Anda di halaman 1dari 131

BUKU PANDUAN

KULIAH KERJA LAPANGAN 2


TEMA :
PENGUKURAN PROSES HASIL PROSES GEOSFER
DAN ANALISIS GEOSPASIAL

OLEH : TIM PEMBIMBING

JURUSAN SAINS INFORMASI GEOGRAFI DAN


PENGEMBANGAN WILAYAH

FAKULTAS GEOGRAFI UGM


2015

TIM PEMBIMBING
KULIAH KERJA LAPANGAN 2 TAHUN 2015
JURUSAN SAINS INFORMASI GEOGRAFI DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH

1. Nur Mohammad Farda, S.Si., M.Cs.

(Koordinator)

2. Dodi Widiyanto S.Si., MRegDev.

(Wakil Koordinator)

3. Totok Wahyu Wibowo, S.Si., M.Si.

(Sekretaris I dan Sie Data Spasial)

4. Muhammad Isnaini Sadali, S.Si., M.Sc.

(Sekretaris II)

5. Surani Hasanati, S.Si., M.Sc.

(Bendahara I dan Sie Data Sosek)

6. Ari Cahyono, S.Si.

(Bendahara II dan Sie Data Spasial)

7. Ibnu Kadyarsi, Drs.


8. R. Suharyadi, Dr., M.Sc.
9. Nurul Khakhim, Dr., M.Si.
10. Taufik Hery Purwanto, S.Si., M.Si.
11. Barandi Sapta Widartono, S.Si., M.Si.
12. Su Ritohardoyo, Prof., Dr., M.A.
13. Lutfi Mutaali, Dr., M.T.
14. Joni Purwo Handoyo, S.Si., M.Sc.
15. Dyah Widiyastuti, Dr., S.T., M.Sc.

KATA PENGANTAR

Buku panduan ini dibuat sebagai panduan mahasiswa peserta Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) II Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pengembangan Wilayah
dalam mengikuti kegiatan tersebut. KKL ini bertujuan memberikan pemahaman yang
benar dan utuh (menyeluruh) terhadap bentuk interaksi antara konsep teori dan
ketrampilan aplikasi di lapangan terutama dalam mentranslasikan pengamatanpengamatan (pengukuran) ke dalam data yang dimengerti dan dibutuhkan
(berguna).
Pada buku panduan ini berisi dari 4 bab yang tediri dari: pendahuluan,
identifikasi potensi sumberdaya wilayah, pengukuran proses dan hasil proses
geosfer, dan panduan survey lapangan.
Buku panduan ini dibuat berdasarkan buku panduan kuliah kerja lapangan 2
sebelumnya, namun masih sangat banyak ditemui kekurangan, sehingga sangat
diharapkan masukan dari pembaca demi kesempurnaan buku panduan ini.

Yogyakarta, Februari 2015

(Tim Pembimbing)

DAFTAR ISI

JUDUL%%....................................................................................................................%i%
TIM%PEMBIMBING%%.................................................................................................%ii%
KATA%PENGANTAR%%...............................................................................................%iii%
DAFTAR%ISI%%............................................................................................................%iv%
BAB%I%PENDAHULUAN%.............................................................................................%1%
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2. Permasalahan ....................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................... 5
1.4. Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan 2 ............................................................. 5
1.5. Proses Pelaksanaan dan Metode Belajar - Mengajar ......................................... 10
1.6. Tugas dan Kewajiban Mahasiswa ...................................................................... 15

BAB%II%IDENTIFIKASI%POTENSI%SUMBERDAYA%WILAYAH%.........................................%18%
2.1. Potensi Sumberdaya Wilayah ............................................................................. 18
2.2. Pengertian Wilayah dan Pewilayahan ................................................................ 19
2.3. Teknik Identifikasi Sumberdaya Wilayah ............................................................ 21
2.4. Identifikasi Hirarki Pusat Pelayanan ................................................................... 29
2.5. Penaksiran Secara Cepat (RRA: Rapid Rural Appraisal) ................................... 32
2.6. Pengantar Perencanaan Pengembangan Wilayah ............................................. 36

BAB%III%PENGUKURAN%PROSES%DAN%HASIL%PROSES%GEOSFER%................................%40%
3.1. Pengukuran Terestrial (Ukuran Tanah) untuk Pembuatan Profil dan Kontur ..... 40
3.2. Revisi Peta .......................................................................................................... 53
3.3. Peta Jaringan Jalan ............................................................................................ 63
3.4. Peta Karakteristik Permukiman ........................................................................... 66
3.5. Peta Perubahan Bentuk Penggunaan Lahan ..................................................... 70
3.6. Estimasi Koefisien Aliran Permukaan dan Prediksi Debit Banjir ......................... 75
3.7. Pemetaan Data Sosial dan Ekonomi .................................................................. 88

BAB%IV%PANDUAN%SURVEI%LAPANGAN%..................................................................%94%
4.1. Survei Cepat Terintegrasi ................................................................................... 94
4.2. Transek pada Skala Kecil (Kabupaten/Kota) .................................................... 112
4.3. Transek pada Skala Besar (Kecamatan/Desa) ................................................. 116
4.4. Panduan Penyusunan Kuesener ...................................................................... 118

DAFTAR%PUSTAKA%...............................................................................................%120%
LAMPIRAN%............................................................................................................%L1%

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki dua jurusan, yaitu
jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan (GIL), dan jurusan Sains Informasi Geografi dan
Pembangunan Wilayah (SIGPW). Jurusan SIG-PW mengelola dua program studi, yakni
program studi Kartografi dan Penginderaan Jauh (KPJ) dan program studi Pengembangan
Wilayah (PW). Sistem belajar mengajar di jurusan SIGPW, pada dasarnya sama dengan
sistem yang berlaku di Fakultas Geografi UGM, bertujuan membentuk sarjana geografi
yang memiliki kecerdasan, ketrampilan dan pengetahuan geografi serta mampu
menerapkan konsep geografi untuk pengembangan ilmu dan pembangunan. Jurusan
Sains Informasi Geografi dan Pengembangan Wilayah sebagai salah satu Jurusan di
Fakultas Geografi UGM, berorientasi membentuk seorang yang handal dan profesional di
bidangnya yang memiliki kecerdasan teori, keterampilan aplikasi, wacana yang luas serta
rasa tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi, yang mampu menerapkan konsep dan
keterampilan aplikasi khususnya di bidang Sains Informasi Geografi dan Pengembangan
Wilayah serta Geografi secara umum. Harapannya, dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan berperan dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat agar
benar-benar mampu mengelola potensi sumberdaya daerah bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat.
Untuk menunjang sistem belajar mengajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk
mengikuti salah satu kegiatan, yakni

Kuliah Kerja Lapangan (KKL).

KKL di Fakultas

Geografi terdiri dari tiga tahap, KKL I, KKL II, dan KKL III. Pada kesempatan ini
dilaksanakan KKL II, diharapkan selain pembelajaran pengembangan ilmu dan
pengetahuan, juga dapat melatih mahasiswa untuk lebih sensitif dalam memahami
fenomena fisik dan sosial ekonomik wilayah, dan teknik penyajian secara spasial
(pemetaan) menggunakan citra penginderaan jauh dan SIG. KKL II Jurusan SIGPW
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada merupakan mata kuliah wajib (bobot 4 SKS).
KKL II merupakan bentuk kerja lapangan integratif yang melibatkan dua program studi
pada jurusan ini. Hasil KKL II diharapkan dapat memberikan bentuk laporan hasil
penelitian SIGPW yang sesungguhnya (utuh dan menyeluruh), yakni hasil kajian dan
analisis persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan pendekatan yang
komprehensif, yang meliputi pendekatan spasial, ekologi, dan kompleks wilayah.
Secara topikal KKL II mengambil tema "Pengukuran Proses Hasil Proses
Geosfer dan Analisis Studio Geospasial". Alasan objektif sebagai dasar pemilihan tema
KKL II SIGPW UGM 2015

I-

tersebut, adalah bahwa identifikasi, pengukuran, dan penyajian hasil proses fisik dan
sosial-ekonomik serta identikasi sumberdaya wilayah, merupakan salah satu dasar bagi
perencanaan dan pengelolaan wilayah, yang menjadi salah satu kepedulian atau concern
penting disiplin ilmu geografi secara umum, dan secara khusus Ilmu Wilayah dan
Penginderaan Jauh dan teknik SIG. Sebagai disiplin ilmu yang berorientasi pada masalah
(problem oriented), maka pemahaman yang benar dan utuh (menyeluruh) terhadap bentuk
interaksi antara komponen fisik dan sosial ekonomik sebagai wujud kompleksitas wilayah,
merupakan dasar untuk menyusun suatu solusi. Oleh karena itu, pendalaman secara
praktis di lapangan merupakan suatu kewajiban yang harus ditempuh, sebagai bagian dari
keutuhan konsep geografi, baik untuk tujuan akademik (pengembangan ilmu) maupun
tujuan praktis (aplikasi pembangunan).
Pertimbangan tersebut di atas melandasi arah pelaksanaan KKL II lebih fokus
pada identifikasi, pengukuran, dan penyajian hasil proses fisik dan sosial-ekonomik serta
identikasi sumberdaya wilayah, merupakan dasar bagi perencanaan dan pengelolaan
wilayah. Pendekatan utama geografi adalah aspek keruangan (spatial approach), oleh
karena itu mahasiswa di samping dapat mengidentifikasi dan mengukur hasil proses
tersebut, diharapkan pula mahasiswa dapat mengidentifikasi varisasi sifat dan karakteristik
spatial dari objek yang dikaji, sebagai salah satu bagian pendekatan dan ruang lingkup
kajian untuk setiap bidang geografi (Gambar 1.). Gambar dan uraian tersebut
menunjukkan posisi penting dan strategis KKL II Jurusan SIGPW dam Ilmu Geografi
UGM, baik dalam tatanan akademik maupun pembangunan. Akses tujuan pendidikan
secara akademik diharapkan dapat tercapai, dan secara praktis sangat bermanfaat bagi
mahasiswa dalam memahami proses pembangunan, khususnya dalam mendasari teknik
sajian dan analisis pengembangan wilayah.
1.2. PERMASALAHAN
Pembangunan ekonomi daerah dalam era otonomi menghadapi berbagai
tantangan, baik tantangan internal maupun eksternal, yang menuntut adanya pemahaman
yang lengkap terhadap seluruh tantangan dan masalah, kesiapan dalam perencanaan dan
pengelolaan pembangunannya. Masalah internal yang masih dihadapi adalah adanya
kesenjangan antar kawasan dan kemiskinan, yang merupakan masalah belum teratasi
dan bahkan semakin meluas. Upaya pembangunan yang masih sangat kuat berorientasi
sektoral dan kurang memperhatikan karakteristik dan kondisi dari sumber daya suatu
wilayah, serta semakin terbatasnya sumber-sumber daya pembangunan, semakin
memperburuk kesenjangan dan kemiskinan dalam wilayah. Dalam kondisi seperti ini,

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

GEOSFER
Region
Lingkungan Alami

Lingkungan Budaya

Sumberdaya Alam (Biofisik)

Sumberdaya Manusia
(1)

Lingkungan Binaan
Bentuk Interaksi (Pemanfaatan dan Sumberdaya Ruang)

Analisis Ekologi
Geografi Fisik

Geografi Manusia

Identifikasi Proses dan


Pengukuran Fisik

Identifikasi Proses dan


Pengukuran Sosial-Ekonomi

Analoisis Kompleks Wilayah


Geografi Regional
Pembangunan Wilayah

(2)

Identifikasi Sumberdaya dan Struktur Ruang

Analisis Spasial
Kartografi dan Penginderaan Jauh

Representasi Data dan Informasi dari Proses Penukuran Fisik, SosialEkonomi, Sumberdaya Wilayah, Struktur Ruang
Keterangan
(1) Objek Material Kuliah Kerja Lapangan II
(2) Objek Formal (pendekatan) dan Lingkup Kajian

Gambar 1.
Identifikasi, Pengukuran, dan Penyajian Proses Fisik dan
Sosial Ekonomik serta Potensi Sumberdaya Wilayah
KKL II SIGPW UGM 2015

I-

maka pengenalan yang lebih mendalam tentang potensi wilayah dan karakteristiknya
menjadi pendekatan, yang perlu dilakukan di semua aspek pembangunan di daerah.
Masalah eksternal, antara lain perubahan yang cepat juga terjadi pada lingkungan, baik
dalam skala global, nasional, regional maupun lokal, yang mengharuskan daerah-daerah
(Kabupaten dan Kota) untuk mempersiapkan diri. Hanya wilayah yang mampu
menawarkan produk unggulan bermutu dan pelayanan prima yang didukung

oleh

kemampuan sumber daya manusia, riset, teknologi, dan informasi, serta kemampuan
dan keunggulan pemasaran, yang akan dapat bersaing dalam kompetisi, baik pada tingkat
lokal, regional, nasional maupun global. Implikasinya, Kabupaten dan Kota harus
mempercepat pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan
kawasan dan produk andalannya.
Pengembangan wilayah berdasar pengembangan kawasan dan produk andalan
membutuhkan dukungan data, informasi dan perencanaan yang mantap. Oleh karena itu
pada langkah awalnya, diperlukan penyusunan profil kawasan potensial Kabupaten dan
Kota. Profil tersebut dapat dijadikan dasar bagi pengelolaan jalannya pembangunan
ekonomi daerah yang efektif dan efisien, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin
potensi wilayah, termasuk sumber daya alam dan sumber daya manusia, sehingga
menjadi kekuatan pendorong utama dalam melaksanakan pembangunan daerah, dan
pelayanan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Kawasan potensial yang dimaksud dalam kegiatan ini mengacu kepada konsep
strategis, yang digunakan dalam terminologi penataan ruang (UU Nomor 26 Tahun 2007).
Kawasan potensial adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten dan atau kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan atau lingkungan. Dalam konteks wilayah sebagai kawasan
ekonomi, maka kawasan tersebut dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan antar
daerah melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai motor
penggerak pengembangan wilayah, sehingga mampu menjadi pusat pertumbuhan dan
pendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan di sekitarnya.
Teknik analisis geosains untuk pengembangan kawasan, dalam KKL II ini lebih
menekankan pada pembelajaran lewat praktik pengukuran dan identifikasi kawasankawasan potensial di Kabupaten/Kota. Profi kawasan-kawasan yang teridentifikasi
tersebut akan disusun, meliputi profil karaktersitik lingkungan dasar, profil sumberdaya
alam, profil sumberdaya manusia, profil karakteristik rumah tangga, dan profil
pengembangan.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

1.3. TUJUAN
Rencana pengembangan wilayah (khususnya kawasan potensial) secara teoritis
berbasis sistem informasi geografis sangat penting, dan sejalan dengan tujuan pendidikan
Jurusan Sains Informasi dan Pengembangan Wilayah (SIGPW), Fakultas Geografi UGM.
Hal ini mengingat permasalahan wilayah yang terus meningkat dan memerlukan langkahlangkah antisipatif, serta dukungan informasi spasial. Oleh karena itu pemahaman teoritis
dan praktek penyusunan profil kawasan potensial berbasis sistem informasi geografis
dipandang strategis untuk dipraktekkan. Studi 2 KKL SIGPW ini bertujuan untuk melatih
mahasiswa agar mampu dan dapat:
1) mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di perkuliahan tentang sains informasi dan
pengembangan wilayah untuk tujuan operasional (praktis);
2) memahami

fenomena-fenomena

geografis

dan

selanjutnya

dapat

melakukan

perekaman dan pengukuran atau akusisi data dari fenomena-fenomena geografis


tersebut untuk membangun basis data spasial suatu wilayah;
3) menemukenali komponen-komponen wilayah dan kawasan, sebagai dasar bagi
penyusunan profil kawasan potensil;
4) menyusun beragam informasi spasial kawasan potensial dalam berbagai macam
bentuk peta (peta dasar maupun peta tematik);
5) mendalami dan menganalisa potensi dan permasalahan kawasan pada berbagai
macam tipe kawasan potensial;
6) menyusun profil kawasan potensial berbasis informasi spasial secara komprehensif.

1.4. RUANG LINGKUP KULIAH KERJA LAPANGAN


1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah
Aspek analisis spasial dan aspek kompleksitas wilayah (regional complexity),
merupakan pusat perhatian pengkajian dalam kegiatan KKL II. Dengan analisis kompleks
wilayah dapat digunakan unit kajian (analisis) berupa wilayah fisiografis dan atau
administrasi (Kecamatan). Untuk studi kasus (detail), khususnya pengukuran hasil proses
fisik dan sosial-ekonomi, dilakukan dengan mengambil sampel area dan titik pada
beberapa kawasan yang mempunyai karakteristik (fisiografi dan sosial ekonomi) berbeda.
Unsur-unsur kawasan yang mendukung analisis mencakup baik aspek fisik, demografis,
sosial dan ekonomi.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

Kabupaten/Kota yang dipilih sebagai daerah penelitian KKL II diharapkan memiliki


karakteristik wilayah fisik dan sosial ekonomi yang relatif kompleks dan heterogen. Dari
segi fisik wilayah misalnya, bentang lahan daerah ini bervariasi, dari dari segi sosialekonomi wilayah kehidupan sosial ekonomi penduduk dan corak perekonomian daerah
beraneka ragam. Kondisi wilayah semacam ini merupakan objek yang menarik untuk
mempraktikan identifikasi, pengukuran proses fisik dan sosial ekonomi, hingga akhirnya
dapat diidentifikasi dan disajikan karakteristik tipologi wilayah potensi sumberdaya.
1.4.2. Ruang Lingkup Kajian
a. Aspek Wilayah Secara Umum
Lingkup kajian KKL II, dengan tema "Pengukuran Proses Hasil Proses dan
Analisis Studio Geospasial, meliputi: (1) Pengukuran proses dan hasil proses fisik; (2)
Pengukuran hasil proses fisik dan sosial-ekonomi; (3) Identifikasi potensi sumberdaya
wilayah dan struktur ruang; (4) Representasi Informasi dan pemetaan hasil pengukuran
proses fisik dan sosial ekonomi serta sumberdaya wilayah; (5) Analisis komprehensif,
integrasi hasil pengukuran proses fisik dan sosial ekonomi wilayah. Sebagaimana yang
tersebut dalam lingkup kajian, dalam studio analisis geospasial untuk KKL SIGPW,
pelaksanaannya dilakukan dengan pendekatan kawasan dengan menggunakan gabungan
teknik analisis data sekunder, analisis spasial, dan metode survey.
Jenis data dan informasi yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data
primer. Data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi yang berkaitan dengan
studi, terutama Kantor Statistik dan Pemerintah Daerah (BAPPEDA). Data yang
dikumpulkan meliputi citra penginderaan jauh, peta-peta, dan informasi lain yang berkaitan
dengan aspek fisik, sosial-ekonomi, struktur ruang, dan kebijaksanaan pembangunan.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan interpretasi citra, peta, data sekunder di
studio (laboratorium), dan uji lapangan terhadap aspek pengukuran proses fisik dan sosial
ekonomi, dengan teknik observasi, teknik wawancara berdasar panduan daftar pertanyaan
dan teknik RRA (Rapid Rural Appraisal), terutama

untuk menggali informasi yang

berkaitan dengan aspek sosial ekonomi masyarakat. Di samping itu, juga dilakukan
wawancara dengan pejabat dari berbagai instansi yang terkait dengan objek penelitian.
Berdasarkan ruang lingkup kajian dan tipe data yang dikumpulkan, maka perincian
terhadap jenis data, variabel (dan parameter/indikator) fisik, sosial ekonomi, dan
sumberdaya wilayah, ditampilkan dalam Tabel 1.2; 1.3 ; dan 1.4. berikut.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

RUANG LINGKUP, INDIKATOR, DAN VARIABEL KKL II


Tabel 1.2. Pengukuran Hasil Proses Fisik 1)
No.
1.

Lingkup Pengukuran
Kesuburan Tanah

2.

Deskripsi Batuan

3.

Deskripsi Bentuk Lahan

4.

Pengukuran Proses/ Hasil


Proses Geomorfologi
Pengumpulan/ Pengukuran
Data Hidrologi

5.

Variabel Pengukuran
Ketebalan tanah, Tekstur, Struktur, Reaksi
dengan HCl, Warna, Reaksi tanah (pH),
Reaksi dengan H2O2, 3%/10%,
Konsistensi Tanah
Tekstur / struktur, Volume/sikap perlapisan,
Komposisi mineral, Warna,Tingkat pelapukan
Pengukuran lereng, Pengukuran struktur,
Identifikasi proses geomorfologi
Pengukuran erosi, Pengukuran Gelombang
Morfometri beting pantai
Pengukuran debit, Pengukuran kedalaman
airtanah, Pengukuran EC air tanah, Deskripsi
data Hidrologi, Kelembaban Udara, Kecepatan
Angin

Tabel 1.3. Pengukuran Proses Sosial Ekonomi 2)

1
2

No.
1.

Lingkup Pengukuran
Demografi (proses dan struktur)

Variabel Pengukuran
Kelahiran
Kematian
Migrasi
Struktur dan komposisi penduduk
Komposisi rumah tangga

2.

Ekonomi dan Ketenagakerjaan

3.

Permukiman

4.

Kesehatan

5.

Sosial

Struktur pekerjaan
Pemanfaatan
Kualitas perumahan
Kualitas lingkungan
Kematian
Kualitas Pelayanan kesehatan
Pendidikan
Jaringan Sosial

Metode pengukuran dan teknik analisa aspek fisik, disajikan pada Bab II Buku Panduan KKL II SIG-PW Fak.Geografi
UGM 2010.
Metode pengukuran dan teknik analisa Sosial Ekonomi,disajikan pada Buku Panduan KKL II SIG-PW Fak.Geografi
UGM 2010. Basis analisa adalah data primer dengan kuesioner, unit rumah tangga.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

Tabel 1.4. Pengukuran Tipologi Wilayah


No.
1.

Lingkup Pengukuran
Potensi Pertanian

2.

Potensi Non Pertanian

3.

Sumberdaya Manusia

4.

Infrastruktur dan Jasa

5.

Kelembagaan dan Investasi

Variabel Pengukuran
Pertanian tanaman pangan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Industri
Perdagangan
Pertambangan
Jasa
Pendidikan
Kesehatan
Ketenagakerjaan
Kesejahteraan
Pendidikan Kesehatan Perumahan Ekonomi Umum
(listrik, Air Bersih, Transportasi)
Kelembagaan (Sosial, Ekonomi, dan
Pemerintahan),Partisipasi (Swadaya),Dana
Pembangunan (investasi)

b. Aspek Kawasan Secara Khusus


Lingkup kajian Penyusunan Profil Kawasan Potensial Kabupaten mendasarkan
pada pendekatan spasial, terdiri dari tiga bagian utama yaitu:

(1) Akusisi Data untuk Membangun basisdata spasial


Fenomena-fenomena geografis dan permasalahan-permasalahan di lapangan disadap
dengan perekaman/ pengukuran atau akusisi data secara spasial. Metode yang
digunakan adalah dengan penggunaan data penginderaan jauh (citra resolusi spasial
tinggi/Ikonos res = 1 m dan citra penginderaan jauh resolusi sedang res = 30 m), peta,
dan pengukuran langsung lapangan dengan alat ukur tanah (total station, theodolit)
untuk membangun basisdata spasial suatu wilayah. Hasil akuisi data juga akan
dimanfaatkan untuk revisi Peta RBI Bakosurtanal, sehingga akan diperoleh Peta RBI
tahun terbaru yaitu 2010.
(2) Penyusunan Atlas Kawasan Potensial
Penyusunan profil kawasan potensial didahului dengan mengidentifikasi komponenkomponen kawasan, yang meliputi komponen fisik, sosial, ekonomi, infrastruktur dan
kelembagaan. Selanjutnya seluruh komponen tersebut disajikan secara spasial
dengan menyusun atlas kawasan. Sesuai dengan lokus penelitian, bentuk atlas terdiri
dari dua tingkatan, yaitu informasi spasial pada tingkat regional (ATLAS UMUM
Kabupaten/Kota), dan informasi spasial pada tingkat lokal (ATLAS KAWASAN
POTENSIAL), yang terbagi dalam beberapa topik kawasan potensial. Secara teknis,

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

dua atlas tersebut dijadikan sebagai dasar untuk pengenalan potensi dan
per,masalahan kawasan serta penyusunan profil kawasan. Metode yang digunakan
adalah penyusunan peta (analisis spasial) berdasarkan data sekunder.
(3)

Pengenalan Potensi dan Permasalahan Kawasan


Tahapan lanjut dari proses penyusunan profil kawasan potensial (setelah pnyusunan
atlas) adalah mendalamai karakteristik kawasan sehingga dapat dihasilkan atau
dikenali potensi dan permasalahan kawasan, khususnya yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Metode yang digunakan adalah
metode survei, dengan observasi mendalam di masing-masing kawasan.

(4)

Profil Kawasan Potensial


Berdasarkan dua kegiatan sebelumnya, Atlas Kawasan Potensial dan Hasil deskripsi
potensi dan permasalahan Kawasan potensial, dilakukan penyusunan Profil kawasan
dengan mengambil masing-masing kawasan potensial. Profil yang dihasilkan
diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi yang lengkap bagi
perumusan kebijakan pengembangan kawasan. Dalam dukomen akhir juga disajikan
profil kawasan menurut komponen, yaitu komponen lingkungan fisik, sosial, ekonomi,
infrastruktur, dan kelembagaan. Metode yang digunakan adalah hasil gabungan
analisis spasial, analisis data sekunder, dan metode survey.

Tabel 1.5. Representasi Data dan Informasi Pengukuran Proses dan Hasil Proses3)

3)

No.
1.
2.
3.

Lingkup Pengukuran
Penyiapan Peta Dasar
Pembuatan Peta Administrasi
Pembuatan Peta Tematik

4.
5.

Analisis Peta Topografi


Interpretasi Data PJ

Variabel Pengukuran
Peta Dasar Skala 1 : 25.000
Peta dengan Batas Adminstrasi yang ditentukan
Peta Fisik tertentu
Peta Sosial Ekonomi
Peta Tipologi Wilayah
Peta Lereng
Peta morfologi (tentatif)
Peta Penggunaan lahan (tentatif)
Peta Morfometri DAS (Sub DAS, Pola Aliran, Gradien
Sungai)

Metode pengukuran dan teknik analisanya disajikan pada Buku Panduan KKL II SIG-PW Fak.Geografi UGM 2010.
Proses pembuatan peta tematik (peta output) dam peta input berkaitan dengan kerja PW. Basis analisa menyesuaikan.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

1.5. PROSES PELAKSANAAN DAN METODE BELAJAR - MENGAJAR


1.5.1. Proses Pelaksanaan
Proses pelaksanaan KKL II secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu
(1) tahap pra-lapangan, (2) tahap kerja lapangan, (3) tahap pasca-lapangan. Rincian
masing-masing kegiatan pada setiap tahap tersebut diuraikan sebagai berikut.
(1) Tahap pra - lapangan
Tahap ini merupakan tahap persiapan sebelum mahasiswa berangkat ke lapangan.
Mahasiswa harus mempelajari buku panduan, setelah itu mahasiswa menerima
pembekalan atau penjelasan ilmiah (kelas) tentang objek proses pengukuran fisik dan
sosial ekonomi dan metode pengukuran yang digunakan. Pada pembekalan kelas ini
juga dilangsungkan diskusi dan tugas-tugas awal, khususnya yang berkenaan dengan
peta dan data sekunder. Pada akhir tahap ini akan diadakan test yang wajib diikuti
oleh seluruh mahasiswa peserta KKL terutama untuk mengetahui kemampuan belajar
dari mempelajari buku panduan dan penjelasan serta tugas dalam kelas.
(2) Tahap lapangan
Pada tahap lapangan

mahasiswa melakukan praktek langsung pengukuran di

lapangan dengan menerapkan indikator-indikator, teknik dan metode pengukuran


proses fisik dan sosial ekonomi. Kerja lapangan dilakukan sesuai dengan lingkup
kajian, sehingga mahasiswa dapat memahami dan mampu mendiskripsikan proses
fisik dan sosial ekonomi. Pada tahap ini dilakukan diskusi intensif dengan dosen
pembimbing, terutama untuk membahas keterkaitan antara aspek teoritik dan empirik,
beserta potensi dan kendala pelaksanaan. Sebagai hasil sintesa, pada akhir tahap ini
mahasiswa diwajibkan membuat laporan lapangan sementara dan mengikuti test
akhir.
(3) Tahap pasca lapangan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses pelaksanaan KKL.
Mahasiswa memperbaiki laporan sementara dan menyusun laporan akhir. Untuk
penyempurnaan laporan akhir dengan hasil yang jelas dan integratif, mahasiswa
diharapkan selalu berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan di akhir KKL ini akan
diadakan acara presentasi hasil KKL yang akan diselenggarakan secara terbuka.
Menutup rangkaian proses pelaksanaan KKL akan diadakan evaluasi (penilaian).
Alokasi waktu disesuaikan dengan beban dan jenis kegiatan.
1.5.2. Metode Belajar-Mengajar
Dengan mendasarkan pada bekal pengetahuan yang telah dimiliki oleh mahasiswa
dan materi awal yang telah diperoleh dalam perkuliahan, maka materi yang disampaikan
dalam KKL II dapat berupa pendalaman dan pemberian materi baru yang belum pernah
diterima. Metode belajar mengajar yang ditempuh dalam KKL II terdiri dari (1) materi kelas
KKL II SIGPW UGM 2015

I-

10

(penjelasan/perkuliahan yang lebih bersifat coaching), (2) observasi atau pengukuran


proses fisik dan sosial ekonomi di lapangan (out door activity), (3) diskusi atau seminar
hasil KKL dan (4) Ujian (test). Mahasiswa diharapkan menjadi pelaku aktif "Cara Belajar
Mahasiswa Aktif (CBMA)" baik dalam diskusi, pengukuran, maupun pembuatan laporan.
Sesuai tujuan dan ruang lingkup substansi, secara umum materi KKL II terdiri dari :
1. Pengenalan indikator dan variabel proses dan pengukuran fisik, dan sosial ekonomi.
2. Prinsip-prinsip metode / analisis proses dan pengukuran fisik, dan sosial ekonomi.
3. Representasi data dan informasi proses dan pengukuran fisik dan sosial ekonomi, baik
dalam bentuk peta maupun non peta.
4. Klasifikasi hasil pengukuran dan proses fisik dan sosial ekonomi.
5. Analisis komprehensif, struktur keruangan dari pengukuran dan proses fisik dan sosial
ekonomi.
Materi-materi tersebut disampaikan dalam pembekalan kelas dan diterapkan atau
didiskusikan pula dilapangan. Diskusi di lapangan juga membahas bukan saja hasil-hasil
yang diperoleh selama pembekalan, tetapi berbagai contoh masalah yang dihadapi dalam
penelitian juga ditunjukkan.
1.5.3. Evaluasi (Penilaian)
Penilaian terhadap mahasiswa dalam KKL dilaksanakan secara objektif, dengan
berpedoman pada (1) Hasil test awal dan test akhir, (2) absensi kegiatan selama
pelaksanaan (keaktifan, kedisiplinan, kerjasama, hasil sementara lapangan, aktivitas
dalam diskusi ilmiah), (3) laporan dan presentasi akhir. Rangking nilai berkisar dari nilai A
(terbaik) sampai E (terjelek), dimana nilai E dianggap tidak lulus, yang berarti harus
mengulangi praktek lapangan bagi mahasiswa yang tidak lulus.
1.5.4. Metode Penelitian
a. Penentuan Daerah Penelitian
Dalam kegiatan KKL SIGPW, studio2 analisis geo spasial ini aspek kompleksitas
wilayah (regional complexity) dan permasalahan lingkungan merupakan pusat perhatian
pengkajian. Kawasan digunakan sebagai dasar pemilihan lokasi, karena masing-masing
kawasan memiliki karakter yang khas dan tentu saja memiliki rona lingkungan dan
permasalahan yang berbeda-beda, sehingga memerlukan penanganan atau pengelolaan
yang spesifik.
Daerah Penelitian memiliki karakteristik fisik dan sosial ekonomi yang relatif
kompleks dan heterogen baik dari segi fisi maupun dari segi sosial-ekonominya. Kondisi

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

11

wilayah semacam ini merupakan obyek yang menarik bagi pengenalan dan pemahaman
potensi dan permasalahan kawasan yang beraneka ragam.
b. Teknik Analisis
Secara umum, metode yang digunakan dalam KKL SIG PW adalah gabungan
analisis spasial, analisis data sekunder, dan metode survey. Dengan metode tersebut
mahasiswa diharapkan mampu menyusun peta dan informasi (ATLAS) potensi dan
permasalahan kawasan dalam bentuk Profil Kawasan Potensial. Selain itu Berdasarkan
tujuan dan ruang lingkup subtansi materi dari kegiatan KKL ini dapat dirumuskan
beberapa teknik (dan fungsinya) yang digunakan, di antaranya sebagai berikut.
(1) Studi Literatur baik tekstual maupun kontekstual yang menyangkut seluruh data
dan infomasi yang berkaitan topik kawasan. Studi tekstual terutama terkait dengan
pendalaman dan aplikasi teori tentang kawasan tertetu (misalnya kawasan rawan
bencana), sedangkan kajian tekstual meliputi pendalaman terhadap hasil studi
tentang pengembangan kawasan yang telah dilakukan.
(2) Analisis Data Sekunder, baik yang berupa data spasial (peta) maupun non spasial
(publikasi, monograf) dari berbagai sumber instansional dan lembaga riset,
termasuk review kebijakan. Dari analisis akan disajikan gambaran dan profil yang
komprehensif tentang karaktersitik, potensi dan permasalahan kawasan.
(3) Akuisisi data dengan penggunaan data penginderaan jauh (citra resolusi spasial
tinggi/Ikonos res = 1 m dan citra penginderaan jauh resolusi sedang res = 30 m),
peta, dan pengukuran langsung lapangan dengan alat ukur tanah (total station,
theodolit)
(4) Survei Pengumpulan data, dengan menggunakan metode Rapid Rural Appraisal
(RRA), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh informasi secara cepat
dengan

bertumpu

pada

prinsip

triangulasi

(tim

interdisipliner,

metode

pengumpulan data, dan satuan observasi). Tiga metode tersebut adalah data
sekunder, transek lapangan, dan wawancara semi terstruktur dan terstruktur.
(a) Wawancara semi terstruktur diarahkan untuk mendalami potensi dan
permasalahan-permasalahan kawasan. Wawancana dilakukan

kepada

kelompok-kelompok stakeholders yang terkait dengan pengembangan


kawasan, khususnya dengan instansi dan masyarakat (terpilih). Jika
memungkinkan

juga

akan

dilakukan

survey

dengan

menggunakan

kuesener.
(b) Transek lapangan dilakukan untuk mendatangi dan mengobservasi titik-titik
pengamatan yang memiliki potensi dengan cara pengamatan secara
KKL II SIGPW UGM 2015

I-

12

langsung dilapangan. Transek lapangan akan dilengkapi dengan instrumen


survei yaitu checklist dan profilling.
(c) Survei dengan Kuesener, yaitu metode pengambilan data dengan cara
menyusun daftar pertanyaan penelitian yang akan secara langsung
ditanyakan kepada objek penelitian.
(d) Diskusi / Presentasi hasil penyusunan Laporan dengan metode ceramah,
diskusi,

observasi

lapangan.

