TIM PEMBIMBING
KULIAH KERJA LAPANGAN 2 TAHUN 2015
JURUSAN SAINS INFORMASI GEOGRAFI DAN
PENGEMBANGAN WILAYAH
(Koordinator)
(Wakil Koordinator)
(Sekretaris II)
KATA PENGANTAR
Buku panduan ini dibuat sebagai panduan mahasiswa peserta Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) II Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pengembangan Wilayah
dalam mengikuti kegiatan tersebut. KKL ini bertujuan memberikan pemahaman yang
benar dan utuh (menyeluruh) terhadap bentuk interaksi antara konsep teori dan
ketrampilan aplikasi di lapangan terutama dalam mentranslasikan pengamatanpengamatan (pengukuran) ke dalam data yang dimengerti dan dibutuhkan
(berguna).
Pada buku panduan ini berisi dari 4 bab yang tediri dari: pendahuluan,
identifikasi potensi sumberdaya wilayah, pengukuran proses dan hasil proses
geosfer, dan panduan survey lapangan.
Buku panduan ini dibuat berdasarkan buku panduan kuliah kerja lapangan 2
sebelumnya, namun masih sangat banyak ditemui kekurangan, sehingga sangat
diharapkan masukan dari pembaca demi kesempurnaan buku panduan ini.
(Tim Pembimbing)
DAFTAR ISI
JUDUL%%....................................................................................................................%i%
TIM%PEMBIMBING%%.................................................................................................%ii%
KATA%PENGANTAR%%...............................................................................................%iii%
DAFTAR%ISI%%............................................................................................................%iv%
BAB%I%PENDAHULUAN%.............................................................................................%1%
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2. Permasalahan ....................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................... 5
1.4. Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan 2 ............................................................. 5
1.5. Proses Pelaksanaan dan Metode Belajar - Mengajar ......................................... 10
1.6. Tugas dan Kewajiban Mahasiswa ...................................................................... 15
BAB%II%IDENTIFIKASI%POTENSI%SUMBERDAYA%WILAYAH%.........................................%18%
2.1. Potensi Sumberdaya Wilayah ............................................................................. 18
2.2. Pengertian Wilayah dan Pewilayahan ................................................................ 19
2.3. Teknik Identifikasi Sumberdaya Wilayah ............................................................ 21
2.4. Identifikasi Hirarki Pusat Pelayanan ................................................................... 29
2.5. Penaksiran Secara Cepat (RRA: Rapid Rural Appraisal) ................................... 32
2.6. Pengantar Perencanaan Pengembangan Wilayah ............................................. 36
BAB%III%PENGUKURAN%PROSES%DAN%HASIL%PROSES%GEOSFER%................................%40%
3.1. Pengukuran Terestrial (Ukuran Tanah) untuk Pembuatan Profil dan Kontur ..... 40
3.2. Revisi Peta .......................................................................................................... 53
3.3. Peta Jaringan Jalan ............................................................................................ 63
3.4. Peta Karakteristik Permukiman ........................................................................... 66
3.5. Peta Perubahan Bentuk Penggunaan Lahan ..................................................... 70
3.6. Estimasi Koefisien Aliran Permukaan dan Prediksi Debit Banjir ......................... 75
3.7. Pemetaan Data Sosial dan Ekonomi .................................................................. 88
BAB%IV%PANDUAN%SURVEI%LAPANGAN%..................................................................%94%
4.1. Survei Cepat Terintegrasi ................................................................................... 94
4.2. Transek pada Skala Kecil (Kabupaten/Kota) .................................................... 112
4.3. Transek pada Skala Besar (Kecamatan/Desa) ................................................. 116
4.4. Panduan Penyusunan Kuesener ...................................................................... 118
DAFTAR%PUSTAKA%...............................................................................................%120%
LAMPIRAN%............................................................................................................%L1%
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki dua jurusan, yaitu
jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan (GIL), dan jurusan Sains Informasi Geografi dan
Pembangunan Wilayah (SIGPW). Jurusan SIG-PW mengelola dua program studi, yakni
program studi Kartografi dan Penginderaan Jauh (KPJ) dan program studi Pengembangan
Wilayah (PW). Sistem belajar mengajar di jurusan SIGPW, pada dasarnya sama dengan
sistem yang berlaku di Fakultas Geografi UGM, bertujuan membentuk sarjana geografi
yang memiliki kecerdasan, ketrampilan dan pengetahuan geografi serta mampu
menerapkan konsep geografi untuk pengembangan ilmu dan pembangunan. Jurusan
Sains Informasi Geografi dan Pengembangan Wilayah sebagai salah satu Jurusan di
Fakultas Geografi UGM, berorientasi membentuk seorang yang handal dan profesional di
bidangnya yang memiliki kecerdasan teori, keterampilan aplikasi, wacana yang luas serta
rasa tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi, yang mampu menerapkan konsep dan
keterampilan aplikasi khususnya di bidang Sains Informasi Geografi dan Pengembangan
Wilayah serta Geografi secara umum. Harapannya, dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan berperan dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat agar
benar-benar mampu mengelola potensi sumberdaya daerah bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat.
Untuk menunjang sistem belajar mengajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk
mengikuti salah satu kegiatan, yakni
KKL di Fakultas
Geografi terdiri dari tiga tahap, KKL I, KKL II, dan KKL III. Pada kesempatan ini
dilaksanakan KKL II, diharapkan selain pembelajaran pengembangan ilmu dan
pengetahuan, juga dapat melatih mahasiswa untuk lebih sensitif dalam memahami
fenomena fisik dan sosial ekonomik wilayah, dan teknik penyajian secara spasial
(pemetaan) menggunakan citra penginderaan jauh dan SIG. KKL II Jurusan SIGPW
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada merupakan mata kuliah wajib (bobot 4 SKS).
KKL II merupakan bentuk kerja lapangan integratif yang melibatkan dua program studi
pada jurusan ini. Hasil KKL II diharapkan dapat memberikan bentuk laporan hasil
penelitian SIGPW yang sesungguhnya (utuh dan menyeluruh), yakni hasil kajian dan
analisis persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan pendekatan yang
komprehensif, yang meliputi pendekatan spasial, ekologi, dan kompleks wilayah.
Secara topikal KKL II mengambil tema "Pengukuran Proses Hasil Proses
Geosfer dan Analisis Studio Geospasial". Alasan objektif sebagai dasar pemilihan tema
KKL II SIGPW UGM 2015
I-
tersebut, adalah bahwa identifikasi, pengukuran, dan penyajian hasil proses fisik dan
sosial-ekonomik serta identikasi sumberdaya wilayah, merupakan salah satu dasar bagi
perencanaan dan pengelolaan wilayah, yang menjadi salah satu kepedulian atau concern
penting disiplin ilmu geografi secara umum, dan secara khusus Ilmu Wilayah dan
Penginderaan Jauh dan teknik SIG. Sebagai disiplin ilmu yang berorientasi pada masalah
(problem oriented), maka pemahaman yang benar dan utuh (menyeluruh) terhadap bentuk
interaksi antara komponen fisik dan sosial ekonomik sebagai wujud kompleksitas wilayah,
merupakan dasar untuk menyusun suatu solusi. Oleh karena itu, pendalaman secara
praktis di lapangan merupakan suatu kewajiban yang harus ditempuh, sebagai bagian dari
keutuhan konsep geografi, baik untuk tujuan akademik (pengembangan ilmu) maupun
tujuan praktis (aplikasi pembangunan).
Pertimbangan tersebut di atas melandasi arah pelaksanaan KKL II lebih fokus
pada identifikasi, pengukuran, dan penyajian hasil proses fisik dan sosial-ekonomik serta
identikasi sumberdaya wilayah, merupakan dasar bagi perencanaan dan pengelolaan
wilayah. Pendekatan utama geografi adalah aspek keruangan (spatial approach), oleh
karena itu mahasiswa di samping dapat mengidentifikasi dan mengukur hasil proses
tersebut, diharapkan pula mahasiswa dapat mengidentifikasi varisasi sifat dan karakteristik
spatial dari objek yang dikaji, sebagai salah satu bagian pendekatan dan ruang lingkup
kajian untuk setiap bidang geografi (Gambar 1.). Gambar dan uraian tersebut
menunjukkan posisi penting dan strategis KKL II Jurusan SIGPW dam Ilmu Geografi
UGM, baik dalam tatanan akademik maupun pembangunan. Akses tujuan pendidikan
secara akademik diharapkan dapat tercapai, dan secara praktis sangat bermanfaat bagi
mahasiswa dalam memahami proses pembangunan, khususnya dalam mendasari teknik
sajian dan analisis pengembangan wilayah.
1.2. PERMASALAHAN
Pembangunan ekonomi daerah dalam era otonomi menghadapi berbagai
tantangan, baik tantangan internal maupun eksternal, yang menuntut adanya pemahaman
yang lengkap terhadap seluruh tantangan dan masalah, kesiapan dalam perencanaan dan
pengelolaan pembangunannya. Masalah internal yang masih dihadapi adalah adanya
kesenjangan antar kawasan dan kemiskinan, yang merupakan masalah belum teratasi
dan bahkan semakin meluas. Upaya pembangunan yang masih sangat kuat berorientasi
sektoral dan kurang memperhatikan karakteristik dan kondisi dari sumber daya suatu
wilayah, serta semakin terbatasnya sumber-sumber daya pembangunan, semakin
memperburuk kesenjangan dan kemiskinan dalam wilayah. Dalam kondisi seperti ini,
I-
GEOSFER
Region
Lingkungan Alami
Lingkungan Budaya
Sumberdaya Manusia
(1)
Lingkungan Binaan
Bentuk Interaksi (Pemanfaatan dan Sumberdaya Ruang)
Analisis Ekologi
Geografi Fisik
Geografi Manusia
(2)
Analisis Spasial
Kartografi dan Penginderaan Jauh
Representasi Data dan Informasi dari Proses Penukuran Fisik, SosialEkonomi, Sumberdaya Wilayah, Struktur Ruang
Keterangan
(1) Objek Material Kuliah Kerja Lapangan II
(2) Objek Formal (pendekatan) dan Lingkup Kajian
Gambar 1.
Identifikasi, Pengukuran, dan Penyajian Proses Fisik dan
Sosial Ekonomik serta Potensi Sumberdaya Wilayah
KKL II SIGPW UGM 2015
I-
maka pengenalan yang lebih mendalam tentang potensi wilayah dan karakteristiknya
menjadi pendekatan, yang perlu dilakukan di semua aspek pembangunan di daerah.
Masalah eksternal, antara lain perubahan yang cepat juga terjadi pada lingkungan, baik
dalam skala global, nasional, regional maupun lokal, yang mengharuskan daerah-daerah
(Kabupaten dan Kota) untuk mempersiapkan diri. Hanya wilayah yang mampu
menawarkan produk unggulan bermutu dan pelayanan prima yang didukung
oleh
kemampuan sumber daya manusia, riset, teknologi, dan informasi, serta kemampuan
dan keunggulan pemasaran, yang akan dapat bersaing dalam kompetisi, baik pada tingkat
lokal, regional, nasional maupun global. Implikasinya, Kabupaten dan Kota harus
mempercepat pembangunan ekonomi daerah secara terfokus melalui pengembangan
kawasan dan produk andalannya.
Pengembangan wilayah berdasar pengembangan kawasan dan produk andalan
membutuhkan dukungan data, informasi dan perencanaan yang mantap. Oleh karena itu
pada langkah awalnya, diperlukan penyusunan profil kawasan potensial Kabupaten dan
Kota. Profil tersebut dapat dijadikan dasar bagi pengelolaan jalannya pembangunan
ekonomi daerah yang efektif dan efisien, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin
potensi wilayah, termasuk sumber daya alam dan sumber daya manusia, sehingga
menjadi kekuatan pendorong utama dalam melaksanakan pembangunan daerah, dan
pelayanan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Kawasan potensial yang dimaksud dalam kegiatan ini mengacu kepada konsep
strategis, yang digunakan dalam terminologi penataan ruang (UU Nomor 26 Tahun 2007).
Kawasan potensial adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten dan atau kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan atau lingkungan. Dalam konteks wilayah sebagai kawasan
ekonomi, maka kawasan tersebut dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan antar
daerah melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai motor
penggerak pengembangan wilayah, sehingga mampu menjadi pusat pertumbuhan dan
pendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan di sekitarnya.
Teknik analisis geosains untuk pengembangan kawasan, dalam KKL II ini lebih
menekankan pada pembelajaran lewat praktik pengukuran dan identifikasi kawasankawasan potensial di Kabupaten/Kota. Profi kawasan-kawasan yang teridentifikasi
tersebut akan disusun, meliputi profil karaktersitik lingkungan dasar, profil sumberdaya
alam, profil sumberdaya manusia, profil karakteristik rumah tangga, dan profil
pengembangan.
I-
1.3. TUJUAN
Rencana pengembangan wilayah (khususnya kawasan potensial) secara teoritis
berbasis sistem informasi geografis sangat penting, dan sejalan dengan tujuan pendidikan
Jurusan Sains Informasi dan Pengembangan Wilayah (SIGPW), Fakultas Geografi UGM.
Hal ini mengingat permasalahan wilayah yang terus meningkat dan memerlukan langkahlangkah antisipatif, serta dukungan informasi spasial. Oleh karena itu pemahaman teoritis
dan praktek penyusunan profil kawasan potensial berbasis sistem informasi geografis
dipandang strategis untuk dipraktekkan. Studi 2 KKL SIGPW ini bertujuan untuk melatih
mahasiswa agar mampu dan dapat:
1) mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di perkuliahan tentang sains informasi dan
pengembangan wilayah untuk tujuan operasional (praktis);
2) memahami
fenomena-fenomena
geografis
dan
selanjutnya
dapat
melakukan
I-
berkaitan dengan aspek sosial ekonomi masyarakat. Di samping itu, juga dilakukan
wawancara dengan pejabat dari berbagai instansi yang terkait dengan objek penelitian.
Berdasarkan ruang lingkup kajian dan tipe data yang dikumpulkan, maka perincian
terhadap jenis data, variabel (dan parameter/indikator) fisik, sosial ekonomi, dan
sumberdaya wilayah, ditampilkan dalam Tabel 1.2; 1.3 ; dan 1.4. berikut.
I-
Lingkup Pengukuran
Kesuburan Tanah
2.
Deskripsi Batuan
3.
4.
5.
Variabel Pengukuran
Ketebalan tanah, Tekstur, Struktur, Reaksi
dengan HCl, Warna, Reaksi tanah (pH),
Reaksi dengan H2O2, 3%/10%,
Konsistensi Tanah
Tekstur / struktur, Volume/sikap perlapisan,
Komposisi mineral, Warna,Tingkat pelapukan
Pengukuran lereng, Pengukuran struktur,
Identifikasi proses geomorfologi
Pengukuran erosi, Pengukuran Gelombang
Morfometri beting pantai
Pengukuran debit, Pengukuran kedalaman
airtanah, Pengukuran EC air tanah, Deskripsi
data Hidrologi, Kelembaban Udara, Kecepatan
Angin
1
2
No.
