Anda di halaman 1dari 136

HUBUNGAN KUALITAS UDARA

TERHADAP PENDERITA PENYAKIT


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DI JAKARTA TAHUN 2005

Tesis diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Magister Sains

AGUS SABANA HADI

6304062019

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCA SARJANA GEOGRAFI
2007
TESIS : HUBUNGAN KUALITAS UDARA TERHADAP PENDERITA
PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DI JAKARTA TAHUN 2005

NAMA : AGUS SABANA HADI

NPM : 6304062019

TESIS TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

DEPOK, JANUARI 2008

Dr. DJOKO HARMANTYO, MS. Drs. SOBIRIN, MSi.


PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Tanggal Lulus Ujian Sidang Magister : 28 Desember 2007

Penguji I (Dr. rer. nat. Eko Kusratmoko, MS.) : .................................

Penguji II (Dra. M. H. Dewi Susilowati, MS.) : .................................

Penguji III (Drs. Hari Kartono, MS.) :..................................


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karuniaNya

sehingga penulisan Tesis ini selesai.Penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan tulisan ini.

1. Dr. Djoko Harmantyo, M.S., dan Drs Sobirin, M.Si. selaku pembimbing

yang dengan sabar membimbing, memberi saran, dan bantuan selama

penelitian berlangsung hingga tersusunnya Tesis ini.

2. Dr. Eko Kusratmoko selaku Ketua Program Pascasarjana Geografi FMIPA

UI beserta seluruh staf pengajar Program Pascasarjana Geografi yang

selalu tulus dalam memberi bekal ilmu.

3. Kepala Pusat Tata Laksana Badan Meteorologi dan Geofisika, Drs. I Putu

Pudja, MM., Kepala Bidang Observasi Klimatologi dan Kualitas Udara,

Drs. Rifangi, dan Kepala Sub Bidang Observasi Kualitas Udara, Drs. Budi

Suhardi, DEA., atas bantuan dan dorongan moril yang telah diberikan

hingga terselesaikannya Tesis ini.

4. Kepala Laboratorium Kualitas Udara BPLHD Jakarta, Kepala Dinas

Kesehatan Jakarta, Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika, dan seluruh

stafnya yang telah membantu memberikan data yang sangat berguna

dalam tulisan ini.

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Keluarga Besar Bang Hasan, Mpok Enik,

Keluarga Besar Ewut, Putut, Cahyo, Nunul, Eka, Omi, Maman,


keponakanku yang lucu-lucu atas perhatian dan dorongan hingga

terselesaikan tulisan ini.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana Geografi yang telah lulus Bpk.

Djojo Siwamura, Bpk. Yunus Swarinoto, Bpk. Soetamto, Ibu Tatiek

Kartika, juga rekan-rekan seperjuangan yang sedang mengerjakan Tesis

Bpk. Soeroso, Bpk. Basuki, Mas Khresno, Bu Oot, Suprayogi, dan Irma H.

7. Teman-teman di Pusat Tatalaksana Badan Meteorologi dan Geofisika.

8. Teman-teman di Geografi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini.

Penulis sadar bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan, dan

berharap semoga berguna dan bermanfaat bagi pembaca.


ABSTRAK

HUBUNGAN KUALITAS UDARA TERHADAP PENDERITA PENYAKIT


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI JAKARTA TAHUN 2005
Pembimbing : Dr. Djoko Harmantyo, MS. , Drs. Sobirin, MSi.

Jumlah polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia saat ini sudah
sangat besar. Besarnya emisi gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor
maupun dari aktivitas industri di kota Jakarta selama ini telah menurunkan
kualitas udara hingga mencapai nilai di atas standar baku mutu yang telah
ditetapkan pemerintah. Dampak negatif yang ditimbulkan dari menurunnya
tingkat kualitas udara di Jakarta saat ini yang terburuk adalah telah
menyebabkan besarnya angka kematian akibat peradangan saluran
pernapasan. Hasil yang diperoleh adalah pola kualitas udara Jakarta pada
musim hujan maupun musim kemarau tidak memiliki perbedaan yang nyata.
Wilayah yang memiliki indikasi tingkat kualitas udara paling kritis tersebar di
bagian timur laut Kota Jakarta, meliputi Kecamatan Cilincing, Pulo Gadung,
Cakung, Koja, dan Kelapa Gading. Wilayah dengan tingkat kualitas udara
paling kritis terdapat jumlah penderita penyakit ISPA yang terbanyak. Hasil
analisis statistik didapat bahwa ada korelasi yang nyata dengan arah korelasi
positif dan lemah antara Indeks Polusi Udara dengan jumlah penderita ISPA.

Kata kunci : Kualitas Udara, ISPA, dan Indeks Polusi Udara


ABSTRAC

Correlation of Air Quality with Acute Respiratory Infection (ARI)


in Jakarta 2005
Supervisor : Dr. Djoko Harmantyo, MS. , Drs. Sobirin, MSi.

Pollutant emission from human activities now is a major problem. Gas


emission released from motor vehicle and industries in Jakarta has been
gaining air pollutant concentration above ambient air quality standards.
Negative impact that can be happened from decreasing air quality level in
Jakarta now is increasing death rate because Respiratory Infection. The
Result from this research are dispertion of air quality in Jakarta 2005 did not
have significant spatial variation in rain season and dry season period.
Region where had very critical level of air quality dispersed in northeast of
Jakarta including District of Cilincing, Pulo Gadung, Cakung, Koja, and
Kelapa Gading. Region where had very critical level of air quality had most
Acute Respiratory Infection patient. The Result from statistical analysis show
that air pollution index had significant correlation with Acute Respiratory
Infection patient.

Key word : Air Quality, Acute Respiratory Infection, and Air Pollution Index
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

ABSTRAK..................................................................................................... v

ABSTRAC.................................................................................................... vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… vii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... xi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii

DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv

DAFTAR PETA …...…………………………………………………………….. xvi

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………............... 1

1.1 Latar Belakang ………………………….……………………….. 1

1.2 Masalah...…………………………………………………............ 3

1.3 Batasan ……………………………….…………………………... 4

1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………………... 5

1.5 Konsep Penelitian …............................................................... 5

1.6 Manfaat Penelitian ……………………………………………..... 9

1.6.1 Manfaat Teoritis………………………………………….... 9


1.6.2 Manfaat Praktis ……………………………………………. 9

1.7. Metodologi Penelitian…………………………………………... 9

1.7.1. Pendekatan Studi………………………………………… 9

1.7.2. Pengumpulan Data ……………………………………… 10

1.7.3. Pengolahan Data…………………………………………. 10

1.7.4. Analisis ………………………………………................... 14

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………...…………………………………... 16

2.1. Kecenderungan Penurunan Kualitas Udara........................... 16

2.2. Jenis dan Sumber Pencemaran Udara.................................. 17

2.2.1. Jenis Pencemar Udara................................................. 17

2.2.2. Sumber Pencemaran Udara......................................... 18

2.2.3. Sumber Pencemaran SO2 ............................................. 19

2.2.4. Sumber Pencemaran NO2 ............................................ 20

2.2.5. Sumber Pencemar Partikulat Debu............................... 20

2.3. Peranan Cuaca dalam Pencemaran Udara............................ 21

2.4. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut............................. 22

2.5. Dampak Polutan Terhadap Kesehatan…............................... 25

2.5.1. Nitrogen Dioksida / NO2 ................................................ 25

2.5.2. Partikulat Debu Melayang / Suspended Particulate


Matter (SPM)................................................................. 26

2.5.3. Sulfur Dioksida / SO2 .................................................... 27

2.6. Kondisi Udara di Jakarta……………………………………...... 29

BAB III. KONDISI WILAYAH DKI JAKARTA …………............................... 31


3.1. Letak Geografis …………………….……………..................... 31

3.2. Administrasi........................................................................... 31

3.3. Kondisi Fisik........................................................................... 32

3.4. Curah Hujan ........................................................................... 33

3.5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk.......................................... 35

3.6. Penggunaan Tanah............................................................... 37

3.7. Klasifikasi Permukiman ……………………………………....... 39

3.8. Jaringan jalan dan Kerapatan Jalan ………………………….. 42

3.9. Wilayah Industri…………………………................................. 44

3.10. Jumlah Penduduk Miskin..................................................... 45

BAB IV. HASIL DAN ANALISIS ……………………………………............... 49

4.1. Pola Persebaran Kualitas Udara............................................ 49

4.1.1. Indeks Polusi Udara Harian.......................................... 55

4.1.1.1. Persebaran Kualitas Udara Menurut Kerapatan


Jalan.................................................................... 58

4.1.1.2. Persebaran Kualitas Udara Menurut Industri...... 59

4.1.2. Indeks Polusi Udara Musim Hujan................................ 60

4.1.3. Indeks Polusi Udara Musim Kemarau.......................... 62

4.2. Pola Persebaran Penderita Penyakit Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA)......................................................... 65

4.2.1. Persentase Penderita Penyakit ISPA........................... 68

4.2.1.1. Hubungan antara Penderita Penyakit ISPA


dengan Ratio Permukiman................................. 70

4.2.1.2. H
ubungan antara Penderita Penyakit ISPA 71
dengan Persentase Penduduk Miskin.................

4.3. Hubungan antara Kualitas Udara dengan Penderita


Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut............................. 72

BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………………........ 75

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….................... 76
DAFTAR TABEL

Tabel

1. Variasi Nilai Konsentrasi NO2, SO2, SPM di Jakarta tahun 2005.

2. Luas Wilayah tiap Kelas Indeks Polusi Udara Harian Jakarta tahun 2005.

3. Kerapatan Jalan tiap Kelas IPU di Jakarta tahun 2005.

4. Persentase Luas Wilayah Industri tiap Kelas IPU di Jakarta tahun 2005.

5. Luas Wilayah tiap Kelas Indeks Polusi Udara Musim Hujan Jakarta
tahun 2005.

6. Luas Wilayah tiap Kelas Indeks Polusi Udara Musim Kemarau Jakarta
tahun 2005.

7. Jumlah Penderita Penyakit ISPA di Jakarta tahun 2005.

8. Jumlah Penderita ISPA Berdasarkan Kelompok Umur di Jakarta 2005.

9. Jumlah Penderita ISPA dan Kepadatan Penderita ISPA tiap Kelas IPU
Harian Jakarta tahun 2005.
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Luas Kecamatan di DKI Jakarta tahun 2005.

2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk tahun 2005.

3. Klasifikasi dan Luas Penggunaan Tanah Jakarta tahun 2005.

4. Luas dan Persentase Luas Wilayah Permukiman di Jakarta tahun 2005.

5. Klasifikasi Kerapatan Jaringan Jalan dan Luas Wilayah Industri per


Kecamatan tahun 2005.

6. Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Jakarta Tahun 2005

7. Konsentrasi Rata-Rata Harian NO2, SO2, dan SPM di Jakarta tahun 2005,
Grafik Konsentrasi Rata-Rata Harian NO2 Jakarta tahun 2005, Grafik
Konsentrasi Rata-Rata Harian SO2 Jakarta tahun 2005, Grafik
Konsentrasi Rata-Rata Harian SPM Jakarta tahun 2005.

8. Konsentrasi NO2 Tiap Stasiun Pengamatan Kualitas Udara di Jakarta


tahun 2005, Konsentrasi SO2 Tiap Stasiun Pengamatan Kualitas Udara di
Jakarta tahun 2005, Konsentrasi SPM Tiap Stasiun Pengamatan Kualitas
Udara di Jakarta tahun 2005.

9. Konsentrasi NO2, SO2, dan SPM di Jakarta pada 9 Stasiun Pengamatan


Kualitas Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005.

10. Perbandingan Nilai IPU Harian, Musim Hujan, dan Musim Kemarau tiap
Stasiun Pengamatan di Jakarta tahun 2005.

11 Jumlah Penderita tiap Jenis Penyakit ISPA per Kecamatan di Jakarta


Tahun 2005.

12. Persentase Jumlah Penderita Penyakit ISPA di Jakarta Tahun 2005.

13. Hasil Perhitungan Korelasi Pearson antara Persentase Penderita ISPA


dengan Ratio Keteraturan Permukiman tiap Kecamatan.

14. Hasil Perhitungan Korelasi Pearson antara Persentase Penderita ISPA


dengan Persentase Penduduk Miskin tiap Kecamatan.

15. Indeks Polusi Udara dan Jumlah penderita ISPA per Kecamatan di
Jakarta tahun 2005.

16. Hasil Perhitungan Korelasi Pearson antara Indeks Polusi Udara dengan
Jumlah Penderita ISPA di Jakarta.
DAFTAR GRAFIK

Grafik

1. Perbandingan Konsentrasi NO2 pada 9 Stasiun Pengamatan Kualitas


Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005

2. Perbandingan Konsentrasi SO2 pada 9 Stasiun Pengamatan Kualitas


Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005.

3. Perbandingan Konsentrasi SPM pada 9 Stasiun Pengamatan Kualitas


Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005.

4. Perbandingan Nilai IPU Harian, Musim Hujan, dan Musim Kemarau tiap
Stasiun Pengamatan di Jakarta tahun 2005.

5. Jumlah Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Jakarta tahun


2005.
DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Alur Pikir Penelitian

2. Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Metode Kontinyu, Lokasi Pemantauan

Kualitas Udara Metode Sesaat.


DAFTAR PETA

Peta

1. Administrasi Jakarta tahun 2005

2. Curah Hujan Jakarta tahun 2005

3. Kepadatan Penduduk Jakarta tahun 2005

4. Penggunaan Tanah Jakarta tahun 2005

5. Ratio Keteraturan Permukiman Jakarta tahun 2005

6. Jaringan Jalan jakarta tahun 2005

7. Kerapatan Jalan Jakarta tahun 2005

8. Persebaran Industri Jakarta tahun 2005

9. Persentase Penduduk Miskin Jakarta tahun 2005

10. Stasiun Pengamatan Kualitas Udara Jakarta tahun 2005

11. Indeks Polusi Udara Harian Jakarta tahun 2005

12. Indeks Polusi Udara Musim Hujan Jakarta tahun 2005

13. Indeks Polusi Udara Musim Kemarau Jakarta tahun 2005

14. Persebaran Penderita Penyakit ISPA Jakarta tahun 2005

15. Persentase Penderita Penyakit ISPA Jakarta tahun 2005


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara merupakan salah satu unsur penting yang sangat diperlukan

untuk kelangsungan makhluk hidup di muka bumi ini, karena di dalam udara

terkandung zat-zat yang diperlukan. Apabila zat-zat yang diperlukan tersebut

jumlah dan kualitasnya menurun, maka akan mengganggu kesehatan

manusia dengan berbagai gejala penyakit yang ditimbulkannya.

Pencemaran udara terjadi akibat dilepaskannya zat pencemar dari

berbagai sumber ke udara. Sumber-sumber pencemar udara dapat bersifat

alami maupun antropogenik (aktivitas manusia). Menurut PP No. 41/1999

sumber pencemar udara adalah sebagai setiap usaha dan/atau kegiatan

yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara

tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Polutan-polutan yang mencemari udara tersebut sangat berbahaya

untuk kesehatan manusia dan berdampak buruk bagi lingkungan hidup.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, jenis parameter

pencemar udara meliputi: Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO),

Nitrogen dioksida (NO2), Oksidan (O3), Hidro karbon (HC), PM 10 , PM 2,5,

TSP (debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu jatuh).

Di kota-kota besar di Indonesia, sumber bergerak telah mendominasi

emisi pencemar udara. Di Jakarta misalnya, kendaraan bermotor telah


menyumbangkan 70 persen dari pencemar PM10 dan NOx di tahun 1998

(Syahril, et. al. 2002).

Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran

udara di daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat

dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam

mesin. Pada pembakaran sempurna, emisi paling signifikan yang dihasilkan

dari kendaraan bermotor berdasarkan massa adalah gas karbon dioksida

(CO2) dan uap air, namun kondisi ini jarang terjadi. Hampir semua bahan

bakar mengandung polutan dengan kemungkinan pengecualian bahan bakar

sel (hidrogen) dan hidrokarbon ringan seperti metana (CH4). Polutan yang

dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan BBM antara lain CO, HC,

SO2, NO2, dan partikulat.

Selain kendaraan bermotor, kegiatan industri serta pembangkitan

listrik juga turut memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran udara di

Jakarta. Dengan semakin banyaknya jenis kegiatan industri maka emisi

cerobong yang dihasilkan akan semakin besar.

Dampak negatif yang ditimbulkan dari menurunnya kualitas udara di

Jakarta telah menyebabkan besarnya angka kematian akibat peradangan

saluran pernapasan. Hal ini banyak disebabkan oleh terpaparnya polusi

udara baik di luar maupun di dalam rumah, kepadatan penduduk yang tinggi,

serta minimnya akses perawatan kesehatan bagi orang miskin. Menurut data

sensus Indonesia tahun 1990 menunjukkan, di antara anak-anak balita di


Jakarta, 11 persen mengalami batuk atau napas pendek selama dua minggu

sebelum periode survei sensus.

Hasil studi yang dilakukan Ostro menunjukkan bahwa pencemaran

udara di Jakarta mengakibatkan munculnya 1.200 kasus kematian prematur,

32 juta kasus gejala penyakit pernafasan dan 464 ribu kasus penyakit asma.

Kerugian finansial akibat kasus-kasus ini diperkirakan sebesar 500 milyar

rupiah (World Bank, 1994).

Menurunnya kualitas udara akibat pencemaran, tingginya angka

kematian dan banyaknya kasus penderita penyakit saluran pernapasan di

Jakarta, telah mendorong untuk mengetahui pola persebaran kualitas udara

serta hubungannya dengan penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) di Jakarta tahun 2005.

1.2 Masalah

Besarnya emisi gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor di kota

Jakarta selama ini telah menurunkan kualitas udara hingga mencapai nilai di

atas Standar Baku Mutu yang telah ditetapkan. Kondisi yang sangat

mengkhawatirkan ini perlu adanya pembahasan dalam sudut pandang spatial

tentang kualitas udara serta dampaknya terhadap masyarakat sehingga

dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pola persebaran kualitas

udara serta hubungannya dengan penderita penyakit ISPA di Jakarta. Hal

tersebut yang menjadi landasan pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu :


1. Bagaimana pola persebaran kualitas udara di Jakarta tahun 2005?

2. Bagaimana hubungan antara persebaran kualitas udara dengan

penderita penyakit ISPA di Jakarta tahun 2005?

1.3 Batasan

1. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya, unsur-unsur

berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya

kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia serta

secara umum menurunkan kualitas lingkungan (Kementrian

Lingkungan Hidup RI, 2005).

2. Penderita penyakit ISPA dalam penelitian ini adalah jumlah pasien

penderita penyakit bronkhitis, pnemonia, infeksi akut lain pernapasan

atas, penyakit lain pada saluran pernapasan atas, penyakit lain pada

saluran pernapasan bawah, yang berobat dan terdaftar di puskesmas-

puskesmas kelurahan dan kecamatan di Jakarta tahun 2005.

3. Indeks Polusi Udara adalah tingkat polusi udara dari beberapa jenis

polutan terhadap nilai standar kualitas udara ambien (Patil, 2003).

4. Nilai Standar Kualitas Udara Ambien / Nilai Baku Mutu Emisi adalah

batas kadar maksimum emisi yang diperbolehkan masuk atau

dimasukkan ke dalam udara ambien.


5. Parameter zat pencemar udara yang diteliti adalah Partikulat Debu

Melayang atau Suspended Particulate Matter (SPM), Sulfur Dioksida

(SO2), dan Nitrogen Oksida (NO2).

6. Variabel tambahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah kerapatan

jaringan jalan, industri, persentase penduduk miskin, dan ratio

keteraturan permukiman.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran spatial tentang pola persebaran kualitas

udara di Jakarta dan pola persebaran penderita ISPA per kecamatan

di Jakarta tahun 2005.

2. Untuk mengetahui hubungan antara pola persebaran kualitas udara di

Jakarta dengan variabel-variabel lain yang berpengaruh, serta

hubungan antara pola persebaran penderita ISPA per kecamatan di

Jakarta dengan variabel-variabel lain yang berpengaruh.

3. Mengetahui hubungan antara pola persebaran kualitas udara di

Jakarta dengan pola persebaran penderita ISPA per kecamatan di

Jakarta tahun 2005.

1.5. Konsep Penelitian

Konsep yang dituangkan dalam penelitian ini adalah bahwa terjadinya

penurunan kualitas udara di Jakarta tahun 2005 telah berdampak buruk


terhadap kesehatan penduduk di Jakarta, terutama terhadap kesehatan

sistem saluran pernapasan. Meningkatnya jumlah penderita Infeksi Saluran

Pernapasan Akut merupakan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh

menurunnya kualitas udara di Jakarta. Ini merupakan hal utama yang akan

dibahas dalam penelitian ini yaitu mengetahui hubungan antara pola

persebaran kualitas udara di Jakarta dengan pola persebaran penderita ISPA

di Jakarta tahun 2005.

Faktor utama penyebab penurunan kualitas udara di Jakarta adalah

oleh aktivitas manusia terutama polusi yang berasal dari industri dan

aktivitas transportasi. Dalam penelitian ini besarnya polusi yang berasal dari

industri secara spatial digambarkan dalam bentuk wilayah industri, dengan

beranggapan bahwa makin luas wilayah industri maka semakin besar polusi

di wilayah tersebut. Sedangkan besarnya kontribusi dari aktivitas transportasi

secara spatial digambarkan dalam bentuk tingkat kerapatan jaringan

jalannya, dengan asumsi bahwa aktivitas transportasi adalah sama pada tiap

kelas jalan. Berdasarkan kedua asumsi tersebut maka dalam penelitian ini

mencoba menambahkan variabel industri dan kerapatan jalan untuk

mengetahui korelasi spatial wilayah dengan kualitas udara yang kritis

menurut industri dan kerapatan jalan di Jakarta.

Berdasarkan landasan teori, selain polusi udara, terdapat faktor resiko

lain yang menyebabkan terjadinya kasus ISPA, diantaranya adalah faktor

kondisi ekonomi yang menyebabkan kurangnya asupan makanan bergizi dan

kurangnya perawatan kesehatan sehingga resiko menderita ISPA lebih tinggi,


dan faktor tempat tinggal yang padat dan tidak memadai. Dalam penelitian

ini, kondisi ekonomi secara spatial direpresentasikan dalam bentuk besarnya

persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk per kecamatan.

Sedangkan ratio keteraturan permukiman merepresentasikan mengenai

kondisi tempat tinggal. Oleh karenanya, dalam penelitian ini juga ingin

menambahkan variabel lain yang mungkin memiliki korelasi yang relevan

dengan jumlah penderita ISPA di Jakarta tahun 2005.


Gambar 1. ALUR PIKIR PENELITIAN

Jakarta
2005

Penduduk Permukiman Industri Jaringan


Miskin Jalan

Penderita Kualitas
ISPA Udara

Pola Spatial Pola Spatial

Hubungan
Kualitas Udara dan
Penderita ISPA
1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini kiranya dapat memberikan sumbangan

terhadap Ilmu Geografi dan terhadap tata kelola lingkungan hidup terutama

dalam bidang kualitas udara di Jakarta.

1.6.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis mengenai

informasi spatial tingkat kualitas udara serta hubungannya dengan

persebaran penderita ISPA di Jakarta tahun 2005.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji wilayah yang masuk ke dalam batas

administrasi DKI Jakarta yang meliputi kecamatan-kecamatan di wilayah

daratan DKI Jakarta dan tidak termasuk Kecamatan Kepulauan Seribu.

1.7.1. Pendekatan Studi

Pendekatan studi yang dilakukan adalah dengan menggunakan

metode pendekatan spatial yaitu dengan menginterpolasi titik-titik

pengamatan kualitas udara berdasarkan nilai Indeks Polusi Udara yang

dihitung dari tiap parameter pencemarnya sehingga diperoleh pola

persebaran Indeks Polusi Udara. Pola persebaran Indeks Polusi Udara telah

dihasilkan kemudian dikorelasikan dengan persebaran penderita ISPA di


Jakarta tahun 2005 dengan menggunakan teknik overlay peta dan didukung

dengan metode analisis statistik.

1.7.2. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri data sekunder yang

diperoleh dari beberapa instansi pemerintah. Adapun jenis data yang

dikumpulkan bersumber dari :

1. Data NO2, SO2, dan SPM yang diperoleh dari Badan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta selama tahun 2004 -

2005.

2. Data jumlah penderita ISPA di Jakarta tahun 2005 yang diperoleh

dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

3. Peta jaringan jalan di Jakarta yang diperoleh dari Bakosurtanal sekala

1:25.000 tahun 2002 dan Dinas Pemetaan Pertanahan tahun 2003.

4. Peta penggunaan tanah Jakarta yang diperoleh dari Dinas Pemetaan

Pertanahan tahun 2003.