Diskusi

dilakukan

dihadapan

dosen

pembimbing dan atau stakeholders terkait.


(e) Pemetaan basis data Kawasan Potensial, untuk menganalisis dan
memetakan

kawasan

potensial

dan

peruntukan

kawasannya

di

Kabupaten/Kota secara spasial. SIG juga menjadi dasar bagi penyusunan


basis data (berbasis keruangan) profil kawasan potensial.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

13

Citra/Foto!Udara!
!
Interpretasi!

!
Peta!RBI!
!

Peta!Penggunaan!
Lahan!Tentatif!

!
Peta!Administrasi!

!
Checklist!Ketelitian!
!
Peta!

Check!Lapangan!

Ukur!Tanah!!
(Skala!Besar)!

!
Peta!Penggunaan!
Lahan!

Pengolahan!Data!
Spasial!!
Peta!Peta!
Tematik!

!
Observasi!dan!
Pengisian!Checklist!

Fungsi!Kawasan!I!!!

Pengukuran!Detail!

Data!Sekunder!
(Numerik)!

Penggunaan!Lahan!
(Dominasi,!
Komposisi,!Trend)!!

Profil!Wilayah!dan!
Fungsi!Kawasan!!!

Fungsi!Kawasan!II!!!

Pengolahan!Data!

Sektor!Unggulan,!Hirarkhi!
Wilayah/Pelayanan,!
Struktur!Penduduk,!dll)!

Pengolahan!Data!
(L.Q.,!S!&!S,!
Skalogram,!dll)!!

Fungsi!Kawasan!!
KePn!

Survei!dan!
Wawancara!

Profil!Kawasan!

ALUR!KEGIATAN!PENYUSUNAN!PROFIL!WILAYAH!DAN!KAWASAN!
KKL II SIGPW UGM 2015

I-

14

1.6. TUGAS DAN KEWAJIBAN MAHASISWA


Sesuai dengan Buku Pedoman Perkuliahan Fakultas Geografi UGM, Mahasiswa
Fakultas Geografi diharuskan mengikuti praktek lapangan atau Kuliah kerja Lapangan
(KKL) sebanyak tiga kali secara berurutan. Pada KKL II ini mahasiswa diwajibkan
mematuhi peraturan sesuai dengan yang telah dicantumkan pada buku panduan tersebut,
sebagai berikut:
A). Tugas Akademis
1. Mengikuti semua kegiatan persiapan KKL II.
2. Mengikuti seluruh kegiatan mulai dari hari pertama berangkat dari fakultas sampai hari
terakhir lapangan sesuai silabus yang telah ditentukan.
3. Mengikuti test sebelum maupun setelah praktek lapangan.
4. Mengikuti diskusi yang dilaksanakan setelah hasil kunjungan dan observasi lapangan.
5. Membuat catatan hasil observasi lapangan dan melakukan wawancara kepada semua
responden yang telah ditentukan.
6. Ikut aktif dalam menyusun laporan sementara untuk kelompok maupun individu.
7. Memperbaiki laporan praktek lapangan sesuai dengan saran-saran dari team
pembimbing praktek lapangan.
8. Menyerahkan laporan KKL II pada hari yang telah ditentukan.
B). Tugas Bukan Akademis
Untuk mencapai tujuan praktek lapangan sangat diperlukan peran serta dari
mahasiswa yang bersifat bukan akademis terutama dalam akomodasi dan logistik selama
praktek lapangan berlangsung. Kegiatan tersebut antara lain mencakup:
1. Ada beberapa mahasiswa yang ditunjuk sebagai panitia pelaksana praktek lapangan
dengan tugas memperlancar berbagai tugas, sebagai penghubung pada pertemuan
dan diskusi antara mahasiswa dan pembimbing.
2. Panitia yang sudah dibentuk oleh mahasiswa bertugas untuk (1) melakukan observasi
lapangan, (2) mengurus penginapan dan akomodasi lainnya, (3) mempersiapkan
kendaraan dan transport lokal bila diperlukan.
3. Ikut bertanggung jawab terhadap biaya selama praktek lapangan berlangsung
4. Menunjuk ketua rombongan atau regu dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
1.7. OPERASIONALISASI DAN JADWAL KEGIATAN
Sesuai dengan topik kajian, pelaksanaan KKL2 Studio analisis spasial terdiri dari
tujuh kegiatan utama, yaitu tahap persiapan, pembekalan (materi kelas), pengumpulan
data sekunder dan pemetaan, observasi lapangan (awal), kerja studio, survey lapangan

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

15

dan penulisan laporan, serta presentasi. Kegiatan KKL2 berlangsung selama 6 (enam)
bulan efektif, dimulai awal bulan Februari 2009 dan berakhir bulan Juli 2009. Secara
keseluruhan jadwal dan kegiatan KKL studio analisis spasial dapat dilihat dalam uraian
berikut :
1.

Persiapan, dilakukan satu bulan sebelum pelaksanaan, terutama yang berkaitan


dengan masalah administrasi, koordinasi, perijinan, penyusunan daftar dan jadwal
kegiatan, dan lain sebagainya.

2.

Pembekalan (Choacing), dilakukan selama dua bulan pertama berupa materi


kelas, dengan topik-topik yang berkaitan dengan tema KKL, diantaranya : Materi
tentang wilayah, perwilayahan, teknik survey, teknik pemetaan dan sistem
informasi geografi, profil kawasan (Agropolitan, Permukiman, Industri, Pariwisata,
Pesisir dan Pantai, konservasi, rawan bencana), dan teknik penyusunan laporan.

3.

Pengumpulan data sekunder, dilakukan sebelum, selama studio dan atau jika
dipandang kurang setelah observasi lapangan (dilakukan selama 1 bulan). Data
Sekunder yang dikumpulkan terdiri dari data spasial (peta) dan non spasial
(publikasi, monograf) dari berbagai sumber instansional dan lembaga riset,
termasuk review kebijakan. Instansi yang menjadi objek pengumpulan data
sekunder disajikan dalam lampiran.

4.

Observasi lapangan awal (on the spot), dilakukan selama studio, khususnya jika
diperlukan untuk pemetaan ceking awal terhadap kondisi daerah kajian. Observasi
lapangan awal juga dapat dilakukan bersamaan dengan tahap pengumpulan data
sekunder. Waktu yang diperlukan menyesuaikan engan keadaan. Observasi
dilakukan dengan mengunjungi objek kajian secara langsung dengan metode
transek terhadap masalah wilayah.

5.

Kerja studio

adalah kegiatan analisis yang dilakukan di studio (laboratorium),

meliputi kegiatan input data, pengolahan data, diskusi tentang hasil kajian
termasuk penulisan laporan. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan.
6.

Survey Lapangan adalah kegiatan untuk mendalami kondisi daerah kajian dengan
melakukan pengukuran dan survey di lapangan, selama paling lama 1 minggu.
Pada tahap ini peserta tinggal di daerah kajian.

7.

Penyusunan laporan adalah tahap penulisan, setelah sebelumnya melakukan input


data, pengolahan, ceking, dan survey lapangan.

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

16

8.

Presentasi/Diskusi merupakan hasil bentuk pertanggungjawaban peserta KKL


kepada dosen pembimbing. Presentasi dilakukan dihadapan dosen pembimbing
dan atau stakeholders) terkait.

Selengkapnya rangkaian jadwal kegiatan KKL disajikan dalam tabel berikut :


Tabel 1. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan KKL atau Studio2 Analisis Spasial
No

Tahapan Kegiatan

Persiapan

Pembekalan

Pengumpulan data sekunder

Observasi lapangan Awal (cheking)

Kerja Studio

Survey Lapangan

Laporan

Presentasi

Waktu pelaksanaan (Bulan)


1

Jadwal dalam dua mingguan

KKL II SIGPW UGM 2015

I-

17

BAB II
IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH
2.1. POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH
Perkembangan suatu wilayah bergantung pada pada potensi dan optimalisasi
pemanfaatan potensi tersebut. Artinya, perbedaan potensi wilayah dan optimalisasi
pemanfaatannya berakibat pada perbedaan tingkat perkembangan wilayah. Perbedaan
perkembangan wilayah tidak hanya terjadi pada tingkat nasional dan internasional, tetapi
dapat terjadi juga pada tingkat daerah administratif dan keruangan yang lebih rendah,
(propinsi, kabupaten, kecamatan, desa atau kalurahan). Pada tingkat kecamatan dapat
diketahui adanya variasi karakteristik sosial-ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi
sistem pertanian, pengangguran, pendapatan, dan taraf hidup. Variasi seperti itu
terbentuk oleh perbedaan potensi wilayah secara fisik (iklim, relief, tanah, air, dan
sumberdaya lainnya termasuk sumberdaya manusia) dan interaksinya dengan potensi
non fisik wilayah tersebut (yang terwujud dalam usaha intervensi dan pemanfaatan,
antara lain meliputi aspek sosial-budaya masyarakat, ekonomi, demografi, dan
teknologi).
Interaksi berbagai faktor tersebut mengakibatkan perbedaan perkembangan
daerah, di satu sisi beberapa daerah berkembang pesat, di sisi lain beberapa daerah
berkembang lamban (stagnant) menurut kriteria tertentu. Perbedaan perkembangan
antar daerah bila tidak memperoleh perhatian dalam pembangunan, dapat berakibat
pada kesenjangan antar daerah secara tajam. Disamping itu, kegagalan berbagai
program dan proyek pembangunan, khususnya dalam upaya pengembangan wilayah
diduga kuat bermula dari lemahnya kemampuan identifikasi masalah dan potensi
sumberdaya wilayah, dan ketidaktepatan disain strategi pengembangan. Pemerintah
seringkali memberikan paket kebijakan yang sama kepada berbagai daerah, tanpa
memperhatikan variasi kebutuhan, potensi, dan masalah (constraint) yang ada di setiap
daerah. Akibatnya, banyak kebijakan pengembangan wilayah yang tidak mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan, bahkan dalam beberapa hal terjadi banyak
penyimpangan dan kegagalan.
Kenyataan di atas menunjukkan pentingnya pemerintah mengatasi kesenjangan
antar wilayah, mendasarkan pada aspek keragaman secara keruangan dalam
pembangunan, yang terwujud dalam kebijakan pewilayahan (regionalisasi). Hal ini
penting dalam kaitannya dengan pemerataan pembangunan untuk memperkuat ekonomi
wilayah, sehingga diperlukan kajian antara lain identifikasi potensi dan perkembangan
wilayah, terutama untuk merumuskan konsepsi pewilayahan bagi pengambilan
keputusan
memberikan

kebijakan

pembangunan.

pemahaman

KKL II SIGPW UGM 2015

keragaman

Pewilayahan
potensi

pembangunan
setiap

daerah,

diharapkan
sehingga
II-18

pengembangannya sesuai karakteristik potensi sumberdaya lokal yang dimiliki. Perhatian


terhadap pewilayahan dapat digunakan sebagai dasar alokasi sumberdaya dari tingkat
administrasi yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah secara rasional. Artinya,
daerah-daerah yang tertinggal dapat dikenali dan perlu memperoleh prioritas dan
perhatian yang lebih besar untuk mengejar ketertinggalannya dari pada daerah-daerah
yang lebih maju. Pentingnya identifikasi potensi sumberdaya wilayah secara obyektif
adalah sebagau dasar penentuan arah atau strategi pengembangan. Penyusunan suatu
solusi masalah yang kompleks suatu daerah memerlukan upaya pemahaman
keunggulan potensi dan kendala secara komprehensif melalui pemahaman struktur
sumberdaya wilayah. Struktur wilayah dapat menunjukkan masalah-masalah wilayah,
sehingga dapat diturunkan ide-ide tentang penentuan arah pengembangan, baik yang
bersifat sektoral maupun regional.
Uraian berikut secara umum dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan
dan ketrampilan, dalam kaitannya dengan tujuan melatih mahasiswa mengidentifikasi
dan mengukur potensi sumberdaya dan kendala wilayah. Hasil identifikasi dabn
pengukuran tersebut, untuk menyusun pewilayahan (tipologi wilayah), sehingga dapat
ditentukan arah atau strategi pengembangan wilayah.

2.2. PENGERTIAN WILAYAH DAN PEWILAYAHAN


2.2.1. Makna Wilayah
Wilayah (region) memiliki makna beragam bergantung pada aspek tinjauan
disiplin ilmunya. Konsepsi wilayah secara klasik adalah membedakan wilayah berdasar
(1) hampiran homogenity (wilayah formal), (2) hampiran nodality atau centrality (wilayah
fungsional), dan (3) hampiran administratif (kebijakan). Beberapa makna wilayah yang
selama ini dikenal:
(1) Wilayah homogen atau sering pula disebut daerah formal, adalah suatu daerah
dianggap sebagai ruang untuk kegiatan sosial-ekonomi, dan di dalam berbagai
pelosok ruang tersebut terdapat karakteristik yang sama. Kesamaan karakteristik
antara lain dari segi ekonomi, geografi, sosial-budaya, dan sebagainya. Hampiran ini
tidak menganggap penting perbedaan dan interaksi internal.
(2). Wilayah nodal atau fungsional, adalah suatu daerah dianggap sebagai suatu
kesatuan ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan
dengan fungsi-fungsi tertentu. Landasan penting hampiran ini adalah integrasi
fungsional, interaksi, interdependensi di dalam wilayah, dan struktur tata ruang.
(3). Wilayah administratif adalah suatu ruang kegiatan sosial-ekonomi yang berada di
bawah satu kekuasaan administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten,
KKL II SIGPW UGM 2015

II-19

kecamatan, dan sebagainya. Wilayah ini didasarkan pada pembagian administratif


suatu negara.
Ketiga pengertian wilayah tersebut lebih banyak digunakan dalam praktek untuk
perencanaan pembangunan daerah. Dua alasan utama:
(1)

Pelaksanaan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah memerlukan


tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karenanya, pembagian
wilayah suatu negara menjadi beberapa daerah berdasarkan satuan administratif
(perencanaan) yang ada lebih praktis.

(2) Dalam pengertian administratif daerah lebih mudah dianalisis, karena sebagian
ketersediaan dan pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu negara,
pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa daerah adalah sarana untuk mencapai tujuan,
bukannya tujuan tersendiri. Wilayah dapat berbentuk formal atau fungsional berdasarkan
kriteria tunggal atau kriteria jamak.
2.2.2. Pewilayahan
Setiap wilayah yang memiliki potensi lingkungan fisik, sosial ekonomik, dan letak
geografis berbeda, akan membawa implikasi pada perlakuan dan corak pembangunan
yang diterapkan juga berbeda. Peniruan secara total dari pola kebijaksanaan yang
pernah diterapkan dan berhasil di suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang
sama bagi daerah lainnya. Artinya, pembangunan suatu daerah harus sesuai dengan
kondisi (masalah, kebutuhan, dan potensi) daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya,
penelitian yang mendalam tentang keadaan setiap daerah dan pewilayahan harus
dilakukan, terutama

untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi

penentuan perencanaan pembangunan daerah yang bersangkutan.


Pewilayahan adalah proses penentuan batas-batas wilayah. Proses ini dapat
memiliki beberapa bentuk, bergantung pada tujuan pewilayahan dan kriteria yang
digunakan dan ketersediaan data. Kriteria yang dapat digunakan antara lain administrasi
(politis), fisik (geografis), ekonomis, sosial, kultural, dan sebagainya. Dalam konteks
perencanaan wilayah, potensi (kemampuan) sumberdaya lokal dijadikan sebagai
pertimbangan

utama

dalam

pewilayahan.

Pewilayahan

untuk

perencanaan

menghindari

pemusatan

pengembangan wilayah bertujuan untuk:


(1)

menyebar-ratakan

pembangunan

untuk

kegiatan

pembangunan yang berlebihan di daerah tertentu, atau mengurangi kesenjangan


wilayah;
(2) optimalisasi sumberdaya lokal sebagai resource base dalam pembangunan;

KKL II SIGPW UGM 2015

II-20

(3) menjamin keserasian dan koordinasi antara berbegai kegiatan pembangunan yang
ada di tiap-tiap wilayah atau keterpaduan sektoral dalam wilayah;
(4) memberikan pengarahan kegiatan pembangunan kepada pelaku pembangunan, baik
pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Prinsip pewilayahan, khususnya pewilayahan pembangunan dapat dilakukan baik
dengan menggunakan teknik kualitatif maupun kuantitatif, sesuai dengan tipe wilayah
yang menjadi tujuan pewilayahan.
1. Pewilayahan wilayah formal (homogen), berarti pengelompokan unit-unit lokal yang
memiliki ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu. Tipe dan jumlah kriteria yang
digunakan cukup menentukan tingkat kesulitan pewilayahan. Beberapa cara yang
dapat digunakan antara lain (1) bilangan indeks tertimbang, (2) klasifikasi wilayah, (3)
cluster analysis (3) analisis faktor.
2. Pewilayahan

wilayah

fungsional,

berarti

pengelompokan

unit

lokal

yang

memperlihatkan tingkat interdependensi yang cukup besar. Tekanan perhatian pada


aliran yang terkait dengan titik sentral (nodal) bukan pada keseragaman wilayah.
Beberapa cara yang dapat digunakan antara lain (1) analisa aliran (flow analysis),
baik kegiatan sosial, ekonomi maupun fisik; baik berupa barang maupun jasa, (2)
analisa gravitasi, yang menekankan pada aspek kekuatan daya tarik antar wilayah.
3. Pewilayahan daerah perencanaan (administratif), meski awal penentuannya berdasar
pada dua hampiran di atas, namun pada tahap selanjutnya lebih menekankan pada
pertimbangan politis, khususnya untuk kepentingan program-program pembangunan.
Beberapa pewilayahan yang sering dilakukan

antara lain pewilayahan

pembangunan, baik pada tingkat Nasional, Propinsi, maupun Kabupaten. Pewilayahan


pembangunan tersebut lebih mendasarkan pada aspek generalisasi (penyamarataan),
meskipun demikian dalam penentuan batas-batasnya menggunakan pertimbangan yang
lebih kompleks, baik homogenitas, fungsional, maupun politik (administrasi).

2.3. TEKNIK IDENTIFIKASI SUMBERDAYA WILAYAH


Kegiatan KKL II lebih menekankan perhatian kajian pada aspek kompleksitas
wilayah (regional complexity). Wilayah yang dikaji adalah tingkat meso yaitu daerah
tingkat II dengan unit-unit analisis kompleksitas wilayah merupakan tingkat kecamatan.
Unsur-unsur wilayah yang mendukung analisis mencakup baik aspek fisik, demografis,
sosial dan ekonomi. Teknik identifikasi potensi sumberdaya wilayah yang diuraikan
berikut berprinsip pada asas homogenitas.

KKL II SIGPW UGM 2015

II-21

2.3.1. Pengumpulan Data


Jenis data dan informasi yang dikumpulkan terutama data sekunder dari berbagai
instansi yang berkaitan dengan studi, terutama Kantor Statistik dan Pemerintah Daerah
(BAPPEDA). Data dikumpulkan untuk identifikasi potensi sumberdaya wilayah beserta
pewilayahan pembangunan mencakup data: (a)

fisik wilayah, (b) sosial budaya, (c)

sosial ekonomi, (d) demografi, dan (e) data lingkungan.


2.3.2. Analisis Data
Analisis data akan mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
(A). Variabel Penelitian dan Parameter
Untuk setiap kategori data yang telah ditentukan perlu dipilih sejumlah variabel
yang dipandang penting dan dapat memberikan gambaran yang kuat dari kategori data
tersebut dalam analisa potensi sektoral serta pewilayahan. Setiap variabel yang telah
dipilih dirinci sejumlah parameter yang dapat menggambarkan kondisi wilayah untuk
kategori data tersebut. Penting diperhatikan juga pada tahapan tentang asumsi yang
dipakai untuk menganalisis hasil pengukuran variabel. Adapun variabel dan parameter
yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dalam Tabel 2.1, 2.2, 2.3.
Tabel 2.1. Indikator Potensi Pertanian
Potensi Pertanian Tanaman Pangan
VARIABEL
1. Potensi Lahan
2. Keteririgasian Lahan (Water Use)
3. Produktivitas Padi Sawah
4. Produktivitas Padi Gogo
5. Produktivitas Palawija
6. Produktivitas Sayuran
7. Intensitas Tanam Lahan
8. Produktivitas Lahan
9. Luas Pemilikan Lahan
10. Status Pemilikan Lahan
11. Persentase penduduk Petani
12. Rasio Luas Lahan dan Angkatan kerja
Pertanian
KKL II SIGPW UGM 2015

PARAMETER
1. Luas lahan produksi
2. Luas lahan total
1. Lahan teririgasi
2. Lahan tidak teririgasi
(Lahan tadah hujan)
1. Luas panen padi sawah
2. Produksi padi sawah
1. Luas panen padi gogo
2. Produksi padi gogo
1. Luas lahan panen palawija
2. Produksi palawija
1. Luas panen sayuran
2. Produksi sayuran
1. Luas tanam lahan kering
2. Luas panen lahan kering
1. Luas lahan produksi
2. Luas lahan total
1. Jumlah Petani
2. Luas lahan pertanian
1. Petani Pemilik
2. Pekerja Pertanian
1. Pekerja pertanian
2. Angkatan kerja
1. Pekerja pertanian
2. Luas lahan pertanian
II-22

13. Rasio Petani Pemilik dan Jumlah


Petani
POTENSI PERTANIAN TANAMAN
PANGAN

Potensi Pertanian Tanaman Perkebunan


VARIABEL
1. Produktivitas Perkebunan Besar
2. Produktivitas perkebunan rakyat
POTENSI PERTANIAN TANAMAN
PERKEBUNAN

1. Jumlah petani pemilik


2. Jumlah pekerja pertanian
TOTALSKALA INDIKATOR 1-13,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

PARAMETER
1. Luas lahan perkebunan besar
2. Produksi tanaman
1. Luas lahan perkebunan rakyat
2. Produksi tanaman
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Potensi Pertanian Peternakan


VARIABEL
1. Rasio Jumlah Ternak besar
2. Rasio Jumlah Ternak Kecil
3. Rasio Jumlah Ternak besar dan peternak
4. Rasio Jumlah Ternak kecil dan peternak
5. Produksi Hasil Ternak (Kulit, Daging, telur,
Susu)
POTENSI PERTANIAN PETERNAKAN

PARAMETER
1. Jumlah ternak besar Kecamatan
2. Jumlah ternak besar Kabupaten
1. Jumlah ternak kecil Kecamatan
2. Jumlah ternak besar Kabupaten
1. Jumlah ternak besar
2. Jumlah peternak
1. Jumlah ternak kecil
2. Jumlah peternak
1. Produksi hasil jenis ternak
2. Jumlah jenis ternak
TOTALSKALA INDIKATOR 1-5,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Potensi Pertanian Perikanan


VARIABEL
1. Produktivitas perikanan darat
2. Produksi Ikan Laut
POTENSI PERTANIAN PERIKANAN

PARAMETER
1. Produksi Ikan
2. Luas panenan
1. Produksi Ikan Laut
2. Jumlah nelayan
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Tabel 2.2. Indikator Sektor Non Pertanian

Potensi Industri
VARIABEL
1. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
2. Tingkat Intensifitas Modal
3. Tingkat Produktivitas

KKL II SIGPW UGM 2015

PARAMETER
1. Tenaga kerja industri Kecamatan
2. Tenaga kerja industri Kabupaten
3. Jumlah Unit Usaha
1. Nilai investasi (modal)
2. Unit usaha
3. Tenaga kerja
1. Produksi per tahuan
2. Jumlah Unit usaha
3. Tenaga kerja
II-23

4. Tingkat Perkembangan Industri Wilayah

POTENSI INDUSTRI

Potensi Perdagangan
VARIABEL
1. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
2. Tingkat Perkembangan Perdagangan
Wilayah
POTENSI PERDAGANGAN

PARAMETER
1. Tenaga kerja perdagangan Kecamatan
2 Tenaga kerja perdagangan Kabupaten
1. Perdagangan besar
2. Perdagangan Kecil
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Potensi Pertambangan
VARIABEL
1. Tingkat Pemanfaatan lahan
Pertambangan
2. Produktivitas Pertambangan
3. Rasio Produksi Pertambangan dan
penambang
POTENSI PERTAMBANGAN

4. Nilai tambah
1. Industri besar
2. Industri menengah
3. Industri kecil
4. Industri rumah tangga
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

PARAMETER
1. Luas lahan tereksploitasi
2 Luasa lahan belum tereksploitasi
1. Luas lahan tereksploitasi
2 Produksi tambang
1. Produksi pertambangan
2. Jumlah penambang
TOTALSKALA INDIKATOR 1-3,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Potensi Jasa
VARIABEL
1. Tingkat Penyerapan tenaga Kerja
POTENSI JASA

PARAMETER
1. Tenaga Kerja Jasa Kecamatan
2. Tenaga Kerja Jasa Kabupaten
TOTALSKALA INDIKATOR 1,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Tabel 2.3. Indikator Sumberdaya Manusia

Potensi Pendidikan
VARIABEL
1. Angka Melek Huruf
2. School Enrolment SD
3. Rasio Guru-Murid (SD-SMP-SMA)
4. Rasio Sekolah-Murid (SD-SMPSMA)
POTENSI PENDIDIKAN

KKL II SIGPW UGM 2015

PARAMETER
1. Jumlah Penduduk >10tahun yang mampu baca
tulis
2. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas
1. Jumlah murid 7-12 tahun
2. Penduduk umur 7-12 tahun
1. Jumlah Guru
2. Jumlah Murid
1. Jumlah Sekolah
2. Jumlah Murid
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4, RESKALLING
DAN PENGKELASAN

II-24

Potensi Kesehatan
VARIABEL
1. Pelayanan Kesehatan (RS, Puskesmas,
Posyandu, Apotik, Dokter, Perawat, Bidan)
2. Rasio Kematian dan Jumlah Penduduk
3. Rasio Kelahiran dan Jumlah Penduduk
4. Angka Harapan Hidup
POTENSI KESEHATAN

Potensi Ketenagakerjaan
VARIABEL
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
2. Tingkat Pengangguran
3. Rasio Ketergantungan

POTENSI KETENAGAKERJAAN

PARAMETER
1. Jumlah Penduduk
2. Jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan
1. Jumlah kematian
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah Kelahiran
2. Jumlah Penduduk
1. Angka harapan hidup
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

PARAMETER
1. Angkatan kerja tertampung
2. Jumlah angkatan kerja
1. Jumlah pencari kerja
2. Jumlah angkatan kerja
1. Jumlah penduduk Non produktif (<15th dan
>64th)
2. Jumlah penduduk usia produktif ( 15 - 64
tahun)
TOTALSKALA INDIKATOR 1-3,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Potensi Kesejahteraan
VARIABEL
1. Rasio Desa Miskin (IDT)
2. Kebutuhan Fisik Minimum (KFM)
3 . Pendapatan Per kapita
4. Kepemilikan barang Mewah Rasio (TV,
Parabola,
Sepeda Motor, Mobil,
Telephon, dll)
POTENSI KESEJAHTERAAN

PARAMETER
1. Jumlah desa IDT
2. Jumlah desa
1. Nilai KFM
1. Pendapatan Per kapita (Harga Konstan)
2. Pendapatan per kapita (harga Berlaku)
3. Jumlah penduduk
1. Jumlah rumah tangga
2. Kepemilikan barang mewah
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Tabel 2.4.Indikator Infrastruktur Dan Jasa


Potensi Fasilitas Umum
VARIABEL
1. Listrik

2. Air bersih (PAM)

KKL II SIGPW UGM 2015

PARAMETER
1. Jumlah desa berlistrik
2. Jumlah desa
3. Jumlah Rumah tangga lsitrik
4. Jumlah rumah tangga
1. Jumlah desa berPAM
2. Jumlah desa
3. Jumlah Rumah tangga PAM
4. Jumlah rumah tangga
II-25

3 . Telephon

1. Jumlah telpon umum dan atau Wartel


2. Jumlah Rumah tangga bertelephon
3. Jumlah rumah tangga

4. Transportasi (Jalan)
a. Road Quality
b. Road Density
c. Angkutan umum
POTENSI INFRASTRUKTUR UMUM

1. Panjang jalan kualitas baik


2. Panjang jalan
1. Total panjang jalan
2. Total Luas wilayah
1. Angkutan umum
2. Jumlah penduduk
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Potensi Infrastruktur Jasa


VARIABEL
1. Perbankan (Bank Umum, BPR, BKK)
2. Perdagangan (Pasar, perTokoan, Warung)
3. Koperasi (KUD dan Non KUD)
4. Hotel, Akomodasi, Fasilitas Hiburan
POTENSI INFRASTRUKTUR JASA EKONOMI

PARAMETER
1. Jumlah bank
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah/Luas Pasar
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah koperasi (Volume usaha)
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah Hotel, Akomodasi,
Fasilitas
hiburan
2. Jumlah penduduk (wisatawan)
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

Tabel 2.5. Indikator Kelembagaan Dan Partisipasi


VARIABEL
1. Tingkatan LKMD

PARAMETER
1. LKMD Tingkat III
2. Total LKMD

2. Swadaya Masyarakat

1. Dana swadaya
2. Total Dana Pembangunan
1. Jumlah Proyek (kegiatan)
swadaya
2. Jumlah proyek pembangunan

3. Kualitas Aparat Pemerintah

1. Tingkat Pendidikan

4. INPRES DESA

1. INPRES DESA
2. Total dana pembangunan
3. Jumlah Penduduk

POTENSI KELEMBAGAAN DAN

TOTALSKALA INDIKATOR 1-3,

PASRTISIPASI

RESKALLING DAN
PENGKELASAN

Tabel 2.6. Dana Pembangunan Dan Investasi


VARIABEL
1. Dana pembangunan dan Investasi (APBN,
KKL II SIGPW UGM 2015

PARAMETER
1. LKMD Tingkat III
II-26

APBD,
Swasta, dan BLN)
2. Dana-dana INPRES (Desa, DATI I, DATI
SD,
Pasar, dsb)
POTENSI DANA PEMBANGUNAN DAN
INVESTASI

2. Total LKMD
II,

1. Dana Pembangunan dan Investasi


2. Jumlah penduduk
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN

*) Variabel dan parameter tersebut masih perlu ada pengembangan lebih lanjut yang
disesuaikan dengan ketersediaan data baik kuantitas maupun kualitas.
Kegiatan skoring dan pengukuran variabel sangat diperlukan penentuan asumsi yang
dipakai dalam pemberian skor untuk setiap variabel terpilih. Sebagai contoh semakin
besar rasio luas lahan teririgasi terhadap lahan total semakin baik potensi dan
produktivitas lahan.
(B). Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel diperlukan untuk pengambilan langkah selanjutnya yaitu
pembuatan klasifikasi. Dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dirinci cara
pengukurannya, misalnya pengukuran: Produktivitas = (Jumlah panenan)/(Luas lahan),
dan lain-lain.
(C). Penyusunan Skala
Dalam kenyataan analisis, variabel-variabel yang digunakan dalam evaluasi
mempunyai satuan-satuan yang berbeda. Analisis data semacam ini ada dua bentuk,
yakni pertama dengan melihat masing-masing variabel secara terpisah, atau kedua
keseluruhan variabel dilihat sebagai satu kesatuan analisis. Dengan demikian, satuansatuan yang berbeda pada setiap variabel perlu dilakukan pembakuan (Standardization).
Dua cara pembakuan yang dapat digunakan di antaranya adalah Z-Score dan
penskalaan (scalling). Dalam penelitian ini dipilih penskalaan.
(1). Z-Score = (Xi-X)/Sd
Xi = data mentah dari pengamatan i
X = rata-rata data pengamatan
Sd = standart deviasi
2
Sd = (Xi-X) / n
n = jumlah sampel pengamatan
(2). Scalling =
S =
R =
Rr =
Rt =

(R-Rj)/(Rb-Rj) x 100%
nilai skala
data mentah dari pengamatan yang diskalakan
nilai yang terendah dari keseluruhan data
nilai yang tertinggi dari keseluruhan data.

