadap
fotosintesis dan juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
pohon baik secara generatif maupun vegetatif, tetapi kuning dan hijau
dimanfaatkan oleh tanaman sangat sedikit, panjang gelombang yang paling
banyak diabsorbsi beada di wilayah violet sampai biru dan orange sampai merah
(Ariwulan 2012).
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya
terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali
utama dari ekosistem.Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam
ruang/spasial maupun dalam waktu/temporal.Intensitas cahaya terbesar terjadi di
daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya yang
direfleksikan oleh awan.Di daerah garis lintang rendah, cahaya matahari
menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan
bumi.Sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam ketebalan minimum
(Salisbury dan Ross 1995).

75

Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu


vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan
menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah
energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Intensitas cahaya yang
berlebihan dapat berperan sebagai faktor pembatas.Cahaya yang kuat dapat
merusak enzim akibat foto-oksidasi, ini menganggu metabolisme organisme
terutama kemampuan di dalam mensisntesis protein (Salisbury dan Ross 1995).
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang
gelombang antara 0.39 sampai 7.60 mikron. Utraviolet dan infrared tidak
dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau
mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah
merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Di ekosistem daratan kualitas cahaya tidak mempunyai variasi yang berarti untuk
mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah
cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang
sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan
demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi
dengan kondisi cahaya yang rendah energinya (Ariwulan 2012).
Cahaya adalah suatu bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan
terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan
sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik.Energi
radiasi terdiri dari sejumlah besar gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang yang berbeda-beda (Triyati 1985).

76

METODOLOGI KERJA
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO 1 dan Green House
Diploma IPB, pada tanggal 7 Oktober 2015 dan 20 Oktober 2015.
Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas piala 250ml, gelas
piala 500ml, pipet tetes, petridish, hot plate. Adapun bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah polybag, pupuk kandang, arang sekam, tanah, mika plastik
bening, mika plastik merah, mika plastik biru, kertas manila hitam, klip kertas,
benih kedelai, daun kedelai yang telah tertutupi mika dan kertas manila, iodin
10%, alcohol 90%, dan aquades.
Metode Kerja

a. Perlakuan sebelum dilaksanakan percobaan Laju Fotosintesis.

mempersiapkan alat dan bahan


yang akan digunakan

Mengisi polybag dengan media


tanam arang sekam:tanah:pupuk
kandang = 1:1:1

Melakukan perawatan rutin,


menyiram dan membersihkan dari
gulma

Menanam benih masing-masing


polybag 4 butir benih

2 bulan sebelum percobaan,


menentukan 3-4 daun trifoliet dari
masing-masing polybag

Menyiapkan potongan
mika dan kertas manila
dengan ukuran 2.5 cm x 5
cm

Meletakkan tanaman di daerah


yang mempunyai cahaya penuh
dan biarkan selama 2 minggu
b. Uji Kandungan Karbohidrat.

Memasang tiap pasangan mika


dan kertas nilam pada daun
trifoliet yang telah ditentukan

77

Mengambil daun yang telah


ditempeli dengan mika dan kertas
manila tanpa melepasnya

Menggambar masing-masing
daun pada buku praktikum

Menempatkan gelas piala 250ml


yang telah berisi alkohol 90%
100ml

Menyiapkan alkohol mendidih


pada gelas piala 500ml yang
berisi air 300ml diatas hot plate

Menyalakan hot plate dan


menunggu hingga alkohol
mendidih

Melepaskan mika dan kertas


manila pada masing-masing daun
dengan pinset

Mengangkat daun yang sudah


berwarna putih dan
meletakkannya diatas petridish

Memasukkan daun tersebut ke


dalam alkohol untuk meluruhkan
klorofil

Memberikan iodin 10% pada


permukaan daun di dalam
petridish

Amati perubahan dan


membandingkan perubahan pada
masing-masing daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

78

Hasil
Mika

Kelompok

Warna Awal Daun

Keadaan

Warna Setelah Perlakuan

1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6

Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau
Hijau Tua
Hijau
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua

Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar

Hijau Muda
Hijau Keemasan
Hijau Muda
Kuning Keemasan
Kuning Keemasan
Hijau keemasan
Hijau Muda Pucat
Hijau Kekuningan
Hijau
Hijau Kekuningan
Hijau Muda/Pucat
Hijau Muda Pucat
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau
Hijau
Hijau Tua
Hijau Kekuningan
Kuning Kecoklatan
kuning Kehijauan
Kuning
Tidak berubah warna
Hijau Kecoklatan

Biru

Merah

Bening

Hitam

Pembahasan
Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan energi matahari oleh
tumbuhan hijau yang terjadi pada kloroplast. Fotosintesis juga merupakan energi
utama bagi manusia antara lain sebagai memasok energi untuk pangan, bahan
bakar fosil untuk diubah menjadi energi.
Fotosintesis terdiri dari rangkaian reaksi yang panjang karena dalam
proses fotosintesis memerlukan cahaya, sehingga apabila cahaya yang di peroleh
sedikit maka laju reaksi pada fotosintesis tersebut juga akan menurun, untuk itu

79

pada keadaan yang demikian intensitas dan kualitas cahaya menjadi faktor
pembatas. Peningkatan intensitas cahaya akanberpengaruh besar pada
peningkatkan laju fotosintesis.
Praktikum ini menggunakan mika dan kertas manila yang diibaratkan
sebagai spectrum gelombang cahaya.Pada percobaan mika berwarna biru
diibaratkan sebagai spectrum gelombang cahaya biru.Pada percobaan mika
berwarna merah diibaratkan sebagai spectrum gelombang cahaya merah.Pada
percobaan mika bening diibaratkan sebagai percobaan control.Sedangkan pada
percobaan kertas manila hitam diibaratkan sebagai percobaan hampa cahaya atau
tanpa adanya gelombang cahaya.
Berdasarkan hasil pengamatn pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari
masing-masing percobaan kelompok terdapat perubahan warna dan ada juga yang
tidak ada perubahan warnanya dari setiap perlakuan baik pada perlakuan mika
biru, mika merah, mika benih dan kertas manila hitam.
Berdasarkan hasil pengamatan laju fotosintesis pada berbagai macam
panjang gelombang, pada data kelompok 2 menunjukan bahwa pada percobaan
mika biru mengalami perubahan warna dari warna hijau tua menjadi hijau
keemesan.Pada mika merah mengalami perubahan warna dari hijau tua menjadi
hijau kekuningan.Pada percobaan mika bening tidak terjadi perubahan warna yang
terlalu jelas sedangkan pada percobaan kertas manila hitam pengalami perubahan
warna dari warna hijau tua menjadi kuning kecoklatan.
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel diatas dari masing-masing
percobaan kelompok pada perlakuan mika biru, mika merah dan kertas manila
hitam terdapat perubahan warna yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini dapat
terjadi disebabkan mungkin oleh beberapa faktor, antara lain factor yang pertama
adalah pada saat pemasangan mika dan kertas manila ke daun tanaman tidak
terlalu kuat yang menyebabkan mika dan kertas manila dapat berpindah tempat
dari tempat sebelumnya yang disebabkan oleh pada saat kita menyiram atau juga
pada saat terkena air tetesan hujan.
Faktor yang kedua adalah setelah daun pada tanaman telah ditutupi oleh
mika dan kerta manila, tanaman tersebut tidak diletakkan ke daerah yang terkena
atau terpapar oleh sinar matahari langsung.Atau juga pada saat pemilihan daun
yang ingin dipasang dengan mika dan kertas manila terletak pada bagian bawah
tanaman sehingga daun yang telah ditutupi dengan mika dan kertas manila
tersebut terhalangi yang menyebabkan kurangnya pancaran cahaya pada daun
tersebut.
Faktor yang ketiga adalah pada saat sebelum perebusan banyak daun yang
sudah dilepas dari mika dan kertas manila.Maka dari itu pada saat perebusan
dengan alkohol 90% dan ditetesi dengan iodine 10% daun-daun tersebut tidak
mengalami perubahan warna yang jelas bahkan perubahan warna tersebutpun
berbeda-beda dari setiap ulangnnya dan ada juga yang tidak berubah warna.

