Anda di halaman 1dari 32

KLASIFIKASI SPEKTRUM BINTANG

Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian bintangbintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum,
dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis
serapan atom hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang
yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan
tertentu hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu
karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi
signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garisgaris serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai
temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari
pengamatan fotometri.
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang
dinyatakan dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan
urutan temperatur , warna, radius, Luminositas dan komposisi-kimianya.
Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas Harvard
dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920 dan dikenal sebagai sistem
klasifikas Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya
digunakan kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss Me". Dengan kualitas
spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10
sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang
mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintangbintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir
urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal
daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith
Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem
pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang
seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal
sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelaskelas berikut :

0 Maha maha raksasa


I Maharaksasa
II Raksasa-raksasa terang
III Raksasa
IV Sub-raksasa
V deret utama (Main Sequence)
VI sub-katai
VII katai putih
Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem
pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang
dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan berukuran sedang.
1. Kelas Spektrum O
Warna : biru
Temperatur : > 30 000 K
Ciri utama : Garis adsorbsi yang tampak sangat sedikit. Garis helium
terionisasi. Garis nitrogen terionisasi dua kali, garis silikon terionisasi tiga
kali dan garis atom lain yang terionisasi beberapa kali tampak, tapi
lemah. Garis hidrogen juga tampak, tapi lemah.
Contoh : Bintang Zeta Puppis, Regor, 10 Lacerta dan Alnitak
2. Kelas Spektrum B
Warna : putih kebiruan
Temperatur : 11 000 30 000 K
Ciri utama : Garis helium netral, garis silikon terionisasi satu kali dan dua
kali serta garis oksigen terionisasi terlihat. Garis hidrogen lebih jelas dari
pada kelas O.
Contoh :Bintang Alnilam, Rigel, Hadar, dan Spica
3. Kelas Spektrum A
Warna : putih
Temperatur : 7 500 11 000 K
Ciri utama : Garis hidrogen tampak sangat kuat. Garis magnesium,

silikon, besi, dan kalsium terionisasi satu kali mulai tampak. Garis logam
netral tampak lemah.
Contoh :Bintang Sirius, Vega, Altair, Fomalhaut, dan Deneb
4. Kelas Spektrum F
Warna : putih kekuningan
Temperatur : 6 000 7 500 K
Ciri utama : Garis hidrogen tampak lebih lemah daripada kelas A, tapi
masih jelas. Garis-garis kalsium, besi dan kromium terionisasi satu kali
dan juga garis besi dan kromium netral serta garis-garis logam lainnya
mulai terlihat.
Contoh : Bintang Canopus, Wezen, Polaris dan Procyon
5. Kelas Spektrum G
Warna :kuning
Temperatur : 5 000 6 000 K
Ciri utama : Garis hidrogen lebih lemah daripada kelas F. Garis kalsium
terionisasi terlihat. Garis-garis logam terionisasi dan logam netral
tampak. Pita molekul CH (G-Band) tampak sangat kuat.
Contoh : Matahari, Alpha Centauri A, Tau Ceti, Capella, dan Beta
Leporis
6. Kelas Spektrum K
Warna : jingga
Temperatur : 3 500 5 000 K
Ciri utama : Garis logam netral tampak mendominasi. Garis hidrogen
lemah sekali. Pita molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak.
Contoh : Alpha Centauri B, Pollux, Arcturus dan Aldebaran
7. Kelas Spektrum M
Warna : merah
Temperatur : 2 500 3 000 K
Ciri utama : Pita molekul TiO terlihat sangat mendominasi, garis logam

netral juga tampak dengan jelas.


Contoh : Gamma Crucis, Antares, Betelgeuse, KY Cygni, VV Cephei A,
dan VY Canis Majoris

BINTANG
2.1 SPEKTRUM BINTANG

Bila sinar matahari kita lewatkan melalui sebuah prisma,


maka akan dihasilkan cahaya warna-warni yang disebut
pelangi atau dinamakan juga spektrum sinar. Ini menandakan
bahwa sinar putih itu adalah gabungan dari berbagai macam
warna.
Umumnya spektrum sinar matahari susunannya adalah
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Selain itu
masih ada bagian spektrum yang tidak kasat mata yaitu
inframerah (IM) dan ultraviolet (UV). Bagian cahaya yang
tampak dinamakan cahaya kasat mata. Sebenarnya spektrum
sinar matahari itu mengandung banyak sekali warna atau
panjang gelombang sehingga tampak sebaran warna yang
kontinu.
Gambar 5.6 Spektrum sinar
matahari
Bila kita amati spektrum dari berbagai sumber cahaya
seperti nyala lilin, lampu pijar, lampu TL, dan yang lainnya,
ternyata jenis spektrumnya berbeda-beda. Cahaya lilin
misalnya, banyak mengandung warna merah, orange, dan