1.7.3. Pengolahan data

Langkah-langkah yang ditempuh untuk memecahkan masalah yang

diajukan di atas adalah dengan menggunakan metode deskriptif, korelasi

peta, dan metode statistik. Untuk mencapai tahap penyelesaian masalah

dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain:


1. Konsentrasi NO2, SO2, dan SPM dihitung nilai rata-rata hariannya tiap

stasiun pengamatan kualitas udara tahun 2004 dan 2005, nilai

konsentrasi rata-rata harian tiap parameter tersebut dibandingkan

antara tahun 2004 dengan 2005, kemudian digambarkan dalam

bentuk grafik.

2. Nilai Indeks Polusi Udara (IPU) dihitung dari parameter-parameter

pencemar udara, yaitu NO2, SO2, dan SPM. Metode dan persamaan

yang digunakan dalam menghitung Indeks Polusi Udara (IPU) adalah

sebagai berikut (Patil, 2003):

NO2 + SO2 + SPM


IPU = ⅓ x SNO2 SSO2 SSPM x 100

Dimana;

IPU = Indeks Polusi Udara

NO2 = Nilai konsentrasi dari NO2 yang diukur di tiap stasiun

pengamatan kualitas udara.

SO2 = Nilai konsentrasi dari SO2 yang diukur di tiap stasiun

pengamatan kualitas udara.

SPM = Nilai konsentrasi dari SPM yang diukur di tiap stasiun

pengamatan kualitas udara.

SNO2 = Nilai Standar Kualitas Udara Ambien / Nilai Baku Mutu, untuk

NO2 Nilai Baku Mutu yang telah ditetapkan sebesar 0,05 ppm.
SSO2 = Nilai Standar Kualitas Udara Ambien / Nilai Baku Mutu, untuk

SO2 Nilai Baku Mutu yang telah ditetapkan sebesar 0,1 ppm.

SSPM = Nilai Standar Kualitas Udara Ambien / Nilai Baku Mutu, untuk

SPM Nilai Baku Mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar

230 µg/m3.

3. Nilai Indeks Polusi Udara diklasifikasikan berdasarkan tingkat

kekritisan kualitas udara, yaitu:

1. Nilai IPU < 35, maka dapat dikatakan bahwa tingkat polusi udara

masih rendah atau sehat.

2. Nilai IPU antara 35 sampai 50, tingkat kekritisan polusi udara

sedang atau cukup sehat.

3. Nilai IPU antara 51 - 65, berarti bahwa polusi udara tinggi atau

dalam kondisi tidak sehat.

4. Nilai IPU > 65, berarti bahwa polusi udara sangat tinggi atau dalam

kondisi kritis.

4. Nilai IPU tiap stasiun pengamatan kualitas udara dihitung nilai rata-

rata harian, musim hujan dan kemarau selama tahun 2005, kemudian

nilai IPU tiap periode diinterpolasi menggunakan metode Spline.

Interpolasi Spline merupakan salah satu metode interpolasi dari titik-

titik pengamatan untuk mengestimasi wilayah yang tidak diukur.

Metode interpolasi Spline adalah paling bagus digunakan untuk

menghitung wilayah yang memiliki variasi nilai yang lembut

contohnya ketinggian (elevasi), atau nilai konsentrasi polutan


(Mtetwa, 2003). Selanjutnya hasil interpolasi tersebut ditampilkan

dalam bentuk peta Indeks Polusi Udara harian, musim hujan, dan

musim kemarau di Jakarta tahun 2005.

5. Nilai IPU dihitung rata-ratanya tiap kecamatan di Jakarta tahun 2005

dengan cara menjumlah tiap persentase luas wilayah IPU yang

masuk dalam region kecamatan dikalikan dengan nilai tengah kelas

IPU nya.

Kec A
IPU Kecamatan A =
IPU 4

IPU 3 Wil 1 x median IPU1 + Wil 2 x median IPU2 +


Wil A Wil A
IPU 2
IPU 1 Wil 3 x median IPU3 + Wil 4 x median IPU4
Wil A Wil A

6. Jumlah penderita penyakit ISPA dihitung persentasenya terhadap

jumlah penduduk tiap kecamatan di Jakarta tahun 2005 dan

ditampilkan dalam bentuk peta persentase penderita penyakit ISPA

tiap kecamatan dan peta persebaran penderita penyakit ISPA di

Jakarta tahun 2005.

7. Jumlah penduduk dihitung kepadatannya dan ditampilkan dalam peta

kepadatan penduduk Jakarta tahun 2005.

8. Permukiman teratur dan tidak teratur yang diquerry dari peta

penggunaan tanah dihitung luasnya, kemudian dibandingkan antara

luas permukiman tidak teratur dengan permukiman teratur untuk

mengetahui nilai ratio keteraturan permukiman kemudian ditampilkan

dalam bentuk peta ratio keteraturan permukiman Jakarta tahun 2005.


9. Jaringan jalan di Jakarta dihitung panjangnya berdasarkan tiap kelas

jalan yaitu jalan tol, arteri dan kolektor, kemudian dihitung kepadatan

jaringan jalan dari seluruh kelas jalan tiap kecamatan di Jakarta, dan

ditampilkan dalam peta kepadatan jaringan jalan tiap kecamatan

Jakarta tahun 2005.

10. Wilayah industri yang diquerry dari peta penggunaan tanah dihitung

luas dan ditampilkan dalam peta areal industri Jakarta tahun 2005.

11. Jumlah penduduk miskin dihitung nilai persentase terhadap jumlah

penduduk tiap kecamatan, dan ditampilkan dalam bentuk peta

persentase penduduk miskin Jakarta tahun 2005.

1.7.4. Analisis

Untuk menjawab pertanyaan penelitian dilakukan dengan

mendeskripsikan pola persebaran kualitas udara menggunakan krirteria

Indeks Polusi Udara rata-rata harian, periode musim hujan, dan musim

kemarau di Jakarta tahun 2005 yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan

pola persebaran tingkat kualitas udara selama periode-periode tersebut.

Untuk menjawab permasalahan yang kedua adalah dengan membuat

korelasi spatial antara pola persebaran kualitas udara di Jakarta dengan

jumlah penderita ISPA di Jakarta menggunakan teknik overlay peta yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan spatial antara pola persebaran

kualitas udara dengan penderita ISPA, kemudian didukung menggunakan

metode analisis statistik Korelasi Pearson untuk mengetahui ada atau


tidaknya hubungan, arah, dan tingkat korelasi antara variabel kualitas udara

dengan jumlah penderita ISPA di Jakarta tahun 2005. Adapun rumus Korelasi

Pearson adalah sebagai berikut (Supranto, 1994):


n n n
n∑ Xi Yi − ∑ Xi ∑ Yi
i =1 i =1 i =1
r=
2 2
n
 n  n
 n 
n∑ Xi −  ∑ Xi  n∑ Yi −  ∑ Yi 
2 2

i =1  i=1  i =1  i=1 

Dimana;

r = Koefisien Korelasi.

x = Indeks Polusi Udara harian tiap kecamatan di Jakarta tahun 2005.

y = Jumlah penderita penyakit ISPA tiap kecamatan di Jakarta tahun 2005.

n = Jumlah Kecamatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecenderungan Penurunan Kualitas Udara

Masalah polusi udara sudah dikenal sejak 500 tahun lalu, hal tersebut

terjadi akibat melonjaknya penggunaan bahan bakar batu bara di Kota

London. Sekitar 200 tahun yang lalu Revolusi Industri di mulai di Inggris telah

mendongkrak penggunaan bahan bakar batu bara untuk industri maupun

untuk rumah tangga. Batu bara menghasilkan banyak asap dan

mencemarkan udara. Ketika cuaca berkabut dan udara menjadi rendah, zat

polusi udara terperangkap di dalam kota sehingga asap (smoke) dan kabut

(fog) bercampur menghasilkan smog.

Smog merupakan permasalahan yang dihadapi pada saat musim

dingin dimana rumah-rumah banyak membutuhkan batu bara bahan baku

penghangat ruangan. Smog telah menutupi seluruh kota dan membuat warga

Kota London sulit untuk melihat dan bernapas. Pada tahun 1952 Great

London Smog telah membunuh lebih dari 4.000 orang (Cresswell, 2002).

Saat ini pencemaran dari asap dan Sulfur Dioksida belum berkurang,

namun timbul polutan lain yang mejadi permasalahan dalam kualitas udara.

Sejak tahun 1980 an polusi dari kendaraan bermotor termasuk Ozon dan

Karbon Monoksida menjadi issue yang utama dalam pencemaran udara.

Polutan-polutan yang berasal dari kendaraan bermotor, stasiun

pembangkit listrik, pabrik-pabrik dan rumah tangga semuanya langsung


dilepaskan ke udara. Dengan adanya sinar matahari, reaksi antara Nitrogen

Oksida dan Hidrokarbon membentuk photochemical smog. Polutan utama

yang ditemukan dalam smog tersebut adalah Ozon. Zat ini berbahaya dan

dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan seperti sesak dada, sakit

kepala, iritasi mata, dan masalah pernapasan. Smog juga dapat merusak

bangunan dan rumah-rumah (Cresswell, 2002).

Fenomena efek rumah kaca (greenhouse effect) pertama kali diteliti

pada tahun 1896, fenomena ini terjadi akibat bertambahnya gas CO2 di alam

yang dapat menaikan rata-rata temperatur sekitar 5 – 6° Celcius, Efek rumah

kaca menyebabkan terjadinya gejala pemanasan global (global warming).

Gas-gas yang dihasilkan dari aktifitas manusia yang dapat mengakibatkan

efek pemanasan adalah Karbon Dioksida, Methana (CH4), Nitrogen Oksida

(N2O) dan Ozon (O3) (Pickering, 1997).

2.2. Jenis dan Sumber Pencemaran Udara

2.2.1. Jenis Pencemar Udara

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, parameter

pencemar udara meliputi : Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO),

Nitrogen Dioksida (NO2), Oksidan (O3), Hidrokarbon (HC), PM 10 , PM 2,5,

TSP (debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu jatuh).

Zat-zat polutan udara yang umum dikenal di antaranya adalah Karbon

Monoksida (CO) adalah polutan yang paling banyak dihasilkan dari aktivitas

transportasi jalan, tidak berwarna dan berbau. Hidrokarbon dihasilkan ketika


bahan bakar tidak terbakar secara sempurna, zat ini berperan dalam

pembentukan smog. Nitrogen Oksida diemisikan dari kendaraan bermotor,

pabrik dan pembangkit listrik, jumlah NO di kota sangat banyak pada saat

jam-jam sibuk. Ozon adalah gas yang sangat berbahaya yang dihasilkan dari

reaksi antara Nitrogen Oksida dan Hidrokarbon dengan adanya sinar

matahari, gas ini paling banyak ditemukan saat terjadi proses photochemical

smog. Partikulat yang terdiri dari materi-materi padat atau cair yang sangat

kecil yang terbawa oleh udara, dihasilkan dari industri, kendaraan bermotor

dan pembakaran domestik. Asap adalah salah satu tipe polutan yang dapat

dilihat karena terdiri dari materi padat, biasanya dapat dilihat dari cerobong

asap. Sulfur Dioksida adalah gas yang tidak berwarna, terutama paling

banyak dihasilkan industri dan stasiun pembangkit listrik, bila berkombinasi

dengan air hujan dapat menghasilkan hujan asam (Cresswell, 2002).

2.2.2. Sumber Pencemaran Udara

Polusi udara ada yang bersumber dari aktivitas manusia dan alam,

polusi yang berasal dari manusia di antaranya berasal dari hasil pembakaran

kendaraan bermotor berbahan bakar bensin atau diesel, cerobong asap pada

industri-industri yang menggunakan bahan bakar fosil, dan dari areal

perumahan yang menggunakan bahan bakar fosil dalam kegiatan sehari-hari.

Sedangkan polusi udara yang alami adalah berasal dari aktivitas vulkanik

gunung berapi (Cresswell, 2002).


Menurut Sugiyono (1995) sumber emisi polusi udara dalam atmosfer

dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Point source, yaitu untuk emisi yang berasal dari pembangkit listrik dan

industri yang berskala besar. Zat polutan dipancarkan ke dalam

atmosfer melalui cerobong pembuangan.

2. Line source, zat pencemar dipancarkan oleh sumber bergerak atau

kendaraan bermotor seperti mobil, motor, dan lain-lain.

3. Area source, untuk emisi rumah tangga, industri kecil serta

transportasi di dalam kota.

Potensi limbah berupa debu (total partikel) terbesar berasal dari

sumber tidak bergerak yaitu industri sebesar 56.653,09 ton pertahun

(70,37%), SO2 tertinggi berasal dari sumber tidak bergerak yaitu 403.523,25

ton pertahun (78,32%), NOx tertinggi dari sumber bergerak 27.079,72 ton

pertahun (62,2%) dan CO terbesar berasal dari sumber bergerak sebesar

589.167,92 ton pertahun (25,786%). Dari fakta tersebut dapat disimpulkan

bahwa sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor merupakan penyebab

pencemaran untuk parameter NOx dan CO. Sedangkan sumber tidak

bergerak merupakan penyebab pencemaran untuk parameter SO2 dan debu

(BPLHD, 2005).

2.2.3. Sumber Pencemaran SO2

Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil

kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian
lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam

bentuk H2S dan Oksida. Distribusi bahan pencemar yang dibuat oleh

manusia tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu.

Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih

tersebar merata. Sumber pencemaran SOx, misalnya pembakaran arang,

minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari

proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat,

industri peleburan baja dan sebagainya.

2.2.4. Sumber Pencemaran NO2

Dari seluruh jumlah Oksigen Nitrogen ( NOx ) yang dibebaskan ke

udara, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh

aktivitas bakteri. Akan tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak

merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlahnya

menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah pencemaran NO yang

diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat pada

tempat-tempat tertentu. Sumber pencemaran Oksigen Nitrogen buatan

dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pembakaran arang, minyak, gas, dan

bensin produksi energi dan pembuangan sampah.

2.2.5. Sumber Pencemar Partikulat Debu

Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah

kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung
berapi. Partikulat Debu Melayang (Suspended Particulate Matter / SPM) juga

dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga

terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan

pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya

menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat

menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga

pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan

sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses

penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di

udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.

2.3. Peranan Cuaca terhadap Pencemaran Udara

Peranan atmosfir terhadap pencemaran udara dapat bertindak sebagai

pengencer dan penghalau zat-zat pencemar (pollutant), tetapi terkadang

atmosfer justru dapat bertindak sebagai sumber kehidupan dari zat-zat

pencemar tersebut.

Faktor atmosfer lokal yang berpengaruh terhadap mekanisme

penyebaran pencemaran udara antara lain:

- Arah angin dan kecepatan angin

- Temperatur permukaan

- Profil temperatur (terhadap ketinggian)

- Stabilitas atmosfer

- Kelembaban atmosfer
- Curah hujan. (Soenarmo, 1988).

Polusi udara umumnya ditunjang oleh keadaan cuaca serta kondisi

permukaan suatu wilayah. Pada siang hari udara akan naik dan membawa

polutan, bercampur dan menyebar ke segala arah. Sebaliknya pada malam

hari, pendinginan yang cepat pada permukaan bumi akan akan menghasilkan

inversi suhu pada pada lapisan udara yang rendah. (Suhardi, 1988).

Dalam masalah pencemaran udara keadaan angin di suatu wilayah

memegang peranan penting yaitu dalam proses pengenceran konsentrasi

gas pencemar di udara. Arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi

konsentrasi dan penyebaran gas pencemar di udara. Gas pencemar akan

dipindahkan secara difusi dan diencerkan oleh angin ke daerah-daerah

searah dengan arah angin. Makin tinggi kecepatan angin, laju pengenceran

oleh udara akan makin cepat dan sebaliknya (Harmantyo, 1989).

2.4. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut

ISPA adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut

berdasarkan dari hasil lokakarya Nasional ISPA di Cipanas pada tahun 1984.

Dalam istilah bahasa Inggris adalah Acute Respiratory Infection yang

disingkat ARI.

Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari

hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ di sekitarnya seperti :

sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (Rasmaliah, 2004).


Menurut Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI

menggolongkan ISPA menjadi tujuh jenis yaitu Tonsilitis, Infeksi Akut Lain

Pada Saluran Pernapasan Bagian Atas, Penyakit Lain Saluran Atas,

Pnemonia, Bronkhitis, Asma, dan Penyakit Saluran Atas (Depkes, 2000).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terdiri dari tiga unsur kata

yaitu Infeksi, Saluran Pernapasan, Akut (Depkes 1995), pengertian masing-

masing unsur adalah sebagai berikut :

• Infeksi adalah masuknya kuman tau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

• Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga

alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah

dan pleura. ISPA mencakup seluruh pernapasan bagian atas dan

bawah termasuk jaringan paru-paru dan organ adneksea saluran

pernapasan, termasuk juga jaringan paru-paru

• Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14

hari diambil untuk menunjukkan proses akut, namun beberapa

penyakit yang tergolong ISPA masa akutnya ada yang lebih dari 14

hari.

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus,

Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebabnya


antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,

Mikoplasma, Herpesvirus.

Pnemonia atau radang paru adalah proses infeksi akut yang mengenai

jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya Pnemonia pada anak seringkali

bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkhus (biasa disebut

bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas

sesak, karena paru meradang secara mendadak.

Bronkhitis adalah peradangan dari satu atau lebih pada saluran

pernapasan (bronkhus). Peradangan ini disebabkan oleh banyak faktor.

Penyebabnya bisa dari virus, bakteri, alergi, dan lainnya. Peradangan yang

akut bisa terjadi secara singkat atau panjang. Bronkhitis merupakan penyakit

pernapasan yang lebih serius ketimbang batuk-pilek karena bila dibiarkan

akan timbul Pneumonia.

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah

satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya

angka kejadian ISPA terutama pada anak Anak Balita. Penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan

yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA

terutama pada balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak

balita (Depkes, 2000).

Balita sangat rentan terhadap serangan Pneumonia dengan faktor

risiko, seperti: gizi kurang, berat badan saat lahir rendah, tidak mendapat ASI
memadai, polusi udara, tempat tinggal padat, imunisasi yang tidak memadai,

dan defisiensi vitamin A.

Faktor resiko terjadinya kasus ISPA adalah polusi udara, kepadatan

rumah, gizi anak, kelengkapan imunisasi, pendapatan keluarga, dan

pendidikan ibu (Sutrisna, 1993).

Partikulat mempunyai hubungan garis linier yang signifikan secara

statistik dengan kejadian ISPA di wilayah Cilincing Jakarta Utara (Ardiansyah,

2004).

Hasil penelitian Rahmah (2003) menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan antara rata-rata harian konsentrasi partikulat udara ambien dengan

kasus ISPA di Kecamatan Cakung Jakarta Timur.

2.5. Dampak Polutan terhadap Kesehatan

2.5.1. Nitrogen Dioksida / NO2

Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia.

Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO.

Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang

mengakibatkan kematian. Di udara ambien yang normal, NO dapat

mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun.

Kadar NOx di udara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari

pada di udara pedesaan. Kadar NOx di udara daerah perkotaan dapat

mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh

kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia


adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh

kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian

besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak,

gas, dan bensin.

NO2 toksik bagi manusia, efek yang ditimbulkan tergantung dosis dan

lama pemaparan. Konsentrasi 50-100 ppm dalam beberapa menit

menyebabkan peradangan paru-paru. Konsentrasi 150-200 ppm

menyebabkan bronchiolitis fibriosisobliterans, dalam 3-5 minggu berakibat

fatal (Depkes, 2006).

2.5.2. Partikulat Debu Melayang / Suspended Particulate Matter (SPM)

Partikulat Debu Melayang (Suspended Particulate Matter/SPM)

merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan

anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai

dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu

tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan

melayang layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui

saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan,

partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga

mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. SPM pada umumnya

mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai

ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber

emisinya.
Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan

partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan

mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat

yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih

besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan

iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi

sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga.

Partikulat debu masuk ke tubuh manusia melalui sistem pernapasan,

dimana partikulat tersebut dapat mengendap dalam bagian-bagian saluran

pernapasan tergantung dari ukuran partikelnya. Partikulat dengan diameter >

5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan. Partikulat dengan diameter

0,5-5,0 mikron terkumpul di paru-paru hingga alveoli. Partikulat dengan

diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam

darah. Kondisi kronik yang ditimbulkan adalah fibrosis paru dari

pneumokoniosis biasa sampai fibrosis progresif masif (merupakan penyebab

kematian akibat kegagalan paru paru) (Depkes, 2006).

2.5.3. Sulfur Dioksida / SO2

Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua

komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2)

dan Sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur

dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar

diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif.


Sulfur dioksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak

bumi dan batubara.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi

pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu

yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang

berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang

mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular. Individu

dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2,

meskipun dengan kadar yang relatif rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh

terhadap gangguan kesehatan adalah sebagai berikut :

3 – 5 ppm, jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya

8 – 12 ppm, jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan

20 ppm, jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata, dan batuk.

50 – 100 ppm, maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat ( 30

menit )

400 -500 ppm, berbahaya meskipun kontak secara singkat.

Pengaruh SO2 terhadap kesehatan adalah iritasi sistem pernapasan.

Konsentrasi 6-12 ppm iritan terhadap kulit dan selaput lendir. Kadar yang

rendah spasme temporer otot-otot polos pada bronchioli. Pemajanan jangka

pendek dari kenaikan SO2 mengakibatkan efek terhadap saluran pernapasan

(Depkes, 2006).
2.6. Kondisi Udara di Jakarta

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh berberapa instansi

menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara di daerah perkotaan terutama

di Jakarta saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan dan ada

kecenderungan untuk bertambah buruk. Dari data dan fakta di bawah ini

dapat dijadikan referensi tentang kondisi udara di Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 1986,

jika dibandingkan terhadap baku mutu udara di DKI Jakarta, rata-rata wilayah

udara Jakarta belum mengalami pencemaran SO2 dan NOx kecuali di

beberapa tempat dan pada waktu-waktu tertentu (Harmantyo, 1989).

Hasil pemantauan yang pernah dilakukan oleh JICA yang berlangsung

pada tahun 1996 menunjukan bahwa angka konsentrasi rata–rata harian di

stasiun EMC, Pulogadung, Pluit, Thamrin dan KPPL untuk konsentrasi SPM

di Pulogadung telah melebihi ambang batas rata-rata harian sebanyak 5%

dari total hari pengamatan (321 hari), sedangkan di stasiun lainnya masih

memenuhi Baku Mutu (Driejana, 2006).

Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada

pusat keramaian di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan

Semarang menunjukkan gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280

ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm,

dimana angka tersebut telah melebihi nilai ambang batas/standar kualitas

udara.
Jakarta berada dalam kategori baik sampai tidak sehat, dengan

parameter pencemar utama berupa Particulat Matter 10 (PM-10), O3, dan

CO. Ketersediaan data ISPU mencapai 81 % (294 hari) pada tahun 2004.

Pada bulan September dan Desember 2004 terdapat 12 hari yang berada

dalam kategori tidak sehat (3,2 persen). Pada tahun 2003 jumlah hari yang

dikategorikan tidak sehat ada 67 hari dari 308 hari yang tersedia (KLH, 2005).
BAB III

KONDISI WILAYAH DKI JAKARTA

3.1. Letak Geografis

Secara Geografis, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta terletak antara

106° 22’ 42” BT sampai 106° 58’ 18” BT, dan antara 5° 19’ 12” LS sampai 6°

23’ 54” LS, dengan batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta berbatasan dengan Laut

Jawa.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kotamadya Bekasi dan Kabupaten

Bekasi, Jawa Barat

• Sebelah barat berbatasan dengan Kotamadya Tangerang dan Kabupaten

Tangerang, Banten.

3.2. Administrasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1974, wilayah

daratan DKI Jakarta dimekarkan ke arah timur dan barat, sehingga luasnya

bertambah dari 61.122 Ha menjadi 64.831 Ha yang terbagi menjadi 5 wilayah

kota setingkat kotamadya dan 42 kecamatan (tidak termasuk Kecamatan

Kepulauan Seribu) (Sobirin, 2001).


DKI Jakarta secara administrasi terdiri dari 5 Kotamadya, yaitu

Kotamadya Jakarta Pusat, Kotamadya Jakarta Utara, Kotamadya Jakarta

Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, dan Kotamadya Jakarta Barat, dan terdiri

dari 42 Kecamatan serta 260 Kelurahan (Lampiran 1 dan Peta 1).

3.3 Kondisi Fisik

Secara morfologi, DKI Jakarta merupakan daratan alluvial yang

merupakan hasil endapan yang dibawa oleh aliran sungai Ci Sadane, Ci

Liwung dan Kali Bekasi. Dataran rendah Jakarta berbentuk alluvial fan atau

menyerupai kipas alluvial yang berasal dari bahan-bahan vulkanik Gunung

Api Gede-Salak yang telah menutupi dataran rendah Jakarta serta terpotong-

potong oleh sistem sungai yang dangkal dan dalam.

