Anda di halaman 1dari 112

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI

SAWAH DAN TANAMAN JAGUNG DI NAGARI SUNGAI


KAMUYANG KECAMATAN LUAK KABUPATEN LIMA
PULUH KOTA

SKRIPSI

Oleh:
DYAH PUSPITA SARI
1410232001

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI
SAWAH DAN TANAMAN JAGUNG DI NAGARI SUNGAI
KAMUYANG KECAMATAN LUAK KABUPATEN LIMA
PULUH KOTA

Oleh:
DYAH PUSPITA SARI
1410232001

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas berkat, rahmat dan karunia yang diberikan Allah SWT
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “EVALUASI
KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI SAWAH DAN TANAMAN
JAGUNG DI NAGARI SUNGAI KAMUYANG KECAMATAN LUAK
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Azwar Rasyidin, MAgr sebagai pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Ir.
Amrizal Saidi, MS sebagai pembimbing II terima kasih atas segala petunjuk, saran
masukan serta bimbingannya selama penyusunan skripsi ini. Selanjutnya, ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada dosen-dosen Jurusan Tanah, teman-teman
dan semua pihak yang telah banyak membantu dan berpartisipasi serta memberikan
saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis berharap penelitian ini dapat
bermanfaat untuk pengembangan ilmu khususnya ilmu pertanian serta dapat
menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

Padang, Oktober 2018

D. P. S

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................ i
DAFTAR ISI……………………………………………………….. ii
DAFTAR TABEL............................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... vi
ABSTRAK.......................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian..................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 4
A. Evaluasi dan Kesesuaian Lahan............................................... 4
B. Karakteristik Tanah Sawah...................................................... 8
C. Karakteristik Lahan Kering..................................................... 11
D. Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dan Syarat
Tumbuh.................................................................................... 13
E. Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Syarat Tumbuh.............. 15
III. BAHAN DAN METODA........................................................... 16
A. Waktu dan Tempat.................................................................. 16
B. Alat dan Bahan........................................................................ 16
C. Metoda Penelitian................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 25
A. Keadaan Umum Daerah Penelitian………………………… 25
B. Kondisi Satuan Lahan Penelitian…………………………... 32
C. Sifat Fisika Tanah………………………………………….. 33
D. Sifat Kimia Tanah………………………………………….. 35
E. Evaluasi Kesesuaian Lahan………………………………... 45
V. PENUTUP 61
A. Kesimpulan………………………………………………... 61
B. Saran………………………………………………………. 61
RINGKASAN………………………………………………………. 63
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 67

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Jenis peta yang diperlukan di lapangan................................... 16
2. Peralatan utama yang diperlukan di lapangan......................... 17
3. Satuan Lahan Nagari Sungai Kamuyang dan Titik
Pengambilan Sampel............................................................... 20
4. Parameter sifat fisika dan kimia tanah yang dianalisis........... 23
5. Kelas Lereng di Nagari Sungai Kamuyang Kec. Luak ……,, 26
6. Data curah hujan Nagari Sungai Kamuyang……………….. 31
7. Suhu udara pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai
Kamuyang………………………………………………….. 30
8. Hasil analisis tekstur tanah pada tujuh satuan lahan di Nagari
Sungai Kamuyang…………………………………………. 34
9. Hasil Berat Volume (BV) tanah di Nagari Sungai
Kamuyang………………………………………………….. 36
10. Hasil analisis pH tanah pada tujuh satuan lahan di nagari
Sungai Kamuyang……………………………...…………… 37
11. Hasil analisis C-organik tanah pada tujuh satuan lahan di
nagari Sungai Kamuyang………………………………......... 38
12. Hasil analisis N-total tanah di Nagari Sungai Kamuyang…... 39
13. Hasil analisis P-tersedia tanah pada tujuh satuan lahan di
Nagari Sungai Kamuyang…………………………………… 41
14. Hasil analisis KTK tanah pada tujuh satuan lahan di nagari
Sungai Kamuyang…………………………………………... 42
15. Hasil analisis KB tanah pada tujuh satuan lahan di nagari
Sungai Kamuyang………………………………………….. 43
16. Hasil analisis K-dd pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai
Kamuyang…………………………………………………... 44
17. Kualitas dan karakteristik lahan pada tujuh satuan peta lahan
di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak........................ 46
18. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Padi Sawah
Irigasi pada tujuh Satuan Lahan di Nagari Sungai Kamuyang
Kec. Luak................................................................................ 49
19. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk Tanaman Padi
Sawah Irigasi pada tujuh Satuan Lahan di Nagari Sungai
Kamuyang Kec. Luak………………………………..............
52

iii
20. Upaya perbaikan pada satuan lahan di Nagari Sungai
Kamuyang……………….......................................................
53
21. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Jagung pada
tujuh Satuan Lahan di Nagari Sungai Kamuyang Kec. Luak...
22. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk tanaman jagung 56
pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang………..
23. Upaya perbaikan pada satuan lahan di Nagari Sungai 59
Kamuyang……………………………………………….......
60

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alur tahap pembuatan peta satuan lahan................. 17
2. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Nagari Sungai Kamuyang
Selama 10 tahun..................................................................... 28

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Jadwal kegiatan penelitian...................................................... 70
2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.................. 71
3. Prosedur analisis tanah di laboratorium.................................. 74
4. Kriteria parameter analisis laboratorium................................ 82
5. Jumlah bulan basah dan bulan kering nagari Sungai
Kamuyang............................................................................... 84
6. Perhitungan tipe iklim nagari Sungai Kamuyang menurut
Schmidt-Ferguson................................................................... 85
7. Perhitungan Suhu Udara di Nagari Sungai Kamuyang.......... 86
8. Kriteria parameter kondisi fisik di lapangan........................... 88
9. Kualitas dan karakteristik lahan yang disarankan untuk
digunakan dalam evaluasi lahan.............................................. 92
10. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (Oryza
sativa L.).................................................................................. 93
11. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
(Zea mays L.).......................................................................... 94
12. Deskripsi Profil....................................................................... 95
13. Peta administrasi wilayah nagari Sungai Kamuyang skala 1 :
50.0000.................................................................... 102
14. Peta topografi nagari Sungai Kamuyang skala 1 :
50.000...................................................................................... 103
15. Peta kelas lereng nagari Sungai Kamuyang skala 1 :
50.000......................................................................................
104
16. Peta penggunaan lahan nagari Sungai Kamuyang skala 1 :
50.000......................................................................................
105
17. Peta jenis tanah nagari Sungai Kamuyang skala 1 : 50.000….. 106
18. Peta geologi nagari Sungai Kamuyang skala 1 : 50.000........... 107
19. Peta fisiografi nagari Sungai Kamuyang skala 1 : 50.000........ 108
20. Peta satuan lahan nagari Sungai Kamuyang skala 1 : 50.000... 109
21. Peta titik pengambilan sampel skala 1 : 50.000..................... 111
22. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Padi Sawah di Nagari Sungai
Kamuyang skala 1 : 50.000..................................................... 112

vi
23. Peta Kesesuaian Lahan Potensial Padi Sawah di Nagari
Sungai Kamuyang skala 1 : 50.000......................................... 113
24. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Jagung di Nagari Sungai
Kamuyang skala 1 : 50.000..................................................... 114
25. Peta Kesesuaian Lahan Potensial Jagung di Nagari Sungai
Kamuyang skala 1 : 50.000..................................................... 115

vii
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI
SAWAH DAN TANAMAN JAGUNG DI NAGARI SUNGAI
KAMUYANG KECAMATAN LUAK KABUPATEN LIMA
PULUH KOTA

ABSTRAK
Padi sawah dan jagung merupakan tanaman pangan yang umum ditanam di
Kecamatan Luak khususnya di Nagari Sungai Kamuyang. Data BPS pada tahun
2012 – 2016 menunjukkan produksi padi sawah dan jagung di Kecamatan Luak
tercatat mengalami penurunan produksi pada tahun 2013. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian dengan judul “Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah
dan Jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh
Kota”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelas kesesuaian lahan untuk
tanaman padi sawah dan jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak
Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian terdiri dari 2 (dua) tahap yaitu survei
lapangan di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak dan analisis tanah di
laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.
Pengklasifikasian evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan metoda matching
yaitu membandingkan nilai kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan
tumbuh tanaman. Hasil penelitian pada kesesuaian untun tanaman padi sawah
adalah pada satuan lahan SL1, SL3, dan satuan lahan SL4 termasuk kelas sesuai
marjinal (S3) subkelas S3tc,nr,eh dengan faktor pembatas temperatur rerata, retensi
hara, dan bahaya erosi dengan luas 142,68 ha. Pada satuan lahan SL2 termasuk
kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3tc,nr dengan faktor pembatas temperatur
rerata dan retensi hara dengan luas 35,35 ha. Pada satuan lahan SL5 termasuk kelas
sesuai marjinal (S3) subkelas S3rc,nr dengan faktor pembatas kedalaman tanah dan
retensi hara dengan luas 151,05 ha. Pada satuan lahan SL6 dan SL7 termasuk kelas
sesuai marjinal (S3) subkelas S3nr dengan faktor pembatas retensi hara dengan luas
981,56 ha. Sedangkan hasil penelitian pada kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
adalah pada satuan lahan SL1, SL2, SL3, SL4, dan SL7 termasuk kedalam kelas
sesuai marjinal (S3) subkelas S3wa,nr dengan faktor pembatas curah hujan dan
retensi hara dengan luas 689,18 ha. Pada satuan lahan SL5 tergolong kelas sesuai
marjinal (S3) subkelas S3wa,oa,rc,nr dengan faktor pembatas curah hujan, drainase,
kedalaman tanah, dan retensi hara dengan luas 151,05 ha. Pada satuan lahan SL6
tergolong kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3wa,oa,nr dengan faktor pembatas
curah hujan, drainase, dan retensi hara dengan luas 470,39 ha.

Kata Kunci: kesesuaian lahan, padi sawah, jagung, Sungai Kamuyang

viii
EVALUATION OF LAND SUITABILITY FOR RICE AND MAIZE CROP
IN NAGARI SUNGAI KAMUYANG, LUAK DISTRICT, LIMA PULUH
KOTA REGENCY

ABSTRACT

Rice and maize are common crops planted in Luak District especially in Nagari
Sungai Kamuyang, Statistical data for the area (2012 – 2016) showed that the
production of rice and maize crop in Luak District decreased ini 2013. Therefore, a
research on “Evaluation of Land Suitability for Rice and Maize crop in Nagari
Sungai Kamuyang, Luak District, Lima Puluh Kota Regency” was conducted. This
study was aimed to evaluate land suitability for rice and maize crop in Nagari
Sungai Kamuyang, Luak District, Lima Puluh Kota Regency. The study consisted
of 2 (two) stages, those were field survey in Nagari Sungai Kamuyang, Luak
District and soil analysis at Laboratory of Soil Department, Agriculture Faculty of
Andalas University, Padang. Evaluation of land suitability was done with matching
method which compares the characteristics of land quality to the requirements for
rice and maize crop growth. The results of the research showed that land suitability
for rice plant was classified into S3 (marginally suitable), subclass S3tc,nr,eh with
limiting factors were average temperature, nutrient retention, and erosion for land
unit SL1, SL3, and SL4. The total area for SL1, SL3, and SL4 was 142.68 ha. The
SL2 was classified into S3 (marginally suitable) and subclass S3rc,nr with limiting
factors were soil depth and nutrient retention (151.05 ha). Land unit SL6 and SL7
were classified into S3 (marginally suitable) and subclass S3nr with limiting factor
was nutrient retention (981.56 ha). Then, land suitablity for maize crop was
classified as marginally suitable (S3) and subclass S3wa,nr with limiting factors
were rainfall and nutrient retention (698.18 ha) for land unit SL1, SL2, SL3, SL4,
and SL7. Land unit SL5 was classified into S3 (marginally suitable) and subclass
S3wa,oa,rc,nr with limiting factors were rainfall, drainage, soil depth, and nutrient
retention (151.05 ha). Land unit SL6 was classified into S3 (marginally suitable)
and subclass S3wa,oa,nr with limiting factors were rainfall, drainage, and nutrient
retention (470.39 ha).

Key word: land suitability, rice, maize, Sungai Kamuyang

ix
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi kesesuaian lahan untuk keperluan perencanaan memiliki
peran penting karena hampir tidak ada aktivitas yang dilakukan tanpa daya
dukung lahan. Pemanfaatan lahan sebagai sumber daya alam khususnya
dalam pengembangan komoditi pertanian perlu mempertimbangkan aspek-
aspek kelestarian lingkungan dan tingkat kesesuaian dan potensi lahan.
Lahan sebagai sumber daya alam yang terdiri atas tanah dan komponennya
memiliki keterbatasan dalam pemanfaatannya, sehingga diperlukan suatu
perencanaan yang matang dalam penggunaannya agar dapat dimanfaatkan
secara tepat dan berkesinambungan.
Penentuan kesesuaian lahan dengan persyaratan tumbuhnya
tanaman sangat diperlukan terutama dalam perencanaan pengembangan
komoditas pertanian. Hal ini penting karena untuk mengetahui potensi
pengembangan tanaman sangat diperlukan pewilayahan komoditas
berdasarkan kelas kesesuaian lahan sehingga tanaman tersebut mampu
tumbuh selaras dengan iklim dan kondisi lahan yang ada.
Menurut Sitorus (1995) salah satu dasar pertimbangan melakukan
perencanaan secara menyeluruh adalah tersedianya informasi lingkungan
fisik yang diperoleh dari kegiatan survei tanah yang diikuti dengan
pengevaluasian lahan pada suatu daerah. Hasil evaluasi lahan memberikan
informasi dan arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan
penggunaan seperti untuk pengembangan tanaman padi sawah dan jagung.
Dengan dilakukannya evaluasi kesesuaian lahan diharapkan akan
diperoleh data-data karakteristik lahan yang akan menunjukkan sifat-sifat
lahan sehingga dapat diketahui tingkat kesesuaian lahannya terutama
terhadap tanaman padi sawah dan jagung. Kemudian dilakukan usaha-usaha
yang sesuai dengan karakteristik lahan yang pada akhirnya akan
mengoptimalkan produksi tanaman.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian kesesuaian lahan dalam rangka
perencanaan lahan pertanian berkelanjutan agar produktivitas lahan dapat di
tingkatkan sehingga dapat diatasi faktor-faktor penghambatnya dengan
2