kuning namun hampir tidak mengandung warna biru dan


ungu. Sedangkan lampu TL spektrumnya hampir selengkap
spektrum matahari.
Jika spektrum suatu cahaya bergantung dari bahan dan
keadaan fisis sumber tersebut, sehingga hasil analisis
spektrum suatu sumber cahaya dapat digunakan sebagai
informasi mengenai keadaan fisis sumber tersebut. Dengan
demikian spektrum benda angkasa yang bercahaya seperti
halnya spektrum bintang dapat dipakai sebagai bahan
informasi keadaan fisis benda tersebut.
2.2 Jenis Spektrum
Spektrum merupakan suatu bukti adanya tingkat-tingkat
energi dalam suatu atom. Spektrum dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu spektrum emisi dan spektrum absorpsiyang
dapat diamati menggunakan spektroskop (Supiyanto, 2006).
Spektrum emisi dihasilkan oleh suatu zat yang memancarkan
gelombang elektromagnetik dan dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu spektrum garis, spektrum pita, dan spektrum
kontinu. Spektrum garis dihasilkan oleh gas-gas bertekanan
rendah yang dipanaskan. Spektrum ini terdiri dari cahaya
monokromatik dengan panjang gelombang tertentu yang
merupakan karakteristik dari unsur yang menghasilkan
spektrum tersebut. Spektrum pita dihasilkan oleh gas dalam
keadaan molekuler, misalnya gas H2, O2, N2, dan CO.
Spektrum yang dihasilkan berupa kelompok-kelompok garis
yang sangat rapat sehingga membentuk pita-pita. Spektrum
kontinu adalah spektrum yang terdiri atas cahaya dengan
semua panjang gelombang, walaupun dengan intensitas
berbeda-beda. Spektrum ini dihasilkan oleh zat padat, cair,
dan gas berpijar.
Spektrum absorpsi adalah spektrum yang terjadi karena
penyerapan panjang gelombang tertentu oleh suatu zat

terhadap radiasi gelombang elektromagnetik yang memiliki


spektrum kontinu. Spektrum ini terdiri dari sederetan garisgaris hitam pada sederetan spektrum kontinu. Contoh
spektrum absorpsi adalah spektrum matahari. Secara sepintas
spektrum matahari tampak seperti spektrum kontinu. Akan
tetapi, jika dicermati akan tampak garis-garis gelap terang
yang disebut dengan garis-garis Fraunhofer (Supiyanto,
2006).

Gejala emisi dan absorpsi pertama kali dijelaskan oleh


Kirchoff pada tahun 1869 dengan mengajukan tiga hukum
analisis spektrum, yaitu:
1). Zat padat ataupun zat cair yang memijar akan memancarkan
cahaya dengan spektrum pada seluruh panjang gelombang,
sehingga menghasilkan spektrum kontinu.
2). Gas renggang yang memijar akan memancarkan cahaya
dengan spektrum berupa garis-garis terang yang dinamakan
spektrum garis; dan
3). Cahaya putih dari sumber cahaya bila dilewatkan dari gas
renggang yang dingin, maka gas itu akan menyerap panjang
gelombang tertentu sehingga pada spektrum kontinu terdapat
garis-garis gelap yang dinamakan garis serat atau garis

absorbsi. Panjang garis serat ini tepat sama dengan panjang


gelombang garis emisi ini bila gas itu memijar.
Ternyata unsur-unsur kimia tertentu bila dalam
keadaan gas akan menghasilkan pola garis atau garis terang
yang memiliki ciri khas tertentu. Ini berarti tiap gas tertentu
hanya menyerap atau memancarkan panjang gelombang
cahaya tertentu saja. Pola-pola garis spektrum unsur-unsur ini
dapat digunakan untuk manganalisis unsur yang dikandung
oleh sumber cahaya. Adanya pola karakteristik spektrum garis
unsur tertentu ini dapat digunakan sebagai indikator adanya
unsur tersebut pada sumber yang memancarkan cahaya itu.
Adanya garis-garis gelap pada spektrum kontinu sinar
matahari pertama kali diamati oleh Wallaston tahun 1802.
Selanjutnya pada tahun 1814 dan 1815, Fraunhofer
melakukan penelitian yang seksama dan menggunakan sekitar
600 garis gelap dalam spektrum kontinu sinar matahari,
sehingga garis-garis gelap ini dinamakan garis-garis
Fraunhofer. Adanya garis-garis Fraunhofer dalam spektrum
sinar matahari, memberikan indikasi adanya unsur-unsur
kimia tertentu yang ada pada bagian luar matahari yang
menyerap panjang gelombang tersebut.
Garis-garis gelap seperti ini juga terdapat pada spektrum
bintang, sehingga dengan begitu kita dapat mempelajari
unsur-unsur kimia yang ada pada bintang tersebut berdasarkan
pada pola garis gelap yang ada pada spektrum bintang
tersebut.
Penelitian yang lebih jauh terhadap spektrum bintang
juga bisa memberi petunjuk mengenai keadaan suhu, tekanan,
turbulensi, keadaan medan magnetik dan medan listriknya,
dan beberapa keadaan fisis bintang lainnya. Misalnya analisis
pergeseran spektrum bisa memberikan informasi gerak
bintang apakah menjauhi atau mendekati kita, juga informasi
mengenai massa bintang dengan menggunakan hukum

relativitas umum Einstein. Studi mengenai spektrum bendabenda langit ini merupakan cara yang sangat berguna bagi
Astronom untuk mendapatkan data tentang jagat raya ini.
2.3 Klasifikasi Spektrum
Penelitian foto spektrum bintang-bintang menghasilkan
berbagai jenis spektrum. Tiap jenis spektrum memiliki pola
garis spektrum yang berbeda, karena banyaknya pola
spektrum yang dihasilkan ini maka orang mengelompokkan
spektrum radiasi bintang yang disebut dengan klasifikasi
spektrum. Pada tahun 1863, Angelo Secci mengklasifikasikan
spektrum bintang menjadi 4 kelompok menurut garis-garis
spektrumnya. Tetapi dewasa ini para Astronom membagi
spektrum bintang menjadi tujuh kelompok atau klas. Tidak
lama kemudian ditemukan bahwa klasifikasi ini ternyata
bergantung pada suhu permukaan bintang, bukan pada
komposisi bahan kimia penyusunnya. Klas spektrum ini
disusun menurut penurunan suhunya dan diberi kode dengan
huruf yaitu: klas O, B, A, F, G, K, M. Tiap klas dibagi lagi
menjadi sepuluh bagian yang diberi tanda dari 0 sampai 9.
Misalnya bintang yang klas spektrumnya G5 berarti berada
antara G0 dan K0.
0
B
B1
A
F
G0
G5
K0
M
M2
Urutan spektrum ini mulai dari bintang terpanas
sampai bintang yang paling rendah suhu permukaannya. Tabel
di bawah ini memperlihatkan deret klas spektrum bintang
dengan rentang suhu pada klas masing-masing.
DERET KLAS SPEKTRUM BINTANG
Klas
Warna
Suhu
Contoh
Di
rasi
spektrum
bintang
O
Biru
> 25000
Lacertae
Lacerta
B
Biru
11. 103 Rigel
Orion