KKL II SIGPW UGM 2015

II-27

Pengamatan tertinggi mendapatkan nilai skala 100 dan pengamatan terendah


akan mendapatkan nilai skala 0; sedangkan nilai pengamatan di antaranya akan
mendapat nilai antara 0 sampai dengan 100.
(D). Pembuatan Klas Interval Dan Kategorisasi
Jumlah kelas interval yang ditentukan sangat tergantung dari tingkat ketelitian
yang diinginkan dan ruang lingkup penelitian. Dalam penelitian ini ditentukan minimal
sebanyak tiga kelas. Apabila data terdistribusi secara merata, dapat dilakukan
pembuatan klas interval yang sederhana, yaitu:
Kategorisasi

=
=
=
=

( skala tertinggi-skala terendah )/3


Kelas I (Tinggi)
skor (bobot)
Kelas II (Sedang)
skor (bobot)
Kelas III (Rendah)
skor (bobot)

3
2
1

Jika data tidak terdistribusi merata pembuatan klas interval dapat dilakukan dengan
menggunakan rerata aritmetik dan standar deviasi. Dapat dirumuskan:
Kategorisasi

(E).

=
=
=

Tinggi
Sedang
Rendah

> (X + Sd/2 )
( X + Sd/2 )- ( X + Sd/2 )
< (X -Sd/2 )

Penentuan Indeks Komposit


Kegiatan ini ialah menjumlahkan nilai scalling atau skor berbagai indikator pada

setiap sektor (unit) kegiatan di setiap kecamatan sehingga diperoleh indeks komposit
untuk setiap kecamatan. Sebagai contoh untuk memperoleh indek komposit sektor
peternakan, diperoleh dari penjumlahan nilai skalling atau skor dari indikator rasio jumlah
ternak. Pada tahap ini dimungkinkan juga dibuat reklasifikasi untuk penentuan potensi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan indek komposit adalah bahwa tidak
setiap indikator harus memperoleh bobot yang sama tetapi dengan mempertimbangkan
prioritas kebijakan pembangunan pemerintah maupun situasi lokal dimungkinkan suatu
indikator atau lebih memperoleh bobot yang lebih tinggi dengan memberi faktor pengali
tertentu.
Beberapa teknik analisis lain yang dapat digunakan untuk melengkapi analisis
tersebut antara lain (1) cluster analysis, yaitu teknik yang pada hakekatnya digunakan
untuk melakukan analisis terhadap distribusi dan pengelompokaan terhadap sejumlah
fenomena geosfer berdasarkan homegenitas, baik berdasarkan variabel tunggal maupun
jamak (multivariate); (2) Basis Ekonomi, di antaranya Location Quotient, analisis
konsentrasi-distribusi, spesialisasi. Teknik analisis tersebut umumnya menggunakan
variabel (a) Tenaga Kerja; (b) Produksi; (c) Kesempatan kerja; (d) Pendapatan per
Kapita; (e) PDRB.

KKL II SIGPW UGM 2015

II-28

(F).

Pemetaan
Hasil pengolahan data baik secara terbobot maupun tidak terbobot ditampilkan

dalam peta tematik untuk dianalisa lebih lanjut dan disajikan dalam bentuk laporan. Peta
yang disajikan dapat berupa peta umum yang merupakan indek komposit seluruh
indikator atau beberapa peta dari tiap indikator.
2.4. IDENTIFIKASI HIRARKI PUSAT PELAYANAN
Pembahasan hirarki pusat pelayanan (permukiman) pada umumnya selalu
mengacu pada teori pusat pelayanan (centre place theory) yang dikembangkan oleh
Christaller-Losch dan para pengikutnya. Dua konsep pokok yang mendasari teori pusat
pelayanan, yaitu:
1).

the range of good (jangkauan barang), yaitu jarak tempuh yang masih dapat
ditolelir untuk suatu jenis barang atau pelayanan tertentu. Disamping unsur jarak,
penentuan pilihan oleh pengguna dipengaruhi juga oleh jenis, kualitas, dan harga
barang atau pelayanan yang ditawarkan. Beberapa teknik analisis yang
menunjang antara lain location allocation models dan analisis sensitivitas.

2).

the threshold value (nilai ambang) yaitu jumlah penduduk atau sumberdaya
minimum yang dibutuhkan untuk dapat menciptakan permintaan yang cukup atas
barang dan pelayanan yang ditawarkan. Nilai ambang juga menentukan jenis,
jumlah, dan harga barang atau pelayanan yang ditawarkan di daerah pusat.
Untuk mengetahui mintakat pengaruh dari masing-masing pusat, paling tidak
dapat digunakan tiga metode yang berlainan, antara lain bisektor, analisis aliran
(flow analysis) atau sosiogram, analisis hubungan (linkages analysis) dan analisis
ambang (threshold analysis).
Kedua konsep tersebut di atas sangat menentukan sifat hirarki sistem

permukiman. Satu atau beberapa daerah permukiman dapat berperan sebagai pusat dari
permukiman-permukiman

lain.

Peran

tersebut

bergantung

pada

ketersediaan

semberdaya pendukung, fasilitas pelayanan, dan jumlah penduduk yang dilayani; baik
penduduk yang ada di pusat maupun di daerah sekitarnya (hinterland) atau penduduk di
daerah

mintakat pengaruh

penyusunan

peringkat

(zone

pusat-pusat

of influence). Pemikiran
permukiman

(pelayanan),

tersebut mendasari
mulai

dari

pusat

permukiman berskala nasional, regional, sampai dengan tingkat lokal. Dengan demikian,
tingkat derajad kepusatan (centrality) suatu permukiman mencerminkan kepentingan
relatif, atau tingkatan diperoleh dalam struktur hirarki permukiman yang ada.
2.4.1. Pengumpulan Data
Jenis data dan informasi yang akan dikumpulkan terutama adalah data sekunder
yang dikumpulkan dari berbagai instansi yang berkaitan dengan studi, terutama Kantor
Statistik dan Pemerintah Daerah (BAPPEDA). Data untuk menyusun hirarki pusat-pusat
KKL II SIGPW UGM 2015

II-29

pelayanan:

(a). Data Pelayanan Sosial, (b). Data Pelayanan Ekonomi;

(c). Data

Infrastruktur. Data-data tersebut dalam operasionalisasinya dikelompokkan menjadi 4


(enam) jenis indikator yang masing-masing terdiri dari kumpulan berbagai variabel yang
berkaitan. Keenam indikator tersebut dalam tabel berikut..
2.4.2. Teknik Identifikasi Hirarki Pusat Pelayanan
Penetapan hirarki pusat pelayanan pada umumnya didasarkan atas tiga kriteria,
antara lain (1) jumlah fungsi pelayanan; (2) sifat fungsi (luas daerah yang dilayani); dan
(3) indeks pemusatan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk identifikasi hirarki
pusat pelayanan antara lain:
(A). Teknik Skalogram
-didasarkan pada indikator jumlah dan jenis infrastruktur pelayanan
-membuat tata urutan nama permukiman atas dasar jumlah penduduk dan fasilitasnya
-tata urutan fasilitas juga berdasar jumlah dan jenisnya pada setiap permukiman
-hirarki institusi pada permukiman perlu ditandai dengan garis. Lebih lengkap dapat
dilihat pada Tabel 2.7. berikut.
B. Teknik Sosiogram
-untuk memperlihatkan interaksi dan interdependensi grafis dari gerakan masyarakat
(movement of people) antar kelompok permukiman untuk memilih atau memanfaatkan
fasilitas pelayanan yang dibutuhkan.
Tabel 2.7. Indikator Penentuan Hirarki Pusat Pelayanan / Permukiman
A. PELAYANAN EKONOMI
1). Perhimpunan petani pemakai air
2). Kelompok tani insus
3). Kelompok tani wanita
4). Kontak Tani
5). Usaha tanaman pangan
6). Usaha tanaman perkebunan
7). Usaha peternakan
8). Usaha perikanan
9). Pasar dan pelelangan ikan
10). Pasar hewan
11). Kios menjual saprotan milik KUD
12). Kios menjual saprotan milik non KUD
13). Lantai jemur
14). Pasar dengan bangunan permanen dan
atau semi permanen
15). Pasar tanpa bangunan permanen
16). Kelompok pertokoan
17). Kios menjual barang konsumsi milik
KUD
18). Kios menjual barang konsumsi milik
koperasi lainnya
19). Kios menjual barang konsumsi milik
KKL II SIGPW UGM 2015

7). Pos KB
8). Posyandu
9). Dokter tinggal di desa
10). Mantri kesehatan yang tinggal di desa
11). Dukun bayi yang tinggal di desa.
C. PELAYANAN PENDIDIKAN
1). TK Negeri
2). TK Swasta
3). SD dan Sederajat Negeri
4). SD dan Sederajat Swasta
5). SLTP dan Sederajat Negeri
6). SLTP dan Sederajat Swasta
7). SLTP Kejuruan dan sederajat Negeri
8). SLTP Kejuruan dan sederajat Swasta
9). SLTA dan Sederajat Negeri
10). SLTA dan Sederajat Swasta
11). SLTA Kejuruan dan sederajat Negeri
12). SLTA Kejuruan dan sederajat Swasta
13). Pondok Pesantren
14). Sekolah luar biasa
15). Seminari atau Biara atau Theologi
16). Kursus Ketrampilan
17). Taman bacaan dan atau perpustakaan
II-30

swasta
20). Bank
21). KUD
22). Koperasi lainnya
23). Lembaga keuangan
24). Kredit BIMAS yang diterima penduduk
25). KIK yang diterima penduduk
26). KMKP yang diterima penduduk
27). KCK yang diterima penduduk
28). Kredit lainnya yang diterima penduduk
29). Pabrik
30). Restoran dan atau warung makan
31). Persewaan alat-alat keperluan pesta
32). Listrik PLN
33). Listrik non PLN
B. PELAYANAN KESEHATAN
1). Rumah sakit
2). BKIA
3). Poliklinik
4). Puskesmas
5). Puskesmas pembantu
6). Tempat praktek dokter

18). Akademi dan atau Universitas.


D. PELAYANAN PERHUBUNGAN
1). Sebagian jalan yang ada adalah
- jalan aspal
- jalan diperkeras
- jalan tanah
2). Jalan dapat dilalui roda empat
3). Ojek sepeda dapat digunakan penduduk atau
umum
4). Becak dapat digunakan penduduk atau umum
5). Gerobak atau pedati dapat digunakan penduduk
atau umum
6). Kendaraan bermotor roda tiga dapat digunakan
penduduk atau umum.
7). Kendaraan bermotor roda empat dapat
digunakan penduduk atau umum.
8). Televisi umum
9). Telepon umum
10). Kantor pos
11). Kantor pos pembantu

Catatan :
Di antara beberapa fasilitas tersebut juga digunakan untuk menentukan status daerah perkotaan.
BPS (1980) menetapkan tiga kriteria sebagai berikut:
2

1.

Kepadatan penduduk lebih besar atau sama dengan 5.000 orang/Km .

2.

Persentase rumah tangga pertanian kurang dari atau sama dengan 25%.

3.

Jumlah fasilitas perkotaan lebih besar dari atau sama dengan 8 dari fasilitas, sebagai
berikut:
a). Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat,
b). Gedung Bioskop,
c). Sekolah Dasar,
d). Sekolah Lanjutan Pertama,
e). Sekolah lanjutan Atas,
f). Rumah Sakit,
g). B.K.I.A., Rumah Bersalin,
h). Puskesmas, Klinik/Balai Pengobatan,
i). Pesawat Tilpon/Kantor Pos,
j). Bank,
k). Pabrik,
l). Pasar dengan bangunan,
m). Kelompok pertokoan yang terdiri dari lebih 10 toko.

(C). Tenik Biseksional (bisektor)


- Deleniasi mintakat pengaruh (zone of influence) untuk pusat pelayanan tingkatan
tertinggi, menengah, dan rendah menggunakan peta lokasi sebagai dasar.

KKL II SIGPW UGM 2015

II-31

- Prinsip kerja teknik ini sama dengan metode poligon Theissen, yaitu mencari batas
pengaruh terjauh dari suatu titik dengan menarik garis tegak lurus pada titik tengah
garis penghubung titik-titik yang berbentuk segitiga (lihat contoh). Untuk menarik
batas yang rasional dan representatif, digunakan tiga faktor pertimbangan utama
yaitu batas administrasi desa, pola jaringan jalan, dan topografi.
- Teknik ini dapat digunakan untuk menghitung luas mintakat pengaruh beserta jumlah
penduduk yang ada didalamnya.
Setiap teknik analisis memiliki kelemahan, karena tidak mempertimbangkan
kriteria-kriteria lain sebagai suatu kesatuan yang berpengaruh pada perkembangan pusat
pelayanan. Oleh karenanya untuk melengkapinya disarankan menggunakan teknik lain,
seperti (1) studi aksesibilitas, model location allocation, dan sensitivity analysis. (2)
model interaksi antar ruang, seperti model grafitasi, dan (3) analisis break point.
2.5. PENAKSIRAN SECARA CEPAT (RRA : RAPID RURAL APPRAISAL)
Informasi yang cukup baru perlu dipergunakan untuk mengetahui situasi dan
kondisi serta sifat masalah yang perlu ditangani. Namun di negara berkembang informasi
dari penelitian dasar (baseline study)
Padahal

cara

konvensional

masih kurang mutakhir dan kurang lengkap.

pengumpulan

data

dengan

melaksanakan

survai

membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Sebagai pilihan jalan keluar telah
dikembangkan teknik pengumpulan data yang dianggap cukup sesuai, yakni rapid
appraisal atau rapid assessment. Karena teknik ini sering digunakan untuk perencanaan
pengembangan perdesaan, maka dinamakan juga rapid rural appraisal (RRA). RRA juga
dikenal dengan nama yang berbeda seperti; exploratory survey, Pre(liminary) survey, dst.
2.5.1. Pengertian dan Cakupan
Pengertian
RRA merupakan suatu studi yang digunakan sebagai langkah awal memahami
situasi lokal yang dilaksanakan oleh suatu tim multi-disipliner. Pelaksanaan RRA berkisar
antara satu hingga empat minggu didasarkan atas informasi yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Pelaksanaan RRA ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung
(direct observation = DO) dan wawancara (interviews), terutama dengan asumsi untuk
mengembangkan dan menggali lebih jauh hal-hal yang penting yang tidak belum
diidentifikasi sebelumnya.
Cakupan
RRA menekankan pada masalah-masalah pokok, kesempatan-kesempatan yang
ada, dan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan. Pada umumnya tim RRA memusatkan
perhatian pada identifikasi masalah-masalah sebagai titik awal yang penting. Alternatif
muncul dari penggalian terhadap kesempatan-kesempatan. Jika berorientasi pada
masalah dapat dikenali kekurangan-kekurangannya, orientasi pada kesempatan lebih
KKL II SIGPW UGM 2015

II-32

berusaha mengidentifikasi potensi, mengevaluasi situasi yang berlangsung dihadapkan


pada apa yang akan dicapai, dan memikirkan cara-cara penggalian sumberdaya.
Tiga aspek penting yang dikandung RRA:
a) karakternya eksploratif (bersifat fleksible, dan terbuka );
b) dilaksanakan oleh tim multi-disipliner;
c) didukung oleh kecepatan dalam belajar.
Kemampuan penaksiran eksploratif secara cepat memerlukan pengalaman
melalui metode belajar yang progresif, repetitif (pengulangan) dan siklis. Dalam hal ini,
penting untuk mempunyai pemahaman terhadap konsep-konsep yang bersumber dari
sistem-sistem teori. Selain itu sebagai satu sistem yang terbuka tim RRA menerima
umpan-balik untuk belajar dari lingkungannya. Dengan demikian, RRA bisa mulai dengan
sekedar lebih dari satu topik atau masalah ini bisa berkembang (dalam tim kerja) ketika
RRA berlangsung.
RRA merupakan proses pemahaman secara cepat, yakni peserta mempelajari
secara cepat dari penduduk desa, dari satu sama lain, dari observasi, dari data yang
ada, dari informan-informan kunci, dst. RRA merupakan aktivitas kelompok yang
terencana dan memerlukan satu periode waktu minimal. Jika dilaksanakan dengan waktu
dan perencanaan yang tidak mencukupi, hanya akan merupakan sekedar wisata
pengembangan (development tourism), yakni kunjungan ke desa sekejap oleh
profesional kota. RRA memiliki satu tujuan dan merupakan suatu cara untuk mencapai
tujuan. Dalam RRA biasanya tujuan sebagai fokus masalah, sedangkan sebagai cara
RRA ditujukan untuk mendiagnosis, mengevaluasi atau setidaknya digunakan untuk
memahami suatu situasi atau lingkungan yang baru.
2.5.2. Teknik RRA
Proyek-proyek pembangunan pedesaan biasanya tidak seperti pekerjaan
konstruksi yang mempunyai rencana (blueprints) teknis, yang secara rinci menggariskan
apa yang akan dilakukan, tetapi lebih serupa dengan petualangan di laut yang belum
terpetakan (voyages into uncharted seas). Meki demikian, sejumlah petugas yang
berhubungan dengan survai dan perencanaan dsb di daerah perdesaan, telah dilatih di
perguruan tinggi

yang telah memanamkan dan menginternalisasikan teknik-teknik

profesional yang dipandang kurang sesuai dan tidak luwes. Tambahan pula, training di
perguruan tinggi cenderung bersifat mono-disipliner. Ada hegemoni ahli statistik yang
sering menempatkan metode statistik sebagai tuan, bukan sebagai pembantu. Hal ini
tidak dimaksudkan untuk menyatakan bahwa statistik dan metodenya sama sekali tak
berguna, tetapi seharusnya disadari bahwa informasi sosial-ekonomi dan yang terkait
dengannya sering dalam berbagai bentuk kombinasi, tidak relevan, terlambat, salah dan
atau kurang dapat digunakan.

KKL II SIGPW UGM 2015

II-33

Metode RRA relatif luwes (fleksible) sehingga pertanyaan-pertanyaan dan


hipotesis dapat diubah selama pengkajian berlangsung, dan karenanya kebanyakan
kegiatan RRA bersifat siklis dan berulang berdasarkan terutama atas perolehan informasi
baru. Hal ini menjadikan penggunaan wawancara semi-terstruktur sebagai metode utama
dalam RRA; memerlukan pengembangan suatu check-list, diawali dengan sub-sub topik
(hipotesis, masalah-masalah daerah, hubungan sebab-akibat yang potensial), dengan
demikian semacam menebarkan jala selebar mungkin dalam topik atau tujuan studi dan
keluasan pengetahuan awal.
Informasi yang sudah tersedia akan digunakan sebagai dasar pemahaman awal
dari lokasi dan permasalahannya. Di lapangan informasi yang lebih lengkap dan
mendalam dapat dikumpulkan dengan menerapkan metode sebagai berikut ;

melakukan wawancara terhadap penduduk desa terpilih


menemukenali dan menggunakan indikator-indikator kunci,
melakukan observasi langsung
mengidentifikasi dan mewawancarai informan kunci (key informants)
mempertimbangkan kemanfaatan wawancara kelompok
melakukan inspeksi dan survai serial
mengadakan pengukuran-pengukuran dan penelitian aktual
Proses belajar secara cepat merupakan bagian dari metode ini. Siklus atau

pengulangan belajar tersebut dapat berasal dari:


1) proses wawancara; penggunaan berbagai teknik wawancara serta mengadakan
refleksi tentang apa yang ditanyakan anggota tim lainnya
2) diskusi tim; membicarakan hal-hal yang telah dipelajari anggota-anggota tim dari
hasil wawancara-wawancara dan catatan-catatan yang dibuat,
3) diskusi tim bersama dengan anggota-anggota staff;

membandingkan catatan

merevisi pertanyaan-pertanyaan, memilih desa-desa yang berbeda, merumuskan


kriteria, menyesuaikan studi ke arah yang diinginkan, dan seterusnya
4) Diskusi antara berbagai tim; melakukan revisi lebih lanjut dan membuat
penyesuaian arah untuk kegiatan waktu selanjutnya.
Dalam RRA kaidah triangulasi

(triangulation) merupakan hal yang penting dan

diperhatikan artinya perlu menggabungkan teknik-teknik, misalnya menggunakan


wawancara semi-terstruktur dalam kombinasi dengan observasi, pengukuran fisikal, data
yang

telah ada, pada lokasi yang bervariasi secara sistematis (misalnya stratified

sampling).
2.5.3. Aplikasi RRA
RRA tidak harus berarti sebagai pengganti teknik-teknik pengumpulan informasi
lain, tetapi dapat melengkapi teknik dan survai yang konvensional. RRA sering
digunakan dalam hirarki survai sebagai pertengahan antara pengumpulan dan
pengolahan data sekunder dengan survai (sampel) yang terstruktur. Ketika waktu dan
KKL II SIGPW UGM 2015

II-34

tenaga terbatas, RRA dapat menjadi alternatif yang baik. Tujuan penting dari RRA
adalah memahami komplesitas, keragaman, dan saling-ketergantungan dan menemukenali masalah-masalah dan kesempatan-kesempatan. Karenanya, penerapan yang
sering dilakukan adalah di pertanian, pembangunan perdesaan, dan agro-forestri. RRA
diarahkan untuk memecahkan masalah menjadi bagian-bagian yang terkelola serta
berusaha memperlakukan kompleksitas dalam cara yang lebih menyeluruh
Penerapan RRA dalam Kuliah Kerja (field work) diharapkan dapat:
- memperluas pandangan peserta dari pemikiran dan tindakan pembangunan wilayah
dan perdesaan yang mono ke multi (inter)-disiplin
- memperluas pengalaman peserta dalam menganalisis masalah, termasuk merumuskan
pertanyaan, kebutuhan data, dsb.
- mengembangkan kemampuan untuk memikirkan dan memahami pendekatan tahap
demi tahap yang diambil untuk pemecahan masalah dan penanganan data yang
berkaitan dengan masalah.
Beberapa

contoh

checklist

kajian

mendalam

(indepth

study)

dan

riset

kelembagaan (institusional) dalam rangka penerapan RRA, ditunjukkan pada sub bak
berikut.

I. SEKTOR PERTANIAN, Responden Petani Progressif/ komersial


1. Karakteristik petani progresif (umur, pendidikan, keadaan/ status ekonomi)
2. Pola usaha tani : Jenis tanaman dan pola tanaman, cara pengadaan modal
usaha, dan produksi usaha tani

3. Inovasi

(pembaharuan)

dan

penyebaran

inovasi,

diversifikasi

komoditi

(penganeka ragaman produk), dan diversifikasi kegiatan ekonomi

4. Pemasaran produk dan hambatan usaha


5. Dukungan kelembagaan dan kerjasama kemitraan
II. NON-PERTANIAN, Responden Pengusaha Industri Dan Kerajinan Maju

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Karakteristik pengusaha industri atau kerajinan


Jenis usaha dan produk
Skala usaha dan penyerapan tenaga kerja
Asal modal dan sejarah usaha
Perolehan input, penggunaan teknologi dalam produksi, dan pemasaran output
Hambatan usaha dan prospek pengembangan

III. KELEMBAGAAN

1. Kelompok Tani/ Koperasi


a. Bidang kegiatan, jumlah dan sifat keanggotaan, dan cakupan wilayah kerja
b. Hasil yang dicapai/ manfaat yang dirasakan, hambatan pengembangan serta
alternatif pemecahannnya, prospek
2. Pemerintah Daerah :
KKL II SIGPW UGM 2015

II-35

a. Ketersediaan Pelayanan dan pemanfaatan pelayanan


1. Pelayanan sosial dan ekonomi : jumlah, dan kualitas

dan jenis

(pendidikan, kesehatan, air bersih, keagamaan, olah raga, pasar, KUD,


bank desa, koperasi, pelayanan pendukung proses produksi lainnya);

2. Pelayanan infrastruktur : jalan, irigasi, listrik, transportasi umum.


b. Sektor unggulan, dan komoditi unggulan
1. Jenis sektor unggulan atau komoditi unggulan;
2. Lokasi dan pola distribusi sektor unggulanatau komoditi unggulan;
3. Potensi yang dikandung sektor unggulan atau komoditi unggulan;
4. Hambatan dan alternatif solusi pengembangan sektor unggulan atau
komoditi unggulan
c

Program pembangunan utama dan prioritas, dan hambatan

1. Jenis, skala, cakupan dan target sasaran program pembangunan utama;


2. Dukungan sumberdaya (anggaran, personnel, fasilitas pendukung
lainnya), lembaga bertanggung jawab, dan kerjasama antar institusi.
Daftar (kelompok) sasaran nara sumber informasi serta pokok-pokok bahasannya
tersebut dapat diperluas oleh peserta KKL sesuai dengan pengenalan masalah pada
masing-masing lokasi. Seperti ditekankan dalam aspek metodologi, pengolahan hasil
RRA saling melengkapi dan dikaitkan dengan hasil pengamatan langsung (Direct
observation) dan pengolahan data sekunder potensi wilayah.
2.6. PENGANTAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH
2.6.1. Lingkup Perencanaan Pengembangan Wilayah
Perencanaan erat berkaitan dengan pembangunan. Membangun dengan baik,
dalam arti memberikan

muslahat

direncanakan

dahuluagar

lebih

pembangunan
alam

dan

memakan biaya

SD

biaya)

kepada semua
efisien.

lapisan masyarakat, harus

Efisien

diperlukan

karena

besar sedang sumberdaya (SD manusia, SD

terbatas.

Karena

itu

diperlukan

apa

yang

disebut

dengan skala prioritas. Perencanaan timbul belum begitu lama, kurang lebih baru 50
tahun terakhir bersamaan dengan berakhirnya proses dekolonisasi.
Secara umum, berdasarkan skala cakupannya,

perencanaan dapat dibagi

menjadi tiga: perencanaan makro atau nasional, perencanaan meso atau perencanaan
regional, dan perencanaan mikro atau perencanaan daerah, seperti pada Gambar 4.7.
Berdasarkan kerinciannya berturut-turut adalah: perencanaan inception, skeleton, dan
detailed.

Perencanaan

inception

menyajikan

gambaran

umum

situasi

yang

ada, potensi-potensi dan ambatan-hambatan dan aspek-aspek penting yang harus


diperhatikan dan lebh merupakan pengarahan-pengarahan sederhana untuk melakukan
tindakan.
KKL II SIGPW UGM 2015

II-36

Perencanaan
seringkali

tingkat

meso

membingungkan

atau

karena

atau

perencanaan

pengertiannya

regional

yang

mendua:

pengalokasian sumberdaya di dalam suatu wilayah intra regional planning) dan


pengalokasian sumberdaya antar wilayah (inter regional planning). Yang dibicarakan di
sini tipe yang kedua.
Perencanaan

mempunyai

empat

elemen:

memilih

cara-cara

penggunaan sumberdaya seefisien mungkin, pengalokasian sumberdaya, mempunyai


tujuan

yang

jelas,

dan

waktu

yang

akan

datang. Oleh karena Conyers mendefinisikan perencanaan sebagai berikut: proses


yang terus menerus

yang

meliputi keputusan atau pilihan tentang cara-cara

penggunaan sumberdaya yang tersedia, dengan tujuan mencapai tujuan tertentu


pada suatu saat pada masa depan.
Disamping perencanaan pembangunan yang bersifat sosial ekonomi ada juga
yang bersifat keruangan, yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan penggunaan
lahan dan tata ruang. Tipe perencanaan ini sangat memperhatikan penetapan penggunaan lahan pada berbagai fungsi dengan tujuan memperoleh kecocokan antara lahan
dengan fungsi demikian rupa

sehingga saling menguntungkan. Rencana dasar

penggunaan lahan disebut juga rencana induk atau master plan.


Langkah-langkah kegiatan perencanaan dapat dilihat di halaman lain. Mula-mula
pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1950-an strategi
pembangunan yang biasa dilakukan adalah pertumbuhan ekonomi (sekitar 4-7%).
Ukuranpembangunan yang dipakai: pendpaatan domestik bruto (GDP) per kapita.
Strategi

pembangunan

demikian

mendapatkan

banyak

kritikan:

menimbulkan

kesejangan dan pemerosotan kualitas lingkungan.


Pada tahun 1960-an strategi pembangunan diarahkan pada perbaikan kualitas
hidup manusia segolongan besar
daerah
yang

perdesaan
diperhatikan

dan
tetapi

penduduk miskin

perkotaan.
juga

aspek

yang

tinggal

di

daerah-

Jadi bukan hanya aspek ekonomi saja


non

ekonomi:

kesejahteraan

sosial,

struktur politik dan kualitas lingkungan. Dalam istilah pembangunan berkaitan erat
dengan masalah-masalah

KKL II SIGPW UGM 2015

II-37

Gambar 2.7. Pembagian Perencanaan Berdasarkan Skala Cakupan

KKL II SIGPW UGM 2015

II-38

pengurangan: kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Dengan demikian tolok


ukur pembangunan berubah dari ekonomi (GDP per kapita) ke indeks kualitas hidup
(physical Quality of Life Indices): demografi, pendidikan, kesehatan, lingkungan.
Karena

itu strategi pembangunan ini

bersifat

komprehensif (terdiri

dari

beberapa proyek) dan integrated (proyek yang satu mendukung proyek yang lain),
sebagai

contoh proyek-proyek

peningkatan

jalan, pertanian,

kesehatan,

industri

kecil, dan kredit yang dilaksanakan dalam suatu wilayah dalam waktu yang relatif
bersamaan.
Jadi pembangunan dapat dikatakan berhasil bila memenuhi syarat-syarat berikut:
1. ada perubahan ke arah perbaikan terhadap sebagian besar penduduk dalam jangka
lama
2. membawa

maslahat

besar

kepada

sebagian

besar

penduduk

dan

sebaliknya memberi kerugian sesedikit mungkin kepada sebagian kecil pennduduk


3. paling tidak memenuhi kebutuhan pokok minimum penduduk
4. sesuai dengan kebutuhan penduduk masing-masing wilayah
5. dapat menimbulkan percaya diri (self reliance)
6. tidak merusak lingkungan alam.
Dalam

melaksanakan

pembangunan

diperlukan

partisipasi

selu-

ruh masyarakat dan dekonsentrasi karena penduduk dan pemerintah lokal dianggap
paling

mengetahui

perencanaan
kehidupan
yang

masalah-masalah

pengembangan
manusai

nyata,

yang

tidak

wilayah
dapat

mempelajari

pembangunan
ilmu

lepas

dari

unsur-unsur

di

geografi

wilayahnya.
sangat

geografi.
yang

Di

dalam

penting

Geografi

karena

adalah

konkrit: (relief,

ilmu

penduduk,

interaksi dan interdependensi antar wilayah, dan sebagainya). Jadi untuk melakukan
perencanaan

pembangunan

harus

diperhatikan

unsur

geografi

wilayah.

Seorang pakar geografi potensial untuk menjadi seorang perencana pembangunan,


tanpa mengurangi arti bahwa ilmu-ilmu lain juga penting dan perencanaan pembangunan
wilayah bukan monopoli pakar geografi saja.
Wilayah secara sederhana dapat diartikan sebagai bagian-bagian (sub divisi)
kecil suatu

negara.

Pembagiannya dapat

berdasarkan baik tipe iklim, vegetasi,

relief, administrasi, kepadatan penduduk maupun produksi khas suatu wilayah. Tipe
wilayah yang diperoleh dengan cara ini disebut homogeneous region. Pembagian
dengan

cara lain (berdasarkan fungsinya) disebut degan

nodal

region. Cara-

cara pembangunan region ke dalam beberapa sub region ini akan dikemukakan di
dalam bagian lain manual ini.