tepat dan optimal terutama untuk tanaman padi sawah dan tanaman lahan
kering untuk komoditas jagung.
Padi sawah dan jagung merupakan tanaman pangan yang umum
ditanam di Kecamatan Luak khususnya di Nagari Sungai Kamuyang.
Berdasarkan data BPS pada tahun 2016 di Kecamatan Luak tercatat padi
sawah memiliki luas tanam 3235 Ha dengan produksi 4,91 ton/ha sedangkan
untuk tanaman jagung tercatat luas tanam sebesar 429 Ha dengan produksi
7,96 ton/ha. Walaupun kedua tanaman pangan ini merupakan tanaman yang
umum ditanam di daerah ini, besaran produksi dari kedua komoditas
tanaman pangan ini bersifat tidak stabil. Data BPS pada tahun 2012 – 2016
menunjukkan produksi padi sawah dan jagung di Kecamatan Luak tercatat
mengalami penurunan produksi pada tahun 2013 dan tidak mengalami
kenaikan produksi secara signifikan.
Pada tahun 2012, tercatat padi sawah memiliki produksi sebesar 5,6
ton/ha dengan luas panen 2724 Ha. Namun pada tahun 2013, terjadi
penurunan produksi menjadi 4,7 ton/ha dengan luas panen 3135 ha. Pada
tiga tahun berikutnya walaupun telah terjadi peningkatan luas panen padi
sawah mencapai 3.600 ha namun produksi paling tinggi hanya mencapai 4,9
ton/ha (BPS, 2016). Data tersebut menunjukkan produksi padi sawah di
Kecamatan Luak telah mengalami mengalami penurunan. Sedangkan untuk
tanaman jagung, sejak tahun 2014 produksi jagung tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Pada tahun 2013, terjadi penurunan produksi
dari 16,8 ton/ha menjadi 5,7 ton/ha. Pada tahun-tahun berikutnya, tidak
terjadi perubahan yang berarti dimana pada tahun 2015, tercatat produksi
jagung sebesar 6 ton/ha dengan luas panen 146 ha. Selain itu, pada tahun
2016 telah terjadi peningkatan luas panen jagung hingga 3 kali lipat menjadi
429 ha namun produksi yang dicapai hanya sebesar 6,5 ton/ha.
Selain penurunan dari produksi komoditas di atas, terbukti bahwa
daerah Kecamatan Luak umumnya memiliki angka produksi yang lebih
rendah dibandingkan Kecamatan Situjuah Limo Nagari. Berdasarkan data
BPS tahun 2016 bahwa kecamatan Situjuah Limo Nagari memiliki angka
produksi padi sebesar 6,53 ton/ha dengan luas panen 3097 ha dan produksi
3

jagung sebesar 7,37 ton/ha dengan luas panen 236 ha. Dari data ini dapat
dinyatakan daerah ini memiliki angka produksi lebih tinggi daripada
Kecamatan Luak sehingga perlu dilakukan evaluasi lahan untuk
membandingkan nilai produksi.
Berdasarkan hal di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah dan Jagung di
Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota”.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini didapatkan analisis kesesuaian
lahan untuk tanaman padi sawah dan jagung sebagai pedoman dalam
pengembangan komoditi pertanian di Nagari Sungai Kamuyang.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kelas kesesuaian lahan
aktual dan potensial untuk tanaman padi sawah dan jagung di Nagari Sungai
Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi dan Kesesuaian Lahan


Lahan merupakan bagian dari bentang darat yang mencakup
lingkungan fisik seperti iklim, topografi, vegetasi alami yang semuanya
secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. (FAO, 1976
dalam Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993).
Penggunaan lahan menurut Arsyad (1989) diartikan sebagai bentuk
campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup manusia tersebut. Pengolahan tanah harus disesuaikan dengan
memperhatikan kesesuaian lahan sehingga dapat menjamin pelaksanaan
kegiatan usaha tani dalam jangka waktu yang panjang (Kartasapoetra,
1989).
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan suatu proses penilaian
terhadap potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu lahan
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2015). Pada dasarnya evaluasi lahan
merupakan proses kerja untuk memprediksi sumber daya lahan untuk
berbagai penggunaannya. Kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan
adalah membandingkan dengan persyaratan yang diperlukan untuk suatu
penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan
tersebut. Sebagai dasar pemikiran yang utama dalam prosedur evaluasi
lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan
persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan keterangan dan
informasi tentang lahan tersebut yang menyangkut berbagai aspek sesuai
dengan penggunaan lahan yang diperuntukkan (Kartasapoetra, 1989).
Kesesuaian lahan adalah penggambaran tentang tingkat kecocokan
sebidang lahan untuk satu penggunaan tertentu. Kesesuaiannya dapat
berbeda tergantung kepada tipe penggunaan lahan yang sedang
dipertimbangkan (Sitorus, 1995). Tingkat kesesuaian lahan ditentukan oleh
keadaan iklim, sifat tanah, dan persyaratan tumbuh jenis tanaman yang akan
diusahakan. Kesesuaian lahan dengan hanya mempertimbangkan faktor
iklimnya saja tidaklah cukup karena walaupun iklim sudah sesuai tapi
5

kesuburan tanahnya rendah maka pertumbuhan tanaman akan terganggu


begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena tanah merupakan media
tumbuh untuk menyuplai air dan hara bagi tanaman sedangkan iklim seperti
curah hujan, suhu, dan penyinaran sangat esensial salam proses
pertumbuhan, fotosintesis, dan produksi tanaman (Anda, 1993).
Menurut Sitorus (1995), evaluasi lahan mempunyai penekanan yang
lebih tajam yaitu mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam
hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya. Caranya
dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitannya dengan kesesuaian
untuk berbagai tanaman dan tindakan pengolahan yang diperlukan.
Dalam evaluasi lahan suatu wilayah, perlu lebih dulu dilakukan
survei dan pemetaan tanah serta sumber daya fisik wilayah lain seperti
relief, iklim, dan sebagainya sehingga dapat dihasilkan suatu peta tanah
(lahan) dengan batas-batas satuan peta tanah (lahan) yang jelas. Penentuan
batas-batas satuan peta lahan sebagian didasarkan pada sifat-sifat tanah
yang mudah dipetakan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2015).
Inti prosedur evaluasi lahan adalah mula-mula menentukan tipe
penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaannya) yang akan
diterapkan, kemudian menentukan persyaratan penggunaan lahan
(pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan masing-masing
satuan peta lahan, sehingga didapat kelas kesesuaian lahannya secara fisik
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2015).
Setiap cara penggunaan lahan mempunyai pengaruh terhadap
kerusakan tanah dan erosi. Demikian juga untuk lahan pertanian ditentukan
oleh jenis tanaman, vegetasi, cara bercocok tanam dan intensitas
penggunaan lahan. Agar penggunaan lahan sesuai dengan keadaan
lingkungan dan wilayahnya diperlukan informasi tentang potensial lahan,
kesesuaian penggunaan lahan, tindakan pengelolaan bagi setiap areal lahan.
Untuk memperoleh perencanaan yang menyeluruh sifat dan potensi lahan
dapat diperoleh antara lain melalui kegiatan survei tanah yang diikuti
dengan pengevaluasian lahan (Sitorus, 1995).
6

Rayes (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya evaluasi sumber


daya lahan membutuhkan informasi yang mencakup tiga aspek utama, yaitu
lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomi. Data tentang lahan dapat
diperoleh dari hasil survei tanah, informasi tentang penggunaan lahan yang
meliputi persyaratan atau kebutuhan ekologi dan teknik dari berbagai jenis
penggunaan lahan diperoleh dari ahli imigrasi, irigasi, kehutanan atau yang
lain sebagainya. Sedangkan aspek ekonomi yang mencakup perhitungan
biaya produksi dan analisis usaha tani diperoleh dari ahli sosial ekonomi
pertanian.
Beberapa kualitas lahan yang berhubungan atau berpengaruh
terhadap hasil atau produksi adalah kelembaban, ketersediaan hara,
ketersediaan oksigen dalam zona perakaran, media untuk perkembangan
akar, kondisi untuk pertumbuhan, kemudahan untuk diolah dalam hal ini
pengolahan tanah, salinitas dan alkalinitas, toksisitas tanah, resistensi
terhadap erosi, hama dan penyakit, bahaya banjir, rejim temperatur, energi
radiasi, bahaya iklim terhadap pertumbuhan tanaman dan periode kering
untuk pemasakan buah. Kualitas lahan dan karakteristik lahan lainnya masih
dapat juga ditambah atau dikurangi sesuai tingkat dan evaluasi lahan untuk
menentukan kesesuaian lahan (FAO, 1976 dalam Djaenudin et al, 2011).
Hasil pembandingan antara persyaratan penggunaan lahan dari tipe
penggunaan lahan tertentu dengan kualitas lahan suatu satuan peta lahan
dikombinasikan dengan hasil analisa input-output, cost-benefit, dampak
terhadap lingkungan, dan analisa sosial ekonomi menghasilkan suatu kelas
kesesuaian lahan yang menunjukkan kesesuaian lahan yang menunjukkan
kesesuaian masing-masing satuan peta lahan untuk tipe penggunaan lahan
tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2015).
Kriteria kelas kesesuaian lahan telah disusun berdasarkan
persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi.
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut
tingkatannya, yaitu:
7

1. Ordo : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo


kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan
lahan yang tidak sesuai (N).
2. Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian lahan tingkat ordo. Pada
tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam
tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai
marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N)
tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. Kelas S1 sangat sesuai, lahan
yang tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap
penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat
minor, dan tidak akan mereduksi produktivitasnya secara nyata. Kelas
S2 cukup sesuai, lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas
ini berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan input
(masukan). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
Kelas S3 sesuai marginal, lahan mempunyai faktor pembatas ini
berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan
masukan lebih banyak dari pada lahan yang tergolong S2. Untuk
mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga
perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta.
Tanpa bantuan tersebut petani tidak mampu mengatasinya. Kelas N
tidak sesuai, lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai faktor
pembatas yang sangat berat dan sangat sulit diatasi atau sifatnya
permanen secara ekonomis kalaupun direklamasi tidak akan
memberikan keuntungan.
3. Subkelas : Keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Faktor
pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum tiga pembatas.
Bergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing sub kelas,
kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki
dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan masukan yang diperlukan.
8

4. Unit : Tingkat unit ini yang merupakan bagian dari tingkat sub
kelas, yang dibedakan masing-masing berdasarkan sifat-sifat yang akan
berpengaruh terhadap aspek produksi atau dalam lahan aspek
manajemen bersifat minor yang diperlukan (FAO, 1976 dalam
Djaenudin et al, 2011).

B. Karakteristik Tanah Sawah


Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi
sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan
tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi,
tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah
dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. (Hardjowigeno et al, 2004).
Pada tanah sawah yang berasal dari lahan kering, perubahan
klasifikasi tanah pada kategori tertentu, lebih mungkin dapat terjadi.
Perubahan yang menghasilkan sifat morfologi dan sifat-sifat lain yang
permanen dalam suatu pedon, menghasilkan horizon penciri atau sifat
penciri baru, yang pada kategori klasifikasi tertentu, dapat merubah
klasifikasi tanah asal ke dalam klasifikasi tanah baru (Hardjowigeno et al,
2004).
Proses reduksi dan oksidasi merupakan proses-proses utama yang
dapat mengakibatkan perubahan baik sifat mineral, kimia fisika dan biologi
tanah sawah. Secara lebih rinci perubahan tersebut antara lain hancurnya
suatu jenis mineral tanah oleh proses ferolysis (ferolisis), turunnya pH tanah
secara drastis karena teroksidasinya lapisan tanah yang mengandung pirit,
terjadinya iluviasi ataupun eluviasi bahan kimia ataupun partikel tanah dan
perubahan sifat fisik dan biologi tanah sawah akibat proses pelumpuran dan
perubahan drainase tanah (Prasetyo et al, 2004).
Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya,
sawah dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: (Sofyan et al, 2007)
9

1. Sawah irigasi, yaitu sawah yang sumber airnya berasal dari tempat lain
melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat untuk itu. Dibedakan atas
sawah irigasi teknis, setengah teknis dan sawah irigasi sederhana.
2. Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang sumber airnya tergantung atau
berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi
permanen. Umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi
dari sawah irigasi atau sawah lainnya sehingga tidak memungkinkan
terjangkau oleh pengairan. Waktu tanam sangat tergantung kepada
datangnya musim hujan.
3. Sawah pasang surut, yaitu sawah yang irigasinya tergantung pada
gerakan pasang dan surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari
laut. Sumber airnya berasal dari air sungai yang karena adanya pengaruh
pasang dan surut air dimanfaatkan untuk mengairi melalui saluran
irigasi dan drainase.
4. Sawah lebak, yaitu sawah yang diusahakan didaerah rawa
memanfaatkan naik turunnya permukaan air rawa secara alami,
sehingga dalam sistem sawah lebak tidak dijumpai sistem saluran air.
Kimia tanah sawah sangat penting hubungannya dengan teknologi
pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik jenis, takaran, waktu maupun
cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai
contoh adalah pemupukan nitrogen dimana jenis, waktu dan cara pemberian
harus memperhatikan perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah
agar pemupukan lebih efisien. Sumber pupuk N disarankan dalam bentuk
ammonium dimasukkan ke dalam lapisan reduksi dan diberikan dua sampai
tiga kali (Prasetyo et al., 2004).
Tanah sawah memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain adanya lapisan
oksidasi dan lapisan reduksi, berkurangnya oksigen tanah, pH tanah
cenderung netral (6,7-7,2), Ferri direduksi menjadi ferro, ketersediaan P
lebih tinggi akibat penggenangan, keracunan sulfida terjadi bila
penggenangan cukup lama (Musa et al., 2006).
Penggenangan pada tanah sawah secara nyata akan mempengaruhi
transformasi kimia dan perilaku unsur hara esensial. Keadaan reduksi akibat
10

penggenangan akan mengubah aktivitas tanah dimana mikroba aerob akan


digantikan oleh mikroba anaerob yang menggunakan sumber energi dari
senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang berperan sebagai penerima
elektron seperti ion NO3, SO43-, Fe3+, dan Mn4+ (Prasetyo et al, 2004).
Penggenangan pada tanah sawah mengakibatkan pH tanah masam
akan meningkat dan pH tanah alkali akan menurun mendekati netral. Pada
awal penggenangan, pH tanah akan menurun mencapai minimum dan pada
beberapa minggu kemudian akan meningkat secara bertahap untuk
mencapai nilai pH 6,5 – 7,0. Penurunan pH di awal penggenangan terjadi
akibat adanya akumulasi CO2 dan terbentuknya asam organik (Prasetyo et
al, 2004). Peningkatan pH pada tanah masam terjadi karena meningkatnya
kandungan HCO3- akibat reduksi ferri oksida menjadi Fe2+. Naiknnya pH
pada tanah masam digenangi disebabkan oleh reduksi Fe3+ menjadi Fe2+
ketika terjadi pembebasan OH- dan konsumsi H+. Naiknya pH pada tanah
masam yang digenangi sebagai akibat reduksi Fe2+  Fe3+ ditunjukkan
oleh persamaan berikut (Hardjowigeno dan Rayes, 2005):
Eh = 1,06 – 0,059 log Fe2+ - 0,177pH, atau Eh = 17,87 + pFe2+ - 3pH
Peningkatan pH tanah sawah akibat penggenangan menyebabkan
terjadinya peningkatan P didalam tanah. Peningkatan ketersediaan P
disebabkan oleh pelepasan P yang dihasilkan selama proses reduksi. Fosfor
dilepaskan ketika Fe3+ tereduksi menjadi Fe2+ yang lebih larut. Selain itu
pada pH tanah yang tinggi akan terjadi proses hidrolisis sejumlah fosfat
terikat besi dan aluminium sehingga fosfor terjerap akan terbebas.
Peningkatan pH tanah masam akibat penggenangan mengakibatkan
peningkatan kelarutan mineral P yaitu strengit (FePO4.2H2O) dan veriscit
(AlPO4.2H2O) seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut
(Hardjowigeno dan Rayes, 2005):
FePO4.2H2O + H2O  H2PO4- + H+ + Fe(OH)3
AlPO4.2H2O + H2O H2PO4- + H+ + Al(OH)3
11

