Anda di halaman 1dari 11

Implementasi Analytical Hierarchy Process - Technique For Order Preference By Similarity To Ideal

Solution (AHP-TOPSIS) Untuk Penentuan Seleksi Atlet Pencak Silat


Jakti Kinayung Prasojo, Rekyan Regasari Mardi Putri, Sutrisno
Teknik Informatika, Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran No.8 Malang, Informatika, Gedung A PTIIK-UB
E-mail : jaktiprasojo@gmail.com1, rekyan.rmp@ub.ac.id2, trisno@ub.ac.id3

123

ABSTRAK
Pencak silat adalah seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia. Pada dasarnya nenek moyang
bangsa Indonesia memiliki cara pembelaan diri untuk melindungi dan mempertahankan kehidupannya dari
tantangan alam. Mereka menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan binatang yang ada disekitar. Asal
mula ilmu bela diri berkembang juga dari keterampilan suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang seperti
dalam tradisi suku Nias. Pencak Silat berkembang dan menjadi kompetisi dinaungi Persilat (Persekutuan Pencak
Silat Antara Bangsa). Terdapat kompetisi nasional seperti PORPROV, PON, POMNAS dan beberapa
pertandingan resmi. Kontingen pencak silat di suatu kejuaraan diseleksi dengan cara dipertandingkan. Namun
banyak pesilat yang lolos mengalami cidera setelah melalui seleksi. Terlebih kurangnya pemahaman dari pihak
penyelenggara seleksi dalam hal perwasitan dan penjurian yang dapat mempengaruhi mental pesilat, dan
menimbulkan perselisihan pihak lain karena perbedaan persepsi saat seleksi. Sistem sebelumnya untuk
mempermudah seleksi atlet pencak silat menggunakan metode (SAW) didapati akurasi 80%. Sama seperti
sistem sebelumnya, sistem ini mengimplementasikan metode (AHP-TOPSIS) terdapat 14 kriteria untuk seleksi
atlet pencak silat. Bobot untuk metode AHP didapatkan dari algoritma Random Search. Hasil pengujian akurasi
sistem sebesar 83% yang menunjukkan bahwa sistem dengan metode AHP-TOPSIS dapat memberikan akurasi
lebih baik dibanding dengan metode SAW.
Kata Kunci: Analytical Hierarchy Process (AHP), Technique For Order Preference By Similarity To Ideal
Solution (TOPSIS), Pemilihan
ABSTRACT
Pencak silat is a traditional martial art from Indonesia. A long time ago Indonesian people have a way to
protect and defend life from natural challenges. They create the martial by imitating the movement of animals in
natural surroundings. Pencak silat the martial art evolved also from Indonesia people skills in hunting and
battle as in the tradition of Nias tribe. Pencak Silat widespread and into competition under the rules Persilat
(The International Pencak Silat Federation). There are national competitions such as PORPROV, PON,
POMNAS and some official Games. Pencak silat athletes should be selected to enter the competition, the
selection is to get the best athletes with fighting. But many fighters who won injured, and the mistakes referee in
scoring, can affect mental athletes even riots between pencak silat academy. In a trial match, usually one of the
side does not accept if their athletes defeated because it is embarrass their academy. The previous system to
simplify the selection of martial arts athletes using Simple Addictive weighting method (SAW) with 80%
accuracy resultan. Just like the previous system, this system implements the method of Analytical Hierarchy
Process - Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (AHP-TOPSIS) there are 14 criteria
for selection of martial arts athletes. Weights for AHP obtained from the algorithm Random Search. the
accuracy test System results is 83%, which indicates that the system with AHP-TOPSIS method can provide
better accuracy compared with SAW method.
.Keywords: Analytical Hierarchy Process (AHP), Technique For Order Preference By Similarity To Ideal
Solution (TOPSIS), Selection
1.1.

Latar Belakang
Pencak silat atau silat adalah suatu seni
bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia.
Pada dasarnya nenek moyang bangsa Indonesia
memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan untuk
melindungi dan mempertahankan kehidupannya
atau kelompoknya dari tantangan alam. Mereka
menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan
binatang yang ada di alam sekitarnya, seperti
gerakan kera, harimau, ular, atau burung elang.

Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini


kemungkinan juga berkembang dari keterampilan
suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan
berperang dengan menggunakan parang, perisai,
dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku
Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh
pengaruh luar [GEO-98].
Pencak Silat telah berkembang pesat selama
abad ke-20 dan telah menjadi olah raga kompetisi
di bawah penguasaan dan peraturan Persilat

(Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa, atau The


International Pencak Silat Federation). Pencak
silat sedang dipromosikan oleh Persilat di beberapa
negara di seluruh 5 benua, dengan tujuan membuat
pencak silat menjadi olahraga Olimpiade. Persilat
mempromosikan Pencak Silat sebagai kompetisi
olah raga internasional. Untuk kompetisi nasional
terdapat berbagai kejuaraan multy event, seperti
PORPROV, PON, POMNAS dan beberapa
pertandingan resmi yang diadakan oleh instansi,
lembaga, organisasi pencak silat atau perguruan
pencak silat.
Kontingen pencak silat adalah pesilat handal
yang dipersiapkan untuk berlaga di suatu
kejuaraan. Untuk mendapatkan pesilat handal dan
siap tampil maka digelar seleksi pencarian pesilat
yang dilakukan oleh perguruan pencak silat atau
organisasi pencak silat di daerah tersebut. Seleksi
pencarian
pesilat
digelar
dengan
cara
dipertandingkan untuk mendapatkan pesilat yang
unggul diantara pesilat lainnya. Namun tidak jarang
pesilat yang lolos mengalami cidera setelah melalui
tahap seleksi. Terlebih kurangnya pemahaman dari
pihak penyelenggara seleksi dalam hal perwasitan
dan penjurian yang dapat mempengaruhi mental
pesilat, dan menimbulkan perselisihan pihak lain
karena perbedaan persepsi saat seleksi.
Berdasarkan masalah tersebut, diperlukan
sistem yang dapat menyeleksi pesilat dengan cepat
dan aman. Sistem seleksi atlet pencak silat
sebelumnya dengan judul tugas akhir Sistem
Pendukung Keputusan Pemilihan Atlet Yang Layak
Masuk Tim Pencak Silat Dengan Metode Simple
Additive Weighting (SAW) Berbasis Web didapati
akurasi sebesar 80%. Metode SAW yang digunakan
pada dasarnya mencari penjumlahan terbobot dari
rating kinerja pada setiap alternatif di semua
atribut. Bobot untuk metode SAW di tugas akhir
tersebut didapatkan berdasarkan Random Search
sehingga dapat meningkatkan nilai akurasi
dibanding dengan nilai bobot hasil representasi
langsung dari pakar. Untuk meningkatkan nilai
akurasi
pada
sistem
sebelumnya
maka
diimplementasikan metode AHP danTOPSIS.
Dibandingkan dengan SAW yang hanya mencari
penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada
setiap alternatif di semua atribut, metode AHP dan
TOPSIS mengkolaborasi dua metode tersebut.
AHP digunakan sebagai pembobotan kriteria dan di
uji konsistensi terhadap matriks perbandingan
berpasangan yang didapat berdasarkan Random
Search. Jika matriks telah konsisten maka dilanjut
ke proses metode TOPSIS. Pendekatan TOPSIS
dipilih karena mampu melakukan perangkingan
terhadap alternatif terpilih. Dimana alternatif
terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak
terkecil dari solusi ideal positif, tapi juga memiliki
jarak terjauh dari solusi ideal negatif [MAN-10].
AHP danTOPSIS juga disebut sebagai metode yang

dapat memberikan hasil lebih dekat dengan


kenyataan dibanding metode pembobotan lainnya
[AMI-11]. Sehingga metode AHP-TOPSIS dapat
memberikan hasil yang lebih baik berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dibanding
dengan metode SAW.
Oleh karena itu penulis membuat tugas akhir
dengan judul Implementasi AHP TOPSIS
Untuk Penentuan Pemilihan Atlet Pencak Silat.
Diharapkan dengan menggunakan implementasi
AHP-TOPSIS nantinya akan dihasilkan prediksi
yang lebih baik daripada hanya menggunakan satu
model saja.
1.2.

Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah


yang sudah dijabarkan diatas maka rumusan
masalah yang ada adalah :
1.
Bagaimana
menerapkan
analitycal
hierarchy process (AHP) dan technique
for order preference by similarity do ideal
solution (TOPSIS) untuk penentuan
seleksi atlet pencak silat.
2.
Bagaimana
tingkat
akurasi
dari
implementasi metode APH-TOPSIS untuk
pemilihan atlet yang layak masuk tim
pencak silat.
1.3.

Batasan Masalah

Agar tidak memperluas area pembahasan


dalam tugas akhir skripsi ini, maka perlu adanya
batasan-batasan
untuk
menyederhanakan
permasalahan, yaitu :
1.
Data yang digunakan di IPSI (Ikatan
Pencak Silat Indonesia) Kabupaten
Jember.
2.
3.
4.