Biru

25. 103
Spica
7,5. 103 Sirius
11. 103
Vega

Biruputih

6.
103 Canopus
7,5. 103
Procyon

Putihkuning
Orangemerah
Merah

5. 103 6.
103
3,5. 103
5000
<3500

K
M

Matahari
Capella
Acturus
Aldebaran
Antares
Betelgeuse

Virgo
Canis
mayor
Lyra
Carina
Canis
minor
Auriga
Bootes
Taurus
Scorpio
Orion

Ciri-ciri utama dari ketujuh klas spektrum bintang tersebut


adalah sebagai berikut:
Klas O : Garis ion helium, nitrogen, oksigen, karbon dan silikon
tampak bersama dengan garis hidrogen.
Klas B : Garis helium netral, ion silikon, oksigen dan magnesium.
Garis hidrogen muncul lebih kuat pada seluruh bagian dari
spektrum.
Klas A : Garis hidrogen kuat, dan juga garis ion magnesium,
silikon, besi, titanium, dan beberapa logam netral yang lemah.
Klas F : Garis hidrogen masih menonjol tetapi lemah
dibandingkan dengan yang tipe A. terdapat garis ionisasi
tunggal kalsium besi, dan chromium. Juga garis besi dan
chromium netral.
Klas G : Garis kalsium terionisasi paling menonjol. Juga terdapat
garis logam netral yang terionisasi dan garis hidrogen lemah.
Klas K : Garis logam netral mendominasi. Masih terdapat pita CH.
Klas M : Garis logam netral dan bersama dengan pita molekul
titanium oksida dominan.

Bintang-bintang O, B, A disebut bintang panas


sedangkan bintang G, K, M dinamakan bintang dingin.
Sebagian besar bintang-bintang ada dalam ketujuh kelompok
deret tadi. Tetapi masih ada lagi sedikit bintang yang
memerlukan klasifikasi khusus. Ada empat jenis kelompok
tambahan yang melengkapi deret sebelumnya yaitu tipe W, R,
N, dan S.
Ciri keempat klas spektrum khusus ini adalah sebagai berikut.
a. Tipe

W (Wolf-Rayer). Bintang ini termasuk

dalam

jenis

bintang

klas

yang

spektrumnya memiliki garis emisi yang


sangat luas yang dipancarkan oleh bintang
yang berkecepatan tinggi.
b. Tipe

R,

adalah

bintang

dengan

ciri

spektrum klas K terkecuali adanya pita


molekul C2dan CN.
c. Tipe

N,

adalah

bintang

yang

karakteristiknya seperti klas M kecuali pita


C2, CN, dan CH yang kuat.

d. Tipe

S, adalah bintang seperti klas M,

kecuali dengan adanya tambahan pita


molekuler zirconium oksida dan lanthanum
oksida.
Klasifikasi spektrum ini sangat berguna
untuk mempelajari suhu, tekanan, komposisi
kimia, kelimpahan unsur, kecepatan radial,
rotasi, turbulensi, dan magnetik bintang.
2.4 Diagram Hertzsprung-Russel
Dalam mempelajari objek langit, seperti bintang, yang
pertama dilakukan Astronom adalah mengumpulkan data,
menganalisa, dan terakhir menyimpulkan sifat-sifat bintang
dengan menerapkan hukum-hukum fisika.
Dalam menganalisis data, cara yang paling sering
digunakan adalah diagram Hertzsprung-Russel (diagram HR).
Diagram ini menunjukkan hubungan luminositas (atau
besaran lain yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan
temperatur efektif (atau besaran lain, seperti indeks warna (BV), atau kelas spektrum). Dengan memetakan bintang
berdasarkan kelas spektrum dan amplitudo mutlaknya dan
menempatkan posisinya pada diagram ini ternyata sebaran
bintang ini tidak merata tetapi mengelompok pada bagianbagian tertentu dari diagram tersebut (Wiramihardja, 2006).
Pada diagram HR, sebagian besar menempati suatu jalur
dari kiri atas (bintang-bintang yang panas dengan luminositas
tinggi) ke kanan bawah (bintang-bintang yang dingin dengan

luminositas rendah). Deretan bintang ini disebut deret utama


(main sequence) dan disingkat DU. Matahari berada di deret
ini.
Selain deret utama, ada pula pengelompokkan lain yaitu
maharaksasa (supergiant), raksasa (giant), dan katai putih
(white dwarf). Distribusi bintang pada diagram HR
diperkirakan hampir 90% bintang ada dalam deret utama,
10% katai putih dan hanya kurang dari 1% tergolong dalam
raksasa atau maha raksasa