C. Karakteristik Lahan Kering


Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi
atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Istilah lahan
kering seringkali digunakan untuk padanan upland, dryland, dan unirrigated
land. Kedua istilah terakhir mengisyaratkan penggunaan lahan untuk
pertanian tadah hujan. Upland menunjukkan lahan yang berada di suatu
wilayah berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenangan
air seperti lahan padi sawah (Notohadinegoro, 2000).
Lahan kering selalu dikaitkan dengan pengertian bentuk–bentuk
usaha tani bukan sawah yang dilakukan oleh masyarakat sebagai lahan yang
terdapat di wilayah kekurangan air (kering) yang tergantung pada air hujan
sebagai sumber air. Lahan kering merupakan lahan yang mendapatkan
pasokan air pada saat musim pengujan, cenderung kurang subur dan
memiliki kerentanan erosi yang sangat tinggi (Manuwoto, dalam Minardi
2009).
Permasalahan teknis yang terjadi pada lahan kering adalah
produktivitas usaha tani masih rendah, salah satu penyebabnya adalah
keadaan tanah yang kurang subur akibat dari erosi yang terjadi, lahan kering
juga sangat peka terhadap kekeringan, rendahnya tingkat kesuburan tanah
yang dicirikan oleh: (1) tingginya tingkat kemasaman tanah, (2) kekahatan
hara P, K, Ca dan Mg, (3) rendahnya kapasitas tukar kation (KTK), (4)
kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, dan (5) tingginya kadar Al
dan Mn yang dapat meracuni tanaman. Keadaan yang demikian ini selain
disebabkan oleh erosi yang tinggi, juga proses-proses lain seperti
penggurunan (desertification), pemasaman (acidification), penggaraman
(salinisation), polusi (pollution), pemadatan (compaction), genangan
(waterlogging), penurunan permukaan tanah organik (subsidence) dan
penurunan tinggi muka air (Enjang, 2012).
Sifat kimia lahan kering yaitu adanya tingkat kemasaman tanah yang
tinggi (pH 3,5 – 5,5), senyawa Al, Fe dan Mn yang tinggi sehingga
mendekati batas meracuni tanaman. Selain itu ciri lahan kering lainnya
terletak pada kemiringan lereng yang cukup curam (> 15%), iklim kering,
12

sebagian besar berlereng curam dan terjal sehingga mengalami erosi yang
cukup tinggi (Noor, 1996).
Pada tanah sangat masam Al menjadi sangat larut yang dijumpai
dalam bentuk kation Al3+ dan hidroksida-Al. Kedua ion Al itu lebih mudah
terjerap pada koloid liat daripada ion H. Aluminium yang terjerap berada
dalam keadaan seimbang dengan Al dalam larutan tanah. Oleh karena Al
berada dalam larutan mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab
kemasaman atau penyumbang ion H yang dapat ditunjukkan pada reaksi
berikut ini (Hakim et al, 1986):
Misel Al  Al3+
Al3+ + H2O  Al(OH)2+ + H+
Pada tanah berkemasaman sedang, senyawa Al dan H merupakan sumber
ion H dalam tanah. Dalam hal ini, basa-basa menyumbangkan sedikit OH-
sehingga Al tidak dalam bentuk ion Al3+ tetapi dalam bentuk Al(OH)2+.
Sebagian dari ion dapat terjerap dan sebagian lagi dapat dipertukarkan
dalam keseimbangan dengan larutan. Melalui proses hidrolisis Al akan
menyumbangkan ion H yang ditunjukkan pada reaksi di bawah ini (Hakim
et al, 1986):
Al3+ + OH-  Al(OH)2+
Al(OH)2+ + OH-  Al(OH)+
Al(OH)2+ + H2O  Al(OH)2+ + H+
Al(OH)2+ + H2O  Al(OH)3 + H+
Menurut Prasetyo et al (2006) lahan kering mempunyai potensi
yang tinggi untuk pengembangan pertanian. Namun demikian, pemanfaatan
tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman terutama tanaman pangan bila tidak dikelola dengan
baik. Terdapat beberapa kendala yang umum pada lahan kering adalah
kemasaman tanah tinggi, pH rata- rata < 4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin
kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan
organik rendah. Untuk mengatasi kendala tersebut dapat diterapkan
teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan pemberian bahan organik.
13

Pemberian kapur ke tanah bertujuan untuk menetralkan kemasaman


tanah dan meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara bagi pertumbuhan
tanaman. Bila kapur diberikan ke dalam tanah, kapur akan bereaksi dengan
air (H2O) dengan reaksi:
CaO + H2O  Ca(OH)2
CaCO3 + H2O  Ca2+ + HCO3- + OH-
Bahan penting kapur dalam menetralkan kemasaman tanah adalah CO23- dan
OH- yang dihasilkannya. Ion CO23- memiliki kemampuan dalam menarik
ion H dari koloid tanah (kompleks jerapan). Sedangkan untuk mengusir Al
dari kompleks jerapan diperlukan ion OH-. Setelah ion Al bersenyawa
dengan OH- membentuk gibsit (AlOH)3 barulah misel ditempati oleh Ca
sehingga terjadilah proses netralisasi kemasaman, baik yang bersumber dari
ion Al ataupun ion H yang secara singkat dijelaskan dengan reaksi sebagai
berikut:
1. Sumber kemasaman oleh ion H
CaCO3  Ca2+ + CO32-
Misel H + CO32-  Misel + H2CO3
Misel + Ca2+  Misel Ca
2. Sumber kemasaman oleh ion Al
3 CaCO3  3Ca2+ + 3CO32-
3CO32- + 3H2O  3HCO3- + 3OH-
Misel Al + OH-  Misel + Al(OH)3
Misel + 3Ca2+ Ca Misel Ca
(Hakim et al, 1986).

D. Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dan Syarat Tumbuh


Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban juga tanaman yang paling penting di Indonesia
karena makanan pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang tentunya
dihasilkan oleh tanaman padi. Sebagai tanaman utama di dunia, padi diduga
berasal dari bagian timur India Utara, Banglades Utara, Burma, Thailand,
Laos, Vietnam, dan Cina bagian selatan (Suparyono dan Setyono, 1993).
14

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim


dengan morfologi berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami.
Daunnya memanjang dengan ruas searah batang daun. Pada batang utama
dan anakan membentuk rumpun pada fase vegetatif dan membentuk malai
pada fase generatif. Air dibutuhkan tanaman padi untuk pembentukan
karbohidrat di daun, menjaga hidrasi protoplasma, pengangkutan dan
mentranslokasikan makanan serta unsur hara dan mineral. Air sangat
dibutuhkan untuk perkecambahan biji. Pengisapan air merupakan
kebutuhan biji untuk berlangsungnya kegiatan-kegiatan di dalam biji
(Kartasapoetra, 1988).
Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa
naungan. Sinar matahari diperlukan padi untuk melangsungkan proses
fotosintesis, terutama pada pembungaan dan pemasakan buah akan
tergantung terhadap intensitas sinar matahari. Angin juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman padi yaitu dalam penyerbukan tetapi jika
terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Herawati, 2012).
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan
banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per
bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang
dikehendaki tahun-1 sekitar 1500–2000 mm. Suhu yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi adalah 23 °C dan tinggi tempat yang cocok
untuk tanaman padi berkisar antara 0–1500 m dpl. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi
pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air
dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
ketebalan lapisan atasnya antara 18–22 cm dengan pH antara 4–7
(Siswoputranto, 1976).
Padi sawah dapat tumbuh subur pada tanah dengan tekstur halus
sampai agak halus dengan kandungan C-organik > 1,5%, KTK liat > 16
cmol/kg, kejenuhan basa > 50%, dan tanah yang memiliki pH H2O 5,5 – 8,2
(Djaenudin, 2011).
15

E. Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Syarat Tumbuh


Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga,
dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007).
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung adalah antara 21OC-30OC.
Akan tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khususnya
jagung hibrida, suhu optimum adalah 23OC-27OC. Suhu yang terlalu tinggi
dan kelembaban yang rendah dapat mengganggu proses persarian. Jagung
hibrida memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat
berbunga dan pengisian biji. Curah hujan normal untuk pertumbuhan
tanaman jagung adalah sekitar 250 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun
(Warisno, 2007).
Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur,
berdrainase yang baik, pH tanah 5,6-7,0. Jagung menghendaki tanah yang
subur untuk dapat berproduksi dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman
jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan
kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Jenis tanah yang dapat toleran
ditanami jagung antara lain andosol, latosol dengan syarat pH-nya harus
memadai untuk tanaman tersebut (Rukmana, 1997; Murni dan Arief, 2008).
Jagung cocok di tanam pada tanah yang memiliki pH H2O 5,5 – 8,2
dengan kandungan C-organik > 0,4%, kejenuhan basa > 50% dan KTK liat
> 16 cmol/kg. Selain itu, jagung membutuhkan media tanam dengan
drainase baik serta tekstur yang halus sampai agak halus dengan bahan kasar
< 15% dan memiliki kedalaman efektif tanah > 60 cm (Djaenudin, 2011).
Tanaman jagung dapat tumbuh optimal pada tanah yang gembur,
drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila
kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya
terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan,
tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan (Iriany et al,
2007).
16

III. BAHAN DAN METODA

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Maret 2018 sampai Agustus 2018
yang terdiri dari dua tahap yaitu di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di
lapangan dilaksanakan di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten
Lima Puluh Kota dan kemudian dilanjutkan dengan analisis tanah di Laboratorium
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Jadwal kegiatan disajikan pada
Lampiran 1.

B. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat dan
bahan yang dibutuhkan di lapangan dan di laboratorium. Perincian mengenai jenis
peta yang diperlukan disajikan pada Tabel 1 dan alat utama yang diperlukan di
lapangan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Jenis peta yang diperlukan di lapangan
No. Jenis Peta Skala Sumber
1. Peta Topografi 1 : 50.000 Digitasi Citra Radar SRTM 57-13.
2. Peta Lereng 1 : 50.000 Interpretasi Peta Topografi
3. Peta Geologi 1 : 50.000 Peta Geologi oleh: P. H. Silitonga dan Kastowo
Lembar Solok Tahun 1995. Skala 1 : 250.000
4. Peta Fisiografi 1 : 50.000 Peta satuan lahan dan tanah yang bersumber
dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
1990, Bogor skala 1 : 250.000 Lembar Solok
(0815)
5. Peta 1 : 50.000 Digitasi Citra Satelit Google tahun 2017 dan
Penggunaan Peta Penggunaan Lahan yang bersumber dari
Lahan BIG tahun 2016
6. Peta Jenis 1 : 50.000 Peta Satuan Lahan dan Tanah yang bersumber
Tanah dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
1990, Bogor skala 1 : 250.000 Lembar Solok
(0815)
7. Peta Satuan 1 : 50.000 Hasil overlay Peta Lereng, Geologi, Fisiografi,
Lahan Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan
17

Tabel 2. Peralatan utama yang diperlukan di lapangan


No. Nama Alat Kegunaan
1. Global Positioning System Menentukan posisi koordinat geografis
(GPS) dan elevasi
2. Abney Level Mengukur tingkat kemiringan lereng
3. Bor Mineral Pengambilan sampel tanah terganggu
4. Ring Sampel Pengambilan sampel tanah utuh

Selanjutnya untuk analisis sampel tanah di Laboratorium, bahan yang


digunakan seperti Ammonium asetat, H2O2, indikator Conway, HCl, dan lain-lain.
Sedangkan alat yang digunakan diantaranya labu ukur, gelas piala, dan pipet takar.
Perincian jenis alat dan bahan yang digunakan selama penelitian selengkapnya
disajikan pada Lampiran 2.

C. Metoda Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei pada tingkat semi
detil dengan skala peta 1:50.000. Rangkaian penelitian terdiri dari tahap persiapan,
pra survei, survei utama, analisis tanah di laboratorium, serta pengolahan data.
Pengambilan sampel tanah akan dilakukan secara Purposive Random Sampling,
sampel tanah diambil berdasarkan satuan lahan pada luasan > 25 Ha. Sampel tanah
yang sudah diambil, dilakukan analisis di laboratorium sesuai dengan prosedur
yang disajikan pada lampiran 3.

1. Persiapan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan antara lain berupa
penelaahan daftar pustaka dan informasi yang tersedia yang dapat mendukung
perencanaan pengambilan sampel tanah. Tahap persiapan ini terdiri dari beberapa
kegiatan diantaranya:
a. Perencanaan lokasi penelitian
Perencanaan lokasi pengamatan tanah dilakukan di Nagari Sungai
Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota.
b. Penyediaan Peta
Pada tahap ini dilakukan persiapan yang meliputi penyediaan Peta
Topografi, Peta Lereng, Peta Fisiografi, Peta Geologi dan Peta Penggunaan Lahan.
Peta-peta tersebut berguna untuk membuat peta satuan lahan.
18

Tahap pembuatan Peta Satuan Lahan dan kesesuaian lahan selengkapnya


dapat dilihat dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram alur tahap pembuatan Peta Satuan Lahan


Tahap penyediaan peta :
1. Penyediaan Peta Dasar (Peta Topografi)
Peta Topografi didapatkan dari interpretasi Citra Radar SRTM 57-13 yang
kemudian didigitasi sehingga dihasilkan Peta Topografi Nagari Sungai Kamuyang.
2. Pembuatan Peta Lereng
Peta lereng diperoleh dari hasil interpretasi peta topografi yang akan
menghasilkan kelas lereng yang berbeda pada lokasi penelitian yang kemudian
dinyatakan dalam bentuk peta lereng dengan skala 1 : 50.000.
3. Penyediaan Peta Geologi
Peta geologi dalam penelitian ini berguna untuk mengetahui jenis bahan
induk pembentuk tanah. Peta geologi yang digunakan bersumber dari peta geologi
oleh lembar Solok (0815) tahun 1995. Peta tersebut didigitasi dan dijadikan peta
semi detail skala 1 : 50.000.
4. Penyediaan Peta Fisiografi
Pembuatan peta fisiografi berdasarkan peta satuan lahan dan tanah yang
bersumber dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1990, Bogor skala 1 :
250.000 lembar Solok (0815). Lembar peta tersebut didigitasi dan diplot sesuai
luasan daerah penelitian dengan skala 1 : 50.000.
19

5. Penyediaan Peta Penggunaan Lahan


Peta penggunaan lahan yang digunakan bersumber dari Citra Satelit Google
tahun 2017. Peta penggunaan lahan berfungsi melihat penggunaan lahan aktual
daerah penelitian baik penggunaan lahan kering maupun sawah.
Ditinjau dari penggunaan lahan Nagari Sungai Kamuyang mempunyai
beberapa pola penggunaan lahan seperti pemukiman, lahan kering, sawah, dan
hutan.
6. Penyediaan Peta Jenis Tanah
Peta jenis tanah yang digunakan bersumber dari Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat 1990, Bogor skala 1 : 250.000 lembar Solok (0815). Lembar peta
tersebut didigitasi dan diplot sesuai luasan daerah penelitian dengan skala 1 :
50.000.
7. Pembuatan Peta Satuan Lahan
Peta Satuan Lahan diperoleh dari hasil overlay peta lereng, peta geologi,
peta fisiografi, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan. Peta satuan lahan
tersebut dijadikan dasar menetapkan titik pengambilan sampel. Informasi satuan
lahan nagari Sungai Kamuyang dapat dilihat pada Tabel 3.
20

Tabel 3. Satuan Lahan Nagari Sungai Kamuyang dan Titik Pengambilan Sampel
SL Satuan Lahan Litologi Fisiografi Lereng (%) Penggunaan Lahan Great Group Luas (Ha) % Luas Titik
Sampel
1 Qamg.V1.3.B.Lk Qamg V.1.3 16 – 30 Lahan Kering Hydrandepts 24,55 1,39 1
2 Qamg.V1.2.A.Lk Qamg V.1.2 0 – 15 Lahan Kering Dystrandepts 35,35 2,00 1
3 Qamg.V1.2.B.Lk Qamg V.1.2 16 – 30 Lahan Kering Dystrandepts 54,00 3,06 1
4 Qamg.V1.2.B.H Qamg V.1.2 16 – 30 Hutan Dystrandepts 64,14 3,63 1
5 Qpt2.V1.3.A.Sw Qpt2 V.1.3 0 – 15 Sawah Hydrandepts 151,05 8,56 1
6 Qamg.V1.3.A.Sw Qamg V.1.3 0 – 15 Sawah Hydrandepts 470,39 26,65 1
7 Qamg.V1.3.A.Lk Qamg V.1.3 0 – 15 Lahan Kering Hydrandepts 511,17 28,96 1
8 Qpt2.V1.3.A.Lk Qpt2 V.1.3 0 – 15 Lahan Kering Hydrandepts 4,25 0,24 -
9 Qamg.V1.2.A.Sw Qamg V.1.2 0 – 15 Sawah Dystrandepts 4,18 0,24 -
10 Qamg.V1.2.B.P Qamg V.1.2 16 - 30 Pemukiman Dystrandepts 0,18 0,01 -
11 Qamg.V1.2.C.Lk Qamg V.1.2 31 - 50 Lahan Kering Dystransepts 1,52 0,09 -
12 Qamg.V1.2.C.H Qamg V.1.2 31 - 50 Hutan Dystrandepts 216,24 12,25 -
13 Qamg.V1.2.D.H Qamg V.1.2 51 - 75 Hutan Dystrandepts 113,11 6,41 -
14 Qamg.V1.2.E.H Qamg V.1.2 > 75 Hutan Dystrandepts 25,74 1,46 -
15 Qamg.V1.3.A.P Qamg V.1.3 0 – 15 Pemukiman Hydrandepts 84,29 4,78 -
16 Qamg.V1.3.B.P Qamg V.1.3 16 - 30 Pemukiman Hydrandepts 1,21 0,07 -
17 Qamg.V1.3.B.Sw Qamg V.1.3 16 - 30 Sawah Hydrandepts 3,65 0,21 -
Jumlah 1765,00 100 7
Keterangan:
Qamg : Andesit Gunung Malintang B : 16 – 30% P : Pemukiman
Qpt2 : Tuff Batu Apung C : 31 – 50% H : Hutan
V1.2 : Stratovolkan, D : 51 – 75% Sw : Sawah
V1.3 : Stratovolkan E : > 75%
A : 0 – 15% Lk : Lahan Kering
21

c. Penyediaan Data Iklim


Data iklim yang diperlukan dalam menilai kualitas lahan meliputi data curah
hujan dan suhu udara. Data hujan rata-rata tahunan ditetapkan berdasarkan data
hasil pengamatan jangka panjang. Data diperoleh dari data curah hujan yang
dikelola oleh Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika Padang Pariaman.
Dalam menentukan tipe iklim di nagari Sungai Kamuyang, langkah pertama yakni
menyusun data curah hujan (Tabel ). Kemudian dihitung berdasarkan klasifikasi
Schmidth-Ferguson, sehingga diketahui jumlah bulan basah, lembab, dan bulan
kering didaerah Sungai Kamuyang. Dari hasil perhitungan di dapat nilai Q di nagari
Sungai Kamuyang = 24,18 %, nilai Q tersebut kemudian dicocokkan dengan
kriteria tipe iklim daerah menurut Schmidth-Ferguson dan tergolong Basah.
Perhitungan penentuan tipe iklim nagari Sungai Kamuyang dapat dilihat pada
Lampiran .
2. Pra Survei
Pada tahap ini dilakukan peninjauan daerah penelitian dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang kondisi lapangan sehingga pelaksanaan survei
utama nantinya dapat berjalan lancar dan efisien. Adapun rangkaian kegiatan tahap
pra survei ini meliputi:
a. Mencari informasi kepada pemerintah setempat mengenai orientasi medan
sehingga mempermudah pembuatan perencanaan untuk melakukan survei
lapangan.
b. Menentukan lokasi pengamatan tanah di lapangan berdasarkan peta
pengamatan pada daerah penelitian.
3. Survei Utama
Pada survei utama dilakukan pengamatan lapangan dan pengambilan
sampel tanah. Kegiatan survei berpedoman pada buku Petunjuk Teknis Pengamatan
di Lapangan oleh Badan Penelitian Tanah 2004 dan Buku Deskripsi Profil Tanah
di Lapangan oleh Rayes tahun 2006. Kegiatan survei utama yaitu:
a. Pengamatan lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan melalui pengamatan fisik lahan yaitu
faktor penyusun satuan lahan antara lain derajat kelerengan dengan menggunakan
22

alat abney level, vegetasi dengan melihat jenis tanaman yang dominan di lokasi
penelitian, erosi, bahaya banjir, dan batuan permukaan.
Untuk pengamatan atau deskripsi profil tanah di lapangan adalah membuat
lubang profil tanah dengan ukuran 1,5 m (panjang) × 1,5 m (lebar) × 1,5 m (dalam),
dan kedalaman lubang profil dibuat mencapai lapisan bahan induk atau horison C.
Menurut Balai Penelitian Tanah tahun 2004 pemilihan lokasi profil sebaiknya:
- Berada jauh dari lokasi bekas penimbunan sampah, pupuk, tanah galian, atau bekas
bangunan, kuburan, tempat sampah, atau bahan lainnya.
- Berjarak > 50 m dari perumahan, pekarangan, gudang, pabrik, bengkel, jalan,
saluran air, atau bangunan lainnya.
- Agak jauh dari pohon besar agar akar pohon tidak menyulitkan penggalian profil
tanah.
- Pada lahan berlereng, profil tanah digali mengarah pada arah lereng sehingga
bidang pengamatan berada di bagian lereng atas.
b. Pengambilan sampel tanah
Pengambilan sampel tanah akan dilakukan secara Purposive Random
Sampling pada setiap satuan lahan dengan luas > 25 ha (Tabel 3). Pengambilan
sampel tanah dilakukan dengan dua cara yaitu: pengambilan sampel tanah satelit
dan pengambilan sampel tanah utuh. Sampel tanah satelit akan diambil dari tiap-
tiap horizon A dan B pada lubang profil. Pengambilan sampel tanah pada profil
dimulai dari horizon paling bawah agar tidak tercampurnya sampel tanah pada
setiap lapisan, sampel tanah diambil ± 2 kg pada setiap lapisan profil tanah. Profil
tanah dibuat sebanyak 1 profil pada tiap satuan lahan dengan luas > 25 ha.
Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan dengan menggunakan ring sampel pada
horizon A dan horizon B pada lubang profil. Titik pengambilan sampel ditentukan
berdasarkan satuan lahan hasil overlay peta administrasi, peta geologi, peta
fisiografi, peta lereng dan peta penggunaan lahan. Selanjutnya sampel tanah
dikering anginkan dan diayak 2 mm untuk dilakukan analisis laboratorium.
23

4. Analisis Tanah di Laboratorium


a. Persiapan Sampel Tanah
Sebelum sampel dianalisis, terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel
tanah, serta alat dan bahan yang diperlukan. Sampel tanah terganggu di kering
anginkan, dihaluskan dan diayak sesuai dengan kebutuhan tanah untuk analisis.
b. Analisis Tanah
Adapun analisis sifat fisika dan kimia tanah serta metodanya secara lengkap
tertera pada Tabel 4. Adapun prosedur kerja analisis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 4. Parameter sifat fisika dan kimia tanah yang dianalisis
No. Parameter Satuan Metoda Analisis Sampel
1. Sifat Fisika Tanah
- Tekstur Kelas Ayakan dan Pipet Komposit
- Kadar Air - Berat basah dan Komposit
Tanah berat kering
- Berat Volume g/cm3 Tidak
terganggu
2. Sifat Kimia Tanah
- pH - Elektrometrik Komposit
- KTK me/100 g Pencucian Komposit
NH4OAc pH 7
- Basa-basa
dapat me/100 g Pencucian Komposit
dipertukarkan Amonium asetat
(Ca-dd, Mg-dd, 1 N pH 7
K-dd, Na-dd)
- C-organik % Walkey and Komposit
Black
- N-total % Kjedhal Komposit
- P-tersedia Ppm Bray I Komposit

5. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dan analisis di
laboratorium tentang karakteristik lahan disusun secara sederhana dalam bentuk
tabel sebagai data kuantitatif dan kemudian dibandingkan dengan persyaratan
tumbuh tanaman padi sawah irigasi (Lampiran 11) dan jagung (Lampiran 12).
Parameter yang dinilai yaitu rata-rata curah hujan, rata-rata temperatur tahunan,
bulan kering, drainase tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif, kapasitas tukar
kation, pH tanah, lereng, singkapan batuan, batuan permukaan, bahaya banjir, dan
ketinggian tempat. Kualitas dan karakteristik lahan yang disarankan untuk
24

digunakan dalam evaluasi pada tingkat semi detil di Nagari Sungai Kamuyang
dapat dilihat pada Lampiran 10.

6. Evaluasi Kesesuaian Lahan


Metoda pengklasifikasian analisis kesesuaian lahan untuk tanaman padi
sawah irigasi dan tanaman jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak
dilakukan dengan metoda matching yaitu membandingkan nilai kualitas dan
karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang
telah disusun sesuai persyaratan tumbuh tanaman yang terlampir pada lampiran 10
dan 11. Dalam sistem matching ini berlaku hukum minimum, yaitu kelas kesesuaian
lahan ditentukan oleh nilai terkecil, dalam hal ini yang paling sulit diatasi
dibandingkan dengan faktor-faktor pembatas lainnya. Hasil pengolahan data dari
pengamatan lapangan dan analisis laboratorium dengan persyaratan tumbuh
tanaman, selanjutnya digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan aktual dan
kesesuaian lahan potensial.
Kesesuaian lahan aktual merupakan kesesuaian lahan saat ini yaitu
kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada, belum
mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di
setiap peta satuan lahan.
Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan lahan yang akan dicapai
apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Kesesuaian lahan potensial inilah yang
diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan faktor pembatasnya dan
tingkat pengelolaan yang akan diterapkan.
25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Daerah Penelitian


1. Geografis
Secara geografis Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten
Lima Puluh Kota terletak antara 100o40’00” BT sampai 100o41’10” BT dan
00o13’50” LS sampai 00o19’40” LS dengan luas daerah 1765,04 Ha yang terletak
pada ketinggian 506 – 2225 m.d.p.l dengan curah hujan rata-rata 2247,3 mm/tahun
dengan suhu 20,1oC – 23,07oC. Secara administrasi Nagari Sungai Kamuyang
terdiri dari 9 jorong yaitu Jorong Tabing, Jorong Tanjung Kaling, Jorong Koto
Baru Batang Tabik, Jorong Anam Kampuang, Jorong Delapan Kampuang, Jorong
Duabelas Kampung, Jorong Rageh, Jorong Madang Kadok, dan Jorong
Subaladuang. Nagari ini memiliki batas wilayah antara lain sebelah utara dengan
Kota Payakumbuh dan Nagari Andaleh, sebelah barat dengan Nagari Tanjuang
Aro Sikabu-Kabu, sebelah Timur dengan Nagari Mungo, dan sebelah selatan
dengan Kabupaten Tanah Datar.

2. Tanah
Sebaran jenis tanah di daerah penelitian ini berdasarkan Peta Satuan Lahan
dan Tanah Lembar Solok (0815) skala 1 : 250.000 yang bersumber dari Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1990 adalah tanah dengan great groups
Hydrandepts dan Dystrandepts. Berdasarkan Sistem Klasifikasi Tanah tahun
1979, Dystrandepts dan Hydrandepts pada sistem klasifikasi 7th Approxionation
merupakan great group dari tanah Andept sebagai sub ordo Inseptisol. Nama sub
ordo Andept ini, digunakan dalam klasifikasi Soil Taxonomy A Basic System of
Soil Classification for Making and Interpreting Soil Surveys pada tahun 1979.
Tahun 1978, Smith mengusulkan Andept sebagai satu ordo baru, yaitu Andisol.
Nama ini resmi digunakan dalam Soil Taksonomi 1990 hingga sekarang.
Andisol merupakan tanah yang terbentuk dari abu gunung api atau hasil
letusan gunung api lainnya dan mempunyai ≥60 % sifat tanah andik sampai
kedalaman 60 cm. Tanah ini memliki ciri khas berat volume ≤ 0,90 g/cm3, retensi
fosfat ≥85%, kadar air tersedia yang tinggi, kapasitas tukar kation sedang sampai
26

tinggi. Epipedon penciri dari tanah ini antara lain melanik, umbrik, atau okrik dan
memiliki horixon kambik pada lapisan bawah (Fiantis, 2015).
Menurut PPT (1990), Hydrandepts dan Dystrandepts merupakan tanah-
tanah muda yang telah mengalami perkembangan, berpenampang dalam,
bertekstur agak halus sampai sedang, drainase agak cepat, dan memiliki kesuburan
cukup tinggi dengan kandungan hara sedang sampai tinggi.

3. Kemiringan Lahan
Nagari Sungai Kamuyang memiliki luas 1765,04 Ha dengan sebaran
topografi datar sampai curam. Berdasarkan hasil interpretasi citra radar SRTM
5713, wilayah dengan topografi datar (lereng 0 – 15%) memiliki luas 1260,44 Ha,
topografi agak terjal (lereng 16 – 30%) memiliki luas 147,56 Ha, topografi terjal
(lereng 31 – 50%) memiliki luas 218,19 Ha, wilayah dengan topografi sangat terjal
(lereng 51 – 75%) memiliki luas 113,11 Ha, dan wilayah dengan topografi curam
(lereng >75%) memiliki luas 25,74 Ha. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada
tabel.
Tabel 5. Kelas Lereng di Nagari Sungai Kamuyang Kec. Luak
No. Lereng (%)* Sub Kelas Luas (Ha)** % Luas
1 0 – 15 Datar 1260,44 71,41
2 16 – 30 Agak terjal 147,56 8,36
3 31 – 50 Terjal 218,19 12,36
4 51 – 75 Sangat terjal 113,11 6,41
5 >75 Curam 25,74 1,46
Jumlah 1765,04 100
)* Dessaunettes, 1976
)** Peta Kelas Lereng Nagari Sungai Kamuyang skala 1 : 50.000
Berdasarkan Tabel 5, lokasi pengambilan sampel berada pada topografi
datar dan agak terjal dengan lereng 0 – 15% dan 16 – 30%. Jika dimasukkan
kedalam kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah irigasi maka daerah
dengan kemiringan lereng 0 – 15% masuk dalam kelas cukup sesuai (S2) dan daerah
dengan kemiringan lereng 16 – 30% masuk dalam kelas sesuai marjinal (S3).
Sedangkan untuk kriteria kesesuaian tanaman jagung, daerah dengan kemiringan
lereng 0 – 15% digolongkan dalam kelas sangat sesuai (S1) dan daerah dengan
kemiringan lereng 16 – 30% digolongkan dalam kelas cukup sesuai (S2).
27

Pada kelerengan lebih dari 30% tidak dilakukan pengambilan sampel karena
berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman padi sawah dan jagung, kelerengan
>30% termasuk dalam kelas tidak sesuai (N) sehingga tidak memungkinkan untuk
dimanfaatkan sebagai tempat budidaya padi sawah dan jagung.

4. Iklim
Iklim merupakan salah satu aspek karakteristik lahan yang digunakan
sebagai pertimbangan dalam pengembangan wilayah pertanian. Hal ini dikarenakan
iklim merupakan faktor peubah dalam produksi hasil pertanian yang sulit untuk
dikontrol sehingga tanaman yang ditanam harus disesuaikan dengan iklim di
wilayah setempat. Terdapat dua buah unsur iklim yang digunakan sebagai aspek
pertimbangan pengembangan wilayah pertanian yaitu curah hujan dan suhu udara.
Curah hujan berpengaruh dalam aspek ketersediaan air bagi tanaman sedangkan
suhu udara berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman karena setiap
tanaman memiliki suhu minimum dan suhu maksimum dalam masa
pertumbuhannya.
a. Curah Hujan
Curah hujan memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dalam hal ketersediaan air. Air merupakan unsur terpenting
sebab air berperan dalam pengangkutan hara dari tanah ke akar tanaman dan menuju
bagian-bagian tanaman lainnya.
Data curah hujan yang digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan
wilayah pertanian adalah data curah hujan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
yaitu dari tahun 2008 hingga tahun 2017 yang selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 7 dengan pola curah hujan dapat dilihat pada Gambar 2.
28

400
350 350.7
300 297.3

Jumlah air (mm)


250 242.6 230.7
200 210.6
192.7 179.5 186.8 177.3
150
132.1 139.3 131.2
100 94.1 79.4 92.9 91.6 87.5 90.6
50 49.5
26.7 34.7 25.7
0
-16.8
-50 -48.3
-100
Bulan

Curah Hujan Keseimbangan air

Gambar 2. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Nagari Sungai Kamuyang Selama 10 tahun
Dari Gambar 2, dapat dilihat pola curah hujan yang didapat dari rata-rata
curah hujan selama 10 tahun (periode pengamatan 2008-2017) di Nagari Sungai
Kamuyang mengalami dua puncak curah hujan yaitu pada bulan April dengan curah
hujan rata-rata sebesar 242,6 mm/bulan dan bulan November dengan curah hujan
rata-rata sebesar 350,7 mm/bulan. Terjadi peningkatan curah hujan mulai dari bulan
Januari, Februari, dan Maret hingga mencapai puncak pada bulan April dan
mengalami penurunan pada bulan Mei, Juni, dan Juli. Kemudian pada bulan
Agustus, September, dan Oktober mengalami peningkatan kembali hingga
mencapai puncak pada November dan mengalami penurunan kembali di bulan
Desember.
Berdasarkan Tabel 6, kita dapat menentukan tipe iklim Nagari Sungai
Kamuyang menggunakan klasifikasi iklim Schmidt Fergusson. Klasifikasi iklim
Schmidt Fergusson didasarkan pada nilai Q (quotien) yaitu perbandingan jumlah
rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah selama periode pengamatan.
Selama 10 tahun periode pengamatan, didapat rata-rata bulan basah 9,1 maksimum
12 bulan dan rata-rata bulan kering 2,2 maksimum 12 bulan. Dari data yang didapat,
Nagari Sungai Kamuyang termasuk tipe iklim B (basah; 14,3% < Q < 33,3%)
dengan nilai Q yaitu 24,18%.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan di Nagari Sungai
Kamuyang Kecamatan Luak adalah 2247,3 mm/tahun. Menurut Siswanto (2006),
curah hujan tersebut termasuk dalam kelas sesuai marjinal (S3) untuk tanaman
jagung. Jagung merupakan tanaman C4 yang memerlukan sinar matahari lebih
29

panjang. Oleh karena itu curah hujan yang tinggi menjadi pembatas dalam
pertumbuhan dari tanaman jagung.

b. Suhu Udara
Tanaman padi sawah dapat tumbuh pada suhu 18oC – 35oC dengan suhu
tebaik 24oC – 29oC. Sedangkan tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah dengan
ketinggian 200 – 2.000 m.d.p.l dengan suhu 15oC – 35oC (Djaenudin, 2011).
Suhu udara memiliki peranan yang penting didalam pertumbuhan tanaman
sebab suhu akan mengaktifkan proses fisik dan proses kimia pada tanaman. Energi
panas yang ditimbulkan oleh suhu dapat mempercepat reaksi-reaksi biokimia pada
tanaman. Selain itu, reaksi fisiologis yang terjadi didalam tanaman dipengaruhi oleh
suhu dengan rentang tertentu.
Ketinggian tempat menjadi aspek yang penting dalam menentukan suhu
sebab suhu dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Penambahan ketinggian
menyebabkan suhu udara semakin turun. Laju penurunan suhu umumnya sekitar
0,6°C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 m.d.p.l. Namun hal ini berbeda-
beda tergantung pada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara, dan
faktor lingkungan lain (Whitten et al., 1984).
Dengan hubungan suhu dan ketinggian tempat tersebut, maka suhu udara
didaerah penelitian dapat diprediksi menggunakan rumus Braak (Tan dan
Vansehuylenborgh, 1961) dengan perhitungan:
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
Keterengan:
t = suhu udara
h = ketinggian tempat dari permukaan laut yang dinyatakan dengan
hektometer (hm)
Dengan rumus tersebut diperoleh suhu udara di nagari Sungai Kamuyang
berada pada rentang nilai 12,95oC – 23,26oC. Perhitungan secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran 7. Sedangkan suhu udara pada masing-masing lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
30

Tabel 7. Suhu udara pada 7 satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang


SL Kode Satuan Lahan Ketinggian (m.d.p.l) Suhu Udara (oC)
1 Qamg.V1.3.B.Lk 904 20,88
2 Qamg.V1.2.A.Lk 922 20,77
3 Qamg.V1.2.B.Lk 1033 20,1
4 Qamg.V1.2.B.H 1023 20,16
5 Qpt2.V1.3.A.Sw 538 23,07
6 Qamg.V1.3.A.Sw 588 22,77
7 Qamg.V1.3.A.Lk 683 22,2

Berdasarkan Tabel 8, jika dihubungkan dengan kriteria kelas kesesuaian


lahan menurut Siswanto (2006) maka untuk tanaman padi sawah irigasi termasuk
kedalam kelas cukup sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3) sedangkan untuk tanaman
jagung termasuk dalam kelas cukup sesuai (S2).
31

Tabel 6. Data Curah Hujan Nagari Sungai Kamuyang

Curah Hujan (mm)


Bulan Jumlah Rata-rata
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Januari 0 168 191 133 60 39 58 193 357 122 1321 132.1
Februari 0 144 230 129 354 185 20 110 109 112 1393 139.3
Maret 0 183 217 55 220 327 120 256 224 325 1927 192.7
April 0 221 471 308 293 149 279 294 185 226 2426 242.6
Mei 0 64 188 167 161 167 280 166 222 380 1795 179.5
Juni 0 0 193 44 206 59 28 182 91 126 929 92.9
Juli 0 54 140 63 131 149 125 18 124 112 916 91.6
Agustus 0 184 124 176 87 141 193 173 60 174 1312 131.2
September 0 171 433 269 131 171 227 153 61 252 1868 186.8
Oktober 200 285 87 274 305 557 133 64 34 167 2106 210.6
November 163 397 236 311 491 282 477 615 308 227 3507 350.7
Desember 223 593 121 360 361 446 203 234 149 283 2973 297.3
Jumlah 586 2464 2461 2289 2800 2272 1943 2458 1924 2506
Total 2247.3
Sumber: Badan Metereologi dan Klimatologi Geofisika (2018)
32

B. Kondisi Satuan Lahan Penelitian


Pada penelitian ini terdapat 7 dari 17 satuan lahan yang dipilih sebagai
lokasi pengambilan sampel yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Pada
Tabel 3, dapat dilihat bahwa masing-masing satuan lahan memiliki kondisi lahan
yang berbeda-beda. Satuan lahan pada lokasi penelitian terdiri dari liotologi lahan,
fisiografi lahan, kemiringan lereng lahan, penggunaan lahan, dan jenis tanah.
Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa masing-masing satuan lahan berada pada
ketinggian yang berbeda. Satuan lahan SL1 terletak pada ketinggian 904 m.d.p.l,
satuan lahan SL2 terletak pada ketinggian 922 m.d.p.l, satuan lahan SL3 terletak
pada ketinggian 1033 m.d.p.l, satuan lahan SL4 terletak pada ketinggian 1023
m.d.p.l, satuan lahan SL5 terletak pada ketinggian 538 m.d.p.l, satuan lahan SL6
terletak pada ketinggian 588 m.d.p.l, dan satuan lahan SL7 terletak pada ketinggian
683 m.d.p.l. Ketinggian tempat atau elevasi yang berbeda di masing-masing satuan
lahan akan mempengaruhi suhu udara di lokasi satuan lahan. Penambahan
ketinggian menyebabkan suhu udara semakin turun. Laju penurunan suhu
umumnya sekitar 0,6°C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 m.d.p.l. Namun
hal ini berbeda-beda tergantung pada tempat, musim, waktu, kandungan uap air
dalam udara, dan faktor lingkungan lain (Whitten et al., 1984).
Dari tabel 3, juga dapat dilihat terdapat dua litologi yang menyusun satuan
lahan yaitu Qamg dan Qpt2. Qamg merupakan batuan Andesit dari Gunung
Malintang sedangkan Qpt2 merupakan tuff batu apung. Batuan andesit dan batu
apung merupakan jenis batuan beku yang terbentuk dari solidifikasi magma cair
yang berasal dari dalam magma. Litologi mempengaruhi jenis dan karakteristik
tanah yang akan terbentuk. Jenis bahan induk akan menentukan sifat-sifat dari tanah
yang akan dihasilkan (Hakim et al., 1986).
Fisiografi dari satuan lahan merupakan fisiografi stratovolkan yang berada
pada lereng atas dan lereng bawah gunung berapi dengan kemiringan lereng 0 –
15% dan 16 – 30%. Penggunaan lahan yang terdapat pada satuan lahan adalah
pertanian lahan kering, sawah, dan hutan yang diusahakan pada tanah dengan great
groups Dystrandepst dan Hydrandepts.
33

C. Sifat Fisika Tanah


1. Tekstur Tanah
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan kelas tekstur
tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 8.
Dari Tabel 8, hasil analisis menunjukkan tekstur tanah pada satuan lahan
terdiri dari tekstur lempung berdebu dengan kelas tekstur sedang dan tekstur liat
dengan kelas tekstur halus. Bila dihubungkan dengan kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman padi sawah irigasi, kelas tekstur sedang tergolong dalam kelas cukup
sesuai (S2) dan tanah dengan kelas tekstur halus tergolong dalam kelas sangat
sesuai (S1). Sedangkan untuk tanaman jagung, tanah dengan tekstur sedang dan
halus tergolong dalam kelas sangat sesuai (S1).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisika yang berhubungan dengan
ketersediaan hara bagi tanaman. Tanah-tanah dengan tekstur pasir memiliki luas
permukaan yang kecil sehingga sulit untuk menyerap air dan unsur hara. Sedangkan
tanah-tanah dengan tekstur liat memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah dengan
tekstur halus juga lebih aktif dalam reaksi kimia dibandingkan tanah dengan tekstur
kasar (Hardjowigeno, 2015). Selain itu menurut Hanafiah (2013) , tanah dengan
tekstur lempung dan debu akan memiliki ketersediaan hara yang optimum bagi
tanaman.
34

Tabel 8. Hasil analisis tekstur tanah pada 7 satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon Persentase (%) Kriteria
Pasir Debu Liat Tekstur Kelas tekstur
1 Qamg.V1.3.B.Lk A 21,96 59,32 18,72 Lempung berdebu Sedang
B 14,48 14,31 71,21 Liat Halus
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 25,03 29,5 41,26 Liat Halus
B 34,67 14,16 51,17 Liat Halus
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 20,18 6,64 73,18 Liat Halus
B 15,65 11,16 73,19 Liat Halus
4 Qamg.V1.2.B.H A 20,42 30,25 49,33 Liat Halus
B 23,85 35,08 41,07 Liat Halus
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 19,4 27,26 53,34 Liat Halus
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 36,23 16,24 47,53 Liat Halus
B 44,86 8,38 46,76 Liat Halus
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 9,01 9,01 81,15 Liat Halus
B 9,89 14,72 65,39 Liat Halus
35

2. Berat Volume
Berat volume atau bobot isi merupakan perbandingan antara berat tanah
kering dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah. Berat volume merupakan
indicator dari padat atau tidak padatnya suatu tanah. Semakin padat tanah maka
tanah akan makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman (Hardjowigeno,
2015).
Tanah pada lokasi ini, berdasarkan peta satuan lahan dan tanah lembar
Solok tahun 1990 tergolong tanah dengan greatgroups Hydrandepts dan
Dystrandepts yaitu tanah yang tergolong ke dalam tanah andosol yang memiliki
sifat tanah andik. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, bahwa rata-rata
berat volume tanah pada lokasi penelitan adalah <1 g/cm3 yaitu sebesar 0,59 – 0,88
g/cm3 yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sukarman dan Dariah (2014) yaitu tanah Andosol merupakan tanah
yang memiliki salah satu sifat andik yaitu berat isi berkisar 0,37 – 0,90 g/cm3.
Tabel 9. Hasil Berat Volume (BV) tanah di Nagari Sungai Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon BV (g/cm3)

1 Qamg.V1.3.B.Lk A 0,82
B 0,77
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 0,88
B 0,82
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 0,69
B 0,59
4 Qamg.V1.2.B.H A 0,72
B 0,88
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 0,83
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 0,87
B 0,74
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 0,84
B 0,79

D. Sifat Kimia Tanah


1. Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan reaksi
asam basa dalam tanah. Reaksi tanah mempengaruhi sejumlah proses di dalam
tanah bahkan banyak reaksi kimia dan biokimia tanah hanya dapat berlangsung
pada reaksi tanah yang spesifik (Tan, 1998).
36

Menurut Hardjowigeno (2015), reaksi tanah yang dinyatakan dengan nilai


pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) didalam tanah. Makin
tinggi ion H+ didalam tanah, maka tanah akan bereaksi masam.
pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah
karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah bagi tanaman
(Hanafiah, 2010). Hardjowigeno (2015) menyatakan, umumnya unsur hara mudah
diserap oleh akar pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan
unsur hara mudah larut dalam air.
Berdasarkan dari analisis yang telah dilakukan, maka didapatkan nilai pH
pada lokasi penelitian di Nagari Sungai Kamuyang pada Tabel 10. Berdasarkan
Tabel 10, pH tanah pada masing-masing lahan berkisar pada nilai 4,56 – 6,75
dengan kondisi agak masam hingga netral.
Pada tanah berkemasaman sedang, senyawa Al dan H merupakan sumber
ion H dalam tanah. Dalam hal ini, basa-basa menyumbangkan sedikit OH- sehingga
Al tidak dalam bentuk ion Al3+ tetapi dalam bentuk Al(OH)2+. Sebagian dari ion
dapat terjerap dan sebagian lagi dapat dipertukarkan dalam keseimbangan dengan
larutan. Melalui proses hidrolisis Al akan menyumbangkan ion H yang ditunjukkan
pada reaksi di bawah ini (Hakim et al, 1986):
Al3+ + OH-  Al(OH)2+
Al(OH)2+ + OH-  Al(OH)+
Al(OH)2+ + H2O  Al(OH)2+ + H+
Al(OH)2+ + H2O  Al(OH)3 + H+
Pada masing-masing satuan lahan terjadi penurunan dan peningkatan nilai
pH tanah yang tidak teratur pada tiap horizon tanah. Menurut Buckman dan Brady
(1982), terjadinya penurunan dan peningkatan pH tanah dapat disebabkan oleh
pelindian dan pelapukan. Pelindian menyebabkan kation-kation basa pada
kompleks koloid tercuci sehingga menyisakan ion hidrogen dan aluminium di
kompleks pertukaran. Peningkatan pH dapat disebabkan oleh pelapukan, dimana
terjadi pelepasan kation tertukar dari mineral dan dapat tersedia untuk diadsoprsi.
Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan basa-basa dapat ditukar atau
menggantikan basa-basa dapat ditukar yang hilang akibat pelindian.
37

Tabel 10. Hasil analisis pH tanah pada 7 satuan lahan di nagari Sungai Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon pH Tanah Kriteria

1 Qamg.V1.3.B.Lk A 4,65 Masam


B 4,81 Masam
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 5,16 Masam
B 5,17 Masam
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 4,62 Masam
B 5,01 Masam
4 Qamg.V1.2.B.H A 6,75 Netral
B 6,37 Agak masam
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 6,28 Agak masam
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 5,67 Agak masam
B 5,94 Agak masam
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 4,75 Masam
B 5,05 Masam

Berdasarkan Tabel 10, apabila dihubungkan dengan kriteria kesesuaian


lahan menurut Siswanto (2006), maka didapatkan untuk tanaman padi sawah irigasi
tergolong pada kelas sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2). Sedangkan untuk
tanaman jagung, kondisi tanah seperti diatas tergolong kedalam kelas sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marjinal (S3).

2. C-organik
Bahan organik merupakan aspek yang penting di dalam kesuburan tanah
baik secara fisika, kimia, maupun biologi. Sanchez (1976) menyatakan, bahan
organik di daerah tropis memiliki peranan sebagai penyedia unsur hara N, P, dan S
yang dilepaskan secara lambat, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah masam,
menurunkan fiksasi P, membantu memantapkan agregat tanah, mempengaruhi
retensi air, serta membentuk komplek dengan unsur hara mikro.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium mengenai kadar C-organik maka
dapat ditentukan kadar bahan organik dalam tanah dan selanjutnya dapat diketahui
kesesuaian lahannya. Kadar C-organik yang diperoleh termasuk pada kriteria
sedang sampai tinggi. Hasil analisis C-organik dapat dilihat pada Tabel 11.
38

Tabel 11. Hasil analisis C-organik tanah pada 7 satuan lahan di nagari Sungai
Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon % C-Organik Kriteria % Bahan
Organik
1 Qamg.V1.3.B.Lk A 3,23 Tinggi 5,56
B 2,86 Sedang 4,92
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 3,05 Tinggi 5,25
B 2,96 Sedang 5,01
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 3,03 Tinggi 5,21
B 3,04 Tinggi 5,23
4 Qamg.V1.2.B.H A 3,25 Tinggi 5,59
B 2,9 Sedang 4,99
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 2,96 Sedang 5,09
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 2,85 Sedang 4,9
B 2,85 Sedang 4,9
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 3,15 Tinggi 5,42
B 3,08 Tinggi 5,3

Dapat dilihat dari Tabel 11, kadar C-organik pada masing-masing satuan
lahan berkisar antara 4,9 – 5,56% dengan kriteria sedang sampai tinggi. Tingginya
kadar bahan organik pada tanah dapat disebabkan karena tingginya fraksi liat tanah.
Tangketasik et al (2012) menyatakan, kadar bahan organik berkolerasi positif
dengan kadar liat tanah. Semakin tinggi kadar liat maka kadar bahan organik juga
akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena liat berfungsi dalam memegang air
yang berpengaruh terhadap pertukaran udara yang semakin tidak baik. Aerasi yang
kurang baik berpengaruh terhadap aktivitas mikrobia tanah dalam melapukkan
bahan organik menjadi terhambat.
Berdasarkan Tabel 11, apabila dihubungkan dengan kriteria kesesuaian
lahan untuk tanaman padi sawah dan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman
jagung maka dapat digolongkan kedalam kelas sangat sesuai (S1).

3. N-total
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil N-total di
lokasi penelitian tergolong kriteria sangat rendah hingga sangat tinggi dengan
rentang nilai 0,06 – 0,8% yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
39

Tabel 12. Hasil analisis N-total tanah di Nagari Sungai Kamuyang


SL Kode Satuan Lahan Horizon N-total (%) Kriteria

1 Qamg.V1.3.B.Lk A 0,45 Sedang


B 0,07 Sangat Rendah
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 0,26 Sedang
B 0,06 Sangat Rendah
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 0,39 Sedang
B 0,21 Sedang
4 Qamg.V1.2.B.H A 0,58 Tinggi
B 0,1 Rendah
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 0,18 Rendah
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 0,2 Rendah
B 0,13 Rendah
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 0,41 Sedang
B 0,16 Rendah

Kadar N-total didalam tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik


yang ada di dalam tanah. Hakim et al. (1986) menyatakan akumulasi bahan organik
yang tinggi di dalam tanah akan menyebabkan akumulasi N didalam tanah juga
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena dekomposisi aerobic dari bahan organik
akan menghasilkan N dalam bentuk ion. Selain itu, menurut Hanafiah (2013) bahan
organik tanah yang siap didekomposisi akan menyumbangkan nitrogen kedalam
tanah melalui serangkaian proses mineralisasi (aminisasi, amonifikasi, dan
nitrifikasi) sehingga melepaskan N-mineral (NH4+ dan NO3-) yang kemudian akan
diimobilisasikan oleh tanaman atau mikroba.
Akumulasi N berbeda menurut kandungan bahan organik. Akumulasi bahan
organik yang tinggi menyebabkan akumulasi N juga tinggi, begitu pula sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena dekomposisi aerobik bahan organik tanah dapat
menghasilkan N dalam bentuk ion seperti Ammonium (NH4+), Nitrit (NO2-), Nitrat
(NO3-) yang sangat penting dalam kesuburan tanah (Hakim et al., 1986).
Berdasarkan Tabel 12, apabila dihubungkan dengan kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman padi sawah tergolong ke dalam kelas Sangat Sesuai (S1) dan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman jagung tergolong ke dalam kelas Sangat Sesuai
(S1) dan Cukup Sesuai (S2).
40

4. P-Tersedia
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil P-tersedia
di lokasi penelitian tergolong kriteria sedang hingga sangat tinggi dengan rentang
nilai 16 – 39 ppm yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 13. Ketersediaan P
didalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Hakim et al (1986)
mengemukakan tanah dengan pH mendekati normal memiliki kelarutan Fe dan Al
yang rendah sehingga sebagian fosfat akan dibebaskan.
Hanafiah (2013) juga mengemukakan ketersediaan P di dalam tanah
optimum pada kisaran pH 6,0 – 7,0. Pada tanah dengan di bawah 5,6 maka
kelarutan Fe dan Al akan meningkat sehingga memfiksasi dan mengendapkan P
larutan membentuk Al-P dan Fe-P (koloid) yang kemudian mengalami kristaslisasi
menjadi variscit (AlPO4.2H2O) dan strengit (FePO4.2H2O).
Bahan organik mempengaruhi ketersediaan P baik secara langsung melalui
proses mineralisasi atau secara tidak langsung melalui membantu pelepasan P yang
terfiksasi. Stevenson (1982) menjelaskan ketersediaan P di dalam tanah dapat
dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik melalui proses mineralisasi bahan
organik sehingga terjadi pelepasan P mineral (PO43-) dan melalui aksi dari asam
organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dari dekomposisi sehinggaterjadi
pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk
terlarut, yang ditunjukkan pada reaksi berikut:
Al (Fe)(H2O)3 (OH)2 H2PO4 + Khelat ===> PO42- (larut) + Kompleks AL-Fe-Khelat
(Stevenson, 1982).
Hasil proses penguraian dan mineralisasi bahan organik, di samping akan
melepaskan fosfor anorganik (PO43-) juga akan melepaskan senyawa-senyawa P-
organik seperti fitine dan asam nucleic, dan diduga senyawa P-organik ini, tanaman
dapat memanfaatkannya. Proses mineralisasi bahan organik akan berlangsung jika
kandungan P bahan organik tinggi, yang sering dinyatakan dalam nisbah C/P. Jika
kandungan P bahan tinggi, atau nisbah C/P rendah kurang dari 200, akan terjadi
mineralisasi atau pelepasan P ke dalam tanah, namun jika nisbah C/P tinggi lebih
dari 300 justru akan terjadi imobilisasi P atau kehilangan P (Stevenson, 1982).
41

Tabel 13. Hasil analisis P-tersedia tanah pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai
Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon P2O5 (ppm) Kriteria

1 Qamg.V1.3.B.Lk A 39 Sangat tinggi


B 18 Sedang
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 23 Sedang
B 18 Sedang
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 24 Sedang
B 21 Sedang
4 Qamg.V1.2.B.H A 22 Sedang
B 18 Sedang
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 19 Sedang
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 17 Sedang
B 16 Sedang
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 19 Sedang
B 17 Sedang

Berdasarkan Tabel 13, apabila dihubungkan dengan kriteria kesesuaian lahan


untuk tanaman padi sawah tergolong ke dalam kelas Sangat Sesuai (S1) dan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman jagung tergolong ke dalam kelas Sangat Sesuai
(S1) dan Cukup Sesuai (S2).

5. Kapasitas Tukar Kation (KTK)


Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan kemampuan koloid tanah
menjerap dan mempertukarkan kation. Pertukaran kation merupakan reaksi yang
umum terjadi dan merupakan salah satu reaksi yang terpenting dalam tanah (Hakim
et al., 1986). Menurut Hardjowigeno (2015), kapasitas tukar kation sangat erat
hubungannya dengan dengan kesburan tanah. Tanah dengan KTK yang tinggi
mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan
KTK rendah.
Dari analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil analisis KTK tanah di
lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, didapatkan
Kapasitas Tukar Kation pada lokasi penelitian berada pada kondisi sedang hingga
tinggi dengan nilai berkisar 17,75 – 33,51 me/100 g tanah.
42

Tabel 14. Hasil analisis KTK tanah pada 7 satuan lahan di nagari Sungai Kamuyang
SL Kode Satuan Horizon KTK Kriteria KTK Liat
Lahan (me/100g tanah) (me/100 g liat)
1 Qamg.V1.3.B.Lk A 23,73 Sedang 126,8
B 19,74 Sedang 27,72
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 19,76 Sedang 47,89
B 19,6 Sedang 38,3
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 17,78 Sedang 24,3
B 24,65 Sedang 33,68
4 Qamg.V1.2.B.H A 20,02 Sedang 40,58
B 25,52 Tinggi 62,14
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 18,32 Sedang 34,35
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 24,79 Sedang 52,16
B 28,12 Tinggi 60,14
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 33,51 Tinggi 41,29
B 28,01 Tinggi 42,84

Nilai kapasitas kation suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah lainnya,
salah satunya adalah tekstur dan kandungan bahan organik. Semakin tinggi jumlah
liat suatu tanah maka KTK juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan halusnya
tekstur tanah maka jumlah koloid liat dan organiknya juga akan semakin besar
sehingga KTK juga akan semakin besar. Selain itu, bahan organik yang tinggi juga
akan mengakibatkan KTK yang tanah semakin besar sebab bahan organik
mempunyai daya jerap kation yang lebih besar darpada koloid liat (Hakim et al.,
1986).
Berdasarkan hasil analisis laboratorium mengenai kapasitas tukar kation
dan jumlah persen liat tanah, maka dapat ditentukan nilai kapasitar tukar kation
(KTK) liat sehingga didapat hasil yang dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan
data tersebut, jika dhubungkan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi
serta kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung maka dapat digolongkan
kedalam kelas sangat sesuai (S1).

6. Kejenuhan Basa (KB) dan Kalium dapat ditukar


Hasil analisis laboratorium mengenai kejenuhan basa pada lokasi penelitian
dapat dilihat pada Tabel 15. Dari hasil analisis, dapat terlihat nilai kejenuhan basa
di lokasi penelitian berada pada kisaran 20,85 – 29,96 % dengan kriteria rendah.
Hardjowigeno (2015) menyatakan rendahnya kejenuhan basa disebabkan oleh
kompleks jerapan tanah lebih banyak diisi oleh kation-kation Al3+ dan H+.
43

Tabel 15. Hasil analisis KB tanah pada tujuh satuan lahan di nagari Sungai
Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon Kejenuhan Basa (%) Kriteria

1 Qamg.V1.3.B.Lk A 21,73 Rendah


B 27,65 Rendah
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 26,02 Rendah
B 26,46 Rendah
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 25,47 Rendah
B 25,87 Rendah
4 Qamg.V1.2.B.H A 25,7 Rendah
B 20,85 Rendah
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 37,94 Rendah
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 26,99 Rendah
B 22,05 Rendah
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 20,95 Rendah
B 27,2 Rendah

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation


basa dengan jumlah semua kation yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah.
Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah-tanah dengan pH
rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa yang rendah sedangkan tanah-tanah
dengan pH tinggi mempunyai kejenuhan basa yang tinggi pula (Hardjowigeno,
2015).
Kejenuhan basa merupakan indikator tingkat kesuburan tanah dimana
mudah tidaknya kation terjerap dilepaskan untuk tanaman tergantung pada
kejenuhan basa. Tanah dianggap subur jika kejenuhan basa ≥ 50% sedangkan tanah
dengan kejenuhan basa ≤ 50% dianggap tidak subur (Tan, 1998).
Berdasarkan nilai kejenuhan basa yang didapat dari analisis, maka bila
dihubungkan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah irigasi
dan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung termasuk kedalam kelas sesuia
marjinal (S3).
Hasil analisis laboratorium mengenai Kalium dapat ditukar pada lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 16. Dari hasil analisis, dapat terlihat nilai
kejenuhan basa di lokasi penelitian berada pada kisaran 0,58 – 0,91 me/100 g tanah
dengan kriteria sedang hingga tinggi. Kalium merupakan unsur hara esesnsial kedua
setelah N yang paling banyak diserap tanaman. Umumnya kalium didalam tanah
merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari hasil pelarutan mineral-mineral
44

K, K tertukar dari permukaan koloid-koloid tanah, dan K hasil mineralisasi bahan


organik atau pupuk dengan kehilangan akibat adanya serapan tanaman, K-terfiksasi
akibat terjerap oleh ruang dalam koloid-koloid, dan pelindian (Hanafiah, 2013).
Kalium ditemukan dalam jumlah banyak di dalam tanah, tetapi hanya
sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang
dapat dipertukarkan (dalam koloid tanah). Umumnya kalium didalam tanah
dibedakan menjadi kalium dapat dipertukarkan, kalium tidak tersedia, dan kalium
lambat tersedia (Hardjowigeno, 2015).
Ketersediaan kalium didalam tanah dipegaruhi oleh beberapa faktor yaitu
penambahan dari luar, fiksasi kalium, serta kehilangan kalium. Ketersediaan kalium
didalam tanah akan bertambah akibat adanya penambahan dari luar salah satunya
melalui air irigasi. Kadar kalium dalam air irigasi sangat ditentukan oleh sumber air
irigasi dan daerah-daerah yang dilaluinya. Fiksasi kalium akan terjadi jika didalam
tanah banyak terdapat mineral liat tipe 2 : 1, yang dapat menyebabkan kalium
terjepit diantara kedua sisinya (Hakim et al., 1986).
Tabel 16. Hasil analisis K-dd pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang
SL Kode Satuan Lahan Horizon K2O Kriteria
(me/100 g tanah)
1 Qamg.V1.3.B.Lk A 0,68 Tinggi
B 0,67 Tinggi
2 Qamg.V1.2.A.Lk A 0,70 Tinggi
B 0,68 Tinggi
3 Qamg.V1.2.B.Lk A 0,74 Tinggi
B 0,84 Tinggi
4 Qamg.V1.2.B.H A 0,91 Tinggi
B 0,76 Tinggi
5 Qpt2.V1.3.A.Sw A 0,86 Tinggi
6 Qamg.V1.3.A.Sw A 0,77 Tinggi
B 0,79 Tinggi
7 Qamg.V1.3.A.Lk A 0,82 Tinggi
B 0,78 Tinggi

Berdasarkan nilai K2O yang didapat dari analisis, maka bila dihubungkan
dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah irigasi dan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman jagung termasuk kedalam kelas sangat sesuai (S1).
45

E. Evaluasi Kesesuaian Lahan


Evaluasi kesesuaian lahan merupakan suatu proses penilaian terhadap
potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu lahan (Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2015). Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan
karakterisitik dan kualitas lahan dengan ketentuan syarat tumbuh tanaman yang
telah disusun sedemikian rupa. Menurut Djaenudin (2011), karakteristik lahan yang
umum digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah temperatur udara,
kelembaban udara, curah hujan, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah,
kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, lereng, bahaya
erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan. Hasil analisis
laboratorium yang telah dilakukan menghasilkan kualitas dan karakteristik lahan
pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang yang dapat dilihat pada Tabel
17.
Metoda yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman
padi sawah irigasi dan tanaman jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan
Luak adalah metoda matching. Metode matching yang dilakukan untuk menilai
kesesuaian lahan adalah dengan membandingkan kelas kesesuaian lahan yang
didasarkan pada nilai terendah (terberat) sebagai faktor pembatas dalam evaluasi
kesesuaian lahan (Rayes, 2007). Hasil penilaian dari metoda matching berupa kelas
dan subkelas kesesuaian lahan dinyatakan dalam kondisi aktual (kelas kesesuaian
lahan aktual) dan kondisi potensial (kelas kesesuaian lahan potensial).
46

Tabel 17. Kualitas dan karakteristik lahan pada tujuh satuan peta lahan di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak
Karakteristik lahan Satuan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 20,88 20.77 20,1 20,16 23,07 22,77 22,2
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 2247,3 2247,3 2247,3 2247,3 2247,3 2247,3 2247,3
Ketinggian tempat (mdpl) 904 922 1033 1023 538 588 683
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Baik Baik Baik Baik Terhambat Terhambat Sangat Baik
Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat (h) Liat (h) Liat (h) Liat (h) Liat (h) Liat (h)
Berdebu (s)
Bahan kasar (%) <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3
Kedalaman tanah (cm) >130 >89 >79 >110 30 >67 >50
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 126,8 47,89 24,3 40,58 34,35 52,16 41,29
Kejenuhan basa (%) 21,73 26,02 25,47 25,7 37,94 26,99 20,95
pH H2O 4,65 5,16 4,62 6,75 6,28 5,67 4,75
C-Organik (%) 3,23 3,05 3,03 3,25 2,96 2,85 3,15
N-Total sedang sedang tinggi tinggi rendah rendah sedang
P2O5 sangat tinggi sedang tinggi sedang sedang sedang sedang
K2O tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 20 8 20 20 8 15 15
Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 F0 F0 F0 F0 F0 F0
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) 0% 0% 0% 8% 0,15% 2,10% 0%
Singkapan batuan 0% 0% 0% 2% 0% 0% 0%
47

1. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah


a. Kesesuaian Lahan Aktual
Dari hasil analisis dan pengamatan terhadap kualitas dan karakteristik lahan
untuk tanaman padi sawah irigasi pada masing-masing satuan lahan yang ada di
Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak, maka dapat ditentukan kelas
kesesuaian lahan aktualnya yang merupakan kelas kesesuaian lahan saat ini dalam
keadaan alami pada masing-masing satuan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 18.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan lahan
SL1 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3tc,nr,eh dengan faktor
pembatas temperatur rerata dengan nilai 20,88oC, retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nila 10,78%, dan bahaya erosi berat dengan kemiringan lereng 20%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan lahan
SL2 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3tc,nr dengan faktor
pembatas temperatur rerata dengan nilai 20,77oC dan retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nilai 13,43%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan lahan
SL3 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3tc,nr,eh dengan faktor
pembatas temperatur rerata dengan nilai 20,1oC, retensi hara berupa kejenuhan basa
dengan nilai 14,92%, dan bahaya erosi berat dengan kemiringan lereng 20%.
Kesesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan
lahan SL4 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3tc,nr,eh dengan
faktor pembatas temperatur rerata dengan nilai 20,16oC, retensi hara berupa
kejenuhan basa dengan nilai 14,63%, dan bahaya erosi berat dengan kemiringan
lereng 20%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan lahan
SL5 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3rc,nr dengan faktor
pembatas kedalaman efektif dengan kedalaman tanah 30 cm dan retensi hara berupa
kejenuhan basa dengan nilai 18,99%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan lahan
SL6 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3nr dengan faktor
pembatas retensi hara berupa kejenuhan basa dengan nilai 13,47%.
48

Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman padi sawah irigasi pada satuan lahan
SL7 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3nr dengan faktor
pembatas retensi hara berupa kejenuhan basa dengan nilai 10,47%.
Setelah dilakukan penilaian kelas kesesuaian lahan aktual pada masing-
masing satuan lahan maka didapatkan pada tiap satuan lahan termasuk kelas
kesesuaian sesuai marjinal (S3) dengan faktor pembatas yang umumnya berupa
temperatur udara, retensi hara, dan bahaya erosi pada satuan lahan SL1, SL2, SL3,
SL4, SL6, dan SL7, dan pada satuan lahan SL5 selain memiliki faktor pembatas
retensi hara juga terdapat faktor pembatas berupa kedalaman tanah.
49