2.
2.1

Sistem berdasarkan prosedur-prosedur


seleksi atlet pada umumnya.
Sistem hanya menyeleksi atlet pencak silat
putra.
Keluaran sistem yaitu atlet yang layak
atau tidak layak masuk tim pencak silat
dengan kriteria MFT, Lari 300 m, Push up,
Sit up, Pull lup, Lari 20 m, Triple hop,
Shutle run 4x5 m, Tendangan sabit 5 detik,
Tendangan sabit 10 detik, Tendangan 1
menit, Pukulan 1 menit, Back Up dan IQ.
Dasar Teori
Pencak Silat

Pencak Silat adalah olahraga bela diri asli


dari Indonesia. Pencak adalah gerakan langkah
keindahan dengan menghindar. Pencak dapat
diperlombakan sebagai sarana prestasi, sedangkan
silat adalah unsur teknik bela diri menangkis,

menyerang dan mengunci yang tidak dapat


diperagakan di depan umum [MAR-98].
Pertumbuhan dan perkembangan pencak silat
pada jaman kemerdekaan amat pesat, sehingga
terbentuknya wadah organisasi Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI) tahun 1948. IPSI sendiri adalah
organisasi nasional Indonesia yang membawahi
kegiatan pencak silat secara resmi, antara lain
menyelenggarakan pertandingan, membakukan
peraturan dan lain-lain. Pada tanggal 11 Maret 1980
IPSI didukung tiga negara Malaysia, Singapura,
dan Brunai Darusalam untuk membentuk Federasi
Pencak Silat Internasional yang disebut PERSILAT
(Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa).
Di Indonesia setiap empat tahun terdapat
pertandingan pencak silat yang diselenggarakan
saat Pekan Olahraga Nasional. Katagori yang
diperlombakan dalam setiap ajang pertandingan
yaitu kategori tanding dan kategori seni.

yang dianggap pakar sebagai input utamanya.


Kriteria pakar disini bukan berarti bahwa orang
tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doktor dan
sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang
mengerti benar permasalahan yang diajukan,
merasakan akibat suatu masalah atau punya
kepentingan terhadap masalah tersebut. [SDI-98].
Gambar 2.1 menjelaskan tentang struktur metode
AHP.

2.2

Dalam menyelesaikan persoalan AHP ada


beberapa prinsip dasar yang dipahami antara lain
[SAT-06]:
a.
Decomposition,
setelah
mendefinisikan
permasalahan atau persoalan, maka perlu
dilakukan dekomposisi, yaitu memecah
persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur,
sampai yang sekecil-kecilnya.
b. Comparatif Judgement, prinsip ini berarti
membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam
kaitannya dengan tingkatan di atasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena
akan berpengaruh terhadap prioritas elemenelemen. Hasil dari penelitian ini lebih mudah
disajikan dalam bentuk matriks Pairwise
Comparison. Bentuk matriks pairwise dapat
dilihat pada tabel 2.1.

Seleksi Atlet Pencak Silat

Pada sistem pendukung keputusan pencak


silat ini, kriteria yang digunakan adalah
berdasarkan workshop pelatih dan pendekar pada
November 2013. Terdapat 14 kriteria untuk atlet
pencak silat, yakni :
a. MFT
: tes untuk mengukur penyerapan
oksigen maksimal seorang atlet.
b. Lari 300 m : lari jarak pendek untuk mengukur
daya tahan.
c. Push Up
: tes mengukur kekuatan otot bisep
dan trisep
d. Sit Up
: tes mengukur kekuatan otot perut
e. Pull Up
: tes mengukur kekuatan otot
punggung
f. Lari 20 m : lari untuk mengukur daya ledak
g. Triple Hop : mengukur otot kaki
h. ShutleRun : lari untuk mengukur kelincahan
atlet
i. Tendangan Sabit 5 detik : tendangan sabit
selama 5 detik
j. Tendangan Sabit 10 detik : tendangan sabit
selama 10 detik
k. Tendangan 1 menit
: tendangan selama 1
menit
l. Pukulan 1 menit
: pukulan selama 1
menit
m. Back Up : tes mengukur kekuatan otot
punggung bawah
n. IQ
: tes ukuran kecerdasan atlet
2.3.

Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP adalah sebuah hierarki fungsional


dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan
hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak
terstruktur dipecahkan ke dalam kelompokkelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk
hierarki. Model AHP memakai persepsi manusia