KKL II SIGPW UGM 2015

II-39

BAB III
PENGUKURAN PROSES DAN HASIL PROSES GEOSFER
3.1. PENGUKURAN TERESTRIAL (UKUR TANAH) UNTUK PEMBUATAN
PROFIL DAN KONTUR
3.1.1. Tujuan
! Pengukuran topografi untuk menghasilkan Peta Topografi skala 1 : 1000
atau lebih kecil.
! memahami dan terampil menggunakan alat, mengukur sudut-sudut
poligon, untuk keperluan kerangka peta dan pengukuran titik detail situasi
secara rinci, pada posisi yang relatif sulit, dapat menguasai medan
sehingga bisa mengambil langkah untuk memperoleh detail-detail yang
lengkap dan juga dapat membaca hasil pengukuran di lapangan dalam
sebuah

peta

detail situasi berskala

besar dengan

kaidah-kaidah

pembuatan peta yang baku.


3.1.2.

Alat dan Bahan

Theodholit presisi T 100 dengan ketelitian 10 untuk pengukuran poligon

Theodolit T0 dengan ketelitian 2' untuk pengukuran detail situasi.

Baak ukur

Meteran panjang (50 m)/pita ukur

Meteran pendek (2 m)

Statif/kaki tiga

Patok kaun 4 x 4 panjang 30 cm

Payung, unting-unting, paku

Alat tulis dan form pengukuran

Rapido Set

Kertas milimeter

Kertas Kalkir

3.1.3. Metode
Peta Topografi berskala antara 1:25.000 sampai dengan 1:100.000
merupakan peta Topografi standar dari pemerintah (Bakosurtanal) yang sering
digunakan sebagai peta dasar perencanaan pekerjaan Civil Engineering, karena isi
dari peta tersebut banyak memberikan infomasi tentang lingkungan geografikal. Peta
Topografi adalah peta yang ideal, sebab didalamya menampilkan kenampakan bumi

KKL II SIGPW UGM 2015

III-40

yang mendekati sebenamya secara kualitas maupun kuantitas dengan skala


tertentu.
Pada daerah yang sempit, banyak terjadi rolling, sungai, cekungan, lembah,
curam, infomasi yang diberikan oleh Peta Topografi berskala sedang (1:25.000)
sangat terbatas. Detail yang rinci tidak tampak dengan jelas, karena mengalami
proses generalisasi.
Untuk maksud dan tujuan tertentu seperti pembuatan profil dan kontur dalam
perencanaan pekerjaan civil diperlukan peta topografi berskala besar, detail dan
rinci, sehingga perlu dilakukan pengukuran tersendiri.
Dalam pembuatan Peta Topografi skala 1 : 1000 (besar) dapat dilakukan
secara terestris maupunun fotogrametris atau dengan penginderaan jauh. Untuk
wilayah pengukuran yang sempit yang bebas pengaruh lengkung bumi dan hasilnya
lebih detail, biaya lebih ringan jenis pengukuran yang cocok adalah secara terestris.
Pengukuran tersebut dilakukan langsung menyentuh benda sebenanya
dengan mengikuti kondisi geografis daerah yang diukur, untuk memperoleh
gambaran lereng atau permukaan yang mendekati keadaan sebenarnya.
Sebagaimana telah disingung pada latar belakang tentang pengukuran
secara teristris, maka metoda yang digunakan adalah dapat berupa poligon tertutup.
Koordinat awal diukur secara GPS. Elevasi titik awal dibaca pada peta Rupa Bumi
atau berdasarkan dari koordinat ketinggian yang sudah ada. Obyek situasi atau titik
detail dibidik dengan metoda cross semi situasi, dari setiap titik poligon jarak titik
poligon 20 sampai dengan 50 meter. Jarak titik detail terjauh adalah 250 meter, dan
titik yang diambil minimal 10 titik, sedapat mungkin mewakili detail situasi yang
spesifik.
Pembuatan peta secara teresterial melalui kerangka pemetaan yang berupa
polygon dilakukan melalui pengukuran sudut dan jarak secara simultan, artinya
pengukurannya dilakukan secara bersama-sama. Sudut horizontal diukur dengan
alat theodolit, dan jarak diukur dengan alat theodolit yang sama, pengukurannya
dilakukan secara bersamaan.
Pengukuran sudut-sudut dalam polygon dilakukan minimal 2 kali pengukuran
yaitu teropong pada posisi Biasa (garis visir berada di atas) dan teropong pada
posisi Luar Biasa (garis visir berada di bawah). Jarak-jarak sisi polygon diukur
secara optis, minimal dua kali pengukuran, yaitu pengukuran ke muka dan
pengukuran ke belakang. Hasil definitive pengukuran sudut polygon adalah ratarata dari pengukuran Biasa dan pengukuran Luar Biasa. Jarak defininitif sisi-sisi
polygon merupakan hasil rata-rata dari pengukuran ke muka dan pengukuran ke
belakang.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-41

3.1.3.1. Poligon Tertutup


Poligon tertutup merupakan kerangka peta yang sangat sederhana, praktis
dalam pengukuran dan hitungan, mudah dikontrol apabila ada kesalahan, tetapi juga
mempunyai ketelitian yang dapat diandalkan.
Pada pemetaan untuk daerah yang lingkupnya kecil, dapat digunakan
koordinat titik awal local, tetapi harus terikat azimuth awal yang handal. Azimuth
handal yang dimaksud adalah azimuth bintang atau azimuth matahari (Azimuth
Astronomis). Untuk pemetaan area yang luas minimal harus ada satu titik tetap
sebagai titik tetap. Data-data yang diperlukan pada pengukuran polygon tertutup
adalah :
1. Azimuth Awal Poligon.
2. Koordinat Lokal/ Koordinat Tetap sebagai koordinat awal.
3. Jarak-jarak sisi polygon.
4. sudut-sudut dalam polygon tertutup.
Alat yang digunakan untuk pengukuran sudut dalam polygon, adalah alat ukut
theodolit presisi, sedang untuk pengukuran jarak-jarak sisi polygon, dapat secara
optis, langsung, atau elektronis (EDM).
1. Pengukuran Azimuth Awal Poligon.
Pengukuran azimuth awal sisi polygon, diukur secara teliti, dengan
pertolongan matahari (pada praktikum sebagai latihan langsung digunakan
azimuth magnetis). Azimut awal polygon yang dimaksud adalah azimuth awal
P1P2 sebagai azimuth awal sisi polygon.
Harga azimuth awal tersebut adalah :

KKL II SIGPW UGM 2015

III-42

2. Koordinat Awal Poligon.


Untuk peta perencanaan dapat dipakai koordinat local yaitu koordinat awal
yang ditentukan. (sebagai contoh P1 (1000,1000)) Pengambilan ini diperkirakan
agar harga X dan Y, tidak ada yang bernilai negative. Pada peta yang sifatnya
global diperlukan koordinat awal yang sifatnya tetap, artinya koordinat awal dari
titik polygon terikat pada jaringan koordinat global.
3. Jarak-jarak sisi polygon.
Pada polygon yang presisi (teliti), jarak-jarak sisi diukur secara teliti minimal
dua kali pengukuran.
4. Sudut-sudut dalam polygon tertutup.
Sudut-sudut dalam pada polygon, diukur minimal dua kali pengukuran, yaitu
rata-rata dati pengukuran Biasa dan Luar Biasa. Pada polygon teliti dapat
dipakai theodolit yang mempunyai ketelitian sudut horizontal sebesar 1 (satu
detik). Pengukuran sudut dalam pada polygon tertutup, tidak mungkin mulus
(tanpa kesalahan). Dalam arti matematisnya = (n-2) * 180.
Setiap pengukuran pasi ada kesalahannya dalam arti (n-2) * 180 jadi perlu
adanya koreksi, sebagai contoh : hasil pengukuran adalah sebesar
540020 dengan n = 5, 540, berarti ada koreksi sebesar 20
maksudnya tiap-tiap sudut mendapat koreksi sebesar 4

KKL II SIGPW UGM 2015

III-43

5. Penyusunan Azimuth Poligon


Setelah sudut dalam polygon dikoreksi, maka didapatkan sudut dalam
polygon yang definitive, sehingga pekerjaan penyusunan azimuth dapat
dilakukan. Penyusunan azimuth dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

U
U

P2

P1P2
P1

P2P3
2
P3

Menurut matematis pada gambar diatas, dapat disusun sebagai berikut :


Azimuth P1P2 ( P1P2) merupakan Aimuth Awal, hasil pengukuran yang definitive.
P2P3 = P1P2 + 180 - 2
P3P4 = P2P3 + 180 - 3

PnPn+1 = Pn-1Pn + 180 - n

dan seterusnya, sehingga didapat P1P2 = PnP1 + 180 - n yang kembali


harga P1P2 hasil dari pengukuran (Azimuth Awal)
6. Harga D sin (X) dan D cos (Y)
Harga-harga ini sebetulnya merupakan harga-harga penambahan absis dan
penambahan ordinat mengacu pada suatu koordinat tertentu (dalam gambar
koordinat titik P2 mengacu pada koordinat titik P1).

KKL II SIGPW UGM 2015

III-44

U
P2
D
D Cos

P1
D Sin

Harga-harga ini harusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut :


D Sin = 0 dan D Cos = 0 , dan jika tidak = 0, berarti ada kesalahan
pengukuran jarak , sehingga polygon tidak menutup atau disebut adanya
kesalahan penutup jarak (f), besarnya nilai f ini adalah seperti pada gambar di
bawah ini.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-45

Jika Harga D Sin 0 dan D Cos 0 berarti ada koreksi sebagai berikut :

X1 =

D1
x X
D

Y1 =

D1
x Y
D

X2 =

D2
x X
D

Y2 =

D2
x Y
D

X3 =

D3
x X
D

Y3 =

D3
x Y
D

.. dst

.. dst

7. Perhitungan Definitif Koordinat polygon (X,Y)


Perhitungan ini merupakan perhitungan final, sehingga didapat X dan Y yang
definitive. Harga X dan Y ini secara matematis dapat dilihat pada gambar berikut:

X2 = X1 + D1 Sin + Koreksi (X1)


Y2 = Y1 + D1 Cos + Koreksi (Y1)

P2 (X2,Y2)
D
D1 Cos

(X1,Y1)

P1
D1 Sin

Sehingga akan didapatkan formula sebagai berikut :


Xn+1 = Xn + Dn Sin + Xn
Yn+1 = Yn + Dn Sin + Yn

KKL II SIGPW UGM 2015

III-46

Koordinat Z (Beda Tinggi)


Selain perhitungan posisi secara horizontal (koordinat x & y) maka pemetaan
juga dilakukan secara vertical (beda tinggi), sehingga perhitungan juga dilakukan
sama seperti posisi horizontal (x,y). Pada perhitungan beda tinggi ini juga mutlak
tidak mulus tetapi juga mengalami koreksi, dimana posisi Z awal harus sama, ketika
sudah melalui perhitungan. Beda tinggi yang digunakan adalah beda tinggi hasil
pengukuran ke muka dan pengukuran ke belakang.
Harga dari jumlah beda tinggi haruslah sama dengan 0 ( Z =0) jika tidak sama
dengan 0 maka harus melalui koreksi.
Dimana besarnya penyimpangan/jumlah koreksi (Z) harus dibagikan secara rata
melalui formula :

Z1 =

Z1
x Z
|Z |

Z2 =

Z2
x Z
|Z |

.
Zn =

Zn
x Z
|Z |

Perhitungan Definitif Koordinat Z


Perhitungan ini merupakan perhitungan final, sehingga Z yang definitive
dengan perhitungan menggunakan formula : Zn+1 = Zn + BT + Zn

KKL II SIGPW UGM 2015

III-47

3.1.3.2. Pengukuran detail situasi topografi.


Pengukuran ini dilakukan secara koordinat kutub, unsur yang diukur adalah :
azimuth, jarak, dan beda tingggi. Beda tinggi terhadap titik yang dibidik untuk
menggambarkan detail situasi seperti alur jalan, sungai, letak jembatan, ladang
bangunan dan sebagainya.
Jarak (D) diukur dengan menggunakan formula:
D = k. s. Cos2 ,
dan beda tinggi (h) dengan formula:
h = HI D Tan - bt
dimana :
D

= jarak datar

= benang atas benang bawah

= 100 (konstanta pengali)

h = beda tinggi
HI

= tinggi instrumen

bt

= benang tengah

3.1.4. Prosedur Kerja


3.1.4.1. Persiapan Pekerjaan
Pada tahap ini yang dipelajari adalah ketersediaan sumberdaya manusia
(tenaga kerja) di lapangan, rencana kerja, daftar peralatan serta form-form
pengukuran yang dipergunakan.
Survey pendahuluan/orientasi
Sebelum

pelaksanaan

pekerjaan

pengukuran

berjalan,

kita

perlu

mengadakan orientasi lapangan dengan acuan Peta Topografi berskala kecil kalau
ada.

Memperoleh informasi penting, lain dari masyarakat setempat tentang

lingkungan,

administrasii

wilayah,

kepadatan

penduduk,

sosial

ekonomi,

transportasi, tempat menginap dan sebagainya.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-48

Penyediaan alat dan bahan penelitian


Seperti telah disebutkan diatas mengenai alat dan bahan dapat dilihat pada
sub bab alat dan bahan pada metodologi
Penentuan metode yang akan digunakan
Untuk

penelitian/pengukuran

untuk

penentuan

titik

koordinat

poligon

dilaksanakan dengan metoda poligon tertutup, dimana titik awal dan titik akir
bertemu dalam satu titik. Alat yang dipakai theodholite T.100 dengan ketelitian 10.
Syarat-syarat geometris pada poligon tertutup adalah :
1. = (n-2) X 180o
2. d sin = 0
3. d cos = 0
dimana :
= Jumlah sudut dalam poligon
n = jumlah titik sudut poligon
d =Jarak masing-masing poligon
Ketiga syarat ini belum dapat dipenuhi karena dalam pengukuran sudut dan jarak
poligon masih terdapat kesalahan sehingga perlu adanya koreksi, dengan dengan
demikian rumus diatas menjadi:
1. = (n-2) X 180o +
2. d = sin = 0 + x
3. d cos = 0 + y
dimana :
= kesalahan penutup sudut
x = kesalahan penutup sumbu x
y = kesalahan penutup sumbu y
Langkah-langkah untuk menghitung koordinat titik poligon adalah sebagai berikut :
a. Koreksi sudut dalam poligon
b. Penyusunan azimuth
c. Perhitungan d Sin dan d Cos
d. Koreksi -fx dan koreksi -fy sebanding dengan jarak sisi poligon.
e. Perhitungan koordinat poligon
KKL II SIGPW UGM 2015

III-49

Detail atau situasi diukur dengan theodholit T0, ketelitiamya 2, metoda yang
dilakukan adalah koordinat kutub. Sebelum mengukur situasi arah utara magnetis
harus diorientasikan terlebih dahulu pada salah satu sisi poligon, supaya detil atau
situasi yang diukur tidak lari dari posisinya. Pengukuran detil situasi ini meliputi
azimuth, jarak dan beda tinggi.
3.1.4.2. Penentuan Titik Ikat/Titik Referensi
Titik awal, misal P1 dipakai sebagai titik awal dengan duga tinggi
ditetapkan terlebih dahulu. Koordinat titik. P1 diukur secara GPS mendapafkan nilai
X = .. y =
3.1.4.3. Pelaksanaan Pengukuran
Pengukuran poligon basis
Poligon basis diawali dari misal P1 sampai dengan Pn. Unsur-unsur yang
diukur adalah :
1. Sudut horisontal
2. Jarak sisi-sisi poligon
Untuk posisi vertikal, titik poligon diukur duga tingginya dengan sipat datar,
sudut arah definitif peta didapat secara magnetis karena cuaca tidak memungkinkan
untuk mengamati matahari.

Pengukuran jarak dengan pita ukut dimaksudkan

sebagai kontrol jarak optis. Dari sejumlah n titik poligon, pelaksanaan pengukuran
selesai dalam waktu yang sesuai.
3.1.4.4. Penggambaran hasil pengukuran
Pengambaran peta sebaiknya

dilakukan di studio. Namun sebelum

penggambaran dimulai sebaiknya dilakukan pengecekan terhadap sket-sket


pengukuran apakah masih ada yang belum tercatat.

Jika perlu diadakan

pengukuran ulang. Peralatan yang digunakan dalam penggambaran dikantor adalah:


1. Rapido set, ukuran 0,1 sampai dengan 0,5
2. Busur derajat
3. Segitiga penggaris
4. Karet penghapus
5. Tipex
6. Sablon
7. Letter sheet
8. Pensil H
9. Meja Gambar yang dilengkapi lampu

KKL II SIGPW UGM 2015

III-50

Hasil akhir dari pekerjaan penggambaran adalah peta dan peta yang kita harapkan
adalah peta berkualitas yang mempunyai keindahan (seni). Penarikan garis kontur
dengan

rapido 0,1 setiap interval 1 meter dan rapido 0,5 settap interval 5.

Kehalusam garls kontour besar garis yang sama (tidak menebal dan tidak keriting)
akan nikmat dilihat.
Tulisan/huruf dan angka pada peta disablon dengan ukuran huruf bervariasi
supaya nampak serasi indah dan berwibawa.

Simbol-simbol pada legenda

sederhana dan mudah dibaca.


Disain dan Tata Letak Peta Dasar
Tata letak peta (lay out) tidak bisa sembarang dibuat Harus disusuun supaya
bahan referensi dalam peta tersebut mudah dicari, lembar berapa, zone berapa
lintang dan bujur berapa wilayah yang tergambar dalam peta tersebut bisa dilihat
dengan jelas.
Disain tata letak. peta terdiri dari "map face" (muka peta) dan marginal
information (informasi tepi). Map face adalah suatu ruangan yang disediakan
sepenuhnya untuk gambar peta, sedangkan marginal information adalah ruangan
yang memuat nama peta, wilayah skala, peta orientasi (inset), legenda, penerbit dan
lembar peta.
Desain Isi Peta/Simbol
Obyek situasi di lapangan tidak digambarkan persis seperti aslinya kecuali
hasil interpretasi foto udara.
Maka obyek dilapangan secara kartografis dapat digambarkan dengan simbol
sebagai berikut :
1. Garis jalan digambarkan
2. Jembatan
3. Sungai
4. Kontur

KKL II SIGPW UGM 2015

III-51

Ploting Hasil Perhitungan Pada Peta Dasar


Pekerjaan plotting meliputi ploting poligon basis dan plotting detail
situasi- plotiing poligon basis dilakukan secara koordinat tidak boleh secara grafis
(azimuth dan jarak).
Plotting jalur poligon basis
Poligon basis diplotting secara koordinat diambil dari angka koordinat yang
telah dicari, kemudian diskalakan ke jarahya diatas milimeter kalkir. Titik-fitik
koordinat yang jumlahnya n buah tersebut dihubungkan sebagai kerangka peta.
Plotting detail situasi
Detail situasi diploting secara koordinat kutub Azimuth detail situasi
digunakan azimuth sisi poligon dari hasil pengukuran bukan dari azimuth poligon
yang sudah dihimpitkan dengan utara grid. Sudut azimuth diukur dengan busur
derajat dan jarak dengan penggaris skala 1:1000 atau lebih kecil. Kemudian hasil
perhitungan duga tinggi/elevasi diplotkan pada titik tersebut
Penggambaran Peta Akhir
Hasil plotting dan detail situasi diatas, ditarik garis kontur dan Gambar pada
tahap ini berupa draft yang kemudian dipakai sebagai dasar pembuatan peta diatas
kertas kalkir.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-52

3.2. REVISI PETA


3.2.1. Tujuan :
! Revisi Peta Rupa Bumi Indonesia dengan menggunakan data
penginderaan Jauh
3.2.2. Alat dan Bahan

Peta RBI skala 1 : 25.000 tahun 1995

Foto Udara Pankromatik skala 1 : 10.000 tahun terbaru

GPS

Meteran

3.2.3. Metode :
3.2.3.1. Revisi Peta
Kenampakan di permukaan bumi akan selalu mengalami perubahan.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu perubahan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia dan perubahan yang disebabkan oleh aktivitas
alam. Perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia berjalan lebih cepat. Peta
hanya merupakan keadaan sesaat dari kenyataan muka bumi yaitu keadaan
topografis dari suatu daerah yang tergambar pada saat peta tersebut dibuat atau
dicetak. Bila ada perubahan pada daerah tersebut (dapat terjadi dengan cepat
maupun lambat) maka peta daerah ini tidak lagi up to date. Oleh sebab itu
diperlukan revisi peta.
Jenis -jenis revisi :

Revisi selektif
Terutama dilakukan untuk area dimana perubahan dikenali sebagai hal
yang relatif besar dari normal.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-53

Revisi parsial
Yang secara normal melukiskan revisi hanya kelas atau corak tertentu di
dalam suatu area.

Revisi yang diprioritaskan


Menggambarkan revisi yang disebabkan oleh faktor lain selain perubahan
pada

landscape,

misal

karena

permintaan

dari

suatu

instansi

atau

pengembangan untuk masa depan.


Faktor -faktor yang berpengaruh pada revisi peta, faktor utama yaitu:

Pengumpulan data yang berubah yang berada pada bagian peta.

Nilai dari perubahan itu dan pemilihan metode yang tepat untuk itu.

Pelaksanaan teknis revisi dan produksi peta (+ 20% adalah fotogrametri dan +
80% adalah pekerjaan kartografi)

Faktor -faktor ini secara langsung berhubungan dengan jenis revisi peta yang harus
diterapkan. Jenis revisi peta dapat dibedakan sebagai berikut :
a.

Revisi cepat
Memperbaharui hanya unsur -unsur yang paling utama didalam peta itu.

b.

Revisi sebagian
Pembaharuan dilakukan pada beberapa bagian yang terpilih dari peta atau
beberapa unsur tertentu pada peta.

c.

Revisi lengkap
Pembaharuan dilakukan pada semua unsur yang berubah dalam peta.

Berdasarkan jarak waktu untuk melakukan revisi, revisi peta dibedakan menjadi 3
yaitu :
a.

Revisi berlanjut
Setiap perubahan yang terjadi di medan dimasukkan ke dalam peta yang ada

sehingga peta selalu dalam keadaan mutakhir. Untuk peta skala besar, metode
berlanjut dapat diterapkan. Pembuat revisi peta bekerjafull time pada daerah atau
area kecillain untuk mengumpulkan perubahan. Pengguna peta-peta skala besar
mengharapkan bahwa ini adalah yang terbaru, tidak terkait dengan tipe peta (peta
kadaster). Untuk metode revisi berlanjut, organisasi pemetaan harus membangun
suatu basis data dan pusat infonnasi yang menerima data dari banyak sumber dan
mengumpulkan perubahan secara konstan.
b.

Revisi siklis
Revisi yang dilakukan pada interval tertentu, misalnya setiap tahun, tiap lima

tahun dll. Revisi siklis adalah suatu metode dimana revisi suatu lembar dieksekusi

KKL II SIGPW UGM 2015

III-54

dengan interval waktu ditentukan. Sepanjang periode antar penerbitan peta ditinjau
kembali. Agen yang memproduksi peta dapat mengumpulkan informasi yang
berubah selama periode interval waktu tersebut dan dapat menggunakan foto udara
terbaru untuk memproduksi lembar yang direvisi. Karena peta skala besar lebih
cepat menjadi tidak up to date, yang disebabkan oleh isinya yang sebagian besar
detail, maka metode ini sebagian besar akan digunakan untuk melakukan revisi
pada skala yang lebih kecil.
Bagaimanapun,

sejak

informasi

baru

dibutuhkan

untuk

pengambilan

keputusan dalam perencanaan, manajemen dan lain -lain, dibutuhkan metode selain
revisi siklis untuk peta -peta skala 1 : 10.000, 1 : 25.000 dan 1 : 50.000. Revisi siklis
untuk skala -skala tersebut hanya dapat diterapkan di masa depan, ketika interval
waktunya lebih pendek untuk melakukan revisi peta.
c.

Revisi selektif
Dihubungkan dengan suatu prioritas, prioritas ditentukan oleh urgensi

pennintaan atau tingkat perubahan dan tidak menetapkan periode waktunya. Ada
beberapa jenis metode revisi untuk skala peta yang berbeda. Dengan metode ini,
interval antara revisi, tergantung pada jumlah perubahan di area terkait. Seseorang
dapat menghubungkan keputusan untuk memulai revisi dengan jumlah perubahan.
Dalam hal ini agen pemetaan harus mengumpulkan semua informasi yang tersedia
dari instansi-instansi lokal, departemen pekerjaan umum dan lain-lain.
Fotografi udara dapat untuk mendeteksi perubahan, sehingga menjadi salah
satu sumber inspirasi yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan revisi atau
tidak. Metode seperti ini jauh lebih bermanfaat bagi pengguna peta skala kecil,
karena agen pemetaan menjadi lebih siaga pada perubahan-perubahan yang terjadi,
berkaitan dengan umur peta.
Kata kunci dari semua metode revisi peta adalah perubahan. Sumber untuk
mendeteksi perubahan adalah :
! Kumpulan perubahan yang dilaporkan oleh berbagai instansi
! Foto udara terbaru yang dibandingkan dengan peta yang ada
! Kerja lapangan dari peta yang sama dengan situasi riil di lapangan
Metode yang terakhir adalah yang paling mahal karena investasi sangat
mahal yang harus digunakan untuk itu. Bekerja dengan cara ini berarti harus
menggunakan banyak waktu untuk area tertentu dimana mungkin tidak berlangsung
suatu perubahan.
Metode yang pertama akan sangat bernilai jika sebuah sistem pekerjaan
dapat dibangun yang akan berfungsi baik. Fungsi ini tergantung pada keandalan
sumber informasi dan kepastian penyampaian pesan yang berlanjut oleh para agen
tersebut. Sistem ini akan memberi dasar sangat baik untuk pengambilan keputusan

KKL II SIGPW UGM 2015

III-55

pada pekerjaan revisi peta selanjutnya, khususnya jika menggunakan metode


selektif.
Foto format besar lebih cocok untuk daerah yang luas ketika peta-peta skala
besar akan direvisi. Pada umumnya, pemetaan fotogrametri yang juga termasuk
revisi peta, foto berwarna dan foto false colour menjadi semakin bermanfaat.
Metode revisi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode revisi parsial
dimana bagian yang direvisi merupakan kelas atau corak tertentu didalam suatu
area. Pembaharuan dilakukan pada beberapa bagian yang terpilih dari peta atau
beberapa unsur tertentu pada peta. Dalam hal ini ditekankan pada unsur penutup
lahan, unsur gedung dan bangunan, dan unsur perhubungan.
Berdasarkan waktu revisi, penelitian ini termasuk revisi selektif dimana
pembaharuan dihubungkan dengan suatu prioritas, prioritas ditentukan oleh tingkat
perubahan yang terjadi. Kata kunci dari metode revisi adalah perubahan. Sumber
untuk mendeteksi perubahan didapatkan dari interpretasi citra Penginderaan Jauh
terutama resolusi tinggi, peta penggunaan tanah, peta ruas jalan, dan kerja
lapangan.
3.2.3.2. Peta Rupa Bumi Indonesia
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kebijakan otonomi
daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada daerah. Di samping prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola
wilayahnya.
Pengelolaan wilayah dilakukan dengan cara melakukan perencanaan
pernbangunan daerah. Peta Rupa Bumi berfungsi sebagai peta dasar dalam
perencanaan. Peta Dasar Rupa Bumi merupakan peta yang berisi unsur -unsur
relief, gedung dan bangunan (pemukiman), perhubungan, perairan, penutup lahan,
batas administrasi dan batas negara, serta nama-nama geografi. Peta ini digunakan
sebagai peta dasar (acuan) pembuatan peta -peta turunan lainnya (Bakosurtanal,
2003).
Peta Rupa Bumi yang digunakan pada saat ini masih menggunakan peta
yang dibuat dengan menggunakan input data tahun 1993/1994 dan cek lapangan
pada tahun 1996. Kondisi tersebut mengakibatkan tingkat akurasi data pada Peta
Rupa Bumi menjadi rendah, karena data yang ada pada peta tersebut sudah tidak
sesuai dengan kondisi di lapangan yang djakibatkan oleh cepatnya perkembangan
fenomena geografi. Perkembangan daerah karena adanya pembangunan dan
perkembangan teknologi yang semakjn berkembang menyebabkan terjadjnya

KKL II SIGPW UGM 2015

III-56

perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan, selain disebabkan


oleh aktivitas manusia, kondisi alam juga turut berperan serta, seperti terjadinya
bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada suatu wilayah.
Peta Rupa Bumi dapat diperoleh dengan dua cara (1) dari pengukuranpengukuran langsung di lapangan yang disebut dengan pemetaan (dilakukan)
dengan cara teristris dan (2) dari pengukuran tidak langsung seperti cara
fotogrametris

dan

penginderaan

jauh

dikatakan

sebagai

pemetaan

cara

ekstrateristris. Data hasil pengukuran diolah, dihitung dan direduksi ke bidang datum
sebelum diproyeksikan ke dalam bentuk bidang datar menjadi peta.
Rupa bumi yang digambarkan pada peta meliputi : unsur-unsur alamiah dan
unsur-unsur buatan manusia. Kemajuan dalam bidang teknologi yang berbasiskan
komputer telah memperluas wahana dan wawasan mengenai peta. Peta tidak hanya
dikenali sebagai gambar pada lembar kertas, tetapi juga dalam bentuk digital
terpadu antara gambar, citra dan teks. Peta yang terkelola dalam mode digital
mempunyai keuntungan penyajian dan penggunaan serta keluwesan" kemudahan
penyimpanan, pengelolaan, pengolahan, analisa dan penyajiannya secara interaktif
bahkan aktual pada media komputer (softcopy).
Aplikasi citra PJ dapat digunakan untuk pemetaan rupa bumi. Data dapat
digunakan

untuk

memetakan

daerah-daerah

yang

tidak

terjangkau

untuk

pengukuran teristris atau daerah yang memerlukan revisi secara reguler.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-57

3.2.3.2.1. Spesifikasi Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000


Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tanggal 10
Februari 2000 tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah
disebutkan bahwa unsur -unsur peta dasar skala 1 :25,000 meliputi :
a.

garis pantai;

b.

hidrografi, berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, sungai,


terusan, saluran air, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan
skala untuk lebar minimal 5 meter;

c.

permukiman;

d.

jaringan transportasi, berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
jalan lain, jalan setapak, jalan kereta api, bandar udara dan pelabuban;

e.

batas administrasi, berupa batas negara, batas propinsi, batas kabupaten, batas
kota, batas kecamatan, batas kelurahan;

f.

garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 12,5 meter;

g.

titik tinggi; dan

h.

nama-nama unsur geografis.

3.2.3.2.2.

