Anda di halaman 1dari 29

PEMANFAATAN PATI SAGU SEBAGAI

BIOKOMPOSIT EDIBLE FILM ANTI


MIKROBA DENGAN PLASTISIZER
GLISEROL
Disusun Oleh:
Alief Nurtendron

(1115041002)

Fadhlan Pratama Mandala

(1415041016)

Fajar Riza Fahlevi

(1415041017)

Nurul Izzati Hanifah

(1415041043)

Puwala Ardhana

(1415041048)

Mata Kuliah : Teknologi Pemrosesan Pati


Dosen

: Yuli Darni, S.T., M.T.

Jurusan Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Lampung
Bandar Lampung
2015

ABSTRAK

Pengemasan dengan edible coating/film merupakan salah satu teknik


pengawetan pangan yang relatif baru. Penelitian tentang pelapisan produk pangan
dengan edible coating/film telah banyak dilakukan dan terbukti dapat
memperpanjang masa simpan dan memperbaiki kualitas produk pangan. Materi
polimer untuk edible coating/film yang paling aman, potensial, dan sudah banyak
diteliti adalah yang berbasis pati-patian. Pati merupakan salah satu jenis
polisakarida dari tanaman yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai
(biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Penggunaan pengemas edible
berbasis pati dengan penambahan bahan antimikroba merupakan alternatif yang
baik untuk meningkatkan daya tahan dan kualitas bahan selama penyimpanan.
Karakteristik fisik dan mekanis pengemas edible akan berubah dengan penambahan
bahan antimikroba. Selain bersifat sebagai antimikroba, komposit pati dengan
bahan yang bersifat hidrofobik seperti kitosan akan memperbaiki karakteristik
mekanis edible film karena bersifat hidrofobik.

Kata kunci: Pengemas, edible coating, film, pati, antimikroba

Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami sampaikan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Pemanfaatan Pati Sagu sebagai Biokomposit
Edible Film Ant dengan Plastisizer Gliserol dengan baik.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penulis bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan informasi kepada pembaca.

Bandar Lampung, 12 November 2015

Penulis

i
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

iv

1. PENDAHULUAN ................................................................................

1.1 Latar Belakang ................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................

2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

2.1 Komposit dan Biokomposit.............................................................

2.2 Pati ..................................................................................................

2.3 Edible Film ......................................................................................

2.3.1 Bahan Edible Film..................................................................

2.4 Sagu .................................................................................................

2.4.1

Pati Sagu .............................................................................

2.4.2

Nilai Gizi Sagu ....................................................................

2.5 Gliserol ............................................................................................

2.6 Minyak Atsiri ..................................................................................

3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................

11

3.1 Alat dan Bahan ................................................................................

11

3.2 Proses Pembuatan Edible Film .......................................................

11

4. PEMBAHASAN ...................................................................................

15

4.1 Karakteristik Edible Coating Anti Mikroba ....................................

15

4.2 Proses Pengaplikasian Edible Film .................................................

16

4.3 Aplikasi Edible Film .......................................................................

17

5. PENUTUP .............................................................................................

19

5.1 Kesimpulan .....................................................................................

19

5.2 Saran ................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

21

ii
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1 Komposisi Bahan Pati Sagu Setiap 100 g ........................................

2.2 Hasil Analisis Kimia Tepung dan Ampas dari Batang Sagu
(genus Metroxxylen, sp) ...................................................................

3.1. Sifat fisik kimia pati sagu .................................................................

12

4.1 Aplikasi edible coating anti mikroba untuk memperpanjang


masa simpan produk pangan ............................................................

17

iii
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1 Komposisi Komposit.........................................................................

2.2 Skema Sederhana Pembentukan Biokomposit ..................................

3.1 Diagram Proses Pembuatan Edible Film ..........................................

14

iv
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini penggunaan polimer sintetik seperti plastik mempunyai
peran penting dalam ekonomi masyarakat industri modern. Akan tetapi,
penggunaan polimer sintetik menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, karena polimer sintetik sulit didegradasi secara alami baik oleh
komponen biotik seperti mikroorganisme pengurai maupun komponen abiotik
misalnya sinar matahari. Hal ini menimbulkan masalah sangat besar bagi
lingkungan, oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian dan penguasaan
teknologi pembuatan materi baru yang dapat dan mudah terurai secara alami.
Salah satu alternatif yang bisa dipilih pengemas yang ramah lingkungan
(biodegradable) adalah edible film. Penelitian mengenai pelapisan produk
pangan dengan edible coating/film telah banyak dilakukan dan terbukti dapat
memperpanjang masa simpan serta dapat dikonsumsi langsung bersama produk
yang dikemas, tidak mencemari lingkungan, memperbaiki sifat organoleptik
produk yang dikemas, berfungsi sebagai suplemen penambah nutrisi, sebagai
flavor, pewarna, zat anti mikroba, dan antioksidan. Materi polimer untuk edible
coating/film yang paling potensial dan sudah banyak diteliti adalah yang
berbasis pati-patian.
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di
alam, bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh, dan murah.
Sifat-sifat pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat
membentuk film yang cukup kuat.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang edible
film tersebut.