Jakarta terdiri 13 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : DAS Angke,

DAS Buaran, DAS Cakung, DAS Cengkareng, DAS Ciliwung, DAS Cipinang,

DAS Grogol, DAS Jatikramat, DAS Krukut, DAS Mampang, DAS

Pesanggrahan, DAS Sekretaris, dan DAS Sunter

Kondisi lithologi Jakarta secara umum terdiri dari batuan alluvium,

batuan gunung api muda dan batuan pasir. Batuan alluvium terletak di bagian

tengah sampai ke utara dan di beberapa bagian yang menjorok ke selatan

yang berupa alur-alur sempit di sepanjang aliran sungai. Batuan gunung

berapi muda terutama terletak di bagian selatan merupakan hasil endapan

Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Sedangkan batuan pasir tersebar


berupa pematang pantai dan dataran hasil pengikisan batuan vulkanik muda

dan vulkanik tersier.

Bentuk medan Jakarta terdiri atas wilayah endapan alluvial rendah,

wilayah tanggul sungai dan tanggul pantai, wilayah kikisan medan datar,

wilayah kikisan medan landai, dan wilayah kikisan medan bergelombang.

Jakarta mempunyai tipe iklim hujan hutan tropis atau menurut

klasifikasi iklim Koppen termasuk dalam kelas Afa dengan curah hujan rata-

rata tahunan berkisar antara 1.857 mm di bagian utara hingga 3.167 mm di

bagian selatan, dan memiliki suhu udara rata-rata tahunan sekitar 27o

Celcius.

3.4. Curah Hujan

Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan

tahunan di Jakarta selama tahun 2005 adalah sebesar 1.857 mm/tahun,

dengan curah hujan rata-rata bulanan sebesar 174 mm. Curah hujan bulanan

terbesar terjadi pada bulan Februari sebesar 369 mm dan terendah pada

bulan Agustus sebesar 46 mm.

Masa berlangsungnya musim hujan di Jakarta tahun 2005 terjadi

antara bulan Januari – April dan November – Desember, sedangkan musim

kemarau berlangsung pada bulan Mei hingga Oktober.

Pola curah hujan tahun 2005 memiliki gradasi nilai curahan yang

cenderung bertambah dari bagian utara Kota Jakarta dan Teluk Jakarta

dengan besarnya curah hujan tahunan kurang dari 1.500 mm/tahun hingga
ke bagian selatan Kota Jakarta dengan curah hujan tahunan mencapai lebih

dari 3.000 mm/tahun.

Menurut data curah hujan yang tercatat di 5 stasiun Badan Meteorologi

dan Geofisika tahun 2005 memiliki pola rezim hujan bulanan yang hampir

sama, yaitu hujan maksimum terjadi antara bulan Januari dan Februari,

kemudian berkurang curahannya hingga mencapai curah hujan minimum

antara bulan Agustus dan September. Pola rezim hujan bulanan tahun 2005

di bagian utara Kota Jakarta terlihat penurunan curah hujan bulanan yang

ekstrim antara bulan maksimum dengan curah hujan bulanan mencapai lebih

dari 450 mm dengan bulan minimumnya, sedangkan bagian tengah Kota

Jakarta pola rezim hujan bulanannya terlihat lebih halus penurunannya antara

bulan maksimum dengan curah hujan sekitar 300 mm dengan bulan

minimumnya. Klasifikasi curah hujan tahunan dan rezim hujan bulanan di

Jakarta tahun 2005 secara spatial digambarkan dalam peta 2.

Variasi curah hujan tahunan di Jakarta pada tahun 2005

diklasifikasikan menjadi 5 kelas, dengan pola persebaran sebagai berikut;

• Curah hujan kurang dari 1.500 mm/tahun, berada di bagian utara Jakarta

dan di Perairan Teluk Jakarta dengan luas sekitar 2.344,2 ha.

• Curah hujan antara 1.500 – 2.000 mm/tahun berada di bagian utara

hingga ke bagian tengah Kota Jakarta dengan luas sekitar 31.079,6 ha.
• Curah hujan antara 2.000 – 2.500 mm/tahun berada di bagian tengah

barat dan timur dan ke arah selatan Kota Jakarta dengan luas sekitar

24.930,8 ha.

• Curah hujan antara 2.500 – 3.000 mm/tahun berada di bagian selatan

Kota Jakarta dengan luas sekitar 5.668.0 ha.

• Curah hujan lebih dari 3.000 mm/tahun terdapat sedikit di bagian selatan

Kota Jakarta dengan luas sekitar 179.2 ha.

3.5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Kota Jakarta telah berkembang dengan sangat pesat dibandingkan

dengan daerah-daerah lainnya. Hal ini telah menyebabkan pula

bertambahnya jumlah penduduk Jakarta baik karena besarnya angka

kelahiran maupun bertambahnya penduduk karena migrasi penduduk dari

luar Jakarta.

Menurut data dari Biro Pusat Statistik DKI Jakarta, selama kurun waktu

20 tahun dari tahun 1970 hingga 1990, jumlah penduduk Jakarta bertambah

hampir dua kali lipat dari sebesar 4.661.712 jiwa pada tahun 1970 hingga

mencapai 8.122.523 jiwa pada tahun 1990, dengan pertumbuhan rata-rata

pertahun sekitar 173.041 jiwa/tahun.

Menurut data statistik DKI Jakarta tahun 2005, jumlah penduduk

Jakarta telah mencapai 8.679.565 jiwa. Kepadatan penduduk Jakarta

sebesar 135 jiwa/ha . Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan


Pulo Gadung Jakarta Timur sebesar 519.959 jiwa, sedangkan jumlah

penduduk terendah terdapat pada Kecamatan Cempaka Putih sebesar

87.276 jiwa.

Kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Tambora

Jakarta Barat sebesar 493 jiwa/ha, sedangkan kepadatan penduduk terendah

terdapat di Kecamatan Cipayung sebesar 44 jiwa/ha.

Pola persebaran kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi

atau lebih besar dari 200 jiwa per hektar umumnya tersebar secara

mengelompok di bagian pusat Kota Jakarta, sedangkan kecamatan yang

memiliki kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa/ha umumnya berada di

bagian pinggiran Kota Jakarta. Pola persebaran kepadatan penduduk tiap

kecamatan di Jakarta secara terperinci ditunjukkan dalam peta 3 dan

lampiran 2.

Berdasarkan hasil klasifikasi kepadatan penduduk Jakarta tahun 2005,

persebaran kepadatan penduduk tiap kecamatan adalah sebagai berikut :

• Kepadatan penduduk kurang dari 100 jiwa/ha terdiri dari 11 kecamatan

yaitu Kecamatan Cipayung, Cengkareng, Kali Deres, Cilincing, Makasar,

Jagakarsa, Kelapa Gading, Kembangan, Kebon Jeruk, Cakung, dan

Penjaringan.

• Kepadatan penduduk antara 101 hingga 200 jiwa/ha terdiri dari 15

kecamatan yaitu Kecamatan Pasar Rebo, Pademangan, Kebayoran

Lama, Kramat Jati, Ciracas, Pancoran, Pasar Minggu, Gambir, Cempaka


Putih, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Pesanggrahan, Duren

Sawit, Koja, dan Tanjung Priok.

• Kepadatan penduduk antara 201 hingga 300 jiwa/ha terdiri dari 7

kecamatan yaitu Kecamatan Cilandak , Grogol Petamburan, Jatinegara,

Palmerah, Kemayoran, Sawah Besar, dan Senen

• Kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/ha terdiri dari 9 kecamatan yaitu

Kecamatan Menteng, Tanah Abang, Matraman, Pulo Gadung, Tebet,

Setiabudi, Tambora, Taman Sari, dan Johar Baru.

3.6. Penggunaan Tanah

Pola penggunaan tanah di Jakarta sangat bervariasi, hal ini

mengindikasikan keanekaragaman aktifitas penduduknya. Secara

keseluruhan permukiman tidak teratur merupakan jenis penggunaan tanah

yang mendominasi Kota Jakarta dengan luas sekitar 17.998,9 hektar,

sedangkan jenis penggunaan tanah perdagangan paling sedikit menduduki

wilayah Kota Jakarta yaitu seluas 1.449,2 hektar.

Keanekaragaman jenis penggunaan tanah Jakarta diklasifikasikan

dalam tujuh kelas yaitu fasilitas umum, industri, perdagangan, permukiman

teratur, permukiman tidak teratur, pertanian, ruang terbuka, dan tubuh air.

Secara umum persebaran jenis penggunaan tanah fasilitas umum dan

perdagangan terkonsentrasi di pusat Kota Jakarta dan membentuk pola linier

searah jaringan jalan. Kawasan industri dan pertanian umumnya tersebar di


bagian timur Kota Jakarta. Jenis penggunaan tanah permukiman teratur

maupun tidak teratur terdistribusi secara acak dan tersebar hampir di seluruh

Kota Jakarta. Sedangkan tubuh air terdapat di bagian utara dan sebagian lagi

tersebar dalam bentuk pola aliran sungai Kota Jakarta. Adapun pola

persebaran jenis penggunaan tanah di Jakarta tahun 2005 secara terperinci

digambarkan secara spatial dalam peta 4 dan lampiran 3, dengan

penjelasan sebagai berikut :

• Penggunaan tanah fasilitas umum tersebar secara acak di seluruh kota,

terutama paling banyak di bagian pusat kota, tersebar pula di bagian

utara timur, selatan, dan barat Kota Jakarta dengan luas sekitar 5.690,1

hektar.

• Wilayah permukiman teratur dan tidak teratur tersebar hampir di seluruh

Kota Jakarta yaitu di bagian pusat, timur, selatan, barat, dan utara Kota

Jakarta dengan luas permukiman teratur sekitar 12.416,3 hektar, dan

luas permukiman tidak teratur sekitar 17.998,9 hektar

• Penggunaan tanah perdagangan tersebar membentuk pola linier,

terutama paling banyak di bagian utara kemudian ke arah pusat kota

hingga ke selatan, juga tersebar secara linier di bagian barat dan timur

Kota Jakarta dengan luas wilayah sekitar 1.449,2 hektar.

• Penggunaan tanah industri tersebar secara mengelompok terutama di

bagian timur kota, di bagian utara dan barat, dan sedikit di bagian selatan

Kota Jakarta dan memiliki luas 3.838,5 hektar.


• Penggunaan tanah pertanian terdistribusi secara mengelompok di bagian

timur, bagian selatan, dan barat kota Jakarta dengan luas sebesar

5.141,3 hektar.

• Penggunaan tanah ruang terbuka tersebar secara acak di seluruh Kota

Jakarta dengan luas 9.759,6 hektar.

• Tubuh air terdapat pada bagian utara, serta tersebar dalam bentuk pola-

pola aliran sungai Kota Jakarta dengan luas sekitar 1.846,9 hektar.

3.7. Klasifikasi Permukiman

Wilayah permukiman merupakan wilayah tempat tinggal dan menetap

penduduk di Jakarta. Wilayah Permukiman dikategorikan dalam dua kelas

yaitu permukiman teratur dan permukiman tidak teratur. Kategori kelas

permukiman ini berdasarkan tingkat keteraturan pola jaringan jalannya dan

sistem drainase dalam suatu wilayah.

Pola persebaran permukiman teratur dan tidak teratur di Kota Jakarta

adalah sebagai berikut;

Secara keseluruhan pola persebaran permukiman teratur berada di

bagian tengah kota, sedikit meluas ke arah timur, berada di barat daya kota,

barat, dan utara Kota Jakarta dengan luas sekitar 12.416,22 Ha. Persebaran

permukiman tidak teratur tersebar secara acak di seluruh Kota Jakarta, dan

mendominasi di bagian selatan dan di bagian timur Kota Jakarta, dengan luas

sekitar 17.998,69 Ha.


Persentase luas permukiman teratur terbesar terdapat di Kecamatan

Grogol Petamburan sebesar 47,5 % dan luasnya sekitar 516,0 ha, sedangkan

persentase luas permukiman teratur terkecil adalah Kecamatan Tambora

sebesar 4,3 % dengan luas sekitar 23,4 ha.

Persentase luas permukiman tidak teratur di Jakarta terbesar terdapat

di Kecamatan Matraman, yaitu sebesar 63,0 % dengan luas sekitar 305,6 ha,

sedangkan perentase luas permukiman tidak teratur yang terkecil berada di

Kecamatan Kelapa Gading sebesar 5,4 % dengan luas wilayah sebesar 87,1

ha.

Untuk melihat perbandingan antara luas permukiman teratur dengan

luas permukiman tidak teratur digunakan ratio keteraturan permukiman yang

merupakan perbandingan antara luas permukiman tidak teratur dengan

permukiman teratur di tiap kecamatan. Makin besar nilai persentase ratio

keteraturan permukiman maka semakin besar luas permukiman tidak teratur

terhadap permukiman teratur di suatu kecamatan.

Pola persebaran kecamatan yang memiliki ratio keteraturan

permukiman yang sangat tinggi atau lebih dari 250% tersebar secara

mengelompok di bagian timur, selatan, dan tengah Kota Jakarta, sedangkan

ratio permukiman rendah atau kurang dari 50% secara umum tersebar di

bagian pusat Kota Jakarta. Ratio keteraturan permukiman didominasi

kecamatan dengan ratio antara 151% hingga 250%. Gambaran spatial

tentang klasifikasi ratio ketaraturan permukiman di Jakarta secara rinci dapat


dilihat dalam peta 5, sedangkan luas dan persentase luas wilayah

permukiman per kecamatan dapat dilihat dalam lampiran 4.

Berdasarkan hasil perhitungan, ratio keteraturan permukiman

diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu:

• Ratio permukiman rendah (kurang dari 50%), terdiri dari 6 kecamatan

dan meliputi Kecamatan Gambir, Menteng, Grogol Petamburan, Kelapa

Gading Kebayoran Baru, dan Penjaringan.

• Ratio pemukiman sedang (antara 51 - 150 %), terdiri dari 13 kecamatan

yang meliputi Kecamatan Kembangan, Koja, Kebayoran Lama,

Mampang Prapatan, Pademangan, Tanjung Priok, Setiabudi,

Pesanggrahan, Senen, Cilandak, Tebet, Duren Sawit, Cempaka Putih,

dan Pulo Gadung.

• Ratio permukiman tinggi (antara 151 - 250 %), terdapat 12 kecamatan

yaitu Kecamatan Kali Deres, Pasar Minggu, Pancoran, Jatinegara,

Sawah Besar, Makasar, Kemayoran, Cengkareng, Tanah Abang, Kebon

Jeruk, dan Palmerah.

• Ratio permukiman sangat tinggi (lebih besar dari 250 %) terdapat 11

kecamatan yaitu Kecamatan Kecamatan Tambora, Kramat Jati,

Cipayung, Jaga Karsa, Ciracas, Matraman, Cakung, Pasar Rebo, Johar

Baru, Cilincing, dan Taman Sari.


3.8. Jaringan Jalan dan Kerapatan Jalan

Salah satu sumber utama polusi udara di Jakarta berasal dari

kendaraan bermotor. Aktivitas transportasi yang padat dapat menyebabkan

tingginya jumlah emisi polutan yang dihasilkan. Jalan yang merupakan

prasarana transportasi adalah pendukung terciptanya arus transportasi

mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya. Adanya jalan mendukung

adanya aktivitas transportasi yang di sisi lain dapat berpotensi menaikkan

jumlah emisi polutan.

Berdasarkan hasil perhitungan dari peta Bakosurtanal sekala 1 :

25.000 tahun 2002, panjang jalan tol di Jakarta adalah sekitar 259,06 km,

panjang jalan arteri sekitar 656,10 km, dan panjang jalan kolektor dan jalan

lokal sekitar 6281,66 km. Secara spatial jaringan jalan Jakarta ditunjukkan

dalam peta 6.

Panjang jaringan jalan pada suatu wilayah dapat digunakan untuk

menghitung besarnya nilai kerapatan jaringan jalan. Nilai kerapatan jaringan

jalan merupakan perbandingan antara panjang jalan suatu wilayah dibagi

dengan luas wilayah tersebut. Besarnya nilai kerapatan jaringan jalan ini

kemudian digunakan untuk melihat hubungannya dengan besarnya nilai

Indeks Polusi Udara.

Berdasarkan hasil perhitungan, kerapatan jaringan jalan di Jakarta

sebesar 112,1 m/ha. Kerapatan jaringan jalan terbesar terdapat di

Kecamatan Grogol Petamburan sebesar 196,3 m/ha, sedangkan kerapatan

jaringan jalan terendah terdapat di Kecamatan Cilincing sebesar 66,9 m/ha.


Berdasarkan variasi nilai kerapatan jalan tiap kecamatan, kerapatan jaringan

jalan diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu :

• Kerapatan jaringan jalan rendah (kurang dari 100 m/ha), terdapat 10

kecamatan meliputi Kecamatan Cakung, Cilincing, Cipayung, Ciracas,

Jagakarsa, Kali Deres, Kramat Jati, Makasar, Pasar Minggu, dan

Penjaringan

• Kerapatan jaringan jalan sedang (antara 101 – 125 m/ha), terdiri dari 12

Kecamatan meliputi Kecamatan Cengkareng, Cilandak , Kembangan,

Mampang Prapatan, Matraman, Menteng, Pademangan, Pasar Rebo,

Pesanggrahan, Senen, Setiabudi, dan Tanah Abang

• Kerapatan jaringan jalan tinggi (antara 126 – 150 m/ha), terdiri dari 11

Kecamatan yang meliputi Kecamatan Gambir, Jatinegara, Johar Baru,

Kebayoran Lama, Kebon Jeruk, Kemayoran, Palmerah, Pancoran,

Sawah Besar, Taman Sari, dan Tambora.

• Kerapatan jaringan jalan sangat tinggi (lebih besar dari 150 m/ha), terdiri

dari 9 Kecamatan meliputi Kecamatan Cempaka Putih, Duren Sawit,

Grogol Petamburan, Kebayoran Baru, Kelapa Gading, Koja , Pulo

Gadung, Tanjung Priok, dan Tebet.

Pola persebaran kecamatan dengan tingkat kerapatan jaringan jalan

tinggi atau lebih besar dari 125 m/hektar hampir sebagian besar tersebar di

bagian tengah Kota Jakarta, sedangkan kecamatan dengan kerapatan jalan

kurang dari 125 m/hektar terdapat di pinggiran dan melingkari Kota Jakarta.
Pola persebaran kerapatan jaringan jalan tiap kecamatan di Jakarta dapat

dilihat secara terperinci dalam peta 7 dan lampiran 5.

3.9. Wilayah Industri

Emisi yang dihasilkan dari aktivitas industri yang dikeluarkan melalui

cerobong pembuangan merupakan salah satu sumber pencemar udara.

Makin luas areal industri pada suatu wilayah berkemungkinan makin besar

pula polutan yang dihasilkan dari aktivitas industri pada daerah tersebut.

Pola persebaran industri secara umum paling banyak tersebar

mengelompok di bagian timur hingga timur laut Kota Jakarta, terdapat pula di

bagian barat daya dan utara Kota Jakarta. Hanya sebagian kecil yang berada

di bagian selatan dan pusat Kota Jakarta. Total wilayah industri di Jakarta

memiliki luas sekitar 2731,57 Ha.

Tidak seluruh kecamatan memiliki jenis penggunaan tanah industri, 39

kecamatan memiliki industri sedangkan 3 kecamatan tidak terdapat industri.

Kecamatan yang memiliki luas industri lebih besar dari 300 hektar terdapat di

barat laut dan timur laut Kota Jakarta. Pola persebaran areal industri secara

spatial ditunjukkan dalam peta 8.

Persebaran industri tiap kecamatan di Jakarta seperti yang ditunjukkan

dalam lampiran 5 dijabarkan sebagai berikut;

• Kecamatan dengan luas industri lebih dari 300 hektar terdiri dari 5

kecamatan yaitu Kecamatan Kali Deres, Cengkareng, Cilincing,

Penjaringan, dan Cakung


• Kecamatan dengan luas industri antara 201 hingga 300 hektar terdiri dari

1 kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Priok.

• Kecamatan dengan luas industri antara 101 hingga 200 hektar terdiri dari

2 kecamatan yaitu terdapat di Kecamatan Pademangan, dan Kelapa

Gading.

• Kecamatan dengan luas industri antara 51 hingga 100 hektar terdiri dari 3

kecamatan dan tersebar di Kecamatan Setiabudi, Ciracas, dan Pulo

Gadung.

• Kecamatan dengan luas industri kurang dari 50 hektar terdiri dari 28

kecamatan dan tersebar di Kecamatan Menteng, Kemayoran, Gambir,

Cilandak, Jatinegara, Palmerah, Mampang Prapatan, Kembangan,

Pesanggrahan, Taman Sari, Cipayung, Pasar Minggu, Jagakarsa, Tanah

Abang, Kramat Jati, Cempaka Putih, Pancoran, Sawah Besar, Johar

Baru, Kebon Jeruk, Kebayoran Lama, Tambora, Duren Sawit, Makasar,

Tebet, Koja, Grogol Petamburan, dan Pasar Rebo.

3.9. Jumlah Penduduk Miskin

Selain faktor polusi udara yang merupakan penyebab meningkatnya

jumlah penderita ISPA, faktor ekonomi dan pendapatan keluarga juga turut

mempengaruhi jumlah penderita ISPA di Jakarta. Faktor ekonomi ini

menyebabkan penderita sulit untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang

memadai karena mahalnya biaya pengobatan, juga menyebabkan kurangnya


pemenuhan konsumsi makanan yang bergizi sehingga rentan terhadap

serangan penyakit khususnya ISPA.

Dalam penelitian ini, penduduk yang memiliki tingkat ekonomi yang

rendah selanjutnya dikategorikan sebagai penduduk miskin

Berdasarkan hasil pendataan rumahtangga miskin yang dilakukan oleh

Biro Pusat Statistik tahun 2005, rumah tangga miskin di DKI Jakarta tercatat

sebesar 150.492 rumahtangga, Hasil ini lebih banyak dibandingkan temuan

pada tahun 2004 sebanyak 91.468 rumahtangga.

Biro Pusat Statistik menggunakan 14 kriteria yang dianggap dapat

mencirikan kondisi kemiskinan suatu rumahtangga. Variabel yang cukup

signifikan untuk dijadikan penciri kemiskinan adalah luas lantai bangunan

tempat tinggal, jenis bahan bakar untuk masak, konsumsi daging/susu/ayam

per minggu, makan dalam sehari untuk setiap anggota rumah tangga,

kebiasaan makan sehari-hari, pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala

rumah tangga, dan asset.

Ketidakmampuan rumahtangga miskin untuk mendapatkan hidup yang

layak disebabkan tingkat pendapatan rumah tangga yang tidak memadai.

Penyebabnya adalah kepala rumahtangga tidak mempunyai pekerjaan atau

pekerjaan yang mereka miliki kurang mampu mendukung untuk mendapatkan

kehidupan yang layak seperti menjadi buruh pabrik, kuli bangunan dan

sebagainya. Sekitar 36 persen kepala rumahtangga tidak mempunyai

pekerjaan.
Kemiskinan juga menyebabkan mereka mendapakan hambatan dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Hal ini disebabkan karena

ketidakmampuan untuk membiayai perawatan kesehatan bagi keluarganya,

serta diperparah oleh faktor kebersihan lingkungan rumahtangga yang buruk

dan kurangnya konsumsi makanan yang bergizi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik tahun 2005

jumlah rumahtangga miskin di Jakarta sekitar 150.492 rumahtangga, dengan

jumlah penduduk miskin sekitar 633.212 jiwa. Pendidikan tertinggi kepala

rumahtangga miskin yang hanya Sekolah Dasar ke bawah berjumlah 111.851

kepala keluarga, sebanyak 24.503 kepala rumahtangga miskin berpendidikan

tertinggi SLTP, dan sebanyak 14.138 kepala rumahtangga miskin yang

berpendidikan SLTA ke atas.

Pola persebaran kecamatan dengan persentase penduduk miskin yang tinggi

atau lebih besar dari 15 % terdapat di bagian timur, dan timur laut , sebagian

lagi berada di bagian barat laut Kota Jakarta. Persebaran persentase

penduduk miskin tiap kecamatan di Jakarta tahun 2005 secara terperinci

dapat dilihat dalam peta 9 dan lampiran 6.

Berdasarkan hasil pengolahan data, persentase jumlah penduduk

miskin terhadap jumlah penduduk di tiap kecamatan di Jakarta tahun 2005

diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu :

• Persentase penduduk miskin rendah (kurang dari 5 %) terdapat di 21

kecamatan, yang meliputi Kecamatan Setiabudi, Cilandak, Jagakarsa,

Pancoran, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Pasar


Minggu, Menteng, Grogol Petamburan, Tanah Abang, Tebet, Mampang

Prapatan, Palmerah, Kembangan, Ciracas, Pulo Gadung, Pasar Rebo,

dan Duren Sawit.