c. Synthesis of Priority, dari matriks pairwise


comparison vektor eigen (ciri)Noya untuk
mendapatkan prioritas lokal, karena matriks
pairwise comparison terdapat pada tingkat
lokal, maka untuk melakukan secara global
harus dilakukan sintesis Siantar prioritas lokal.
Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut
bentuk hierarki.
d. Local Consistency, konsistensi memiliki dua
makna. Pertama adalah bahwa objek-objek
yang serupa dapat dikelompokan sesuai dengan
keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah
tingkat hubungan antara objek-objek yang
didasarkan pada kriteria tertentu.
2.3.1 Prosedur Analytical Hierarchy Process
Secara umum langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam menggunakan AHP untuk
pemecahan suatu masalah adalah sebagai berikut
[KUS-06]:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi
yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari
permasalahan yang dihadapi.
2. Menentukan prioritas elemen
a. Langkah pertama dalam menentukan prioritas
elemen adalah membuat perbandingan
pasangan, yaitu membandingkan elemen
secara berpasangan sesuai kriteria yang
diberikan.
b. Matriks perbandingan berpasangan diisi
menggunakan
bilangan
untuk
merepresentasikan kepentingan relatif dari
suatu elemen terhadap elemen lainnya.
3. Sintesis
Pertimbangan-pertimbangan
terhadap
perbandingan berpasangan disintesis untuk
memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang
dilakukan dalam langkah ini adalah:
a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom
pada matriks.
b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total
kolom yang bersangkutan untuk memperoleh
normalisasi matriks.
c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan
membaginya dengan jumlah elemen untuk
mendapatkan nilai rata-rata.
d. Menjumlah nilai-nilai dari setiap baris dan
membaginya dengan jumlah elemen untuk
mendapatkan nilai rata-rata.
4. Mengukur Konsistensi
Dalam pembuatan keputusan, penting untuk
mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada
karena kita tidak menginginkan keputusan
berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi
yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam
langkah ini adalah sebagai berikut:
a. Kalikan setiap nilai pada kolom pertama
dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai
pada kolom kedua dengan prioritas relatif
elemen kedua dan seterusnya.

b. Jumlahkan setiap baris.


c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan
elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
d. Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya
elemen yang ada, hasilnya disebut Maks.
5. Hitung Konsistensi`Index (CI), Persamaan
konsistensi dapat dilihat pada persamaan 2.1 :
CI=(Mac n)/n-1 ........................................(2.1)
6.

Hitung Konsistensi Ratio (CR), Persamaan


Perhitungan Rasio Konsistensi dapat dilihat
pada persamaan 2.2 :
CR = CI/RI .....................................................
(2.2)
Dimana CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
RI = Index Random Consistency

7.

Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya


lebih dari 10%, maka penilaian data judgment
harus diperbaiki. Namun jika Rasio Konsistensi
(CI/RI) kurang atau sama dengan 0,1 maka
hasil perhitungan bisa dinyatakan benar [KUS06].
Dimana RI : nilai random index dapat dilihat
pada tabel 2.2.

2.4. Technique for Order Preference by Similarity


of Ideal Solution (TOPSIS)
TOPSIS adalah salah satu metode
pengambilan keputusan multikriteria yang pertama
kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang tahun
1981 [JUL-11]. TOPSIS didasarkan pada konsep,
dimana alternatif terpilih yang baik tidak hanya
memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif,
namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi
ideal negatif. Konsepnya sederhana dan mudah
dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki
kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari
alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk
matematis yang sederhana.
Metode TOPSIS banyak digunakan pada
beberapa model Multiple Attribute Decision
Making (MADM) dikarenakan metode ini memiliki
beberapa keunggulan yaitu [YON-81]:
1.Konsepnya sederhana dan mudah dipahami.
2.Komputasinya efisien.
3.Memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja
relatif dari alternatif-alternatif keputusan dalam
bentuk matematis sederhana.
Prinsip metode TOPSIS adalah sederhana,
dimana alternatif yang dipilih selain memiliki
kedekatan dengan solusi ideal positif dan jauh dari

solusi ideal negatif. Solusi ideal terbentuk jika


sebagai komposit dari nilai kinerja terbaik
ditampilkan oleh setiap alternatif untuk setiap
atribut. Jarak ke asing-masing kutub kinerja diukur
dalam pengertian Euclidean, dengan bobot opsional
dari setiap atribut. Konsep ini banyak digunakan
pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan
masalah keputusan secara praktis [KAH-08].
2.4.1

Prosedur TOPSIS
Secara garis besar prosedur TOPSIS
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut [LES11]:
1.
Menentukan matriks keputusan yang
ternormalisasi
TOPSIS membutuhkan ranking kriteria
kelayakan setiap calon atlet pada setiap kriteria
atau subkriteria yang ternomalisasi. Persamaan
matriks ternomalisasi dapat dilihat pada
persamaan (2.3).

rij
xij

3.Menghitung matriks solusi ideal positif dan


matriks solusi ideal negatif
Solusi ideal positif dan solusi ideal negatif
dapat ditentukan berdasarkan rating bobot
ternormalisasi.
Perhitungan
persamaan
perhitungan solusi ideal positif dan solusi ideal
negatif dapat dilihat pada persamaan 2.6 dan
persamaan 2.7.