Spesifikasi Peta Rupa Bumi Skala 1 : 25.000 Berdasarkan

Bakosurtanal
Berdasarkan spesifikasi Peta Rupa Bumi yang ditetapkan oleh Bakosurtanal,
k]asifikasi Peta Rupa Bumi meliputi berbagai unsur yaitu :
Unsur Relief
Kontur : garis kontur dapat diperoleh langsung dari model stereo atau melalui
DEM. DEM dibuat dari titik-titik massal dan dilengkapi informasi hidrologi (sungai)
serta garis diskontinuitas (breaklines) tiga dimensi. Untuk daerah yang datar dimana
jarak horisontal antar kontur melebihi 40 mm pada skala peta maka dibuat garis
kontur bantu. Harga kontur akan ditulis selang seling, terbaca, dan diatas harga
menuju puncak ketinggian. Regule grid dan garis diskontinuitas (breaklines) perlu
didigitasi pada model stereo.
Titik -titik tinggi : Titik-titik tinggi memiliki dua fungsi (1) sebagai bahan untuk
membangun model elevasi digital, yang dengan ini dapat menurunkan garis kontur
secara otomatis titik tinggi ini lazim disebut titik massal (mass point); dan (2) titik
tinggi untuk menandai obyek yang menonjol di permukaan bumi, misalnya puncak
bukit, titik -titik yang ini lebih tepat disebut titik tonjol (spot point). Titik-titik tonjol
(spot-point) akan ditampilkan sampai 1 m dan diposisi berikutnya, kecuali dimana
tanah dihalangi oleh tumbuhan atau halangan lain. Spot-point ini harus diamati pada
lokasi sebagai berikut : pada titik-titik penting seperti puncak bukit, dasar depresi,
lembah, dll; pada perubahan penting sepanjang garis pusat jalan atau perpotongan

KKL II SIGPW UGM 2015

III-58

utama, umumnya pada interval 40 mm pada skala peta; pada daerah-daerah yang
datar, dimana jarak horisontal antara kontur melampaui 40 mm pada skala peta.
Simbol relief; Tick atau arsir digunakan pada kontur depresi, lembah dan
tebing.
Unsur gedung dan bangunan Bangunan
Bangunan tunggal baik sendiri maupun terpencar akan ditampilkan pada
ukuran nominal 12,5 m x 12,5 m pada skala peta 1 : 25.000, kecuali jika lebih besar
maka harus ditampilkan pada bentuk sebenarnya. Bangunan dianggap terpencar
bila terpisah satu sama lain lebih dari 62,5 m pada skala peta 1 : 25.000.
Permukiman : Adalah suatu daerah yang dibangun oleh manusia. Built-up area akan
memiliki ukuran minimal 62,5 m x 62,5 m pada skala 1: 25.000.
Bangunan penting : infrastruktur, tempat ibadah, jembatan, terowongan,
stasiun radio, menara repeat telekomunikasi seluler, sumur minyak, sumuT gas,
pelabuhan udara, jalur terbang, akan diindikasikan dengan simbol atau anotasi yang
sesuai.
Unsur Perhubungan
Garis pusat semua unsur ini akan diplot dan dibedakan dengan simbol
dimana memungkinkan. Bila lebar unsur jalan melebihi 1 mm pada skala peta, maka
unsur jalan diplot pada garis as dan 2 pinggirnya yang merupakan batas penutup
lahan. Pada daerah yang informasinya jarang, unsur perhubungan seperti jalan
harus ditampilkan, jalur kereta api akan diplot. Jalur transmisi, jaringan listrik
tegangan tinggi ditunjukkan dengan simbol konvensional. Listrik dan telepon hanya
akan ditampilkan di luar kota dan dimana fungsi mereka sebagai pedoman.
Jalan dibagi dalam lima jenis :
! Jalan arteri yaitu setara dengan jalan negara (yang menghubungkan antar ibu
kota propinsi), jalan propinsi (yang menghubungkan antar ibukota kabupaten),
jalan bypass, jalan lingkar, dan jalan bebas hambatan (jalan tol).
! Jalan kolektor yaitu setara dengan jalan kabupaten (penghubung antar
kecamatan).
! Jalan lokal yaitu jalan didalam kota.
! Jalan lain -lain yaitu setara dengan jalan kecamatan (yang menghubungkan
antar desa).
! Jalan setapak, yaitujalan kecil yang penting (misalnya ditengah hutan atau di
atas gunung) namun bukan untuk lalu lintas kendaraan bermotor.
Pembagian kelas jalan ini dapat dilakukan setelah pengumpulan data lapangan.
Unsur Perairan
Sungai, anak sungai, kanal irigasi dan selokan ditampilkan dengan ganda
atau tunggal sesuai dengan lebamya dan skala. Danau, kolam, laguna, dan reservoir

KKL II SIGPW UGM 2015

III-59

akan ditampilkan dengan garis batas air pada saat pemotretan udara. Sumur, mata
air, air terjun, dam, hanya dimana berguna sebagai petunjuk. Garis pantai akan
ditunjukkan dengan garis kontur O yang mungkin berbeda dari garis batas aiI pada
saat pemotretan. Kecuali pada saat kontur O tidak kelihatan karena ada tebing atau
ada air pasang, maka garis pantai diambil pada batas air namun tetap secara
koordinat tiga dimensi (x,y,z).
Unsur -unsur penting seperti lumpur, pasir, karang, tebing, rawa-rawa. unsur
- unsur bawah laut dan semak-semak akan ditandai dengan simbol.
Unsur penutup lahan
Penyajian unsur kemiringan. vegetasi dan tata guna lahan akan dibatasi
sampai klasifikasi yang sederhana dengan simbol atau anotasi yang sesuai. Unsur
vegetasi dan tutupan lahan yang diplot akan dibatasi sampai kategori utama semak,
hutan, sawah, tegalan, kebun, dan hutan buatan. Unsur buatan manusia yang diplot
akan mencakup tambang terbuka, situs-situs sejarah, kuburan, taman- taman dan
tempat rekreasi.
Ground kontrol ; Ground kontrol baru dan ground kontrol yang ada diplot
diatas peta manuskrip dan di atas peta akhir.
Detail yang tak jelas, untuk tempat-tempat yang detail tidak jelas karena
awan, bayangan atau pohon sehingga tidak dapat diplot, harus diindikasikan dan
diberi kode unsur tersendiri.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-60

3.2.3.4. Prosedur Kerja


1.

Klasifikasi objek-objek kenampakan atau unit-unit pada citra Penginderaan Jauh


resolusi tinggi berdasarkan klasifikasi pemetaan yang digunakan dalam peta
RBI yang digunakan. Misal dalam penggunaan lahan kerangka data digital Peta
RBI adalah :
a. Jalan

e. Sawah Irigasi

i. Bangunan

b. Sungai

f. Kebun

j. Masjid

c. Permukiman teratur

g. Tegalan/tanah ladang

k. Kuburan

d. Permukiman Tidak Teratur

h. Rumput

l. Sekolah

KKL II SIGPW UGM 2015

III-61

2.

Uji lapangan untuk mengetahui ketelitian hasil interpretasi, mengecek objekobjek yang masih meragukan, membandingkan kenampakan di peta yang telah
dibuat dengan kenampakan lapangan yang ada, dan melakukan cek namanama geografi yang berubah atau baru yang biasa disebut toponimi.

3.

Penyelesaian revisi peta RBI dilakukan dengan cara editing hasil akhir dari cek
lapangan dan interpretasi ulang, selanjutnya dilakukan layout peta yang
mengacu pada layou peta RBI yang telah ada.

4.

Pembahasan secara komparatif tentang perubahan-perubahan yang terjadi


antara peta lama dan peta hasil revisi.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-62

3.3. PETA JARINGAN JALAN


3.3.1.

Tujuan
! Pemetaan kondisi jalan perkotaan

3.3.2. Alat dan Bahan

stereoskop cermin

kaca pembesar dengan skala pengukur

meja sinar

foto udara

data PJ resolusi spasial tinggi (misal : Ikonos)

peta dasar

3.3.3. Metode
Daerah perkotaan di beberapa negara berkembang di dunia telah mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat, baik pertumbuhan fisik yang berupa pertambahan
daerah terbangun (built up areas) ataupun pertumbuhan penduduknya. Sebagai
gambaran, beberapa kota di sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Cibinong, Depok, dan
Tangerang mempunyai tingkat pertumbuhan penduduk rerata lebih dari 4 %
pertahun. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi tersebut, sering menimbulkan
kesenjangan dalam penyedian fasilitas dan utilitas kota. Para pengelola kota, yang
dalam hal ini pemerintah daerah kota,
menyediakan

fasilitas dan

tidak dapat berpacu untuk menata dan

utilitas kota

agar sejajar dengan

pertambahan

penghuninya.
Salah satu fasilitas dan utilitas yang cukup penting di daerah perkotaan
adalah fasilitas transportasi.

Penduduk kota memerlukan sarana dan prasarana

transportasi untuk menunjang kegiatan sehari-harinya,

karena pada umumnya

tempat kerja penduduk kota relatif jauh dari tempat mukimnya. Dengan adanya
peningkatan kesejahteraan, maka sebagian besar penduduk kota telah mempunyai
sarana transportasi yang berupa kendaraan bermotor. Tetapi prasarana transportasi
yang berupa ruas jalan merupakan kewajiban yang harus disediakan oleh
pemerintah daerah, dan pada umumnya pertumbuhan ruas jalan di daerah
perkotaan relatif lebih lambat. Sebagai gambaran adanya kesenjangan tersebut
dapat melihat angka pertumbuhan antara sarana dan prasarana transportasi di
Indonesia,

pertumbuhan kendaraan bermotor yang digunakan sebagai sarana

transportasi sebesar lebih dar 11 % per tahun, sedangkan pertumbuhan ruas jalan
hanya 4 % per tahun (Suharyadi, 2002). Tidak seimbangnya antara pertumbuhan
prasarana transportasi yang berupa ruas jalan dengan sarana transportasi
menyebabkan tingkat pelayanan jalan relatif menurun. Permasalahan tersebut

KKL II SIGPW UGM 2015

III-63

semakin diperparah dengan kebiasaan baru yang menggejala di beberapa daerah


perkotaan, sebagian warga kota keliru mengartikan fungsi ruang pada ruas jalan di
daerah perkotaan. Ada yang beranggapan bahwa sebagian ruang pada setiap ruas
jalan yang ada di daerah perkotaan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan
yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan lalu lintas, misal untuk kegiatan
perdagangan, jasa, dan parkir kendaraan. Ruang pada ruas jalan yang tersedia juga
akan semakin tidak efektif ketika banyak pengguna jalan menggunakan kendaraan
pribadi sebagai sarana transportasi yang menyebabkan ruang pada ruas jalan
menjadi penuh pada jam-jam tertentu (Tamin, 2000).
Salah satu informasi yang cukup penting tentang prasarana transportasi
(jalan) adalah kapasitas dasar atau kapasitas rencana apabila jalan hanya
digunakan untuk kegiatan lalu-lintas saja. Nilai kapasitas dasar ditentukan oleh lebar
jalan, fasilitas jalan, dan manajemen lalu lintas.
Kapasitas Jalan kemampuan ruang jalan untuk menampung jumlah
kendaraan dalam suatu periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan
muatan penumpang per jam (smp/jam). Kapasitas jalan ditentukan oleh :
- kapasitas dasar
- geometrik jalan,
- pola dan komposisi laju lalu lintas
- faktor lingkungan jalan
Kapasitas dasar kemampuan ruang jalan (kondisi ideal) dalam menampung
jumlah kendaraan dalam suatu periode waktu tetentu. Kondisi ideal meliputi : lalu
lintas tidak tergangu, arus lalu lintas hanya terdapat kendaraan penumpang, lebar
lajur >3,50 m, dan terdapat bahu jalan, aman untuk kecepatan >60 Km/ jam
Kondisi geometrik jalan merupakan aspek-aspek yang secara langsung
berkaitan dengan fisik jalan dan bangunan pendukung jalan, meliputi : lebar jalan,
lebar bahu, panjang, serta tipe jalan.Pola dan komposisi laju lalu lintas adalah faktor
yang terkait dengan manajemen lalu lintas dan gangguan samping. Faktor
lingkungan jalan adalah ukuran kota

KKL II SIGPW UGM 2015

III-64

3.3.4. Prosedur Kerja


1.

Siapkan data PJ resolusi tinggi (misal : citra Ikonos atau foto udara) daerah
penelitian

2.

Buat peta dasar

3.

Siapkan stereoskop cermin, transparan, dan alat tulis

4.

Kenali dan delineasi setiap jaringan jalan yang dipergunakan untuk pergerakan lalu
lintas. Bedakan jaringan jalan berdasarkan kualitasnya, yaitu : aspalt, diperkeras,
dan tanah.

5.

Hitung kapasitas dasar setiap ruas jalan beraspalt. Untuk menghitung kapasitas
dasar jalan dapat menggunakan pedoman pada tabel berikut :
Tabel 1. Kapasitas Dasar Tanpa Pembatas
Tipe jalan
Kapasitas dasar

2/2

4/2

2/1

2.900

5.700

3.200

smp/jam
Keterangan :
Tipe jalan 2/2 = jalan dengan jumlah lajur 2 dan digunakan untuk lalu
lintas dua arah
Tabel 2. Kapasitas Dasar Berpembatas
4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah

1.600 / lajur

4 lajur tanpa pembatas median

1.425 / lajur

2 jalur tanpa pembatas

2.900 / total

Tabel 3. Hubungan antara lebar jalan dengan lajur


Lebar jalan efektif (m)

jumlah lajur

5,0 10,5

10,5 16,0

6.

Pindahkan detail hasil interpretasi ke peta dasar.

7.

Lengkapi peta karakteristik permukiman kota yang ada dengan anotasi dan
informasi peta lainnya

KKL II SIGPW UGM 2015

III-65

3.4. PETA KARAKTERISTIK PERMUKIMAN


3.4.1. Tujuan
! Pemetaan karakteristik permukiman kota
3.4.2. Alat dan bahan yang digunakan

stereoskop cermin

kaca pembesar dengan skala pengukur

meja sinar

foto udara

data PJ resolusi spasial tinggi (misal : Ikonos)

peta dasar

3.4.3. Metode
Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju
pertambahan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan adalah adanya migrasi
(urbanisasi) penduduk dari daerah pedesaan. Laju pertambahan penduduk daerah
perkotaan di Indonesia hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan pertambahan
penduduk pedesaan. Rerata laju pertambahan penduduk perkotaan pada tahun 1980an mencapai 4,9 % per tahun, sedangkan laju pertambahan penduduk di daerah
pedesaan hanya 1,7 % per tahun pada periode yang sama (BPS, 1980 dan 1985).
Sebagai akibat dari adanya laju pertambahan penduduk perkotaan yang sangat cepat
tersebut menjadikan para perencana dan pengelola kota menghadapi beberapa
masalah, salah satunya adalah masalah dalam hal penyediaan fasilitas kekotaan yang
ada. Masalah ini timbul semata-mata tidak hanya disebabkan oleh tingginya lajunya
pertambahan penduduk kota, tetapi juga disebabkan oleh adanya masalah yang umum
yaitu ketidak-tersediaannya informasi tentang kondisi daerah perkotaan yang ada.
Karena tanpa mengetahui kondisi daerah perkotaan secara tepat, sulit untuk
melakukan program pengelolaan dengan baik. Disamping keterbatasan informasi
tentang kondisi daerah perkotaan yang ada, juga adanya hambatan tentang anggaran
biaya yang tersedia. Adanya laju pertambahan penduduk yang cukup tinggi tersebut
memaksa pengelola kota melakukan prioritas dalam menyediakan fasilitas baru mauun
memelihara fasilitas yang ada.
Pada awal dari pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II,
Pemerintah

telah

mengisyaratkan

(secara

implisit)

akan

membenahi

sektor

permukiman. Beberapa program yang telah digarap yaitu antara lain : pembenahan
permukiman kumuh, program perbaikan kampung di daerah perkotaan, dan
mewajibkan para developer pembangunan perumahan untuk membangun rumah

KKL II SIGPW UGM 2015

III-66

sangat sederhana. Program perbaikan kampung dimaksudkan untuk meningkatkan


kualitas lingkungan permukiman agar layak huni. Program perbaikan kampung ini
merupakan masalah yang cukup mendesak, karena sampai saat ini masih banyak
dijumpai permukiman di daerah kekotaan yang kualitasnya di bawah standar.
Walaupun demikian agak sulit untuk menentukan permukiman yang layak huni atau
yang memenuhi standar minimum, karena standar yang digunakan akan bervariasi
sesuai dengan tingkat sosial masyarakat yang mendiaminya.
Untuk dapat melakukan pengelolaan permukiman kota secara baik perlu
didukung dengan data karakteristik permukiman kota. Karakteristik permukiman kota
meliputi : kepadatan, pola, dan ukuran. Data karakteristik permukiman dapat diperoleh
dengan mudah apabila tersedia citra penginderaan jauh dengan skala besar di daerah
kajian. Citra penginderaan jauh atau lebih spesifik citra penginderaan jauh skala besar
adalah sumber data spasial yang sangat potensial untuk kajian karakteristik
permukiman.
3.4.4. Prosedur Kerja
1. Siapkan data PJ resolusi spasial tinggi (misal : citra Ikonos atau foto udara) daerah
Penelitian
2. Buat peta dasar
3. Siapkan stereoskop cermin, transparan, dan alat tulis
4. Kenali dan delineasi setiap unit permukiman yang mempunyai keseragaman
perujudan pada foto udara. Permukiman yang secara relatif mempunyai kepadatan,
tata letak, dan perujudan yang seragam digunakan sebagai satuan pemetaan
(mapping unit).
5. Hitung kepadatan rumah pada setiap satuan pemetaan (blok permukiman) yang
telah dibatasi sebelumnya. Kepadatan rumah yang dimaksud dalam kegiatan ini
adalah BCR (building covered ratio) perbandingan luas tutupan atap dan luas
permukiman. Kepadatan rumah pada setiap satuan pemetaan dihitung dengan
rumus, sebagai berikut :
Kepadatan rumah =

jumlah luas atap

x 100 %

Luas blok permukiman

KKL II SIGPW UGM 2015

III-67

Tabel 1. Kepadatan permukiman


No

Kepadatan

Keterangan

5 20 %

Sangat jarang

20 % - 40 %

Jarang

40 60 %

Sedang

60 % - 80 %

Padat

> 80 %

Sangat padat

Untuk satuan pemetaan yang kepadatannya dibawah 5 %, berarti yang dominan


penggunaan lahan non-permukiman, maka sebaiknya satuan pemetaan tersebut
dimasukan dalam klas non-permukiman.
6. Kenali tata letak rumah atau pola pengaturan letak bangunan rumah
Pola teratur, apabila pengaturan letak bangunan baik 50 % atau lebih
bangunan perumahan yang terdapat pada satuan pemetaan ditata secara teratur,
ditunjukan dengan adanya pola jalan lingkungan yang teratur, bangunan
perumahannya menghadap ke jalan atau mempunyai akses yang baik, dan pola
bangunan perumahan pada permukiman tersebut tertata secara teratur. Pola
semi teratur, apabila pengaturan letak bangunan cukup, yaitu apabila antara 25 %
- 50 % bangunan perumahan yang terdapat pada satuan pemetaan ditata secara
teratur. Pola tidak teratur,

apabila sebagian besar pola pengaturan letak

bangunan kurang atau bangunan perumahan yang tertata dengan baik dan yang
mempunyai aksesibilitas baik < 25 % dari seluruh bangunan yang ada.
7. Hitung ukuran rerata bangunan rumah mukim
Ukuran rumah mukim dapat dihitung secara langsung pada citra dengan
memperhatikan skala citra yang digunakan. Ukuran rumah mukim hasil
perhitungan kemudian diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 2. Ukuran Rumah Mukim
No

Ukuran

Keterangan

< 30 m2

Sangat kecil

30 45

Kecil

45 70

Sedang

70 - 90

Besar

> 90

Sangat besar

KKL II SIGPW UGM 2015

III-68

8. Pindahkan detail hasil interpretasi ke peta dasar.


9. Lengkapi peta karakteristik permukiman kota yang ada dengan anotasi dan
informasi peta lainnya.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-69

3.5. PETA PERUBAHAN BENTUK PENGGUNAAN LAHAN


3.5.1.

Tujuan
! Inventarisasi bentuk penggunaan lahan tahun t1 (tahun awal)
! Inventarisasi bentuk penggunaan lahan tahun t2 (tahun akhir)
! Pemetaan perubahan bentuk penggunaan lahan tahun t1 & t2

3.5.2 Alat dan Bahan

Stereoskop cermin

Kaca pembesar

Alat tulis dan alat gambar

Foto udara

data PJ resolusi spasial tinggi (misal : Ikonos)

Peta dasar

3.5.3. Metode
Istilah bentuk penggunaan lahan sering rancu dengan liputan lahan atau
penutup lahan. Istilah liputan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di
permukaan bumi, sedangkan pengggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada bidang lahan tersebut. Informasi tentang liputan lahan pada umumnya
dapat dikenali dengan mudah pada citra penginderaan jauh. Secara ideal, informasi
tentang liputan lahan dan informasi tentang penggunaan lahan sebaiknya disajikan
pada peta secara terpisah. Tetapi apabila data penginderaan jauh yang digunakan
untuk sumber data utama dalam pemetaannya, maka akan lebih efisien
menggabung kedua informasi tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Suharyadi,
2003). Tetapi informasi tentang bentuk penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsir
secara langsung dari citra penginderaan jauh. Penafsiran bentuk penggunaan lahan
pada citra pengindeeraan jauh biasanya didasari oleh informasi liputan lahannya,
karena informasi bentuk penggunaan lahan pada citra penginderaan jauh hanya
dapat dideduksi dari liputan lahannya.
Untuk melakukan pemetaan bentuk pengunaan lahan harus disiapkan sistem
klasifikasi

yang baik, yang artinya sistem klasifikasi tersebut dapat memuaskan

berbagai pengguna, baik instansi pemerintah maupun instansi swasta. Walaupun


secara teoritis setiap pengguna peta tematik bentuk penggunaan lahan mempunyai
keinginan yang berbeda-beda sesuai tugas pokok dari instansi yang bersangkutan.
Klasifikasi yang didesain diupayakan dapat mempertemukan berbagai kebutuhan
dari para penggunan peta bentuk penggunaan lahan, dengan ada sedikit fleksibilitas
dalam klasifikasi.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-70

Klasifikasi bentuk penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan dalam


proses interpretasi apabila sumber data berupa citra penginderaan jauh. Karena
merupakan

pedoman

untuk

pemetaan,

maka

pada

dasarnya

agak

sulit

menghasilkan suatu klasifikasi yang sesuai untuk semua pengguna peta bentuk
penggunaan lahan.
Menurut Suharyadi (1996), secara teoritis klasifikasi bentuk penggunaan lahan
yang dibangun harus mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut :
- tujuan survai
- skala peta
- kualitas citra penginderaan jauh yang digunakan sebagai sumber datanya.
Klasifikasi yang harus disesuaikan dengan tujuan survai, berarti bahwa
kerincian setiap kategori bentuk penggunaan lahan di dalam klasifikasi harus
disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Disamping itu klasifikasi harus
memperhatikan kualitas data penginderaan jauh yang tersedia, berarti klasifikasi harus
memperhatikan

kemampuan

data

penginderaan

jauh

yang

digunakan.

Jadi,

berdasarkan pandangan ini, perlu dihindari adanya pembuatan klasifikasi sangat rinci
(tingkat III) apabila data penginderaan jauh yang digunakan mempunyai resolusi
spasial sangat kasar.
3.5.4.

Prosedur Kerja

3.5.4.1. Interpretasi citra penginderaan jauh untuk pemetaan bentuk pengunaan


lahan tahun t1 & penggunaan lahan tahun t2
1. Siapkan data penginderaan jauh yang akan digunakan untuk menyadap
informasi penggunaan lahan (penutup lahan). Data yang akan digunakan
untuk menyadap informasi penggunaan lahan skala besar adalah foto udara
dan citra Ikonos.

Citra penginderaan jauh yang akan digunakan untuk

menyadap informasi bentuk penggunaan lahan tahun t1 adalah foto udara,


sedangkan citra penginderaan jauh yang digunakan untuk menyadap
informasi bentuk penggunaan lahan tahun t2 adalah citra Ikonos.
2. Buat mosaik dari foto udara yang akan digunakan. Tujuan membuat mosaik
ini untuk memberikan gambaran umum daerah yang akan dikaji. Dengan
mengetahui gambaran menyeluruh dari daerah yang dikaji, akan membantu
keberhasilan proses interpretasi.
3. Siapkan peta dasar. Skala peta yang digunakan untuk peta dasar sebaiknya
disesuaikan dengan hasil akhir yang diinginkan. Hindari melakukan
pembesaran skala dalam pembuatan peta dasar.
4. Siapkan klasifikasi bentuk penggunaan lahan. Klasifikasi yang akan dibuat
harus disesuaikan dengan tujuan survai dan kualitas data penginderaan

KKL II SIGPW UGM 2015

III-71

jauh yang akan digunakan. Klasifikasi yang harus disesuaikan dengan


tujuan survai, berarti bahwa kerincian setiap kategori penggunaan lahan di
dalam klasifikasi harus disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan.
Disamping itu klasifikasi harus memperhatikan kualitas data penginderaan
jauh yang tersedia, berarti klasifikasi harus memperhatikan kemampuan data
penginderaan jauh yang digunakan. Jadi hindarkan membuat klasifikasi
sangat rinci (tingkat III) apabila data penginderaan jauh yang digunakan
mempunyai skala kecil. Sebagai bahan acuan dilapirkan klasifikasi
penggunaan lahan/ penutup lahan secara berjenjang yang biasa digunakan
untuk pemetaan dengan pendekatan penginderaan jauh. (Tabel Skema
Klasifikasi Liputan dan Penggunaan Lahan).
5. Lakukan interpretasi terhadap data penginderaan jauh yang tersedia dan
klasifikasikan sesuai dengan tingkat kerincian data yang dibutuhkan.
6. Pindahkan detail hasil interpretasi ke peta dasar.
7. Lengkapi peta penggunaan lahan yang ada dengan anotasi dan informasi
peta lainnya.
3.5.4.2. Analisis perubahan bentuk penggunaan lahan
Penggunaan lahan di daerah perkotaan relatif dinamis. Dengan kondisi lahan
yang dinamis tersebut perlu dilakukan pemantauan atau monitoring. Perubahan
yang terjadi dipicu dengan adanya pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi di
daerah

perkotaan,

dan

peningkatan

kesejahteraan

penduduk.

Perubahan

penggunaan lahan di daerah perkotaan secarara konseptual dapat dipilah menjadi


tiga.
a. Perubahan pemanfaatan
Bentuk perubahan penggunaan lahan yang paling sering terjadi
adalah pada jenis ini. Pada daerah perkotaan laju perubahan lahan non
bangunan menjadi lahan terbangun merupakan prosentase terbesar.
Sebagai contoh perubahan bentuk penggunaan lahan sawah berubah
menjadi lahan permukiman.
b. Perubahan kondisi
Perubahan yang terjadi berupa perubahan kepadatan pada lahan
permukiman ataupun perubahan kualitas permukiman. Bentuk perubahan
semacam ini sering disebut dengan istilah densifikasi.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-72

c. Penambahan luas
Beberapa pemerintah daerah kota (dahulu kotamadya) menginginkan
adanya perluasan wilayah administrasinya agar dapat menampung
aktivitas warganya
Pada kegiatan ini akan dilakukan analisis perubahan pemanfaatan bentuk
penggunaan lahan. Teknisnya dengan melakukan tumpang susun (overlay)
terhadap peta bentuk penggunaan lahan tahun t1 dan peta bentuk penggunaan
lahan tahun t2. hasil yang diperoleh adalah berupa peta perubahan bentuk
penggunaan lahan dan tabel luasannya.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-73

KKL II SIGPW UGM 2015

III-74

Tabel Skema Klasifikasi liputan dan penggunaan lahan

3.6. ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN DAN PREDIKSI DEBIT


BANJIR
3.6.1. Tujuan :
! Metode penaksiran debit puncak aliran dengan metode rasional.

3.6.2. Alat dan Bahan :

Citra Landsat TM

Peta RBI skala 1 : 25.000

GPS

Meteran 50 m

Meteran Badan

Tali Rapia

Haga Meter

Abney level

Kompas

Ring Infiltrometer kecil

3.6.3. Metode :
Metode penaksiran debit puncak aliran permukaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode rasional. Secara matematis metode ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:

Q = C.I.A feet3/detik. Selain itu formula ini sering

dinyatakan dalam satuan metris, sehingga rumus tersebut menjadi:


Q = C.I.A m3/detik
3,6
dimana :
Q = Debit puncak dalam m3/detik
C = Koefisien aliran permukaan
I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi dalam mm/jam
A = Luas daerah aliran sungai dalam Km2
Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi debit puncak aliran permukaan
didasarkan pada berbagai macam data, baik berupa data primer maupun data
sekunder. Pada kuliah kerja lapangan ini dicoba diperkirakan besarnya variabel
penentu debit puncak secara multi tingkat dengan bantuan citra Landsat TM untuk
KKL II SIGPW UGM 2015

III-75

melihat kondisi lapangan secara keseluruhan dan foto udara untuk melihat
kedetailan data yang telah disadap dari citra Landsat. Variabel penentu yang dapat
diperkirakan melalui interpretasi citra landsat TM dan foto udara adalah koefisien
aliran permukaan dan luas daerah aliran. Sedangkan intensitas curah hujan
penentuannya memerlukan analisis data sekunder. Untuk menilai kemanfaatan citra
Landsat TM dan foto udara, akan dihitung debit puncak aliran permukaan
berdasarkan data lapangan sebagai pembanding.
Dalam penelitian ini alat pokok penelitian adalah foto udara pankromatik
hitam putih skala 1 : 30 000 dan citra komposit Landsat TM skala 1 : 50 000 yang
dipergunakan untuk menyadap data bentuk lahan, tutupan lahan, dan alur-alur
drainase. Peta topografi skala 1 : 50 000 dipergunakan untuk membuat peta dasar,
peta kemiringan lereng, mengkalibrasi batas wilayah daerah penelitian dan
pembetulan geometri foto udara. Peta tanah skala 1 : 50 000 untuk membantu
menentukan batas deliniasi interpretasi jenis tanah dan penentuan infiltrasi. Data
lapangan seperti curah hujan, tekstur tanah diperlukan untuk melengkapi informasi
yang diperlukan dan tidak dapat disadap dari foto udara maupun citra Landsat TM.
Untuk memudahkan pengolahan data hasil interpretasi digunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang merupakan sebuah sistem untuk pengelolaan,
penyimpanan, pemrosesan, atau manipulasi, analisis dan penayangan data, yang
mana data tersebut secara keruangan terkait dengan muka bumi. Masing-masing
data yang diperoleh dari penyadapan foto udara dan citra Landsat TM yang meliputi
data bentuklahan, penggunaan lahan, dan pola alur drainase dan interpretasi peta
topografi yang meliputi data kemiringan lereng dan luas DAS, dan interpretasi peta
tanah yang meliputi data jenis tanah dan infiltrasi tanah akan diubah menjadi
informasi yang berguna untuk keperluan analisis.
Pendugaan koefisien aliran permukaan yang terjadi pada setiap satuan lahan
lahan di ukur dengan metode yang dikembangkan oleh Cook yang mendasarkan
pada

faktor-faktor

topografi

(lereng),

infiltrasi

tanah,

simpanan

permukaan

(kerapatan drainase), dan vegetasi penutup. Masing-masing faktor ini diberi nilai
atau skor untuk mendapatkan nilai koefisien aliran permukaan.
Data hasil interpretasi tersebut kemudian di kalibrasi, disempurnakan melalui
kegiatan cek lapangan, ditambah dengan mengidentifikasi beberapa sifit fisik tanah
yang meliputi tekstur, kedalaman dan konsistensi tanah untuk memperkirakan
besarnya nilai infiltrasi. Pengecekan di lapangan dilakukan dengan menggunakan
sistem sampel bertingkat (stratified random sampling) yang disesuaikan dengan
jumlah obyek yang diperoleh dari interpretasi.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-76

3.6.4. Prosedur Kerja


Untuk memperkirakan debit puncak aliran permukaan dengan bantuan citra
penginderaan jauh diperlukan beberapa variabel pendukung yang harus disiapkan
yaitu :
1).

Bentuklahan
Terdapat tiga kriteria identifikasi bentuklahan dari citra penginderaan jauh

(Verstapeen, 1978) yaitu:


a. kriteria bentuk atau relief, pada citra yang stereoskopis dapat menyajikan
aspek bentuklahan yang tiga dimensional yang memperjelas kenampakan
obyek.
b. kriteria densitas atau kepadatan, sering juga disebut dengan
kehitaman

(grey

tone).

Citra

menggambarkan

jalur/band

tingkat
panjang

gelombang dari berbagai kenampakan bumi yang identifikasinya dapat


diperoleh dari karakteristik spektralnya. Gambaran pada foto udara
terbentuk karena perekaman beda pantulan dari setiap obyek di muka
bumi.
c. kriteria lokasi, erat kaitannya dengan situasi ekologi bentanglahan yang
tercermin pada kepadatan dan atau relief.
Atas dasar panduan identifikasi tersebut dapat dibedakan berbagai macam
bentuklahan. Untuk perincian lebih lanjut dari bentuklahan ini, litologi atau batuan
dipakai sebagai pembedanya. Karakteristik dalam foto udara yang dipakai sebagai
identifikasi lanjutannya adalah rona, tekstur, pola, ukuran, dan situasi. Perbedaan
litologi

menyebabkan

perbedaan

sifat

terhadap

proses

geomorfologi

yang

mengakibatkan perbedaan ekspresi topografi.


2). Kemiringan lereng
Kondisi topografi (relief) permukaan biasanya dinyatakan dengan kemiringan
lerengnya. Dalam penelitian ini pembuatan peta kemiringan lereng diperoleh dengan
bantuan perangkat lunak SIG (ILWIS versi 1.4) melalui metode Digital Elevation
Model (DEM), yaitu dengan melakukan digitasi pada peta kontur dan titik ketinggian
untuk mengubah data analog menjadi data digjital berformat vektor, setelah itu
dilakukan rasterisasi garis kontur vektor dan kemudian dilakukan interpolasi kontur.
Prinsip perhitungan lereng didasari hasil trasformasi berupa selisih nilai elevasi dari
barat ke timur melalui proses penurunan (derivasi) parsial terhadap sumbu x (peta
dx) dan selisih nilai elevasi dari utara ke selatan yang merupakan penurunan parsial
terhadap sumbu y (peta dy). Nilai selisih ini menjadi acuan untuk penghitungan

KKL II SIGPW UGM 2015

III-77

kemiringan lereng . Sesuai dengan metode Cook kemiringan lereng dibedakan


dalam empat klas.
Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng menurut Metode Cook
Klas lereng

Kemiringan (%)

Harkat

0-5

10

II

5 - 10

20

III

10 - 30

30

IV

>30

40

3). Infiltrasi tanah


Interpretasi tanah dalam penelitian ini bertujuan untuk membantu deliniasi
batas tanah atau asosiasi tanah yang mempunyai tingkat infilitrasi yang berbeda
pada citra. Infilitrasi tanah tidak dapat secara langsung diinterpretasi dan dibedakan
dari citra. Namun demikian, kesulitan ini dapat diatasi dengan diketahuinya vegetasi,
bahan induk, bentuklahan dan posisi bentang lahan dari daerah yang dikaji
(Lillesand and Kiefer, 1979).
Burringh (1960) dalam Goosen (1967), mengembangkan analisis elemen
yaitu dengan membuat sistematika elemen-elemen yang telah diketahui mempunyai
hubungan dengan keadaan tanah atau

mendasarkan pada kenampakan bumi.