1.
Lingkup Pengukuran
Demografi (proses dan struktur)
Variabel Pengukuran
Kelahiran
Kematian
Migrasi
Struktur dan komposisi penduduk
Komposisi rumah tangga
2.
3.
Permukiman
4.
Kesehatan
5.
Sosial
Struktur pekerjaan
Pemanfaatan
Kualitas perumahan
Kualitas lingkungan
Kematian
Kualitas Pelayanan kesehatan
Pendidikan
Jaringan Sosial
Metode pengukuran dan teknik analisa aspek fisik, disajikan pada Bab II Buku Panduan KKL II SIG-PW Fak.Geografi
UGM 2010.
Metode pengukuran dan teknik analisa Sosial Ekonomi,disajikan pada Buku Panduan KKL II SIG-PW Fak.Geografi
UGM 2010. Basis analisa adalah data primer dengan kuesioner, unit rumah tangga.
I-
Lingkup Pengukuran
Potensi Pertanian
2.
3.
Sumberdaya Manusia
4.
5.
Variabel Pengukuran
Pertanian tanaman pangan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Industri
Perdagangan
Pertambangan
Jasa
Pendidikan
Kesehatan
Ketenagakerjaan
Kesejahteraan
Pendidikan Kesehatan Perumahan Ekonomi Umum
(listrik, Air Bersih, Transportasi)
Kelembagaan (Sosial, Ekonomi, dan
Pemerintahan),Partisipasi (Swadaya),Dana
Pembangunan (investasi)
I-
dua atlas tersebut dijadikan sebagai dasar untuk pengenalan potensi dan
per,masalahan kawasan serta penyusunan profil kawasan. Metode yang digunakan
adalah penyusunan peta (analisis spasial) berdasarkan data sekunder.
(3)
(4)
Tabel 1.5. Representasi Data dan Informasi Pengukuran Proses dan Hasil Proses3)
3)
No.
1.
2.
3.
Lingkup Pengukuran
Penyiapan Peta Dasar
Pembuatan Peta Administrasi
Pembuatan Peta Tematik
4.
5.
Variabel Pengukuran
Peta Dasar Skala 1 : 25.000
Peta dengan Batas Adminstrasi yang ditentukan
Peta Fisik tertentu
Peta Sosial Ekonomi
Peta Tipologi Wilayah
Peta Lereng
Peta morfologi (tentatif)
Peta Penggunaan lahan (tentatif)
Peta Morfometri DAS (Sub DAS, Pola Aliran, Gradien
Sungai)
Metode pengukuran dan teknik analisanya disajikan pada Buku Panduan KKL II SIG-PW Fak.Geografi UGM 2010.
Proses pembuatan peta tematik (peta output) dam peta input berkaitan dengan kerja PW. Basis analisa menyesuaikan.
I-
I-
10
I-
11
wilayah semacam ini merupakan obyek yang menarik bagi pengenalan dan pemahaman
potensi dan permasalahan kawasan yang beraneka ragam.
b. Teknik Analisis
Secara umum, metode yang digunakan dalam KKL SIG PW adalah gabungan
analisis spasial, analisis data sekunder, dan metode survey. Dengan metode tersebut
mahasiswa diharapkan mampu menyusun peta dan informasi (ATLAS) potensi dan
permasalahan kawasan dalam bentuk Profil Kawasan Potensial. Selain itu Berdasarkan
tujuan dan ruang lingkup subtansi materi dari kegiatan KKL ini dapat dirumuskan
beberapa teknik (dan fungsinya) yang digunakan, di antaranya sebagai berikut.
(1) Studi Literatur baik tekstual maupun kontekstual yang menyangkut seluruh data
dan infomasi yang berkaitan topik kawasan. Studi tekstual terutama terkait dengan
pendalaman dan aplikasi teori tentang kawasan tertetu (misalnya kawasan rawan
bencana), sedangkan kajian tekstual meliputi pendalaman terhadap hasil studi
tentang pengembangan kawasan yang telah dilakukan.
(2) Analisis Data Sekunder, baik yang berupa data spasial (peta) maupun non spasial
(publikasi, monograf) dari berbagai sumber instansional dan lembaga riset,
termasuk review kebijakan. Dari analisis akan disajikan gambaran dan profil yang
komprehensif tentang karaktersitik, potensi dan permasalahan kawasan.
(3) Akuisisi data dengan penggunaan data penginderaan jauh (citra resolusi spasial
tinggi/Ikonos res = 1 m dan citra penginderaan jauh resolusi sedang res = 30 m),
peta, dan pengukuran langsung lapangan dengan alat ukur tanah (total station,
theodolit)
(4) Survei Pengumpulan data, dengan menggunakan metode Rapid Rural Appraisal
(RRA), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh informasi secara cepat
dengan
bertumpu
pada
prinsip
triangulasi
(tim
interdisipliner,
metode
pengumpulan data, dan satuan observasi). Tiga metode tersebut adalah data
sekunder, transek lapangan, dan wawancara semi terstruktur dan terstruktur.
(a) Wawancara semi terstruktur diarahkan untuk mendalami potensi dan
permasalahan-permasalahan kawasan. Wawancana dilakukan
kepada
juga
akan
dilakukan
survey
dengan
menggunakan
kuesener.
(b) Transek lapangan dilakukan untuk mendatangi dan mengobservasi titik-titik
pengamatan yang memiliki potensi dengan cara pengamatan secara
KKL II SIGPW UGM 2015
I-
12
observasi
lapangan.
Diskusi
dilakukan
dihadapan
dosen
kawasan
potensial
dan
peruntukan
kawasannya
di
I-
13
Citra/Foto!Udara!
!
Interpretasi!
!
Peta!RBI!
!
Peta!Penggunaan!
Lahan!Tentatif!
!
Peta!Administrasi!
!
Checklist!Ketelitian!
!
Peta!
Check!Lapangan!
Ukur!Tanah!!
(Skala!Besar)!
!
Peta!Penggunaan!
Lahan!
Pengolahan!Data!
Spasial!!
Peta!Peta!
Tematik!
!
Observasi!dan!
Pengisian!Checklist!
Fungsi!Kawasan!I!!!
Pengukuran!Detail!
Data!Sekunder!
(Numerik)!
Penggunaan!Lahan!
(Dominasi,!
Komposisi,!Trend)!!
Profil!Wilayah!dan!
Fungsi!Kawasan!!!
Fungsi!Kawasan!II!!!
Pengolahan!Data!
Sektor!Unggulan,!Hirarkhi!
Wilayah/Pelayanan,!
Struktur!Penduduk,!dll)!
Pengolahan!Data!
(L.Q.,!S!&!S,!
Skalogram,!dll)!!
Fungsi!Kawasan!!
KePn!
Survei!dan!
Wawancara!
Profil!Kawasan!
ALUR!KEGIATAN!PENYUSUNAN!PROFIL!WILAYAH!DAN!KAWASAN!
KKL II SIGPW UGM 2015
I-
14
I-
15
dan penulisan laporan, serta presentasi. Kegiatan KKL2 berlangsung selama 6 (enam)
bulan efektif, dimulai awal bulan Februari 2009 dan berakhir bulan Juli 2009. Secara
keseluruhan jadwal dan kegiatan KKL studio analisis spasial dapat dilihat dalam uraian
berikut :
1.
2.
3.
Pengumpulan data sekunder, dilakukan sebelum, selama studio dan atau jika
dipandang kurang setelah observasi lapangan (dilakukan selama 1 bulan). Data
Sekunder yang dikumpulkan terdiri dari data spasial (peta) dan non spasial
(publikasi, monograf) dari berbagai sumber instansional dan lembaga riset,
termasuk review kebijakan. Instansi yang menjadi objek pengumpulan data
sekunder disajikan dalam lampiran.
4.
Observasi lapangan awal (on the spot), dilakukan selama studio, khususnya jika
diperlukan untuk pemetaan ceking awal terhadap kondisi daerah kajian. Observasi
lapangan awal juga dapat dilakukan bersamaan dengan tahap pengumpulan data
sekunder. Waktu yang diperlukan menyesuaikan engan keadaan. Observasi
dilakukan dengan mengunjungi objek kajian secara langsung dengan metode
transek terhadap masalah wilayah.
5.
Kerja studio
meliputi kegiatan input data, pengolahan data, diskusi tentang hasil kajian
termasuk penulisan laporan. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan.
6.
Survey Lapangan adalah kegiatan untuk mendalami kondisi daerah kajian dengan
melakukan pengukuran dan survey di lapangan, selama paling lama 1 minggu.
Pada tahap ini peserta tinggal di daerah kajian.
7.
I-
16
8.
Tahapan Kegiatan
Persiapan
Pembekalan
Kerja Studio
Survey Lapangan
Laporan
Presentasi
I-
17
BAB II
IDENTIFIKASI POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH
2.1. POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH
Perkembangan suatu wilayah bergantung pada pada potensi dan optimalisasi
pemanfaatan potensi tersebut. Artinya, perbedaan potensi wilayah dan optimalisasi
pemanfaatannya berakibat pada perbedaan tingkat perkembangan wilayah. Perbedaan
perkembangan wilayah tidak hanya terjadi pada tingkat nasional dan internasional, tetapi
dapat terjadi juga pada tingkat daerah administratif dan keruangan yang lebih rendah,
(propinsi, kabupaten, kecamatan, desa atau kalurahan). Pada tingkat kecamatan dapat
diketahui adanya variasi karakteristik sosial-ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi
sistem pertanian, pengangguran, pendapatan, dan taraf hidup. Variasi seperti itu
terbentuk oleh perbedaan potensi wilayah secara fisik (iklim, relief, tanah, air, dan
sumberdaya lainnya termasuk sumberdaya manusia) dan interaksinya dengan potensi
non fisik wilayah tersebut (yang terwujud dalam usaha intervensi dan pemanfaatan,
antara lain meliputi aspek sosial-budaya masyarakat, ekonomi, demografi, dan
teknologi).
Interaksi berbagai faktor tersebut mengakibatkan perbedaan perkembangan
daerah, di satu sisi beberapa daerah berkembang pesat, di sisi lain beberapa daerah
berkembang lamban (stagnant) menurut kriteria tertentu. Perbedaan perkembangan
antar daerah bila tidak memperoleh perhatian dalam pembangunan, dapat berakibat
pada kesenjangan antar daerah secara tajam. Disamping itu, kegagalan berbagai
program dan proyek pembangunan, khususnya dalam upaya pengembangan wilayah
diduga kuat bermula dari lemahnya kemampuan identifikasi masalah dan potensi
sumberdaya wilayah, dan ketidaktepatan disain strategi pengembangan. Pemerintah
seringkali memberikan paket kebijakan yang sama kepada berbagai daerah, tanpa
memperhatikan variasi kebutuhan, potensi, dan masalah (constraint) yang ada di setiap
daerah. Akibatnya, banyak kebijakan pengembangan wilayah yang tidak mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan, bahkan dalam beberapa hal terjadi banyak
penyimpangan dan kegagalan.
Kenyataan di atas menunjukkan pentingnya pemerintah mengatasi kesenjangan
antar wilayah, mendasarkan pada aspek keragaman secara keruangan dalam
pembangunan, yang terwujud dalam kebijakan pewilayahan (regionalisasi). Hal ini
penting dalam kaitannya dengan pemerataan pembangunan untuk memperkuat ekonomi
wilayah, sehingga diperlukan kajian antara lain identifikasi potensi dan perkembangan
wilayah, terutama untuk merumuskan konsepsi pewilayahan bagi pengambilan
keputusan
memberikan
kebijakan
pembangunan.
pemahaman
keragaman
Pewilayahan
potensi
pembangunan
setiap
daerah,
diharapkan
sehingga
II-18
II-19
(2) Dalam pengertian administratif daerah lebih mudah dianalisis, karena sebagian
ketersediaan dan pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu negara,
pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa daerah adalah sarana untuk mencapai tujuan,
bukannya tujuan tersendiri. Wilayah dapat berbentuk formal atau fungsional berdasarkan
kriteria tunggal atau kriteria jamak.
2.2.2. Pewilayahan
Setiap wilayah yang memiliki potensi lingkungan fisik, sosial ekonomik, dan letak
geografis berbeda, akan membawa implikasi pada perlakuan dan corak pembangunan
yang diterapkan juga berbeda. Peniruan secara total dari pola kebijaksanaan yang
pernah diterapkan dan berhasil di suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang
sama bagi daerah lainnya. Artinya, pembangunan suatu daerah harus sesuai dengan
kondisi (masalah, kebutuhan, dan potensi) daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya,
penelitian yang mendalam tentang keadaan setiap daerah dan pewilayahan harus
dilakukan, terutama
utama
dalam
pewilayahan.
Pewilayahan
untuk
perencanaan
menghindari
pemusatan
menyebar-ratakan
pembangunan
untuk
kegiatan
II-20
(3) menjamin keserasian dan koordinasi antara berbegai kegiatan pembangunan yang
ada di tiap-tiap wilayah atau keterpaduan sektoral dalam wilayah;
(4) memberikan pengarahan kegiatan pembangunan kepada pelaku pembangunan, baik
pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Prinsip pewilayahan, khususnya pewilayahan pembangunan dapat dilakukan baik
dengan menggunakan teknik kualitatif maupun kuantitatif, sesuai dengan tipe wilayah
yang menjadi tujuan pewilayahan.
1. Pewilayahan wilayah formal (homogen), berarti pengelompokan unit-unit lokal yang
memiliki ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu. Tipe dan jumlah kriteria yang
digunakan cukup menentukan tingkat kesulitan pewilayahan. Beberapa cara yang
dapat digunakan antara lain (1) bilangan indeks tertimbang, (2) klasifikasi wilayah, (3)
cluster analysis (3) analisis faktor.