1
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Biokomposit?
2. Apakah yang dimaksud dengan Pati?
3. Apakah yang dimaksud dengan Edible Film?
4. Bagaimanakah proses pembuatan Edible Film?
5. Bagaimana karakteristik Edible Film Anti mikroba?
6. Apa saja aplikasi Edible Film di kehidupan sehari-har?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk menambah wawasan mengenai Edible Film
2. Untuk mengetahui proses pembuatan Edible Film
3. Untuk mengetahui kegunaan Edible Film
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah terkait

2
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komposit dan Biokomposit


Kroschwitz (1987) dalam Anonim menyatakan bahwa komposit adalah
bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan
digabung. K. Van Rijswijk, et al (2001) dalam Anonim juga menjelaskan
bahwa komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer yang
diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik.

Fiber (serat)

Resin

Material

komposit
Gambar 2.1. Komposisi Komposit
(Sumber: K. Van Rijswijk, et. al, 2001 dalam Anonim)
Ada komposit yang disebut sebagai biokomposit, yaitu merupakan
material komposit yang terdiri dari polimer alami atau biofiber (serat alami)
yang dapat terdegradasi sebagai matriks.

Gambar 2.2 Skema Sederhana Pembentukan Biokomposit


(Sumber: Zulfia (2011) dalam Anonim)

3
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Material yang menyusun Biokomposit adalah merupakan bahan yang


dapat diperbaharui sehingga pembuatannya dapat mengurangi konsumsi energi
dan biaya produksi. Selain itu biokomposit juga memiliki kemampuan
terdegradasi atau terurai yang baik (Anonim), sehingga penggunaan
biokomposit dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan
material yang tidak dapat terurai secara biologis atau tidak biodegradable.

2.2. Pati
Pati adalah merupakan polimer alam yang dapat dibentuk menjadi film.
Pati mengandung unit (1-4) -D-glukopiranosil. Pati alam, amilopektin dan
amilosa, mengandung dua macam rantai ini. Polimer rantai lurus, amilosa,
memuat 20% berat granula, dan 80% sisanya dikandung oleh polimer beranting,
amilopektin. Amilosa adalah kristalin yang memiliki rata-rata berat molekul
500.000, sedangkan amilopektin memiliki banyak cabang dan memiliki berat
molekul yang lebih berat dari pada amilosa (Chandra dan Rustgi, 1998 dalam
Budyanto dan Kusnadi, 2015).

2.3. Edible Film


Menurut Jurnal Teknik Pangan dan Agroindustri Institut Pertanian
Bogor, Volume 1, Nomor 12, yang dimaksud dengan edible film adalah

Lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, diletakkan di
antara komponen makanan yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer
massa(misal kelembaban, oksigen, lipid dan zat terlarut) dan sebagai carrier
bahan makanan dan aditif untuk meningkatkan penanganan makanan.

Edible film telah banyak dibuat dengan menggunakan komponenkomponen polisakarida, lipid, dan protein. Edible film dari komponen proteinlipid kedelai secara tradisional diproduksi dari susu kedelai yang telah dimasak.
Edible film yang dibuat dari hidrokoloid merupakan barier yang baik
terhadap transfer oksigen, karbohidrat dan lipid. Kebanyakan dari film
hidrokoloid memiliki sifat yang baik sehingga sangat baik untuk dijadikan

4
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

bahan pengemas. Film hidrokoloid umumnya mudah larut dalam air sehingga
sangat menguntungkan dalam penggunaannya. Penggunaan lipid sebagai
bahan pembentuk film secara sendiri sangat terbatas karena film yang
terbentuk umumnya tidak kuat.
Hidrokoloid termasuk ke dalam protein dan polisakarida. Dalam hal ini
selulosa dan turunannya merupakan sumber daya merupakan sumber daya
organik, memiliki sifat mekanik yang baik untuk pembuatan film. Selulosa
sebagai bahan untuk pembuatan film sangat efisien sebagai barrier terhadap
oksigen dan hidrokarbon dan sifatnya sebagai barrier terhadap uap air dapat
dibuktikan dengan penambahan lipid.

2.3.1.

Bahan Edible Film


1. Metilselulosa
Metilselulosa diperoleh dengan mereaksikan serat selulosa
dengan kaustik soda menjadi alil selulosa. Alkil selulosa dibuat
dengan cara perendaman kaustik soda pada serat selulosa.
Kemudian direaksikan dengan metil eter berdasarkan reaksi
esterifikasi Wlliamson pada suhu 50-100C dan tekanan 14
kg/cm2 selama beberapa jam. Hasil reaksinya adalah metil eter
selulosa.
Perubahan beberapa grup hidroksil (OH) molekul selulosa
menjadi grup metil eter, meningkatkan kelarutan dalam air dari
molekul selulosa dan mengurangi kemampuan untuk menyatu
kembali. Metil selulosa akan membentuk film dengan kekuatan
tinggi film yang jernih, larut dalam air, tidak berminyak, memiliki
laju oksigen dan kecepatan transmisi uap air yang rendah.
Metilselulosa berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan
tidak bersifat toksik.
Protein dan polisakarida sering dihubungkan dengan
substansi hidrofobik seperti lipid untuk meningkatkan efisiensi
barrier, hal ini menyebabkan pembuatan film sering melibatkan
lipid.