Metode ini menginterpretasi elemen-elemen yang berkaitan dan membantu dalam


pengenalan kondisi tanah. Elemen-elemen tersebut meliputi tipe lahan (landtype),
relief, pola drainase dan vegetasi.
Dengan menggabungkan kedua pendapat tersebut, dalam penelitian ini
interpretasi jenis tanah melalui citra yang hasilnya dipergunakan untuk menentukan
infiltrasi tanah dilakukan dengan metode tumpangsusun

peta bentuklahan, peta

kerapatan aliran, dan peta penutup lahan hasil interpretasi citra penginderaan jauh
yang telah dibetulkan batas deliniasi dengan peta geologi dan peta tanah.
Pemanfaatan bentuklahan dalam membuat peta infiltrasi ini adalah dengan asumsi
bahwa batas relief topografi (bentuklahan) sebenarnya juga merupakan batas
batuan/litologi dan jenis tanah, sehingga secara kasar dapat diinterpretasikan bahwa
pada jenis bentuklahan yang berbeda secara kualitatif akan mempunyai laju infiltrasi
tanah yang berbeda pula.
Presipitasi

yang terus berlangsung dengan

melebihi

infiltrasi akan

membentuk timbunan air di permukaan tanah. Apabila lapisan tanah telah jenuh oleh
kelebihan air hujan akan membentuk aliran permukaan.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-78

Besarnya infiltrasi tanah sulit untuk ditentukan secara langsung dari citra
penginderaan jauh, akan tetapi kesulitan itu dapat diatasi secara dedukatif dengan
mengkombinasikan antara vegetasi, bahan induk, bentuk lahan dan posisi bentang
lahan.
Hasil interprestasi sementara

untuk

mengidentifikasi infiltrasi berupa

pengelompokkan tanah berdasar kemudahannya dalam meresapkan air di dalam


tanah. Uji dan pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan daerah sampel yang
dipilih.
Hasil klasifikasi infiltrasi masih secara kualitatif yang kemudian akan
dikonversikan dalam klasifikasi Richard dan Cossens.

Tabel 2. Klasifikasi

Infiltrasi menurut Rickard dan Cossens

(1965) dalam ILRI (1974)


Klas

Laju infiltrasi

Laju infiltrasi (mm/jam)

sangat lambat

< 2,5

lambat

2,5 - 15

II

sedang

15 - 28

III

cepat

28 - 53

IV

sangat cepat

> 53

Sumber : Gunawan (1991)


Untuk mendapatkan nilai infiltrasi tanah juga memperhatikan peta tanah
terutama untuk mengetahui jenis, tekstur dan struktur tanah. Dari peta tanah ini yang
digabung dengan peta bentuklahan, peta penggunaan lahan, dan peta kerapatan
aliran akan diperoleh penyesuaian nilai infiltrasi menurut klasifikasi Rickard dan
Cossens terhadap klasifikasi yang terdapat padaTabel Cook.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-79

Tabel 3. Hubungan antara Tekstur Tanah Permukan dengan Tingkat Infiltrasi


Tekstur tanah

Pasir, pasir

Tingkat

Klasifikasi menurut Metode

infiltrasi

Cook

Tinggi

Pasir dalam, tanah teragregasi

bergeluh
Geluh berpasir,

Harkat

baik
Normal

Tanah geluh, tanah berstruktur

geluh berdebu,

10

liat

geluh, geluh
berlempung
Lempung
Batuan dengan

Lambat
Tidak efektif

lapisan tanah tipis

Infiltrasi lambat, tanah lempung

15

Tak ada penutup tanah yang

20

efektif, batuan padatan tipis

Sumber: Karmono (1980) dan Meijerink (1970)


4).

Vegetasi Penutup (Vegetation Cover)


Interpretasi secara manual untuk bentuk penggunan lahan digunakan data

dasar dari citra yakni, warna ditunjang dengan karakteristik lain seperti: bentuk,
ukuran, tekstur, lokasi, pola, dan asosiasi. Batas dari deliniasi satuan bentuk
penggunaan lahan yang digunakan adalah batas dari jenis penggunaan lahannya.
Dalam mempelajari karakteristik aliran sungai, maka jenis vegetasi penutup
daerah aliran sungai sangat penting untuk diketahui, karena vegetasi penutup
merupajan salah satu petunjuk adanya potensi air suatu daerah. Pada foto udara
infra merah berwarna, vegetasi tampak dengan rona merah cerah yang dengan
mudah dapat dibedakan dengan obyek lain. makin cerah rona pada foto udara
menunjukkan vegetasi yang makin sehat dan makin lebat. Hal ini dapat digunakan
sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut mudah meresapkan air yang jatuh
padanya, karena sistem perakaran tanaman akan mempermudah meresapkan
kedalam tanah.
Klasifikasi

vegetasi

penutup

dipakai

untuk

membantu

dalam

pengklasifikasian vegetasi penutup, seperti lahan sawah, tegalan, tanah kosong,


hutan, lahan rumput dan sebagainya.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-80

Tabel 4. Klasifikasi dasar Bentuk Penggunaan Lahan dengan Skor yang


disesuaikan dengan Klasifikasi Tabel Cook
Klasifikasi bentuk

Karakteristik

Harkat

penggunaan lahan
Permukiman

Tumbuhan penutup tidak efektif

20

Pertanian

Tumbuhan penutup kurang-sedang,

15

pertanian yang diolah tumbuhan alami


kurang
Hutan tak rapat

Tumbuhan penutup sedang-baik, daerah

10

pengaliran tertutup secara baik oleh


rumput, hutan atau tumbuhan penutup >
50%
Hutan rapat

Tumbuhan penutup baik-sangat baik,

daerah pengaliran tertutup baik oleh


rumput, hutan atau tumbuhan penutup >
90%
Sumber : Meijerink (1970)
5). Timbunan Air Permukaan (Surface Storage)
Timbunan air permukaan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan
dalam penentuan koefisien aliran permukaan. Untuk menilai besarnya timbunan air
permukaan dilakukan pendekatan melalui kerapatan aliran sungai (drainage density)
yang merupakan perbandingan antara jumlah seluruh panjang sungai dengan luas
daerah aliran sungai. dalam menentuakan kerapatan aliran sungai, kesulitan yang
sering dihadapi adalah menentukan jumlah panjang sungai secara keseluruhan.
Untuk mengatasinya diperlukan interpretasi alur sungai. Pada foto udara infra merah
berwarna, aliran sungai tampak biru cerah yang mudah dibedakan dengan obyek
lainnya.
Analisis timbunan air permukaan dapat didekati dengan mengetahui
kerapatan aliran. Untuk mengetahui bahwa suatu daerah cepat kering atau
mengalami penggenangan dapat dilihat dari nilai kerapatan alirannya.
Klasifikasi kerapatan aliran (Dd) mengikuti pedoman Linsley (1949) dengan
perubahan yang disesuaikan dengan metode Cook.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-81

Tabel 5. Penyesuaian

Klasifikasi

Kerapatan

Aliran

terhadap

Timbunan Air Permukaan pada Tabel Cook

Kerapatan

Klasifikasi Linsley

Klasifikasi metode Cook

Harkat

aliran
(km/km2)
> 3,1

Pengeringan

Depresi permukaan dangkal,

terlalu ekstrim

daerah pengaliran curam, tidak

20

ada rawa
1,24 - 3,1

Sistem saluran

Sistem drainase baik

15

Depresi

Normal, depresi permukaan

10

permukaan agak

dipertimbangkan, ada danau,

besar, aliran

empang, atau rawa < 2% daerah

permukaan cukup,

pengaliran

cukup baik
0,62 -1,24

terdapat banyak
rawa
< 0,62

Selalu mengalami

Drainase jelek, timbunan

genangan

permukaan besar

Sumber : Linsley (1959) & Meijerink (1970)


6). Data luas daerah aliran sungai
Daerah aliran sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh igir atau
punggung perbukitan pemisah topografi. Untuk daerah hilir yang merupakan daerah
yang relatif datar, diperkirakan bedasarkan relief lokal jika dijumpai, kalau tidak
dipilih batas yang diperkirakan sebagai pemisah aliran dengan melihat arah dari pola
jaring-jaring sungai.
Batas DAS diperoleh dari peta topografi yang kemudian dipindahkan ke
dalam peta dasar. Perhitungan luas DAS dipergunakan sistem grid.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-82

7). Data intensitas hujan


Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan dalam waktu tertentu, biasanya
dinyatakan dalam

mm/jam atau dalam inchi/jam. Dalam penelitian ini intensitas

hujan dinyatakan dalam mm/jam. Pada penelitian ini intensitas yang diperlukan
untuk menghitung debit puncak dari estimasi koefisien aliran dengan teknik
penginderaan jauh adalah dengan menggunakan formula Monobone (Suyono
Sosrodarsono, 1983), yang mempertimbangkan data rata-rata hujan harian
maksimum pada bulan-bulan basah pada beberapa stasiun hujan yang terdapat
dalam DAS.
8). Data debit puncak aliran permukaan
Data debit puncak aliran permukaan ini diperlukan sebagai

pembanding

hasil pengukuran di lapangan dengan pendugaan debit puncak aliran permukaan


metode rasional. Perhitungan debit puncak aliran permukaan ini menggunakan
metode hidrograf satuan yang mendasarkan pada data hasil pencatatan dari stasiun
hidrometri sungai dan data curah hujan dari satsiun pengamatan curah hujan.
Pemisahan hidrograf dilakukan dengan teknik pemisahan hidrograf dengan
memperhatikan titik mulai naik (time of rising limb) dan titik potong hingga normal
kembali (time of recession limb). Dari analisis hidrograf satuan selanjutnya dapat
diperoleh besarnya total volume aliran, yang akan digunakan untuk menghitung
tebal aliran dengan membagi luas DAS. Koefisien aliran diperoleh dengan membagi
tebal aliran dan tebal hujan.
9). Analisis hasil
Berdasarkan data yang dapat diperoleh dari penelitian ini uraian analisis data
adalah sebagai berikut:
a. Pendugaan koefisien aliran permukaan (C)
Pendugaan koefisien aliran permukaan dilakukan pada setiap satuan lahan
untuk seluruh DAS. Karakteristik lingkungan fisik DAS yang dipertimbangkan dalam
pendugaan koefisien aliran permukaan mengacu pada Tabel 1 yang didasarkan
pada tabel metode Cook.
Koefisien aliran permukaan setiap satuan lahan adalah jumlah semua skor
(total) dari komponen-komponen fisik DAS yang dipertimbangkan yang dihitung
secara tertimbang dengan formula sebagai berikut:
A1C1 + A2C2 + ... + AnCn
C=

....................................................... (1)
A

KKL II SIGPW UGM 2015

III-83

Dimana :
C = Koefisien aliran permukaan DAS
A1 = Luas lahan pada satuan lahan 1 (km2)
C1 = Koefisien aliran permukaan pada satuan lahan 1
A = Luas daerah aliran sungai (km2)

Besarnya nilai koefisien aliran permukaan pada setiap satuan lahan


dikelompokkan menjadi empat klas yaitu rendah, normal, tinggi, dan sangat tinggi
(ekstrim) yang masing-masing memiliki nilai skor 25, 50, 75, dan 100.
b. Intensitas hujan (I) = Time of concentration (Tc)
Perhitungan intensitas hujan harian maksimum pada penelitian ini yang
diperlukan untuk menghitung debit puncak dari estimasi koefisien aliran dengan
teknik penginderaan jauh adalah dengan menggunakan formula Monobone (Suyono
Sosrodarsono, 1983), yaitu:
I = P x ( 24 ) 2/3

................................................................................... (2)

24 t
dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
P = Hujan harian rencana (mm)
t = Periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi Tc (jam)

Besarnya hujan rencana (P), dihitung dengan pendekatan sebagai berikut:


P = P + Sd. k

........................................................................................... (3)

dimana :
P

= Besarnya hujan rencana maksimum rata-rata (mm)

= Hujan rencana

Sd = Standar deviasi n pengamatan


K

= Faktor frekuensi

KKL II SIGPW UGM 2015

III-84

Dengan pengertian bahwa durasi hujan (t) sama dengan waktu konsentrasi
(Tc), maka Tc dihitung dengan menggunakan metode Kirpch (1940, dalam Griend,
1979) yang dirumuskan sebagai berikut :
Tc = 0,0078 L0,77 S-0,385 ............................................................................. (4)
dimana :
Tc = waktu konsentrasi (jam).
L = panjang perjalanan/lintasan air (km).
S = lereng yang besarnya sama dengan H/L, H adalah beda tinggi
antara titik terjauh (paling atas) dari DAS dan Outlet DAS
dinyatakan dalam km.
c. Perhitungan debit puncak (Qp) :
Metode yang dipergunakan untuk estimasi debit puncak aliran permukaan
yang dilakukan pada DAS Garang,

menggunakan metode Rasional yang

mempertimbangkan adanya hujan yang merata di seluruh DAS dan durasi hujan
sama dengan waktu konsentrasi (Tc) dirumuskan sebagai berikut:
Qp = 0,00278 C I A ................................................................................... (5)
dimana :
Qp

= debit puncak (m3/detik)

= koefisien aliran permukaan

= Intensitas curah hujan (mm/jam) yang lamanya


samadengan waktu konsentrasi (Tc);

= Luas DAS (hektar)

0,00278 = Koefisien/tetapan untuk penyesuaian dalam metrik.


Nilai koefisien aliran yang dimasukkan kedalam rumus Rasional adalah hasil
perhitungan berdasarkan metode Cook (Chow, 1964). Nilai koefisien aliran tersebut
diuji ketelitiannya dibandingkan dengan hasil analisis hidrograf.
d. Analisis data aliran :
Analisis data aliran yang diperoleh dari stasiun pencatat tinggi muka air
otomatis dilakukan dengan pembacaan hidrograf batang berguna untuk memisahkan
aliran langsung dan aliran dasar guna memperoleh besarnya volume aliran total

KKL II SIGPW UGM 2015

III-85

dengan tujuan untuk menghitung koefisien aliran secara langsung. Adapun uruturutan perhitungan aliran langsung dapat dilihat pada prosedur berikut.
- Menghitung tebal aliran langsung :
Volume aliran langsung
Tebal aliran langsung =
Luas DAS
- Menghitung koefisien aliran (C) :
Tebal aliran langsung
Koefisien aliran (C) =
Tebal hujan

Tabel 6. Karakteristik DAS yang dapat Menghasilkan Aliran (runoff)


dalam Tabel Metode Cook

Karakterist

Karaktersitik yang menghasilkan aliran

ik D A S
100

75 (tinggi)

(esktrim)

Relief

50

25 (rendah)

(normal)

Medan terjal

Perbukitan

Bergelomba

Lahan relatif

kasar dengan

dengan

ng, dengan

datar, lereng

lereng rata-

lereng rata-

lereng rata-

0-5%

rata

rata antara

rata antara

umumnya di

10-30%

5-10%

atas 30%

(10)
(30)

(20)

(40)
Tidak ada

Lambat

Lempung

Pasir dalam

penutup

menyerap air,

dalam

atau tanah lain

tanah efektif,

material liat

dengan

mampu

Infiltrasi

lapisan tanah

atau tanah

infiltrasi kira-

menyerap air

tanah

tipis,

lain dengan

kira setipe

cepat

kapasitas

kapasitas

dengan

KKL II SIGPW UGM 2015

III-86

infiltrasi

infiltrasi

tanah-tanah

diabaikan

rendah

prairi

(15)

(5)

(20)

(10)

Tidak ada

Tanaman

Kira-kira

Kira-kira 90%

tanaman

penutup

50% DAS

DAS tertutup

penutup

sedikit

tertutup baik

baik oleh

Vegatasi

efektif atau

sedang, tidak

oleh

rumput, kayu-

penutup

sejenisnya

ada tanaman

pepohonan

kayuan atau

pertanian dan

dan

sejenisnya

penutup alam

rerumputan

sedikit,
kurang dari
10% DAS
(20)

tertutup baik.

(10)

(5)

(15)
Diabaikan:

Rendah :

Normal:

Tinggi :

beberapa

sistem alur

simpanan

simpanan

depresi

drainase kecil

depresi

depresi

Simpanan

permukaan

dan mudah

dalam

permukaan

permukaa

dan dangkal,

dikenali

bentuk

tinggi, sistem

alur drainase

danau, rawa

drainase sukar

terjal dan

atau telaga

dikenali banyak

kecil

tidak lebih

dijumpai

dari 2%

danau, rawa

(15)
(20)

atau telaga
(10)

Sumber :

(5)

Gunawan (1991)

KKL II SIGPW UGM 2015

III-87

3.7. PEMETAAN DATA SOSIAL DAN EKONOMI


3.7.1. Tujuan
! Estimasi/Menafsir Populasi Penduduk
! Representasi Data Sosial Ekonomi dari Data Sekunder
3.7.2. Alat dan Bahan :

Peta RBI skala 1 : 25.000

Data Sosek

GPS

3.7.3. Metode :
3.7.3.1. Estimasi/Menafsir Populasi Penduduk
Banyak negara di dunia melakukan sensus secara teratur, kecermatan data
sensus bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain. Kenyataannya, foto
udara telah digunakan untuk uji reliabilitas data sensus penduduk di di Jamaika
(Eyre, Aldophus dan Amiel, 1970) dan di Amerika Serikat (Clayton dan Estes, 1980).
Di Jamaika ternyata terdapat tiga tipe kesalahan di dalam sensus, yiatu: (1)
terhapusnya penduduk yang ada; (2) pencantuman penduduk yang tidak ada; (3)
definisi penduduk perkotaan yang kurang tepat. Selain masalah kecermatan,
perubahan penduduk yang sangat cepat, sehingga beberapa data sensus menjadi
kedaluarsa (out of date) pada saat data diterbitkan. Hal yang diperhatikan, estimasi
penduduk dengan data penginderaan jauh bukan suatu cara untuk mengganti
sensus yang dikerjakan negara dalam interval 10 tahunan. Manfaatnya adalah
efesiensi biaya dalam menghasilkan estimasi penduduk yang cermat dan mutakhir
bagi perencana pada suatu titik waktu.
Estimasi populasi penduduk dapat dilakukan dalam skala lokal, regional, dan
nasional. Menurut Lo (1996) dan Haack et al.(1997), estimasi populasi penduduk
tersebut dapat dilakukan dengan cara:
Estimasi didasarkan pada jumlah unit perumahan.
Estimasi didasarkan luas lahan.
Estimasi didasarkan luas penggunaan lahan terukur (klasifikasi
penggunaan lahan).
Estimasi didasarkan karakteristik radiasi spektral oleh pixel individu.
Estimasi didasarkan pada perhitungan unit perumahan menggunakan asumsi
teknis sebagai berikut (Lo, 1986; 1995; Haack et al., 1997) :
Citra harus mempunyai resolusi spasial yang cukup ( 0,3 m s.d. 5 m)
untuk mengidentifikasi struktur individual, tutupan pohon dan apakah

KKL II SIGPW UGM 2015

III-88

merupakan daerah kediaman/tempat tinggal, daerah komersial, atau


bangunan industri. Foto Udara yang sesuai bisa digunakan untuk
keperluan ini dan data citra satelit yang bisa digunakan adalah citra satelit
resolusi spasial tinggi seperti Ikonos dan QuickBird.
Beberapa estimasi dari rata-rata jumlah orang per tempat tinggal harus
diketahui.
Asumsi semua unit tempat tinggal adalah ditempati.
Rumus yang digunakan untuk mengestimasi populasi penduduk yang
tercermin dalam kepadatan penduduk adalah sebagai berikut:

Tantangan dan masalah bila menggunakan rumus tersebut adalah karena


diperkotaan banyak gedung bertingkat dan rumah susun, struktur multikeluarga
berlawanan dengan struktur keluarga tunggal. Sehingga diperlukan klasifikasi yang
lebih rinci lagi mengenai tipe dan jenis rumah, serta berapa penghuninya untuk
setiap tipe dan jenis rumah tersebut. Untuk memperbaiki hasil taksiran unit-unit
rumah, bisa dengan memakai kriteria yang lebih detil seperti: tipe atap, ukuran relatif
struktur, jumlah tingkat dan pembagian bangunan (menentukan panjang unit
perumahan), ketersediaan lapangan parkir, jumlah dan kualitas vegetasi.
Contohnya rancangan pemetaan penggunaan lahan, berdasarkan klasifikasi
sebagai berikut :
(a) perumahan keluarga tunggal
(b) perumahan multi keluarga
(c) perumahan trailer di tempat parkir
(d) permukiman penghuni liar
(e) penggunaan komersial atau industri

KKL II SIGPW UGM 2015

III-89

Gambar 1. Contoh estimasi kepadatan penduduk menggunakan citra


satelit resolusi spasial tinggi atau Foto Udara dibantu
analisisnya

menggunakan

Sistem

Informasi

Geografis.

(Jensen, 2000)
Hasil perhitungan populasi penduduk di atas bila ditambahkan dengan
informasi lain dapat digunakan untuk menentukan karakter sosial ekonomi.
Karakteristik sosial ekonomi pada foto udara atau citra dengan resolusi spasial tinggi
hanya dapat disimpulkan melalui bukti tidak langsung yang berupa tipe rumah dan
karakteristik lingkungannya. Kajian karakteristik permukiman yang dapat diperoleh
dari citra penginderaan jauh resolusi spasial tinggi antara lain: (1) pola permukiman,
(2) ukuran bangunan dan persil lahannya, (3) kepadatan permukiman, dan (4) lokasi
permukiman.
Hasil dari interpretasi dari citra penginderaan jauh tersebut digunakan untuk
pengujian dilapangan dengan membuat sampling pada setiap zone karakteristik
rumah mukimnya. Setelah itu analisis data hasil interpretasi citra penginderaan jauh
tentang fenomena permukiman dengan data hasil pengamatan lapangan yang
dilakukan secara sampling dapat digunakan untuk membantu menganalisisnya

KKL II SIGPW UGM 2015

III-90

menggunakan Sistem Informasi Geografis. Penyelesainnya bisa menggunakan


teknik scoring.
3.7.3.2. Representasi Data Sosial Ekonomi dari Data Sekunder
Data statistik dapat direpresentasikan dalam berbagai cara, diantaranya
dengan bentuk grafik (grafik statistik = statistical graph). Menurut Truran (1977), ada
tiga macam metode untuk representasi data statistik, yaitu: grafik statistik, diagram
statistik, dan peta statistik.
Grafik Statistik:
! Grafik sederhana (simple graph); menyajikan satu macam data secara
terpisah.
! Grafik campuran (group or comparative graph); menyajikan beberapa
data secara simultan dalam satu grafik.
! Grafik gabungan (compound graph); menyajikan jumlah total dari
berbagai data.
! Grafik divergen (divergence graph); menyajikan data dalam bentuk
berlawanan, menyatakan kondisi plus dan minus.
! Grafik superimposed pyramid; model dari diagram pias, biasanya
digunakan untuk studi demografi suatu daerah.
Diagram Statistik:
! Grafik statistik 2D, menonjolkan kuantitas data, lokasi dan distribusi
spasial tidak diperhitungkan.
! Macam diagram (diagram lingkaran): pie graph, ring graph, adjacent
graph, circular graph, spoke graph.
Peta Statistik:
! Climatograph; disebut juga isoline (garis yang menghubungkan berbagai
tempat yang mempunyai nilai sama), digunakan prinsip logical contouring.
! Peta dot; menyangkut nilai, ukuran, dan lokasi dot.
! Peta aliran; menggambarkan pergerakan linier antar tempat.
! Peta Choropleth; terutama menyajikan tipe ukuran data interval atau rasio.
! Cartogram; dibuat dengan sengaja memperbesar atau memperkecil
(generalisasi) ukuran unit data (area atau panjang) secara proporsional
terhadap data yang diwakili.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-91

670000

675000

680000

140000

140000

120000

120000

9125000

9125000

685000
160000

160000

100000

100000

80000

80000

60000

60000

40000

40000

PETA TINGKAT KEPADATAN


DAN PERBANDINGAN
JUMLAH PENDUDUK
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
KOTA MALANG TAHUN 2002

20000

20000

Blimbing

Lowokwaru

Blimbing

9120000

9120000

Lowokwaru
160000

LEGENDA

140000

3982 - 6912 jiwa / km

9613 - 9843 jiwa / km

120000

9844 - 12774 jiwa / km

100000
80000

40000

160000

Klojen

60000

4 Km

140000
120000

Jumlah Penduduk
Laki-laki

100000

20000

80000

60000

Klojen

Perempuan

40000
20000
0

9115000

9115000

Sukun

9180000
9090000

KOTA MALANG
SAMUDERA INDONESIA

100000

100000

80000

80000

60000

60000

40000

40000
20000
0

Kedungkandang

Sukun

670000

Gambar 2.

675000

680000

630000

720000

810000

900000

Sumber : Data Statistik Kota Malang Tahun 2002


9110000

9110000

120000

900000

9090000

140000

120000

810000

9180000

160000

140000

720000

P. MADURA

540000

160000

20000

630000

9270000

540000

9270000

Kedungkandang

685000

Peta ini menggunakan Sistem Proyeksi UTM, Zone 49 South


Batas administrasi yang ada pada peta ini tidak dapat
dijadikan acuan untuk pengukuran luas
Dibuat dalam rangka kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan II
Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

Kota Malang dan sekitarnya Propinsi Jawa Timur

Contoh Peta Statistik dikombinasikan dengan Diagram


Statistik. (KKL2 KPJ, 2004)

3.7.4. Prosedur Kerja


1. Buatlah Peta Estimasi Populasi Penduduk menggunakan bantuan Foto
Udara dengan area 1 lembar liputan Foto Udara di daerah pusat kota.
2. Buatlah beberapa Peta Sosial Ekonomi yang meliputi kondisi kepadatan
penduduk, jumlah penduduk (laki-laki dan perempuan), komposisi penduduk
menurut umur, komposisi penduduk menurut mata pencaharian, peta
produksi pertanian dan perkebunan, peta industri, dan peta lokasi pariwisata.
3. Batas atau lingkup pemetaan terkecil adalah kelurahan/desa.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-92

DAFTAR PUSTAKA
Bakosurtanal, 2003, Spesifikasi Pemetaan Rupa Bumi, Bakosurtanal, Cibinong.
Burrough P.A., 1987, Principles of Geographical Information Systems for Land
Resources Assessment, Clanderon Press Oxford London.
Kers, A. 1978, Map Revision : Problems, Equipment and Methods, ITC Journal,
1978-1
Lukman Aziz, 1977, Peta Tematik, Departemen Geodesi, Teknik Sipil dan
Perencanaan ITB, Bandung
Mely Fatimah, Revisi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Lembar 1608
412 Sidoarjo, Skripsi S-1 Fakultas Geografi UGM.
Zeiler M., 1999, Modeling Our World, Environmental Systems Research Institute
(ESRI) Inc., Redlands California USA.

KKL II SIGPW UGM 2015

III-93

BAB IV
PANDUAN SURVEI LAPANGAN
4.1. SURVEI CEPAT TERINTEGRASI
KKL2 secara prinsip menggunakan prinsip Survei Cepat Terintegrasi dengan prinsip
triangulasi yang terdiri dari Secondary Data Analysis (SDA), Direct Observation, SemiStructured Interviewing (SSI), sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut:

PENERAPANNYA
SESUAI DENGAN
TOPIK

Secondary*Data*
Analysis*(SDA)!

Direct*
Observation!

TRIANGULASI
1)

Semi4
Structured*
Interviewing*
(SSI)!

Jika waktunya lama,


juga digunakan
wawancara terstruktur
(Kuesener)

Secondary Data Analysis (SDA)


Secondary Data Analysis merupakan cara mengumpulkan sumber-sumber
informasi yang telah diterbitkan maupun yang belum disebarkan. Tujuan dari
usaha ini adalah untuk mengetahui data manakah yang telah ada sehingga tidak
perlu lagi dikumpulkan. Manfaat dari secondary data adalah untuk memperjelas
topik-topik yang dibahas dalam KKL. Data sekunder dikelompokkan menjadi dua,
yaitu data spasial berupa peta/citra yang telah dikeluarkan oleh lembaga atau
peneliti tertentu dan data spasial berupa daerah/desa dalam angka. Selain itu juga
dimungkinkan sumber-sumber data sekunder hasil kajian yang dilakukan oleh
lembaga atau peneliti.

2). Direct Observation (DO)


Direct Observation adalah kegiatan observasi langsung pada obyek-obyek
tertentu, kejadian, proses, hubungan-hubungan masyarakat dan mencatatnya.
Tujuan dari teknik ini adalah untuk melakukan cross-check terhadap analisis data
sekunder dan mengenali secara langsung profil, potensi dan permasalahan
wilayah, sehingga dapat dipetakan kondisinya. Beberapa teknik direct observation
yang digunakan dalam KKL ini diantaranya adalah pemetaan atau sket desa dan
teknik penyusuran wilayah (transek) yang didukung dengan berbagai macam
analisis seperti sejarah desa, kalender musim, sketsa kebun, serta teknik
dokumentasi. Dalam direct observation juga dilakukan pengukuran morfologi
secara langsung dan pengambilan sampel-sampel lingkungan abiotik, biotik, dan
kultur.

KKL II SIGPW UGM 2015

IV-94!

3).

Semi-Structured Interviewing (SSI)


Teknik ini adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan
sistematis yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk
berkembang selama interview dilaksanakan. SSI dapat dilakukan bersama
individu yang dianggap mewakili informasi, misalnya wanita, pria, anak-anak,
pemuda, petani, pejabat lokal. Dapat juga oleh informan kunci, misalnya orangorang yang dianggap mempunyai pengetahuan tertentu dimana pengetahuan itu
tidak dimiliki oleh orang lain, misalnya petani, petugas kesehatan. Dapat juga
dilakukan oleh kelompok, dalam rangka memperoleh informasi dari semua level
masyarakat. Tetapi dapat juga kelompok yang terfokus, yakni mendiskusikan
topik-topik khusus secara mendetil. Tujuan untuk mengumpulkan informasi
kuantitatif maupun kualitatif yang berhubungan dengan tema/topik yang dibahas,
misalnya profil keluarga, daftar kegiatan sehari-hari.

Teknik Survei Cepat Terintegrasi mempunyai metode sesuai dengan jenis


triangulasinya, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
1

Triangulasi
Secondary Data
Analysis (SDA)

Metode
1. Data Spasial (Peta /Citra)
2. Data Non Spasial (Statistik)
3. Hasil Kajian/Penelitian
2
Direct Observation (DO)
1. Pemetaan Desa (sket Desa)
2. Transek
3. Kalender Musim
4. Sketsa Kebun (sketsa bentang alam)
5. Dokumentasi
3
Semi-Structured
1. Wawancana semi terstruktur
Interviewing (SSI) *)
2. Indepth Interview
3. Focus Group Discussion (FGD)
*) Sebagai bagian proses pembelajaran, dalam KKL ini juga digunakan teknik
wawancana secara terstruktur dengan menggunakan Kuesener
4.1.1. Transek (Teknik Penelusuran Wilayah)
Transek merupakan teknik penggalian informasi dan media pemahaman daerah
melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang membujur dari suatu sudud
ke sudud lain di wilayah tertentu. Teknik ini bisa dipergunakan untuk gambaran
sekarang, masa lalu (historical transect), atau yang akan datang. Tujuannya untuk
memahami bersama tentang karakteristik dan keadaan dari tempat-tempat tertentu
misalnya keadaan lahan, jenis tanaman, permukiman, sumber mata pencaharian,
sumber air, gambaran peran laki-laki perempuan, cara-cara yang pernah ditempuh
untuk mengatasi masalah.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan alam bagi masyarakat pedesaan
sangat erat. Mata pencaharian mereka umumnya mengolah alam secara langsung,
sehingga keadaan alam dan sumberdaya akan sangat menentukan keadaan
mereka. Tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dan curah hujan sangat
menentukan kegiatan pertanian masyarakat desa. Eratnya hubungan timbal balik
antara kehidupan masyarakat dan lingkungan alam menyebabkan hal ini perlu
dipahami dalam mengembangkan program bersama masyarakat. Dengan teknik
pemetaan diperoleh gambaran keadaan sumberdaya alam masyarakat beserta
masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan, potensi-potensi yang ada;
sedangkan untuk mengamati secara langsung keadaan lingkungan dan sumberdaya
tersebut, dipergunakan teknik penelusuran lokasi (transect).