80

Berdasarkan perlakuan kontrol dari data diatas dapat dilihat pada setiap
ulagannya hampir semua sama yakni tidak ada perubahan warna yang terlalu jelas
hanya saja perubahan warna terjadi dari warna daun hijau tua menjadi warna daun
hijau.
Berdasarkan hasil pengamatan pada masing-masing perlakuan jika
dikaitkan dengan pengaruh gelombang cahaya terhadapat laju fotosintesis
seharusnya pada perlakuan mika biru yang paling cocok untuk membantu laju
fotosintesis pada tanaman dibandingkan dengan perlakuan mika merah, mika
bening dan juga kertas manila hitam. Hal ini terjadi karena gelombang cahaya biru
dan gelombang cahaya ungu memiliki gelombang cahaya yang lebih pendek
dibandingkan denga gelombang cahaya merah dan gelombang cahaya jingga yang
memiliki gelombang cahaya yang panjang. Karena pada gelombang cahaya yang
pendek memiliki lebih banyak foton energetik yang baik untuk membantu
fotosintesis pada tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

81

1. Perlakuan pengaruh panjang gelombang cahaya terhadap laju fotosintesi


terdapat perubahan warna dan ada juga yang tidak terjadi perubahan warna.
2. Perlakuan mika biru, mika merah dan kertas manila hitam terjadi perubahan
warna yang berbeda-bedari dari setiap ulangannya.
3. Perlakuan mika bening (kontrol) tidak terjadi perubahan warna yang terlalu
terlihat jelas.
4. Perbedaan pada setiap perubahan warna yang terjadi mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain tidak terpasangnya mika dan kertas manila
dengan erat pada daun tanaman, tidak terkenanya daun-daun yang tertutupi
dengan mika dan kertas manila oleh pancaran sinar matahari langsung dan
juga mika dan kertas manila terlepas dari daun sebelum daun-daun tersebut
direbus dengan alkohol 90% dan iodine 10%.
5. Gelombang cahaya yang cocok untuk membantu proses laju fotosintesis
adalah gelombang cahaya biru karena memiliki panjang gelombang yang
pendek sehingga memiliki lebih banyak foton energenik yang baik untuk
laju fotosintesis dibandingkan dengan gelombang cahaya merah.
Saran
1. Praktikan lebih memastikan daun yang tertutupi mika dan kertas manila
terpapar dengan cahaya matahari, tidak terhalangi daun lain atau apapun itu.
2. Praktikan dapat menggunakan alkohol yang digunakan pada perebusan daun
adalah alkohol murni 90%.
3. Praktikan dapat menggunakan iodin yang digunakan untuk daun setelah
perebusan dengan alkohol, masih berfungsi dengan baik.
4. Praktikan jangan melepas mika sebelum dilakukan perebusan dengan alkohol
agar hasil yang didapat tetap baik, tidak ada perubahan.
5. Praktikan harus lebih merawat dan memelihara dengan baik tanaman-tanaman
tersebut dengan menyiramnya secara teratur dan membersihkannya dari
gulma-gulma agar tanaman tersebut tidak mati.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Pegatar Fisiologi Tanaman. Bogor. IPB.


Depdiknas.
Dwidjoseputro D. 1990. Pengantar Fisiologi Tanaman. PT. Gramedia Pustaka
Feryanto I. 2011. Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan.

82

Gardner. Franklin PR dan Roger 1992. Fisiologi Grafindo Persada.


Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta. Erlangga. ITB.
Kaufman PB. 1975, Laboratory Experiment in Plant Phsiology.
Lakitan B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.
Lakitan B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Raja.
Lakitan B.1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Rajagrafindo. Jakarta.
Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Mulyana AE dan Rukmana. 1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pertanian Perikanan dan Biologi Universitas Bangka Belitung. (JURNAL).
Salisbury FB dan Cleon WR. 1992. Fisologi Tumbuhan. ITB. Bandung.