• Persentase penduduk miskin sedang (antara 6 – 15 %) berjumlah 19

kecamatan meliputi Kecamatan Matraman, Kramat Jati, Kelapa Gading,

Gambir, Cempaka Putih, Makasar, Kebon Jeruk, Jatinegara, Tanjung

Priok, Cipayung, Taman Sari, Senen, Tambora, Kemayoran, Cengkareng,

Johar Baru, Pademangan, Sawah Besar, dan Kali Deres.

• Persentase penduduk miskin tinggi (antara 16 – 25 %) berjumlah 3

kecamatan meliputi Kecamatan Cakung, Penjaringan, dan Koja.

• Persentase penduduk sangat tinggi (lebih besar dari 25 %) hanya

terdapat di Kecamatan Cilincing.


BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

4.1. Pola Persebaran Kualitas Udara

Parameter kualitas udara yang diukur dalam penelitian ini adalah NO2,

SO2, dan SPM, ketiga parameter pencemar tersebut sangat berbahaya dan

berdampak negatif bagi kesehatan apabila terpejan ke dalam tubuh manusia

melebihi nilai ambang batas tertentu.

Pemantauan kualitas udara ambien yang dilakukan oleh Badan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta menggunakan 2 metode

pengambilan sampel, yaitu metode sasaat yang menggunakan peralatan

manual dan metode kontinyu yang menggunakan peralatan otomatis.

Lokasi pemantauan metode sesaat tersebar di 9 lokasi pengamatan

dan dalam kondisi baik, sedangkan pemantauan menggunakan metode

kontinyu tersebar di 5 lokasi, namun pada tahun 2005, hanya 3 stasiun yang

bekerja dengan baik, 2 stasiun pengamatan lainnya di nonaktifkan/dimatikan.

Peta 10 dan gambar 2 menunjukkan persebaran lokasi stasiun pengamatan

kualitas udara di Jakata tahun 2005.

Berdasarkan hasil pengolahan data kualitas udara di Jakarta tahun

2005, secara umum nilai rata-rata harian ketiga parameter kualitas udara di

Jakarta adalah untuk NO2 sebesar 0,0213 ppm, untuk SO2 sebesar 0,0111

ppm dan SPM sebesar 187,5 µg/m3. Nilai rata-rata harian ketiga parameter

tersebut masih berada di bawah nilai baku mutu nasional (NO2 = 0,05 ppm,
SO2 = 0,1 ppm, SPM = 230 µg/m3). Besarnya konsentrasi ketiga paramerter

pencemar tersebut juga bervariasi antara rata-rata harian, pada saat musim

hujan, dan musim kemarau. Secara umum ketiga parameter tersebut memiliki

nilai konsentrasi yang lebih besar pada saat musim kemarau dibandingkan

dengan rata-rata harian, dan musim hujan. Konsentrasi NO2 pada musim

kemarau sebesar 0,0233 ppm, sedangkan konsentrasi NO2 pada musim

hujan lebih rendah yaitu sebesar 0,0193 ppm. Konsentrasi SO2 pada musim

kemarau sebesar 0,0144 ppm, sedangkan konsentrasinya pada musim hujan

lebih rendah yaitu sebesar 0,0078 ppm. Konsentrasi SPM pada musim

kemarau sebesar 197 µg/m3, sedangkan konsentrasinya pada musim hujan

lebih rendah yaitu sebesar 168,3 µg/m3.

Tabel 1. Variasi Nilai Konsentrasi NO2, SO2, dan SPM di Jakarta tahun 2005

Parameter Musim
Harian Musim Hujan
pencemar Kemarau
NO2 (ppm) 0,0213 0,0193 0,0233
SO2 (ppm) 0,0111 0,0078 0,0144
SPM (µg/m3) 187,5 168,3 197,0

Sumber : Pengolahan data 2007

Variasi bulanan dari konsentrasi rata-rata harian parameter NO2, SO2,

dan SPM Kota Jakarta tahun 2005 adalah sebagai berikut; Rata-rata harian

parameter NO2 memiliki konsentrasi terbesar pada bulan April sekitar 0,0295

ppm, sedangkan konsentrasi terkecil terjadi pada bulan Desember sebesar

0,0135 ppm. Rata-rata harian parameter SO2 terbesar terjadi pada bulan

Agustus sebesar 0,0323 ppm dan terkecil terjadi pada bulan Oktober dengan

nilai konsentrasi sebesar 0,0022 ppm. Paramerter SPM memiliki rata-rata


harian terbesar terdapat pada bulan Mei sebesar 221,8 µg/m3 dan yang

terkecil terjadi pada bulan Desember dengan nilai konsentrasi sekitar 112,7

µg/m3. Besarnya konsentrasi rata-rata harian parameter NO2, SO2, dan SPM,

secara lebih terperinci ditunjukkan dalam lampiran 7.

Konsentrasi NO2, SO2, dan SPM tiap stasiun pengamatan di Jakarta

selama tahun 2005 bervariasi tiap bulannya. Nilai konsentrasi NO2 terbesar

terukur pada stasiun Kuningan dan terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar

0,0590 ppm, konsentrasi SO2 yang terbesar terdapat di stasiun Cilincing

dengan nilai 0,2321 ppm dan terjadi pada bulan Agustus, sedangkan

konsentrasi SPM terbesar terukur pada stasiun JIEP terjadi pada bulan Mei

sebesar 464,3 µg/m3 . Konsentrasi parameter NO2, SO2, dan SPM tiap

stasiun pengamatan kualitas udara di Jakarta tahun 2005 dapat dilihat dalam

lampiran 8.

Bila dibandingkan ketiga parameter pencemar udara tersebut selama

tahun 2004-2005, terlihat bahwa dari 9 stasiun pengamatan kualitas udara

ambien sesaat, konsentrasi NO2 dari tahun 2004-2005 masih di bawah nilai

baku mutu nasional sebesar 0,05 ppm, 5 stasiun pengamatan terjadi

penurunan konsentrasi rata-rata harian NO2 yang signifikan pada tahun 2005,

3 stasiun terjadi kenaikan konsentrasi, dan 1 stasiun memiliki nilai

konsentrasi yang sama dengan tahun 2004. Grafik berikut ini menjelaskan

mengenai rata-rata harian konsentrasi NO2 pada tahun 2004 dan 2005.
Grafik 1. Perbandingan Konsentrasi NO2 pada 9 Stasiun Pengamatan

Kualitas Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005.

NO2
ppm

0,05 Batas Nilai


Baku Mutu
Nasional

0,025
2004
2005

JIEP
Istiqlal

Kahfi
Tebet
Lubang

Cilincing

Kuningan
Ancol
Kalideres

Buaya

Stasiun Pengamatan

Sumber : BPLHD 2004 – 2005

Konsentrasi rata-rata harian parameter SO2 tahun 2004 – 2005 pada 9

stasiun pengamatan masih jauh di bawah standar baku mutu nasional

dengan nilai konsentrasi di bawah 0,01 ppm, kecuali di stasiun Cilincing pada

tahun 2005 memiliki nilai konsentrasi hampir mencapai 0,05 ppm. Grafik

berikut ini menjelaskan mengenai nilai konsentrasi rata-rata harian SO2 tiap

stasiun pada tahun 2004 dan 2005 terhadap nilai baku mutu nasional.
Grafik 2. Perbandingan Konsentrasi SO2 pada 9 Stasiun Pengamatan

Kualitas Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005.

ppm
SO2
0,1 Batas Nilai
Baku Mutu
0,09 Nasional
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
2004
0,02 2005
0,01
0

JIEP
Istiqlal

Kahfi
Ancol
Kalideres

Tebet
Lubang Buaya

Cilincing

Kuningan
Stasiun Pengamatan

Sumber : BPLHD 2004 – 2005

Nilai konsentrasi rata-rata harian SPM seluruh stasiun pengamatan

pada tahun 2005 terjadi penurunan, namun pada tahun 2005 masih terdapat

2 stasiun yang memiliki konsentrasi rata-rata harian SPM di atas baku mutu

nasional, dimana pada tahun 2004 terdapat 3 stasiun yang memiliki

konsentrasi rata-rata harian di atas baku mutu nasional. Grafik berikut ini

menjelaskan mengenai nilai konsentrasi rata-rata harian SPM tiap stasiun

pengamatan kualitas udara tahun 2004 dan 2005.


Grafik 3. Perbandingan Konsentrasi SPM pada 9 Stasiun Pengamatan

Kualitas Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005.

µg/m3
SPM
400

350

300

250 Batas Nilai


Baku Mutu
200 Nasional

150

100 2004
2005
50

JIEP
Istiqlal

Ancol

Kahfi
Kalideres

Tebet
Lubang Buaya

Cilincing

Kuningan
Stasiun Pengamatan

Sumber : BPLHD 2004 - 2005

Konsentrasi NO2, SO2, dan SPM di Jakarta pada 9 Stasiun

Pengamatan Kualitas Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005 dapat dilihat

dalam lampiran 9.

Untuk mengetahui tingkat polusi udara dari ketiga parameter kualitas

yang telah diukur oleh stasiun pengamatan kualitas udara ambien terhadap

nilai standar baku mutu nasional di Jakarta tahun 2005 adalah dengan

menggunakan nilai Indeks Polusi Udara (IPU).

Indeks Polusi Udara ditentukan dengan menghitung nilai rata-rata dari

perbandingan ketiga parameter pencemar udara yaitu NO2, SO2, dan SPM
terhadap nilai standar baku mutu nasional tiap parameter, yang bertujuan

untuk mengetahui tingkat kekritisan kualitas udara di Jakarta tahun 2005.

4.1.1. Indeks Polusi Udara Harian

Indeks Polusi Udara harian adalah nilai indeks rata-rata harian yang

dihitung dari ketiga parameter pencemar udara yaitu NO2, SO2, dan SPM di

Jakarta pada tahun 2005.

Berdasarkan hasil perhitungan, besarnya nilai Indeks Polusi Udara

harian di Jakarta adalah sekitar 46,5, atau masuk dalam kategori cukup

sehat. Nilai rata-rata harian Indeks Polusi Udara di Jakarta memiliki variasi

berkisar antara 25 hingga 70. Variasi nilai IPU tersebut diklasifikasikan

menjadi 4 kelas, yaitu:

1. Kelas sangat tinggi atau kualitas udara dalam kondisi kritis, dengan nilai

IPU lebih besar dari 65.

2. Kelas tinggi atau kualitas udara dalam kondisi tidak sehat, dengan nilai

IPU antara 51 - 65.

3. Kelas sedang atau kualitas udara dalam kategori cukup sehat, dengan

nilai IPU antara 36 - 50.

4. Kelas rendah atau kualitas udara dalam kategori sehat, nilai IPU kurang

dari 35.

Pola persebaran Indeks Polusi Udara harian di Jakarta tahun 2005

adalah sebagai berikut:


• Nilai IPU rendah, kurang dari 35 berada hanya di bagian selatan Kota

Jakarta, meliputi sebagian kecil Kecamatan Jagakarsa, Pasar Rebo,

Ciracas, dan Cipayung.

• Nilai IPU sedang, antara 36 hingga 50 mendominasi dan tersebar hampir

seluruh bagian tengah, selatan, barat hingga barat laut dan utara Kota

Jakarta, meliputi sebagian kecil Kecamatan Jatinegara, Matraman,

Cakung, Tanjung Priok, dan Cipayung, sebagian besar Kecamatan Johar

Baru, Ciracas, Duren Sawit, Kemayoran, Pasar Rebo, Jagakarsa, Tebet,

Makasar, dan Senen, dan meliputi seluruh Kecamatan Taman Sari,

Tanah Abang, Pademangan, Cengkareng, Gambir, Kali Deres,

Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Kembangan, Kramat Jati, Mampang

Prapatan, Menteng, Palmerah, Pancoran, Pasar Minggu, Penjaringan,

Pesanggrahan, Setiabudi, Tambora, Cilandak, Kebon Jeruk, Grogol

Petamburan, dan Sawah Besar.

• Nilai IPU tinggi, 51 hingga 65 tersebar dari bagian tengah dan semakin

membesar nilai indeks polusinya ke arah timur laut Kota Jakarta. Wilayah

ini meliputi sebagian kecil Kecamatan Senen, Makasar, Tebet,

Kemayoran, Duren Sawit, dan Johar Baru, sebagian besar Kecamatan

Cilincing, Tanjung Priok, Cakung, Matraman, Jatinegara, dan meliputi

seluruh Kecamatan Pulo Gadung, Cempaka Putih, Kelapa Gading, dan

Koja
• Nilai IPU sangat tinggi, lebih besar dari 65 hanya berada di sebelah timur

laut Kota Jakarta, dan meliputi sebagian kecil Kecamatan Cilincing.

Pola persebaran IPU harian Jakarta tahun 2005 dapat dilihat dalam

peta 11, sedangkan tabel berikut menunjukkan luas wilayah tiap kelas IPU

harian di Jakarta tahun 2005.

Tabel 2. Luas Wilayah tiap Kelas Indeks Polusi Udara Harian Jakarta

tahun 2005

Nilai IPU Luas (Ha)


< 35 (Rendah) 2.378,9
36 – 50 (Sedang) 46.149,8
51 – 65 (Tinggi) 13.722,8
> 65 (Sangat Tinggi) 1.950,4

Sumber : Pengolahan data 2007

Pola persebaran tingkat kualitas udara di Jakarta dipengaruhi oleh

beberapa sumber pencemar udara. Sumber pencemar udara yang terdapat di

Jakarta adalah sumber pencemar yang bergerak yaitu berupa emisi dari

kendaraan bermotor, dan sumber pencemaran yang tidak bergerak yang

terutama berasal dari kegiatan industri yang menggunakan bahan bakar fosil.

Penelitian ini mencoba untuk mengetahui pula persebaran tingkat

kualitas udara menurut persebaran sumber pencemarnya, dengan

menganalogikan bahwa sumber pencemar udara yang bergerak adalah

kerapatan jalan, sedangkan sumber pencemaran udara yang tidak bergerak

adalah wilayah industri.


4.1.1.1. Persebaran Kualitas Udara Menurut Kerapatan Jalan

Berdasarkan hasil overlay antara peta Indeks Polusi Udara harian

dengan kerapatan jalan di Jakarta tahun 2005, didapatkan hasil sebagai

berikut:

• Indeks Polusi udara harian rendah (kurang dari 35) memiliki panjang

jalan sekitar 192.836,3 meter, dengan kerapatan jalan 81,1 m/ha.

• Indeks Polusi Udara harian sedang (antara 36 – 50) memiliki panjang

jalan sekitar 5.223.840,6 meter, dengan kerapatan jalan 113,2 m/ha.

• Indeks Polusi Udara harian tinggi (antara 50 -65) memiliki panjang

jalan sekitar 1.675.652,2 meter, dengan kerapatan jalan 122,1 m/ha.

• Indeks Polusi Udara harian sangat tinggi (lebih besar dari 65) memiliki

panjang jalan sekitar 104.468,4 meter, dan terdapat pada kerapatan

jalan terendah yaitu sebesar 53,6 m/ha.

Tabel 3. Kerapatan Jalan tiap Kelas IPU di Jakarta tahun 2005

Kerapatan Jalan
Nilai IPU Panjang Jalan (m) tiap Kelas IPU
(m/ha)
< 35 (Rendah) 192.836,3 81,1
36 – 50 (Sedang) 5.223.840,6 113,2
51 – 65 (Tinggi) 1.675.652,2 122,1
> 65 (Sangat Tinggi) 104.468,4 53,6

Sumber : Pengolahan data 2007

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa wilayah dengan Indeks Polusi

Udara sangat tinggi atau lebih besar dari 65 terdapat pada kerapatan jalan

yang rendah.
4.1.1.2. Persebaran Kualitas Udara Menurut Industri

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan mengoverlaykan peta

Indeks Polusi Udara Harian dengan wilayah industri di Jakarta tahun 2005,

didapatkan hasil sebagai berikut:

• Indeks Polusi Udara harian rendah, kurang dari 35 memiliki luas wilayah

industri sekitar 28,3 hektar atau sekitar 1,2 % dari luas wilayah IPU

rendah, yang tersebar di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Cipayung,

Ciracas, dan Pasar Rebo

• Indeks Polusi Udara harian sedang, antara 36 – 50 memiliki luas wilayah

industri sekitar 1.868,4 hektar atau sekitar 4,0 % dari luas wilayah IPU

sedang, dan tersebar di 32, yaitu Kecamatan Cakung, Cengkareng,

Cilandak, Cipayung, Ciracas, Duren Sawit, Gambir, Grogol Petamburan,

Jagakarsa, Johar Baru, Kali Deres, Kebayoran Lama, Kebon Jeruk,

Kembangan, Kramat Jati, Makasar, Mampang Prapatan, Menteng,

Pademangan, Palmerah, Pancoran, Pasar Minggu, Pasar Rebo,

Penjaringan, Pesanggrahan, Sawah Besar, Setiabudi, Taman Sari,

Tambora, Tanah Abang, Tanjung Priok, dan Tebet.

• Indeks Polusi Udara harian tinggi, antara 50 -65 memiliki luas wilayah

industri sekitar 1.688,5 hektar atau sekitar 12,3 % dari luas wilayah IPU

tinggi. Wilayah industri tersebar di 11 kecamatan, yaitu Kecamatan

Cakung, Cempaka Putih, Cilincing, Duren Sawit, Jatinegara, Johar Baru,

Kelapa Gading, Kemayoran, Koja, Pulo Gadung, dan Tanjung Priok


• Indeks Polusi Udara harian tinggi, lebih besar dari 65 memiliki luas

wilayah industri sekitar 253,1 hektar atau memiliki persentase luas

industrii terbesar sekitar 13 % dari luas wilayah IPU sangat tinggi dan

hanya terdapat di Kecamatan Cilincing.

Pada tabel berikut ini menunjukkan persentase luas wilayah industri

tiap kelas IPU di Jakarta tahun 2005.

Tabel 4. Persentase Luas Wilayah Industri tiap Kelas IPU di Jakarta tahun

2005

Persentase Luas
Nilai IPU Luas Industri (Ha) Industri terhadap
Luas IPU (%)
< 35 (Rendah) 28,3 1,2
36 – 50 (Sedang) 1868,4 4,0
51 – 65 (Tinggi) 1688,5 12,3
> 65 (Sangat Tinggi) 253,1 13,0

Sumber : Pengolahan data 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa wilayah dengan Indeks

Polusi Udara sangat tinggi atau lebih besar dari 65 memiliki persentase luas

industri terbesar.

4.1.2. Indeks Polusi Udara Musim Hujan

Berdasarkan hasil pengolahan data, Indeks Polusi Udara rata-rata

pada musim hujan di Jakarta adalah sekitar 40, atau masuk dalam kategori

cukup sehat. Pada musim hujan nilai IPU menjadi lebih rendah dari nilai

indeks hariannya, yaitu antara 20 hingga 65, ada beberapa perbedaan


antara pola persebaran IPU musim hujan dengan pola persebaran IPU

hariannya, pola persebaran IPU saat musim hujan di Jakarta tahun 2005

digambarkan sebagai berikut,

• Nilai IPU rendah, kurang dari 35 tersebar di bagian selatan dan barat

Kota Jakarta dengan luas wilayah yang kecil, meliputi sebagian kecil

Kecamatan Kembangan, Duren Sawit,Tebet, Pancoran, Makasar,

Kebayoran Baru, Kramat Jati, Setiabudi, Mampang Prapatan,

Pesanggrahan, Kebayoran Lama, Cengkareng, sebagian besar

Kecamatan Penjaringan, Pasar Minggu, Cipayung, Cilandak, Ciracas,

dan seluruh Kecamatan Pasar Rebo, Jagakarsa, dan Kali Deres

• Nilai IPU sedang, antara 36 - 50 sebagian besar tersebar di bagian

tengah, sedikit mengarah ke timur, selatan, dan barat, dan berada sedikit

di bagian utara Kota Jakarta, meliputi sebagian kecil Kecamatan Pasar

Rebo, Pulo Gadung, Ciracas, Cilandak, Cipayung, Cilincing, Pasar

Minggu, Koja, Cempaka Putih, Penjaringan, dan Cakung, sebagian besar

Kecamatan Cengkareng, Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Mampang

Prapatan, Tanjung Priok, Setiabudi, Matraman, Jatinegara, Duren Sawit,

Kemayoran, Kramat Jati, Kebayoran Baru, Makasar, Pancoran, Tebet,

dan Kembangan, dan meliputi seluruh Kecamatan Sawah Besar,

Pademangan, Kebon Jeruk, Tambora, Taman Sari, Tanah Abang,

Menteng, Gambir, Palmerah, Grogol Petamburan, Senen, dan Johar

Baru.
• Nilai IPU tinggi, 51 hingga 65 hanya tersebar di bagian timur Kota

Jakarta meliputi sebagian kecil Kecamatan Kemayoran, Duren Sawit,

Jatinegara, Matraman, Tanjung Priok, sebagian besar Kecamatan

Cakung, Cempaka Putih, Koja, Cilincing, Pulo Gadung, dan seluruh

Kecamatan Kelapa Gading

• Nilai IPU sangat tinggi, lebih besar dari 65 pada saat musim hujan tidak

terdapat dalam Kota Jakarta.

Gambaran spatial pola persebaran IPU pada musim hujan Jakarta

tahun 2005 dapat dilihat dalam peta 12.

Tabel 5. Luas Wilayah tiap Kelas Indeks Polusi Udara Musim Hujan Jakarta

tahun 2005

Nilai IPU Luas (Ha)


< 35 (Rendah) 19.113,4
36 – 50 (Sedang) 33.507,1
51 – 65 (Tinggi) 11.581,4
> 65 (Sangat Tinggi) 0

Sumber : Pengolahan data 2007

4.1.3. Indeks Polusi Udara Musim Kemarau

Pada musim kemarau, nilai IPU menjadi lebih besar dibandingkan

dengan nilai IPU harian dan musim hujan dengan kisaran antara 30 hingga

80. Perbandingan nilai IPU harian, musim hujan dan musim kemarau dapat

dilihat dalam dalam lampiran 10 dan grafik berikut ini.


Grafik 4. Perbandingan Nilai IPU Harian, Musim Hujan, dan Musim Kemarau

tiap Stasiun Pengamatan di Jakarta tahun 2005.

80,0

70,0

60,0
Daily
50,0
Nilai IPU

40,0 Musim Hujan

30,0
Musim Kemarau
20,0

10,0

0,0

JIEP
Istiqlal

Kahfi
Tebet
Lubang Buaya

Cilincing

Kuningan
Ancol
Kalideres

Stasiun Pengamat KU

Sumber : Pengolahan data 2007

Indeks Polusi Udara musim kemarau memiliki pola persebaran

sebagai berikut:

• Nilai IPU rendah, kurang dari 35 tersebar di bagian selatan dan barat,

meliputi sebagian kecil Kecamatan Cengkareng, Ciracas, Cipayung,

dan Kembangan.

• Nilai IPU sedang, antara 36 hingga 50 tersebar hampir di seluruh

bagian tengah, selatan, barat, dan utara Kota Jakarta, meliputi

sebagian kecil Matraman, Cakung, Johar Baru, dan Tanjung Priok,

mencakup sebagian besar Kecamatan Tanah Abang, Tebet,

Kembangan, Duren Sawit, Kemayoran, Cipayung, Senen, Makasar,


Ciracas, Kramat Jati, Pancoran, Menteng, Kebayoran Lama,

Cengkareng, Kebayoran Baru, Kali Deres, dan Palmerah. Wilayah ini

meliputi seluruh Kecamatan Pademangan, Setiabudi, Jagakarsa,

Penjaringan, Grogol Petamburan, Kebon Jeruk, Mampang Prapatan,

Pasar Minggu, Pasar Rebo, Pesanggrahan, Sawah Besar, Taman

Sari, Tambora, Cilandak, dan Gambir.

• Nilai IPU tinggi, antara 51 hingga 65 tersebar dari bagian tengah

menuju ke arah timur laut Kota Jakarta. Wilayah ini meliputi sebagian

kecil Kecamatan Setiabudi, Pademangan, Palmerah, Kali Deres,

Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Menteng, Cilincing, Pancoran,

Kramat Jati, Makasar, Senen, Kemayoran, Duren Sawit, Tebet, dan

Tanah Abang, tersebar di sebagian besar Kecamatan Tanjung Priok,

Kelapa Gading, Cakung, Koja, Johar Baru, Pulo Gadung, dan

Matraman, dan mencakup seluruh Kecamatan Cempaka Putih, dan

Jatinegara.

• Nilai IPU sangat tinggi, atau lebih besar dari 65 tersebar di sebelah

timur laut Kota Jakarta, dan meliputi sebagian kecil Kecamatan Pulo

Gadung, Cakung, Koja, dan Kelapa Gading, dan mencakup sebagian

besar Kecamatan Cilincing.

Pola persebaran Indeks Polusi Udara musim kemarau di Jakarta tahun

2005 dapat dilihat dalam peta 13. Sedangkan berikut ini adalah luas wilayah

Indeks Polusi Udara pada musim kemarau tahun 2005.