KKL II SIGPW UGM 2015

IV-95!

Analisis Transek merupakan teknik pengamatan langsung terhadap wilayah,


lingkungan dan keadaan sumber-sumber daya dengan cara berjalan menelusuri
wilayah yang menjadi objek amatan, mengikutl suatu llntasan tertentu yang telah
ditetapkan. Dengan teknik anatisis transek, diperoleh gambaran keadaan potensi
sumber daya wilayah beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan dan
potensi-potensi yang ada. Hasilnya digambar dalam bentuk gambar atau diagram.
Tujuan dari teknik transek adalah untuk memfasilitasi peserta KKL agar dapat
mendiskusikan keadaan sumber-sumber daya dengan cara mengamati langsung
hal yang didiskusikan di lokasinya ataupun di studio. Adapun hal hal yang didiskusikan
diantaranya adalah:
Potensi-potensi yang tersedia
Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi): termasuk ke dalamnya
adalah kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, kondisi hidrologi,
daerah tangkapan air dan sumber-sumber air (sungai, mata air, sumur).
Pemanfaatan sumber daya tanah (tataguna lahan) : yaitu untuk vvilayah
permukiman, kebun, sawah, ladang, hutan. bangunan, jalan, padang gembala,
dan sebagainya.
Liputan lahan, khususnya vegetasi dan tanaman yang ada dipermukaan
termasuk ekosistemnya
Pola usaha tani: mencakup Jenis-jenis tanaman penting (antara lain Jenis-jenis
local} dan kegunaanya (misalnya tanaman pangan, tanaman obat, pakan
ternak, dsb), produktlviias lahan dan hasilnya dan sebagainya.
Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumber daya alam : termasuk
teknologi tradisional, misalnya penahan eros) dari batu, kayu, atau pagar
hidup; pohon penahan apt; pemeliharaan tanaman keras; system beternak;
penanaman berbagal jenis rumput untuk pakan ternak, penahan air, penutup
tanah; system pengelolaan air, (konserv3si air, kontrol erosi, dan pengairan)
dan beberapa hal lainnya.
Pemilikan sumber daya alam : biasanya terdiri dari milik perorangan, milik
adat, milik umum/desa, milik pemerintah (misal hutan).
Kajian lebih lanjut, jika diikuti dengan wawancara dapat diperoleh informasi
lanjutan seperti pandangan dan harapan-harapan masyarakat mengenal
keadaan- keadaan tertentu sesuai topik yang disampaikan termasuk prilaku
dalam memanfaatkan sumberdaya wilayah
Tipe-tipe Transek
Teknik transek dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan topik dan
jenis informasi (topik kajian) dan berdasarkan lintasan
1) Berdasarkan topik transek, meliputi Transek sumber daya desa umum,
Transek sumber daya alam, Transek Topik Tertentu, misalnya transek
mengamati kesehatan lingkungan masyarakat atau transek perkembangan
agama.
a.

Transek sumberdaya desa (umum)


Penelusuran desa adalah pengamatan sambil berjalan melalui daerah
pemukiman desa guna mengamati dan mendiskusikan berbagai
keadaan. Keadaan-keadaan yang diamati yaitu pengaturan letak
perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman rumah, pengaturan air

KKL II SIGPW UGM 2015

IV-96!

bersih untuk keluarga, keadaan sarana MCK, sarana umum desa


(sekolahan, toko, tiang listrik, gapura desa, puskesmas, lapangan olah raga,
dsb), juga lokasi kebun dan sumberdaya pertanian secara garis
besar. Kajian transek ini terarah terutama pada aspek-aspek umum
pemukiman desa tersebut dan sarana-sarana yang dimiliki desa; sedangkan
keadaan sumberdaya alam dibahas secara garis besarnya saja. Kajian ini
akan sangat membantu dalam mengenal desa secara umum dan beberapa
aspek lainya dari wilayah pemukiman yang kurang diperhatikan.
b.

Transek sumberdaya alam


Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam
mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahannya, terutama sumberdaya pertanian. Seringkali, lokasi kebun dan lahan
pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga
transek sumberdaya alam ini bisa sampai ke luar desa. Informasi-informasi
yang biasanya muncul antara lain:
Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi), termasuk kedalamnya
adalah kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, daerah
tangkapan air dan sumber-sumber air (sungai, mata air, sumur).
Pemanfaatan sumberdaya tanah (tataguna lahan), yaitu untuk wilayah
pemukiman, kebun, sawah, ladang, hutan, bangunan, jalan, padang
penggembalaan, dan sebagainya.
Pola usahatani, mencakup jenis-jenis tanaman penting dan kegunaannya
(tanaman pangan, tanaman obat, pakan ternak, dsb), produktivitas lahan
dan hasilnya, dan sebagainya.
Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumberdaya alam termasuk
teknologi tradisional misalnya teknologi penahan erosi dari batu, kayu;
pemeliharaan ternak, budidaya tanaman, sistem pengelolaan air, dan
sebagainya.
Pemilikan sumberdaya alam, biasanya terdiri dari milik perorangan, milik
adat, milik desa, milik pemerintah/negara.
Kajian lebih lanjut yang dilakukan antara lain: (a) Kajian mata pencaharian
yang memanfaatkan sumberdaya tersebut, baik oleh pemilik maupun bukan.
(b) Kajian mengenai hal-hal lain yang mempengaruhi pengelolaan
sumberdaya, seperti perilaku berladang dan tatacara adat dalam
pengelolaan tanah, pengelolaan air, peraturan memelihara ternak, upacara
panen, dan sebagainya.

c. Transek topik-topik lain


Transek juga bisa dilakukan untuk mengamati dan membahas topik-topik
khusus, seperti halnya dengan pembuatan peta desa. Misalnya, transek
yang dilakukan khusus untuk mengamati sarana kesehatan dan kondisi
kesehatan lingkungan desa, transek wilayah persebaran hama penyakit,
atau transek khusus untuk mengamati sumber air dan sistem pengelolaan
aliran air irigasi, dan sebagainya.
2)

Berdasarkan jalur lintasan transek, meliputi Transek lintasan garis lurus, lintasan
bukan garis lurus, dan lintasan jaringan (misalnya sungai).
a. Transek lintasan garis lurus
Di tempat dan masyarakat berkumpul untuk melakukan penelusuran lokasi,
dibahas dan ditetapkan lintasan yang akan dilakukan. Kegiatan
penelusuran lokasi ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Berjalan mengikuti garis atau mengikuti jalan utama dan jalanjalan di pemukiman, di wilayah pertanian, dan di berbagai bagian

KKL II SIGPW UGM 2015

IV-97!

wilayah yaang ingin diamati keadaannya (lintasan yang


sebenarnya tentu saja tidak benar-benar berupa garis lurus).
Morfologi, yaitu berjalan mulai dari titik terendah sampai ke titik
tertinggi atau sebaliknya dari titik tertinggi ke titik terendah
(biasanya dilakukan untuk membandingkan kondisi lahan dan
jenis usaha pertanian yang dilakukan pada tingkat ketinggian
yang berbeda di wilayah dataran tinggi).

b.

Transek lintasan bukan garis lurus


Kegiatan ini dilakukan dengan perjalanan yang mengabaikan lintasan jalan
yang ada. Yang menentukan adalah letak-letak atau lokasi pengamatan
yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, perjalanan dimulai
dari lokasi yang paling dekat ke paling jauh. Arah perjalanan untuk
mencapai lokasi-lokasi yang akan diamati tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa kemungkinan, yaitu: berkelak-kelok (zig-zag); bisa pulang pergi
atau juga berputar; atau menyapu semua arah. Berdasarkan pengalaman,
cara ini memberikan suatu hasil yang lebih menyeluruh daripada melintas
lokasi mengikuti garis lurus.

c.

Transek lintasan saluran air (sumber air, sungai)


Penelusuran ini dilakukan dengan berjalan mengikuti aliran air secara
sistematis untuk menyusuri aliran air atau tepian sungai. Pengamatan
dilakukan terhadap daerah di sepanjang saluran air atau tepian sungai
untuk mengkaji penataan sumber air bagi pertanian dan memperoleh
informasi tentang pengelolaan daerah aliran sungai yang dilakukan oleh
para petani.

Tujuan transek (penelusuran lokasi) adalah untuk memfasilitasi peserta agar


mendiskusikan keadaan sumberdaya-sumberdaya dengan cara mengamati
langsung hal yang didiskusikan di lokasinya. Hal-hal yang biasanya didiskusikan
meliputi potensi, masalah, serta pandangan dan harapan-harapan masyarakat di
daerah tersebut.
Proses Transek
Transek biasanya terdiri dari dua tahapan utama yaitu (1) perjalanan dan observasi
dan (2) pembuatan gambar transek. Hasilnya digambar dalam diagram transek atau
gambaran irisan muka bumi. Hasilnya biasanya langsung digambar atas flipchart
(kertas lebar) atau jika menggunakan peta, dapat dituliskan ke dalam peta.
Beberapa tahap dalam transek adalah :
1) Tahap persiapan
Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya secara khusus
diperhatikan adalah mempersiapkan tim, menentukan kapan akan dilakukan
penelusuran lokasi. Sebelum melakukan transek perlu disiapkan bahan dan alat
seperti peta yang menggambarkan jalur transek, kertas flipchart (untuk
menggambar draft), kartu warna-warni, alat tulis.. Kegiatan transek biasanya
makan waktu yang cukup lama, sehingga sangat disarankan untuk membawa
perbekalan (makanan dan minuman).
2). Pelaksanaan
a. Sebelum berangkat, bahas kembali maksud dan tujuan kegiatan
penelusuran lokasi serta proses kegiatan yang akan dilakukan.
b. Sepakati bersama peserta, jalur transek dan lokasilokasi penting yang
akan dikunjungi serta topiktopik kajian yang akan dilakukan ataupun

KKL II SIGPW UGM 2015

IV-98!

perubahan-perubahan wilayah yang ingin diamati. Setelah itu, sepakati


lintasan penelusuran.
c. Sepakati titik awal perjalanan (lokasi pertama), biasanya diambil dari titik
terdekat dengan kita berada pada saat itu. Untuk memudahkan pengamatan
dan pencatatan, jalur transek dapat dibagi ke dalam beberapa segmen yang
mendasarkan pada jarak fisik ( meter atau kilometer), perubahan topografi,
jalur transportasi (pertigaan, perempatan, dll),
serta unsur-unsur
penggunaan lahan
d. Lakukan perjalanan dan amati keadaan disepanjang perjalanan. DisKusikan
dengan rekan satu tim hasil pengamatan dan banyak bertanya kepada
masyarakat yang ditemui di jalur transek. Diskusikan keadaan sumberdaya
tersebut dan amati dengan seksama.
e. Buatlah catatancatatan hasil pengamatan dan diskusi di setiap lokasi (baik
antar anggota tim maupun dengan masyarakat.
3). Setelah Perjalanan
a. Bisa saja selama berhenti di lokasilokasi tertentu, gambar bagan transek
dibuat untuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri. Tetapi, yang
sering terjadi adalah pembuatan bagan setelah seluruh lintasan ditelusuri.
b. Jelaskan cara dan proses membuat bagan. Secara umum bagan terdiri dari
bagian kolom indikator yang mencakup informasi sumberdaya wilayah yang
ingin di analisis dan baris deskripsi informasi. Secara umum informasi
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : (1) informasi wilayah (lingkungan fisik,
biotik, penggunaan lahan, jenis tanaman, sosial ekonomi), (2) potensi
wilayah, (3) permasalahan yang dihadapi. Dapat pula ditambahkan
informasi lain yang diperlukan seperti harapan dan masukan masyarakat.
c. Buat lambang atau simbolsimbol yang akan dipergunakan untuk
menggambar bagan transek. Catat simbolsimbol tersebut beserta artinya
di sudut kertas. Gambarkan kembali hasil penelusuran diatas kertas agar
dapat dilihat kembali oleh orang lain dan dilengkapi informasinya dengan
memperhatikan catatan kecil yang telah dibuat selama perjalanan (Lihat
Gambar 1).

KKL II SIGPW UGM 2015

IV-99!

Contoh lain Transek


Indikator
Penggunaan
Lahan
Jenis Tanah
pH Tanah
Tekstur
Kemiringan
Pengusahaan
Pola Tanam
Tanaman :
- Tahunan

Jalur Penelusuran (Transek)


0-1 km
1-2 Km
2-3 Km
Pemukiman/Pekaranga Pemukiman/Kebu
Pemukiman/Kebu
n
n
n
/Pesawahan
/Ladang/Darat
/Darat/Tegalan
Aluvial
Aluvial
Aluvial
4,5 - 5
4,5 - 5
4,5 - 5
Lempung
Lempung
Lempung
05%
05%
05%
Tupang Sari
Tumpang Sari
Tumpang Sari
Padi/Palawija
Padi/Palawija
Palawija
Pisang, Mangga
Sebagian Kecil : Jambu,
Nangka

Pisang, Mangga
Sebagian Kecil :
Jambu, Nangka

Pisang, Mangga
Sebagian Kecil :
Jambu, Nangka

- Semusim

Padi, Ubi Kayu, Ubi


Jalar, Kacang Tanah,
Paria, Terong, Tomat,
Cabe, Kacang Panjang,
Mentimun

Sumber Air

Teknis, Tadah Hujan,


Sumur Pantek

Pengusahaan
Ternak

Ayam, Bebek, Itik,


Kambing, Domba, Sapi

Padi, Ubi Kayu,


Ubi Jalar, Kacang
Tanah, Paria,
Terong, Tomat,
Cabe, Kacang
Panjang,
Mentimun
Teknis, Tadah
Hujan, Sumur
Pantek
Ayam, Bebek, Itik,
Kambing, Domba,

Ubi Kayu, Ubi


Jalar, Kacang
Tanah, Paria,
Terong, Tomat,
Cabe, Kacang
Panjang,
Mentimun
Teknis, Tadah
Hujan, Sumur
Pantek
Ayam, Bebek, Itik,
Kambing, Domba,

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-100!

Sapi
Jalan Desa,
Sekolah, Masjid,
Kendaraan, Ojeg,
dll
Lalat Buah,
Wereng, Diplodia

Sapi
Jalan Desa,
Sekolah, Masjid,
Kendaraan, Ojeg,
dll
Lalat Buah,
Wereng, Diplodia
- Teknologi
Budidaya
Tanaman
- Pasca Panen
- Modal
Usahatani
- Teknologi
Inovasi
- Keragaman
Tanaman
- Pemberdayaan
Kelompok
- Kelembagaan
- Pasar

Sarana dan
Prasarana
Pendukung

Jalan Desa, Sekolah,


Masjid, Kendaraan,
Ojeg, dll

Hama/Penyaki
t Utama
Mangga
Masalah
Umum

Lalat Buah, Wereng,


Diplodia
- Teknologi Budidaya
Tanaman
- Pasca Panen
- Modal Usahatani

- Teknologi
Budidaya
Tanaman
- Pasca Panen
- Modal Usahatani

Peluang

- Teknologi Inovasi
- Keragaman Tanaman
- Pemberdayaan
Kelompok
- Kelembagaan
- Pasar

- Teknologi
Inovasi
- Keragaman
Tanaman
- Pemberdayaan
Kelompok
- Kelembagaan
- Pasar

4.1.2. Pemetaan Desa (Sketsa Desa)

Sketsa Desa adalah menggambar kondisi wilayah (desa, dusun, RT, atau
wilayah yang lebih luas) bersama masyarakat. Memfasilitasi peserta dalam
mengungkapkan keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya
sendiri yang hasilnya berupa peta atau sketsa keadaan sumberdaya wilayah.
Salah satu sumber informasi dan bahan perencanaan pembangunan yang umum
dikenal adalah peta. Hampir di setiap kantor lembaga pemerintah kita bisa
menemukan peta-peta yang dipasang di dinding. Ada peta topografi (peta yang
menggambarkan bentuk permukaan wilayah), peta geologi (peta yang
menggambarkan susunan dan jenis batu-batuan), peta hidrologi (peta yang
menggambarkan keadaan sumber-sumber dan aliran air), peta rencana kawasan,
dan sebagainya. Ada pula peta-peta sosial, misalnya yang menunjukkan
penyebaran penduduk dari berbagai suku dan bahasa, serta ada juga peta yang
menunjukkan batas-batas daerah administratif pemerintahan.
Pemetaan desa dimaksudkan agar peserta KKL dapat mengungkapkan keadaan
desa dan lingkungannya sendiri, seperti lokasi sumber daya dan batas-batas suatu
wilayah tertentu, misalnya dimana letak kawasan hutan, kebun-kebun, dan
sebagainya. Keadaan jenis-jenis sumberdaya yang ada di desa, baik masalahmasalah maupun potensi-potensinya. Melihat Selain itu juga mengkaji perubahanperubahan keadaan yang terjadi dari sumberdaya desa termasuk sebab-sebab dan
akibat-akibat dari perubahan tersebut.
Dengan Mapping atau sket desa dapat memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang kondisi suatu wilayah dapat menggali data wilayah secara lengkap hasil
pemetaan ini bisa digunakan sebagai bahan acuan penggunaan teknik analisis
lainnya yang lebih detil.
Pada KKL ini para peserta ditugaskan untuk membuat peta lingkungan desa atau
lingkup wilayah tertentu yang kita tentukan. Peta atau sket Desa ini dihasilkan dari

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-101!

peta rupa bumi, berbagai macam citra, termasuk peta-peta yang ada dalam media
on line seperti googlemap atau google earth. Dengan pembuatan peta/sket desa ini
peserta dapat mengenali keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya.
Secara umum, peta atau sket desa akan gambaran keadaan sumberdaya umum
desa, tetapi dapat pula dibuat peta dengan tema tertentu yang menggambarkan halhal yang sesuai dengan ruang lingkup tema tersebut (misalnya peta desa yang
menggambarkan jenis-jenis tanah, peta sumberdaya pertanian, peta penyebaran
penduduk, peta pola pemukiman, dan sebagainya). Kegiatan lapangan akan
melengkapi unsur-unsur atau keterangan sumberdaya desa yang dimasukkan dalam
peta/sket desa. Beberapa jenis peta desa diantaranya :
a.

b.

c.

Peta sumberdaya desa (umum). Peta dibuat untuk melihat keadaan umum desa
dan lingkungannya yang menyangkut sumberdaya dan sarana/prasarana yang
ada di desa, keadaan fisik lingkungan desa seperti kondisi topografis, luas dan
tata letak lahan untuk kebun, persebaran pemukiman, daerah berhutan, lahanlahan kritis, mata air, sungai atau aliran air, pasar, sekolah, posyandu,
puskesmas, jalan raya, dan sebagainya.
Peta sumberdaya alam desa. Peta ini dilakukan untuk mengenal dan
mengamati secara lebih tajam mengenai potensi sumberdaya alam serta
permasalahannya, etrutama sumberdaya pertanian. Yang perlu diperhatikan
dalam hal ini adalah kebun, hutan, sumber air pertanian, dan sumberdaya
pertanian lainnya. Seringkali lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik
masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga peta sumberdaya alam ini
dapat sampai ke luar desa.
Peta khusus (topikal). Peta dibuat untuk menggali aspek tertentu dalam sebuah
wilayah seperti pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, ekonomi,
keagamaan, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan (misalnya peta khusus
penyebaran kebun dan lahan pertanian, peta khusus pemukiman dan
penyebaran penduduk berdasarkan kelas-kelas sosial, pemetaan penyebaran
hama tikus, pemetaan penyebaran penyakit tertentu, pemetaan rumah-rumah
ibu hamil /menyusui dan anak-anak balita, dan sebagainya. Yang dikaji antara
lain adalah berbagai sumberdaya yang ada, berbagai masalah, serta harapanharapan masyarakat mengenai keadaan tersebut.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan peta/sket desa


diantaranya adalah

Jenis-jenis potensi desa yang akan dicantumkan ke dalam peta termasuk


simbolisasi
Pembuatan peta ini dapat dilakukan dengan cara transek sebagaimana
dijelaskan dalam metode transek
Selain lokasi-lokasi utama dipetakan, dilengkapi dengan detail-detail yang lain
seperti jalan setapak, sungai-sungai kecil, batas dusun, dsb.
Gambarkan secara umum potensi mengenai sumberdaya seperti lahan-lahan
pertanian, lahan-lahan kritis, hutan, ladang, ladang penggembalaan, dan
sebagainya.
Cantumkanlah di sudut peta, simbol-simbol beserta artinya atau penjelasan lain
untuk memahami gambar.
Skala. Akan sangat baik jika peta yang dihasilkan dapat mendekati keadaan
yang sebenarnya. Namun, sebagai sarana diskusi, peta cukup dibuat
sederhana saja. Skala hanya diperkirakan saja, tidak perlu terlalu mutlak tetapi
perbandingan cukup masuk akal

Setelah peta/sket desa selesai, lakukan diskusi lebih lanjut, mengenai:

Bagaimana keadaan sumberdaya dan apa masalah-masalah yang terjadi


dengan sumberdaya tersebut

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-102!

Apa akibat dari perubahan-perubahan dan masalah-masalah tersebut terhadap


kehidupan masyarakat
Apakah terdapat hubungan sebab akibat diantara perubahan-perubahan
tersebut.
Catatlah seluruh masalah, potensi, dan infromasi yang muncul dalam diskusi
dengan cermat,

Berikut contoh hasil peta /Sket desa dari proses transek yang dilakukan

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-103!

Contoh Lain Sketsa Desa

Tuliskan Potensi dan Masalah Desa

4.1.3. Seasonal Calendar (Kalender Musim)


Seasonal Calendar adalah penelusuran kegiatan musiman tentang keadaan-keadaan
dan permasalahan yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (musiman) di
masyarakat. Tujuan teknik untuk mefasilitasi kegiatan penggalian informasi dalam
memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan, masalah-masalah, fokus masyarakat
terhadap suatu tema tertentu, mengkaji pola pemanfaatan waktu, sehingga diketahui
kapan saat-saat sibuk dan saat-saat waktu luang. Kemudian juga sebagai upaya untuk
mendiskusikan tawaran perubahan kalender dalam kegiatan masyarakat.
Teknik Kalender Musim adalah salah satu teknik pengumpulan data yang
memfasilitasi pengkajian kegiatankegiatan dan keadaan yang terjadi pada
kehidupan masyarakat yang umumnya bersifat berulang dalam siklus waktu tertentu,
biasanya dilihat dalam kurun waktu 1 tahun (12 bulan). Misalnya pada masyarakat
pedesaan kehidupan sosial ekonomi sangat dipengaruhi oleh musim-musim yang
berkaitan dengan aktivitas pertanian seperti musim tanam, musim panen, musim hujan
dan musim kemarau. Pada masyarakat perkotaan jenis musim yang mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat mungkin agak berbeda misalnya musim buah, musim hari
besar, musim tahun ajaran baru dan sebagainya. Selain itu ada juga daur kegiatan
yang bisa dikatakan selalau berulang dalam kedua macam masyarakat baik di desa
maupun di kota misalnya musim penyakit tertentu, musim perkawinan dan sebagainya.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-104!

Dengan mengenali dan mengkaji pola-pola ini maka kita akan dapat memperoleh
gambaran yang cukup memadai tentang :

Mengetahui pola kehidupan masyarakat pada siklus musim tertentu.

Mengidentifikasi siklus waktu sibuk dan waktu luang masyarakat.

Mengetahui siklus masalahan yang dihadapi masyarakat pada musim-musim


tertentu.

Mengetahui siklus peluang dan potensi yang ada pada musim-musim tertentu
Dengan kata lain, teknik kalender musim dapat dipergunakan untuk mengetahui
kegiatan utama, masalah, dan kesempatan dalam siklus tahunan yang dituangkan
dalam bentuk diagram. Hasilnya, yang digambar dalam suatu kalender dengan
bentuk matriks, merupakan informasi penting sebagai dasar pengembangan rencana
program (lihat gambar).
Langkah langkah

Menanyakan tentang proses pelaksanaan kegiatan masyarakat menurut bulan.

Jenisjenis kegiatan apa yang paling sering terjadi pada bulanbulan tertentu.
Apakah kegiatan itu selalu terulang dari tahun ke tahun.

Selain kegiatan, keadaan apa yang juga sering terjadi pada bulanbulan tertentu
(misal kekeringan, wabah penyakit).

Setelah cukup tergambarkan, sepakatilah bersama responden:

Menggunakan simbol topiktopik bahasan yang dicantumkan ke dalam bagan,


berupa gambargambar sederhana yang mudah dikenali.

Cantumkan di sudut kertas simbolsimbol beserta artinya, serta penjelasan lain


untuk memahami gambar.

Lakukan analisis kalender musim, yaitu apa sebab terjadi masalahmasalah di


dalam pengelolaan kegiatan mereka, apa sebab terjadi masamasa kritis di
masyarakat (kekeringan, wabah, paceklik/kurang pangan dsb). Apakah terdapat
hubungan sebab akibat di masalahmasalah dan keadaankeadaan tersebut.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-105!

4.1.4. Farm Sketch (Sketsa Kebun) atau Sket Bentang Lahan


Teknik ini adalah sebuah cara untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk tipikal
pengelolaan sebuah lingkungan kebun yang menggambarkan model pengelolaan tata
ruang yang dimiliki oleh salah satu anggota masyarakat. Tujuan teknik ini adalah
sebagi upaya untuk memberikan rujukan contoh nyata sebagai bahan analisis terhadap
pengelolaan lingkungan.
Teknik pembuatan sketsa landscape merupakan teknik pengumpulan data yang
memfasilitasi pengkajian berbagai aspek pengelolaan lahan di wilayah yang
bersangkutan. Dalam KKL teknik sket landscape digunakan terkait dengan analisis
medan untuk zonasi kepentingan tertentu dan tidak harus dalam pengertian sket
bentang alam (landscape). Hasil kajian tersebut digambarkan dalam bentuk sketsa
atau peta bentanglahan yang meperlihatkan berbagai aspek pengelolaan lahan
tersebut terutama pola pemanfaatan (misalnya pola tanam) dan teknologi yang
diterapkan.
Dari pembuatan sketsa bentangalam akan didapatkan berbagai informasi baik
informasi fisik maupun non fisik. Dalam kasus lahan pertanian atau perkebunan,
Informasi fisik yang didapatkan antara lain pola tanam, luas lahan, jenis-jenis
tanaman, praktik konservasi, tata letak bangunan dan sarana prasarana,
pembagaian lahan untuk tanaman keras, tanaman pangan, dan sebagainya.
Informasi non fisik yang kita dapatkan antara lain: pendapatan yang diperoleh dari
penjualan hasil kebun, pembinaan dan penyuluhan yang diperlukan dan yang pernah
didapatkan, teknologi pertanian yang bersifat lokal beserta hasilnya dari masa
lampau sampai sekarang, tenaga kerja dan pemasaran hasil, serta informasi

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-106!

khsusus seperti masalah status tanah terutama yang menyangkut kepemilikan lahan
oleh lembaga adat dan pemerintah.
Teknik sketsa bentang alam bertujuan untuk mengkaji keadaan dan pengelolaan
lahan. Dalam kasus pertanian (kebun) misalnya mengenai: (a) keadaan berbagai
aspek kebun (misalnya, kesuburan tanahnya, ketersediaan airnya, pola tanamnya,
teknologi pengelolaannya, dsb; (b) masalah-masalah yang terjadi di dalam
pengelolaan kebun, apa penyebabnya dan apa akibatnya; (c) bagaimana cara
petani mencari jalan keluar.
Adapaun manfaat kajian sketsa bentang alam adalah membantu
perencanaan penggunaan lahan melalui zonasi peruntukannya.

proses

Langkah-langkah penerapan sketsa bentang alam:


1). Persiapan
Perisapan khsusus untuk kegiatan pembuatan sketsa adalah pengamatan awal
(observasi) terhadap bentang alam yang terdapat di lokasi. Hal ini bisa dilakukan
pada saat melakukan penelusuran lokasi (transek). Kriteria yang sering
dipergunakan dalam menetapkan bentang alam yang akan diamati adalah:

Bentang alam tersebut mewakili keadaan tipe bentang alam lain pada
umumnya di desa dan menunjukkan adanya keanekaragaman cara
pengelolaan dan pemanfaatan;

Bentang alam itu merupakan bentang terbaik yang ada di desa (karena
adopsi teknologi) atau sebaliknya bentang alam yang memiliki banyak
masalah. Dapat pula landscape yang uni bahkan percontohan.
2). Pelaksanaan

Sebelum berangkat ke lokasi sket, bahas kembali maksud dan tujuan


kegiatan pembuatan sketsa bentang alam serta proses kegiatan yang akan
dilakukan.

peserta berkeliling lokasi untuk mengamati dan membahas secara umum


keadaan alam.
Setelah selesai pengamatan, peserta berkumpul untuk memulai pembuatan
sketsa. Sepakati dulu simbol-simbol yang akan dipergunakan di dalam
sketsa. Catatlah simbol-simbol tersebut beserta maknanya pada sudut kertas.
Pertama kali adalah penentuan batas-batas lokasi kebun dan penentuan arah mata
angin. Setelah itu baru dilengkapi berbagai aspek bentangalam atau segala sesuatu
yang yang terdapat di lokasi tersebut.
Dengan menggunakan hasil gambar gunakan sebagai alat bantu, analisis lebih
mendalam dilakukan. Berikut contohnya.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-107!

4.1.5. Teknik Pengukuran Medan dan Zonasi


Dalam KKL ini peserta melakukan pengukuran medan dengan menggunakan alatalat survei seperti Theodolit. Kegiatan serupa dengan aplikasi ilmu ukur tanah. Hasil
akhir dari kegiatan ini mahasiswa menghasilkan blok / sket terukur tiga dimensi yang
dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun zonasi pemanfaatan.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-108!

Beberapa langkah yang dilakukan adalah


1. Peserta mempersiapkan peralatan survei pengukuran medan
2. Peserta memilih bentang alam (landscape) yang akan dijadikan objek
pengukuran. Pertimbangan pemilihan lokasi adalah : (a) topik peruntukan yang
jelas, misalnya untuk permukiman, untuk pertanian, perkebunan, kehutanan,
dan sebaginya), (b) memiliki variasi topografi, (c) mudah dijangkau,
3. Peserta melakukan pengukuran dilapangan
4. Membuat hasil pengukuran 3 dimensi, sehingga dihasilkan peta kontur dan
ketinggian tempat, sebagai dasar zonasi wilayah (lihat dua gambar berikut)

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-109!

4.1.6. Wawancara Semi Terstruktur


Dalam metode penelitian ilmiah terdapat teknik penelitian yang paling umum dikenal
yaitu wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah kegiatan
tanya jawab sistematis dengan warga masyarakat yang dipilih. Dalam penelitian,
kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dari masyarakat.
Bentuk dan proses wawancara dapat dijadikan lebih partisipatif dengan memberikan
kesempatan seluasluasnya kepada masyarakat yang diwawancarai untuk
mengemukakan pendapatnya. Caranya dengan membuat pertanyaan-pertanyaan
semi terbuka, artinya pertanyaan tidak ditentukan pilihan jawabannya, dan
pertanyaan dapat diubah dan dikembangkan berdasar jawaban orang yang
diwawancarai. Dalam KKL ini wawancara semi terstruktur lebih banyak digunakan
untuk mewawancarai keluarga, meskipun juga dapat digunakan untuk wawancara
kelompok dan individu.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-110!