Gambar: Distribusi bintang pada diagram H-R


Ada pun ciri-ciri dari kelompok bintang di atas adalah
sebagai berikut.
a. Bintang maharaksasa dan raksasa
1) Jumlah bintangnya tidak sebanyak di DU
2) Luminositasnya sangat besar
3) Kebanyakan bintang-bintang yang temperaturnya rendah
4) Ukurannya (jari-jari) sangat besar
b. Bintang katai putih
1) Terletak di bagian kiri bawah diagram HR

2) Luminositasnya kecil
3) Temperaturnya tinggi
4) Ukurannya (jari-jari) kecil, beberapa puluh kali lebih kecil
dari matahari.
Diagram H-R ternyata dapat juga digunakan untuk
menaksir jarak bintang. Misalnya suatu bintang dengan kelas
spektrum G2 pada deret utama. Dari diagram H-R dapat
diketahui magnitudo mutlak bintang tersebut misalnya M =
+5.
Pandanglah sekarang bintang-bintang yang ada di
sudut kanan atas diagram H-R. Misalnya suatu bintang
dengan magnitudo mutlak -8 atau kurang. Bintang seperti ini
luminositasnya hampir 104 kali luminositas matahari, tetapi
kelas spektrumnya M yang menandakan suhu permukaannya
rendah atau dingin misalkan dengan suhu 3000 K yang berarti
setengah dari suhu permukaan matahari. Ini berarti luas
permukaan bintamg itu sekitar 160.000 kali permukaan
matahari atau jejarinya 400 kali jejari matahari dan volume
sekitar 64.104 kali volume matahari. Dapat disimpulkan
bahwa bintang seperti ini adalah bintang yang sangat besar
dengan klas spektrum merah sehingga dinamakan raksasa
merah (red giant). Di lain pihak massa bintang ini adalah
sekitar 50 kali massa matahari. Jadi, bintang ini kerapatannya
sangat rendah sepersepuluh juta kali kerapatan matahari dan
bagian luarnya terdiri dari gas yang sangat renggang.
Sebaliknya ujung kanan bawah deret utama terdiri dari
bintang yang merah, dingin, dan luminositasnya rendah.
Bintang ini jauh lebih kecil dari matahari, jejarinya sekitar
sepersepuluh jejari matahari dan lebih mampat. Bintang
seperti ini dinamakan bintang katai merah (red dwarf). Suhu
bintang ini sekitar 2700 K dan mutlaknya +13.

Bila diteliti lebih jauh ternyata bintang-bintang yang ada


di deret utama memiliki hubungan langsung antara terang
bintang dengan suhunya. Makin tinggi terang bintang itu,
makin tinggi suhunya sehingga warnanya putih kebiruan.
Demikian pula makin lemah cahaya bintang, suhunya makin
rendah dan warnanya makin merah. Matahari kita yang berada
pada klas G2 didominasi oleh warna kuning dan berada pada
bagian tengah deret utama tersebut.
2.5 Jejari Bintang
Dari analisis diagram HertzspungRussel kita telah
memperkirakan ada bintang yang sangat besar seperti raksasa
merah dan adapula yang sangat kecil seperti katai putih.
Untuk menentukan jejari bintang, kebanyakan kita harus
menggunakan cara yang tidak langsung yaitu dengan
menggunakan teori dan hukum-hukum Fisika antara lain
interferometer bintang, sistem bintang ganda gerhana, dan
hukum-hukum radiasi energi seperti hukum radiasi StefanBoltzmann.
Dengan menggunakan hukum Stefan-Boltzmann kita
dapat menghitung jejari radiator sempurna yang berbentuk
bola dengan menggunakan distribusi pancaran energinya
seragam di seluruh permukaan, dengan menggunakan data
luminositas dan suhu efektif benda (bintang) tersebut.
Luminositas bintang dapat dicari dengan menggunakan
magnitudo dan jarak bintang, sedangkan suhu bintang dapat
dicari dengan beberapa cara seperti dengan indeks warna
ataupun klas spektrumnya.
Dari hukum Stefan-Boltzmann rapat radiasi atau
energi yang dipancarkan persatuan luas adalah:
Di mana S adalah rapat radiasi dan T adalah suhu mutlaknya.

Jadi energi total yang dipancarkan itu sama dengan


luminositas bintang (L) atau luas kali rapat radiasi.
Di mana R adalah jejari bintang dan Te adalah suhu
efektifnya. Dengan persamaan ini dapat dibandingkan
luminositas bintang (L) dengan luminositas matahari (L)

..(1)
Dengan menyelesaikan
didapatkan

persamaan (1) di

atas

maka

.(2)
Berdasarkan persamaan L = 4R4W ternyata luminositas
bintang tergantung pada suhu dan jejarinya. Mungkin saja
sebuah bintang luminositasnya (L) besar tetapi suhunya
rendah. Hal ini akan terjadi bila jejari R sangat besar. Dari
diagram HR kita bisa mengetahui suhu efektif bintang,
magnitudo mutlaknya, dan luminositas relatifnya terhadap
matahari.
Selanjutnya
dengan
menggunakan
persamaan (2) kita dapat menentukan jejari bintang.
Dengan mengeksplisitkan R dari persamaan (1) maka
didapatkan
atau

..(3)

Dari diagram H-R kita bisa mendapatkan suhu bintang


T dan luminositas relatifnya L/L sehingga dengan
menggunakan data ini dan persamaan (3) kita bisa
menghitung jejari bintang.
Raksasa merah. Misalkan sebuah bintang
luminositasnya 400 kali luminositas matahari atau L=400
L dan suhunya 3000 K. Jadi bintang ini termasuk bintang
merah dengan klas spektrum M. Selanjutnya dengan
menggunakan persamaan di atas, kita dapat menghitung jejari
bintang tersebut.