5
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

2. Lilin Lebah
Lilin adalah ester yang terbentuk dari asam lemak dengan
alkohol monohidrat rantai panjang. Lilin lebah atau beeswax
sebagai besar tersusun atas ester seril miristat.
Sarang lebah merupakan malam atau lilin dibentuk oleh
lebah dari lilin sebagai bahan utama dan diperkuat dengan perekat
yang disebut propolis. Lilin lebah dibentuk melalui proses kimia
dengan madu sebagai bahan baku dan untuk membuat kilogram
lilin diperlukan empat kilogram madu.
Beeswax, camauba wax dan parafin ditemukan dapat
meningkatkan resistan transfer uap air pada film. Beeswax
disekresikan oleh lebah madu untuk membangun sisiran
sarangnya. Beeswax diperoleh dengan sentrifugasi madu dari
sisiran sarang tersebut. Kemudian dicairkan dengan air panas dan
uap. Lilin dapat dimurnikan dengan tawas diatomit dan karbon
aktif, di bleach dengan permanganat/bikromat.
3. Plasticizer
Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik
didih tinggi yang jika ditambahkan pada material lain dapat
merubah sifat fisik dari material tersebut. Penambahan plasticizer
dapat menurunkan kekuatan intermolekuler, meningkatkan
fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film.
Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif
karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen
internal pada ikatan intermolekuler.
Sedang menurut Krotcha (1997) dalam Nugroho, et. al
(2013), edible film merupakan lapisan tipis yang digunakan untuk
membungkus atau melapisi makanan (coating) atau diletakkan di
antara komponen yang berfungsi sebagai penahan terhadap
transfer massa seperti kadar air, oksigen, lemak, dan cahaya atau
berfungsi sebagai pembawa bahan tambahan pangan.

6
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Menurut Kinzel (1992) dalam Nugroho, et. al (2013),


keuntungan dari penggunaan edible film adalah dapat melindungi
bahan pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan dan
dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan.

2.4. Sagu
Tanaman sagu (Metroxylon spp.) secara taksonomi masuk ke dalam
ordo spadisiflora, famili palmae, genus Metroxylon, spesies Metroxylon spp.
Kata Metroxylon berasal dari bahasa Yunani, yaitu Metro berarti isi batang dan
xylon yang berarti xylem (Tenda et al., 2009). Menurut Bintoro et al, (2010)
sagu dari genus Metroxylon dapat digolongkan dalam dua golongan besar.
Pertama, sagu yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleomanthic) dengan
kandungan pati rendah dan kedua, tanaman sagu yang berbunga atau berbuah
sekali (Hepaxanthic) yang mempunyai kandungan pati tinggi sehingga bernilai
ekonomis untuk diusahakan. Golongan yang pertama terdiri atas spesies
Metroxylon filarae dan Metroxylon elatum, sedang golongan yang kedua terdiri
atas 5 spesies penting yaitu M. rumphii (sagu tuni), M. sagus (sagu molat), M.
siivester (sagu ihur), M. longispinum (sagu makanaru), dan M. microcantum
(sagu rotan). Dari kelima spesies sagu yang memiliki arti ekonomi untuk
diusahakan adalah sagu ihun, tuni dan molat (Karmawati dan Syakir, 2013).
2.4.1. Pati Sagu
Komponen yang paling dominan dalam tanaman sagu adalah pati atau
karbohidrat. Komposisi kimia dalam 100 gram pati sagu dapat dilihat
pada tabel di bawah in
Tabel 2.1 Komposisi Bahan Pati Sagu Setiap 100 g
Komponen

Pati Sagu

Kalori (kal)

353

Protein (g)

0,7

Lemak (g)

0,2

Karbohidrat (g)

84,7

Air (g)

14,0

Fosfor (mg)

13

7
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Komponen

Pati Sagu

Kalsium (mg)

11

Besi (mg)

1,5

Sumber: Direktorat Gizi, Dep Kes RI (1979) dalam Hasibuan (2009)

2.4.2. Nilai Gizi Sagu


Komposisi kimia tepung sagu (genus Metroxylon, sp) menurut
Muller 1976 dalam Hasibuan (2009), sangat dipengaruhi oleh cara
pengolahannya. Berikut tabel hasil analisis kimia terhadap tepung sagu
dan ampas dari batang sagu

Tabel 2.2 Hasil Analisis Kimia Tepung dan Ampas dari Batang Sagu
(genus Metroxxylen, sp)
Bahan
Uji

Susunan Analisis Bahan Kering (%)


Penguji

LIM,
Tepung

1967

Sagu

FAO,
1972

Ampas
dari
Batang
Sagu

LIM,
1967

Kadar

Protein

Air

Kasar

13,2

1,2

0,4

13,1

1,6

13,3

12,2

Lemak

Serat

Abu

BETN

6,2

4,1

88,2

0,5

0,5

97,7

1,9

0,4

6,0

3,0

88,7

3,3

0,3

14,0

5,0

64,6

Kasar

Jalaludin
dkk.,
1970
Sumber: Hasibuan (2009)