LAMPIRAN

83

Sebelum Perlakuan Kertas Manila Hitam

Setelah Perlakuan Kertas Manila


Hitam

Sebelum Perlakuan Mika Merah

Setelah Perlakuan Mika Merah

Sebelum Perlakuan Mika Bening

Setelah Perlakuan Mika Bening

Sebelum Perlakuan Mika Biru

Setelah Perlakuan Mika Bening

84

85

NUTRISI TANAMAN
PENDAHULUAN
Tumbuhan pada dasarnya memerlukan air dan nutrisi atau zat hara untuk
keberlangsungan hidupnya. Nutrisi adalah unsur atau senyawa kimia yang
digunakan untuk metabolisme atau fisiologi organisme. Nutrisi biasanya
dikategorikan menjadi nutrien yang menyediakan energi dan yang digunakan
sebagai komponen untuk tubuh atau pembentukan struktur sel. Suatu nutrisi
disebut sebagai nutrien esensial bagi mahluk hidup jika zat tersebut tidak dapat
disintesis oleh mahluk hidup dan harus dipenuhi atau didapatkan dari sumber
makanan. Nutrisi untuk tanaman terdapat pada media tumbuhnya dan biasanya
berupa senyawa anorganik (berupa air dan oksigen) dan mineral tanah yang
berbentuk ion-ion.
Senyawa organik dan ion-ion berguna untuk mensintesis senyawa organik
menjadi energi yang diperlukan oleh tanaman.Nutrisi tersebut didapatkan tanaman
dengan cara menyerap unsur hara yang ada pada media tumbuhnya oleh bulu-bulu
akar dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh tanaman melalui pembuluh
xylem.Selain nutrisi, sinar matahari juga sangat diperlukan dalam pembentukan
energi. Biasanya cara paling mudah untuk menjaga konsentrasi nutrisi agar tetap
tinggi adalah dengan memberikan pupuk pada media tanam. Namun seringkali
pemberian dosis nutrisi pada pupuk yang kurang tepat justru membuat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi tidak optimal.
Dosis pemberian pupuk yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman
kelebihan nutrisi, dan dosis pemberian pupuk yang terlalu sedikit menyebabkan
tanaman kekurangan nutrisi, kedua kondisi tersebut dinamakan dengan malnutrisi.
Jika tanaman kelebihan unsur hara akan menyebabkan warna daun akan berubah ,
akar tanaman menjadi rusak dan tidak mampu memanjang dengan cepat, dan
batang tanaman akan berair sehingga tanaman akan mudah rebah. Jika tanaman
kekurangan unsur hara, maka pertumbuhan tanaman tidak akan optimal (kerdil),
daun akan mudah layu dan rontok, tanaman menjadi kering, dan proses
pembungaan melambat. Praktikum mengenai Nutrisi Tanaman bertujuan untuk
mempelajari pengaruh komposisi hara terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA
Kemampuan sel-sel hidup tanaman untuk mengambil zat yang
dibutuhkannya dari lingkungan dan mempergunakan zat atau bahan-bahan
tersebut untuk diubah menjadi energi bagi sel-sel tersebut. Menurut K. Mengel
dan Kirkby (1987), penyediaan dan penyerapan senyawa kimia yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan metabolisme sel dapat diartikan sebagai proses
penyerapan nutrisi. Nutrisi hara dibutuhkan tanaman dalam proses pertumbuhan
dan perkembangannya, khususnya adalah hara anorganik.

86

Membedakan antara tanaman dengan mahluk hidup lainnya yang justru


membutuhkan senyawa organik untuk menghasilkan energi. Unsur hara tersebut
diserap oleh perakaran tanaman dalam bentuk ion. Ion-ion dan senyawa kimia
lainnya yang berada pada media tanam bergerak secara pasif kedalam ruang
kosong pada pori-pori akar. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan bahwa
ion-ion tersebut dapat masuk ke dalam akar dikarenakan oleh faktor pembawa.
Ion-ion tersebut menempel pada faktor pembawa dan masuk kedalam
ruang kosong pada pori akar bersamaan dengan senyawa kimia lainnya.
Kemudian ion-ion tersebut mengendap di dalam jaringan akar dan faktor
pembawa keluar dari jaringan akar. Beberapa ahli berpendapat jika faktor
pembawa tersebut sebenarnya merupakan semacam pompa yang mengatur keluar
masuknya ion-ion ke dalam jaringan xylem pada akar (Benton 1930). Setelah
nutrisi hara tersebut masuk ke dalam jaringan akar, kemudian nutrisi hara tersebut
diedarkan ke seluruh tubuh tanaman melalui jaringan pembuluh xylem.

METODOLOGI KERJA

87

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO 1 , pada tanggal 10
November 2015.
Alat dan Bahan
Peralatan yang harus disiapkan untuk melakukan praktikum Nutrisi
Tanaman diantaranya adalah sekop, gembor, polybag, spidol putih, spidol hitam
permanen, timbangan, gelas ukur dan penggaris. Bahan-bahan yang digunakan
selama praktikum Nutrisi Tanaman diantaranya benih kangkung, tanah, air, gelas
plastik, dan pupuk perlakuan (Growmore dan Hyponex).
Perlakuan :
1. Kontrol
2. Larutan Hyponex
3. Larutan Growmore
Metode Kerja

88

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1 Pengamatan Panjang Akar
Perlakuan

Panjang Akar (cm)


0 MST

1 MST

2 MST

Kontrol

12

18.3

20

Growmore

12

17

17.5

Hyponex

17

19.8

19.5

Grafik 1 Pengamatan Panjang Akar Perlakuan Kontrol

Grafik 2 Pengamatan Panjang Akar Perlakuan Growmore

89

Grafik 3 Pengamatan Panjang Akar Perlakuan Hyponex


Tabel 2 Pengamatan Jumlah Akar
Perlakuan
Kontrol
Growmore
Hyponex

0 MST
20
25
25

Jumlah Akar
1 MST
27
30
39

Grafik 4 Pengamatan Jumlah Akar Perlakuan Kontrol

2 MST
26
15
25

90

Grafik 5 Pengamatan Jumlah Akar Perlakuan Growmore

Grafik 6 Pengamatan Jumlah Akar Perlakuan Hyponex


Tabel 3 Pengamatan Jumlah Daun
Jumlah Daun

Perlakuan
Kontrol
Growmore

0 MST
8
7

1 MST
8
7

2 MST
9
4

Hyponex

11

91

Grafik 7 Pengamatan Jumlah Daun Perlakuan Kontrol

Grafik 8 Pengamatan Jumlah Daun Perlakuan Growmore

Grafik 9 Pengamatan Jumlah Daun Perlakuan Hyponex

92

Tabel 4 Pengamatan Skor Warna Daun


Skor Warna Daun

Perlakuan

0 MST

1 MST

2 MST

Kontrol

Growmore

Hyponex

Tabel 5 Pengamatan Skor Warna Daun Perlakuan Kontrol


Skor Warna Daun

Pengamatan
Minggu Ke-

Tabel 6 Pengamatan Skor Warna Daun Perlakuan Growmore


Skor Warna Daun

Pengamatan
Minggu Ke-

Tabel 7 Pengamatan Skor Warna Daun Perlakuan Hyponex


Skor Warna Daun

Pengamatan
Minggu Ke-

Pembahasan
Berdasarkan data kelas praktikum 1, pada hasil pengamatan panjang akar
perlakuan kontrol 0 MST sampai 2 MST, hampir semua kelompok mengalami
pemanjangan tetapi hanya tanaman kelompok 4 yang mengalami penyusutan
panjang. Kemudian berdasarkan hasil p
engamatan panjang akar dengan perlakuan pemberian pupuk Growmore diketahui
bahwa tanaman kangkung pada kelompok 2, kelompok 5 dan kelompok 6
mengalami pemanjangan dan tanaman kangkung pada kelompok 1, kelompok 3