Tabel 6. Luas Wilayah tiap Kelas Indeks Polusi Udara Musim Kemarau

Jakarta tahun 2005

Nilai IPU Luas (Ha)

< 35 (Rendah) 2.248,2


36 – 50 (Sedang) 43.701,5
51 – 65 (Tinggi) 13.268,095
> 65 (Sangat Tinggi) 4.984,1

Sumber : Pengolahan data 2007

4.2. Pola Persebaran Penderita Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA)

Data jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut tahun

2005 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta digolongkan dalam 5

kelompok penyakit, yaitu Bronkhitis, Infeksi Akut Lain Pernapasan Atas

(IALPA), Pnemonia, Penyakit Lain Pada Saluran Pernafasan Bawah

(PLSPB) dan Penyakit Lain Pada Saluran Pernafasan Atas (PLSPA). Data

tersebut dikumpulkan dari tiap-tiap puskesmas kelurahan dan kecamatan

yang ada di DKI Jakarta selama periode tahun 2005.

Jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Jakarta

sekitar 1.566.060 jiwa, dengan jumlah penderita penyakit terbanyak adalah

Infeksi Akut Lain Pernapasan Atas (IALPA) yaitu sebesar 1.292.556 jiwa.

Adapun rincian jumlah penderita ISPA menurut jenis penyakitnya di Jakarta

tahun 2005 sebagai berikut.


Tabel 7. Jumlah Penderita Penyakit ISPA di Jakarta tahun 2005

Penderita
Jenis Penyakit
(jiwa)
Bronkhitis 15.486
Infeksi Akut Lain Pernapasan Atas (IALPA) 1.292.556
Penyakit Lain Pada Saluran Pernafasan Atas (PLSPA) 241.992
Penyakit Lain Pada Saluran Pernafasan Bawah (PLSPB) 8.540
Pnemonia 7.486
Jumlah 1.566.060

Sumber : Dinkes DKI Jakarta tahun 2005 dan Pengolahan data 2007

Berdasarkan kelompok umur, balita paling banyak menderita penyakit

ISPA yaitu sebesar 595.904 jiwa atau 38 % dari seluruh penderita ISPA.

Jumlah penderita ISPA makin berkurang pada kelompok umur di atasnya.

Grafik 5. Jumlah Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di

Jakarta tahun 2005

700.000

600.000

500.000

400.000
Jiwa

300.000

200.000

100.000

0
Balita 5 - 19 Tahun 20 - 54 Tahun > 55 Tahun

Sumber : Pengolahan data 2007

Berdasarkan dari tiap jenis penyakit ISPA dalam penelitian ini, jumlah

penderita penyakit Bronkhitis di Jakarta pada tahun 2005 paling banyak

diderita oleh kelompok umur antara 20 – 54 tahun dengan jumlah 5.760 jiwa.
Jumlah penderita Infeksi Akut Lain Pernapasan Atas paling banyak diderita

oleh kelompok umur balita dengan jumlah 513.778 jiwa. Jumlah penderita

Penyakit Lain Saluran Pernapasan Atas paling banyak dialami oleh kelompok

umur balita sebesar 72.800 jiwa. Jumlah penderita Penyakit Lain Saluran

Pernapasan Bawah paling banyak diderita oleh kelompok umur 20 – 54 tahun

sebanayak 2.557 jiwa. Sedangkan penyakit Pnemonia paling banyak diderita

oleh kelompok umur balita sebesar 3.869 jiwa. Tabel berikut ini menjelaskan

mengenai jumlah penderita ISPA menurut kelompok umur.

Tabel 8. Jumlah Penderita ISPA Berdasarkan Kelompok Umur di Jakarta

2005.

5 - 19 20 - 54
Balita > 55 Tahun Jumlah
Jenis ISPA Tahun Tahun
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
(Jiwa) (Jiwa)
Bronkhitis 2.960 4.408 5.760 2.358 15.486
IALPA 513.778 340.748 328.213 109.817 1.292.556
PLSPA 72.800 71.607 70.676 26.909 241.992
PLSPB 2.497 1.877 2.557 1.604 8.540
Pnemonia 3.869 1.361 1.763 480 7.486
Jumlah 595.904 420.001 408.969 141.168 1.566.060

Sumber : Dinkes DKI Jakarta tahun 2005 dan Pengolahan data 2007

Jumlah penderita Bronkhitis dan penderita IALPA paling banyak

terdapat di Kecamatan Cilincing dengan jumlah penderita masing-masing

sebesar 1.616 jiwa, dan 177.576 jiwa, jumlah penderita PLSPA dan penderita

PLSPB paling banyak terdapat di Kecamatan Pasar Minggu yaitu sebesar

38.440 jiwa,dan 1.689 jiwa, sedangkan jumlah penderita Pnemonia paling

banyak terdapat di Kecamatan Tanjung Priok sebesar 2.283 jiwa. Untuk lebih
jelas mengenai jumlah penderita tiap jenis penyakit ISPA di tiap kecamatan di

Jakarta tahun 2005 dapat dilihat dalam lampiran 11.

Penggambaran pola persebaran penderita ISPA di Jakarta secara

spatial, dalam penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk titik-titik, dimana tiap

1 titik mewakili 100 penderita ISPA. Pendeskripsian pola persebaran

penderita ISPA ini menggunakan asumsi bahwa penderita ISPA tersebar

secara merata dan berada pada wilayah terbangun.

Berdasaran hasil pengolahan data, pola persebaran penderita ISPA di

Jakarta tahun 2005 adalah sebagai berikut; wilayah dengan penderita ISPA

yang padat berada pada bagian tengah, sebagian berada di utara, dan di

bagian timur laut Kota Jakarta. Sedangkan wilayah dengan jumlah penderita

ISPA yang jarang terdapat pinggir Kota Jakarta, yaitu di bagian timur,

tenggara, selatan, barat, dan barat laut Kota Jakarta. Pola persebaran

penderita penyakit ISPA secara spatial ditunjukkan dalam peta 14.

4.2.1. Persentase Penderita Penyakit ISPA

Persentase penderita penyakit ISPA adalah perbandingan antara

jumlah penderita penyakit ISPA terhadap jumlah penduduk tiap kecamatan di

Jakarta selama tahun 2005.

Secara keseluruhan, dari jumlah seluruh penderita jenis-jenis penyakit

ISPA dalam penelitian ini, persentase jumlah penderita ISPA terhadap jumlah

penduduk di tiap kecamatan diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu:


• Persentase jumlah penderita rendah ( > 15 %) terdiri dari 19 kecamatan

yang meliputi Kecamatan Cengkareng, Cilandak, Ciracas, Jagakarsa,

Jatinegara, Kebayoran Lama, Kelapa Gading, Kramat Jati, Makasar,

Matraman, Menteng, Pasar Rebo, Pulo Gadung, Sawah Besar, Senen,

Setiabudi, Taman Sari, Tambora, dan Tanah Abang.

• Persentase jumlah penderita sedang ( 16 - 25 %) terdiri dari 12

kecamatan yang meliputi Kecamatan Cakung, Duren Sawit, Gambir,

Grogol Petamburan, Johar Baru, Kembangan, Mampang Prapatan,

Palmerah, Pasar Minggu, Pesanggrahan, Tanjung Priok, dan Tebet.

• Persentase jumlah penderita tinggi ( 26 - 35 %) terdiri dari 10 kecamatan

yang meliputi Kecamatan Cempaka Putih, Cipayung, Kali Deres,

Kebayoran Baru, Kebon Jeruk, Kemayoran, Koja, Pademangan,

Pancoran, dan Penjaringan.

• Persentase jumlah penderita sangat tinggi ( > 35 %) hanya terdiri dari 1

kecamatan yaitu Kecamatan Cilincing.

Pada lampiran 12 dan peta 15 menunjukkan persentase jumlah

penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) tiap kecamatan di

Jakarta tahun 2005.


4.2.1.1. Hubungan antara Penderita Penyakit ISPA dengan Ratio

Permukiman

Berdasarkan hasil overlay peta antara peta persentase penderita

penyakit ISPA dengan peta ratio permukiman per kecamatan di Jakarta tahun

2005, didapatkan hasil sebagai berikut :

• Persentase penderita penyakit ISPA sangat tinggi terletak pada ratio

permukiman sangat tinggi hanya terdapat di Kecamatan Cilincing

• Persentase penderita penyakit ISPA tinggi terletak pada ratio

permukiman tinggi terdapat di Kecamatan Kali Deres, Kebon Jeruk,

Kemayoran, dan Pancoran.

• Persentase penderita penyakit ISPA sedang terletak pada ratio

permukiman sedang terdapat di Kecamatan Duren Sawit, Kembangan,

Mampang Prapatan, Pesanggrahan, Tanjung Priok, dan Tebet.

• Persentase penderita penyakit ISPA rendah terletak pada ratio

permukiman rendah terdapat di dua Kecamatan Kelapa Gading dan

Menteng.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode statistik,

didapatkan angka signifikansi sebesar 0,273 atau di atas 0,01, dan nilai

koefisien korelasi sebesar -0,173. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat korelasi

antara persentase penderita penyakit ISPA dengan ratio keteraturan

permukiman. Pada lampiran 13 menunjukkan hasil perhitungan statistik

menggunakan Korelasi Pearson.


4.2.1.2. Hubungan antara Penderita Penyakit ISPA dengan Persentase

Penduduk Miskin

Berdasarkan hasil overlay antara peta persentase penderita penyakit

ISPA dengan peta persentase penduduk miskin per kecamatan di Jakarta

tahun 2005, didapatkan hasil sebagai berikut :

• Persentase penderita penyakit ISPA sangat tinggi terletak pada wilayah

dengan persentase penduduk miskin sangat tinggi hanya terdapat di

Kecamatan Cilincing.

• Persentase penderita penyakit ISPA tinggi terletak pada wilayah dengan

persentase penduduk miskin tinggi terdapat di Kecamatan Koja dan

Penjaringan.

• Persentase penderita penyakit ISPA sedang terletak pada pada wilayah

dengan persentase penduduk miskin sedang terdapat di Kecamatan

Gambir, Johar Baru, Kali Deres, dan Tanjung Priok.

• Persentase penderita penyakit ISPA rendah terletak pada pada wilayah

dengan persentase penduduk miskin rendah terdapat di dua Kecamatan

Cilandak, Ciracas, Jagakarsa, Kebayoran Lama, Menteng, Pasar Rebo,

Pulo Gadung, Setiabudi, dan Tanah Abang.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, didapatkan angka signifikansi

sebesar 0,000 atau di bawah 0,01, dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,652.

Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara persentase

penduduk miskin dengan persentase penderita penyakit ISPA atau dapat


dikatakan bahwa semakin banyak penduduk miskin di suatu kecamatan maka

semakin besar jumlah penderita ISPA di kecamatan tersebut . Lampiran 14

menunjukkan hasil perhitungan statistik menggunakan Korelasi Pearson.

4.3. Hubungan antara Kualitas Udara dengan Penderita Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Pendekatan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, untuk melihat

hubungan antara kualitas udara dengan penderita penyakit ISPA,

menggunakan 2 metode pendekatan analisis, yaitu metode analisis deskriptif

melalui teknik overlay peta antara peta Indeks Polusi Udara harian dengan

peta persebaran penderita ISPA, sedangkan metode analisis statistik

menggunakan Korelasi Bivariate Pearson.

Berdasarkan hasil overlay peta antara peta IPU harian dengan peta

persebaran penderita penyakit ISPA Jakarta tahun 2005, didapatkan hasil

sebagai berikut:

• Indeks Polusi Udara harian sangat tinggi atau lebih besar dari 65 dengan

jumlah titik sebesar 872 titik atau 87.200 jiwa penderita ISPA dan memiliki

kepadatan penderita penyakit ISPA tertinggi yaitu sekitar 139 jiwa/hektar.

• Indeks Polusi Udara harian yang tinggi atau antara 51 – 65 memiliki

jumlah titik 4.149 titik atau sekitar 414.900 jiwa penderita ISPA, dengan

kepadatan penderita penyakit ISPA sekitar 46 jiwa/hektar.


• Indeks Polusi Udara harian sedang, antara 36 - 50 memiliki jumlah titik

10.361 titik atau sekitar 1.036.100 jiwa penderita ISPA, dengan

kepadatan penderita ISPA sebesar 34 jiwa/hektar.

• Indeks Polusi Udara harian yang rendah atau kurang dari 35, memiliki

jumlah titik sebesar 278 titik atau sekitar 27.800 jiwa penderita penyakit

ISPA, dengan kepadatan penderita ISPA paling rendah sebesar 27

jiwa/hektar.

Tabel berikut ini menjelaskan mengenai jumlah penderita ISPA dan

kepadatan penderita ISPA di Jakarta tahun 2005.

Tabel 9. Jumlah Penderita ISPA dan Kepadatan Penderita ISPA tiap Kelas

IPU harian Jakarta tahun 2005

Jumlah Luas wilayah


Kepadatan ISPA
Kelas IPU Penderita ISPA Terbangun
(jiwa/hektar)
(dalam 100 jiwa) (hektar)

< 35 (Rendah) 278 1.021,87 27


36 – 50 (Sedang) 10.361 30.709,18 34
51 – 65 (Tinggi) 4.149 9.034,95 46
> 65 (Sangat Tinggi) 872 626,34 139

Sumber : Pengolahan data 2007

Sebelum melakukan analisis menggunakan metode statistik, nilai

Indeks Polusi Udara harian terlebih dahulu diubah menjadi nilai Indeks Polusi

Udara harian rata-rata tiap kecamatan. Hasil perhitungan nilai variabel IPU

harian per kecamatan tersebut selanjutnya dikorelasikan dengan variabel

jumlah penderita ISPA per kecamatan menggunakan rumus Korelasi


Pearson. Metode ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan, arah, dan tingkat korelasi antara ke dua variabel tersebut.

Berdasarkan hasil pengolahan data nilai IPU harian tiap kecamatan di

Jakarta bervariasi dengan nilai IPU harian terbesar terdapat di Kecamatan

Cilincing sekitar 65,2, dan nilai IPU harian terkecil terdapat di Kecamatan

Cipayung yaitu sekitar 35,5. Variasi nilai IPU harian per kecamatan di Jakarta

tahun 2005 dapat dilihat dalam lampiran 15.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Korelasi Pearson dengan uji

signifikansi dilakukan dua sisi dengan tingkat korelasi pada level 0,01 atau

1% didapatkan hasil sebagai berikut:

• Berdasarkan angka signifikansi antara IPU harian dengan Jumlah ISPA

sebesar 0,003 atau jauh di bawah 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan (korelasi) yang nyata antara Indeks Polusi Udara harian

dengan jumlah penderita ISPA tiap kecamatan.

• Berdasarkan angka koefisien korelasi antara IPU harian dengan Jumlah

ISPA sebesar 0,450 atau di bawah 0,5, berarti bahwa Indeks Polusi

Udara harian berkorelasi positif dan lemah dengan jumlah penderita

ISPA atau dapat dikatakan bahwa semakin kritis kualitas udara di suatu

kecamatan maka semakin banyak jumlah penderita ISPA di kecamatan

tersebut.

Lampiran 16 memperlihatkan hasil perhitungan statistik Korelasi

Pearson.
BAB V

KESIMPULAN

1. Pola kualitas udara Jakarta pada musim hujan maupun musim kemarau

tidak memiliki perbedaan yang nyata. Wilayah yang memiliki indikasi

tingkat kualitas udara paling kritis tersebar di bagian timur laut Kota

Jakarta, yang meliputi Kecamatan Cilincing, Pulo Gadung, Cakung, Koja,

dan Kelapa Gading

2. Wilayah yang memiliki indikasi tingkat kualitas udara paling kritis terdapat

jumlah penderita penyakit ISPA yang terbanyak. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa ada korelasi yang nyata, dengan arah korelasi positif

dan lemah antara Indeks Polusi Udara dengan jumlah penderita ISPA

yang berarti bahwa semakin kritis kualitas udara di suatu kecamatan

maka semakin banyak jumlah penderita ISPA di kecamatan tersebut.

Dalam penelitian ini diperoleh temuan lain yaitu wilayah dengan

kualitas udara paling kritis terdapat pada kerapatan jaringan jalan terendah

yaitu sebesar 53,6 m/ha, dan memiliki persentase luas industri yang terbesar

yaitu sebesar 13,0 %. Penderita penyakit ISPA di Jakarta tidak berkorelasi

dengan ratio keteraturan permukiman, dan memiliki korelasi yang positif dan

kuat dengan persentase penduduk miskin, yang berarti bahwa semakin

banyak penduduk miskin di suatu kecamatan maka semakin besar jumlah

penderita ISPA di kecamatan tersebut.


Lampiran 1

Luas Kecamatan di DKI Jakarta tahun 2005

Kota
Kecamatan Luas (ha)
madya
Cilincing 4.165,3
Kelapa Gading 1.617,9
Koja 1.151,9
JAKARTA UTARA Pademangan 1.200,3
Penjaringan 3.530,9
Tanjung Priok 2.242,4
Cengkareng 2.561,9
Grogol Petamburan 1.086,1
Kalideres 2.865,1
Kebon Jeruk 1.711,1
JAKARTA BARAT Kembangan 2.548,0
Palmerah 735,1
Taman Sari 445,0
Tambora 540,0
Cempaka Putih 465,7
Gambir 747,5
Johar Baru 236,5
Kemayoran 754,9
JAKARTA PUSAT
Menteng 646,2
Sawah Besar 534,8
Senen 434,4
Tanah Abang 1.001,8
Cakung 4.176,4
Cipayung 2.763,2
Ciracas 1.663,0
Duren Sawit 2.213,8
Jatinegara 1.039,2
JAKARTA TIMUR Kramat Jati 1.318,6
Makasar 2.147,5
Matraman 485,5
Pasar Rebo 1.243,1
Pulo Gadung 1.492,4
Cilandak 1.749,0
Jagakarsa 2.506,0
Kebayoran Baru 1.266,8
Kebayoran Lama 1.906,0
Mampang Prapatan 789,6
JAKARTA SELATAN
Pancoran 887,9
Pasar Minggu 2.158,6
Pesanggrahan 1.349,9
Setiabudi 877,3
Tebet 946,8

Sumber : Peta DPP 2003


Lampiran 2

Jumlah dan Kepadatan Penduduk tahun 2005

Jumlah Kepadatan
Kota
Kecamatan Penduduk Penduduk
madya
(jiwa) (jiwa/ha)
Cilincing 237.484 57
Kelapa Gading 104.984 65
JAKARTA Koja 225.526 196
UTARA Pademangan 124.245 104
Penjaringan 176.669 50
Tanjung Priok 313.841 140
Cengkareng 231.099 90
Grogol Petamburan 219.209 202
Kalideres 164.932 58
JAKARTA Kebon Jeruk 100.435 59
BARAT Kembangan 137.548 54
Palmerah 195.195 266
Taman Sari 155.317 349
Tambora 266.222 493
Cempaka Putih 87.276 187
Gambir 87.918 118
Johar Baru 110.700 468
JAKARTA Kemayoran 194.789 258
PUSAT Menteng 213.404 330
Sawah Besar 111.943 209
Senen 102.324 236
Tanah Abang 326.041 325
Cakung 213.972 51
Cipayung 122.382 44
Ciracas 198.135 119
Duren Sawit 314.188 142
JAKARTA Jatinegara 263.254 253
TIMUR Kramat Jati 201.024 152
Makasar 171.903 80
Matraman 194.521 401
Pasar Rebo 149.405 120
Pulo Gadung 519.959 348
Cilandak 351.351 201
Jagakarsa 208.984 83
Kebayoran Baru 146.555 116
Kebayoran Lama 359.748 189
JAKARTA Mampang Prapatan 143.891 182
SELATAN Pancoran 158.731 179
Pasar Minggu 295.817 137
Pesanggrahan 152.975 113
Setia Budi 288.668 329
Tebet 337.001 356
TOTAL 8.679.565 135

Sumber : Statistik DKI Jakarta 2005


Lampiran 3

Klasifikasi dan Luas Penggunaan Tanah Jakarta tahun 2005

Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha)

Fasilitas Umum 5.690,1


Industri 3.838,5
Jalan 6.062,6
Perdagangan 1.449,2
Pertanian 5.141,3
Perumahan Teratur 12.416,3
Perumahan Tidak Teratur 17.998,9
Ruang Terbuka 9.759,6
Tubuh Air 1.846,9
Luas 64.203,3

Sumber : Peta DPP 2003 dan pengolahan data 2007


Lampiran 4

Luas dan Persentase Luas Wilayah Permukiman di Jakarta tahun 2005

Luas Persen Ratio


Kecamatan Permukiman Permukiman Permukiman Permukiman
(Ha) (%) (%)
Teratur 246,2 5,9
Cakung 431,9
Tidak Teratur 1063,2 25,5
Teratur 145,6 31,3
Cempaka Putih 102,9
Tidak Teratur 149,8 32,2
Teratur 400,0 15,6
Cengkareng 166,6
Tidak Teratur 676,1 26,4
Teratur 458,0 26,2
Cilandak 126,7
Tidak Teratur 580,2 33,2
Teratur 230,5 5,5
Cilincing 271,0
Tidak Teratur 624,5 15,0
Teratur 123,3 4,5
Cipayung 766,0
Tidak Teratur 943,3 34,1
Teratur 116,5 7,0
Ciracas 700,3
Tidak Teratur 815,8 49,1
Teratur 717,9 32,4
Duren Sawit 104,4
Tidak Teratur 749,2 33,8
Teratur 181,6 24,3
Gambir 38,6
Tidak Teratur 70,0 9,4
Grogol Teratur 516,0 47,5 24,7
Petamburan Tidak Teratur 127,3 11,7
Teratur 161,5 6,4
Jaga Karsa 754,5
Tidak Teratur 1218,3 48,6
Teratur 218,8 21,1
Jatinegara 199,3
Tidak Teratur 436,2 42,0
Teratur 38,3 16,2
Johar Baru 351,8
Tidak Teratur 134,7 57,0
Teratur 326,2 11,4
Kali Deres 190,8
Tidak Teratur 687,5 24,0
Teratur 558,8 44,1
Kebayoran Baru 35,2
Tidak Teratur 197,6 15,6
Teratur 635,4 33,4
Kebayoran Lama 91,9
Tidak Teratur 583,2 30,6
Teratur 469,8 27,5
Kebon Jeruk 156,8
Tidak Teratur 736,6 43,0
Teratur 600,6 37,1
Kelapa Gading 14,5
Tidak Teratur 87,1 5,4
Teratur 150,7 20,0
Kemayoran 184,7
Tidak Teratur 278,4 36,9
Teratur 690,6 28,6
Kembangan 114,8
Tidak Teratur 601,9 24,9
Teratur 297,2 25,8
Koja 99,5
Tidak Teratur 295,8 25,7
Teratur 61,4 4,7
Kramat Jati 1247,9
Tidak Teratur 766,5 58,1
Teratur 220,8 10,3
Makasar 186,0
Tidak Teratur 411,0 19,1
Mampang Teratur 311,0 39,4
75,6
Prapatan Tidak Teratur 235,2 29,8
Teratur 65,3 13,5
Matraman 468,0
Tidak Teratur 305,6 63,0
Teratur 284,2 44,0
Menteng 30,4
Tidak Teratur 86,5 13,4
Teratur 152,4 12,7
Pademangan 63,2
Tidak Teratur 96,2 8,0
Teratur 199,0 27,1 155,9
Palmerah
Tidak Teratur 310,4 42,2
Teratur 186,4 21,0
Pancoran 202,1
Tidak Teratur 376,7 42,4
Teratur 397,5 18,4
Pasar Minggu 209,4
Tidak Teratur 832,2 38,6
Teratur 154,7 12,4
Pasar Rebo 355,5
Tidak Teratur 550,1 44,3
Teratur 619,1 17,5
Penjaringan 23,9
Tidak Teratur 215,6 6,1
Teratur 888,3 22,8
Pesanggrahan 196,1
Tidak Teratur 1252,8 32,2
Teratur 574,7 38,5
Pulo Gadung 52,7
Tidak Teratur 303,0 20,3
Teratur 65,1 12,2
Sawah Besar 190,7
Tidak Teratur 124,1 23,2
Teratur 81,6 18,8
Senen 133,5
Tidak Teratur 108,9 25,1
Teratur 132,8 15,1
Setiabudi 153,8
Tidak Teratur 204,2 23,3
Teratur 62,8 14,1
Taman Sari 258,2
Tidak Teratur 162,1 36,4
Teratur 23,4 4,3
Tambora 1412,9
Tidak Teratur 330,4 61,2
Teratur 122,3 12,2
Tanah Abang 163,1
Tidak Teratur 199,5 19,9
Teratur 603,7 26,9
Tanjung Priok 57,1
Tidak Teratur 344,5 15,4
Teratur 293,9 31,0
Tebet 110,7
Tidak Teratur 325,2 34,4