Dari tabel di atas terlihat bahwa sagu merupakan bahan makanan


dengan kandungan karbohidrat mudah larut (BETN) yang sangat tinggi,
sedangkan kandungan protein, mineral dan lemak sangat rendah.
Dengan kandungan karbohidrat tersebut sagu merupakan sumber
makanan yang cukup penting bagi manusia. Selian itu setiap 100 gram
8
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

tepung sagu mengandung Ca: 11,0 mg; P: 13,0 mg; Fe: 1,5 mg; Vitamin
B: 0,01 mg. Beberapa macam zat gizi yang esensial bagi tubuh manusia
adalah karbohidrat, protein, lemak, beberapa unsur logam dan berbagai
macam vitamin telah tersedia pada sagu (Bambang H. Dan Philipus P
1992, dalam Hasibuan 2009).

2.5. Gliserol
Salah satu alkil trihidrik yang penting adalah gliserol (1, 2, 3
propanatriol) CH2OHCHOHCH2OH. Senyawa ini kebanyakan ditemui hampir
pada semua lemak hewani dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam
palmitat dan oleat. Gliserol bermanfaat sebagai anti beku dan juga merupakan
suatu senyawa higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah
kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan, dan
minuman lainnya (Austin, 1985 dalam Hasibuan, 2009).
Gliserol merupakan plastisiser yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok
untuk bahan pembentukan film yang bersifat hidrofobik seperti pati. Gliserol
dapat meningkatkan penyerapan molekul polar seperti air. Peran gliserol
sebagai platisiser dan konsentrasinya meningkatkan fleksibilitas film. Gliserol
(gliserin) merupakan senyawa poliol sederhana. Tidak berwarna, tidak berbau,
cairan kental yang banyak digunakan dalam formulasi farmasi (Austin, 1985
dalam Sinaga dkk., 2013).

2.6. Minyak Atsiri


Secara umum, minyak atsiri memiliki sifat anti bakteri yang kuat
terhadap patogen penyebab penyakit yang terdapat pada makanan (foodborne
pathogen). Hal ini karena minyak atsiri mengandung senyawa fenolik dalam
konsentrasi tinggi seperti carvacrol, euganol, dan thymol, yang memiliki sifat
anti oksidan dan anti mikroba. Komponen minor dalam minyak serai seperti
nerol, borneol, linalool, sinamaldehide, carvacrol, geraniol, myrtenal, dan
euganol juga bersifat anti mikroba (Maizura, et. al., 2007 dalam Winarti, et.
al.,2012)

9
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Mekanisme minyak atsiri dalam menghambat mikroba dapat melalui


beberapa cara, antara lain 1) mengganggu komponen penyusun dinding sel, 2)
bereaksi dengan membran sel sehingga meningkatkan permeabilitas dan
menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, dan 3) menonaktifkan
enzim esensial yang menghambat sintesis protein dan kerusakan fungsi materi
genetik. Pada minyak atsiri, mekanisme anti mikroba yakni dengan cara
mengganggu membran sitoplasma mikroba, memotong jalannya daya motif
proton, aliran elektron, dan transpor aktif, dan atau mengoagulasi isi sel (Burt,
2004 dalam Winarti, et. al., 2012).

10
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


a.

Alat
Peralatan yang digunakan terdiri atas peralatan pengolahan dan
peralatan untuk analisis. Peralatan yang digunakan pada proses pengolahan
yakni loyang, timbangan, mixer, kompor, wajan, panci stainless steel, pisau
stainless steel, pengaduk kayu, cetakan, gelas plastik, sendok plastik, gelas
ukur plastik dan tapisan. Peralatan yang digunakan untuk analisis yakni
dari gelas ukur, gelas piala, labu ukur, waterbath, thermometer, timbangan,
kaca preparat, plastik mika, sudip, gegep, oven, desikator, kertas saring,
stopwatch, micrometer sekrup dan silica gel.

b. Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah Pati Sagu, Akuades, gliserol,
CMC, Minyak Bunga Matahari, Minyak Sirih/Atsiri

3.2. Prosedur Pembuatan Edible Film


Pembuatan edible film berbasis pati dilakukan dengan mencampur pati
alami maupun pati termodifikasi dengan bahan-bahan tambahan seperti
plasticizer, minyak (lipida), dan bahan lainnya, termasuk bahan aktif/anti
mikroba. Karakteristik fisik-kimia pati sagu disajikan pada Tabel 3.1.

11
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Tabel 3.1. Sifat fisik kimia pati sagu


Parameter

Kisaran Nilai

Kadar pati (%)

50-65

Kadar Amilosa (%)

20-30

Rasio Amilosa: Amilopektin

27:73

Bentuk Granula

Elips

Ukuran Granula (m)

20-60

Suhu gelatinasi (oC)

60-72

Sumber: Wirakartakusumah et al. (1986).