93

dan kelompok 4 mengalami penyusutan panjang akar. Selanjutnya berdasarkan


hasil pengamatan panjang akar dengan perlakuan pemberian pupuk Hyponex.
Berdasarkan data semua kelompok mengalami pemanjangan akar mulai
dari 0 MST hingga 2 MST. Perbedaan kondisi pemanjangan akar yang
ditampilkan oleh tanaman pada masing-masing perlakuan bergantung pada jumlah
dosis hara yang terkandung di dalam pupuk cair tersebut. Adanya kelompok yang
garis grafik pemanjangan akar menyentuh titik nol disebabkan oleh tanaman
kangkung pada kelompok tersebut mati dan tidak dapat diamati lebih lanjut. Lalu,
adanya kelompok yang mengalamipenyusutan panjang akar bisa saja disebabkan
karena ujung-ujung serabut akar pada tanaman tersebut patah sehingga
panjangnya berkurang dari ukuran semula.
Berdasarkan hasil pengamatan jumlah akar yang dilakukan mulai dari 0
MST sampai 2 MST pada perlakuan kontrol, hampir semua kelompok mengalami
penambahan jumlah akar, tetapi ada pula yang mengalami pengurangan jumlah
akar. Untuk perlakuan dengan penambahan Growmore, semua kelompok
mengalami penambahan jumlah akar pada saat tanaman memasuki 1 MST, tetapi
jumlah akar pada masing-masing kelompok mulai berkurang pada saat tanaman
kangkung memasuki 2 MST. Kemudian, berdasarkan hasil pengamatan jumlah
akar perlakuan pemberian Hyponex mulai dari 0 MST sampai 2 MST, kelompok 5
dan kelompok 6 mengalami penambahan jumlah akar, sedangkan untuk kelompok
1hingga kelompok 4 jumlah akarnya berkurang ketika memasuki 2 MST.
Tanaman kangkung masing-masing kelompok yang mengalami
pengurangan jumlah akar bisa saja disebabkan karena adanya beberapa buah akar
yang terputus dari bagian batang tanaman sehingga menyebabkan adanya variasi
kondisi dari tiap kelompok. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan jumlah
daun tanaman kangkung mulai dari 0 MST hingga 2 MST, jika dilihat pada
perlakuan kontrol, tanaman kangkung kelompok 2 dan kelompok 6 mengalami
pertumbuhan daun baru yang cukup signifikan sedangkan utnuk tanaman
kangkung pada kelompok 1, kelompok 3, kelompok 4 dan kelompok 5,
mengalami pengurangan jumlah daun. Pada pengamatan jumlah daun dengan
perlakuan Growmore, tanaman kangkung pada setiap kelompok mengalami
penurunan jumlah daun. Kemudian pada tanaman kangkung dengan perlakuan
pemberian Hyponex, kondisi jumlah daun pada setiap kelompok bervariasi tetapi
hanya kelompok 2 yang mengalami penambahan jumlah daun sedangkan
kelompok lainnya mengalami pengurangan jumlah daun.
Adanya penurunan jumlah daun yang dialami oleh masing-masing
kelompok disebabkan oleh banyaknya jumlah daun yang rontok. Dosis kandungan
unsur hara yang beragam dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman juga dapat
menjadi faktor penyebab rontoknya daun pada tanaman kangkung.
Berdasarkan data tabel hasil pengamatan skor warna daun mulai dari 0
MST hingga 2 MST, pada tanaman kangkung dengan perlakuan kontrol hanya
kelompok 5 saja yang daun tanamannya berwarna hijau muda, sedangkan
kelompok warna daun tanaman kangkung pada kelompok lainnya berwarna hijau
kekuningan. Tetapi daun yang diamati oleh kelompok 1 saat tanaman mulai
memasuki 2 MST mengalami perontokan total sehingga tidak ada daun yang
dapat diamati lebih lanjut.
Berdasarkan perlakuan Growmore warna daun tanaman kangkung pada
tiap kelompok bervariasi, pada kelompok 1 dan kelompok 4, warna daun sempat

94

mengalami pemekatan hijau tetapi kemudia warna daun tergradasi hingga agak
kekuningan dan kuning pada saat tanaman memasuki 2 MST. Untuk kelompok 2
warna daun tetap berwarna hijau sampai usia tanaman 2 MST. Untuk kelompok 3
dan kelompok 5, warna daun yang dapat diamati hanya pada saat 0 MST saja
karena pada saat tanaman memasuki 1 MST seluruh daun telah rontok sehingga
tidak dapat diamati lebih lanjut.
Berdasarkan perlakuan tanaman kangkung dengan pemberian pupuk cair
Hyponex, kelompok 1 dan kelompok 2 sempat mengalami perubahan warna tetapi
kemudian berubah lagi ke warna daun semula. Sedangkan untuk kelompok
lainnya warna daun yang diamati pada tanaman kangkung saat 0 MST hingga 2
MST warnanya tetap bertahan dan tidak mengalami perubaha warna.
Berdasarkan pengamatan jika kita lihat data hasil pengamatan yang
dilakukan kelompok 2 pada peubah pengamatan panjang akar mulai dari 0 MST, 1
MST, hingga 2 MST, tanaman kangkung yang diberi perlakuan kontrol mengalami
pemanjangan akar terus menerus. Kemudian untuk tanaman kangkung yang diberi
perlakuan Growmore, pemanjangan jumlah akar pada 1 minggu pertama cukup
tinggi, namun pada saat tanaman kangkung memasuki minggu ke 2 kultur air
pemanjangan akar hanya bertambah 0.5 cm saja. Selanjutnya untuk tanaman
kangkung pada perlakuan pemberian pupuk Hyponex, pemanjangan akar hanya
bertambah sedikit dari ukuran semula. Dengan demikian, setiap perlakuan yang
diberikan terhadap tanaman kangkung berdasarkan hasil pengamatan panjang
akar, tanaman kangkung ketiga perlakuan sama-sama bertambah panjang tanpa
adanya penyusutan panjang.
Berdasarkan pengamatan jumlah akar tanaman kangkung, tanaman yang
diberikan perlakuan Kontrol, tanaman kangkung sempat mengalami penambahan
jumlah akar pada saat tanaman memasuki 1 MST. Tetapi pada saat tanaman
memasuki 2 MST, jumlah akar tanaman kangkung mengalami pengurangan.
Untuk perlakuan pemberian Growmore, jumlah akar tanaman sempat bertambah
banyak menjadi 30 akar dari yang awalnya 25 akar, tetapi kemudian jumlah akar
berkurang cukup banyak saat tanaman memasuki minggu ke 2. Untuk perlakuan
Hyponex, jumlah akar juga sempat mengalami penambahan jumlah namun pada
akhirnya berkurang.
Perkembangan jumlah daun yang diamati dari tanaman kangkung
kelompok 2 pada setiap perlakuannya cukup bervariasi. Misalnya, berdasarkan
data tanaman kangkung dengan perlakuan Kontrol mulai dari 0 MST hingga 2
MST, jumlah daun hanya bertambah satu helai daun saja. Kemudian, untuk
tanaman kangkung dengan perlakuan Growmore, jumlah daun yang diamati mulai
dari 0 MST sampai 1 MST tidak mengalami penambahan, tetapi pada saat
tanaman memasuki 2 MST jumlah daun berkurang akibat adanya helaian daun
yang rontok. Jumlah daun yang diamati pada tanaman kangkung perlakuan pupuk
Hyponex mengalami penambahan jumlah secara terus menerus.
Warna daun tanaman kangkung yang diamati pada perlakuan Kontrol dan
perlakuan pemberian pupuk Growmore tidak berubah. Sejak awal percobaan,
warna daun tetap berwarna hijau kekuningan. Tetapi pada tanaman kangkung
perlakuan Hyponex, warna daun yang pada awalnya berwarna hijau kekuningan
berubah menjadi hijau terang pada saat pengamatan 2 MST.
Berdasarkan kedua sumber data yang telah diperoleh, dapat diketahui jika
pada peubah pengamatan panjang akar, kelompok 2 lebih dominan mengalami