Sumber : Pengolahan Data 2007


Lampiran 5

Klasifikasi Kerapatan Jaringan Jalan dan Luas Wilayah Industri per

Kecamatan tahun 2005

Panjang Jalan Kerapatan Luas


Kecamatan
(m) Jalan (m/ha) Industri (ha)
Cakung 306673,6 73,4 935,6
Cempaka Putih 76629,2 164,6 11,4
Cengkareng 258201,2 100,8 336,9
Cilandak 191221,7 109,3 2,3
Cilincing 278645,7 66,9 498,7
Cipayung 226992,1 82,2 5,9
Ciracas 141268 85 75,2
Duren Sawit 357840,8 161,6 31,5
Gambir 99663,1 133,3 2
Grogol Petamburan 213216 196,3 47,1
Jagakarsa 189772,4 75,7 10,3
Jatinegara 146981,9 141,4 2,5
Johar Baru 32890,6 139,1 13,9
Kali Deres 212076,1 74 310,5
Kebayoran Baru 195924,8 154,7 0
Kebayoran Lama 240345,5 126,1 22,6
Kebon Jeruk 253843,3 148,4 15,4
Kelapa Gading 250209,8 154,7 192,5
Kemayoran 109715,6 145,3 0,9
Kembangan 313329,4 123 3,7
Koja 175523,2 152,4 43,9
Kramat Jati 120602,8 91,5 11,2
Makasar 191472,9 89,2 32,2
Mampang Prapatan 79246,2 100,4 3
Matraman 55388,1 114,1 0
Menteng 80044 123,9 0,7
Pademangan 127617,9 106,3 145,5
Palmerah 101112,2 137,6 2,7
Pancoran 112729,9 127 12,9
Pasar Minggu 212475,1 98,4 9,7
Pasar Rebo 126400,9 101,7 50,4
Penjaringan 328142,8 92,9 512,6
Pesanggrahan 154942,6 114,8 5
Pulo Gadung 242465,7 162,5 86,7
Sawah Besar 67144,8 125,6 13,2
Senen 50805,9 117 0
Setiabudi 105863,4 120,7 56
Taman Sari 64671,2 145,3 5,7
Tambora 69762 129,2 26,7
Tanah Abang 112094,5 111,9 10,7
Tanjung Priok 371427,8 165,6 257,8
Tebet 151441,9 160 32,7

Sumber : Peta Bakosurtanal 1 : 25.000 tahun 2002, Peta DPP 2003, dan
Pengolahan Data 2007
Lampiran 6

Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Jakarta Tahun 2005

Penduduk Penduduk
Kecamatan Miskin Miskin
(jiwa) (%)
Cakung 33.835 15,8
Cempaka Putih 6.175 7,1
Cengkareng 25.494 11,0
Cilandak 3.312 0,9
Cilincing 71.196 30,0
Cipayung 11.756 9,6
Ciracas 9.525 4,8
Duren Sawit 16.204 5,2
Gambir 6.108 6,9
Grogol Petamburan 7.747 3,5
Jagakarsa 2.583 1,2
Jatinegara 23.194 8,8
Johar Baru 13.071 11,8
Kali Deres 23.997 14,5
Kebayoran Baru 2.368 1,6
Kebayoran Lama 6.346 1,8
Kebon Jeruk 8.215 8,2
Kelapa Gading 7.150 6,8
Kemayoran 20.470 10,5
Kembangan 6.330 4,6
Koja 49.783 22,1
Kramat Jati 12.795 6,4
Makasar 12.389 7,2
Mampang Prapatan 6.285 4,4
Matraman 10.789 5,5
Menteng 6.787 3,2
Pademangan 16.346 13,2
Palmerah 8.661 4,4
Pancoran 2.502 1,6
Pasar Minggu 7.359 2,5
Pasar Rebo 7.344 4,9
Penjaringan 32.026 18,1
Pesanggrahan 2.892 1,9
Pulo Gadung 25.190 4,8
Sawah Besar 15.253 13,6
Senen 9.970 9,7
Setiabudi 1.894 0,7
Taman Sari 14.974 9,6
Tambora 27.296 10,3
Tanah Abang 11.680 3,6
Tanjung Priok 29.458 9,4
Tebet 12.628 3,7

Sumber : Biro Pusat Statistik tahun 2005


Lampiran 7

Konsentrasi Rata-Rata Harian NO2, SO2, dan SPM di Jakarta tahun 2005

Parameter Polutan
Bulan
NO2 SO2 TSP
Januari 0,0161 0,0112 -
Februari 0,0166 0,0064 -
Maret 0,0173 0,0153 -
April 0,0295 0,0034 203,7
Mei 0,0264 0,0046 221,8
Juni 0,0229 0,0099 170,6
Juli 0,0211 0,0061 199,7
Agustus 0,0265 0,0323 221,6
September 0,0196 0,0312 185,8
Oktober 0,0235 0,0022 182,6
November 0,0229 0,0041 188,6
Desember 0,0135 0,0063 112,7
Average 0,0213 0,0111 187,5

Sumber : BPLHD 2005

Grafik Konsentrasi Rata-Rata Harian NO2 Jakarta tahun 2005

NO2
0,040

0,030
ppm

0,020

0,010

0,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan
Grafik Konsentrasi Rata-Rata Harian SO2 Jakarta tahun 2005

SO2
0,040

ppm 0,030

0,020

0,010

0,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan

Grafik Konsentrasi Rata-Rata Harian SPM Jakarta tahun 2005

SPM
250,0

200,0

150,0
µg/m3

100,0

50,0

0,0
Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan
Lampiran 8

Konsentrasi NO2 Tiap Stasiun Pengamatan Kualitas Udara di Jakarta tahun 2005

Bulan
Stasiun average
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Kalideres - - - 0,0334 0,0201 0,0260 0,0243 0,0215 0,0154 0,0146 0,0110 0,0065 0,0192
Lubang Buaya - - - 0,0286 0,0443 0,0349 0,0081 0,0251 0,0117 0,0188 0,0190 0,0080 0,0220
Istiqlal - - - 0,0319 0,0391 0,0247 0,0279 0,0312 0,0345 0,0310 0,0319 0,0162 0,0298
Ancol - - - 0,0336 0,0235 0,0235 0,0227 0,0096 0,0183 0,0144 0,0214 0,0074 0,0194
Cilincing - - - 0,0364 0,0150 0,0141 0,0272 0,0202 0,0090 0,0160 0,0149 0,0116 0,0182
JIEP - - - 0,0356 0,0273 0,0229 0,0271 0,0305 0,0253 0,0305 0,0297 0,0151 0,0271
Tebet - - - 0,0566 0,0333 0,0334 0,0242 0,0202 0,0260 0,0295 0,0134 0,0195 0,0284
Kuningan - - - 0,0258 0,0590 0,0301 0,0149 0,0346 0,0227 0,0184 0,0296 0,0150 0,0278
Kahfi - - - 0,0227 0,0045 0,0098 0,0153 0,0338 0,0136 0,0382 0,0205 0,0067 0,0183
JAF1 0,0123 0,0120 0,0132 0,0109 0,0089 0,0114 0,0123 - - - - 0,0040 0,0106
JAF4 0,0151 0,0120 0,0075 0,0076 0,0049 0,0094 0,0061 - - - 0,0379 0,0323 0,0147
JAF5 0,0210 0,0258 0,0313 0,0310 0,0370 0,0346 0,0432 0,0388 - - - 0,0199 0,0314
average 0,0161 0,0166 0,0173 0,0295 0,0264 0,0229 0,0211 0,0265 0,0196 0,0235 0,0229 0,0135 0,0213

Sumber : BPLHD 2005

Konsentrasi SO2 Tiap Stasiun Pengamatan Kualitas Udara di Jakarta tahun 2005

Bulan
Stasiun average
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Kalideres - - - 0,0021 0,0026 0,0095 0,0052 0,0077 0,0082 0,0026 0,0023 0,0037 0,0048
Lubang Buaya - - - 0,0018 0,0031 0,0152 0,0029 0,0071 0,0088 0,0015 0,0022 0,0038 0,0051
Istiqlal - - - 0,0013 0,0028 0,0094 0,0045 0,0065 0,0085 0,0015 0,0019 - 0,0045
Ancol - - - 0,0016 0,0022 0,0066 0,0037 0,0078 0,0088 0,0014 0,0024 0,0042 0,0043
Cilincing - - - 0,0025 0,0031 0,0106 0,0079 0,2321 0,2187 0,0027 0,0017 0,0043 0,0537
JIEP - - - 0,0017 0,0030 0,0181 0,0037 0,0083 0,0077 0,0022 0,0023 0,0037 0,0056
Tebet - - - 0,0015 0,0021 0,0086 0,0032 0,0039 0,0070 0,0019 0,0027 0,0031 0,0038
Kuningan - - - 0,0014 0,0017 0,0079 0,0035 0,0072 0,0068 0,0018 0,0021 0,0040 0,0040
Kahfi - - - 0,0017 0,0019 0,0033 0,0028 0,0099 0,0067 0,0041 0,0024 0,0044 0,0041
JAF1 0,0073 0,0056 0,0049 0,0038 0,0029 0,0049 0,0051 - - - - 0,0071 0,0052
JAF4 0,0188 0,0051 0,0322 0,0102 0,0142 0,0135 0,0180 - - - 0,0207 0,0261 0,0177
JAF5 0,0074 0,0084 0,0087 0,0116 0,0152 0,0110 0,0123 - - - - 0,0082 0,0104
average 0,0112 0,0064 0,0153 0,0034 0,0046 0,0099 0,0061 0,0323 0,0312 0,0022 0,0041 0,0066 0,0111

Sumber : BPLHD 2005

Konsentrasi SPM Tiap Stasiun Pengamatan Kualitas Udara di Jakarta tahun 2005

Bulan
Stasiun average
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Kalideres - - - 167,0 165,7 167,0 231,0 396,5 143,0 127,0 128,0 91,0 179,6
Lubang Buaya - - - 169,5 167,7 138,5 131,3 188,5 197,0 188,0 175,5 106,5 162,5
Istiqlal - - - 184,0 197,3 63,5 147,0 173,0 166,5 136,0 157,0 103,0 147,5
Ancol - - - 212,5 199,3 176,5 188,7 184,0 179,5 168,0 191,0 141,0 182,3
Cilincing - - - 262,0 239,7 127,5 292,7 354,0 219,0 283,0 321,0 172,0 252,3
JIEP - - - 376,0 464,3 328,5 191,7 224,5 297,5 283,0 339,5 168,0 297,0
Tebet - - - 157,0 217,3 172,5 270,3 183,5 159,5 150,0 139,0 83,5 170,3
Kuningan - - - 127,0 172,3 125,5 154,0 137,5 163,0 126,5 147,0 101,5 139,4
Kahfi - - - 178,5 172,7 236,0 191,0 152,5 147,0 182,0 99,5 47,5 156,3
JAF1 - - - - - - - - - - - - -
JAF4 - - - - - - - - - - - - -
JAF5 - - - - - - - - - - - - -
average - - - 203,7 221,8 170,6 199,7 221,6 185,8 182,6 188,6 112,7 187,5

Sumber : BPLHD 2005


Lampiran 9

Konsentrasi NO2, SO2, dan SPM di Jakarta pada 9 Stasiun Pengamatan

Kualitas Udara Ambien Sesaat tahun 2004 – 2005

Rata 2004 Rata 2005


Stasiun
NO2 SO2 SPM NO2 SO2 SPM
Kalideres 0,0228 0,0020 184,7 0,0195 0,0048 181,5
Lubang Buaya 0,0221 0,0020 186,3 0,0225 0,0049 161,2
Istiqlal 0,0359 0,0019 203,4 0,0302 0,0043 150,0
Ancol 0,0328 0,0018 247,9 0,0197 0,0042 183,5
Cilincing 0,0289 0,0027 315,5 0,0185 0,0489 267,1
JIEP 0,0387 0,0026 377,5 0,0271 0,0054 300,1
Tebet 0,0270 0,0013 197,9 0,0285 0,0036 177,7
Kuningan 0,0269 0,0014 158,0 0,0287 0,0039 141,8
Kahfi 0,0138 0,0014 177,8 0,0175 0,0039 158,9
Rata2 0,0277 0,0019 227,7 0,0224 0,0098 188,0

Sumber : BPLHD 2005 dan Pengolahan data 2007


Lampiran 10

Perbandingan Nilai IPU Harian, Musim Hujan, dan Musim Kemarau tiap

Stasiun Pengamatan di Jakarta tahun 2005.

IPU IPU
IPU
Stasiun KU Musim Musim
Harian
Hujan Kemarau
Kalideres 40,9 30,8 45,2
Lubang Buaya 40,0 35,0 42,1
Istiqlal 43,3 39,9 44,7
Ancol 41,1 41,0 41,2
Cilincing 67,4 51,4 74,3
JIEP 63,4 61,4 64,2
Tebet 45,9 39,0 48,9
Kuningan 41,0 34,6 43,7
Kahfi 36,0 27,7 39,5
Rata-rata 46,5 40,1 49,3

Sumber : BPLHD 2005 dan Pengolahan data 2007


Lampiran 11

Jumlah Penderita tiap Jenis Penyakit ISPA per Kecamatan di Jakarta Tahun

2005

Bronkhitis IALPA PLSPA PLSPB Pnemonia


Kecamatan
(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa)
Cakung 111 43.994 3.353 236 20
Cempaka Putih 1.038 20.452 1.579 177 34
Cengkareng 464 22.533 5.804 36 85
Cilandak 218 49.644 2.371 0 15
Cilincing 1.616 177.576 6.233 577 231
Cipayung 423 23.191 10.167 11 147
Ciracas 249 13.830 2.417 34 564
Duren Sawit 1.419 35.382 21.477 291 140
Gambir 140 19.045 1.127 10 70
Grogol Petamburan 179 36.863 275 119 103
Jagakarsa 30 19.638 5.561 3 0
Jatinegara 428 21.258 4.985 575 202
Johar Baru 127 17.857 2.373 46 4
Kali Deres 321 36.181 5.349 12 54
Kebayoran Baru 494 35.319 3.111 626 124
Kebayoran Lama 181 18.605 6.891 74 60
Kebon Jeruk 177 28.914 4.130 6 10
Kelapa Gading 121 12.784 639 46 97
Kemayoran 517 54.825 2.847 154 3
Kembangan 142 29.615 1.868 0 76
Koja 840 66.584 4.865 360 141
Kramat Jati 373 12.350 1.704 18 288
Makasar 316 13.543 8.220 68 1
Mampang Prapatan 128 32.143 1.575 191 478
Matraman 141 6.891 8.109 68 67
Menteng 135 14.158 417 0 14
Pademangan 332 40.456 792 327 202
Palmerah 148 26.829 8.504 103 44
Pancoran 337 27.596 13.501 647 34
Pasar Minggu 259 17.354 38.440 1.689 421
Pasar Rebo 154 17.807 1.483 89 51
Penjaringan 130 43.543 5.306 22 17
Pesanggrahan 45 17.578 6.391 9 332
Pulo Gadung 531 34.315 7.596 1.041 391
Sawah Besar 26 13.058 25 0 6
Senen 25 5.812 248 0 0
Setiabudi 57 19.586 1.687 548 39
Taman Sari 134 11.604 9.818 10 56
Tambora 770 23.110 6.191 34 277
Tanah Abang 500 22.413 7 78 201
Tanjung Priok 905 62.441 9.335 135 2.283
Tebet 805 45.879 15.221 70 104
Jumlah 15.486 1.292.556 241.992 8.540 7.486

Sumber : Dinkes DKI Jakarta 2005


Lampiran 12

Persentase Jumlah Penderita Penyakit ISPA di Jakarta Tahun 2005

Penderita Penderita
Kecamatan ISPA ISPA Kelas
(jiwa) (%)
Cengkareng 28.922 22,30 Rendah
Cilandak 52.248 26,67 Rendah
Ciracas 17.094 12,51 Rendah
Jagakarsa 25.232 14,87 Rendah
Jatinegara 27.448 78,42 Rendah
Kebayoran Lama 25.811 27,73 Rendah
Kelapa Gading 13.687 8,63 Rendah
Kramat Jati 14.733 18,69 Rendah
Makasar 22.148 23,19 Rendah
Matraman 15.276 17,12 Rendah
Menteng 14.724 12,07 Rendah
Pasar Rebo 19.584 10,43 Rendah
Pulo Gadung 43.874 18,43 Rendah
Sawah Besar 13.115 25,41 Rendah
Senen 6.085 27,07 Rendah
Setiabudi 21.917 7,17 Rendah
Taman Sari 21.622 33,09 Rendah
Tambora 30.382 13,04 Rendah
Tanah Abang 23.199 29,95 Rendah
Cakung 47.714 23,05 Sedang
Duren Sawit 58.709 32,28 Sedang
Gambir 20.392 7,33 Sedang
Grogol Petamburan 37.539 12,88 Sedang
Johar Baru 20.407 23,99 Sedang
Kembangan 31.701 7,85 Sedang
Mampang Prapatan 34.515 6,90 Sedang
Palmerah 35.628 33,89 Sedang
Pasar Minggu 58.163 18,25 Sedang
Pesanggrahan 24.355 26,53 Sedang
Tanjung Priok 75.099 19,66 Sedang
Tebet 62.079 13,11 Sedang
Cempaka Putih 23.280 27,75 Tinggi
Cipayung 33.939 15,92 Tinggi
Kali Deres 41.917 8,44 Tinggi
Kebayoran Baru 39.674 11,72 Tinggi
Kebon Jeruk 33.237 5,95 Tinggi
Kemayoran 58.346 7,59 Tinggi
Koja 72.790 13,92 Tinggi
Pademangan 42.109 11,41 Tinggi
Pancoran 42.115 7,12 Tinggi
Penjaringan 49.018 23,93 Tinggi
Cilincing 186.233 18,42 Sangat Tinggi

Sumber : Dinkes DKI Jakarta 2005 dan pengolahan data 2007


Lampiran 13

Hasil Perhitungan Korelasi Pearson antara Persentase Penderita ISPA

dengan Ratio Keteraturan Permukiman tiap Kecamatan

Correlations

RATIO_P
ISPA RMKN
ISPA Pearson Correlation 1,000 -,173
Sig. (2-tailed) , ,273
N 42 42
RATIO_PRMKN Pearson Correlation -,173 1,000
Sig. (2-tailed) ,273 ,
N 42 42
Lampiran 14

Hasil Perhitungan Korelasi Pearson antara Persentase Penderita ISPA

dengan Persentase Penduduk Miskin tiap Kecamatan


Correlations

ISPA MISKIN
ISPA Pearson Correlation 1,000 ,652**
Sig. (2-tailed) , ,000
N 42 42
MISKIN Pearson Correlation ,652** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 ,
N 42 42
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2 il d)
Lampiran 15

Indeks Polusi Udara dan Jumlah penderita ISPA per Kecamatan di Jakarta

tahun 2005

Jumlah penderita
KECAMATAN IPU
ISPA
Cakung 54,8 47.714
Cempaka Putih 54,7 23.280
Cengkareng 40,9 28.922
Cilandak 40,2 52.248
Cilincing 65,2 186.233
Cipayung 35,5 33.939
Ciracas 36,3 17.094
Duren Sawit 47,0 58.709
Gambir 43,0 20.392
Grogol Petamburan 41,5 37.539
Jagakarsa 38,0 25.232
Jatinegara 53,0 27.448
Johar Baru 50,2 20.407
Kali Deres 41,7 41.917
Kebayoran Baru 43,0 39.674
Kebayoran Lama 42,7 25.811
Kebon Jeruk 42,9 33.237
Kelapa Gading 61,8 13.687
Kemayoran 48,4 58.346
Kembangan 39,3 31.701
Koja 60,3 72.790
Kramat Jati 44,7 14.733
Makasar 45,9 22.148
Mampang Prapatan 43,0 34.515
Matraman 52,7 15.276
Menteng 45,5 14.724
Pademangan 40,3 42.109
Palmerah 43,0 35.628
Pancoran 44,9 42.115
Pasar Minggu 42,1 58.163
Pasar Rebo 38,6 19.584
Penjaringan 40,2 49.018
Pesanggrahan 40,6 24.355
Pulo Gadung 60,3 43.874
Sawah Besar 41,9 13.115
Senen 48,0 6.085
Setiabudi 43,1 21.917
Taman Sari 39,3 21.622
Tambora 38,4 30.382
Tanah Abang 43,0 23.199
Tanjung Priok 51,1 75.099
Tebet 46,8 62.079

Sumber : Pengolahan data 2007


Lampiran 16

Hasil Perhitungan Korelasi Pearson antara Indeks Polusi Udara dengan

Jumlah Penderita ISPA di Jakarta

Correlations

IPU JUMLAH ISPA


IPU Pearson Correlation 1,000 ,450**
Sig. (2-tailed) , ,003
N 42 42
JUMLAH ISPA Pearson Correlation ,450** 1,000
Sig. (2-tailed) ,003 ,
N 42 42
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Gambar 2

Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Metode Kontinyu

Walikota Jakarta Timur Walikota Jakarta Barat Senayan


( JAF-1 ) ( JAF-4 ) ( JAF-5 )

Lokasi Pemantauan Kualitas Udara Metode Sesaat


Istiqlal Dufan Cilincing
106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 1
ADMINISTRASI

6°5'
TELUK JAKARTA

JAKARTA
TAHUN 2005
PENJARINGAN
KOJA
U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON
JERUK PALMERAH
BARU
PULO
CAKUNG Jakarta Barat
KEMBANGAN
MENTENG GADUNG Jakarta Pusat
TANAH
MATRAMAN
Jakarta Selatan
ABANG
Jakarta Timur
SETIABUDI Jakarta Utara

TEBET JATINEGARA Batas Kecamatan


KEBAYORAN
DUREN SAWIT Batas Kota
LAMA KEBAYORAN
BARU
Batas Provinsi
MAMPANG
Garis Pantai
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Sumber Data : Peta keluaran DPP tahun 2003


JATI Pengolahan Data 2007
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 2
CURAH HUJAN

6°5'
TELUK JAKARTA

TAHUN 2005
JAKARTA
PENJARINGAN
KOJA
# CILINCING U
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR # KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR #
KEBON BARU
< 1500 mm/tahun
PALMERAH CAKUNG
JERUK
MENTENG
PULO
GADUNG
1500 - 2000 mm/tahun
KEMBANGAN
MATRAMAN 2000 - 2500 mm/tahun
TANAH
ABANG 2500 - 3000 mm/tahun
> 3000 mm/tahun
SETIABUDI

& Stasiun Hujan BMG


TEBET
TANGERANG JATINEGARA
DUREN SAWIT
KEBAYORAN # Batas Kecamatan
LAMA KEBAYORAN
500
450 BARU MAMPANG
Batas Kota
6°15'

6°15'
400
350
PRAPATAN
# Batas Provinsi
PESANGGRAHAN Garis Pantai
300
250
PANCORAN
200
150
BEKASI
100 MAKASAR
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 400
KRAMAT 350
JATI 300 Sumber Data : Badan Meteorologi dan Geofisika
250
200
450 PASAR MINGGU 150
400 100
350
300
CILANDAK 50
0
250
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I NSET
150 106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT
100
50

6°00'

6°00'
0 TELUK JAKARTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

350 KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
300
350
KOTA
300 250 BEKASI
JAGAKARSA 200
WILAYAH PENELITIAN
250
150
200 KOTA
100 DEPOK
150
50

6°30'

6°30'
100
0
50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BOGOR
0 KOTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 3 KEPADATAN

6°5'
TELUK JAKARTA
PENDUDUK
JAKARTA
PENJARINGAN
TAHUN 2005
KOJA
U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON BARU
PALMERAH CAKUNG
JERUK
MENTENG
PULO
GADUNG
< 100 Jiwa/Ha
KEMBANGAN
MATRAMAN 101- 200 Jiwa/Ha
TANAH
ABANG 201 - 300 Jiwa/Ha
> 300 Jiwa/Ha
SETIABUDI

TEBET JATINEGARA Batas Kecamatan


KEBAYORAN
DUREN SAWIT Batas Kota
LAMA KEBAYORAN
BARU
Batas Provinsi
MAMPANG
Garis Pantai
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT
JATI Sumber Data : Biro Pusat Satistik Tahun 2005
TANGERANG BEKASI Pengolahan Data 2007
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
BOGOR

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 4
PENGGUNAAN TANAH

6°5'
TELUK JAKARTA

JAKARTA
TAHUN 2005
PENJARINGAN
KOJA U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG B T
KALI PRIOK
DERES
S
TAMAN
CENGKARENG TAMBORA 2 0 2 4 6 Km
SARI
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
KETERANGAN :
CEMPAKA
PUTIH
SENEN
JOHAR Fasilitas Umum
KEBON
JERUK PALMERAH
BARU
PULO
CAKUNG Industri
KEMBANGAN
MENTENG GADUNG Perdagangan
TANAH
MATRAMAN Pertanian
ABANG Perumahan Teratur
SETIABUDI Perumahan Tidak Teratur
Ruang Terbuka
TEBET JATINEGARA Tubuh Air
DUREN SAWIT
KEBAYORAN
LAMA KEBAYORAN Batas Kecamatan
BARU MAMPANG Batas Kota
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN Batas Provinsi
Garis Pantai
MAKASAR