Proses produksi edible film berbasis pati sagu dengan penambahan anti
mikroba dimulai dengan mendispersikan sebanyak 1 bagian pati sagu dicampur
dengan 10 bagian akuades dan diaduk dengan mixer skala 1 sampai homogen
selama 10 menit, lalu disaring dengan kain saring. Suspensi pati dimasukkan ke
dalam gelas piala 1000 ml dan dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk
dengan hand mixer skala 1 sampai mencapai suhu 65oC

, kemudian

ditambahkan karboksimetilselulosa (CMC 1,0%) sedikit demi sedikit sambil


terus dipanaskan dan diaduk dengan mixer skala 2 sampai homogen. Setelah
itu, campuran ditambahkan gliserol (10%) sedikit demi sedikit sambil terus
dipanaskan dan diaduk dengan mixer skala 1, sampai suspensi pati mengental
(yang dicapai pada suhu 72oC dalam waktu 10 menit). Selanjutnya larutan
ditambahkan minyak bunga matahari sebanyak 0,025% sebagai plastisizer.
Larutan kemudian didinginkan hingga suhu 30oC, selanjutnya dilakukan
penambahan minyak sirih/atsiri (0,2; dan 0,4%) sebelum diaplikasikan.
Salah satu kelebihan edible coating/film adalah dapat ditambahkan
bahan tambahan fungsional untuk meningkatkan efektivitasnya. Secara umum,
bahan tambahan terdiri atas dua golongan, yaitu bahan untuk meningkatkan
fungsi coating seperti plasticizer dan emulsifier, dan bahan untuk meningkatkan
kualitas, stabilitas, dan keamanan seperti bahan anti mikroba, antioksidan,
nutrasetikal, flavor, dan pewarna (Lin dan Zhao 2007).
Jenis plasticizer yang biasanya ditambahkan antara lain adalah gliserin,
trietilen glikol, gliserol, asam lemak dan monogliserin yang diasetilasi.
Penambahan gliserol membuat film lebih mudah dicetak karena gliserol
12
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

berfungsi sebagai plasticizer. Selain dapat mengurangi kerapuhan, plasticizer


mampu meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan
pada suhu rendah (Kester dan Fennema 1989).
Gliserol efektif sebagai plasticizer karena mampu mengurangi ikatan
hidrogen internal pada ikatan intermolekuler sehingga melunakkan struktur
film, meningkatkan mobilitas rantai biopolimer, dan memperbaiki sifat mekanik
film. Gliserol bersifat humektan dan aksi plasticizing gliserol berasal dari
kemampuannya dalam menahan air pada edible coating (Lieberman dan Gilbert
1973, dalam Winarti, dkk 2012 ).
Penambahan gliserol dalam pembuatan edible film akan meningkatkan
fleksibilitas dan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan gas terlarut.
Penambahan plasticizer gliserol berpengaruh terhadap kehalusan permukaan
film. Hal ini karena selain sebagai plasticizer, gliserol juga membantu kelarutan
pati sehingga terbentuk ikatan hidrogen antara gugus OH pati dan gugus OH
dari gliserol, yang meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela 2009).
Bertambahnya jumlah gliserol dalam campuran pati-air mengurangi nilai
tegangan dan perpanjangan (elongation). Kandungan gliserol yang rendah juga
mengurangi kuat tarik edible film (Larotonda et al. 2004). Selain gliserol, ke
dalam formula edible film perlu ditambahkan minyak untuk memperbaiki
hidrofobisitas agar film tidak terlalu lengket. Minyak yang dapat digunakan
antara lain minyak biji bunga matahari. Harris (1999) membuat edible film dari
pati dengan menambahkan gliserol 10%, karboksimetilselulosa 1%, dan lilin
lebah 0,5% dengan pati dari ubi kayu, aren, dan sagu. Bahan tambahan lain yang
dapat ditambahkan untuk memperbaiki karakteristik edible film adalah
antioksidan, antipencoklatan, atau bahan pengawet seperti natrium benzoat atau
bahan aktif nutrasetika, flavor, dan pewarna (Baldwin et al. 1996; Lee et al.
2003 dalam Winarti, dkk 2012).
Polimer yang dapat dikombinasikan dengan pati selain kitosan adalah
pektin, alginat, gelatin atau senyawa protein seperti isolat protein kedelai,
natrium kaseinat, dan isolat protein whey.

13
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Diagram Proses Pembuatan Edible Film