2. Pewilayahan
wilayah
fungsional,
berarti
pengelompokan
unit
lokal
yang
II-21
PARAMETER
1. Luas lahan produksi
2. Luas lahan total
1. Lahan teririgasi
2. Lahan tidak teririgasi
(Lahan tadah hujan)
1. Luas panen padi sawah
2. Produksi padi sawah
1. Luas panen padi gogo
2. Produksi padi gogo
1. Luas lahan panen palawija
2. Produksi palawija
1. Luas panen sayuran
2. Produksi sayuran
1. Luas tanam lahan kering
2. Luas panen lahan kering
1. Luas lahan produksi
2. Luas lahan total
1. Jumlah Petani
2. Luas lahan pertanian
1. Petani Pemilik
2. Pekerja Pertanian
1. Pekerja pertanian
2. Angkatan kerja
1. Pekerja pertanian
2. Luas lahan pertanian
II-22
PARAMETER
1. Luas lahan perkebunan besar
2. Produksi tanaman
1. Luas lahan perkebunan rakyat
2. Produksi tanaman
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
PARAMETER
1. Jumlah ternak besar Kecamatan
2. Jumlah ternak besar Kabupaten
1. Jumlah ternak kecil Kecamatan
2. Jumlah ternak besar Kabupaten
1. Jumlah ternak besar
2. Jumlah peternak
1. Jumlah ternak kecil
2. Jumlah peternak
1. Produksi hasil jenis ternak
2. Jumlah jenis ternak
TOTALSKALA INDIKATOR 1-5,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
PARAMETER
1. Produksi Ikan
2. Luas panenan
1. Produksi Ikan Laut
2. Jumlah nelayan
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
Potensi Industri
VARIABEL
1. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
2. Tingkat Intensifitas Modal
3. Tingkat Produktivitas
PARAMETER
1. Tenaga kerja industri Kecamatan
2. Tenaga kerja industri Kabupaten
3. Jumlah Unit Usaha
1. Nilai investasi (modal)
2. Unit usaha
3. Tenaga kerja
1. Produksi per tahuan
2. Jumlah Unit usaha
3. Tenaga kerja
II-23
POTENSI INDUSTRI
Potensi Perdagangan
VARIABEL
1. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
2. Tingkat Perkembangan Perdagangan
Wilayah
POTENSI PERDAGANGAN
PARAMETER
1. Tenaga kerja perdagangan Kecamatan
2 Tenaga kerja perdagangan Kabupaten
1. Perdagangan besar
2. Perdagangan Kecil
TOTALSKALA INDIKATOR 1-2,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
Potensi Pertambangan
VARIABEL
1. Tingkat Pemanfaatan lahan
Pertambangan
2. Produktivitas Pertambangan
3. Rasio Produksi Pertambangan dan
penambang
POTENSI PERTAMBANGAN
4. Nilai tambah
1. Industri besar
2. Industri menengah
3. Industri kecil
4. Industri rumah tangga
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
PARAMETER
1. Luas lahan tereksploitasi
2 Luasa lahan belum tereksploitasi
1. Luas lahan tereksploitasi
2 Produksi tambang
1. Produksi pertambangan
2. Jumlah penambang
TOTALSKALA INDIKATOR 1-3,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
Potensi Jasa
VARIABEL
1. Tingkat Penyerapan tenaga Kerja
POTENSI JASA
PARAMETER
1. Tenaga Kerja Jasa Kecamatan
2. Tenaga Kerja Jasa Kabupaten
TOTALSKALA INDIKATOR 1,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
Potensi Pendidikan
VARIABEL
1. Angka Melek Huruf
2. School Enrolment SD
3. Rasio Guru-Murid (SD-SMP-SMA)
4. Rasio Sekolah-Murid (SD-SMPSMA)
POTENSI PENDIDIKAN
PARAMETER
1. Jumlah Penduduk >10tahun yang mampu baca
tulis
2. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas
1. Jumlah murid 7-12 tahun
2. Penduduk umur 7-12 tahun
1. Jumlah Guru
2. Jumlah Murid
1. Jumlah Sekolah
2. Jumlah Murid
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4, RESKALLING
DAN PENGKELASAN
II-24
Potensi Kesehatan
VARIABEL
1. Pelayanan Kesehatan (RS, Puskesmas,
Posyandu, Apotik, Dokter, Perawat, Bidan)
2. Rasio Kematian dan Jumlah Penduduk
3. Rasio Kelahiran dan Jumlah Penduduk
4. Angka Harapan Hidup
POTENSI KESEHATAN
Potensi Ketenagakerjaan
VARIABEL
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
2. Tingkat Pengangguran
3. Rasio Ketergantungan
POTENSI KETENAGAKERJAAN
PARAMETER
1. Jumlah Penduduk
2. Jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan
1. Jumlah kematian
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah Kelahiran
2. Jumlah Penduduk
1. Angka harapan hidup
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
PARAMETER
1. Angkatan kerja tertampung
2. Jumlah angkatan kerja
1. Jumlah pencari kerja
2. Jumlah angkatan kerja
1. Jumlah penduduk Non produktif (<15th dan
>64th)
2. Jumlah penduduk usia produktif ( 15 - 64
tahun)
TOTALSKALA INDIKATOR 1-3,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
Potensi Kesejahteraan
VARIABEL
1. Rasio Desa Miskin (IDT)
2. Kebutuhan Fisik Minimum (KFM)
3 . Pendapatan Per kapita
4. Kepemilikan barang Mewah Rasio (TV,
Parabola,
Sepeda Motor, Mobil,
Telephon, dll)
POTENSI KESEJAHTERAAN
PARAMETER
1. Jumlah desa IDT
2. Jumlah desa
1. Nilai KFM
1. Pendapatan Per kapita (Harga Konstan)
2. Pendapatan per kapita (harga Berlaku)
3. Jumlah penduduk
1. Jumlah rumah tangga
2. Kepemilikan barang mewah
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
PARAMETER
1. Jumlah desa berlistrik
2. Jumlah desa
3. Jumlah Rumah tangga lsitrik
4. Jumlah rumah tangga
1. Jumlah desa berPAM
2. Jumlah desa
3. Jumlah Rumah tangga PAM
4. Jumlah rumah tangga
II-25
3 . Telephon
4. Transportasi (Jalan)
a. Road Quality
b. Road Density
c. Angkutan umum
POTENSI INFRASTRUKTUR UMUM
PARAMETER
1. Jumlah bank
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah/Luas Pasar
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah koperasi (Volume usaha)
2. Jumlah penduduk
1. Jumlah Hotel, Akomodasi,
Fasilitas
hiburan
2. Jumlah penduduk (wisatawan)
TOTALSKALA INDIKATOR 1-4,
RESKALLING DAN PENGKELASAN
PARAMETER
1. LKMD Tingkat III
2. Total LKMD
2. Swadaya Masyarakat
1. Dana swadaya
2. Total Dana Pembangunan
1. Jumlah Proyek (kegiatan)
swadaya
2. Jumlah proyek pembangunan
1. Tingkat Pendidikan
4. INPRES DESA
1. INPRES DESA
2. Total dana pembangunan
3. Jumlah Penduduk
PASRTISIPASI
RESKALLING DAN
PENGKELASAN
PARAMETER
1. LKMD Tingkat III
II-26
APBD,
Swasta, dan BLN)
2. Dana-dana INPRES (Desa, DATI I, DATI
SD,
Pasar, dsb)
POTENSI DANA PEMBANGUNAN DAN
INVESTASI
2. Total LKMD
II,
*) Variabel dan parameter tersebut masih perlu ada pengembangan lebih lanjut yang
disesuaikan dengan ketersediaan data baik kuantitas maupun kualitas.
Kegiatan skoring dan pengukuran variabel sangat diperlukan penentuan asumsi yang
dipakai dalam pemberian skor untuk setiap variabel terpilih. Sebagai contoh semakin
besar rasio luas lahan teririgasi terhadap lahan total semakin baik potensi dan
produktivitas lahan.
(B). Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel diperlukan untuk pengambilan langkah selanjutnya yaitu
pembuatan klasifikasi. Dari masing-masing indikator yang telah ditentukan dirinci cara
pengukurannya, misalnya pengukuran: Produktivitas = (Jumlah panenan)/(Luas lahan),
dan lain-lain.
(C). Penyusunan Skala
Dalam kenyataan analisis, variabel-variabel yang digunakan dalam evaluasi
mempunyai satuan-satuan yang berbeda. Analisis data semacam ini ada dua bentuk,
yakni pertama dengan melihat masing-masing variabel secara terpisah, atau kedua
keseluruhan variabel dilihat sebagai satu kesatuan analisis. Dengan demikian, satuansatuan yang berbeda pada setiap variabel perlu dilakukan pembakuan (Standardization).
Dua cara pembakuan yang dapat digunakan di antaranya adalah Z-Score dan
penskalaan (scalling). Dalam penelitian ini dipilih penskalaan.
(1). Z-Score = (Xi-X)/Sd
Xi = data mentah dari pengamatan i
X = rata-rata data pengamatan
Sd = standart deviasi
2
Sd = (Xi-X) / n
n = jumlah sampel pengamatan
(2). Scalling =
S =
R =
Rr =
Rt =
(R-Rj)/(Rb-Rj) x 100%
nilai skala
data mentah dari pengamatan yang diskalakan
nilai yang terendah dari keseluruhan data
nilai yang tertinggi dari keseluruhan data.
II-27
=
=
=
=
3
2
1
Jika data tidak terdistribusi merata pembuatan klas interval dapat dilakukan dengan
menggunakan rerata aritmetik dan standar deviasi. Dapat dirumuskan:
Kategorisasi
(E).
=
=
=
Tinggi
Sedang
Rendah
> (X + Sd/2 )
( X + Sd/2 )- ( X + Sd/2 )
< (X -Sd/2 )
setiap sektor (unit) kegiatan di setiap kecamatan sehingga diperoleh indeks komposit
untuk setiap kecamatan. Sebagai contoh untuk memperoleh indek komposit sektor
peternakan, diperoleh dari penjumlahan nilai skalling atau skor dari indikator rasio jumlah
ternak. Pada tahap ini dimungkinkan juga dibuat reklasifikasi untuk penentuan potensi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan indek komposit adalah bahwa tidak
setiap indikator harus memperoleh bobot yang sama tetapi dengan mempertimbangkan
prioritas kebijakan pembangunan pemerintah maupun situasi lokal dimungkinkan suatu
indikator atau lebih memperoleh bobot yang lebih tinggi dengan memberi faktor pengali
tertentu.
Beberapa teknik analisis lain yang dapat digunakan untuk melengkapi analisis
tersebut antara lain (1) cluster analysis, yaitu teknik yang pada hakekatnya digunakan
untuk melakukan analisis terhadap distribusi dan pengelompokaan terhadap sejumlah
fenomena geosfer berdasarkan homegenitas, baik berdasarkan variabel tunggal maupun
jamak (multivariate); (2) Basis Ekonomi, di antaranya Location Quotient, analisis
konsentrasi-distribusi, spesialisasi. Teknik analisis tersebut umumnya menggunakan
variabel (a) Tenaga Kerja; (b) Produksi; (c) Kesempatan kerja; (d) Pendapatan per
Kapita; (e) PDRB.
II-28
(F).
Pemetaan
Hasil pengolahan data baik secara terbobot maupun tidak terbobot ditampilkan
dalam peta tematik untuk dianalisa lebih lanjut dan disajikan dalam bentuk laporan. Peta
yang disajikan dapat berupa peta umum yang merupakan indek komposit seluruh
indikator atau beberapa peta dari tiap indikator.
2.4. IDENTIFIKASI HIRARKI PUSAT PELAYANAN
Pembahasan hirarki pusat pelayanan (permukiman) pada umumnya selalu
mengacu pada teori pusat pelayanan (centre place theory) yang dikembangkan oleh
Christaller-Losch dan para pengikutnya. Dua konsep pokok yang mendasari teori pusat
pelayanan, yaitu:
1).
the range of good (jangkauan barang), yaitu jarak tempuh yang masih dapat
ditolelir untuk suatu jenis barang atau pelayanan tertentu. Disamping unsur jarak,
penentuan pilihan oleh pengguna dipengaruhi juga oleh jenis, kualitas, dan harga
barang atau pelayanan yang ditawarkan. Beberapa teknik analisis yang
menunjang antara lain location allocation models dan analisis sensitivitas.
2).
the threshold value (nilai ambang) yaitu jumlah penduduk atau sumberdaya
minimum yang dibutuhkan untuk dapat menciptakan permintaan yang cukup atas
barang dan pelayanan yang ditawarkan. Nilai ambang juga menentukan jenis,
jumlah, dan harga barang atau pelayanan yang ditawarkan di daerah pusat.
Untuk mengetahui mintakat pengaruh dari masing-masing pusat, paling tidak
dapat digunakan tiga metode yang berlainan, antara lain bisektor, analisis aliran
(flow analysis) atau sosiogram, analisis hubungan (linkages analysis) dan analisis
ambang (threshold analysis).
Kedua konsep tersebut di atas sangat menentukan sifat hirarki sistem
permukiman. Satu atau beberapa daerah permukiman dapat berperan sebagai pusat dari
permukiman-permukiman
lain.
Peran
tersebut
bergantung
pada
ketersediaan
semberdaya pendukung, fasilitas pelayanan, dan jumlah penduduk yang dilayani; baik
penduduk yang ada di pusat maupun di daerah sekitarnya (hinterland) atau penduduk di
daerah
mintakat pengaruh
penyusunan
peringkat
(zone
pusat-pusat
of influence). Pemikiran
permukiman
(pelayanan),
tersebut mendasari
mulai
dari
pusat
permukiman berskala nasional, regional, sampai dengan tingkat lokal. Dengan demikian,
tingkat derajad kepusatan (centrality) suatu permukiman mencerminkan kepentingan
relatif, atau tingkatan diperoleh dalam struktur hirarki permukiman yang ada.
2.4.1. Pengumpulan Data
Jenis data dan informasi yang akan dikumpulkan terutama adalah data sekunder
yang dikumpulkan dari berbagai instansi yang berkaitan dengan studi, terutama Kantor
Statistik dan Pemerintah Daerah (BAPPEDA). Data untuk menyusun hirarki pusat-pusat
KKL II SIGPW UGM 2015
II-29
pelayanan:
(c). Data
7). Pos KB
8). Posyandu
9). Dokter tinggal di desa
10). Mantri kesehatan yang tinggal di desa
11). Dukun bayi yang tinggal di desa.
C. PELAYANAN PENDIDIKAN
1). TK Negeri
2). TK Swasta
3). SD dan Sederajat Negeri
4). SD dan Sederajat Swasta
5). SLTP dan Sederajat Negeri
6). SLTP dan Sederajat Swasta
7). SLTP Kejuruan dan sederajat Negeri
8). SLTP Kejuruan dan sederajat Swasta
9). SLTA dan Sederajat Negeri
10). SLTA dan Sederajat Swasta
11). SLTA Kejuruan dan sederajat Negeri
12). SLTA Kejuruan dan sederajat Swasta
13). Pondok Pesantren
14). Sekolah luar biasa
15). Seminari atau Biara atau Theologi
16). Kursus Ketrampilan
17). Taman bacaan dan atau perpustakaan
II-30
swasta
20). Bank
21). KUD
22). Koperasi lainnya
23). Lembaga keuangan
24). Kredit BIMAS yang diterima penduduk
25). KIK yang diterima penduduk
26). KMKP yang diterima penduduk
27). KCK yang diterima penduduk
28). Kredit lainnya yang diterima penduduk
29). Pabrik
30). Restoran dan atau warung makan
31). Persewaan alat-alat keperluan pesta
32). Listrik PLN
33). Listrik non PLN
B. PELAYANAN KESEHATAN
1). Rumah sakit
2). BKIA
3). Poliklinik
4). Puskesmas
5). Puskesmas pembantu
6). Tempat praktek dokter
Catatan :
Di antara beberapa fasilitas tersebut juga digunakan untuk menentukan status daerah perkotaan.
BPS (1980) menetapkan tiga kriteria sebagai berikut:
2
1.
2.
Persentase rumah tangga pertanian kurang dari atau sama dengan 25%.
3.