Katai Putih (White Dwarf)


Di lain pihak ada juga bintang biru yang
luminositasnya 1/100 kali luminositas matahari. Bintang
berwarna biru menunjukkan suhunya sekitar 12.000 K.
Perhitungan dengan persamaan (3) didapat jejarinya hanya
1/40 kali jejari matahari atau sekitar 2,5 kali bumi. Jadi
bintang ini adalah bintang yang sangat kecil dengan klas
spektrum biru-putih. Oleh karena itu bintang jenis ini disebut
katai putih. Contoh bintang katai putih adalah bintang Sirius
B. Bintang ini adalah pasangan dari bintang Sirius A yang
keduanya adalah merupakan suatu bintang ganda (binary
star). Pada sistem bintang ganda, keduanya bergerak saling
mengitari dalam orbit yang mengitari pusat massa bersama.
Dengan mengamati gerak pasangan bintang ganda ini maka
dapat ditentukan massa kedua benda tersebut. Tampaknya
gerak pasangan bintang ini berkelok-kelok seperti pada
gambar 3.10. Namun, bila diamati secara cermat ternyata
penampakan ini disebabkan dari hasil gerak masing-masing
bintang yang mengitari pusat massa bersama serta gerak lurus
pusat massa sistem bintang ganda tersebut.(Gambar 5.10b)

Penelitian terhadap orbit bintang ganda ini sangat


penting terutama untuk menentukan massa bintang. Pada
dasarnya penentuan massa bintang ganda ini dilakukan
dengan menggunakan hukum Kepler.

..(4)
Bila periode orbit bintang diketahui yang biasanya dalam
puluhan tahun, maka massa bintang dapat diketahui dengan
menggunakan mekanika Newton dengan rumus.
M 1a 1 =
M2a2
....(5)
Gambar di bawah ini memberikan bagan sistem bintang ganda
M1 dan M2 dengan pusat massa bersama cm, dan jarak
masing-masing ke pusat massa adalah a1 dan a2.

Gambar 5.11 Pusat massa sistem dua benda


Dari perhitungan dengan persamaan (4) didapatkan massa
bintang Sirius A sekitar 2,28 kali massa matahari dan Sirius B
massanya sekitar 0,98 massa matahari. Dari penelitian
spektrumnya, klas spektrum Sirius B termasuk klas A5, jadi
termasuk bintang panas dengan suhu 8700 K. Tetapi cahaya

bintang ini sangat lemah dengan luminositas 1/580 kali


luminositas matahari. Dengan persamaan (3) dapat dicari
jejari bintang Sirius B dan didapat sekitar 1/55 jejari matahari
(R/R=1/55). Oleh karena itu bintang Sirius B adalah bintang
kecil atau katai putih.
Dengan massa yang hampir sama denga massa
matahari, sedangkan jejarinya hanya 1/55 kalinya atau
volumenya sekitar 2,5 kali volume bumi, maka dapat
disimpulkan bahwa bintang katai putih ini adalah bintang
yang memilki kerapatan massa sangat besar, berdasarkan
perhitungan ternyata didapat kerapatannya sekitar = 2,3 x
105 gr/cm3. Ini berarti, kerapatan massanya hampir sekitar 250
kg/cm3 atau kira-kira satu kotak korek api, bintang ini
massanya 5 ton. Jadi katai putih adalah bintang yang sangat
mampat dan ini menyebabkan medan gravitasi di permukaan
bintang ini sangat besar.
Di samping pengukuran jejari secara tidak langsung
dengan menggunakan hukum radiasi, ada beberapa cara lain
untuk mengukur jejari secara geometris yaitu pengukuran
diameter anguler,
1). Secara langsung untuk mengukur diameter anguler
matahari,
2). Dengan alat interferometer bintang untuk bintang raksasa
yang dekat,
3). Dengan inferometer analog elektronik
4). Dengan inferometri bintik dan
5). Dengan analisis kurva cahaya dan kecepatan radial sistem
bintang ganda gerhana.
2.6 GERAK BINTANG
Bintang yang nampaknya tetap di bola langit ternyata
bergerak dalam berbagai arah relatif satu terhadap yang
lainnya. Orang yang pertama kali menunjukkan bahwa
bintang itu tidak tetap adalah Edmund Halley dalam tahun

1718. Gerakannya dalam ruang cukup cepat dalam beberapa


km/s, namun nampaknya sangat lambat karena jarak bintangbintang yang sangat jauh. Gerak ini tidak nampak oleh mata
telanjang dalam selang waktu usia manusia. Tetapi untuk
selang waktu ribuan tahun penampakannya cukup besar.
Misalnya catalog yang dibuat oleh Hipparchus dua ribu tahun
yang lalu perubahan posisinya dewasa ini sangat nampak
sekali bahkan melebihi diameter bulan. Namun tidak banyak
bintang yang bisa teramati dengan cara langsung seperti ini.
Hal ini disebabkan jarak bintang yang terlalu jauh atau
kecepatannya tidak besar. Cara lain untuk mengamati gerak
bintang adalah dengan meneliti radiasi dan spektrumnya yang
selanjutnya dianalisis secara tidak langsung dengan
menggunakan hukum-hukum Fisika.
2.7 Efek Doppler
Dari penelitian spektrum bintang-bintang ternyata
ditemukan adanya pola garis-garis spektrum yang bergeser,
ada yang bergeser ke daerah merah atau panjang gelomnbang
panjang, dan ada pula yang bergerak ke daerah ungu atau
daerah panjang gelombang pendek seperti pada gambar 5.12.
Adanya perubahan panjang gelombang ini telah kita
kenal dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada bunyi. Gejala
ini pertama kali dikemukakan oleh fisikawan Austria,
Christian Doppler pada tahun 1842 sehingga gejala ini
dinamakan pula efek Doppler. Bila pengamat bergerak relatif
terhadap sumber bunyi maka oleh pengamat akan ditangkap
terjadinya perubahan frekuensi atau panjang gelombang
bunyi, yaitu bila pengamat dan sumber bunyi bergerak relatif
menjauhi satu terhadap yang lainnya maka pengamat akan
menangkap frekuensi yang lebih rendah atau panjang
gelombang lebih panjang. Demikian pula sebaliknya apabila
pengamat dan sumber bunyi bergerak mendekati satu terhadap
yang lainnya maka pengamat akan menangkap bunyi