95

penambahan panjang dibandingkan dengan pemanjangan akar pada data


kelompok lainnya. Pada peubah pengamatan jumlah akar, pertambahan jumlah
akar tanaman kangkung dalam rentan waktu 0-1 MST, penambahan jumlah akar
kelompok 2 hanya bertambah sedikit dari jumlah semula dibandingkan dengan
data kelompok lainnya. Tetapi pada akhirnya antara kelompok 2 dan kelompok
lainnya sama-sama mengalami pengurangan jumlah akar saat tanaman kangkung
memasuki 2 MST. kemudian pada peubah pengamatan jumlah daun, kelompok 2
mengalami penambahan jumlah daun pada tiap perlakuannya mulai dari 0 MST
hingga 2 MST. hal serupa juga dialami oleh kelompok lainnya kecuali kelompok
1. Pada data hasil pengamatan kelompok 1, jumlah daun pada tiap perlakuannya
mengalami pengurangan jumlah, bahkan pada perlakuan kontrol kelompok 1
seluruh daunnya rontok.
Peubah pengamatan skor warna daun dengan membandingkan data yang
diperoleh kelompok 2 dengan kelompok lainnya, dapat kita ketahui jika warna
daun tanaman kangkung setiap perlakuannya yang dimiliki oleh kelompok 2 lebih
dominan berwarna hijau kekuningan. Hal tersebut dapat dilihat dari hampir tidak
adanya perubahan warna yang terjadi pada daun tanaman kangkung mulai dari 0
MST hingga 2 MST. sedangkan, kelompok lainnya memiliki hasil yang bervariasi,
dan bahkan ada pula beberapa kelompok yang tidak memiliki daun sama sekali
untuk diamati perubahan warnanya.

KESIMPULAN DAN SARAN

96

Kesimpulan
1. Tanaman yang paling optimal dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kangkung yang diamati mulai dari 0 MST, 1 MST, dan 2 MST
adalah tanaman kangkung dengan perlakuan pupuk Hyponex (10-45-15).
2. Banyaknya tanaman yang mati dalam proses pengamatan dapat
disebabkan oleh dosis hara pupuk yang tidak sesuai dengan kebutuhan
tanaman kangkung.
3. Banyaknya pengurangan jumlah akar, jumlah daun dan panjang akar yang
terjadi pada tanaman kangkung tiap perlakuannya adalah salah satu tanda
yang menunjukan tanaman kangkung mengalami malnutrisi.
4. Dosis hara pupuk dapat mempengaruhi perubahan warna pada daun,
jumlah akar, jumlah daun dan pertambahan panjang akar tanaman.

Saran
Apabila tanaman mulai mengalami gejala kerusakan setelah tanaman
dilakukan pemupukan, sebaiknya hentikan pemberian pupuk selama beberapa saat
sampai pertumbuhan dan perkembangan tanaman kembali membaik.

DAFTAR PUSTAKA

97

Dwidjoseputro D. 1990. Pengantar Fisiologi Tanaman. PT. Gramedia Pustaka


Experiment in Plant Physiology. Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Gardner FP. 1999. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Halliday dan Resnick. 1991. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta. Erlangga.
Hasanuddin. Makassar. ITB.
Jones JB. 1930. Plant Nutrition Manual. CRC Press. USA.
Lakitan. B. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta.
Lakitan B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Raja.
Latunra. 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II. Universitas
Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Mengel K. dan Kirkby EA. 1987. Principles of Plant Nutrition. International.
Mulyana AE dan Rukmana. 1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. of
America Inc. Madison Winconsin. USA. Pertanian Perikanan dan Biologi
Universitas Bangka Belitung. (JURNAL). Potash Institute. WorblaufenBern/Switzerland.
Sitompul SM. 1995 Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
USA.

LAMPIRAN

98

0 MST Kontrol

0 MST Gromore

1MST Kontrol

1 MST Gromore

2MST Kontrol

2 MST Gromore

99

0 MST Hyponex

1MST Hyponex

2MST Hyponex

100

101

102

KURVA SIGMOID
PENDAHULUAN
Proses pertumbuhan merupakan hal yang mencirikan suatu perkembangan
bagi makhluk hidup; baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dalam proses
pertumbuhan terjadi penambahan dan perubahan volume sel secara signifikan
seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya umur tanaman. Proses
pertumbuhan menunjukkan suatu perubahan dan dapat dinyatakan dalam bentuk
kurva/diagram pertumbuhan. Oleh karena itu, bila laju tumbuh digambarkan
dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada absisi, maka
grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk huruf S atau kurva sigmoid. Kurva
sigmoid ini berlaku bagi tumbuhan lengkap, bagian-bagiannya ataupun sel-selnya
(Latunra 2009).
Kurva sigmoid adalah suatu grafik yang mencirikan pola pertumbuhan
tanaman sepanjang suatu generasi secara khas. Kurva ini terbentuk
oleh variabel berupa pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif yang
digambarkan terhadap waktu menjadi suatu garis yang dapat ditarik dari data
secara normal akan berbentuk sigmoid yang menyerupai huruf S. Kurva sigmoid
berlaku bagi tumbuhan lengkap, untuk bagian-bagiannya ataupun sel-selnya. Pola
pertumbuhan tersebut cepat pada fase vegetatif sampai titik tertentu akibat
pertambahan sel tanaman kemudian melambat dan akhirnya menurun
pada fase senesen.
Kurva pertumbuhan berbentuk S (sigmoid) yang ideal yang dihasilkan
oleh banyak tumbuhan setahun dan beberapa bagian tertentu dari tumbuhan
setahun maupun bertahunan, Pada fase logaritmik ukuran (V) bertambah secara
eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti laju kurva pertumbuhan (dV/dt)
lambat pada awalnya. Tetapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus
dengan organisme, semakin besar organisme semakin cepat ia tumbuh.
Srigandono (1991) menyatakan bahwa kurva menunujukkan ukuran
kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Fase logaritmik berarti bahwa laju
pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju
berbanding lurus dengan ukuran organisme. Pada fase linier, pertambahan ukuran
berlangsung secara konstan, biasanya pada waktu maksimum selama beberapa
waktu lamanya. Laju pertumbuhan ditunjukkan oleh kemiringan yang konstan
pada bagian atas kurva tinggi tanaman oleh bagian mendatar kurva laju tumbuh
dibagian bawah. Fase senescence ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang
menurun saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua.
(Salisbury FB 1995). Praktikum ini bertujuanm mempelajari dan memahami laju
pertumbuhan dan perkembangan organ vegetatif dan generatif tanaman jagung
(Zea mays).