A+ = Solusi ideal positif/nilai maksimum dari


matriks ternormalisasi terbobot
A- = Solusi ideal negatif/nilai minimum dari
matriks ternormalisasi terbobot

= Normalisasi matrik
= Nilai data pada baris ke i dan kolom
ke j
= Akar dari jumlah ke i kolom ke j di
kuadratkan

2.
Menghitung matriks keputusan yang
ternormalisasi terbobot
Persamaan (2.4) digunakan untuk menghitung
matriks ternormalisasi terbobot, maka harus
ditemukan terlebih dahulu nilai bobot yang
merepresentasikan preferensi absolut dari
pengambil keputusan. Nilai bobot preferensi
menunjukan tingkat kepentingan relatif setiap
kriteria atau subkriteria. Perhitungan perkalian
bobot preferensi dengan matriks ternomalisasi
dapat dilihat pada persamaan matriks keputusan
ternormalisasi terbobot (2.5).

w = bobot prioritas
yij = Matrik ternormalisasi terbobot
wij
= Bobot prioritas ke i
rij = Matrik ternormalisasi

4.
Menghitung jarak antara nilai setiap
alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan
matriks solusi ideal negatif. Perhitungan jarak
antar alternatif dengan solusi ideal positif
terdapat pada persamaan 2.8 dan jarak antar
alternatif solusi ideal negatif terdapat pada
persamaan 2.9.
Perhitungan jarak antara alternatif dengan solusi
ideal positif (Separasi Positif) dirumuskan pada
persamaan 2.8.

= Jarak antar alternatif dengan


solusi ideal positif
= Akar dari jumlah nilai max
dikurangi nilai min
Perhitungan jarak antara alternatif dengan solusi
ideal negatif (Separasi Negatif) dirumuskan
pada persamaan 2.9.

= Jarak antar alternatif dengan


solusi ideal positif
= Akar dari jumlah nilai max
dikurangi nilai min

5.Menghitung nilai preferensi untuk setiap


alternatif
Persamaan untuk menghitung nilai preferensi
ditampilkan pada persamaan 2.10.

3.Metode Penelitian dan Perancangan


3.1 Metode Penelitian
Pada bab metodologi ini akan dibahas
metodologi yang digunakan dalam penyusunan
skripsi, yaitu studi literatur, pengumpulan data,
analisis dan perancangan, implementasi, uji coba
sistem, kesimpulan.
3.2 Analisa Kebutuhan
Dalam proses pembangunan sistem yang
mampu untuk mengimplementasikan metode AHP
dan TOPSIS berikut adalah fungsi-fungsi yang
dibutuhkan:
1.

Sistem harus mampu melakukan proses


random search untuk mendapatkan bobot
perbandingan antar kriteria.

2.

Sistem harus mampu melakukan perhitungan


metode AHP dengan bobot hasil dari random
search.

3.

Sistem harus mampu menghasilkan hasil akhir


berupa atlet yang lolos tiap kelasnya.

3.3 Perancangan Sistem

Gambar 3.1 Diagram Alir Penggabungan AHP-TOPSIS

Pada Gambar 3.1 menjelaskan langkah-langkah


secara umum alur sistem yang digambarkan
melalui diagram dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1) Menyusun matriks kriteria berpasangan dengan
bobot kepentingan yang telah didapat dari
random search.
2) Tahapan kedua adalah melakukan pembobotan
dengan menggunakan metode AHP terhadap
data kriteria. Keluaran yang dihasilkan berupa
bobot prioritas kriteria.
3) Menguji konsistensi matriks jika nilai CR yang
dihasilkan kurang dari atau sama dengan 0,1
maka matriks konsisten dan bobot bisa
digunakan. Jika tidak kembali ke tahap 1.
4) Melakukan normalisasi terhadap matriks
penilaian alternatif.
5) Hasil dari penghitungan bobot dari metode AHP
didapatkan nilai berupa bobot prioritas kriteria,
dimana digunakan sebagai masukan untuk
penghitungan normalisasi terbobot matriks.
6) Mencari solusi ideal positif dan negatif dari
matriks normal terbobot.
7) Menghitung jarak terhadap asing-masing solusi
ideal positif dan negatif.
8) Hasil akhir dari sistem berasal dari
penghitungan dengan metode TOPSIS tersebut
dimana menghasilkan nilai preferensi yang
digunakan sebagai pengambilan keputusan.
3.3.1 Perhitungan Bobot
Bobot pada sistem ini adalah hasil optimasi
menggunakan metode Random Search. Metode
tersebut akan melakukan iterasi 1000 kali dalam
proses pencarian nilai bobot terbaik. Nilai bobot
kepentingan dari kriteria angkanya akan diambil
secara random dengan range 1-9. Proses pencarian
nilai bobot tersebut akan dilakukan dengan
menggunakan data latih. Nilai bobot akan disimpan
jika kecocokan status atlet pada data latih dengan
status atlet dari sistem mencapai 90%. Gambar
3.2 merupakan flowchart tahapan dalam proses
pencarian nilai bobot tingkat kepentingan dengan
metode random search.