frekuensi makin tinggi atau panjang gelombang makin


pendek.
Cahaya juga merupakan gejala gelombang, maka
hukum Doppler juga berlaku untuk cahaya. Namun karena
laju cahaya jauh lebih besar dari pada kecepatan bunyi maka
efek Doppler untuk cahaya dalam kehidupan sehari-hari
hampir tidak teramati. Benda-benda astronomis seperti
bintang, kecepatannya jauh lebih besar dari kecepatan bunyi
sehingga efek perubahan frekuensi atau panjang gelombang
ini secara nyata. Jadi, untuk sumber cahaya yang bergerak
menjauhi ataukah mendekati pengamat, maka spektrum
cahayanya akan mengalami pergeseran yang dinamakan
pergeseran Doppler.

Gambar 5.12a memperlihatkan sebaran spektrum garis


suatu sumber cahaya yang diam terhadap pengamat,
sedangkan 5.12b adalah sebaran spektrum garis suatu sumber
cahaya yang bergerak relatif mendekati pengamat, sehingga
tampak sebaran garis spektrumnya bergeser ke arah daerah
ungu atau daerah panjang gelombang pendek. Gambar 5.12c
memperlihatkan sebaran garis spektrum bila sumber cahaya
itu bergerak relatif menjauhi pengamat sehingga garis-garis
spektrumnya bergeser kearah daerah merah atau daerah
panjang gelombang panjang.

Gambar 5.12 Pergerseran merah dan pergeseran ungu


spektrum
Berdasarkan teori relativitas khusus, maka untuk cahaya
yang sumbernya bergerak relatif sepanjang garis pandang,
perubahan atau pergeseran panjang gelombang atau
pergeseran Doppler perumusannya menjadi:

...(6)
Di mana adalah panjang gelombang yang dipancarkan oleh
sumber, adalah perubahan panjang gelombang yang diukur
pengamat, c adalah laju cahaya, dan v adalah kecepatan relatif
sumber.
Bila gerak sumber relatif terhadap pengamat itu
menjauh, maka harga v positif dan bila gerak mendekat maka
harga v negative. Bila kecepatan relatif sumber terhadap
pengamat sangat kecil dibandingkan dengan laju cahaya
(v<<c), maka persamaan (6) di atas menjadi lebih sederhana,
yaitu:

z=v/c di mana z = /, sehingga


v=
c.z

...(7)
Dengan persamaan (7) kita bisa menghitung kecepatan
sumber relatif terhadap pengamat. Dalam spektrum kontinu,
adanya pergeseran Doppler tidak bisa diukur dengan cermat.

Sedangkan pada spektrum serat, panjang gelombangnya dapat


diukur dengan cermat, dan pergeseran Dopplernya mudah
dideteksi.
Adanya pergeseran Doppler pada spektrum bintang
dapat disimpulkan bahwa bintang tersebut tidak diam, tetapi
bergerak dalam ruang menjauhi ataukah mendekati kita.
Dengan hukum Doppler kita bukan saja dapat mengetahui
gerak bintang kemana tetapi juga bisa diketahui kecepatan
bintang tersebut.
2.8 Gerak dan Kecepatan Bintang
a.
Gerak Sejati (Proper Motions)
Penampakan bintang di bola langit ternyata tidak
betul-betul tetap, tetapi mengalami perubahan posisi yang
biasanya dinyatakan dalam detik busur pertahun. Kecepatan
perubahan posisi bintang di bola langit dinamakan gerak sejati
(proper motions). Umumnya sudut ini terlalu kecil untuk
diukur dalam setahun, maka itu biasanya pengukuran
dilakukan dalam selang waktu 20 sampai 50 tahun.
Bintang yang memiliki gerak sejati yang paling besar
adalah bintang Bernard dengan perubahan arah 10,34 tiap
tahun. Mungkin ini disebabkan karena bintang memiliki
kecepatan relatif (terhadap matahari) yang cukup besar, dan
terutama sekali disebabkan jarak bintang ini yang cukup dekat
hanya 1,8 pc.
Umumnya kecepatan anguler itu berkurang bila jarak
bintang lebih besar. Jadi gerak sejati (proper motions) suatu
bidang bukan hanya menyatakan kecepatan anguler bintang,
tetapi juga arah gerakannya di langit.

Gambar 5.13 AC = Kecepatan radial


AD= kacepatan tangensial

gerak sejati (proper motion)


Kecepatan Radial
Kecepatan bintang dalam ruang tertutup (v) dapat
diuraikan menjadi komponen kecepatan radial (v r) dan
kecepatan tangensial (vT). Kecepatan radial (vr) yaitu
komponen kecepatan dalam arah sepanjang garis pengamat.