103

TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan tanaman yang paling sering dijumpai khususnya pada
tanaman setauun adalah biomassa tanaman yang menunjukkan pertambahan
mengikuti bentuk S dengan waktu, yang dikenal dengan model sigmoid. Biomassa
tanaman mula-mula (pada awal pertumbuhan) meningkat perlahan, kemudian
cepat dan akhirnya perlahan sampai konstan dengan pertambahan umur tanaman.
Liku demikian dapat simetris ,yaitu setengah bagian pangkal sebanding dengan
setengah bagian ujung jika titik belok terletak diantara dua asimtot. Bentuk kurva
sigmoid untuk semua tanaman kurang lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat
terjadi sebagai akibat variasi-variasi di dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan
bentuk tumbuhan ditentukan oleh kombinasi pengaruh faktor keturunan dan
lingkungan (Tjitrosomo 1999).
Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur
lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun.
Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan terbentuk
kurva sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua tanaman kurang
lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat variasi-variasi di
dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh
kombinasi pengaruh faktor keturunan dan lingkungan (Tjitrosomo 1999).
Beberapa cara tersedia dalam pendekatan pada sistem seperti sistem
tanaman dengan produk biomassa yang meningkat secara sigmoid dengan waktu
untuk mendapatkan faktor-faktor dan proses hipotetik. Menerapkan fenomena
yang sudah dikenal cukup baik kepada suatu sistem yang sedang dipelajari
merupakan suatu pendekatan yang umum dilakukan. Pada suatu waktu, distribusi
zat dalam setiap tempat dalam ruangan akan menunjukkan hubungan yang
berbentuk sigmoid (Sitompul dan Guritno 1995)
Peneliti merajahkan ukuran atau bobot organisme terhadap waktu dan ini
menghasilkan kurva pertumbuhan. Sering, kurva tersebut dapat dijelaskan dengan
fungsi matematika yang sederhana misalnya garis lurus atau kurva berbentuk S
yang sederhana. Walaupun proses metabolik dan proses fisika yang menghasilkan
kurva pertumbuhan terlalu rumit untuk dijelaskan dengan menggunakan model
sederhana. Kurva sederhana sering berguna berguna dalamperujukan berbagai
data yang terukur. Lagipula, koefisien yang harus dimasukkan agar persamaan
cocok dengan kurva dapat digunakan untuk mengelompokkan efek suatu
perlakuan dalam percobaan.
Pola pertumbuhan sepanjang suatu generasi secara khas dicirikan oleh
suatu fungsi pertumbuhan yang disebut kurva sigmoid. Jangka waktunya mungkin
bervariasi kurang dari beberapa hari sampai bertahun-tahun , tergantung pada
organisme tetapi pola kumpulan sigmoid tetap merupakan cirri semua organisme,
organ, jaringan, bahkan penyusun sel. Apabila massa tumbuhan, volume, luas
daun, tinggi atau penimbunan bahan kimia digambarkan dalam kurva berbernuk S
atau kurva sigmoid. Misalnya pertumbuhan kecambah, yang pertumbuhannya
lambat dinamakan fase eksponensial, fase ini relative pendek dalam tajuk
budidaya . Selanjutnya fase linear yaitu massa yang berlangsung cukup lama dan
pertumbuhan konstan.

104

Fase yang terahhir adalah fase senescence, yaitu fase pematangan


tumbuhan atau fase penuaan (Gardner FP 1999). Fase pertumbuhan eksponensial
juga menunjukkan sel tunggal. Fase ini adalah fase dimana tumbuhan tumbuh
secara lambat dan senderung singkat, mengikuti nilai logaritmik dari volume
tumbuhan. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan,
biasanya pada waktu maksimum selama beberapa waktu lamanya. Laju
pertumbuhan ditunjukkan oleh kemiringan yang konstan pada bagian atas kurva
tinggi tanaman oleh bagian mendatar kurva laju tumbuh dibagian bawah. Fase
senescence ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang menurun saat tumbuhan
sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury FB 1995).
Salah satu ciri organisme adalah tumbuhdan berkembang. Tumbuhan
tumbuh dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embr
io kemudian menjadi individu dewasa (Campbell 2002). Pertumbuhan diartikan
sebagai suatu proses pertambahan ukuran atau volume serta jumah sel
secara irreversible, yaitu tidak dapat kembali ke bentuk semula (Syamsuri 2004).
Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan akumulasi protein,
sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Kaufman
1975). Proses tumbuh dapat dilihat pada selang waktu tertentu, di mana setiap
pertumbuhan tanaman akan menunjukkan suatu perubahan dan dapat dinyatakan
dalam bentuk kurva atau diagram pertumbuhan.
Kurva sederhana sering berguna dalam perujukan berbagai data yang
terukur (Salisbury 1995). Kurva sigmoid yaitu kurva pertumbuhan cepat pada fase
vegetatif sampai titik tertentu akibat pertambahan sel tanaman kemudian
melambat dan akhirnya menurun pada fase senesen. Kurva menunjukkan ukuran
kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase utama biasanya mudah dikenali,
yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan. Pada fase logaritmik ini berarti
bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus.
Laju berbanding lurus dengan ukuran organisme. Semakin besar organisme,
semakin cepat ia tumbuh. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung
secara konstan. Fase penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun, saat
tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua.
Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur
lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun.
Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan terbentuk
kurva sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua tanaman kurang
lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai akibat variasi-variasi di
dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk tumbuhan ditentukan oleh
kombinasi pengaruh faktor keturunan dan lingkungan (Solin 2009). Pertumbuhan
tanaman mula-mula lambat biasanya tumbuhan mengalami fase adaptasi terhadap
lingkungan tumbuhnya.

105

METODOLOGI KERJA
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium CA BIO 1 Kampus Cilibende
IPB, pada pukul 08.00 sampai dengan selesai.
Alat dan Bahan
Peralatan yang harus disiapkan sebelum melakukan praktikum ini adalah
cangkul, sekop, pot tanam polybag, gembor, dan penggaris. Bahan-bahan yang
digunakan dalam melakukan praktikum ini adalah benih jagung, pupuk kandang,
arang sekam, tanah, air, 1 gr pupuk urea, 1 gr SP18, dan 1 gr pupuk KCl.