Pati Sagu

Ditambahkan
Air

Pengadukan
I dan
Penyaringan

Suspensi Pati

Pemanasan

Ditambahkan
Gliserol dan
CMC

Pengadukan
II

Pendinginan

Ditambahkan
Minyak Bunga
Matahari dan
Sereh

Pencetakan

Gambar. 3.1 Diagram Proses Pembuatan Edible Film

14
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

IV. PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Edible Coating Anti Mikroba


Penambahan anti mikroba ke dalam kemasan edible akan
memengaruhi sifat fisik bahan pengemas. Penambahan bahan anti mikroba
minyak atsiri akan memengaruhi kuat tarik, seperti yang dinyatakan Pranoto et
al. (2005) dan Maizura et al. (2007), bahwa penambahan konsentrat bawang
putih ke dalam film akan menurunkan nilai kuat tarik. Adanya minyak atsiri
dalam film akan mengubah kuat-tarik dengan bertindak sebagai plasticizer
yang meningkatkan fleksibilitas rantai polimer. Sebaliknya, perpanjangan
putus (elongation at break) tidak berubah secara signifikan sejalan dengan
tingkat konsentrasi minyak yang ditambahkan. Hal ini karena suhu transisi
gelas (Tg) film menjadi sangat dekat dengan suhu ruang (suhu pengujian)
sehingga film cukup kaku dan secara nyata mengubah elongation at break.
Penambahan minyak atsiri dengan konsentrasi rendah (sampai 0,3%)
tidak memengaruhi permeabilitas uap air (Water vapour permeability,WVP),
tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi akan meningkatkan WVP (Pranoto et
al.2005; Maizura et al. 2007). Penambahan minyak atsiri yang bersifat
hidrofobik akan meningkatkan interaksi antarmolekul dalam struktur matriks
sehingga terjadi transfer uap air. Penambahan bahan anti mikroba dalam
bentuk bubuk rempah memengaruhi sifat mekanis edible film, terutama
terhadap TS dan persen pemanjangan/elongasi. Bubuk kayu manis paling
berpengaruh terhadap kuat-tarik diikuti bubuk kopi, lada, dan cengkih.
Sementara terhadap persen elongasi (E), bubuk kopi, kayu manis, dan madu
menunjukkan pengaruh yang kuat (Kechichian et al. 2010). Hasil ini
memperlihatkan bahwa perbedaan ukuran partikel berpengaruh terhadap sifat
mekanik film.

15
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Penambahan kitosan ke dalam komposit edible film akan menurunkan


kelarutan air dalam film berbasis pati karena tingginya hidrofobisitas kitosan.
Menurut Vasconez et al (2009), edible film yang terbuat dari tapioka dan
kitosan bersifat fleksibel, transparan, dan cukup kuat. Lapisan film tapioka
mempunyai sifat permeabilitas yang lebih tinggi dibanding film dengan
kitosan. Kitosan bersifat hidrofobik, dan adanya ikatan hidrogen antara tapioka
dan kitosan akan menurunkan kemampuan hidrofilnya sehingga mengurangi
kecepatan transmisi uap air. Penambahan kitosan sebagai coating lapisan film
memengaruhi sifat penghalang terhadap air, memperhalus permukaan coating
(Lin et al. 2010), dan meningkatkan penahanan air dan sifat tahan panas dari
komposit berbasis pati (Mali et al. 2005).

4.2. Proses Pengaplikasian Edible Film


Aplikasi pada bahan umumnya dilakukan dengan pencelupan,
pelapisan (wrapping) atau penyemprotan, selanjutnya bahan dikering dan
dianginkan dan disimpan. Untuk edible film berbasis kitosan, proses
produksinya dimulai dengan membuat suspensi kitosan lalu ditambahkan asam
laktat atau asetat dan diaduk secara konstan dengan stirrer selama 3 jam pada
suhu kamar. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan surfaktan. Untuk
membuat film kombinasi pati-kitosan, pati didispersikan kemudian dipanaskan
sampai tergelatinisasi sempurna lalu didinginkan sampai suhu kamar dan
dicampurkan pada larutan kitosan dengan pengadukan selama beberapa jam.
Rasio antara pati dan kitosan berkisar antara 1:1 dan 1:3 (Stanescu et al. 2011).
Proses pelapisan untuk mendapatkan bentuk lapisan film dilakukan
dengan perataan pada permukaan pelat kaca atau teflon berbentuk persegi
kemudian gas dihilangkan (degassing) lalu dikeringkan. Untuk edible film
berbasis pati, pengeringan dilakukan pada suhu 50C selama 24 jam,
sedangkan untuk edible film berbasis kitosan dibiarkan pada suhu kamar
selama 72 jam (Stanescu et al. 2011).

16
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

4.3. Aplikasi Edible Film


Edible coating anti mikroba antara lain telah diaplikasikan pada buahbuahan, terutama buah terolah minimal seperti pepaya dan apel (Tapia et al.
2007), melon (Massilia et al. 2008), apel (Rojas-Grau et al. 2008), dan stroberi
atau sayuran seperti wortel (Simoes et al. 2009) dan paprika (Permanasari
1998; Miskiyah et al. 2009), makanan laut (Vasconez et al. 2009), dan roti
(Kechichian et al. 2010), seperti terlihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Aplikasi edible coating anti mikroba untuk memperpanjang masa
simpan produk pangan
Bahan baku

Masa Simpan

Jenis Anti mikroba

Bahan Pagan

Pati Sagu

Minyak sirih dapur

Paprika

33

Tapioka

Bubuk rempah

Roti Tawar

Tapioka

Kitosan

Filet ikan tuna

Kitosan-PVA

Kitosan

Irisan tomat

Melon

21

edible Coating

Alginat

Kitosan

Minyak kayu manis,


palmarosa, serai
Menta

Daging dan
olahan daging

(Hari)

28

Sumber : Christina Winarti et alv (2011)