Jumlah fasilitas perkotaan lebih besar dari atau sama dengan 8 dari fasilitas, sebagai
berikut:
a). Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat,
b). Gedung Bioskop,
c). Sekolah Dasar,
d). Sekolah Lanjutan Pertama,
e). Sekolah lanjutan Atas,
f). Rumah Sakit,
g). B.K.I.A., Rumah Bersalin,
h). Puskesmas, Klinik/Balai Pengobatan,
i). Pesawat Tilpon/Kantor Pos,
j). Bank,
k). Pabrik,
l). Pasar dengan bangunan,
m). Kelompok pertokoan yang terdiri dari lebih 10 toko.
II-31
- Prinsip kerja teknik ini sama dengan metode poligon Theissen, yaitu mencari batas
pengaruh terjauh dari suatu titik dengan menarik garis tegak lurus pada titik tengah
garis penghubung titik-titik yang berbentuk segitiga (lihat contoh). Untuk menarik
batas yang rasional dan representatif, digunakan tiga faktor pertimbangan utama
yaitu batas administrasi desa, pola jaringan jalan, dan topografi.
- Teknik ini dapat digunakan untuk menghitung luas mintakat pengaruh beserta jumlah
penduduk yang ada didalamnya.
Setiap teknik analisis memiliki kelemahan, karena tidak mempertimbangkan
kriteria-kriteria lain sebagai suatu kesatuan yang berpengaruh pada perkembangan pusat
pelayanan. Oleh karenanya untuk melengkapinya disarankan menggunakan teknik lain,
seperti (1) studi aksesibilitas, model location allocation, dan sensitivity analysis. (2)
model interaksi antar ruang, seperti model grafitasi, dan (3) analisis break point.
2.5. PENAKSIRAN SECARA CEPAT (RRA : RAPID RURAL APPRAISAL)
Informasi yang cukup baru perlu dipergunakan untuk mengetahui situasi dan
kondisi serta sifat masalah yang perlu ditangani. Namun di negara berkembang informasi
dari penelitian dasar (baseline study)
Padahal
cara
konvensional
pengumpulan
data
dengan
melaksanakan
survai
membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Sebagai pilihan jalan keluar telah
dikembangkan teknik pengumpulan data yang dianggap cukup sesuai, yakni rapid
appraisal atau rapid assessment. Karena teknik ini sering digunakan untuk perencanaan
pengembangan perdesaan, maka dinamakan juga rapid rural appraisal (RRA). RRA juga
dikenal dengan nama yang berbeda seperti; exploratory survey, Pre(liminary) survey, dst.
2.5.1. Pengertian dan Cakupan
Pengertian
RRA merupakan suatu studi yang digunakan sebagai langkah awal memahami
situasi lokal yang dilaksanakan oleh suatu tim multi-disipliner. Pelaksanaan RRA berkisar
antara satu hingga empat minggu didasarkan atas informasi yang telah dikumpulkan
sebelumnya. Pelaksanaan RRA ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung
(direct observation = DO) dan wawancara (interviews), terutama dengan asumsi untuk
mengembangkan dan menggali lebih jauh hal-hal yang penting yang tidak belum
diidentifikasi sebelumnya.
Cakupan
RRA menekankan pada masalah-masalah pokok, kesempatan-kesempatan yang
ada, dan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan. Pada umumnya tim RRA memusatkan
perhatian pada identifikasi masalah-masalah sebagai titik awal yang penting. Alternatif
muncul dari penggalian terhadap kesempatan-kesempatan. Jika berorientasi pada
masalah dapat dikenali kekurangan-kekurangannya, orientasi pada kesempatan lebih
KKL II SIGPW UGM 2015
II-32
profesional yang dipandang kurang sesuai dan tidak luwes. Tambahan pula, training di
perguruan tinggi cenderung bersifat mono-disipliner. Ada hegemoni ahli statistik yang
sering menempatkan metode statistik sebagai tuan, bukan sebagai pembantu. Hal ini
tidak dimaksudkan untuk menyatakan bahwa statistik dan metodenya sama sekali tak
berguna, tetapi seharusnya disadari bahwa informasi sosial-ekonomi dan yang terkait
dengannya sering dalam berbagai bentuk kombinasi, tidak relevan, terlambat, salah dan
atau kurang dapat digunakan.
II-33
membandingkan catatan
telah ada, pada lokasi yang bervariasi secara sistematis (misalnya stratified
sampling).
2.5.3. Aplikasi RRA
RRA tidak harus berarti sebagai pengganti teknik-teknik pengumpulan informasi
lain, tetapi dapat melengkapi teknik dan survai yang konvensional. RRA sering
digunakan dalam hirarki survai sebagai pertengahan antara pengumpulan dan
pengolahan data sekunder dengan survai (sampel) yang terstruktur. Ketika waktu dan
KKL II SIGPW UGM 2015
II-34
tenaga terbatas, RRA dapat menjadi alternatif yang baik. Tujuan penting dari RRA
adalah memahami komplesitas, keragaman, dan saling-ketergantungan dan menemukenali masalah-masalah dan kesempatan-kesempatan. Karenanya, penerapan yang
sering dilakukan adalah di pertanian, pembangunan perdesaan, dan agro-forestri. RRA
diarahkan untuk memecahkan masalah menjadi bagian-bagian yang terkelola serta
berusaha memperlakukan kompleksitas dalam cara yang lebih menyeluruh
Penerapan RRA dalam Kuliah Kerja (field work) diharapkan dapat:
- memperluas pandangan peserta dari pemikiran dan tindakan pembangunan wilayah
dan perdesaan yang mono ke multi (inter)-disiplin
- memperluas pengalaman peserta dalam menganalisis masalah, termasuk merumuskan
pertanyaan, kebutuhan data, dsb.
- mengembangkan kemampuan untuk memikirkan dan memahami pendekatan tahap
demi tahap yang diambil untuk pemecahan masalah dan penanganan data yang
berkaitan dengan masalah.
Beberapa
contoh
checklist
kajian
mendalam
(indepth
study)
dan
riset
kelembagaan (institusional) dalam rangka penerapan RRA, ditunjukkan pada sub bak
berikut.
3. Inovasi
(pembaharuan)
dan
penyebaran
inovasi,
diversifikasi
komoditi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
III. KELEMBAGAAN
II-35
dan jenis
muslahat
direncanakan
dahuluagar
lebih
pembangunan
alam
dan
memakan biaya
SD
biaya)
kepada semua
efisien.
Efisien
diperlukan
karena
terbatas.
Karena
itu
diperlukan
apa
yang
disebut
dengan skala prioritas. Perencanaan timbul belum begitu lama, kurang lebih baru 50
tahun terakhir bersamaan dengan berakhirnya proses dekolonisasi.
Secara umum, berdasarkan skala cakupannya,
menjadi tiga: perencanaan makro atau nasional, perencanaan meso atau perencanaan
regional, dan perencanaan mikro atau perencanaan daerah, seperti pada Gambar 4.7.
Berdasarkan kerinciannya berturut-turut adalah: perencanaan inception, skeleton, dan
detailed.
Perencanaan
inception
menyajikan
gambaran
umum
situasi
yang
II-36
Perencanaan
seringkali
tingkat
meso
membingungkan
atau
karena
atau
perencanaan
pengertiannya
regional
yang
mendua:
mempunyai
empat
elemen:
memilih
cara-cara
yang
jelas,
dan
waktu
yang
akan
yang
pembangunan
demikian
mendapatkan
banyak
kritikan:
menimbulkan
perdesaan
diperhatikan
dan
tetapi
penduduk miskin
perkotaan.
juga
aspek
yang
tinggal
di
daerah-
ekonomi:
kesejahteraan
sosial,
struktur politik dan kualitas lingkungan. Dalam istilah pembangunan berkaitan erat
dengan masalah-masalah
II-37
II-38
bersifat
komprehensif (terdiri
dari
beberapa proyek) dan integrated (proyek yang satu mendukung proyek yang lain),
sebagai
contoh proyek-proyek
peningkatan
jalan, pertanian,
kesehatan,
industri
kecil, dan kredit yang dilaksanakan dalam suatu wilayah dalam waktu yang relatif
bersamaan.
Jadi pembangunan dapat dikatakan berhasil bila memenuhi syarat-syarat berikut:
1. ada perubahan ke arah perbaikan terhadap sebagian besar penduduk dalam jangka
lama
2. membawa
maslahat
besar
kepada
sebagian
besar
penduduk
dan
melaksanakan
pembangunan
diperlukan
partisipasi
selu-
ruh masyarakat dan dekonsentrasi karena penduduk dan pemerintah lokal dianggap
paling
mengetahui
perencanaan
kehidupan
yang
masalah-masalah
pengembangan
manusai
nyata,
yang
tidak
wilayah
dapat
mempelajari
pembangunan
ilmu
lepas
dari
unsur-unsur
di
geografi
wilayahnya.
sangat
geografi.
yang
Di
dalam
penting
Geografi
karena
adalah
konkrit: (relief,
ilmu
penduduk,
interaksi dan interdependensi antar wilayah, dan sebagainya). Jadi untuk melakukan
perencanaan
pembangunan
harus
diperhatikan
unsur
geografi
wilayah.
negara.
Pembagiannya dapat
relief, administrasi, kepadatan penduduk maupun produksi khas suatu wilayah. Tipe
wilayah yang diperoleh dengan cara ini disebut homogeneous region. Pembagian
dengan
nodal
region. Cara-
cara pembangunan region ke dalam beberapa sub region ini akan dikemukakan di
dalam bagian lain manual ini.
II-39
BAB III
PENGUKURAN PROSES DAN HASIL PROSES GEOSFER
3.1. PENGUKURAN TERESTRIAL (UKUR TANAH) UNTUK PEMBUATAN
PROFIL DAN KONTUR
3.1.1. Tujuan
! Pengukuran topografi untuk menghasilkan Peta Topografi skala 1 : 1000
atau lebih kecil.
! memahami dan terampil menggunakan alat, mengukur sudut-sudut
poligon, untuk keperluan kerangka peta dan pengukuran titik detail situasi
secara rinci, pada posisi yang relatif sulit, dapat menguasai medan
sehingga bisa mengambil langkah untuk memperoleh detail-detail yang
lengkap dan juga dapat membaca hasil pengukuran di lapangan dalam
sebuah
peta
besar dengan
kaidah-kaidah
Baak ukur
Meteran pendek (2 m)
Statif/kaki tiga
Rapido Set
Kertas milimeter
Kertas Kalkir
3.1.3. Metode
Peta Topografi berskala antara 1:25.000 sampai dengan 1:100.000
merupakan peta Topografi standar dari pemerintah (Bakosurtanal) yang sering
digunakan sebagai peta dasar perencanaan pekerjaan Civil Engineering, karena isi
dari peta tersebut banyak memberikan infomasi tentang lingkungan geografikal. Peta
Topografi adalah peta yang ideal, sebab didalamya menampilkan kenampakan bumi
III-40
III-41
III-42
III-43
U
U
P2
P1P2
P1
P2P3
2
P3
III-44
U
P2
D
D Cos
P1
D Sin
III-45
Jika Harga D Sin 0 dan D Cos 0 berarti ada koreksi sebagai berikut :
X1 =
D1
x X
D
Y1 =
D1
x Y
D
X2 =
D2
x X
D
Y2 =
D2
x Y
D
X3 =
D3
x X
D
Y3 =
D3
x Y
D
.. dst
.. dst
P2 (X2,Y2)
D
D1 Cos
(X1,Y1)
P1
D1 Sin
III-46
Z1 =
Z1
x Z
|Z |
Z2 =
Z2
x Z
|Z |
.
Zn =
Zn
x Z
|Z |
III-47
= jarak datar
h = beda tinggi
HI
= tinggi instrumen
bt
= benang tengah
pelaksanaan
pekerjaan
pengukuran
berjalan,
kita
perlu
mengadakan orientasi lapangan dengan acuan Peta Topografi berskala kecil kalau
ada.
lingkungan,
administrasii
wilayah,
kepadatan
penduduk,
sosial
ekonomi,
III-48
penelitian/pengukuran
untuk
penentuan
titik
koordinat
poligon
dilaksanakan dengan metoda poligon tertutup, dimana titik awal dan titik akir
bertemu dalam satu titik. Alat yang dipakai theodholite T.100 dengan ketelitian 10.
Syarat-syarat geometris pada poligon tertutup adalah :
1. = (n-2) X 180o
2. d sin = 0
3. d cos = 0
dimana :
= Jumlah sudut dalam poligon
n = jumlah titik sudut poligon
d =Jarak masing-masing poligon
Ketiga syarat ini belum dapat dipenuhi karena dalam pengukuran sudut dan jarak
poligon masih terdapat kesalahan sehingga perlu adanya koreksi, dengan dengan
demikian rumus diatas menjadi:
1. = (n-2) X 180o +
2. d = sin = 0 + x
3. d cos = 0 + y
dimana :
= kesalahan penutup sudut
x = kesalahan penutup sumbu x
y = kesalahan penutup sumbu y
Langkah-langkah untuk menghitung koordinat titik poligon adalah sebagai berikut :
a. Koreksi sudut dalam poligon
b. Penyusunan azimuth
c. Perhitungan d Sin dan d Cos
d. Koreksi -fx dan koreksi -fy sebanding dengan jarak sisi poligon.
e. Perhitungan koordinat poligon
KKL II SIGPW UGM 2015
III-49
Detail atau situasi diukur dengan theodholit T0, ketelitiamya 2, metoda yang
dilakukan adalah koordinat kutub. Sebelum mengukur situasi arah utara magnetis
harus diorientasikan terlebih dahulu pada salah satu sisi poligon, supaya detil atau
situasi yang diukur tidak lari dari posisinya. Pengukuran detil situasi ini meliputi
azimuth, jarak dan beda tinggi.
3.1.4.2. Penentuan Titik Ikat/Titik Referensi
Titik awal, misal P1 dipakai sebagai titik awal dengan duga tinggi
ditetapkan terlebih dahulu. Koordinat titik. P1 diukur secara GPS mendapafkan nilai
X = .. y =
3.1.4.3. Pelaksanaan Pengukuran
Pengukuran poligon basis
Poligon basis diawali dari misal P1 sampai dengan Pn. Unsur-unsur yang
diukur adalah :
1. Sudut horisontal
2. Jarak sisi-sisi poligon
Untuk posisi vertikal, titik poligon diukur duga tingginya dengan sipat datar,
sudut arah definitif peta didapat secara magnetis karena cuaca tidak memungkinkan
untuk mengamati matahari.
sebagai kontrol jarak optis. Dari sejumlah n titik poligon, pelaksanaan pengukuran
selesai dalam waktu yang sesuai.
3.1.4.4. Penggambaran hasil pengukuran
Pengambaran peta sebaiknya
III-50
Hasil akhir dari pekerjaan penggambaran adalah peta dan peta yang kita harapkan
adalah peta berkualitas yang mempunyai keindahan (seni). Penarikan garis kontur
dengan
rapido 0,1 setiap interval 1 meter dan rapido 0,5 settap interval 5.
Kehalusam garls kontour besar garis yang sama (tidak menebal dan tidak keriting)
akan nikmat dilihat.