106

Metode Kerja

107

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1 Tinggi Tanaman
Tanaman
1
2
3
4
5
6

1
5.35
2.74
1.60
1.26
6.40
0.00

2
30.00
21.24
7.80
28.29
29.50
13.50

Tabel 2 Jumlah Daun


Tanaman
1
1
1.50
2
0.94
3
2.00
4
1.26
5
1.75
6
0.00

2
4.25
3.75
4.00
3.79
4.00
3.13

Tabel 3 Panjang Daun


Tanaman
1
2
1 15.20 26.50
2
0.85 15.03
3
2.80 11.00
4
1.26 13.89
5
4.97 13.80
6
0.00
1.73

Tabel 4 Lebar Daun

3
44.15
42.38
11.00
44.86
46.70
15.76

Tinggi Tanaman (cm)


4
5
6
84.80 99.24
113.55
66.21 97.35
113.33
17.00 20.30
30.63
71.67 97.17
114.37
62.80 76.50
87.80
25.10 45.41
80.00

3
6.00
5.69
5.40
6.21
6.50
3.72

3
37.57
28.75
18.00
18.98
22.40
9.90

Jumlah Daun (n)


4
5
7.00
8.00
7.00
7.08
6.63
5.70
6.13
6.88
6.50
7.25
6.33
9.66

6
9.00
8.13
5.05
5.83
6.50
7.00

Panjang Daun (cm)


4
5
50.61 57.60
73.83 64.44
2.81 40.83
35.24 51.47
33.80 40.85
15.45 25.30

6
61.97
75.79
45.00
62.89
51.10
56.08

7
119.10
113.92
49.50
110.79
103.50
88.85

8
128.27
124.83
55.57
117.84
120.10
103.50

7
11.75
8.13
6.50
6.09
6.75
7.50

8
13.50
7.96
6.30
6.25
6.75
8.25

7
69.45
80.73
59.50
65.43
59.70
61.41

8
72.40
85.42
53.85
64.78
66.60
72.33

108

Tanaman
1
2
3
4
5
6

1
1.50
0.76
1.30
1.26
1.40
0.00

2
1.15
1.46
1.50
2.10
1.53
9.60

3
2.70
2.91
1.70
3.33
1.90
2.06

Lebar Daun (cm)


4
5
3.75
4.95
6.20
5.62
29.65
2.38
3.08
3.91
2.50
3.70
2.56
3.54

Grafik 1 Data Tinggi Tanaman Jagung

6
6.00
6.93
3.75
5.50
4.60
5.16

7
6.40
7.36
5.05
6.05
5.80
5.74

8
6.90
7.73
6.30
5.43
6.40
6.63

109

Grafik 2 Data Jumlah Daun Tanaman Jagung

Grafik 3 Data Panjang Daun Tanaman Jagung

110

Grafik 4 Data Lebar Daun Tanaman Jagung

Pembahasan
Pengambilan data pertumbuhan tanaman Jagung (Zea mays) dilakukan
selama 8 minggu yang ditanam di Screenhouse. Penanaman ini dilakukan tanpa
ada perlakuan antar kelompok. Data diolah dan dibentuk grafik kurva yang akan
merepresentasikan alur perkembangan tanaman tersebut.
Parameter pengamatan yang digunakan adalah tinggi tanaman, jumlah
daun, panjang daun, dan lebar daun. Selanjutnya data yang diinput merupakan
rata-rata dari data masing-masing kelompok. Pada parameter pertama yaitu Tinggi
tanaman, data kelompok 1 pada minggu pertama adalah 5.35 cm, hari ke dua
adalah 30 cm, kemudian 44.15 cm, 84.80 cm, 99.24 cm, lalu pada minggu ke 6
yaitu 113.55, sedangkan pada minggu ke 7 dan 8 masing-masing 119.10 cm dan
128.27 cm. Kemudian untuk kelompok 2 data yang diperoleh dari minggu
pertama hingga ke 8 yaitu, 2.74 cm, 21.24 cm, 43.38 cm, 66.21 cm, 97.35 cm,
113.33 cm, 113.92 cm serta pada minggu pamungkas yaitu 124.83 cm. Untuk
kelompok 3 data yang diperoleh yaitu 1.60 cm, 7.80 cm, 11 cm, 17 cm, 20.30 cm,
30.63 cm, 49.50 cm, dan 55.57 cm. Kelompok 4 data yang didapat hingga minggu
ke 8 yaitu 1.26 cm, 28.29 cm, 44.86 cm, 71.67 cm, 97.17 cm, 114.37 cm, 110.79
cm, dan 117.84. Data dari kelompok 5 yaitu 6.40 cm, 13.50 cm, 25.10 cm, 45.41
cm, 80 cm, 88.85 cm, 103.5 cm.
Berdasarkan data jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun
yang tumbuh, termasuk daun muda yang masih kecil ingga yang telah besar. Data
daari kelompok 1 untuk banyak daun yaitu 1.50, 4.25, 6, 7, 8, 9, 11.75, dan 13.5 .
Pengamatan dari kelompok selanjutnya, yaitu kelompok 2 sebagai berikut 0.94,
3.75, 5.68, 7, 7.08, 8.13, 8.13, 7.96. Data kelompok 3 ; 2, 4, 5.40, 6.63, 5.7, 5.05,
6.5, dan 6.30. Data hasil pengamatan kelompok yaitu 1.26, 3.79, 6.21, 6.13, 6.88,
5.83, 6.09, dan yang terakhir 6.25. Kelompok 5 memperoleh hasi sebagai berikut