literatur dan juga wawancara dengan ketua panitia


seleksi atlet pencak silat yang telah dijelaskan pada
bab 3. Begitu juga pada proses membuat matriks
perbandingan berpasangan, nilai yang dimasukkan
berasal dari wawancara. Pada proses menghitung
uji konsistensi, dilakukan perhitungan CR yang
nantinya akan menentukan bobot kriteria layak atau
tidak untuk digunakan.
Empat belas kriteria yang terdapat pada
subsistem manajemen pengetahuan dijadikan dalam
pengambilan keputusan calon atlet pencak silat.
Empat belas kriteria tersebut juga dijadikan sebagai
tolak ukur penilaian kelulusan seorang atlet.
Penentuan bobot kriteria ini menggunakan metode
AHP dengan menerapkan tolak ukur saaty.
3.3.3 Metode TOPSIS

Gambar 3.2 Flowchart Pencarian Nilai Bobot

3.3.2 Metode Analytical Hierarcy Process


(AHP)

Gambar 3.4 Flowchart Proses TOPSIS

Gambar 3.3 Flowchart Proses AHP

Pada Gambar 3.3 menjelaskan langkahlangkah dalam perhitungan menggunakan AHP. Di


proses awal memilih kriteria merujuk pada studi

Pada Gambar 3.4 menjelaskan langkahlangkah dalam perhitungan menggunakan TOPSIS


untuk mendapatkan nilai alternatif yang mendakati
terbaik untuk pegawai yang akan dipromosikan
jabatannya, berikut penjelasan langkah-langkah
dalam flowchart perhitungan TOPSIS:
1. Membuat matrik keputusan pegawai yang akan
dipromosikan
2. Menormalisasikan matrik keputusan
3. Membuat matrik keputusan weight normalisasi
dengan cara mengalikan matrik keputusan
normalisasi dengan bobot kriteria hasil
perhitungan AHP
4. Membuat solusi ideal positif dan solusi ideal
negatif dengan cara mengambil nilai tertinggi
untuk digunakan sebagai nilai ideal positif dan
nilai terendah untuk digunakan sebagai nilai

solusi ideal negatif dari matriks keputusan


weighted normalisasi
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap dalam
membangun aplikasi yang disusun pada tahap
perancangan. Implementasi penggabungan AHP
dan TOPSIS dalam menentukan seleksi atlet
pencak silat.
3.5 Pengujian
Pengujian pada aplikasi ini dilakukan agar dapat
menunjukkan bahwa aplikasi telah mampu bekerja
sesuai dengan spesifikasi dari kebutuhan yang
melandasinya.
Pengujian
yaitu
dengan
membandingkan hasil atlet output program dengan
atlet hasil dari pihak IPSI Jember dan pengujian
akurasi terhadap perbandingan treshold.
4.

Implementasi
Implementasi sistem menerapkan metode
AHP-TOPSIS yang sudah dijelaskan sebelumnya
dengan antarmuka berikut diantaranya antarmuka
halaman random bobot, load data latih manual,
antarmuka load data latih otomatis
4.1 Antar Muka Halaman Random Bobot
Pada halaman random bobot terdapat kolom
iterasi berfungsi untuk menentukan jumlah iterasi
yang diinginkan untuk mendapatkan perbandingan
kriteria berpasangan. Implementasi antarmuka
halaman random bobot ditunjukkan pada Gambar
4.1. Untuk perbandingan kriteria berpasangan hasil
random bobot ditunjukkan pada pada Gambar 4.2
dan hasil akurasi random bobot ditunjukkan pada
Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tampilan Halaman Hasil Akurasi


Bobot Random

4.2 Antar Muka Halaman Input Data


Halaman input data ditujukan untuk
menginputkan data calon atlet pencak silat yang
akan diseleksi. Pada sistem ini inputan berupa data
dalam format excel (.xls). Implementasi form input
data ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tampilan Halaman Input Data

4.3
Antar Muka Halaman Proses AHPTOPSIS
Pada halaman ini menampilkan seluruh
proses perhitungan AHP TOPSIS. Pembatas
antara metode AHP dan metode TOPSIS terletak
pada bagian atas yang terdapat menu pilihan AHP
atau TOPSIS. Apabila salah satu dipilih maka akan
menampilkan sub proses perhitungan dari metode
tersebut. Untuk proses perhitungan AHP
ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6
untuk proses perhitungan TOPSIS

Gambar 4.1 Tampilan Halaman Bobot Random

Gambar 4.2 Tampilan Halaman Perbandingan


Kriteria Berpasangan Hasil Random Search

Gambar 4.5 Tampilan Halaman Proses AHP

Gambar 4.6 Tampilan Halaman Proses TOPSIS

4.4 Antar Muka Halaman Hasil Peringkat


Halaman ini merupakan tampilan hasil akhir
dari seleksi atlet pencak silat. Halaman ini
menampilkan nilai yang telah diperoleh oleh tiap
atlet menggunakan penggabungan perhitungan
AHP dan TOPSIS. Pada halaman ini atlet pencak
silat dirangking dari nilai tertinggi sampai terendah
dengan tampilan status diterima tidaknya. Pada
Gambar 4.7 Menunjukkan halaman proses hasil
peringkat.