Aplikasi edible coating berbasis pati sagu dengan penambahan minyak


serai dapur dapat memperpanjang masa simpan paprika sampai33 hari, dan dari
sisi organoleptik dapat diterima oleh konsumen (Miskiyah et al. 2009).
Aplikasi edible coating yang dibuat dari pektin, isolat protein kedelai, dan
gliseril monostearat (GMS) dengan perbandingan 3 : 75 : 1,5 pada paprika
(Permanasari 1998), cenderung menurunkan susut bobot, mempertahankan
kadar air, memperlambat pelunakan, dan menghambat perubahan warna
dibandingkan kontrol. Pelapisan edible coating dapat memperpanjang masa
simpan paprika selama 2 hari (menjadi 8 hari) pada suhu 28C dan kelembapan
75-80%, dibandingkan paprika kontrol yang hanya tahan selama 6 hari

17
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

penyimpanan. Aplikasi edible coating berbahan dasar selulosa, protein (whey


protein dan sodium caseinate) serta campuran bees wax dan sodium caseinate
yang bersifat penahan gas yang baik, tidak dapat mempertahankan mutu
paprika selama penyimpanan. Penggunaan edible coating berbasis polisakarida
(alginat dan gellan) pada apel dapat memperpanjang masa simpan irisan segar
apel sampai 2 minggu dibanding kontrol, yaitu sampai 23 hari pada 4C (RojasGrau et al. 2008). Sementara pada irisan pepaya dan apel bisa tahan disimpan
selama 10 hari di lemari es (Tapia et al. 2007). Aplikasi edible film berbasis
tapioka pada roti tawar mampu memperpanjang masa simpan sampai 7 hari
pada suhu kamar (Kechichian et al. 2010). Penelitian aplikasi edible coating di
Indonesia sudah cukup banyak dengan menggunakan berbagai jenis pati,
seperti tapioka dan garut, maupun hidrokoloid lain seperti alginat atau kitosan.
Bahan yang dikemas antara lain adalah buah nangka kupas (Pikni et al. 2004;
Partha et al. 2009), durian (Kusbiantoro 2011), lempuk durian (Harris 2001;
Santoso et al. 2004), dan salak pondoh (Rahmawati 2010). Penelitian edible
coating anti mikroba berbasis kitosan telah dilakukan oleh Wardanianti dan
Setyaningsih (2009) pada bakso.

18
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

V. PENUTUP

Dari hasil pembahasan makalah ini tentang pemanfaatan pati sagu sebagai
Biokomposit edible film anti mikroba dengan plastisizer gliserol, maka kesimpulan
dan saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pembahasan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Penambahan minyak atsiri dengan konsentrasi rendah (sampai 0,3%) tidak
memengaruhi permeabilitas uap air (water vapour permeability,WVP),
tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi akan meningkatkan WVP.
2. Kelarutan air dalam film dapat diturunkan dengan menambahkan kitosan ke
dalam komposit edible film.
3. Pengaplikasian edible film dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
pencelupan, pelapisan ataupun penyemprotan yang selanjutnya dikeringkan
dan disimpan.
4. Edible Coating anti mikroba telah banyak diaplikasikan pada buah dan
sayuran seperti, pepaya, apel, melon, stroberi, dan wortel.
5. Edible Coating anti mikroba dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang
masa simpan produk pangan.
6. Aplikasi edible coating pada paprika yang dibuat dari pektin, isolat protein
kedelai, dan gliseril monostearat (GMS) dapat memperpanjang masa
simpan paprika selama 2 hari (menjadi 8 hari) pada suhu 28C dan
kelembapan 75-80%.

19
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

7. Pada buah apel aplikasi edible coating yang berbasis polisakarida (alginat
dan gellan) dapat memperpanjang masa simpan irisan segar apel sampai 2
minggu dibanding kontrol, yaitu sampai 23 hari pada 4C.
8. Aplikasi

edible film berbasis

tapioka pada roti

tawar mampu

memperpanjang masa simpan sampai 7 hari pada suhu kamar.


9. Aplikasi edible coating berbasis pati sagu dengan penambahan minyak serai
dapur dapat memperpanjang masa simpan paprika sampai 33 hari.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya pengembangan untuk proses pembuatan edible film untuk
menjadi lebih mudah dan efisien, agar dapat diaplikasikan ataupun
digunakan oleh industri rumah berbasis makanan.
2. Pengaplikasian edible coating perlu dikembangkan lagi agar dapat
digunakan pada semua jenis kemasan makanan.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan edible film
berbahan pati sagu dan anti mikroba lainnya agar dapat diketahui proses
dan kualitas produk yang terbaik..

20
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Daftar Pustaka
Anonim. 1992. Dalam Tekno Pagan dan Agroindustri Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi IPB. Vol 1 (12) Halaman: 183-187.
Anonim. Tersedia:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39812/4/Chapter%20II.pdf
[26 Oktober 2015]
Anonim. Tersedia:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39194/3/Chapter%20II.pdf
[26 Oktober 2015]
Bintoro, M. H. dkk. 2007. Status Teknologi Sagu. Makalah disampaikan pada
Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Batam, 25-26 Juli 2007.
Budyanto, Ponco dan Joni Kusnadi. 2015. Antibacterial Active Packaging Edible
Film Formulation with Addition Teak (Tectona grandis) Leaf Extract. Dalam
International Journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research.
Vol 4 (2) Halaman:79-84.
Hasibuan, Machrani. 2009. Pembuatan Film Layak Makan Dari Pati Sagu
Menggunakan Bahan Pengisi Serbuk Batang Sagu, dan Gliserol Sebagai
Plastisiser. Tesis pada Program Studi Ilmu Kimia Universitas Sumatera Utara:
tidak diterbitkan.
Kester, J. and O. Fennema. 1989. Resistance of lipid films to water transmission. J.
Amer. Oil Soc. 66: 1139-1146.