Tulisan/huruf dan angka pada peta disablon dengan ukuran huruf bervariasi
supaya nampak serasi indah dan berwibawa.
III-51
III-52
GPS
Meteran
3.2.3. Metode :
3.2.3.1. Revisi Peta
Kenampakan di permukaan bumi akan selalu mengalami perubahan.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu perubahan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia dan perubahan yang disebabkan oleh aktivitas
alam. Perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia berjalan lebih cepat. Peta
hanya merupakan keadaan sesaat dari kenyataan muka bumi yaitu keadaan
topografis dari suatu daerah yang tergambar pada saat peta tersebut dibuat atau
dicetak. Bila ada perubahan pada daerah tersebut (dapat terjadi dengan cepat
maupun lambat) maka peta daerah ini tidak lagi up to date. Oleh sebab itu
diperlukan revisi peta.
Jenis -jenis revisi :
Revisi selektif
Terutama dilakukan untuk area dimana perubahan dikenali sebagai hal
yang relatif besar dari normal.
III-53
Revisi parsial
Yang secara normal melukiskan revisi hanya kelas atau corak tertentu di
dalam suatu area.
landscape,
misal
karena
permintaan
dari
suatu
instansi
atau
Nilai dari perubahan itu dan pemilihan metode yang tepat untuk itu.
Pelaksanaan teknis revisi dan produksi peta (+ 20% adalah fotogrametri dan +
80% adalah pekerjaan kartografi)
Faktor -faktor ini secara langsung berhubungan dengan jenis revisi peta yang harus
diterapkan. Jenis revisi peta dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Revisi cepat
Memperbaharui hanya unsur -unsur yang paling utama didalam peta itu.
b.
Revisi sebagian
Pembaharuan dilakukan pada beberapa bagian yang terpilih dari peta atau
beberapa unsur tertentu pada peta.
c.
Revisi lengkap
Pembaharuan dilakukan pada semua unsur yang berubah dalam peta.
Berdasarkan jarak waktu untuk melakukan revisi, revisi peta dibedakan menjadi 3
yaitu :
a.
Revisi berlanjut
Setiap perubahan yang terjadi di medan dimasukkan ke dalam peta yang ada
sehingga peta selalu dalam keadaan mutakhir. Untuk peta skala besar, metode
berlanjut dapat diterapkan. Pembuat revisi peta bekerjafull time pada daerah atau
area kecillain untuk mengumpulkan perubahan. Pengguna peta-peta skala besar
mengharapkan bahwa ini adalah yang terbaru, tidak terkait dengan tipe peta (peta
kadaster). Untuk metode revisi berlanjut, organisasi pemetaan harus membangun
suatu basis data dan pusat infonnasi yang menerima data dari banyak sumber dan
mengumpulkan perubahan secara konstan.
b.
Revisi siklis
Revisi yang dilakukan pada interval tertentu, misalnya setiap tahun, tiap lima
tahun dll. Revisi siklis adalah suatu metode dimana revisi suatu lembar dieksekusi
III-54
dengan interval waktu ditentukan. Sepanjang periode antar penerbitan peta ditinjau
kembali. Agen yang memproduksi peta dapat mengumpulkan informasi yang
berubah selama periode interval waktu tersebut dan dapat menggunakan foto udara
terbaru untuk memproduksi lembar yang direvisi. Karena peta skala besar lebih
cepat menjadi tidak up to date, yang disebabkan oleh isinya yang sebagian besar
detail, maka metode ini sebagian besar akan digunakan untuk melakukan revisi
pada skala yang lebih kecil.
Bagaimanapun,
sejak
informasi
baru
dibutuhkan
untuk
pengambilan
keputusan dalam perencanaan, manajemen dan lain -lain, dibutuhkan metode selain
revisi siklis untuk peta -peta skala 1 : 10.000, 1 : 25.000 dan 1 : 50.000. Revisi siklis
untuk skala -skala tersebut hanya dapat diterapkan di masa depan, ketika interval
waktunya lebih pendek untuk melakukan revisi peta.
c.
Revisi selektif
Dihubungkan dengan suatu prioritas, prioritas ditentukan oleh urgensi
pennintaan atau tingkat perubahan dan tidak menetapkan periode waktunya. Ada
beberapa jenis metode revisi untuk skala peta yang berbeda. Dengan metode ini,
interval antara revisi, tergantung pada jumlah perubahan di area terkait. Seseorang
dapat menghubungkan keputusan untuk memulai revisi dengan jumlah perubahan.
Dalam hal ini agen pemetaan harus mengumpulkan semua informasi yang tersedia
dari instansi-instansi lokal, departemen pekerjaan umum dan lain-lain.
Fotografi udara dapat untuk mendeteksi perubahan, sehingga menjadi salah
satu sumber inspirasi yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan revisi atau
tidak. Metode seperti ini jauh lebih bermanfaat bagi pengguna peta skala kecil,
karena agen pemetaan menjadi lebih siaga pada perubahan-perubahan yang terjadi,
berkaitan dengan umur peta.
Kata kunci dari semua metode revisi peta adalah perubahan. Sumber untuk
mendeteksi perubahan adalah :
! Kumpulan perubahan yang dilaporkan oleh berbagai instansi
! Foto udara terbaru yang dibandingkan dengan peta yang ada
! Kerja lapangan dari peta yang sama dengan situasi riil di lapangan
Metode yang terakhir adalah yang paling mahal karena investasi sangat
mahal yang harus digunakan untuk itu. Bekerja dengan cara ini berarti harus
menggunakan banyak waktu untuk area tertentu dimana mungkin tidak berlangsung
suatu perubahan.
Metode yang pertama akan sangat bernilai jika sebuah sistem pekerjaan
dapat dibangun yang akan berfungsi baik. Fungsi ini tergantung pada keandalan
sumber informasi dan kepastian penyampaian pesan yang berlanjut oleh para agen
tersebut. Sistem ini akan memberi dasar sangat baik untuk pengambilan keputusan
III-55
III-56
dan
penginderaan
jauh
dikatakan
sebagai
pemetaan
cara
ekstrateristris. Data hasil pengukuran diolah, dihitung dan direduksi ke bidang datum
sebelum diproyeksikan ke dalam bentuk bidang datar menjadi peta.
Rupa bumi yang digambarkan pada peta meliputi : unsur-unsur alamiah dan
unsur-unsur buatan manusia. Kemajuan dalam bidang teknologi yang berbasiskan
komputer telah memperluas wahana dan wawasan mengenai peta. Peta tidak hanya
dikenali sebagai gambar pada lembar kertas, tetapi juga dalam bentuk digital
terpadu antara gambar, citra dan teks. Peta yang terkelola dalam mode digital
mempunyai keuntungan penyajian dan penggunaan serta keluwesan" kemudahan
penyimpanan, pengelolaan, pengolahan, analisa dan penyajiannya secara interaktif
bahkan aktual pada media komputer (softcopy).
Aplikasi citra PJ dapat digunakan untuk pemetaan rupa bumi. Data dapat
digunakan
untuk
memetakan
daerah-daerah
yang
tidak
terjangkau
untuk
III-57
garis pantai;
b.
c.
permukiman;
d.
jaringan transportasi, berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
jalan lain, jalan setapak, jalan kereta api, bandar udara dan pelabuban;
e.
batas administrasi, berupa batas negara, batas propinsi, batas kabupaten, batas
kota, batas kecamatan, batas kelurahan;
f.
garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 12,5 meter;
g.
h.
3.2.3.2.2.
Bakosurtanal
Berdasarkan spesifikasi Peta Rupa Bumi yang ditetapkan oleh Bakosurtanal,
k]asifikasi Peta Rupa Bumi meliputi berbagai unsur yaitu :
Unsur Relief
Kontur : garis kontur dapat diperoleh langsung dari model stereo atau melalui
DEM. DEM dibuat dari titik-titik massal dan dilengkapi informasi hidrologi (sungai)
serta garis diskontinuitas (breaklines) tiga dimensi. Untuk daerah yang datar dimana
jarak horisontal antar kontur melebihi 40 mm pada skala peta maka dibuat garis
kontur bantu. Harga kontur akan ditulis selang seling, terbaca, dan diatas harga
menuju puncak ketinggian. Regule grid dan garis diskontinuitas (breaklines) perlu
didigitasi pada model stereo.
Titik -titik tinggi : Titik-titik tinggi memiliki dua fungsi (1) sebagai bahan untuk
membangun model elevasi digital, yang dengan ini dapat menurunkan garis kontur
secara otomatis titik tinggi ini lazim disebut titik massal (mass point); dan (2) titik
tinggi untuk menandai obyek yang menonjol di permukaan bumi, misalnya puncak
bukit, titik -titik yang ini lebih tepat disebut titik tonjol (spot point). Titik-titik tonjol
(spot-point) akan ditampilkan sampai 1 m dan diposisi berikutnya, kecuali dimana
tanah dihalangi oleh tumbuhan atau halangan lain. Spot-point ini harus diamati pada
lokasi sebagai berikut : pada titik-titik penting seperti puncak bukit, dasar depresi,
lembah, dll; pada perubahan penting sepanjang garis pusat jalan atau perpotongan
III-58
utama, umumnya pada interval 40 mm pada skala peta; pada daerah-daerah yang
datar, dimana jarak horisontal antara kontur melampaui 40 mm pada skala peta.
Simbol relief; Tick atau arsir digunakan pada kontur depresi, lembah dan
tebing.
Unsur gedung dan bangunan Bangunan
Bangunan tunggal baik sendiri maupun terpencar akan ditampilkan pada
ukuran nominal 12,5 m x 12,5 m pada skala peta 1 : 25.000, kecuali jika lebih besar
maka harus ditampilkan pada bentuk sebenarnya. Bangunan dianggap terpencar
bila terpisah satu sama lain lebih dari 62,5 m pada skala peta 1 : 25.000.
Permukiman : Adalah suatu daerah yang dibangun oleh manusia. Built-up area akan
memiliki ukuran minimal 62,5 m x 62,5 m pada skala 1: 25.000.
Bangunan penting : infrastruktur, tempat ibadah, jembatan, terowongan,
stasiun radio, menara repeat telekomunikasi seluler, sumur minyak, sumuT gas,
pelabuhan udara, jalur terbang, akan diindikasikan dengan simbol atau anotasi yang
sesuai.
Unsur Perhubungan
Garis pusat semua unsur ini akan diplot dan dibedakan dengan simbol
dimana memungkinkan. Bila lebar unsur jalan melebihi 1 mm pada skala peta, maka
unsur jalan diplot pada garis as dan 2 pinggirnya yang merupakan batas penutup
lahan. Pada daerah yang informasinya jarang, unsur perhubungan seperti jalan
harus ditampilkan, jalur kereta api akan diplot. Jalur transmisi, jaringan listrik
tegangan tinggi ditunjukkan dengan simbol konvensional. Listrik dan telepon hanya
akan ditampilkan di luar kota dan dimana fungsi mereka sebagai pedoman.
Jalan dibagi dalam lima jenis :
! Jalan arteri yaitu setara dengan jalan negara (yang menghubungkan antar ibu
kota propinsi), jalan propinsi (yang menghubungkan antar ibukota kabupaten),
jalan bypass, jalan lingkar, dan jalan bebas hambatan (jalan tol).
! Jalan kolektor yaitu setara dengan jalan kabupaten (penghubung antar
kecamatan).
! Jalan lokal yaitu jalan didalam kota.
! Jalan lain -lain yaitu setara dengan jalan kecamatan (yang menghubungkan
antar desa).
! Jalan setapak, yaitujalan kecil yang penting (misalnya ditengah hutan atau di
atas gunung) namun bukan untuk lalu lintas kendaraan bermotor.
Pembagian kelas jalan ini dapat dilakukan setelah pengumpulan data lapangan.
Unsur Perairan
Sungai, anak sungai, kanal irigasi dan selokan ditampilkan dengan ganda
atau tunggal sesuai dengan lebamya dan skala. Danau, kolam, laguna, dan reservoir
III-59
akan ditampilkan dengan garis batas air pada saat pemotretan udara. Sumur, mata
air, air terjun, dam, hanya dimana berguna sebagai petunjuk. Garis pantai akan
ditunjukkan dengan garis kontur O yang mungkin berbeda dari garis batas aiI pada
saat pemotretan. Kecuali pada saat kontur O tidak kelihatan karena ada tebing atau
ada air pasang, maka garis pantai diambil pada batas air namun tetap secara
koordinat tiga dimensi (x,y,z).
Unsur -unsur penting seperti lumpur, pasir, karang, tebing, rawa-rawa. unsur
- unsur bawah laut dan semak-semak akan ditandai dengan simbol.
Unsur penutup lahan
Penyajian unsur kemiringan. vegetasi dan tata guna lahan akan dibatasi
sampai klasifikasi yang sederhana dengan simbol atau anotasi yang sesuai. Unsur
vegetasi dan tutupan lahan yang diplot akan dibatasi sampai kategori utama semak,
hutan, sawah, tegalan, kebun, dan hutan buatan. Unsur buatan manusia yang diplot
akan mencakup tambang terbuka, situs-situs sejarah, kuburan, taman- taman dan
tempat rekreasi.
Ground kontrol ; Ground kontrol baru dan ground kontrol yang ada diplot
diatas peta manuskrip dan di atas peta akhir.
Detail yang tak jelas, untuk tempat-tempat yang detail tidak jelas karena
awan, bayangan atau pohon sehingga tidak dapat diplot, harus diindikasikan dan
diberi kode unsur tersendiri.
III-60
e. Sawah Irigasi
i. Bangunan
b. Sungai
f. Kebun
j. Masjid
c. Permukiman teratur
g. Tegalan/tanah ladang
k. Kuburan
h. Rumput
l. Sekolah
III-61
2.
Uji lapangan untuk mengetahui ketelitian hasil interpretasi, mengecek objekobjek yang masih meragukan, membandingkan kenampakan di peta yang telah
dibuat dengan kenampakan lapangan yang ada, dan melakukan cek namanama geografi yang berubah atau baru yang biasa disebut toponimi.
3.
Penyelesaian revisi peta RBI dilakukan dengan cara editing hasil akhir dari cek
lapangan dan interpretasi ulang, selanjutnya dilakukan layout peta yang
mengacu pada layou peta RBI yang telah ada.
4.
III-62
Tujuan
! Pemetaan kondisi jalan perkotaan
stereoskop cermin
meja sinar
foto udara
peta dasar
3.3.3. Metode
Daerah perkotaan di beberapa negara berkembang di dunia telah mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat, baik pertumbuhan fisik yang berupa pertambahan
daerah terbangun (built up areas) ataupun pertumbuhan penduduknya. Sebagai
gambaran, beberapa kota di sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Cibinong, Depok, dan
Tangerang mempunyai tingkat pertumbuhan penduduk rerata lebih dari 4 %
pertahun. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi tersebut, sering menimbulkan
kesenjangan dalam penyedian fasilitas dan utilitas kota. Para pengelola kota, yang
dalam hal ini pemerintah daerah kota,
menyediakan
fasilitas dan
utilitas kota
pertambahan
penghuninya.