KRAMAT
JATI
TANGERANG BEKASI Sumber Data : Peta keluaran DPP tahun 2003
PASAR MINGGU Revisi dari Citra Aster 2006

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 5 RATIO KETERATURAN

6°5'
TELUK JAKARTA
PERMUKIMAN
JAKARTA
PENJARINGAN
KOJA
TAHUN 2005
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
U

KALI PRIOK
B T
DERES
TAMAN
CENGKARENG TAMBORA S
SARI
SAWAH 2 0 2 4 6 Km
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON BARU CAKUNG
JERUK PALMERAH
MENTENG
PULO < 50 % ( Rendah )
GADUNG
KEMBANGAN
MATRAMAN
51 - 150 % ( Sedang )
TANAH
ABANG 151 - 250 % ( Tinggi )
> 250 % ( Sangat Tinggi )
SETIABUDI

TEBET
Batas Kecamatan
JATINEGARA
DUREN SAWIT Batas Kota
KEBAYORAN
LAMA KEBAYORAN Batas Provinsi
BARU MAMPANG
Garis Pantai
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Sumber Data : Peta keluaran DPP tahun 2003


JATI Pengolahan Data 2007
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 6
JARINGAN JALAN

6°5'
TELUK JAKARTA

JAKARTA
TAHUN 2005
PENJARINGAN
KOJA
U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON
JERUK PALMERAH
BARU
PULO
CAKUNG Jalan Arteri dan Jalan Tol
KEMBANGAN
MENTENG GADUNG Jalan Kolektor
MATRAMAN
TANAH
ABANG
Batas Kecamatan
SETIABUDI Batas Kota
Batas Provinsi
TEBET JATINEGARA
DUREN SAWIT Garis Pantai
KEBAYORAN
LAMA KEBAYORAN
BARU MAMPANG
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT
JATI Sumber Data : Peta Bakosurtanal 1 : 25.000 tahun 2002
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
BOGOR

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 7
KERAPATAN JALAN

6°5'
TELUK JAKARTA

JAKARTA
TAHUN 2005
PENJARINGAN
KOJA
U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON BARU < 100 m/ha (Rendah)
PALMERAH CAKUNG
JERUK
MENTENG
PULO
GADUNG
101 - 125 m/ha (Sedang)
KEMBANGAN
MATRAMAN 126 - 150 m/ha (Tinggi)
TANAH
ABANG > 150 m/ha (Sangat Tinggi)
SETIABUDI Jalan Arteri dan Jalan Tol
TEBET JATINEGARA Batas Kecamatan
KEBAYORAN
DUREN SAWIT Batas Kota
LAMA KEBAYORAN
BARU
Batas Provinsi
MAMPANG
Garis Pantai
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Sumber Peta : Bakosurtanal 1 : 25.000 tahun 2002


JATI Pengolahan Data 2007
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
BOGOR

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 8 PERSEBARAN

6°5'
TELUK JAKARTA
INDUSTRI
JAKARTA
PENJARINGAN
KOJA
TAHUN 2005
CILINCING U
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI
SAWAH 2 0 2 4 6 Km
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
SENEN
PUTIH KETERANGAN :
JOHAR
KEBON BARU
PALMERAH CAKUNG
JERUK PULO
MENTENG GADUNG Industri
KEMBANGAN
TANAH
MATRAMAN Non Industri
ABANG

SETIABUDI Batas Kecamatan


Batas Kota
TEBET JATINEGARA
DUREN SAWIT Batas Provinsi
KEBAYORAN
LAMA KEBAYORAN Garis Pantai
BARU MAMPANG
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Sumber Data : Peta keluaran DPP tahun 2003


JATI Pengolahan Data 2007
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
BOGOR

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS
PETA 9 PERSENTASE

6°5'
TELUK JAKARTA
PENDUDUK MISKIN
JAKARTA
TAHUN 2005
PENJARINGAN
KOJA
U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON BARU
JERUK PALMERAH PULO
CAKUNG <5% ( rendah )
MENTENG
KEMBANGAN
GADUNG 6 - 15 % ( sedang )
MATRAMAN
TANAH 16 - 25 % ( tinggi )
ABANG
> 25 % ( sangat tinggi )
SETIABUDI

TEBET JATINEGARA Batas Kecamatan


KEBAYORAN
DUREN SAWIT Batas Kota
LAMA KEBAYORAN
BARU
Batas Provinsi
MAMPANG
Garis Pantai
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Sumber Data : Statistik DKI Jakarta tahun 2005


JATI Pengolahan Data 2007
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 10 STASIUN PENGAMATAN

6°5'
TELUK JAKARTA
KUALITAS UDARA
a
Cilincing
JAKARTA
PENJARINGAN Ancol
TAHUN 2005
KOJA
a CILINCING U
PADEMANGAN TANJUNG
Kalideres PRIOK B T

a
TAMAN S
KALI CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
DERES SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
Istiqlal
6°10'

6°10'
GAMBIR a
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
JAF4 SENEN
JOHAR
ð KEBON BARU JIEP
Stasiun Pengamatan KU
JERUK PALMERAH
MENTENG
PULO
a
CAKUNG
ð
KEMBANGAN TANAH
GADUNG
Metode Kontinyu
MATRAMAN
ABANG
JAF1 a Stasiun Pengamatan KU
JAF5
ð Metode Sesaat
ð SETIABUDI
Kuningan
Jalan Arteri dan Jalan Tol
a
a Tebet JATINEGARA DUREN SAWIT Batas Kecamatan
KEBAYORAN
LAMA KEBAYORAN TEBET Batas Kota
BARU MAMPANG Batas Provinsi
6°15'

6°15'
PRAPATAN
Garis Pantai
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Lubang
JATI Sumber Data : BPLHD Jakarta 2005
TANGERANG Buaya BEKASI
PASAR MINGGU a
CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA

JAGAKARSA TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA

Kahfi
BEKASI

WILAYAH PENELITIAN
a KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

INDEKS POLUSI UDARA


6°5' LS

6°5'
Peta 11 TELUK JAKARTA
HARIAN
JAKARTA
PENJARINGAN
TAHUN 2005
KOJA U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
B T
PRIOK

S
TAMAN
KALI CENGKARENG TAMBORA 2 0 2 4 6 Km
SARI
DERES SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
KETERANGAN :
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
SENEN
PUTIH
76-80
JOHAR
KEBON BARU 71-75
CAKUNG
JERUK PALMERAH
MENTENG
PULO 66-70
KEMBANGAN TANAH
GADUNG
61-65
ABANG
MATRAMAN
56-60
51-55
SETIABUDI 46-50
41-45
36-40
JATINEGARA
DUREN SAWIT 31-35
KEBAYORAN
TEBET 26-30
LAMA KEBAYORAN
BARU MAMPANG
6°15'

6°15'
PRAPATAN Batas Kecamatan
PESANGGRAHAN PANCORAN
Batas Kota
MAKASAR Batas Provinsi
Garis Pantai
KRAMAT
JATI
TANGERANG BEKASI Sumber Data : BPLHD Jakarta Tahun 2005
PASAR MINGGU Pengolahan Data 2007

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA

JAGAKARSA TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI

WILAYAH PENELITIAN KOTA


DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
6°45'
BOGOR
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS
INDEKS POLUSI UDARA

6°5'
Peta 12 TELUK JAKARTA
MUSIM HUJAN
JAKARTA
PENJARINGAN
TAHUN 2005
KOJA U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG B T
KALI PRIOK
DERES
S
TAMAN
CENGKARENG TAMBORA 2 0 2 4 6 Km
SARI
SAWAH
GROGOL BESAR
PETAMBURAN KELAPA
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
KETERANGAN :
GAMBIR
CEMPAKA
SENEN
PUTIH 76-80
JOHAR 71-75
KEBON
JERUK PALMERAH
BARU
PULO
CAKUNG 66-70
KEMBANGAN
MENTENG GADUNG 61-65
TANAH
MATRAMAN 56-60
ABANG 51-55
46-50
SETIABUDI 41-45
36-40
TEBET JATINEGARA 31-35
KEBAYORAN
DUREN SAWIT 26-30
LAMA KEBAYORAN 21-25
BARU MAMPANG
6°15'

6°15'
PRAPATAN
Batas Kecamatan
PESANGGRAHAN PANCORAN
Batas Kota
MAKASAR Batas Provinsi
Garis Pantai
KRAMAT
JATI
TANGERANG BEKASI Sumber Data : BPLHD Jakarta Tahun 2005
PASAR MINGGU Pengolahan Data 2007

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGERANG JAKART A BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
BOGOR

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

INDEKS POLUSI UDARA


6°5' LS

6°5'
Peta 13 TELUK JAKARTA
MUSIM KEMARAU
JAKARTA
PENJARINGAN
TAHUN 2005
KOJA U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG B T
KALI PRIOK
DERES
S
TAMAN
CENGKARENG TAMBORA 2 0 2 4 6 Km
SARI
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
KETERANGAN :
GAMBIR
CEMPAKA
SENEN
PUTIH 76-80
KEBON
JOHAR
BARU
71-75
JERUK PALMERAH PULO
CAKUNG 66-70
MENTENG
KEMBANGAN
GADUNG 61-65
TANAH
MATRAMAN 56-60
ABANG 51-55
46-50
SETIABUDI
41-45
36-40
TEBET JATINEGARA
DUREN SAWIT 31-35
KEBAYORAN 26-30
LAMA KEBAYORAN
BARU MAMPANG Batas Kecamatan
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN
Batas Kota
Batas Provinsi
MAKASAR Garis Pantai
KRAMAT
JATI
TANGERANG BEKASI Sumber Data : BPLHD Jakarta Tahun 2005
PASAR MINGGU Pengolahan Data 2007

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGERANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
BOGOR

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 14 PERSEBARAN PENDERITA

6°5'
TELUK JAKARTA
# #
###

## ### ########## #
##
## #
#
PENYAKIT ISPA
JAKARTA
# # # # #
# # ## ## # #
# # ## # #### # ## # # ## # # ## ### ##
# #
##
##
# # # # # ##
# # #### # ## #
# ### # ## # ## #
# ### ### #
##
# ## # # #
#
# #
## # ## # # ## ## ## # # # ### # ### ## ## ## ## # #####
## # # #
# # # # ### ## # ## # # ## # # ## # ## ## ## ## #
#
## ### # # #### # # #### #
##### # # # # # ### ##
## # # # ## ## # ### # # ##### ## #### # # # # ##
## # # # # ## # # ## #### # # ## ##### # #### # ## #### ##### ## ## # # ### ### # ## # ## # ##
## # # # # # # # # ## ## # # # ## # # # ## #
#
### # ### # #### ### ## ## ## # # # # # ##
# # # # # ## # # ###### ####### ## # ## # ## #### # ### ##### # #
# # ## ## # ##
# ## # ## # # #### ##### ####
# ## #
# # # # ### ## # # ## #####
# # ## # ## # ##
# ## ## # ## # ### # # # ### # ## # # # ####### ## # # ## #
# # ## # # ## # # # ## # # ## ### #
# # # # # ##### ## #### # # # ## ## ##### #
# # #
## ### ## # ##### ## # ## #
# # # # # ## # # ### ## ## ### # # ## ## ### ## # # # ## ##
## # # # ### # # ## # # ## # # # ##### # # #### # # #

TAHUN 2005
# # ## ## # # # # ## # # ## # ## # #
# # # # # # #
# # # # # # # # # # # ### ## # # # # ## # # ### ## ## # ## # # # ## #
# ## # # # # # # # # #
# ## # ## ###
#
# #####
## ## ### ### # # # ## # # # # #### # # # ###
# # ### # # # #
## # #
# # # # # # # ## # # # # ## # # #
# # # # #
# ## ## # # ## # ## # ### # ### # # # # # # # ##
#
# ### # # # ###### ### # ####### ##### # ## ##### # ## # # ## #### #### # # # ## ## #
#
#
##
# # # # # ## # # ## # #### # # # # # # # ## ## # # # # #### # ### # # ## ## # ### ###### ## #### ##
##
#
# ##
# # # ## # # ## # #
# # ## # ## # # # # # #### # # # ### # # # ## ### # #
# # # #
# # # # # # # # ## # # ## # # # # # # ## ####### # # # # # ##
# ####### #
# # ######## ##
# # ## ##
# # # # # # # ## # #
### #
# #
# # # # #
## # ### ### # ##
# ##
## # # ## ### ##
# ##
### #
# # # # # # # # ## # # # # # # ## # # # ## ## # ## # # ## ######## ### ### #
## # # # # # # # ## # # # ### # # ## # # ## ### # # ## ## ### ## # ## # #### ## ## #
##
# # ## # # # #
## # # #
# # #
## #
#
#
# # ### #
# # # ##
# # # # # # # # # # #
######
# # # # # # #
# # # # # ## # # # # # # # # # # # ## # ## ## #### # # # # ## ### #### # ###### # ## # ##
#
### ##
# # ##
# ## # ##
# # # # #
# ## # # ## # ##### ## # # # # ## # # ### ## #### # ###### # ##
# # ## # # ## # # ### # ## # # # # # # # # # # ## # ## # # ### ## # # ## # # # # # ## ### ##### ## # ## #
# # # ## # # # ## ## # # ## ### # # # ## ## # # # # # # # # # # # ## # # # # # ## # # # ## # # # ### ## # # ##
# # ## ##
# # ## ## # # ## # # # # # # # # # # ## ### # # # # ## #### ## ## ## # ### # ## # ## #

PENJARINGAN
# ## ## # # # ## ## ## ######
## # # # # ## # # # # ## # # # # # ## ## ## #
#
# ## ## # # # ##
# ## ## ## #
# ## ## ## ## # ## ### ## ## # ## # ## #### # #
#
# # # ## ## # # ## # # ## ## # # ## # ## # # ## # # ## ## ## #### ### # ## ## # # # ### ### ## ##
#
# # # # # ## # # # ## # # #### # # # # ###### # ## ## # ### # # #
KOJA
# # # # ## ### # # # ## # # ##
# # ## # # ## # # # #
# # ####### ###
# # # # # # ## # # #
# # # # # # # # # # # ###
## ##
# #
# # ### # #
# # # ## ## ## # # ## # # # # # #
# # ## # ######## # #
# # # # # #
# ### #
## # # # # # ### # # # ## ## #
# # ## # # # # # # ## # # ## ### # ## ## ####### # ## #
# # # # # # ## # # # # # # # #
# # # ## ## ### # # ## ### ##
# # # # ### ## ## # # ##
# # # # # # # # # # #
# # #
# #
## # # # # # ## #
# ### # # # ### ## ## # ### # # ## # # #
# ###
#
# ## # # ## ## # ## # ### # # # ## #
#
# # ## # # # # # # #### # ######## # # ### #
# # ## # # ### ## # ## ##
## # ### # ### #### # ##### # ### # ## # #
# # # # # # # # ## # # ### # ## ### # # # ## # # ## #
## # ## # # # # # # #
### ## # # # # # ## # # ## # # # #### ## #
CILINCING
# ## # # # # # # # # ### ##
# # ## # # # ## # # # # # # # ## # # # #
# # ## # ## #
#
## ## # # ## # # # # # # # ### ## # ## ## # ##
## ### ##
# # #
## ### # # ### # # # ## # ## # #
# # # #
#
# # # # #
## # # # ##
# #
#
#
## # #
##
## #### # #
# # # ## # # # #
#### # #
# # ########
## #
# # ## ##### # # ### # # # ###
# # # # #### ##### # # U
PADEMANGAN
# # # # # # ## ## ## # # ### # # # ## # # #### # ### ## # ### # #### ### # # ## # ### # ##
# ## # ## # # # ## # ### # # ## # ## # #
# # ##
# # # # # ## # # ##
### # ## # # # # # # # # # ######## ##
# ## # # # # # #### # ## # # ## ## # # # # # # ## # ## #
# #
## # # # # # #
# ## ##### # # # # # ## #
# ## ###
# # # # #####
TANJUNG
# # # # ## # # # ## # ## # # # # # ### # ### # # ### ######## ## # ## # ## # ## # # ## ### ## #
# # # # # # ## # # # #
# #
# ## # # # # ### ## # ### # # ## # ## # #
# # ## # ## ## ## # # ## ## ### # ## # ### ###
# # ## # # # # # # # # # #
# # # # # # #
# ##
# # # # #
## # # # ### # # # #
# ## # # # # # # # # ## # # #
## # # ### # # # #
# # # # # ## # # # # # # # # # ### # # # # # #
# ## ## ### # # ## # # ## ## # # ## # # ## # # ## ## # ## ### ##
# # ### # #
# # ##
# # # ## # # ## ### # ##
#
# ##
# # ## ## #
# # ## # ##
#
# ####
#
# ### #
# # # ## # # # ## ## # ## ## ## ##
# ## # ##
## # ## #### ## # ### #### # ## ### # ### ## #
## ## ## # # # # # # ## # ### ## # # ## #
# # ###
# # # # ### # # # ##
## # # ## ###
# # ### # # ## # ## ## # ## # # # # # ## # # # # ### #
## # # ## # # # ### # # # # ## ## # ## # ######
# # ## # ##
##

KALI PRIOK
# ## # # # # ## # # # # # ## # ## ## ##
# # # ## # # # # # #
##
# # # # # # # # # ## # # # ##
##
##
## # # # # # ### # # # # # # # # # ## # # ## # # # # ## # ### # # # # # ## # # ### # # # ## ### ##### # # #
# # # ## # # # # # # #
# #
#
# # #
# ##
# # # # # ## # # ## # ## ## ### #### # # # # # # # ##
# # # ### # # # # ## #
# # # ### # # ## # # ## ## ## # ## ## # #
#
# # # # ## ### # ### # ##### # ## # # # ## # # # # #### ## # #
#
#
# #
# # #
# #
# ## # #
#
# #
#
# # ##
#
##
# # #
#
#
# #
# # ## ##
# # ## # # # ## # ####
# # # ## ##
# #########
#
# ###
#
#
# #
#
## # #
#
#
### ## #
#
# # # # # ## # #
# # ### #
#
#
###
# ### ##
# #
#
##
# # #
#### # #
# # #### ### ##
# ##
# B T
DERES
# # # # # ## # # # # ## # # ## ## # #
## # # # # # # # # # # # # ## #
# ## # ## # # #
# # ## ## # #
# ## ## # # # # # # ##### ### # ## # # ### # # ## # ## #
#### # # # # # # # # # # # # ## # ##
### ## # ## # # ### # # # # # ## # #
# # # ## # # # # # # #
## # # # # # # ## # # # # ## #### #
## ## # # # ## ## # #
# # ## ## # # ## ## # # # ### # ## # # ### # ## # # ## #
# # # ### # # # # #
## # ## ## # ## # # # ## # # ### ### # ## # ## # #
# ### ## #
# # ## # # # #### #####
# ### # # # # # ## # # ###
# ##
# # #
## # # ## # #### # #
# # ## ### # ## # # # # # ## # # # # # # ##
# # # ### # # # ###
##
# # # ## ###
### # ##
# ## # # # # # # # # # # # # # # ### # # ## ## # # # ##
# ## # ##
# # # # #
## ###### # ## # # ## # #
# ### ## # # ###
# # # # # ### # ## # ## # ## # ##
# ### # # #
# ## ## # # # # ## # ## # ### # # # # ## # #
# # # ## # # # # # # ## ## ### # # # ##
## ## # # # #
# # ### # # # # # ## ####
#
## ## ######
#
####
# ## ##

TAMAN
# ### # # # # #
## #
## # # # # # # #
# #
# # # # # # # # # ## ####
# # # # ### #
# # # ### # ## ## #
# # ## # # ## # #
#
# ## ## # ### #### ### ## ## # ### ##
#
# # #
# #
# # ## # # ## # ## # # ## # # ## #### # # ## # # # # # # # #
#
# # ## ##
# #
####
#
# # ## ## # # # ## ## # # ### # ## ### #
###
## # # # # # # ## # # # ### # #

TAMBORA
# ## ### # ## # # # # # ## #
# # # #
#
# ##
#
#
## #
## ##
# ##
#
# # # #
# # #
## #
#
#
# # ## #
# #
# # #### ## ## # # ##
#
## # # ## # #
# ##
## # # ##
#### ## # # # ##
## # #
#
## ## #
##
# # # ## ### ##
# # #### # ## # ###
# #
## ## ###
## # ## S
CENGKARENG
## # #
# # # # # ## # # # # # # # # # # # # #### ### ## # # # # # # # # # # ## ## ## ## ## # ## # ## # # #

SARI
# # # # # # ## # # # # # # # # # # # #
# # # # # #
# # # # # ## ### # ### ## #
#### ### # # # ### #
#
# ##
## # # #
# ## # # # # # ## # # # # #
# ## # # #
#####
## ## # # ##
# # # # # # ## # # # #### ## ## # # # #
#
## # ## # ## # #
#
# ## # # # ### #
# # # # # #
## ## ##
# # ## # # ## # ## # # ## # # ## #

SAWAH
# # # # #### # # # ###

2 0 2 4 6 Km
## # # #
# # # ### ## # ## ## # # # # ## ## # # # # # # # # # ### # # ### # # ### # ## # ##
## # # # ## # # # # # # ###### # # ## ### # # ## # # ## # # # ## # # # # # # # # # # ## ## # #
# # # # # ## # # ### ## # # # ## # ### ## # # ## ## ##
# # # # ## # # # ## #### #### ###
##
####
#### # # # # # # # ### # # ## ## # # # # ### #
# # # # #### #
GROGOL
## # # # # # # # # # # ## # # ## ## # # # ## # ## ## ## # ## #
# # # # # # # # # # #### ## # # #### ## # ## ## #### # # # ##
## # ### # # #
# # # # ## # # #
### ##
## ## # # # # # ## # # # # # # #
## #### # # ## ## ## # #
# ## #
# ### # # ### ## ## # ## ## # ## #
# ## # # # # # ## # ## # # # ## # # ## # # # # ## # ## ####### ## #

BESAR
## # # # ## ## # # # # # # # # # # # # # ##
# # # # # # # # # # # # # # # ##
#
## # # ### # ## ## # # # ###### ### # ## # # ## ##### # ##
KELAPA
### # ## ## # # ## # # # ## ## # #
# # ##
# # # # ## ## # # # # ####
# ## # # # # ## # # # ## ## # # #
### ## # # # ## ## # # ## # ### ### # ## # #
# # # # # # # # # ### ## # # # ## # # # # # # # ##
PETAMBURAN
# # # ## ## ## # # ## # ## # # # # # # ### # # ## # # # # ## # # ##
# ## # # # # ## # # # # # # # # # # ## # # ## # # # ### ## ## #### # ### ## # # ### ## # #
# ## # # ## # # ## ## ## ## # # # # # # # # # ## # ###
# # # ##
# # # # #### ## # # # ## # ## #
## # #
# ## # # # ####
# # #
# # # # # ###
#
# # # ## ## # # # # # ## #### ## # ### # # # # # # #
# # # # # ## # # # # ## # ### ## # # ## # # ####### ## ### ### ## # # # # ##### # # # ## ##
# # # # # ##
KEMAYORAN GADING
# # ## ## ## # #
# ## # ## # # # # # ## # # # # # # ### ## # # ## # ## #### # ## ## ##### # # # ## # # # # ## ## # # # ##
# ## # # # # #
# ## # # # ## ## # # # ## # # ## # #### #
# # # # # ##
#
# # ### # ### ## ##### ## # # # #### # #
##### ### # # ## # ## #
#
# # # #
#
# # # # #
# # # # # # # # # #
6°10'

6°10'
# # # # # # # # # # # # ## ## # # # # # # # # # ## # # # ## # # # #
# # ## # #
# # # # ### #### ## #
# ### # # # #
# # # # # # # # # # ## ## # ## # # # #### # # # # ## ## ## ## ### # ## # # # ## ## ## ### #### # #
# #
#### # ## #### #
# #
# # ## # # # ## #
# #
# # # # # ## ## # # ## # # ### ## # # ## # ### # ## # # ### ### # # ##
# #
## # # # ## # ## # # #
# # # ## # ###
# #
## # ## # ## ## # # ## # ### # # ## # ### # # ### ## ### # # # #
## # #
# #
# ## ## # # # #
##
# # ## # # # ## # # ## # ## # # ## # # ##### #
# # # #
## # # # # # #
# # # ## # # ###### # # #### # ## #
# # ## ## ## # # # #
#
# # # # # ## # ## # ### # ## # # # # #### #### ## # #### ### # ### # ## ### #
# # # #
# ## # # # # # # ## # # ## ## ## # # # # # # # ## ### # ## # ## # ######## ## # # # ###
#
##
#
## # #
# # # #
# # # #
## #
# # # #### # # ## # # # # #
# # # # # ##
# # ## ### ### # # # # #
# # # # ## # # #
# # # # ## # ## # ##
# ## # # # # # #
# ## # # ## # # # # # ## # # ## # #
# # # # ## # # #
# ## ## # # # #
GAMBIR # ### ### # # # ##### ##
# # # # ## # # # ##
# # # ### # # # # # # # # # # # # ## # # # ## # # # # ## ### ## # # #
## #
# ## ## # #
# # #
# # # # # #
# ### # ## # # # ## ### # ## # ### # # # #
## ##
# # # # # # #
# # # # # # # # # ## ## #### # # # ## # # ## # #### # # ## # # ## # # # # # #
# # # # # # # # # ## # # ### # # # # # # ## # # ### # # # # ### #### ## # # # # ## #
# # ## ## # # ## # #