Larotonda, F.D.S., K.N. Matsui, V. Soldi, and J.B. Laurindo. 2004. Biodegradable
films made from raw and acetylated cassava starch. Brazilian Arch. Biol.
Technol. 47: 477-484.

Lin, B., Y. Du, Y. Li, X. Liang, X. Wang, W. Deng, Xi Wang, L. Li, and J.F.
Kennedy. 2010. The effect of moist heat treatment on the characteristic of
starch-based composite materials coating with chitosan. Carbohydrate
Polymers 81: 554559

21
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Lin, D. and Y. Zhao. 2007. Innovations in the development and application of edible
coatings for fresh and minimally processed fruits and vegetables.
Comprehensive Food Sci. Food Safety 6(3): 60-75.
Mali, S., M.V.E. Grossmann, M.A. Garcia, M.N. Martino, and N.E. Zaritzky. 2005.
Micro-structural characterization of yam starch films. J. Carbohydrate
Polymer 50: 379-386.

Massilia, R.M.R., J. Mosqueda-Melgar, and O. Martin Belloso. 2008. Edible


alginate-based coating as carrier of antimicrobials to improve shelf-life and
safety of fresh-cut melon. Intl. J. Food Microbiol. 121: 313-327.

Miskiyah, Widaningrum, dan C. Winarti. 2009. Formulasi dan aplikasi edible


coating pada paprika (Capsicum annum) untuk meningkatkan masa simpan
minimal 10 hari. Laporan Akhir Tahun. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. 70 hlm.

Nugroho, Agung Adi. dkk. 2013. Kajian Pembuatan Edible Film Tapioka dengan
Pengaruh

Penambahan

Pektin

Beberapa

Kulit

Pisang

Terhadap

Karakteristik Fisik dan Mekanik. Dalam Teknosains Pangan [online]. Vol 2


(1) Halaman: 73-79. Tersedia Online: www.ilmupangan.fp.uns.ac.id. [2
November 2015]
Pranoto, Y., V.M. Salokhe, and S.K. Rakshit. 2005. Physical and antibacterial
properties of alginate-based edible film incorporated with garlic oil. J. Food
Res. Intl. 38: 267272.

Rojas-Grau, M.A., R. Soliva-Fortuny, and O. Martin-Belloso. 2009. Edible coating


as corrier to active ingredients for fresh cut fruit. In The World of Food
Science. www.worldfoodscience.org/cms/?pid=1005154 [3 Januari 2011]

22
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Sinaga, Loisa Lorensia. dkk. 2013. Karakteristik Edible Film Dari Ekstrak Kacang
Kedelai Dengan Penambahan Tepung Tapioka dan Gliserol Sebagai Bahan
Pengemas Makanan. Dalam Jurnal Teknik Kimia USU. Vol 2 (4) Halaman:
12-16.
Stanescu, V.N., M. Olteanu, M. Florea-Spiroiu E. Pincu, and V. Melzer. 2011
Starch/chitosan film forming hydrogel. Rev. Roum. Chim. 56(8): 827-832.

Syakir, M dan Elna Karmawati. 2013. Potensi Tanaman Sagu (Metroxylon spp.)
Sebagai Bahan Baku Bioenergi. Dalam Perspektif. Vol 12 (2) Halaman: 5764.
Tapia, M.S., M.A. Rojas-Grau, F.J. Rodriguez, J. Ramirez, A. Carmona, and O.
Martin-Belloso. 2007. Alginate- and gellanbased edible films for probiotic
coating on fresh cut fruits. J. Food Sci. 72(4): E 190-196.

Tenda, E. T. dkk. 2009. Sagu Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Halaman: 143-160.
Vsconez, M.B., S.K. Flores, C.A. Campos, J. Alvarado, and L.N. Gerschenson.
2009. Antimicrobial activity and physical properties of chitosan-tapioca
starch based edible films and coatings. Food Res. Intl. 42: 762-769.

Winarti, Christina. dkk. 2012. Teknologi Produksi dan Aplikasi Pengemas Edible
Antimikroba Berbasis Pati. Dalam Jurnal Litbang Pertanian Vol 31 (3)
Halaman: 85-93.
Wirakartakusumah, M.A., A., Apriyantono, M. Maarif, Suliantari, D. Muchtadi,
and Otaka. 1986. Isolation and characterization of sago liquid sugar. Paper
FAO-BPPT, Jakarta.

Yusmarlela. 2009. Studi Pemanfaatan plastisiser Gliserol dalam Film Pati Ubi
dengan Pengisi Serbuk Batang Ubi Kayu. Tesis. Universitas Sumatera Utara,
Medan

23
Oleh Alief Nurtendron, Fadhlan Pratama M., Fajar Riza F., Nurul Izzati H., Puwala Ardhana R.

Anda mungkin juga menyukai