Gambar 4.7 Tampilan Halaman Hasil Peringkat

5.

Pengujian dan Analisis


Pada bab ini dilakukan proses pengujian dan
analisis hasil implementasi AHP dan TOPSIS untuk
proses seleksi atlet pencak silat. Proses pengujian
dilakukan dengan pengujian dinamis. Pengujian
dinamis dilakukan dengan menguji tingkat akurasi
hasil akhir dan menguji treshold terhadap batas
nilai preferensi.
5.1

Pengujian Akurasi Sistem Terhadap Data


Atlet
Pengujian akurasi sistem terhadap data atlet
dilakukan dengan cara membandingkan hasil dari
sistem dengan pengetahuan dari pengambil
keputusan. Sejumlah data tiap kelas pertandingan
dari IPSI Jember dimasukkan dalam sistem lalu
diproses menggunakan metode AHP-TOPSIS.
Hasil dari sistem akan dibandingkan dengan hasil
pertandingan sebenarnya.
5.2

Pengujian Akurasi Terhadap Batas Nilai


Treshold
Pengujian akurasi terhadap perbandingan
treshold ini didasari untuk menunjang bahwa,

implementasi AHP dan TOPSIS dalam penentu


seleksi atlet pencak silat dengan akurasi 83% dari
enam kelas untuk pembandingnya dapat diterapkan
dalam seleksi atlet pencak silat. Pengujian ini
menggunakan sistem dengan kriteria yang sama
namun tujuannya berbeda yaitu untuk pertandingan
antar perguruan silat diluar PORPROV. Pengujian
perbandingan treshold dilakukan dengan cara
membandingkan status yang didapat dari hasil
pertandingan dengan hasil sistem yang batas nilai
tresholdnya berbeda. Data yang digunakan pencak
silat putra kelas A sampai kelas F sebanyak 117
data dari IPSI Jember. Hasil perhitungan
menggunakan metode AHP dan TOPSIS
selanjutkan dicocokan dengan hasil keputusan dari
pihak panitia penyelenggara seleksi atlet pencak
silat yakni IPSI Jember.
5.3 Analisa Hasil Pengujian Akurasi Sistem
Terhadap Data Atlet
Pada analisa pengujian akurasi sistem
terhadap keputusan dari pihak IPSI Jember
dilakukan dengan melihat persentase keakurasian
sistem dalam menghasilkan atlet yang lolos seleksi.
Daftar calon atlet yang diseleksi ada 44 atlet yang
terdiri dari enam kelas. Setiap kelasnya akan dipilih
satu atlet untuk masuk ke dalam tim pencak silat.
Data hasil pertandingan dari IPSI Jember hanya ada
satu atlet pemenang yang lolos seleksi tiap
kelasnya. Begitu pula pada sistem dengan
perhitungan AHP dan TOPSIS, terdapat satu atlet
yang lolos seleksi yang mempunyai nilai tertinggi
di tiap kelasnya masing-masing. Hasil dari
perhitungan akurasi diatas didapatkan nilai akurasi
seleksi atlet pencak silat sebesar 83%. Hasil ini
diperoleh karena dari enam kelas yang
dibandingkan ada satu kelas yang berbeda antara
hasil sistem dengan hasil dari pihak IPSI Jember.
Daftar atlet yang dipromosikan berdasarkan pihak
IPSI Jember menyebutkan bahwa Putra Catur di
kelas E sebagai pemenang yang lolos seleksi atlet
pencak silat, namun sistem menghasilkan bahwa
Putra Catur bukan sebagai pemenang yang lolos
diseleksi atlet pencak silat kelas E. Sistem penentu
seleksi atlet pencak silat menggunakan metode
AHP dan TOPSIS menghasilkan Yustian Sheif yang
lebih pantas jadi pemenang lolos seleksi dikelas E
daripada Putra Catur.
5.4

Analisa Hasil Pengujian Akurasi


Terhadap Perbandingan Treshold
Pada analisa pengujian akurasi terhadap
perbandingan treshold ini menggunakan data yang
sama namun terdapat nilai preferensi berbeda untuk
menentukan status lolos seorang atlet. Pengujian
akurasi terhadap perbandingan treshold ini didasari
untuk menguatkan asumsi bahwa, implementasi
AHP dan TOPSIS dalam penentu seleksi atlet
pencak silat dengan akurasi 83% dari enam kelas
untuk pembandingnya dapat diterapkan dalam

seleksi atlet pencak silat. Pengujian ini


menggunakan sistem dengan kriteria yang sama
namun tujuannya berbeda yaitu untuk pertandingan
antar perguruan silat. Data yang digunakan adalah
data pencak silat putra kelas A sampai kelas F
sebanyak 117 data dari IPSI Jember. Hasil
perhitungan menggunakan metode AHP dan
TOPSIS selanjutkan dicocokan dengan hasil
keputusan dari pihak panitia penyelenggara seleksi
atlet pencak silat yakni IPSI Jember. Sebagai
pembanding nilai preferensi yang digunakan
sebanyak tiga pembatas nilai preferensi, untuk
batas nilai treshold pertama adalah 0,5 yang
kedua 0,55 dan yang terakhir adalah 0,6. Hasil
dari ketiga batas nilai treshold yang berbeda
menampilkan hasil akurasi yang berbeda yaitu pada
pengujian pertama didapati 83%, yang kedua dan
ketiga sama yaitu 80%. Dari hasil perhitungan
ketiga nilai treshold tersebut masih mencapai
80% dengan data atlet pembanding sebanyak 117
data. Dari hasil perhitungan ketiga akurasi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa akurasi dari sistem
penentu seleksi atlet pencak silat menggunakan
metode AHP dan TOPSIS berdasarkan 44 data yang
menghasilkan akurasi 83% menunjukkan bahwa
sistem ini dapat berjalan sesuai prosedur dari
metode AHP dan TOPSIS dan metode AHP dan
TOPSIS ini juga dapat diterapkan dalam seleksi
atlet pencak silat dengan 14 kriteria sebagai acuan
penilaian seleksi atlet pencak silat.
6.
6.1.

Penutup
Kesimpulan

Berdasarkan hasil perancangan dan pengujian


yang dilakukan, maka diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Aplikasi seleksi atlet pencak silat dengan
metode analitycal hierarchy process (AHP)
dan technique for order preference by
similarity to ideal solution (TOPSIS) telah
dibuat sesuai perancangan dan dapat
digunakan untuk membantu proses seleksi atlet
pencak silat.
2. Nilai bobot seleksi atlet pencak silat dengan
metode analitycal hierarchy process (AHP)
dan technique for order preference by
similarity to ideal solution (TOPSIS)
menggunakan optimasi dengan metode
Random Search.
3. Pada proses pengujian akurasi dengan
menggunakan 40 data yang diambil dari data
IPSI Jember, tingkat akurasi implementasi
seleksi atlet pencak silat mencapai 83%.
4. Berdasarkan
hasil
pengujian,
terdapat
perbedaan hasil seleksi atlet pencak silat antara
sistem dengan sistem pertandingan IPSI. Hal
ini dikarenakan dalam pertandingan IPSI yakni
atlet satu lawan satu sampai jumlah kuota atlet
pencak silat yang lolos terpenuhi, dan terdapat

berbagai faktor untuk dapat lolos seleksi.


Sedangkan pada sistem menggunakan 14
indikator atlet pencak silat dalam seleksi tiap
atletnya.
6.2.

Saran

Saran untuk implementasi metode analitycal


hierarchy process - technique for order preference
by similarity to ideal solution (AHP-TOPSIS)
untuk penentuan seleksi atlet pencak silat antara
lain :
1. Dalam pengembangan selanjutnya diharapkan
dapat menghasilkan sistem yang lebih baik dan
kompleks
dengan
memperbaiki
atau
menambah kriteria atlet.
2. Dalam pengembangan selanjutnya dapat
dilakukan penambahan fitur seleksi, seperti
perkembangan atlet tiap minggu.
3. Dalam pengembangan selanjutnya dapat
menggunakan algoritma profile matching agar
akurasi sistem meningkat
7.
Pustaka
[MAN-10] Manurung. (2010). Sistem pendukung
keputusan seleksi
penerimaan beasiswa dengan
metode ahp dan topsis. Tugas akhir Jurusan Ilmu
Komputer Universitas Sumatra Utara. Sumatra
utara
[BAS-13]
sistem pendukung keputusan
penentuan kelayakan pengisian bibit ayam broiler
dikandang peternak menggunakan ahp dan topsis.
Baskworo Yoga Indra exshadi. 2013. Malang
[SDI-98]
Suryadi,
Kadarsah
dan
Rahmadhani. (1998). Sistem pendukung keputusan
PT remaja Rosdakarya. Bandung.
[SAT-06]
Saaty, T.L. dan Vargas, L.G.
(2006), Decision making With The Analytic
Network Process, sprinter. United Of America.
[KUS-06]
kusumadewi, ari, dik. 2006,
Fuzzy Multi Attribute Decision Making,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
[JUL-11]
Julianti, Irawan M.I dan Muklash
I.
(2011).
Pemilihan
Guru
Berprestasi
Menggunakan Metode AHP dan TOPSIS.
Prosding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan
dan Penerapan MIPA Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
[YON-81]
Hwang, Chin-lai dan Kwangsun
Yoon. (1981). Multiple Attribute Decission
Making Methods Ana Aplication. Berlin:SpringerVerlag.

[KAH-08]
Kahraman, C.B.T.G. (2008).
Fuzzy Multy Criteria Decision Makiing Springer.
New York.

Anda mungkin juga menyukai