Gambar 5.14 Komponen Kecepatan Bintang


Besarnya kecepatan bintang v jarang melebihi 100 km/s.
Kita dapat mengukur Vr dari pergeseran Doppler , spektrum
bintang dengan menggunakan rumus (non relativistik).

Vr = c. /
Bila Vr menandakan gerak resesi atau bintang menjauh
relatif terhadap pengamat, yang ditandai dengan pergeseran
garis spektrum ke arah merah. Bila Vr negatif menandakan
gerak mendekati yang ditandai dengan pergeseran spektrum
ke daerah biru atau ungu (violet).
Kecepatan Tangensial
Kecepatan tangensial adalah komponen kecepatan bintang
dalam arah tegak lurus dengan garis pandang pengamat. Kita
tidak bisa mengukur kecepatan sebenarnya (kecepatan ruang)
bintang itu secara langsung dari pergeseran Doppler
spektrumnya. Tetapi komponen kecepatan tangensialnya (v T)
tidak mungkin bisa diukur secara langsung. Namun untuk
bintang yang dekat kita bisa mengamati kecepatan anguler
yang disebabkan oleh kecepatan tangensialnya (v T) dalam
hubungan
vT =
d

..(8)
di mana gerak sejati bintang dan d adalah jarak bintang.
Jadi agar bisa mengetahui kecepatan tangensial suatu bintang,
kita harus tahu gerak sejati bintang () dan jaraknya d. Suatu
bintang A dilihat dari matahari S pada jarak d dan dalam arah
SA. Selama satu tahun bintang pindah dari A ke B dan muncul
dalam arah SD, dengan sudut (gerak sejati) dari SA. Gerak
radial bintang adalah AC dan gerak tangensialnya adalah AD.
Gerak tangensial AD dapat dipandang sebagai busur
lingkaran dengan jejari d yang berpusat di matahari. Busur
AD adalah bagian dari keliling lingkaran 2d, sehingga bila
gerak sejati itu 3600 maka busur AD = 2d. Gerak sejati ini
dinyatakan dalam detik busur pertahun (/tahun), sehingga
kita akan dapatkan,

(3600 = 1.296.000)

dalam

detik

busur

pertahun: = /th)

Bila d dalam parsec (pc) di mana 1 pc = 3,086 x 10 13 km,


maka
vT =
4,74
d
km/s
(9)
jarak bintang d dapat dicari dari paralaknya (p) yaitu d = 1/p
maka persamaan (9)
menjadi,
vT =
4,74
(/p)
km/s..(10)
Kecepatan Ruang (V)
Bila kecepatan radial vr dan kecepatan tengensial
vT bintang telah diketahui maka kecepatan ruang V bintang,
yaitu kecepatan total bintang terhadap matahari (dalam km/s)
dalam persamaan,
V2 =
vr 2 +
vT2 ...
(11)
Untuk bintang yang dekat dari matahari umumnya
kecepatan ruangnya dalam orde yang sama dengan kecepatan

planet-planet mengitari matahari antara 8 sampai 30 km/s.


Diantara bintang-bintang yang paling terang, bintang Arturus
memiliki kecepatan ruang paling besar yaitu sekitar 135 km/s.
b.
Gerak Matahari
Walaupun kecepatan ruang bintang itu diacu terhadap
matahari namun matahari itu sendiri adalah juga sebuah
bintang dan juga bergerak di antara bintang-bintang tersebut.
Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana gerak matahari itu
sendiri agar dapat mengoreksi kecepatan ruang bintang akibat
gerak matahari ini.
William Herscheel adalah astronom yang pertama kali
mengamati gerak matahari berdasarkan gerak sejati bintang.
Berdasarkan analisisnya terhadap gerak sejati bintang ini,
pada tahun 1783 dia menyimpulkan bahwa matahari kita
bergerak ke arah rasi Hercules. Analisis modern terhadap
gerak sejati dan kecepatan tangensial bintang-bintang di
sekitar matahari menunjukkan bahwa matahari kita ini
bergerak menuju ke arah yang sekarang ditempati oleh
bintang Vega di rasi Lyra dengan kecepatan sekitar 20 km/s.
Arah di langit ke mana matahari bergerak menujunya
dinamakan apex dari gerak matahari, dan arah yang
berlawanan dengan ini disebut antapex.
Matahari mempunyai dua macam gerakan yaitu sebagai
berikut (Wikipedia, 2010).

Rotasi mengelilingi sumbunya, lamanya 25 1/2 hari satu kali


putaran. Gerakan rotasi dapat dibuktikan dengan terlihat nodanoda hitam di bagian inti yang kadang-kadang berada di
sebelah kanan dan kira-kira 2 minggu berada di sebelah kiri.

Bergerak di antara gugusan-gugusan bintang. Selain


berotasi, matahari bergerak diantara gugusan bintang dengan
kecepatan 20 km per detik, pergerakan itu mengelilingi
pusatgalaksi.

2.9 Pergeseran Merah Gravitasi


Sebagai konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein,
cahaya juga mengalami efek gravitasi. Bila cahaya (foton)
bergerak menuju bumi maka frekuensinya akan bertambah
atau panjang gelombangnya bertambah pendek, dan
sebaliknya bila foton bergerak menjauhi bumi maka
frekuensinya akan berkurang atau panjang gelombangnya
bertambah panjang. Secara sederhana hal ini dapat dijelaskan
bahwa suatu foton (cahaya) melepaskan diri dari suatu medan
gravitasi maka foton itu harus melepaskan energi sehingga
foton menjadi kehilangan energi, energinya berkurang atau
sehingga panjang gelombangnya bertambah.
Seperti halnya matahari, bintang adalah benda yang
massanya sangat besar sehingga cahaya yang lewat di
dekatnya atau dipancarkannya akan mengalami efek gravitasi.
Misalnya, sebuah bintang dengan massa M dan jejari R
memancarkan foton dengan panjang gelombang
suatu
foton juga memiliki massa m =

, sehingga dipermukaan

bintang juga memiliki energi potensial V.