111

1.75, 4, 6.5, 7.25, 6.5, 6.75, 6.75. Kemudian dari kelompok 6 yaitu 0, 3.13, 3.72,
6.33, 9.66, 7, 7.5, dan 8.25.
Data pengamatan dari 6 kelompok pada parameter pengamatan tinggi
tanaman dapat memenuhi salah satu ciri kurva sigmoid, yaitu berbentuk S
(Prawirahartono 1990). Namun, terjadi kesalahan dari data yang didapat oleh
kelompok 4 terutama pada minggu ke 6 menunju minggu ke 7. Hal ini
dikarenakan adanya penurunan tinggi tanaman dari 114.37 cm menjadi 110.79 cm.
Hal ini menjadi rancu karena pertumbuhan tanaman bersifat Ireversible atau tidak
dapat kembali (Anonymus 1991). Data jumlah daun berbeda dengan kondisi di
lapang. Hal ini terrjadi karena data yang dignakan merupakan rata-rata dari
masing-masing tanaman per kelompok, sehingga tidak mungkin ditemukan
jumlah bunga yang bernilai dengan desimal. Pada parameter ini, beberapa
kelompok mengalami kondisi dimana jumlah daun minggu sebelumnya lebih
banyak dibanding minggu setelahnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya
kerusakan pada daun sehingga gugur.
Berdasarkan 2 parameter tersebut diatas, pada data pengamatan panjang
dan lebar daun dari 6 kelompok banyak mengalami kerancuan data hingga kondisi
yang tidak sesuai dengan literatur yang ada. Pada kelompok 1 data panjang daun
dan lebar tanaman minggu pertama masing-masing 15.20 cm dan 1.5 cm,
kemudian pada minggu ke 2 26.5 cm dan 1.15 cm, minggu ke 3 panjang daun
37.57 cm dan lebar 2.7 cm, minggu ke 4 50.61 cm dan lebar 3.75 cm, minggu ke 5
57.6 cm dan 4.95 cm untuk lebar daun, pada minggu ke 6 panjang daun 61.97 cm
dan lebar 6 cm, minggu ke 7 69.45 cm dan 6.4 cm, dan pada minggu ke 8 panjang
daun 72.4 cm dan lebar 6.9 cm. Pada data pengamatan kelompok 2, minggu
pertama hingga ke 8 sabagai berikut 0.85 cm untuk panjang daun dan 0.76 cm
untuk lebar daun, minggu ke 2 15.03 cm dan 1.46 cm, minggu ke 3 28.75 cm dan
2.91 cm, minggu ke 4 73.83 cm dan 6.2 cm untuk lebar daun, minggu ke 5 64.44
cm dan 5,62 cm, minggu ke 6 75.79 cm dan 6.93, 80.73 cm merupakan panjang
daun minggu ke 7 dan 7.36 cm untuk lebar daun, kemudian minggu terakhhhir
yaitu 85.42 cm dan 7.73 cm. Data dari kelompok 3 untuk pengamatan panjang
daun sebagai berikut 2.8 cm, 11 cm, 18 cm, 2.81 cm, 40.83 cm, 45 cm, 59.5 cm,
dan 53.85 cm.
Berdasarkan data lebar daun dari kelompok 3 adalah sebagai berikut 1.3
cm, 1.5 cm, 1.7 cm, 29.65 cm, 2.38 cm, 3.75 cm, 5.05 cm, 6.3 cm. Kemudian
untuk data dari kelompok 4 mengenai panjang daun 1..26 cm, 13.89 cm, 18.98
cm, 35.24 cm, 51.47 cm, 62.89 cm, 65.43 cm, dan 64.78 cm. Sedangkan untuk
lebar daun kelompok 4 1.26cm pada minggu pertama, 2.1 cm, 3.33 cm, 3.08 cm,
3.91 cm, 5.5 cm, 6.05 cm, dan 5.43 cm. Untuk data kelompok 5 pada panjang dan
lebar daun untuk minggu pertama yaitu 4.97 cm dan 1.4 cm, kemudian untuk
minggu ke 2 13.8 cm dan 1.53 cm, minggu ketiga dengan panjang daun 22.4 cm
dan lebar 1.9 cm, kemudian pada minggu ke 4 33.8 cm dan 2.5 cm, minggu ke 5
40.85 cm dan lebar 3.7 cm, minggu ke 6 51.1 cm dan lebar 4.6 cm, untuk minggu
ke 7 dengan panjang 59.7 cm dan lebar 5.8 cm, dan pada minggu terakhir 66.6 cm
dan lebar 6.4 cm. Kemudian untuk data panjang daun tanaman milik kelompok 6,
pada minggu ke 1 tidak ada pemanjangan daun. Lalu pada minggu ke 2 panjang
daun mulai tumbuh 1.73 cm, dan bertambah panjang secara terus menerus mulai
dari minggu ke 2 hingga minggi ke 8 pengamatan.

112

Panjang daun kelompok 6 pada masa akhir pengamatan adalah sepanjang


72.33 cm. Kemudian berdasarkan data lebar daun milik kelompok 6, dikarenakan
pada minggu pertama belum ada pertumbuhan tanaman, maka lebar daun tanaman
milik kelompok 6 pada awal pengamatan adalah 0 cm. Kemudian pada minggu ke
2 adalah 9.60, minggu ke 3 2.06 cm, minggu ke 4 2.56 cm, minggu ke 5 3.54 cm,
munggu ke 6 5.16 cm, minggu ke 7 5.74 cm, dan minggu ke 8 adalah 6.63 cm.
Berdasarkan data pengamatan 4 parameter tersebut mengalami beberapa
masalah dalam hal kesalahan pemeriksaan atau pangamatan pertumbuhan. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi kurva seluruh parameter. Pada dasarnya, kurva harus
menunjukkan bentuk S atau setidaknya tidak mengalami merosotnya data dari
minggu ke minggu. Kemungkinan besar karena kurang teliti dalam pengamata
yang menyebabkan kesalahan fatal.

113

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Kurva sigmoid merupakan grafik yang merepresentasikan alur kondisi
tanaman dari awal hingga tanaman tersebut mati atau berhenti tumbuh.
2. Berdasarkan pengambilan data untuk pengamatan banyak terjadi kesalahan
yang menyebabkan bentuk kurva yang rancu.
3. Berdasarkan hasil praktikum ini, rerata tanaman menunjukkan bahwa kondisi
tumbuh tanaman Jagung mengalami fase logaritmik pada minggu pertama
hingga ke 4, sedangkan fase linier pada minggu ke 5 sampai dengan ke 7, dan
fase penuaan pada minggu ke 7 hingga 8.
Saran
Pencacatan hasil dan ketilitian pengamatan adalah dasar dari kesuksesan
suatu praktikum, karena kesalahan dari data yang didapat pada materi Kurva
Sigmoid ini sangat banyak dan fatal dan pengaplikasian kurva sigmoid ini dapat
menentukan banyak hal dalam budidaya tanaman, seperti zat hara yang
dibutuhkan pada fase-fase tertentu dan masa panen.

114

DAFTAR PUSTAKA
Campbell NA dan Mitchel NA. 2010. Biology. Edisi Kedelapan. Jilid 2.
Erlangga. Jakarta.
Gardner FP.1999. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Goldsworthy PR dan Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kauffman PB. Labavitch AA dan Prouty NS. 1975. Laboratory Experiment in
Plant Physiology. Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Latunra. 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II. Makassar. Universitas
Hasanuddin.
Salisbury FB. 1995. Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. ITB.
Bandung.
Sitompul SM. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Srigandono B. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Tjitrosomo G. 1991. Botani Umum 2. Angkasa Koma. Bandung.
Prawirohartono S. 1990. Biologi. Erlangga. Jakarta.

115

LAMPIRAN

Gambar 1 Jagung Minggu 1

Gambar 2 Jagung Minggu 1

Gambar 3 Jagung Minggu 5

Gambar 4 Jagung Minggu 8

Anda mungkin juga menyukai