Teknik wawancara semi terstruktur dipergunakan untuk mengkaji sejumlah topik


informasi mengenai aspek-aspek kehidupan masyarakat, termasuk potens dan
masalah serta harapan atau pendapat seseorang, yang disusun dalam pedoman
wawancara. Pedoman ini sifatnya semi terbuka, karena hanya merupakan bahan
acuan wawancara; artinya isi kajian dapat diubah dan disesuaikan dengan proses
diskusi untuntuk mencapai tujuan kajian.
Objek wawancara semi terstruktur terdiri dari :
1) Wawancara individu/perorangan, dapat dilakukan dengan sasaran informan
kunci atau wawancara perorangan pilihan. Informan kunci biasanya adalah
orang yang dianggap memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas
mengenai sesuatu. Beberapa informan kunci diantaranya sudah lama tinggal,
memiliki kedudukan dalam masyarakat, tokoh masyarakat, ataupun anggota
masyarakat yang menonjol dan aktif terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi.
2) Wawancara keluarga/rumah tanggal, khususnya untuk mengkaji berbagai aspek
kehidupan keluarga, sehingga diperoleh profil keluarga seperti gambaran
keadaan suatu keluarga sebagai informasi untuk mengetahui taraf
kesejahteraan, taraf kesehatan, pendidikan, serta harapan dan rencananya di
masa depan.
3) Wawancara kelompok, biasanya dipergunakan untuk mengecek silang
informasi-informasi dari hasil wawancara infroman kunci dan wawancara
perorangan pilihan atau hasil kajian dengan teknik-teknik survei yang lain.
Langkah-langkah melakukan wawancara semi terstruktur
1). Persiapan
a. Menyusun pedoman wawancara. Pedoman wawancara disusun sesuai
dengan kebutuhan kajian. Topik-topik informasi di dalam pedoman ini
merupakan titik masuk ke pembicaraan yang dapat dikembangkan di dalam
proses wawancara. Daftar pertanyaan yang sesuai dengan tema/topik
bahasan harus dipersiapkan dahulu. Daftar topik dan pertanyaan itu hanya
sebagai bahan acuan, dan dalam proses wawancara dapat dikembangkan
lagi.
b. Memilih individu/keluarga / rumah tangga/kelompok yang akan diwawancarai
dilakukan untuk melihat perbedaan karakteristik responden yang
diwawancarai, terutama perbedaan dalam tingkat perekonomian responden.
2). Pelaksanaan wawancara
Menyepakati dan mengatur waktu untuk wawancara. Kita bisa datang secara
spontan kepada responden, dan melakukan wawancara apabila situasinya
memungkinkan. Pada awal wawancara, pewawancara berkenalan dan
menjelaskan maksud kegiatan dengan sederhana namun jelas. Amati keadaan
sekitar, misalnya kondisi rumah, perabotan rumah tangga yang ada, hal ini
sangat membantu dalam pengenalan taraf kesejahteraannya. Bila wawancara
dilakukan di lahan atau kebun, amati keadaan sekitarnya.
Lakukan obrolan tentang berbagai kegiatan secara serius tapi santai. Lanjutkan
wawancara dari satu topik ke topik lain menggunakan pedoman wawancara
sebagai panduan. Wawancara dilakukan secara informal dengan sikap yang
terbuka dan akrab, sehingga pembahasan dari satu topik ke topik lain terjadi
secara tidak menyolok.
Gunakan jawaban dari responden untuk mengembangkan topik obrolan
selanjutnya. Biarkan responden melanjutkan pembicaraan tentang hal-hal yang
dianggapnya penting mengenai kehidupan keluarganya. Gunakan pertanyaanpertanyaan yang dapat memancing pendapat mereka tentang berbagai
hal. Pewawancara sebaiknya memfasilitasi dengan baik agar tidak terjebak
dalam diskusi berkepanjangan mengenai satu topik tertentu. Buatlah catatan
proes dan hasil wawancara secara cermat

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-111!

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Wawancara Semi Terstruktur:


a. Hindarkan : pPertanyaan dengan jawaban yang terarah (ya-tidak)
b. Ingat!, Wawancara semi terstruktur tidak sama dengan penyuluhan.
c. Jangan Menasehati, banyaklah mendengar dengan sabar.
d. Jangan Mengabaikan informasi.
e. Jangan menilai (menghakimi).
f. Jangan emosi.
g. Yang penting santai.
h. Yang penting kritis
4.2.

TRANSEK PADA SKALA KECIL (KABUPATEN/KOTA)

Cakupan wilayah: Zona


Alat yang digunakan: (1) Checklist observasi wilayah, (2) Peta (RBI) dan Foto
Udara/Citra, (3) GPS dan sejesnisnya, (4) Kamera dan atau Video, (5) Perlengkapan
Diri (Makan dan Minum), (6) Kendaraan, (7) perlengkapan lain yang relevan
Masing-masing kelompok dalam satu zona tergabung dalam tim zona yang akan
melakukan transek zona (long transek) dengan langkah-langkah berikut :
1) Tim zona menyusun jalur tracking atau jalur transek panjang yang meliputi
satu zona dengan maksud mengenal karakter umum zona tersebut dan
rencana pendalaman berdasarkan tema. Metode Penentuan Jalur tracking
dapat dilihat pada dokumen teknik survei yang telah diberikan .
2) Tim zona menyusun intrumen survey (ceklist) dalam rangka melakukan
observasi langsung terhadap zona yang akan dilakukan pencatatan
sepanjang jalur transek (lihat contoh ceklist berikut.
3) Sepanjang jalur long transek, tim zona akan membagi-bagi jalur tersebut ke
dalam penggalan jalur yang ditentukan berdasarkan : (1) Morfologi wilayah,
(2) kesamaan karakteristik (fisik, sosial, penggunaan lahan, liputan lahan), (3)
struktur jalur transportasi, (4) Efisiensi waktu dan tenaga, (5) Kasus tertentu
yang sudah diidentifikasi, (6) pertimbangan lain-lain.
4) Dalam pelaksanaan tracking dan observasi wilayah, setiap anggota dalam
tim akan melakukan pencatatan tentang : (1) posisi absolut (koordinat) dan
ketinggian tempat serta orientasi, (2) Jalur tracking (ploting jalur transek), (3)
melakukan dokumentasi (Foto atau Video) atau sketting, (4) mengisi
checklist, (5) melakukan wawancara bebas khususnya tentang masalah
wilayah, (6) menentukan lokasi sampel pengukuran atau desa yang akan
digunakan sebagai tempat pengamatan detil sesuai tema yang ditetapkan.
5) Dalam melakukan tracking, peserta akan menggunakan alat GPS dan
perlengkapan lain yang relevan (misalnya software di Android). Dengan
membawa Peta RBI dan atau Foto Udara/Citra, peserta juga akan melakukan
ceking dan interpretasi. Mohon dapat dibuat intrumen ceking dan interpretasi
foto udata atau citra.
6) Jika dirasa perlu, untuk pertimbangan efisiensi waktu, tenaga dan biaya, Tim
zona dapat membuat sistem pembagian tugas antar kelompok atau tiap
individu. Dengan prinsip utama pembagian tugas yang merata, semua
individu harus melakukan semua kegiatan yang sama.
7) Dalam pelaksanaan tracking jalur panjang menggunakan kendaraan
8) Baca dokumen teknik survei yang telah diberikan

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-112!

CONTOH HASIL TRANSEK JALUR PANJANG DAN CEKLIST DATA

CHECKLIST /INSTRUMEN PENGAMATAN LAPANGAN


(Jika kurang paham, dokumentasi atau ambil sampi untuk diamati mendalam dan
didiskusikan)
Indikator

Jalur Penelusuran (Transek)


Jalur-1 (AJalur-2 (B...... Jalur-n
B)
C)
(X-Y)

A. Posisi Geografis
1. Letak
Absolut
(Koordinat
geografis
2. Panjang Jalur
3. Kualitas
Jalur
transek
(Aksesibilitas)
4. Interpretasi foto udata/citra
B. Morfologi
1. Kemiringan lereng
2. Ketinggian tempat
3. Bentuk morfologi wilayah
C. Karakteristik Fisik Wilayah
1. Tanah
(ciri
pengamatan
lapangan). Tekstur, pH
2. Air (permukaan dan air tanah).
Ketersediaan, kedalaman, fluktusi,

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-113!

dll
D. Penggunaan Lahan (pelajari klasifikasi
penggunaan lahan)
E. Vegetasi (Tanaman)
1. Tanaman semusim
2. Tanaman tahunan
F.
Fauna
(Hewan
liar/hewan
domestik/Hewan budidaya)
G. Permukiman (Kerapatan, Ciri-ciri
rumah)
H. Bangunan sarana dan prasarana
wilayah
I. Transportasi (Prasarana/jalan dan
sarana/kendaraan)
J. Potensi Ekonomi Produksi disepanjang
jalur
(Pertanian
tanaman
pangan,
perkebunan, holtikultura, perikanan,
peternakan, kehutanan/hutan rakyat,
industri,
pariwisata,
perdagangan/pertokoan,
pertambangan, jasa-jasa, perkantoran,
dll
K. Isu/Permasalahan yang ditemui
L. Keterangan lain-lain

Catatan Tambahan Transek Panjang

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-114!

Catatan:
, Setiap kelompok (Kecamatan) dalam satu Zona saling
bekerjasama, setiap kelompok bertanggung jawab pada
wilayah Kecamatan yang dijadikan daerah penelitian.
, Data yang digunakan: Peta Dasar, Citra Satelit Landsat 8,
Peta Tentatif Penggunaan Lahan dari hasil interpretasi atau
klasifikasi multispektral, Peta Lereng, dan Peta Tematik lain.
, Peralatan yang digunakan: GPS Handheld atau
Smartphone yang mempunyai internal GPS(Smartphone
yang bersistem operasi Android bisa diinstal perangkat
lunakMaverick: GPS Navigation dan Glympse Share
your location, sistem operasi yang lain menyesuaikan.).
, Yang dilakukan pada setiap titik: pengisian checklist
observasi zona, cek interpretasi citra satelit.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-115!

4.3.

TRANSEK PADA SKALA BESAR (KECAMATAN/DESA)

Cakupan wilayah : Desa dan Sampel Area Pengukuran


Alat yang digunakan : (1) Kuesener Pendalaman Tema, (2) Panduan Wawancara
mendalam, (3) Peta (RBI) dan Foto Udara/Citra untuk membantu, (4) Hasil DEM
dan Kontur (di studio) (5) Theodolit, GPS, GPS Theodolite Total Station (6) Kamera
dan atau Video, (7) pH meter, Soil test kit dan alat pengukuran fisik lainnya, (8)
Perlengkapan Diri (Makan dan Minum), (9) perlengkapan lain yang relevan
Masing-masing kelompok dalam satu zona, sudah terpisah dalam kelompok
(kecamatan) masing-masing yang akan melakukan melakukan transek pendek dan
pengukuran dengan langkah-langkah berikut :
1) Berdasarkan analisis dan diksusi di studio dan hasil tracking serta isu yang
telah ditetapkan, masing-masing kelompok (Kecamatan) menentukan desa
dan sampel titik area pengukuran. Tujuan utama dalam kegiatan pada tahap
ini adalah teknik pengukuran (profilling) dan pendalaman tematik. Penentuan
area titik pengukuran ditentukan dengan pertimbangan, (1) memiliki morfologi
yang ideal, khususnya kemiringan lereng dan ketinggian temat (beda tinggi),
(2) memenuhi aspek hulu/atas, tengah, dan hilir/bawah), (3) lokasi
terjangkau, (4) berada disekitar tema utama (satu desa).
2) Tim kecamatan menyusun intrumen survey berupa kuesener dan panduan
wawancaraa semi terstruktur sesuai tema(ceklist) dan membuat ceklist
pengisian data pengukuran. Panduan isi kuesener dapat dilihat pada contoh
berikut.
3) Secara umum tim akan terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu tim
pengukuran (profilling) dan tim pendalaman tema. Secara prinsip semua
anggota tim harus melakukan kegiatan (dan memiliki pengemalan) yang
sama dan merata sehingga dapat disusun pengaturannya.
4) Pada tahap pelaksanaan transek jalur pendek ini, setiap kelompok akan
melakukan kegiatan berikut : (1) melakukan pengukuran medan (profilling),
(2) Melakukan wawancara terstruktur dengan kuesener untuk pendalaman
tema (3) melakukan dokumentasi (Foto atau Video) atau sket desa, (4)
melakukan wawancara semi terstruktur (bebas) khususnya tentang masalah
wilayah dan diskusi tentang arah pemanfaatan areal pengukuran (optional,
jika waktu mencukupi), termasuk kalender musim
5) Sket desa, dilakukan dengan cara mencatat dan mendokumentasikan semua
kenampakan pada desa tersebut ketika sedang melakukan perjalanan

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-116!

(transek) desa untuk mencari responden. Sket desa dilakukan setelah tiba di
basecamp.
6) Pelaksanaan tracking jalur pendek dilakukan dengan berjalan kaki
7) Baca dokumen teknik survei yang telah diberikan
CONTOH HASIL TRANSEK JALUR PENDEK DAN PENGUKURAN
1). HASIL PENGUKURAN DAN ZONASI SEDERHANA

2). HASIL SKET DESA DAN PROFIL TEMA HASIL KUESENER

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-117!

Catatan Tambahan Transek Pendek

Catatan:
, Setiap kelompok (Kecamatan) bertanggung jawab pada
wilayah Kecamatan yang dijadikan daerah penelitian.
, Data yang digunakan: Peta Dasar, Citra Satelit Landsat 8,
Citra Satelit resolusi tinggi, Peta Tematik sesuai dengan
tema kelompok, Data Podes yang sudah diolah sesuai
dengan tema kelompok, dan Data sekunder lain yang
diperlukan.
, Peralatan yang digunakan: GPS Handheld atau Smartphone
yang mempunyai internal GPS(Smartphone yang bersistem
operasi Android bisa diinstal perangkat lunakMaverick:
GPS Navigation dan Glympse Share your location,
sistem operasi yang lain menyesuaikan.), alat ukur tanah
(Theodolite, Compass Survey, Total Station), Soil Test Kit,
Kuesener, dan alat ukur lain sesuai tema.
, Yang dilakukan pada setiap titik: pengisian kuesener,
membuat sket desa, pengukuran detil menggunakan alat
ukur tanah, dan pengukuran lain sesuai dengan tema.

4.4.

PANDUAN PENYUSUNAN KUESENER

1.

Secara umum isi kuesener terdiri dari lima bagian, yaitu


a) Deskripsi tentang tujuan kuesener dan isian subyek pewawancara
serta petunjuk pengisian
b) Karakteristik Responden
c) Informasi tentang tema (Internal dan eksternal atau input-prosesoutput)
d) Pendapat dan harapan Masyarakat tentang tema
e) Lain-lain jika diperlukan
(lihat contoh berikut)
Banyak teknik sampling, namun dalam kkl ini pengambilan objek wawancara
kuesener dilakukan dengan sistem pengambilan sampel yang pragmatis

2.

!KKL II

SIGPW UGM 2015

IV-118!

3.

4.

5.

sesuai situasi dan kondisi pelaksanaan KKL. Jumlah sampel dilakukan


dengan cara jatah (kuota), yaitu tiap individu minimal melakukan 4 kali
wawancara dengan kuesener. Adapun objek wawancana (masyarakat)
diambil dengan cara acidential sampling dan atau snow ball sampling, yaitu
mewawancari responden yang dapat ditemui di lapangan dan atau
menelusuri objek lainnya berdasarkan informasi dari objek yang
diwawancarai sebelumnya.
Kriteria objek (responden) yang diwawancarai : (1) terkait dengan tema
kuesener, (2) berusaha untuk mewawancari responden yang memiliki ciri
yang berbeda. Perbedaan responden secara cepat dapat dilihat karakter fisik
individual dan ciri rumah, (3) objek khususnya rumah tangga, bisa laki-laki
atau perempuan.
Perhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi wawancara :
(1) pewawancara, harus menerapkan 4S (senyum, salam, sapa, sopansantun), semangat dan tidak mudah patah semangat, selalu ingin tahu
(kepo), menguasi isi /materi wawancara, ketrampilan mewawancarai
(2) Responden, perhatian ciri responden (usia, jenis kelamin, bahasa) dan
kemampuannya dalam menangkap pertanyaan dan memberikan
jawaban. Jangan dipaksa. Ada baiknya bahasa responden sama dengan
bahasa pewawancara. Bahasa adalah kunci wawancara
(3) Situasi wawancara, perhatikan waktu melakukan wawancara dan
responden sedang melakukan apa, serta ada tidaknya pihak lain dan
lingkungan sekitar yang terlibat, khususnya sikap masyarakat
(4) Isi kuesener, usahakan sederhana dan mudah dimengerti serta teknik
pewawancara dalam menyampaikan isi kuesener yang sesuai dengan
bahasa objek. Usahakan jangan selalu membaca kuesener.
Jika responden sangat baik dan aspiratif dapat dilanjutkan dengan
wawancara semi terstruktur yang bersifat mendalami masalah di luar
informasi yang tercantum dalam kuesener.

Daftar Isian Kuesener (contoh).


Kajian Perlindungan dan
Kajian Kerawanan
Pemanfaatan
Bencana Longsor
Kawasan lindung karst
Pendahuluan dan Identitas Pendahuluan dan Identitas

Karakteristik Responden

Informasi tentang tema


- Karakteristik
kawasan karst
- Pemanfaatan
kawasan karst
- Konservasi
kawasan karst
- Intervensi
Pemerintah

!KKL II

SIGPW UGM 2015

No

Karakteristik Responden

Kajian Pengembangan
Agropolitan
Pendahuluan
dan
Identitas
Karakteristik
Responden
Informasi tentang tema
- Sistem Produksi
- Pemasaran
- Keterkaitan
- Lokasi
- Peran
bagi
masyarakat
- Intervensi
Pemerintah

Informasi tentang tema


- Karakteristik
Longsor
- Pemanfaatan zona
longsor
- Ancaman
- Kerentanan
- Kapasitas
- Risiko
- Mitigasi
- Intervensi
Pemerintah
4
Pendapat dan Harapan Pendapat dan Harapan Pendapat dan Harapan
Responden
Responden
Responden
5
Penutup (informasi lain)
Penutup (informasi lain)
Penutup (informasi lain)
*) Kuesener dan daftar panduan wawancara disiapkan sebelum observasi lapangan.

IV-119!

DAFTAR PUSTAKA
Suharyadi, R., Sudaryatno, Purwanto, T.H., Herumurti, S., & Farda, N.M., 2005,
Kuliah Kerja Lapangan II: Pengukuran Bentang Alam untuk membangun
Basis Data Spasial, Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas
Geografi UGM, Yogyakarta.
Tim Pembimbing KKL II SIGPW, 2011, Petunjuk Kuliah Kerja Lapangan II SIGPW,
Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
Bakosurtanal, 2003, Spesifikasi Pemetaan Rupa Bumi, Bakosurtanal, Cibinong.
Burrough P.A., 1987, Principles of Geographical Information Systems for Land
Resources Assessment, Clanderon Press Oxford London.
Kers, A. 1978, Map Revision : Problems, Equipment and Methods, ITC Journal,
1978-1
Lukman Aziz, 1977, Peta Tematik, Departemen Geodesi, Teknik Sipil dan
Perencanaan ITB, Bandung
Mely Fatimah, Revisi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Lembar 1608
412 Sidoarjo, Skripsi S-1 Fakultas Geografi UGM.
Zeiler M., 1999, Modeling Our World, Environmental Systems Research Institute
(ESRI) Inc., Redlands California USA.

KKL II SIGPW UGM 2015

120

Lampiran 1

CONTOH KUESENER
Kajian Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengembangan Kampung
Wisata Matras di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka.
Kaswandi

Lampiran : Kuesener penelitian


BAGIAN&&I&'&PENGANTAR&

KUESENER PENELITIAN
Pewawancara
Hari/Tanggal
Waktu (Jam)

:
:
:

No. Urut

Daftar pertanyaan (Kuisioner) ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dalam rangka
penelitian saya yang berjudul Kajian Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan
Pengembangan Kampung Wisata Matras di Kecamatan SungailiatKabupaten Bangka.
Data yang diperoleh dari penelitian ini semata-mata untuk kepentingan akademis peneliti
dalam menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) sebagai syarat memperoleh gelar sarjana.Mohon
kesediaan dan kerelaan dari Saudara/Bapak/Ibu untuk mengisi daftar pertanyaan (kuisioner)
ini.Atas perhatian dan kesediaannya diucapkan terima kasih.
Peneliti,
(Kaswandi)
PETUNJUK PENGISIAN
1. Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang saudara/bapak/ibu pilih, pilihan jawaban
boleh lebih dari satu untuk setiap pertanyaan.
2. Data yang dikumpulkan ini untuk menyelesaikan tugas akhir (SKRIPSI), dan kerahasiaan
data dan responden menjadi tanggung jawab peneliti.
Catatan : Jawaban yang benar adalah pilihan yang sesuai dengan masing- masing
pendapat pribadi bapak/ibu/sdra/i.
BAGIAN II KARAKTERISTIK RESPONDEN
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Nama
:
Jenis Kelamin : (1) Laki-laki
(2) Perempuan
Umur
: .. tahun
Alamat
: RT/RW
:
Dusun
:
Lama tinggal disini : tahun
B. KARAKTERISTIK SOSIAL-EKONOMI RESPONDEN
B.1. Pekerjaan
Utama : (1) Petani
(2) PNS
(3) Nelayan
(4) Pedagang (5) Wiraswasta
(6) Lainnya: ..
Sampingan (sebutkan) : .
B.2. Pendidikan Formal dan Informal
1. Apakah pendidikan formal terakhir bapak/ibu?
(1) Tidak sekolah
(2) SD
(3) SMP (4) SMA (5) Akademi/PT
2. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pelatihan/penataran/training dan sejenisnya terkait
dengan kegiatan pariwisata?
(1) tidak pernah
(2) jarang
(3) sering
Jumlah ikut (sebutkan) : .. kali
!

B.3. Pendapatan dan Jumlah Tanggungan


3. Berapa jumlah pendapatan keluarga Bapak/Ibu, rata-rata dalam satu bulan?
Jumlahnya (sebutkan) : Rp. . /bulan
4. Berapa jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan Bapak/Ibu?
Jumlahnya (sebutkan) : . orang
5. Apakah penghasilan Bapak/Ibu saat ini sudah mencukupi untuk kebutuhan hidup seharihari?
(1) Tidak
(2) ya
B.4. Pengetahuan
6. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bahwa status Kampung Matras telah ditetapkan sebagai
kampung wisata oleh pemerintah daerah setempat?
(1) Tidak tahu (2) kurang tahu
(3) tahu
Jika tahu, darimana : ...
7. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang kegiatan pariwisata berbasis desa/kampung
wisata?
(1) Tidak tahu
(2) kurang tahu
(3) tahu
8. Apakah Bapak/Ibu mengetahui objek/atraksi wisata diKampung Wisata Matras ini (jenis
dan jumlahnya?
(1) Tidak tahu (2) kurang tahu
(3) tahu
9. Apakah Bapak/Ibu mendapat menfaat dari keberadaan kampug wisata matras ini?
(1) Tidak
(2) iya, tapi sedikit
(3) iya, banyak
BAGIAN III PENDALAMAN TEMATIK
PERSEPSI MASYARAKAT
Berilah tanda cek () pada kotak sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu!
(STS = Sangat Tidak Setuju; TS = Tidak Setuju; R = Ragu-ragu; S = Setuju; dan SS =
Sangat Setuju)
Skala Pilihan
NO PERNYATAAN
STS TS KS S
SS
C.1. Persepsi terhadap Produk Perencanaan
Warga mengetahui secara baik produk perencanaan (arahan
1
pengembangan) Kampung Wisata Matras.
2
Ada sosialisasi atau penyuluhan bagi warga terkait program
dalam produk perencanaan sebelum diimplementasikan.
C.2. Persepsi terhadap Objek/Atraksi Wisata (Alami dan Budaya)
3
Objek/atraksi wisata alami diKampung Wisata Matras lebih asli,
unik dan menjanjikan dibandingkan lokasi lain disekitar.
4
Kondisi fisik dan budaya (adat) setempat sangat mendukung
dalam pengembangan Kampung Wisata Matras.
5
Warga setempat ramah dan siap melayani wisatawan yang
berkunjung keKampung Wisata Matras.
C.3. Persepsi terhadap Fasilitas Pariwisata
6
Fasilitas penunjang kegiatan wisata diKampung Wisata Matras
tersedia/mudah didapat dan kualitasnya baik.
7
Pemda setempat semakin serius memperbaiki infrastruktur
penunjang kegiatan pariwisata setempat akhir-akhir ini.
C.4. Persepsi terhadap Kelembagaan
Terdapat lembaga kepariwisataan setempat, sebagai wadah bagi
warga untuk mengembangkan Kampung Wisata Matras.
!

Keberadaan lembaga kepariwisataan tersebut sangat berperan


penting bagi warga sebagai arahan pengembangan Kampung
Wisata Matras.
C.5. Persepsi terhadap Kemanfaatan
8
Keberadaan Kampung Wisata Matras berdampak positif bagi
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
9
Keberadaan Kampung Wisata Matras dapat menjadi solusi
untuk keberlanjutan (konservasi) lingkungan setempat.
C.6. Persepsi terhadap Penetapan Status
10 Penetapan status Kampung Matras sebagai kampung wisata
lebih tepat dibanding lokasi lain disekitarnya.
11 Masyarakat antusias dan mendukung atas penetapan Kampung
Matras sebagai kampung wisata oleh pemda setempat.
C.7. Persepsi terhadap Kemitraan
12 Terjalin komunikasi dan kerjasama yang baik antra masyarakat
setempat dengan pengelola (pemda, penyuluh atau LSM).
13 Masyarakat mendapat keuntungan dengan menjadi mitra bagi
investor (pihak swasta) misal : parai tenggiri.
C.8. Persepsi terhadap Peluang dan Daya Saing
14 Kampung Wisata Matras berpeluang dan berdaya saing tinggi
untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata favorit.
15 Masyarakat termotivasi dengan peluang dan persaingan yang ada
untuk memajukan Kampung Wisata Matras.
C.9. Persepsi terhadap Anggaran Dana
16 Anggaran dana menjadi modal penting bagi terlaksananya
program pengembangan Kampung Wisata Matras.
17 Anggaran terkait administrasi, perawatan (maintenance), dan
promosi/pemasaran telah terkelola dengan baik.
D. PARTISIPASI MASYARAKAT
N PERNYATAAN
o
D.1. Partisipasi dalam Perencanaan
18

Bapak/Ibu memberikan data secara benar ketika ada survei atau


penelitian dari pengelola atau penyuluh.
19 Bapak/Ibu menyampaikan ide (aspirasi) ketika musyawarah atau
rembug desa untuk penyusunan perencanaan.
20 Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penyusunan rencana anggaran
dan sumber anggaran pengembangan.
21 Bapak/Ibu berpartisipasi dalam menyusun rencana program
peningkatan kualitas sumberdaya manusia setempat.
D.2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Pembangunan
22 Bapak/Ibu ikut merancang objek/atraksi wisata diKampung
Wisata Matras bersama pengelola/penyuluh.
23 Bapak/Ibu ikut dalam program pemerintah membangun fasilitas
penunjang kegiatan pariwisata setempat.
D.3. Partisipasi dalam Pengelolaan
24 Bapak/Ibu ikut dalam kegiatan pelatihan/pembekalan keahlian
(skill) tentang kepariwisataan dari pemda/penyuluh.
!

Skala Pilihan
STS TS R

Fe
S

SS

25

Bapak/Ibu ikut menjadi peserta dalam kegiatan sadar wisata


yang diselenggarakan Disbudpar kabupaten/Propinsi.
26 Bapak/Ibu menjadi anggota dan ikut dalam kegiatan lembaga
atau organisasi kepariwisataan setempat.
27 Bapak/Ibu ikut dalam kegiatan promosi objek wisata setempat
kepada wisatawan melalui melalui media massa/elektronik.
D.4. Partisipasi dalam Monitoring dan Evaluasi
28 Bapak/Ibu antusias dan mendukung kegiatan survei/penelitian
dari pihak luar (akademisi, penyuluh dan pengelola).
29 Warga ikut berpartisipasi dalam kegiatan monitoring dan
evaluasi yang dilakukan pengelola.
30 Warga berpartisipasi dalam pelaporan kegiatan dan anggaran
pengelolaan Kampung Wisata Matras dari pengelola/pemda.
31 Warga berpartisipasi dalam program konservasi lingkungan
untuk keberlanjutan objek/atraksi wisata setempat.
BAGIAN IV PENDAPAT MASYARAKAT
E. SARAN DAN HARAPAN RESPONDEN
1) Apakah yang menjadi harapan dan keinginan Bapak/Ibu sebagai hasil dari kegiatan
pengembangan Kampung Wisata Matras ini, oleh warga setempat bekerjasama dengan
pemerintah daerah, swasta serta LSM/ORMAS lainnya?

2) Apa saran dan himbauan Bapak/Ibu bagi pihak pengelola agar keberadaan Kampung
Wisata Matras ini lebih terkelola dengan baik dan berdampak positif bagi warga setempat?
2.1. Bagi PEMDA dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka

2.2.Bagi LSM, ORMAS dan pihak swasta (private)

3) Usaha-usaha seperti apa kiranya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
keberlanjutan Kampung Wisata Matras ini?

Sekian dan Terima Kasih

CONTOH PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


Lampiran 1 : Panduan Indepth Interview
I. WAWANCARA MENDALAM (INDEPT INTERVIEW)
Pihak-pihak yang akan diwawancarai, antara lain :
1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten dan Propinsi;
2. Perangkat Desa dan Tokoh Masyarakat;
3. Investor atau Pihak Swasta/LSM yang terlibat;
4. Pendamping/Penyuluh, Pengelola Lapangan, dan Pihak Akademisi.
II. PANDUAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)
II.a. Dengan Disbudpar Kabupaten dan Propinsi
Materi wawancara berkaitan dengan keterlibatan Disbudpar Kabupaten dan Propinsi
dalam kegiatan pengembangan Kampung Wisata Matras, antara lain :
1. Dasar/latarbelakang penetapan status (surat penetapan) Kampung Matras sebagai
kampung wisata. Mengapa (alasannya)?;
2. Tujuan, manfaat dan harapan Pemda (Disbudpar) dengan keberadaan Kampung
Wisata Matras, Adakah target-target tertentu?;
3. Sejauh ini, bentuk dukungan apa saja yang telah diberikan,
- Kebijakan yang telah dikeluarkan,
- Program-program (sudah, sedang dan akan) dilakukan,
a. Pembangunan fasilitas penunjang (fisik),
b. Peningkatan kualitas SDM setempat,
c. Pengelolaan anggaran dan sumber anggaran,
- Sosialisasi produk perencanaan dan pelaksanaan program;
- Adakah pihak lain yang terlibat (investor/swasta), bagaimana Disbudpar
menyikapinya?;
- Bentuk kerjasama dengan pihak investor/swasta serta dengan Dinas yang
lebih tinggi (Propinsi/pusat);
- Analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Kendala) dari
keberadaan Kampung Wisata Matras.
4. Bagaimanakah tanggapan dan harapan masyarakat setempat, serta sejauhmana
masyarakat dilibatkan dalam setiap tahapan (perencanaan, pelaksanaan pembangunan,
pengelolaan dan monev).
II.b. Dengan Penyuluh/LSM/Pengelola Lapangan, dan Pihak Akademisi
Materi Wawancara berkaitan dengan keterlibatan (komunikasi/kerjasama) mereka sejauh
ini dalam pengembangan Kampung Wisata Matras, antara lain :
1. Potensi dan masalah yang ditemui selama terlibat dalam pengembangan Kampung Wisata
Matras;
2. Bagaimana dukungan dari Pemda dan masyarakat, bentuk kerjasamanya seperti apa?, apa
kendala utama dalam program yang telah dilaksanakan;
3. Apa motivasi untuk terlibat, pola pendampingannya seperti apa, anggaran dari setiap
kegiatan (sumbernya);
4. Dan sebagainya (Pengembangan dari jawaban responden dan interaksi spontan yang
relevan dengan konteks).
II.c. Dengan Investor atau Pihak Swasta (Parai Tenggiri), serta LSM/NGO
Materi wawancara terkait dengan motivasi, pola kerjasam (keuntungan) yang diperoleh
dari keterlibatan dalam pengembangan Kampung Wisata Matras, antara lain :
!

1. Sejarah untuk terlibat;


2. Apa alasan/motivasi untuk terlibat (alasan menanamkan modal, harapan dan
kepentingan/keuntungan yang diharapkan);
3. Bagaiman bentuk dukungan dan kerjasama dengan Pemda dan masyarakat setempat, atau
adakah mitra lain (seperti apa)?;
4. Manfaat dan keuntungan bagi masyarakat, Analsis SWOT;
5. Dan sebagainya (Pengembangan dari jawaban responden dan interkasi spontan yang
relevan dengan konteks).
III.d. Dengan Perangkat Desa atau Tokoh Masyarakat
Materi wawancara terkait dengan keterlibatan perangkat desa atau tokoh masyarakat
dalam pengembangan Kampung Wisata Matras, antara lain :
1. Pemahaman/pengetahuan tentang kepariwisataan dan konsep kampung wisata; adakah
upaya pendalaman pengetahuan kepariwisataan?;
2. Komunikasi dan kerjasama dengan Pemda/mitra lain (dengan siapa saja, seperti apa dan
apa keuntungannya), respon masyarakat seperti apa?;
3. Keterpaduan dengan program lain yang terkait;
4. Apa yang telah dicapai, kendala, harapan yang diinginkan (kampung wisata yang seperti
apa)?;
5. Peranan keberadaan kampung wisata sejauh ini bagi masyarakat (sosial, ekonomi, budaya,
lingkungan, dan jaringan/mitra)?;
6. Ancaman kerusakan lingkungan, upaya pencegahan yang telah dilakukan, sejauhmana
masyarakat dilibatkan dalam program pemerintah/mitra lain;
7. Analisis SWOT;
8. Dan sebagainya (Pengembangan dari jawaban responden dan interkasi spontan yang
relevan dengan konteks).

Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai