Kepemilikan Yang Sah
Kepemilikan Yang Sah
A. Kepemilikan
Secara bahasa, kata kepemilikan berarti memiliki sesuatu dan sanggup
bertindak sekehendak hati terhadapnya. Secara istilah, kepemilikan adalah suatu
ikhtisas yang menghalangi orang lain bertindak terhadap benda miliknya
sekehendaknya, kecuali ada penghalang. Menurut Jumhur ulama, kepemilikan
merupakan hak khusus seseorang terhadap suatu benda dan tercegahnya pihak lain
untuk ikut memanfaatkannya. Pemilik disahkan menggunakan hak miliknya
sejauh tidak melanggar ketentuan syariat.
1. Ketentuan Syariat Mengenai Hak Milik
Ketentuan mengenai hak-hak manusia untuk memiliki seisi alam ini
harus berlandaskan pada ketentuan yang dibuat Allah SWT. Syariat Islam
mempunyai aturan tertentu mengenai keinginan seseorang untuk memiliki
kekayaan alam ini menjadi milik pribadinya. Ketentuan Islam mengenai
kekayaan pribadi itu meliputi delapan pokok adalah sebagai berikut.
a. Pemanfaatan Kekayaan
Semua kekayaan harus memiliki manfaat dan dapat digunakan
manfaatnya untuk orang banyak. Nabi SAW bersabda yang artinya, Orang
yang menguasai tanah yang tidak bertuan tidak lagi berhak atas tanah itu jika
setelah tiga tahun menguasainya, ia tidak menggarapnya dengan baik.
Pemerintah Islam berhak mengatur dan mencabut izin hak kepemilikan
tanah seseorang apabila pemilik berlaku tidak sesuai dengan ajaran Islam,
yakni hanya mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan hak masyarakat
secara luas.
b. Membayar Zakat
Semua kekayaan, emas, perak, uang, hasil pertanian, usaha perdagangan,
dan apa saja yang dimiliki oleh seseorang selama hidupnya merupakan harta
benda yang wajib dizakati. Syariat zakat bertujuan untuk kemaslahatan
umum,
dapat
menyejahterakan,
menguntungkan,
dan
f. Penggunaan Berimbang
Di samping syarat kepemilikan harus dilakukan dengan cara yang sah, asas
keseimbangan dalam menggunakan hak milik seseorang pun diatur dengan
jelas dalam Islam. Maksud keseimbangan di sini adalah tidak berlaku kikir
dan boros. Allah SWT sangat tidak menyukai orang-orang yang memiliki
sifat kikir dan sombong, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya berikut
ini.
Artinya: Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri, (yaitu) orang yang kikir, dan menyembunyikan karunia
yang telah diberikan Allah kepadanya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir azab yang menghinakan. (Q.S. An-Nisaa: 36 - 37).
g. Pemanfaatan Sesuai Hak
Ketentuan etika bisnis Islami menekankan penggunaan harta dengan
menjamin manfaatnya bagi si pemilik. Harus diakui bahwa sangat banyak
orang memanfaatkan harta bendanya untuk kepentingan diri sendiri, baik di
bidang politik maupun di bidang ekonomi, dengan mengabaikan
kepentingan-kepentingan yang luas bagi masyarakat. Hal tersebut sangat
bertentangan dengan Islam.
h. Kepentingan Kehidupan
Persoalan pengawasan dan pembagian harta tidak timbul sebelum kematian
pemiliknya. Kepentingan bagi mereka yang masih hidup dengan
mempraktikkan hukum waris.
2. Sebab Kepemilikan
Sebab-sebab memiliki (tamalluk) yang ditetapkan syarak, sebagaimana
disebutkan dalam buku Pengantar Fikih Muamalat hanya terdiri atas empat
sebab, adalah sebagai berikut.
a. Ihrazul Mubahat
Ihrazul mubahat adalah sebab timbul atau sifat memiliki atas benda oleh
seseorang. Yang dimaksud dengan mubah dalam ihrazul mubahat adalah
harta yang tidak masuk ke dalam milik yang dihormati (milik orang yang
sah) dan tidak ada pula suatu penghalang yang dibenarkan syarak dari
lazim disebut dengan transaksi pemindahan hak. Maksud akad dalam sistem
kepemilikan mengandung dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu
sebagai berikut.
1) 'Uqud jabariyah, yaitu akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan pada
keputusan
hakim, seperti menjual harta orang yang berutang secara paksa.
Penjualan tersebut salah, walaupun dia menjual karena dipaksa oleh
hakim, dan hakim memaksa menjual barang itu untuk membayar utang
orang lain.
2) Istimlak untuk maslahat umum
Untuk memahami dengan mudah akad ini, perhatikan contoh berikut ini.
Misal tanah tanah di samping masjid apabila diperlukan untuk masjid
harus dimiliki oleh masjid dan pemilik harus menjualnya.
Kedua kategori di atas, baik 'uqud jabary maupun istimlak masuk dalam
bidang akad. Akad tersebut lazim disebut dengan transaksi pemindahan
hak dalam sistem ekonomi Islam.
c. Khalafiyah
Istilah khalafiyah dikenal dalam sistem ekonomi kontemporer dengan istilah
penggantian. Maksud khalafiyah (penggantian) adalah penggantian posisi
dari satu pihak ke pihak lain, yang dalam prosesnya tanpa ada persetujuan,
baik dari pihak pertama maupun pihak kedua. Misalnya, harta warisan.
Warisan berpindah ke ahli waris tanpa terlebih dahulu bersyarat persetujuan
karena ketentuan itu merupakan ketentuan syariat Islam.
d. Attawallud min Mamluk
Attawallud min mamluk adalah sebuah kepemilikan yang diperoleh dengan
jalan anak pinak, seperti pohon menghasilkan buah, buah ini otomatis
menjadi miliknya karena dia yang memiliki pohonnya. Seseorang memiliki
ternak kambing lalu diambil susunya, susu yang diperoleh dari kambing
tersebut menjadi miliknya.
tanah
mati,
sekaligus
menjadi
milik
dari
yang
B. Akad
1. Pengertian Akad
Secara bahasa, akad artinya ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara
nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.
Sedangkan secara istilah, ulama fikih membaginya menjadi dua ketentuan,
umum dan khusus.
a. Akad secara Umum
Secara umum, akad adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti: wakaf, talak, dan pembebasan
atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang,
seperti: jual beli, perwakilan, dan gadai.
b. Akad secara Khusus
Untuk pengertian ini, para ulama berbeda pendapat, antara lain:
Harus
jelas
melangsungkan akad.
maksudnya
sehingga
dipahami
oleh
pihak
yang