Salah satu fasilitas dan utilitas yang cukup penting di daerah perkotaan
adalah fasilitas transportasi.
tempat kerja penduduk kota relatif jauh dari tempat mukimnya. Dengan adanya
peningkatan kesejahteraan, maka sebagian besar penduduk kota telah mempunyai
sarana transportasi yang berupa kendaraan bermotor. Tetapi prasarana transportasi
yang berupa ruas jalan merupakan kewajiban yang harus disediakan oleh
pemerintah daerah, dan pada umumnya pertumbuhan ruas jalan di daerah
perkotaan relatif lebih lambat. Sebagai gambaran adanya kesenjangan tersebut
dapat melihat angka pertumbuhan antara sarana dan prasarana transportasi di
Indonesia,
transportasi sebesar lebih dar 11 % per tahun, sedangkan pertumbuhan ruas jalan
hanya 4 % per tahun (Suharyadi, 2002). Tidak seimbangnya antara pertumbuhan
prasarana transportasi yang berupa ruas jalan dengan sarana transportasi
menyebabkan tingkat pelayanan jalan relatif menurun. Permasalahan tersebut
III-63
III-64
Siapkan data PJ resolusi tinggi (misal : citra Ikonos atau foto udara) daerah
penelitian
2.
3.
4.
Kenali dan delineasi setiap jaringan jalan yang dipergunakan untuk pergerakan lalu
lintas. Bedakan jaringan jalan berdasarkan kualitasnya, yaitu : aspalt, diperkeras,
dan tanah.
5.
Hitung kapasitas dasar setiap ruas jalan beraspalt. Untuk menghitung kapasitas
dasar jalan dapat menggunakan pedoman pada tabel berikut :
Tabel 1. Kapasitas Dasar Tanpa Pembatas
Tipe jalan
Kapasitas dasar
2/2
4/2
2/1
2.900
5.700
3.200
smp/jam
Keterangan :
Tipe jalan 2/2 = jalan dengan jumlah lajur 2 dan digunakan untuk lalu
lintas dua arah
Tabel 2. Kapasitas Dasar Berpembatas
4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah
1.600 / lajur
1.425 / lajur
2.900 / total
jumlah lajur
5,0 10,5
10,5 16,0
6.
7.
Lengkapi peta karakteristik permukiman kota yang ada dengan anotasi dan
informasi peta lainnya
III-65
stereoskop cermin
meja sinar
foto udara
peta dasar
3.4.3. Metode
Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju
pertambahan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan adalah adanya migrasi
(urbanisasi) penduduk dari daerah pedesaan. Laju pertambahan penduduk daerah
perkotaan di Indonesia hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan pertambahan
penduduk pedesaan. Rerata laju pertambahan penduduk perkotaan pada tahun 1980an mencapai 4,9 % per tahun, sedangkan laju pertambahan penduduk di daerah
pedesaan hanya 1,7 % per tahun pada periode yang sama (BPS, 1980 dan 1985).
Sebagai akibat dari adanya laju pertambahan penduduk perkotaan yang sangat cepat
tersebut menjadikan para perencana dan pengelola kota menghadapi beberapa
masalah, salah satunya adalah masalah dalam hal penyediaan fasilitas kekotaan yang
ada. Masalah ini timbul semata-mata tidak hanya disebabkan oleh tingginya lajunya
pertambahan penduduk kota, tetapi juga disebabkan oleh adanya masalah yang umum
yaitu ketidak-tersediaannya informasi tentang kondisi daerah perkotaan yang ada.
Karena tanpa mengetahui kondisi daerah perkotaan secara tepat, sulit untuk
melakukan program pengelolaan dengan baik. Disamping keterbatasan informasi
tentang kondisi daerah perkotaan yang ada, juga adanya hambatan tentang anggaran
biaya yang tersedia. Adanya laju pertambahan penduduk yang cukup tinggi tersebut
memaksa pengelola kota melakukan prioritas dalam menyediakan fasilitas baru mauun
memelihara fasilitas yang ada.
Pada awal dari pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II,
Pemerintah
telah
mengisyaratkan
(secara
implisit)
akan
membenahi
sektor
permukiman. Beberapa program yang telah digarap yaitu antara lain : pembenahan
permukiman kumuh, program perbaikan kampung di daerah perkotaan, dan
mewajibkan para developer pembangunan perumahan untuk membangun rumah
III-66
x 100 %
III-67
Kepadatan
Keterangan
5 20 %
Sangat jarang
20 % - 40 %
Jarang
40 60 %
Sedang
60 % - 80 %
Padat
> 80 %
Sangat padat
bangunan kurang atau bangunan perumahan yang tertata dengan baik dan yang
mempunyai aksesibilitas baik < 25 % dari seluruh bangunan yang ada.
7. Hitung ukuran rerata bangunan rumah mukim
Ukuran rumah mukim dapat dihitung secara langsung pada citra dengan
memperhatikan skala citra yang digunakan. Ukuran rumah mukim hasil
perhitungan kemudian diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 2. Ukuran Rumah Mukim
No
Ukuran
Keterangan
< 30 m2
Sangat kecil
30 45
Kecil
45 70
Sedang
70 - 90
Besar
> 90
Sangat besar
III-68
III-69
Tujuan
! Inventarisasi bentuk penggunaan lahan tahun t1 (tahun awal)
! Inventarisasi bentuk penggunaan lahan tahun t2 (tahun akhir)
! Pemetaan perubahan bentuk penggunaan lahan tahun t1 & t2
Stereoskop cermin
Kaca pembesar
Foto udara
Peta dasar
3.5.3. Metode
Istilah bentuk penggunaan lahan sering rancu dengan liputan lahan atau
penutup lahan. Istilah liputan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di
permukaan bumi, sedangkan pengggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada bidang lahan tersebut. Informasi tentang liputan lahan pada umumnya
dapat dikenali dengan mudah pada citra penginderaan jauh. Secara ideal, informasi
tentang liputan lahan dan informasi tentang penggunaan lahan sebaiknya disajikan
pada peta secara terpisah. Tetapi apabila data penginderaan jauh yang digunakan
untuk sumber data utama dalam pemetaannya, maka akan lebih efisien
menggabung kedua informasi tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Suharyadi,
2003). Tetapi informasi tentang bentuk penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsir
secara langsung dari citra penginderaan jauh. Penafsiran bentuk penggunaan lahan
pada citra pengindeeraan jauh biasanya didasari oleh informasi liputan lahannya,
karena informasi bentuk penggunaan lahan pada citra penginderaan jauh hanya
dapat dideduksi dari liputan lahannya.
Untuk melakukan pemetaan bentuk pengunaan lahan harus disiapkan sistem
klasifikasi
III-70
pedoman
untuk
pemetaan,
maka
pada
dasarnya
agak
sulit
menghasilkan suatu klasifikasi yang sesuai untuk semua pengguna peta bentuk
penggunaan lahan.
Menurut Suharyadi (1996), secara teoritis klasifikasi bentuk penggunaan lahan
yang dibangun harus mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut :
- tujuan survai
- skala peta
- kualitas citra penginderaan jauh yang digunakan sebagai sumber datanya.
Klasifikasi yang harus disesuaikan dengan tujuan survai, berarti bahwa
kerincian setiap kategori bentuk penggunaan lahan di dalam klasifikasi harus
disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Disamping itu klasifikasi harus
memperhatikan kualitas data penginderaan jauh yang tersedia, berarti klasifikasi harus
memperhatikan
kemampuan
data
penginderaan
jauh
yang
digunakan.
Jadi,
berdasarkan pandangan ini, perlu dihindari adanya pembuatan klasifikasi sangat rinci
(tingkat III) apabila data penginderaan jauh yang digunakan mempunyai resolusi
spasial sangat kasar.
3.5.4.
Prosedur Kerja
III-71
perkotaan,
dan
peningkatan
kesejahteraan
penduduk.
Perubahan
III-72
c. Penambahan luas
Beberapa pemerintah daerah kota (dahulu kotamadya) menginginkan
adanya perluasan wilayah administrasinya agar dapat menampung
aktivitas warganya
Pada kegiatan ini akan dilakukan analisis perubahan pemanfaatan bentuk
penggunaan lahan. Teknisnya dengan melakukan tumpang susun (overlay)
terhadap peta bentuk penggunaan lahan tahun t1 dan peta bentuk penggunaan
lahan tahun t2. hasil yang diperoleh adalah berupa peta perubahan bentuk
penggunaan lahan dan tabel luasannya.
III-73
III-74
Citra Landsat TM
GPS
Meteran 50 m
Meteran Badan
Tali Rapia
Haga Meter
Abney level
Kompas
3.6.3. Metode :
Metode penaksiran debit puncak aliran permukaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode rasional. Secara matematis metode ini dapat
dinyatakan sebagai berikut:
III-75
melihat kondisi lapangan secara keseluruhan dan foto udara untuk melihat
kedetailan data yang telah disadap dari citra Landsat. Variabel penentu yang dapat
diperkirakan melalui interpretasi citra landsat TM dan foto udara adalah koefisien
aliran permukaan dan luas daerah aliran. Sedangkan intensitas curah hujan
penentuannya memerlukan analisis data sekunder. Untuk menilai kemanfaatan citra
Landsat TM dan foto udara, akan dihitung debit puncak aliran permukaan
berdasarkan data lapangan sebagai pembanding.
Dalam penelitian ini alat pokok penelitian adalah foto udara pankromatik
hitam putih skala 1 : 30 000 dan citra komposit Landsat TM skala 1 : 50 000 yang
dipergunakan untuk menyadap data bentuk lahan, tutupan lahan, dan alur-alur
drainase. Peta topografi skala 1 : 50 000 dipergunakan untuk membuat peta dasar,
peta kemiringan lereng, mengkalibrasi batas wilayah daerah penelitian dan
pembetulan geometri foto udara. Peta tanah skala 1 : 50 000 untuk membantu
menentukan batas deliniasi interpretasi jenis tanah dan penentuan infiltrasi. Data
lapangan seperti curah hujan, tekstur tanah diperlukan untuk melengkapi informasi
yang diperlukan dan tidak dapat disadap dari foto udara maupun citra Landsat TM.
Untuk memudahkan pengolahan data hasil interpretasi digunakan Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang merupakan sebuah sistem untuk pengelolaan,
penyimpanan, pemrosesan, atau manipulasi, analisis dan penayangan data, yang
mana data tersebut secara keruangan terkait dengan muka bumi. Masing-masing
data yang diperoleh dari penyadapan foto udara dan citra Landsat TM yang meliputi
data bentuklahan, penggunaan lahan, dan pola alur drainase dan interpretasi peta
topografi yang meliputi data kemiringan lereng dan luas DAS, dan interpretasi peta
tanah yang meliputi data jenis tanah dan infiltrasi tanah akan diubah menjadi
informasi yang berguna untuk keperluan analisis.
Pendugaan koefisien aliran permukaan yang terjadi pada setiap satuan lahan
lahan di ukur dengan metode yang dikembangkan oleh Cook yang mendasarkan
pada
faktor-faktor
topografi
(lereng),
infiltrasi
tanah,
simpanan
permukaan
(kerapatan drainase), dan vegetasi penutup. Masing-masing faktor ini diberi nilai
atau skor untuk mendapatkan nilai koefisien aliran permukaan.
Data hasil interpretasi tersebut kemudian di kalibrasi, disempurnakan melalui
kegiatan cek lapangan, ditambah dengan mengidentifikasi beberapa sifit fisik tanah
yang meliputi tekstur, kedalaman dan konsistensi tanah untuk memperkirakan
besarnya nilai infiltrasi. Pengecekan di lapangan dilakukan dengan menggunakan
sistem sampel bertingkat (stratified random sampling) yang disesuaikan dengan
jumlah obyek yang diperoleh dari interpretasi.
III-76
Bentuklahan
Terdapat tiga kriteria identifikasi bentuklahan dari citra penginderaan jauh
(grey
tone).
Citra
menggambarkan
jalur/band
tingkat
panjang
menyebabkan
perbedaan
sifat
terhadap
proses
geomorfologi
yang
III-77
Kemiringan (%)
Harkat
0-5
10
II
5 - 10
20
III
10 - 30
30
IV
>30
40
kerapatan aliran, dan peta penutup lahan hasil interpretasi citra penginderaan jauh
yang telah dibetulkan batas deliniasi dengan peta geologi dan peta tanah.
Pemanfaatan bentuklahan dalam membuat peta infiltrasi ini adalah dengan asumsi
bahwa batas relief topografi (bentuklahan) sebenarnya juga merupakan batas
batuan/litologi dan jenis tanah, sehingga secara kasar dapat diinterpretasikan bahwa
pada jenis bentuklahan yang berbeda secara kualitatif akan mempunyai laju infiltrasi
tanah yang berbeda pula.
Presipitasi
melebihi
infiltrasi akan
membentuk timbunan air di permukaan tanah. Apabila lapisan tanah telah jenuh oleh
kelebihan air hujan akan membentuk aliran permukaan.
III-78
Besarnya infiltrasi tanah sulit untuk ditentukan secara langsung dari citra
penginderaan jauh, akan tetapi kesulitan itu dapat diatasi secara dedukatif dengan
mengkombinasikan antara vegetasi, bahan induk, bentuk lahan dan posisi bentang
lahan.
Hasil interprestasi sementara
untuk
Tabel 2. Klasifikasi
Laju infiltrasi
sangat lambat
< 2,5
lambat
2,5 - 15
II
sedang
15 - 28
III
cepat
28 - 53
IV
sangat cepat
> 53
III-79
Pasir, pasir
Tingkat
infiltrasi
Cook
Tinggi
bergeluh
Geluh berpasir,
Harkat
baik
Normal
geluh berdebu,
10
liat
geluh, geluh
berlempung
Lempung
Batuan dengan
Lambat
Tidak efektif
15
20
dasar dari citra yakni, warna ditunjang dengan karakteristik lain seperti: bentuk,
ukuran, tekstur, lokasi, pola, dan asosiasi. Batas dari deliniasi satuan bentuk
penggunaan lahan yang digunakan adalah batas dari jenis penggunaan lahannya.
Dalam mempelajari karakteristik aliran sungai, maka jenis vegetasi penutup
daerah aliran sungai sangat penting untuk diketahui, karena vegetasi penutup
merupajan salah satu petunjuk adanya potensi air suatu daerah. Pada foto udara
infra merah berwarna, vegetasi tampak dengan rona merah cerah yang dengan
mudah dapat dibedakan dengan obyek lain. makin cerah rona pada foto udara
menunjukkan vegetasi yang makin sehat dan makin lebat. Hal ini dapat digunakan
sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut mudah meresapkan air yang jatuh
padanya, karena sistem perakaran tanaman akan mempermudah meresapkan
kedalam tanah.
Klasifikasi
vegetasi
penutup
dipakai
untuk
membantu
dalam
III-80
Karakteristik
Harkat
penggunaan lahan
Permukiman
20
Pertanian
15
10
III-81
Tabel 5. Penyesuaian
Klasifikasi
Kerapatan
Aliran
terhadap
Kerapatan
Klasifikasi Linsley
Harkat
aliran
(km/km2)
> 3,1
Pengeringan
terlalu ekstrim
20
ada rawa
1,24 - 3,1
Sistem saluran
15
Depresi
10
permukaan agak
besar, aliran
permukaan cukup,
pengaliran
cukup baik
0,62 -1,24
terdapat banyak
rawa
< 0,62
Selalu mengalami
genangan
permukaan besar
III-82
hujan dinyatakan dalam mm/jam. Pada penelitian ini intensitas yang diperlukan
untuk menghitung debit puncak dari estimasi koefisien aliran dengan teknik
penginderaan jauh adalah dengan menggunakan formula Monobone (Suyono
Sosrodarsono, 1983), yang mempertimbangkan data rata-rata hujan harian
maksimum pada bulan-bulan basah pada beberapa stasiun hujan yang terdapat
dalam DAS.
8). Data debit puncak aliran permukaan
Data debit puncak aliran permukaan ini diperlukan sebagai
pembanding
....................................................... (1)
A
III-83
Dimana :
C = Koefisien aliran permukaan DAS
A1 = Luas lahan pada satuan lahan 1 (km2)
C1 = Koefisien aliran permukaan pada satuan lahan 1
A = Luas daerah aliran sungai (km2)
................................................................................... (2)
24 t
dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
P = Hujan harian rencana (mm)
t = Periode hujan yang besarnya = waktu konsentrasi Tc (jam)
........................................................................................... (3)
dimana :
P
= Hujan rencana
= Faktor frekuensi
III-84
Dengan pengertian bahwa durasi hujan (t) sama dengan waktu konsentrasi
(Tc), maka Tc dihitung dengan menggunakan metode Kirpch (1940, dalam Griend,
1979) yang dirumuskan sebagai berikut :
Tc = 0,0078 L0,77 S-0,385 ............................................................................. (4)
dimana :
Tc = waktu konsentrasi (jam).
L = panjang perjalanan/lintasan air (km).
S = lereng yang besarnya sama dengan H/L, H adalah beda tinggi
antara titik terjauh (paling atas) dari DAS dan Outlet DAS
dinyatakan dalam km.
c. Perhitungan debit puncak (Qp) :
Metode yang dipergunakan untuk estimasi debit puncak aliran permukaan
yang dilakukan pada DAS Garang,
mempertimbangkan adanya hujan yang merata di seluruh DAS dan durasi hujan
sama dengan waktu konsentrasi (Tc) dirumuskan sebagai berikut:
Qp = 0,00278 C I A ................................................................................... (5)
dimana :
Qp
III-85
dengan tujuan untuk menghitung koefisien aliran secara langsung. Adapun uruturutan perhitungan aliran langsung dapat dilihat pada prosedur berikut.
- Menghitung tebal aliran langsung :
Volume aliran langsung
Tebal aliran langsung =
Luas DAS
- Menghitung koefisien aliran (C) :
Tebal aliran langsung
Koefisien aliran (C) =
Tebal hujan
Karakterist
ik D A S
100
75 (tinggi)
(esktrim)
Relief
50
25 (rendah)
(normal)
Medan terjal
Perbukitan
Bergelomba
Lahan relatif
kasar dengan
dengan
ng, dengan
datar, lereng
lereng rata-
lereng rata-
lereng rata-
0-5%
rata
rata antara
rata antara
umumnya di
10-30%
5-10%
atas 30%
(10)
(30)
(20)
(40)
Tidak ada
Lambat
Lempung
Pasir dalam
penutup
menyerap air,
dalam
tanah efektif,
material liat
dengan
mampu
Infiltrasi
lapisan tanah
atau tanah
infiltrasi kira-
menyerap air
tanah
tipis,
lain dengan
kira setipe
cepat
kapasitas
kapasitas
dengan
III-86
infiltrasi
infiltrasi
tanah-tanah
diabaikan
rendah
prairi
(15)
(5)
(20)
(10)
Tidak ada
Tanaman
Kira-kira
Kira-kira 90%
tanaman
penutup
50% DAS
DAS tertutup
penutup
sedikit
tertutup baik
baik oleh
Vegatasi
efektif atau
sedang, tidak
oleh
rumput, kayu-
penutup
sejenisnya
ada tanaman
pepohonan
kayuan atau
pertanian dan
dan
sejenisnya
penutup alam
rerumputan
sedikit,
kurang dari
10% DAS
(20)
tertutup baik.
(10)
(5)
(15)
Diabaikan:
Rendah :
Normal:
Tinggi :
beberapa
sistem alur
simpanan
simpanan
depresi
drainase kecil
depresi
depresi
Simpanan
permukaan
dan mudah
dalam
permukaan
permukaa
dan dangkal,
dikenali
bentuk
tinggi, sistem
alur drainase
danau, rawa
drainase sukar
terjal dan
atau telaga
dikenali banyak
kecil
tidak lebih
dijumpai
dari 2%
danau, rawa
(15)
(20)
atau telaga
(10)
Sumber :
(5)
Gunawan (1991)
III-87
Data Sosek
GPS
3.7.3. Metode :
3.7.3.1. Estimasi/Menafsir Populasi Penduduk
Banyak negara di dunia melakukan sensus secara teratur, kecermatan data
sensus bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain. Kenyataannya, foto
udara telah digunakan untuk uji reliabilitas data sensus penduduk di di Jamaika
(Eyre, Aldophus dan Amiel, 1970) dan di Amerika Serikat (Clayton dan Estes, 1980).
Di Jamaika ternyata terdapat tiga tipe kesalahan di dalam sensus, yiatu: (1)
terhapusnya penduduk yang ada; (2) pencantuman penduduk yang tidak ada; (3)
definisi penduduk perkotaan yang kurang tepat. Selain masalah kecermatan,
perubahan penduduk yang sangat cepat, sehingga beberapa data sensus menjadi
kedaluarsa (out of date) pada saat data diterbitkan. Hal yang diperhatikan, estimasi
penduduk dengan data penginderaan jauh bukan suatu cara untuk mengganti
sensus yang dikerjakan negara dalam interval 10 tahunan. Manfaatnya adalah
efesiensi biaya dalam menghasilkan estimasi penduduk yang cermat dan mutakhir
bagi perencana pada suatu titik waktu.
Estimasi populasi penduduk dapat dilakukan dalam skala lokal, regional, dan
nasional. Menurut Lo (1996) dan Haack et al.(1997), estimasi populasi penduduk
tersebut dapat dilakukan dengan cara:
Estimasi didasarkan pada jumlah unit perumahan.
Estimasi didasarkan luas lahan.
Estimasi didasarkan luas penggunaan lahan terukur (klasifikasi
penggunaan lahan).
Estimasi didasarkan karakteristik radiasi spektral oleh pixel individu.
Estimasi didasarkan pada perhitungan unit perumahan menggunakan asumsi
teknis sebagai berikut (Lo, 1986; 1995; Haack et al., 1997) :
Citra harus mempunyai resolusi spasial yang cukup ( 0,3 m s.d. 5 m)
untuk mengidentifikasi struktur individual, tutupan pohon dan apakah
III-88
III-89
menggunakan
Sistem
Informasi
Geografis.
(Jensen, 2000)
Hasil perhitungan populasi penduduk di atas bila ditambahkan dengan
informasi lain dapat digunakan untuk menentukan karakter sosial ekonomi.
Karakteristik sosial ekonomi pada foto udara atau citra dengan resolusi spasial tinggi
hanya dapat disimpulkan melalui bukti tidak langsung yang berupa tipe rumah dan
karakteristik lingkungannya. Kajian karakteristik permukiman yang dapat diperoleh
dari citra penginderaan jauh resolusi spasial tinggi antara lain: (1) pola permukiman,
(2) ukuran bangunan dan persil lahannya, (3) kepadatan permukiman, dan (4) lokasi
permukiman.
Hasil dari interpretasi dari citra penginderaan jauh tersebut digunakan untuk
pengujian dilapangan dengan membuat sampling pada setiap zone karakteristik
rumah mukimnya. Setelah itu analisis data hasil interpretasi citra penginderaan jauh
tentang fenomena permukiman dengan data hasil pengamatan lapangan yang
dilakukan secara sampling dapat digunakan untuk membantu menganalisisnya
III-90
III-91
670000
675000
680000
140000
140000
120000
120000
9125000
9125000
685000
160000
160000
100000
100000
80000
80000
60000
60000
40000
40000
20000
20000
Blimbing
Lowokwaru
Blimbing
9120000
9120000
Lowokwaru
160000
LEGENDA
140000
120000
100000
80000
40000
160000
Klojen
60000
4 Km
140000
120000
Jumlah Penduduk
Laki-laki
100000
20000
80000
60000
Klojen
Perempuan
40000
20000
0
9115000
9115000
Sukun
9180000
9090000
KOTA MALANG
SAMUDERA INDONESIA
100000
100000
80000
80000
60000
60000
40000
40000
20000
0
Kedungkandang
Sukun
670000
Gambar 2.
675000
680000
630000
720000
810000
900000
9110000
120000
900000
9090000
140000
120000
810000
9180000
160000
140000
720000
P. MADURA
540000
160000
20000
630000
9270000
540000
9270000
Kedungkandang
685000
III-92
DAFTAR PUSTAKA
Bakosurtanal, 2003, Spesifikasi Pemetaan Rupa Bumi, Bakosurtanal, Cibinong.
Burrough P.A., 1987, Principles of Geographical Information Systems for Land
Resources Assessment, Clanderon Press Oxford London.
Kers, A. 1978, Map Revision : Problems, Equipment and Methods, ITC Journal,
1978-1
Lukman Aziz, 1977, Peta Tematik, Departemen Geodesi, Teknik Sipil dan
Perencanaan ITB, Bandung
Mely Fatimah, Revisi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Lembar 1608
412 Sidoarjo, Skripsi S-1 Fakultas Geografi UGM.
Zeiler M., 1999, Modeling Our World, Environmental Systems Research Institute
(ESRI) Inc., Redlands California USA.
III-93
BAB IV
PANDUAN SURVEI LAPANGAN
4.1. SURVEI CEPAT TERINTEGRASI
KKL2 secara prinsip menggunakan prinsip Survei Cepat Terintegrasi dengan prinsip
triangulasi yang terdiri dari Secondary Data Analysis (SDA), Direct Observation, SemiStructured Interviewing (SSI), sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut:
PENERAPANNYA
SESUAI DENGAN
TOPIK
Secondary*Data*
Analysis*(SDA)!
Direct*
Observation!
TRIANGULASI
1)
Semi4
Structured*
Interviewing*
(SSI)!
IV-94!
3).
Triangulasi
Secondary Data
Analysis (SDA)
Metode
1. Data Spasial (Peta /Citra)
2. Data Non Spasial (Statistik)
3. Hasil Kajian/Penelitian
2
Direct Observation (DO)
1. Pemetaan Desa (sket Desa)
2. Transek
3. Kalender Musim
4. Sketsa Kebun (sketsa bentang alam)
5. Dokumentasi
3
Semi-Structured
1. Wawancana semi terstruktur
Interviewing (SSI) *)
2. Indepth Interview
3. Focus Group Discussion (FGD)
*) Sebagai bagian proses pembelajaran, dalam KKL ini juga digunakan teknik
wawancana secara terstruktur dengan menggunakan Kuesener
4.1.1. Transek (Teknik Penelusuran Wilayah)
Transek merupakan teknik penggalian informasi dan media pemahaman daerah
melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang membujur dari suatu sudud
ke sudud lain di wilayah tertentu. Teknik ini bisa dipergunakan untuk gambaran
sekarang, masa lalu (historical transect), atau yang akan datang. Tujuannya untuk
memahami bersama tentang karakteristik dan keadaan dari tempat-tempat tertentu
misalnya keadaan lahan, jenis tanaman, permukiman, sumber mata pencaharian,
sumber air, gambaran peran laki-laki perempuan, cara-cara yang pernah ditempuh
untuk mengatasi masalah.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan alam bagi masyarakat pedesaan
sangat erat. Mata pencaharian mereka umumnya mengolah alam secara langsung,
sehingga keadaan alam dan sumberdaya akan sangat menentukan keadaan
mereka. Tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air dan curah hujan sangat
menentukan kegiatan pertanian masyarakat desa. Eratnya hubungan timbal balik
antara kehidupan masyarakat dan lingkungan alam menyebabkan hal ini perlu
dipahami dalam mengembangkan program bersama masyarakat. Dengan teknik
pemetaan diperoleh gambaran keadaan sumberdaya alam masyarakat beserta
masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan, potensi-potensi yang ada;
sedangkan untuk mengamati secara langsung keadaan lingkungan dan sumberdaya
tersebut, dipergunakan teknik penelusuran lokasi (transect).
IV-95!
IV-96!
Berdasarkan jalur lintasan transek, meliputi Transek lintasan garis lurus, lintasan
bukan garis lurus, dan lintasan jaringan (misalnya sungai).
a. Transek lintasan garis lurus
Di tempat dan masyarakat berkumpul untuk melakukan penelusuran lokasi,
dibahas dan ditetapkan lintasan yang akan dilakukan. Kegiatan
penelusuran lokasi ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Berjalan mengikuti garis atau mengikuti jalan utama dan jalanjalan di pemukiman, di wilayah pertanian, dan di berbagai bagian
IV-97!
b.
c.
IV-98!
IV-99!
Pisang, Mangga
Sebagian Kecil :
Jambu, Nangka
Pisang, Mangga
Sebagian Kecil :
Jambu, Nangka
- Semusim
Sumber Air
Pengusahaan
Ternak
!KKL II
IV-100!
Sapi
Jalan Desa,
Sekolah, Masjid,
Kendaraan, Ojeg,
dll
Lalat Buah,
Wereng, Diplodia
Sapi
Jalan Desa,
Sekolah, Masjid,
Kendaraan, Ojeg,
dll
Lalat Buah,
Wereng, Diplodia
- Teknologi
Budidaya
Tanaman
- Pasca Panen
- Modal
Usahatani
- Teknologi
Inovasi
- Keragaman
Tanaman
- Pemberdayaan
Kelompok
- Kelembagaan
- Pasar
Sarana dan
Prasarana
Pendukung
Hama/Penyaki
t Utama
Mangga
Masalah
Umum
- Teknologi
Budidaya
Tanaman
- Pasca Panen
- Modal Usahatani
Peluang
- Teknologi Inovasi
- Keragaman Tanaman
- Pemberdayaan
Kelompok
- Kelembagaan
- Pasar
- Teknologi
Inovasi
- Keragaman
Tanaman
- Pemberdayaan
Kelompok
- Kelembagaan
- Pasar
Sketsa Desa adalah menggambar kondisi wilayah (desa, dusun, RT, atau
wilayah yang lebih luas) bersama masyarakat. Memfasilitasi peserta dalam
mengungkapkan keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya
sendiri yang hasilnya berupa peta atau sketsa keadaan sumberdaya wilayah.