CEMPAKA
# # # # # ## ## # # ## # # ##
# #
#
## # # ## # # ##
## # # # # ## # ## ## # # # ### # # # # ## ## # # # # # # ## # ## # #
# #
## # # # # # ## #
# # #
## # # ## # # ## ### # # ### # # # ## # #
# # #
# # # ## # # # # ## #
# # # # # ## # # ## # # # # # # #
#
## ## ## # ## ## ## ## # # ### # ## # # # # #
# # ###
# # # # # # # # # # ## ### ##### # # #
# # # # # ## ## ### # # ## # # # ### # # ####
# # # # ## # # #
# # # # # #

KETERANGAN :
## # # # # # # #
# ## ## # # # # # # # ## # # # # # # ## #
##### ### # # # ## # # ## # # # # # #

PUTIH
# # ## # # # # ## # #### # ### # # # ### # #
##
# # ## # #
# ## # # ## # # ## # # # # ## # # # # # # # ## ## ## #### #
# # ## # #
# #
# #
# # # # # # # # ## # # #### # #
# # # ### #
## #### # # # # ## ## ### ### ## # # #
# # # # #
# ## # # # # # # ## # # # # ## # # # # # ## # # ## # # # # # #

SENEN
# # # # #
# # # ## # # # # # # # # # # # # #
#
# #
# # # # ## # # # # # ## #####
# # ## ## #### ### # # ## #
## # # ## ## ## ## # # # # ##
## #
# ## # # #
# # # ### #### # #### # ## # # ## ## #
##
# # ## ### ## # ## # ##### ## # ## # # # # ## ### # ##
## #
# # ## # # # ## ## #
# # # #
# # ## # #
## # # #
# # # # # # #
# # # # ## # # # # # ## # ## # # ## # # ## # # # # # ## ## #
# ## ##
JOHAR
# ## # # # # # # #
# # # ## # #
## # # # # # # # # # # # # ### #### ## ## # ## ### #### # #
# # # ## # # # # # #
# # # # # # # ## ##
# # ## ## # # # # ## ## # # # ## #### # # # # # # ### ## ### # # # ##
# # # # # # # # # # #
# ##### # # ## # #
#### # # #
#
# ####
#
# ## # # # ## # # ## # # #
## # # # # # # #
# # # # # # # # ## ##### # # # # # ## # # # # ## # #### # ### ## # ## ##
# ## #
# # # # ### # # # # ##

KEBON
# # # # ## ## # # # ## # ## # ### # # ## # #
# # # # # # # #
### # #
# # # # # # # # ### ## ######
## #### # ## # # # # # # ## # ## ## # # ##
# # # ## #

BARU
# # ## # ## ## # # ## ## # ## ## #### # # # # # ## # ## # # # # # # ## # ## # # # # # # #
# # # ## # ##
### # # # # #
# # # ## # # # # # # ## # ## ## # # # # ## # #

CAKUNG
# # # # # # ### ### # #
# # # # # # ## # ## # ### ## ## # ##
# # ## #
###### # ### # # # # # # ## ## ## # # # # ## # #
# # # # # # # # # ## ## ## # # # ## ## # ##
PALMERAH
## # # # # # # # #
# ## # # # # # # ## # # # ### # # ### # # # # # # # ### #
# # # ## # ##

PULO
# # #### # # # # # # # #### # # #

JERUK
# # # ## # # # # # #
## # # ## #### # ## # # ### # # # # # # # # # ## # # # # # # # # # # #
# #
# # ## ## # # ## # # # # #
# ## ### # # ## # ## # ## ## # # # # # ##
# # # # # # # # ## #### # # # # # # # ### ## # # # # ## # # # ## ##### ### ### ## ## #
# ## #
# # # ## ## # ## # # # # # # #
# # # # # ## # # ## # # ## ## # ## # ## # # # #
# ## ## # # # # #
# # ###
# ## # ## # # # # ## # ##

MENTENG
# # # # ## # ### # # # # ## # ### # # # # # # # # ### ## # # ## ## ## ### # # # # # # # #
# # # # # # # # ## # # # # # # #

GADUNG
# # # # ## # # # # #
## # # # # # # ## # # # # # ## # # #
## ### # # #
#
# # # ## # # # ## # # #
### ##
# # #
# # # ### ## # # # # ## #
### # # #
# # # # ## # ## # ## ## ## #

1 Dot = 100 penderita ISPA


# # # # # # ## ## # # #
# # ## # ### ## ## ## # # #
## # ## # # # # # ## ## # # # ## ## # #

KEMBANGAN
# # ### # # ##
## # ## ## ## # ## # ## # # # # # # # #
# # # # # # # # # #### # ## # # # ## # # ## # ## # ## # # # # # # # # ##
# #
# # # #
#
# ##
#
###
#
#
#
## # ## #
## # # ### # # # ## ##
# # #
# # #
## # # #
## # #
# #
#
#
# #
# # #
# # # ## #
## # #
#
# # #
##
#
###
# # # # ##
# ## # #
## #
# ## #
## #
# #
#
#
#
# #
# #
MATRAMAN
# # # # # ### # # # # # # # # # #
# ## #
# # # # # ## #
## # # ## # ## ## # # # # ## ## ## # # #
# # # # ## #
#
# ## #
#
#
#
# # # #
#
#
#
# # ## # # # # ## # ### # ## ## # # ### ## # # ### ## # ## # # #
## ## # ## # # ### ## ## # # # # ##
TANAH
# # # # ## # # # ### ## ## # # ## #
## # # # # # # # # # ## # ### ### # ## ## ## # # # # # #
# # #
# # ## # # # # #
# #
# ## # # # # # # ## #### # ## # ## # #
# # #
# # # # ##
# # # ## # #
#
#
# ##
# ## # # ##
## # #### # # # # ## # # ## # #
# ## ## #### # # # # # # # # ### #
#
#
#
# ## # #
# ##
# # #
# # #
# #
# # # # # # # # # # #
# # # # # # # # # # # # # #
# ## # # # # # # ## #
### # # ### # # # ## ## # ##
## ### #
# # ##
# ##
# # # # # ### # # # # #
# # # # ## # # # # ## ## # #
## # #
# # ##
# # ### # # #
## #### # #
# # # # #
# # ## # # #
# # # # # ## ### # #
ABANG
## # # # # # ## ## # # # #
# # # ## # # ## # # # # #
## ## #
## # # # # ### # ## # ## ##
# ## #
# # # ## ## # # #
# # # # # # ### ## # # # # # # ##
# # #
# # ## ## # # #
#
# #
## # #
#
## ## ## # # # ### # # # # # # # ## # # # # # # # # # # ### # # # # # ## #
## # ## # # # ## ## # ### # # ## # # # #### # ## ## # ## # # ## #
## #
# # # # ### # # ## # # # # ##### ## #
#
# #
# ##
# ## # # ## # # # # #
# ## # # # # # # # # # ## # # ##
# ## # # ## # # # #
## # # # # # # # ## # #
# # # # ## # # # # ## # # ### #
# # # # ## ## # # # # # ## # # # #
# # # # ## # # # # # # # # ## #### # ## ## # # ## ## #### ### # ## # ## #
# # ### ## ### # # # ### ## ### #
# ##
# # # #
# # ##

Batas Kecamatan
# # # # ### #### # # # # # #
# # ## # # ## # # # # # # # #
#
# ##
#
# # ## #
# #
# ## # # ## #### #### # # # ##
# # #
## #
# # # # #
#
# #
#
# #
# ## ##
# #
# # # ## # # # # # # # #
## # # # # #
# ## #
# # ### # # # # # # ## # # ## ## # # # # # # ## # # #
# #
#### # ## # # # # # # # ## # ## # ## # # ## ## # # # # # ### # # # # ## # #
# # # ## # # # # #
# ## ## # ## ## # ## # # # # ## # # # # ## # # #

SETIABUDI
# # # ## # ## # # # # # # # ## # #
# # # # ## # ### ## ## # #
## ## # # ## # # #
# # # ## # # # # ## #
#
## # ## #
## ### # # # # # # # # ## ### # # # ## # # ## # ## # # # ## # #
#
# # # # #
# # # ## ## # ##
# #
## # # # #
# # # # # ## ##
# #
## # ## ### ## # #
# ## # ## # # # ## # ## # # # # # ## # # # #
# # # # # # # ## # # # ## # # # # #
## # ## #
## ## # # # ## # # # # # # # # # ## ### ### ### # # ## # # # # ##

Batas Kota
## # ## # # #
## # # # # ## # #
# # # #
# ## ### # # # #
# ## # # # ### # # ## # # ### # ## # #
# # # ## ###
# # # # ## # # ## # # # # #
# # # # # # # # ## # # # # ### ### # # # # # # # ## #
## # # # # # # # # ### ### ## # # ### # # # # # ## # ## # # ## # ## # # ## #
# ## # # # # ## # # ## # # # #
# # ## # ## # # # ## # # # # #
# # # # # #
# # # # ### ###
# # # # # # # # # # # # ## # # # ## # # # # ## # # # # ## # ##
## # # # # ## ## ## ### # # # # # # ## # # # ## # # # ## # ##
# # # # # # # # # # # # ## # # # # ## ## #
# ## # ## # # # #### # # # # # #
# # # # ## ### # # ##
# # ## ### # # # ## # #
# ## # # # # # ## # # # ### # ### ## #
#
#
# ## # # ## # # # # ## # # # #
# # # # # # # # # # # ## # # ### # # #### ## # # ## ##### # ## # ## # # ## # ###
# # # # # # # ## # # # # ## # # # # # ## # # ### # # ### ### ## # ## ##
# # # # # ### # # # # # ### # # # # # #
# # ### ##
# ## #
# ## ## ## # ## ## # ### #### # ##
# #
TEBET
# ## # # #
# # # # # # # ## # ## ## # # ### ### # ### ## ## # # # # #### # ### # #### # # ## # # # ## # # ### # ## # ##

JATINEGARA
Batas Provinsi
# ## # # # # ##
###
## # ## # # # ## # # # ## #
# # # # ### ### ## # # # ##
# ### ## # # ### ## # ### # # #
### ##
# #
# # # # # # # # ## ## ## # ## ## # # # # # ## ## #
#
# # # ## ###
# ## # ### # # # #
# # # # # ## # # # # ## ## ##### # # # ## ### # # # ## #
# # # # ## # # ## # # ### # # # # # # # # ## # # # # # #
## # # # # # # # # ## ## # ##
##
##
# # # # ### # ## # # #
# # ## # ## # ## # #### # # ## ### # #### ## # # ## # ## # #
### # # # # ## # # ## ##
# ##
# #
# # # # # ### ### ### # # # # ## ## # # # ## # # # # # ## ## # ## # #

DUREN SAWIT # # #
# # # # # # # # ## # # # ## # # # ## # ## ## # # ## #
# # # ## # # # # ### # # # # #
# # # # # # ##
# # # ## # # # #### ## # ## #
# #
# ## # # # # ### # ##
# ##
## ## # #
#
## ### ### # # # ## ## ## ## ## # #
# # # ##
## #

Garis Pantai
# # # # # # # ### # ## ### # # ## # #
# # ## # # # # # # # # # # ### # # # # ## # ### # # ## # # # # # # ## #
# ## # #

KEBAYORAN
## # # #
## # ## # # # ## # # # ### # ## # # # # # ## # # #### ## # # # ## ## # # # # # # # # # # ##
#
# #
# # ## # ## # #
## # # #
# # ## # ## # ## # # ## # # ### # # # ## # # # # #
## # # # # # # # # ## # # # ## ### # ## # ### # # # # # ### # # ## # ## #
# # # # # ## ## ## # ## # # #
## # ### # ## #### # # # # # ## ## # # # # # # ### # # #
# # ## # ##
# # # ## # # # # ## # # # # # # # ### # # # # ### ## # # # # ## # ## # #
# #### # # # ## # #
### # # ## # # # # ## # #

KEBAYORAN
# ## # ## ## # # ## # # ### # ### # # # # # # # # # ## # # ## # # #

LAMA
## # # ## ## # # # # ## ## # # # # # # # #
# # # ## # # ## ## ## ## # # #
# ## # # # ## ### # #
# ### # # #
# ## ## ## # ## # # # # #
# # # # # # #
## # # # # ## # ## ### # # # # #
#
## # ## # ## ## ## # # # # # # ##
# # # # ## # # #
# # # # ### ## # # ##
# # # ### # ## # ## # ## # ### ## # # # # #
# # ##
# # # # # # #### # # ## # # # # ## # # # # # ## #
# # # # # #
# # # # # ## #
# # # # ## # # # # ## # # # # # # ### # # # # # # ##
#### #
BARU
## # ## # # # # # # #
# # # # # ## ###
# ## #
# #
# # ## # # # ### # # ## # #

MAMPANG
# # # ## # # # # # ## # # # #
# # # # # ## # # # # # # #### # ## # ##
# # # # # # #
# ### #
# # # # # # # # ## # # # ## # # # # # ## # # # ## # # ## # # # # # # ## # # ## #
# #
6°15'

## # # # # # # # # # # # ## #

6°15'
# # # # # # # # ## # # # # # ## # # # # # # # # # #
# # # # # #
# # # # ## # # ##
##
# ## ## # # # # # ## # # # # # # # # #### # ##
# # # # # # ## # #
# # # # # # ## #
## # ##
# # # ## # ##
## ## # #
# #
### # ###
# # # # ## # ## # # # # # # # #### # # # # ###### # # ## ## ## # # ## # #
## #
PRAPATAN
## # # ## # #
# ## ## # #
### # # # ## # # # # ## # # # # ## # ## # # # # # # # # ##
# # # # # # # # ## ## # # # ## # ## # # # # # # # # # # # #
# # # # #
# # ## # # ## # ## # # # # # # # # #
# # ##
# # # # # ## # # # # # # ### # ## # # # ### # # # # # # # # # # ## ##
# # # #
# ## # # # ### # # ## # # # ### ## ## # # # # # # #
##### # # # # # #
# # # # # # # ## # # # # # ## # # ## ## # # # # # # # # # # ## ##
## ## # # # # # ## # ### # # # # # # # ## # ### # # #### # #
# ## # ##
### # # # #
# # # # ## #
# #
# ## # # ## ## # ## # # # ### # # ## # # # # # # # # #
# # #
# # # # ## ## # # ## # # # # ## ### # #
# # # #

PESANGGRAHAN
# ## # # # # # #
# # # # # # ## # ## # # # # ## # # ##
PANCORAN
## # # # # # ## # # ## # # # # #
# # # # ## # ## ## # ## # #
# # # # ## # # # # # # # # # ## # # # ## ## ## # # # # # # # # # ### ### # # # # ## ## # ## ## # # ##
#
#
# # # # # # # ## ## # # ## # # # # # # # # ### ## #### ## # ### ## # # # #
# #
# # # #
# # # # # # # # # ## ### # # # ## ## # # # ## # # #
# ## ##### #
# ## # ## #
# ## # # # # ## # ### # # # # # # ## ### # ### # # # # # # #
## # # ## # ## # ## # # #
# #
# ##
# # # ## # # # # ##### # # ## # #
#
# #
# # # # # # # # ## # # # # # # ### # ## ###
# # ## ## # ## # # # # ###
## # ## # # # #
# # # ## # # ### # ## ##### # #
# #### # ### ##
# # # ## # #
# #
#
# #
# # ## # ## # # # # # # ## ## # # ## # # # ## ## # #
# # # # # # # ## ## # # ## # ## ### ### #
## # ##
# # #
# ### #
# # # # # # # ## # # ## # # # # # #
### ## # # # # # #
# # # # # ## # #### ## ## # # # # # # #
# # ## # # ## # # #
# #
# # ## # # # ## # # # # #
# # ### # ## # ## # # ## # ## ### # # # # #

MAKASAR
# ## # ## ## # ## #
## ## # # ## # # ## # # ## # # # ## # #
# ## # #
## #
## # ### #### # # ### # # # # # ##
# # #
## # # # # # #
### #
# # #### #
# # # # # ## # # # #
### ## # # # ## # # # #
# # #
# ## # # ### # # # ##
# # ## # # # # ## # # # # # # # # # # #
# # # # ## # ## ### ## #
## # # ##
#
##
# ##
# ## # # # # # # # ##
## # #
## # # # # #
# # # ## # # # #### # # # # # # # # # ##### # # ## #
# # # #
#
#
## # # # ## ### ## # # # # # ##
# ## ## #
#
# # # # # # # #
# # ## ##
Sumber Data : Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2005
# # # ## # # ### ## # #
# ## # ## # # # # # # # ## # # # ##
# # # # #
# #
## # # # # # # # ## ## # # # ## # # ## # # # ## #
# ## # # ## ## # # ## # # ### # # ## # # #
## # ## #

KRAMAT
# # ## # # ##
# # # #
## # # # # # # # # # #
# # # # # # # ### ## # ## # # # # # #

Pengolahan Data 2007


## ## # # # # ## # # # # # # #
# # # # # ## # # # ## # # # ### ### # # ## # ## # # #
# # # ## # # # # # # # # ##
## #
## # ## # # # # # # ## # # ##
# # #

JATI
# ## ## # ##
# # # #

TANGERANG
#

BEKASI
# # # # # # # # # #
# # # #
# ## # # # ## #
# #
## # # ## #
# # # # # ## # # # # ## # # #
# # # # # # #
# # # # ### # # # # # # # # # ## #
# # # # # # # # # # ## # # # #
# # ## ##
# #
# ## # # # ## # ## ## # ## # # # # # # # #
# # # ## # ## # ## # # #
# ## ##
# # # ## ## # # # ## # ## # # ## # #
# # # ## ##
#
#
## # # # # ## # # # ## ## # # # # #### # # # #
# ###
#
# # ##### ## # # #
# ## # # # ## # # # #
#
# # # # # ## # # #
# # # # # ### #### ## # # # # # #

PASAR MINGGU
# ## # # # # # # #
# # # # # ## # ## ## # ## # # ###
## ## # # ## # ## # # #
# # #
#
# # # # # # # # ## # # ## ## # #
### # #
# ### #
#
# ## # # # # # # # # # #
# ## # # # # ## # # ### # # ### # ## # # # # #
# # ## # # # # # # # # # # # # # # # #
# # # ## # # # # # # #
## # # # ## # ## ## ## #
# # # # ## # # #
# # ## # ## # # ## # # # # # ## # # ## # # # # # # #
# #
## # # # # ### ## # ## ### #
##
## # # #
# #
# #
# # ## # #
# # #
#
#
# #
## # ## # # # # # ### # #### # # ## # ## ## # # #
# ## # # #
# # # # # # ## # # # ## #
# # # # # ## # # # ## # # ## # ## ## # ## ## #
##
CILANDAK
# # ## # #
# # ## # # # # # ### ## # ## ### # #
# # ##
#
#
# #
# # # ##
## ## # ## # # # # #
#
# # ## # ##
# ##
# ## # #
#
# # # # # # ## # # # # #
### # ## # # #
# ## # ## # #
# #
# # # # # ## # # # # # # # #
# # ## #
#
##
# # # # # ## # # ## # # # ## #
# # ### # ## # ### ## # # ##

I NSET
## # ## # # # # ### ## ## # # # # # #
# # # # # # # ## # # # ## # # #
#
# # # # # #
# ## # ## # ## ## # ##
# ## ## # # # # # # ## # # #
# # # # # # # # ## # ## # # # ## ###
## ### ## ## # # # #
# # # # ## # # # #
# ## ## # # ## # # # # # # ## # # # # # # # # # # ##
# ## # # # # # ## #
#
# # # #
# ## ## # # # ## # # # #
# #
# # # # # # ##
#
# # # ## #
#
## # ## #
# # # ## # # ## # ## # ## # # ## # #
## ## ## # # # # # # #
#
## # ## ## ## # # # ### # # # # # #
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT
# # # ## # # # # ## # # # # # #
# # ## # # # # # #
# ## # ### ## # # ##
## # ## # # ## # ## ##
# # ### # # # # # # # # # # #### ## # # # #
# ### ## ### # # # ## ## # # ## # ## ## # #
#
## # # # # # # # # ## # # #
# # # # # # # # # # # ## # #
# # # #
## # # # # # # # # #
## # # # # #
# # # # ##
# # # # ## # ## # # # ## ## ## # ## ## # #
## # ## ## # # # # # # # ## #
# ## # # #
# # # ##

6°00'
## # #

6°00'
# # # ## ## # # ## # ## # ## ##
#
# # # ## #
#
#
# ## # # # # # #
# # #
#
#
#
# #
# # #
##
TELUK JAKARTA
# #
# # ##
# # # # # # ##
## # # # # ## # #
# # # # ## # # # ##
# # # # ## # # ##
# # # # # ## # # # ##
# # # # # ## # # # # # #
# #

6°20' LS
## # # ## # # #

PASAR CIRACAS
# #
# # # # # ###
# # #
# ##
# #
# # # # TANGERANG
CIPAYUNG
# # # ## # # # #
# # # # # # # #
# # #
# # # # # # # # # #
DKI
# # # ## # # # # # ## # #

REBO
# # ## # # ## # # # # # # # # # ## #
6°20'

## # # # # # # # ## # ##
# # ## # # # # # KOTA
# # # # # # # # #
JAKARTA
# # # #
# # # #
## # # # ## # # #
#
# TANGE RANG BEKASI

6°15'

6°15'
# # # #
#
# # # # # # ### # # # #
# # # # # ## ## # # #
## # # ## # # # ## # # # # ## #
# # ## #
# ##### ## # # # # # #
# # # #
# #
#
## #
##
# #
# #
# KOTA
# # # # # # # #
## # # # BEKASI
JAGAKARSA
# # # ## # ## #
## # #
#
# ## # #
#
# # # ## ### #
# # # # # # #

WILAYAH PENELITIAN
# # # # # #
# ## ## # ## # # #### # # ### ## # ## #
#
# ## #
# # # ## #
# # # ## ## #
# # # ## ## ## # # ## # KOTA
# # # # # # ## # #
# # # ###
## # # # ## # # # ##
DEPOK
# # # # # ## #
## #

6°30'
#

6°30'
# # # ##
# # #
# # # # ##
# # # # # # # ## # #
# # # # #
# ## # ## # # ##
#
# # # # # # #
#
# # # # # # # # ##
# ## # # #
# #
#
#
# #
# #
# # BOGOR
# # # # # KOTA
# # ##
# #
# # #
# BOGOR
# ## # # # # #
## ### # #

6°45' LS
# #
# #
# #
# ## #
# #

DEPOK
#

6°45'
# # #
## #
# # #
# # #
# #
#
#

106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'


106°45' 106°50' 106°55' BT

6°5' LS PETA 15 PERSENTASE PENDERITA

6°5'
TELUK JAKARTA
PENYAKIT ISPA
JAKARTA
TAHUN 2005
PENJARINGAN
KOJA
U
CILINCING
PADEMANGAN TANJUNG
KALI PRIOK B T
DERES
TAMAN S
CENGKARENG TAMBORA
SARI 2 0 2 4 6 Km
SAWAH
GROGOL
BESAR KELAPA
PETAMBURAN
KEMAYORAN GADING
6°10'

6°10'
GAMBIR
CEMPAKA
PUTIH
KETERANGAN :
SENEN
JOHAR
KEBON BARU
JERUK PALMERAH PULO
CAKUNG < 15 % ( rendah )
MENTENG
KEMBANGAN
GADUNG 16 - 25 % ( sedang )
MATRAMAN
TANAH 26 - 35 % ( tinggi )
ABANG
> 35 % ( sangat tinggi )
SETIABUDI

TEBET JATINEGARA Batas Kecamatan


KEBAYORAN
DUREN SAWIT Batas Kota
LAMA KEBAYORAN
BARU
Batas Provinsi
MAMPANG
Garis Pantai
6°15'

6°15'
PRAPATAN
PESANGGRAHAN PANCORAN

MAKASAR

KRAMAT Sumber Data : Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2005


JATI Pengolahan Data 2007
TANGERANG BEKASI
PASAR MINGGU

CILANDAK
I NSET
106°30' 106°45' 107°00' 107°15' BT

6°00'

6°00'
TELUK JAKARTA

6°20' LS
PASAR CIRACAS TANGERANG
CIPAYUNG DKI
REBO
6°20'

KOTA
TANGE RANG JAKARTA BEKASI

6°15'

6°15'
KOTA
BEKASI
JAGAKARSA
WILAYAH PENELITIAN KOTA
DEPOK

6°30'

6°30'
BOGOR
KOTA
BOGOR

6°45' LS
DEPOK

6°45'
106°30' 106°45' 107°00' 107°15'

106°45' BT 106°50' 106°55'

Anda mungkin juga menyukai