Gambar 1. Pergeseran merah


gravitasi

Energi foton: h = mc2


= mc2
Energi potensial foton di permukaan bintang:
Massa foton m =
V =
=
Energi total foton:

E=

+V

E=
=

E=
(12)
Keterangan:
E
= energi total foton
h
= konstanta Planck (h = 6,626 x 10-34 J.s)
c
= kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x
8
10 m/s)


= panjang gelombang foton
G
= konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M
= massa bintang
R
= jari-jari bintang
Pada jarak yang sangat jauh dari bintang, misalnya di bumi,
maka foton berada di luar medan gravitasi bintang, namun
demikian energinya tetap sama. Energi foton sekarang
sepenuhnya merupakan energi elektromagnetik. Bila panjang
gelombang yang tiba di bumi itu adalah
maka energi
foton,
E = h =
.............................................(13)
Keterangan:
E
= energi yang dipancarkan ke bumi
h
= konstanta Planck (h = 6,626 x 10-34 J.s)

= frekuensi foton yang tiba di bumi

= panjang gelombang foton yang dipancarkan bintang


c
= kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x
108 m/s)

= panjang gelombang foton yang tiba di bumi


Dalam hal ini, energi potensial foton dalam medan gravitasi
bumi dapat diabaikan dibandingkan dengan energi
potensialnya medan gravitasi bintang. Selanjutnya dari
persamaan (5.38) dan (5.39) didapatkan

atau

..(14)
Keterangan:
z
= pergeseran merah gravitasi
G
= konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M
= massa bintang
c
= kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x
8
10 m/s)
R
= jari-jari bintang
Perubahan
panjang
gelombang
ini
dinamakan
pergeseran merah gravitasi. Kebanyakan bintang termasuk
matahari, perbandingan M/R harganya terlalu kecil (dalam
orde 1021), sehingga pergeseran merah gravitasinya sangat
kecil (z 10-7) dibandingkan dengan pergeseran galaksi yang
teramati (z 0,1). Oleh karena itu Einstein menyarankan
menggunakan spektrum bintang katai putih karena bintang ini
sangat mampat dan ukurannya yang kecil, sehingga medan
gravitasi di permukaan bintang yang sangat kuat, dengan
demikian akan didapat pergeseran berada dalam batas
pengamatan (bisa teramati). Umumnya katai putih besarnya
sekitar sebesar bumi dan massa matahari sehingga didapat z
10-4.
Dengan menganalisis pergeseran merah gravitasi suatu
bintang dan dengan menggunakan persamaan (14) dan (13)
dalam menentukkan jejari bintang, kita dapat mencari massa
bintang. Popper adalah merupakan orang yang pertama

mengukur pergeseran merah gravitasi bintang katai putih


dalam tahun 1954 dari pasangan bintang 40 Eridani.
Masalah yang menarik perhatian adalah apa yang akan
terjadi apabila suatu bintang yang kerapatannya begitu besar
sehingga GM/c2R 1 atau z 1. Dalam hal ini dari
persamaan (14) kita lihat bahwa
akan menjadi tak
berhingga ( = ). Jadi, pegeseran merah gravitasi ini telah
merentang panjang gelombang foton menjadi tak berhingga.
Ini berarti tidak ada radiasi yang dapat lepas dari bintang ini
karena untuk bisa lepas diperlukan energi yang lebih besar
dari energinya semula. Bintang semacam ini tidak dapat
memancarkan radiasi sehingga tidak tampak, dan merupakan
lubang hitam dalam ruang. Oleh karena itu, obyek seperti ini
dinamakan black hole atau lubang hitam, namun ada pula
yang memberi sebutan bintang hantu.
Suatu bintang akan dapat menjadi lubang hitam harus
memenuhi kriteria paling tidak
dari persyaratan
ini kita akan dapatkan

..(15)
Keterangan:
Rs
= jejari Schwarzchild
G
= konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M
= massa bintang
c
= kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x
108 m/s)
Rs ini dinamakan jejari Schwarzchild. Suatu benda akan
menjadi lubang hitam bila seluruh massa benda berada di
sebelah dalam bola dengan jejari Rs tersebut.
Selanjutnya dari persamaan (15) kita akan dapatkan

....(16)
Dari persamaan (4.42) kita telah tahu bahwa,
adalah merupakan kecepatan lepas dari benda tersebut. Dari
kedua persamaan (4.42) dan (16) ini dapat disimpulkan bahwa
kecepatan lepas dari suatu benda dengan jejari R s sama
dengan laju cahaya. Suatu lubang hitam jejarinya R <
Rs sehingga ini berarti kecepatan lepas dari lubang hitam akan
lebih besar dari laju cahaya atau v e > c. Dengan demikian
cahaya sekalipun tidak bisa lepas dari lubang hitam.
Menurut teori relativitas Einstein, tidak ada kecepatan
yang melebihi laju cahaya, dan ini berarti tidak ada
sesuatupun yang bisa lepas dari lubang hitam tersebut. Salah
satu obyek yang oleh para astronom diyakini sebagai lubang
hitam adalah pasangan yang tak tampak dariCygnus X1 dengan massa sekitar 10 kali massa matahari dan dengan
jejari sekitar 10 km.

Anda mungkin juga menyukai