Salah satu sumber informasi dan bahan perencanaan pembangunan yang umum
dikenal adalah peta. Hampir di setiap kantor lembaga pemerintah kita bisa
menemukan peta-peta yang dipasang di dinding. Ada peta topografi (peta yang
menggambarkan bentuk permukaan wilayah), peta geologi (peta yang
menggambarkan susunan dan jenis batu-batuan), peta hidrologi (peta yang
menggambarkan keadaan sumber-sumber dan aliran air), peta rencana kawasan,
dan sebagainya. Ada pula peta-peta sosial, misalnya yang menunjukkan
penyebaran penduduk dari berbagai suku dan bahasa, serta ada juga peta yang
menunjukkan batas-batas daerah administratif pemerintahan.
Pemetaan desa dimaksudkan agar peserta KKL dapat mengungkapkan keadaan
desa dan lingkungannya sendiri, seperti lokasi sumber daya dan batas-batas suatu
wilayah tertentu, misalnya dimana letak kawasan hutan, kebun-kebun, dan
sebagainya. Keadaan jenis-jenis sumberdaya yang ada di desa, baik masalahmasalah maupun potensi-potensinya. Melihat Selain itu juga mengkaji perubahanperubahan keadaan yang terjadi dari sumberdaya desa termasuk sebab-sebab dan
akibat-akibat dari perubahan tersebut.
Dengan Mapping atau sket desa dapat memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang kondisi suatu wilayah dapat menggali data wilayah secara lengkap hasil
pemetaan ini bisa digunakan sebagai bahan acuan penggunaan teknik analisis
lainnya yang lebih detil.
Pada KKL ini para peserta ditugaskan untuk membuat peta lingkungan desa atau
lingkup wilayah tertentu yang kita tentukan. Peta atau sket Desa ini dihasilkan dari
!KKL II
IV-101!
peta rupa bumi, berbagai macam citra, termasuk peta-peta yang ada dalam media
on line seperti googlemap atau google earth. Dengan pembuatan peta/sket desa ini
peserta dapat mengenali keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya.
Secara umum, peta atau sket desa akan gambaran keadaan sumberdaya umum
desa, tetapi dapat pula dibuat peta dengan tema tertentu yang menggambarkan halhal yang sesuai dengan ruang lingkup tema tersebut (misalnya peta desa yang
menggambarkan jenis-jenis tanah, peta sumberdaya pertanian, peta penyebaran
penduduk, peta pola pemukiman, dan sebagainya). Kegiatan lapangan akan
melengkapi unsur-unsur atau keterangan sumberdaya desa yang dimasukkan dalam
peta/sket desa. Beberapa jenis peta desa diantaranya :
a.
b.
c.
Peta sumberdaya desa (umum). Peta dibuat untuk melihat keadaan umum desa
dan lingkungannya yang menyangkut sumberdaya dan sarana/prasarana yang
ada di desa, keadaan fisik lingkungan desa seperti kondisi topografis, luas dan
tata letak lahan untuk kebun, persebaran pemukiman, daerah berhutan, lahanlahan kritis, mata air, sungai atau aliran air, pasar, sekolah, posyandu,
puskesmas, jalan raya, dan sebagainya.
Peta sumberdaya alam desa. Peta ini dilakukan untuk mengenal dan
mengamati secara lebih tajam mengenai potensi sumberdaya alam serta
permasalahannya, etrutama sumberdaya pertanian. Yang perlu diperhatikan
dalam hal ini adalah kebun, hutan, sumber air pertanian, dan sumberdaya
pertanian lainnya. Seringkali lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik
masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga peta sumberdaya alam ini
dapat sampai ke luar desa.
Peta khusus (topikal). Peta dibuat untuk menggali aspek tertentu dalam sebuah
wilayah seperti pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, ekonomi,
keagamaan, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan (misalnya peta khusus
penyebaran kebun dan lahan pertanian, peta khusus pemukiman dan
penyebaran penduduk berdasarkan kelas-kelas sosial, pemetaan penyebaran
hama tikus, pemetaan penyebaran penyakit tertentu, pemetaan rumah-rumah
ibu hamil /menyusui dan anak-anak balita, dan sebagainya. Yang dikaji antara
lain adalah berbagai sumberdaya yang ada, berbagai masalah, serta harapanharapan masyarakat mengenai keadaan tersebut.
!KKL II
IV-102!
Berikut contoh hasil peta /Sket desa dari proses transek yang dilakukan
!KKL II
IV-103!
!KKL II
IV-104!
Dengan mengenali dan mengkaji pola-pola ini maka kita akan dapat memperoleh
gambaran yang cukup memadai tentang :
Mengetahui siklus peluang dan potensi yang ada pada musim-musim tertentu
Dengan kata lain, teknik kalender musim dapat dipergunakan untuk mengetahui
kegiatan utama, masalah, dan kesempatan dalam siklus tahunan yang dituangkan
dalam bentuk diagram. Hasilnya, yang digambar dalam suatu kalender dengan
bentuk matriks, merupakan informasi penting sebagai dasar pengembangan rencana
program (lihat gambar).
Langkah langkah
Jenisjenis kegiatan apa yang paling sering terjadi pada bulanbulan tertentu.
Apakah kegiatan itu selalu terulang dari tahun ke tahun.
Selain kegiatan, keadaan apa yang juga sering terjadi pada bulanbulan tertentu
(misal kekeringan, wabah penyakit).
!KKL II
IV-105!
!KKL II
IV-106!
khsusus seperti masalah status tanah terutama yang menyangkut kepemilikan lahan
oleh lembaga adat dan pemerintah.
Teknik sketsa bentang alam bertujuan untuk mengkaji keadaan dan pengelolaan
lahan. Dalam kasus pertanian (kebun) misalnya mengenai: (a) keadaan berbagai
aspek kebun (misalnya, kesuburan tanahnya, ketersediaan airnya, pola tanamnya,
teknologi pengelolaannya, dsb; (b) masalah-masalah yang terjadi di dalam
pengelolaan kebun, apa penyebabnya dan apa akibatnya; (c) bagaimana cara
petani mencari jalan keluar.
Adapaun manfaat kajian sketsa bentang alam adalah membantu
perencanaan penggunaan lahan melalui zonasi peruntukannya.
proses
Bentang alam tersebut mewakili keadaan tipe bentang alam lain pada
umumnya di desa dan menunjukkan adanya keanekaragaman cara
pengelolaan dan pemanfaatan;
Bentang alam itu merupakan bentang terbaik yang ada di desa (karena
adopsi teknologi) atau sebaliknya bentang alam yang memiliki banyak
masalah. Dapat pula landscape yang uni bahkan percontohan.
2). Pelaksanaan
!KKL II
IV-107!
!KKL II
IV-108!
!KKL II
IV-109!
!KKL II
IV-110!
!KKL II
IV-111!
!KKL II
IV-112!
A. Posisi Geografis
1. Letak
Absolut
(Koordinat
geografis
2. Panjang Jalur
3. Kualitas
Jalur
transek
(Aksesibilitas)
4. Interpretasi foto udata/citra
B. Morfologi
1. Kemiringan lereng
2. Ketinggian tempat
3. Bentuk morfologi wilayah
C. Karakteristik Fisik Wilayah
1. Tanah
(ciri
pengamatan
lapangan). Tekstur, pH
2. Air (permukaan dan air tanah).
Ketersediaan, kedalaman, fluktusi,
!KKL II
IV-113!
dll
D. Penggunaan Lahan (pelajari klasifikasi
penggunaan lahan)
E. Vegetasi (Tanaman)
1. Tanaman semusim
2. Tanaman tahunan
F.
Fauna
(Hewan
liar/hewan
domestik/Hewan budidaya)
G. Permukiman (Kerapatan, Ciri-ciri
rumah)
H. Bangunan sarana dan prasarana
wilayah
I. Transportasi (Prasarana/jalan dan
sarana/kendaraan)
J. Potensi Ekonomi Produksi disepanjang
jalur
(Pertanian
tanaman
pangan,
perkebunan, holtikultura, perikanan,
peternakan, kehutanan/hutan rakyat,
industri,
pariwisata,
perdagangan/pertokoan,
pertambangan, jasa-jasa, perkantoran,
dll
K. Isu/Permasalahan yang ditemui
L. Keterangan lain-lain
!KKL II
IV-114!
Catatan:
, Setiap kelompok (Kecamatan) dalam satu Zona saling
bekerjasama, setiap kelompok bertanggung jawab pada
wilayah Kecamatan yang dijadikan daerah penelitian.
, Data yang digunakan: Peta Dasar, Citra Satelit Landsat 8,
Peta Tentatif Penggunaan Lahan dari hasil interpretasi atau
klasifikasi multispektral, Peta Lereng, dan Peta Tematik lain.
, Peralatan yang digunakan: GPS Handheld atau
Smartphone yang mempunyai internal GPS(Smartphone
yang bersistem operasi Android bisa diinstal perangkat
lunakMaverick: GPS Navigation dan Glympse Share
your location, sistem operasi yang lain menyesuaikan.).
, Yang dilakukan pada setiap titik: pengisian checklist
observasi zona, cek interpretasi citra satelit.
!KKL II
IV-115!
4.3.
!KKL II
IV-116!
(transek) desa untuk mencari responden. Sket desa dilakukan setelah tiba di
basecamp.
6) Pelaksanaan tracking jalur pendek dilakukan dengan berjalan kaki
7) Baca dokumen teknik survei yang telah diberikan
CONTOH HASIL TRANSEK JALUR PENDEK DAN PENGUKURAN
1). HASIL PENGUKURAN DAN ZONASI SEDERHANA
!KKL II
IV-117!
Catatan:
, Setiap kelompok (Kecamatan) bertanggung jawab pada
wilayah Kecamatan yang dijadikan daerah penelitian.
, Data yang digunakan: Peta Dasar, Citra Satelit Landsat 8,
Citra Satelit resolusi tinggi, Peta Tematik sesuai dengan
tema kelompok, Data Podes yang sudah diolah sesuai
dengan tema kelompok, dan Data sekunder lain yang
diperlukan.
, Peralatan yang digunakan: GPS Handheld atau Smartphone
yang mempunyai internal GPS(Smartphone yang bersistem
operasi Android bisa diinstal perangkat lunakMaverick:
GPS Navigation dan Glympse Share your location,
sistem operasi yang lain menyesuaikan.), alat ukur tanah
(Theodolite, Compass Survey, Total Station), Soil Test Kit,
Kuesener, dan alat ukur lain sesuai tema.
, Yang dilakukan pada setiap titik: pengisian kuesener,
membuat sket desa, pengukuran detil menggunakan alat
ukur tanah, dan pengukuran lain sesuai dengan tema.
4.4.
1.
2.
!KKL II
IV-118!
3.
4.
5.
Karakteristik Responden
!KKL II
No
Karakteristik Responden
Kajian Pengembangan
Agropolitan
Pendahuluan
dan
Identitas
Karakteristik
Responden
Informasi tentang tema
- Sistem Produksi
- Pemasaran
- Keterkaitan
- Lokasi
- Peran
bagi
masyarakat
- Intervensi
Pemerintah
IV-119!
DAFTAR PUSTAKA
Suharyadi, R., Sudaryatno, Purwanto, T.H., Herumurti, S., & Farda, N.M., 2005,
Kuliah Kerja Lapangan II: Pengukuran Bentang Alam untuk membangun
Basis Data Spasial, Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas
Geografi UGM, Yogyakarta.
Tim Pembimbing KKL II SIGPW, 2011, Petunjuk Kuliah Kerja Lapangan II SIGPW,
Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.
Bakosurtanal, 2003, Spesifikasi Pemetaan Rupa Bumi, Bakosurtanal, Cibinong.
Burrough P.A., 1987, Principles of Geographical Information Systems for Land
Resources Assessment, Clanderon Press Oxford London.
Kers, A. 1978, Map Revision : Problems, Equipment and Methods, ITC Journal,
1978-1
Lukman Aziz, 1977, Peta Tematik, Departemen Geodesi, Teknik Sipil dan
Perencanaan ITB, Bandung
Mely Fatimah, Revisi Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Lembar 1608
412 Sidoarjo, Skripsi S-1 Fakultas Geografi UGM.
Zeiler M., 1999, Modeling Our World, Environmental Systems Research Institute
(ESRI) Inc., Redlands California USA.
120
Lampiran 1
CONTOH KUESENER
Kajian Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengembangan Kampung
Wisata Matras di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka.
Kaswandi
KUESENER PENELITIAN
Pewawancara
Hari/Tanggal
Waktu (Jam)
:
:
:
No. Urut
Daftar pertanyaan (Kuisioner) ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dalam rangka
penelitian saya yang berjudul Kajian Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan
Pengembangan Kampung Wisata Matras di Kecamatan SungailiatKabupaten Bangka.
Data yang diperoleh dari penelitian ini semata-mata untuk kepentingan akademis peneliti
dalam menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) sebagai syarat memperoleh gelar sarjana.Mohon
kesediaan dan kerelaan dari Saudara/Bapak/Ibu untuk mengisi daftar pertanyaan (kuisioner)
ini.Atas perhatian dan kesediaannya diucapkan terima kasih.
Peneliti,
(Kaswandi)
PETUNJUK PENGISIAN
1. Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang saudara/bapak/ibu pilih, pilihan jawaban
boleh lebih dari satu untuk setiap pertanyaan.
2. Data yang dikumpulkan ini untuk menyelesaikan tugas akhir (SKRIPSI), dan kerahasiaan
data dan responden menjadi tanggung jawab peneliti.
Catatan : Jawaban yang benar adalah pilihan yang sesuai dengan masing- masing
pendapat pribadi bapak/ibu/sdra/i.
BAGIAN II KARAKTERISTIK RESPONDEN
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Nama
:
Jenis Kelamin : (1) Laki-laki
(2) Perempuan
Umur
: .. tahun
Alamat
: RT/RW
:
Dusun
:
Lama tinggal disini : tahun
B. KARAKTERISTIK SOSIAL-EKONOMI RESPONDEN
B.1. Pekerjaan
Utama : (1) Petani
(2) PNS
(3) Nelayan
(4) Pedagang (5) Wiraswasta
(6) Lainnya: ..
Sampingan (sebutkan) : .
B.2. Pendidikan Formal dan Informal
1. Apakah pendidikan formal terakhir bapak/ibu?
(1) Tidak sekolah
(2) SD
(3) SMP (4) SMA (5) Akademi/PT
2. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pelatihan/penataran/training dan sejenisnya terkait
dengan kegiatan pariwisata?
(1) tidak pernah
(2) jarang
(3) sering
Jumlah ikut (sebutkan) : .. kali
!
Skala Pilihan
STS TS R
Fe
S
SS
25
2) Apa saran dan himbauan Bapak/Ibu bagi pihak pengelola agar keberadaan Kampung
Wisata Matras ini lebih terkelola dengan baik dan berdampak positif bagi warga setempat?
2.1. Bagi PEMDA dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Bangka
3) Usaha-usaha seperti apa kiranya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
keberlanjutan Kampung Wisata Matras ini?