Tabel 18. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Padi Sawah Irigasi pada tujuh Satuan Lahan di Nagari Sungai Kamuyang Kec. Luak
Karakteristik lahan Satuan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) S3 S3 S3 S3 S2 S2 S2
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
S2 S2 S2 S2 S1 S1 S2
Media perakaran (rc)
Tekstur S2 S2 S1 S1 S1 S1 S1
Bahan kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman tanah (cm) S1 S1 S1 S1 S3 S1 S1
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kejenuhan basa (%) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
pH H2O S2 S2 S2 S2 S1 S1 S2
C-Organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
N-Total (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
P2O5 (ppm) S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2
K2O (me/100 g tanah) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) S3 S2 S3 S3 S2 S2 S2
Bahaya erosi S3 S2 S3 S3 S2 S2 S2
Bahaya banjir (fh)
Genangan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Singkapan batuan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan S3 S3 S3 S3 S3 S2 S3
Sub-Kelas Kesesuaian S3tc,nr,eh S3tc,nr S3tc,nr,eh S3tc,nr,eh S3rc,nr S3nr S3nr
Lahan
50

b. Kesesuaian Lahan Potensial


Dari hasil kesesuaian lahan aktual yang telah dilakukan maka dapat ditentukan
kelas kesesuaian lahan potensial pada masing-masing satuan lahan. Kesesuaian
lahan potensial meruapakan kelas kesesuaian lahan yang dapat dicapai apabila
dilakukan usaha-usaha perbaikan pada faktor pembatas yang ada pada masing-
masing lahan sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman akan lebih baik. Hasil
evaluasi
Dari penilaian yang telah dilakukan, faktor pembatas yang ada pada masing-
masing satuan lahan yang membatasi pertumbuhan tanaman padi sawah irigasi di
Nagari Sungai Kamuyang adalah temperatur rerata, kedalaman efektif, retensi hara,
dan bahaya erosi. Temperatur rerata dan kedalaman tanah termasuk kedalam faktor
pembatas yang sangat sulit bahkan tidak dapat dilakukan. Temperatur rerata
merupakan unsur iklim yang tidak dapat diperbaiki karena merupakan kondisi
alami yang sulit untuk dikontrol oleh manusia. Sedangkan kedalam efektif sulit
untuk dilakukan karena tingkat pengelolaannya yang tinggi. Kedalaman efektif
hanya dapat dilakukan pada lapisan padas lunak dan tipis dengan membongkarnya
pada saat waktu pengolahan tanah namun hal ini sulit untuk dilakukan dan
membutuhkan tenaga dan biaya yang besar sehingga tidak efektif untuk dilakukan.
Sedangkan faktor pembatas berupa retensi hara dan bahaya erosi dapat dilakukan
dengan upaya-upaya perbaikan.
Faktor pembatas retensi hara pada kesesuaian lahan untuk tanaman padi
sawah irigasi adalah kejenuhan basa. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan
tingkat kesuburan tanah. dimana mudah tidaknya kation terjerap dilepaskan untuk
tanaman tergantung pada kejenuhan basa (Tan, 1998). Penambahan lumpur pada
padi sawah umumnya sering dilakukan di Jepang untuk meningkatkan kesuburan
tanah (Hardjowigeno dan Rayes, 2005). Selain itu perbaikan yang dapat dilakuan
adalah dengan cara melakukan pemberian pupuk Ca dan Mg . Penambahan pupuk
Ca dan Mg dapat dilakukan dengan penambahan pupuk dolomit pada masa awal
sebelum penanaman padi sawah. Menurut Barus (2015), pemberian pupuk dolomit
pada penanaman padi sawah dapat meningkatkkan hasil gabah kering panen (GKP)
sebesar 20%. Pemberian dolomit dapat menambah ketersediaan Ca dan Mg dalam
51

tanah sehingga memacu turgor sel dan pembentukan klorofil sehingga proses
fotosintesi menjadi meningkat (Sumaryo dan Suryono, 2000).
Faktor pembatas berupa bahaya erosi pada kesesuaian lahan tanaman padi
sawah irigasi adalah kemiringan lereng lahan. Faktor pembatas ini dapat diperbaiki
dengan upaya pembuatan teras. Pembuatan teras dapat dilakukan dengan cara
menggali lereng atas dan menimbun lereng bawah sehingga susunan horizon tanah
asalnya tidak hilang sama sekalin. Semakin curam lereng, maka teras akan semakin
sempit dan penggalian serta penimbunan akan semakin besar (Hardjowigeno dan
Rayes, 2005).
Setelah dilakukan perbaikan pada kondisi kesesuaian lahan aktual, terdapat
faktor pembatas lain yang muncul berupa ketersediaan oksigen yaitu drainase. Padi
sawah membutuhkan drainase yang terhambat dalam pertumbuhannya sebab padi
sawah membutuhkan ketersediaan air yang banyak dalam pertumbuhannya.
Kondisi drainase seperti dapat dicapat dengan cara pelumpuran. Pada saat
pelumpuran, agregat tanah akan hancur dan meningkatkan pori-pori mikro tanah
sehingga daya tahan air menjadi tinggi (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Dengan dilakukan usaha-usaha perbaikan diatas maka didapatkan kelas
kesesuaian potensial untuk tanaman padi sawah irigasi pada masing-masing satuan
lahan di Nagari Sungai Kamuyang dan upaya yang dilakukan pada masing-masing
subkelas kesesuaian lahan potensial yang disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20.
52

Tabel 19. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk Tanaman Padi Sawah Irigasi pada tujuh Satuan Lahan di Nagari Sungai Kamuyang Kec. Luak
Karakteristik lahan Satuan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) S3 S3 S3 S3 S2 S2 S2
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Media perakaran (rc)
Tekstur S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahan kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman tanah (cm) S1 S1 S1 S1 S3 S1 S1
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kejenuhan basa (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
pH H2O S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
C-Organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
N-Total (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
P2O5 (ppm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
K2O (me/100 g tanah) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) S2 S1 S2 S2 S1 S1 S1
Bahaya erosi S2 S1 S2 S2 S1 S1 S1
Bahaya banjir (fh)
Genangan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Singkapan batuan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan S3 S3 S3 S3 S3 S2 S3
Sub-Kelas Kesesuaian S3tc S3tc S3tc S3tc S3rc S2tc,nr S2tc,nr
Lahan
53

Tabel 20. Upaya perbaikan pada satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang
Subkelas SL Faktor pembatas Upaya perbaikan Subkelas Luas (Ha) %Luas
Kesesuaian Lahan yang dilakukan Kesesuaian Lahan
Aktual Potensial
S3rc,nr SL5 Kedalaman tanah - S3rc 151,05 11,52
Retensi hara (Kejenuhan Basa)Penambahan
pupuk Ca dan Mg
S3tc,nr SL2 Temperatur rerata - S3tc 35,35 2,70
Retensi Hara (Kejenuhan Basa) Penambahan
pupuk Ca dan Mg
S3tc,nr,eh SL1, SL3, Temperatur rerata - S3tc 142,68 10,89
SL4 Retensi hara (Kejenuhan Basa) Penambahan
Bahaya Erosi pupuk Ca dan Mg
Terasering
S3nr SL6, SL7 Retensi Hara (Kejenuhan Basa) Pengambahan S2tc,nr 981,56 74,89
pupuk Ca dan Mg
Jumlah 1310,64 100
54

2. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung


a. Kesesuaian Lahan Aktual
Dari hasil analisis dan pengamatan terhadap kualitas dan karakteristik lahan
untuk tanaman jagung pada masing-masing satuan lahan yang ada di Nagari Sungai
Kamuyang Kecamatan Luak, maka dapat ditentukan kelas kesesuaian lahan
aktualnya yang merupakan kelas kesesuaian lahan saat ini dalam keadaan alami
pada masing-masing satuan lahan yang disajikan pada Tabel 21.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL1
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm dan retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nilai 10,78%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL2
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm dan retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nilai 13,43%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL3
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm dan retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nilai 14,92% dan pH H2O dengan nilai 4,59.
Kesesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL4
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm dan retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nilai 14,63%.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL5
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,oa,rc,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm, drainase terhambat, kedalaman
tanah 30 cm, dan retensi hara berupa kejenuhan basa dengan nilai 18,99% .
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL6
ermasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,oa,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm, drainase terhambat, dan retensi hara
berupa kejenuhan basa dengan nilai 13,47%.
55

Kesesuaian lahan alktual untuk tanaman jagung pada satuan lahan SL7
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) dengan subkelas S3wa,nr dengan faktor
pembatas curah hujan dengan nilai 2247,3 mm dan retensi hara berupa kejenuhan
basa dengan nilai 10,47%.
Setelah dilakukan penilaian kelas kesesuaian lahan aktual pada masing-
masing satuan lahan maka didapatkan pada tiap satuan lahan termasuk kelas
kesesuaian sesuai marjinal (S3) dengan faktor pembatas yang umumnya berupa
curah hujan dan retensi hara pada masing-masing satuan lahan, faktor pembatas
drainase pada dua satuan lahan yaitu SPL5 dan SPL6, dan pada satuan lahan SPL5
terdapat faktor pembatas berupa kedalaman tanah.
56

Tabel 21. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Jagung pada tujuh Satuan Lahan di Nagari Sungai Kamuyang Kec. Luak
Karakteristik lahan Satuan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Ketinggian tempat (mdpl) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase S1 S1 S1 S1 S1 S3 S1
Media perakaran (rc)
Tekstur S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahan kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman tanah (cm) S1 S1 S1 S1 S3 S1 S1
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kejenuhan basa (%) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
pH H2O S3 S2 S3 S1 S1 S1 S3
C-Organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
N-Total (%) S1 S1 S1 S1 S2 S2 S1
P2O5 (ppm) S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2
K2O (me/100 g tanah) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) S2 S1 S2 S2 S2 S1 S1
Bahaya erosi S2 S1 S2 S2 S2 S1 S1
Bahaya banjir (fh)
Genangan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Singkapan batuan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Sub-Kelas Kesesuaian Lahan S3wa,nr S3wa,nr S3wa,nr S3wa,nr S3wa,oa,rc,nr S3wa,oa,nr S3wa,nr
57

b. Kesesuaian Lahan Potensial


Dari hasil kesesuaian lahan aktual yang telah dilakukan maka dapat
ditentukan kelas kesesuaian lahan potensial pada masing-masing satuan lahan.
Kesesuaian lahan potensial meruapakan kelas kesesuaian lahan yang dapat dicapai
apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan pada faktor pembatas yang ada pada
masing-masing lahan sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman akan lebih baik.
Dari penilaian yang telah dilakukan, faktor pembatas yang ada pada masing-
masing satuan lahan yang membatasi pertumbuhan tanaman jagung di Nagari
Sungai Kamuyang adalah curah hujan, kedalaman efektif, retensi hara, dan
drainase. Curah hujan dan kedalaman tanah termasuk kedalam faktor pembatas
yang sangat sulit bahkan tidak dapat dilakukan. Sama halnya denga temperatur
rerata, curah hujan merupakan unsur iklim yang tidak dapat diperbaiki karena
merupakan kondisi alami yang sulit untuk dikontrol oleh manusia. Sedangkan
kedalama efektif sulit untuk dilakukan karena tingkat pengelolaannya yang tinggi.
Kedalaman efektif hanya dapat dilakukan pada lapisan padas lunak dan tipis
dengan membongkarnya pada saat waktu pengolahan tanah namun hal ini sulit
untuk dilakukan dan membutuhkan tenaga dan biaya yang besar sehingga tidak
efektif untuk dilakukan. Sedangkan faktor pembatas berupa retensi hara dan
drainase dapat dilakukan dengan upaya-upaya perbaikan.
Faktor pembatas retensi hara pada kesesuaian lahan tanaman jagung di
Nagari Sungai Kamuyang adalah kejenuhan basa. Untuk meningkatkan kejenuhan
basa dapat dilakukan dengan penambahan kapur seperti kalsit dan dolomit.
Hanafiah (2013) menyatakan, pengapuran dapat meningkatkan pH dan kejenuhan
basa sehingga ketersediaan hara bagi tanaman meningkat dan potensi toksik dari
unsur mikro menjadi tertekan.
Faktor pembatas drainase pada satuan lahan SL5, SL6, dan SL7 adalah
terjadinya terhambat nya drainase tanah karena pada satuan lahan tersebut
digunakan sebagai lahan sawah yang pada umumnya membutuhkan drainase
terhambat. Menurut Zubachtirodin (2015), tanaman jagung merupakan tanaman
yang peka terhadap kelebihan air sehingga apabila drainase tanah terhambat akan
terjadi genangan pada tanaman jagung. Saluran irigasi diperlukan untuk kebutuhan
58

pengaturan pengairan. Saluran ini dapat dibuat pada saat penyiangan pertama
dengan cara dicangkul setiap dua baris tanaman agar lebih efisien.
Dengan dilakukan usaha-usaha perbaikan diatas maka didapatkan kelas
kesesuaian potensial untuk tanaman padi sawah irigasi pada masing-masing satuan
lahan di Nagari Sungai Kamuyang dan upaya perbaikan yang dilakukan pada tiap
subkelas kesesuaian lahan aktual yang disajikan pada Tabel 22 dan Tabel 23.
59

Tabel 22. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk tanaman jagung pada tujuh satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang
Karakteristik lahan Satuan Lahan
1 2 3 4 5 6 7
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Ketinggian tempat (mdpl) S1 S1 S1 S1 S2 S2 S1
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase S1 S1 S1 S1 S2 S2 S1
Media perakaran (rc)
Tekstur S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahan kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman tanah (cm) S1 S1 S1 S1 S3 S1 S1
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kejenuhan basa (%) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
pH H2O S2 S1 S2 S1 S1 S1 S2
C-Organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
N-Total (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
P2O5 (ppm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
K2O (me/100 g tanah) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya erosi S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya banjir (fh)
Genangan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1
Singkapan batuan S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelas Kesesuaian Lahan S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Subkelas Kesesuaian Lahan S3wa S3wa S3wa S3wa S3wa,rc S3wa S3wa
60

Tabel 23. Upaya perbaikan pada satuan lahan di Nagari Sungai Kamuyang
Subkelas SL Faktor pembatas Upaya perbaikan Subkelas Luas (Ha) %Luas
Kesesuaian Lahan yang dilakukan Kesesuaian Lahan
Aktual Potensial
S3wa,oa,rc,nr SL5 Curah Hujan - S3wa,rc 151,05 11,52
Drainase Saluran drainase
Kedalaman tanah -
Retensi hara (Kejenuhan Basa) Pengapuran
S3wa,nr SL1, SL2, Curah Hujan - S3wa 689,19 52,58
SL3, SL4, Retensi Hara (Kejenuhan Basa Pengapuran
SL7 dan pH H2O)
S3wa,oa,nr SL6 Curah Hujan - S3wa 470,39 35,90
Retensi hara (Kejenuhan Basa) Pengapuran
Drainase Saluran drainase
Jumlah 1310,64 100
61

V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan kelas
kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah di Nagari Sungai Kamuyang
Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota:
1. Pada satuan lahan SL1, SL3, dan satuan lahan SL4 termasuk kelas sesuai marjinal
(S3) subkelas S3tc,nr,eh dengan faktor pembatas temperatur rerata, retensi hara,
dan bahaya erosi dengan luas 142,68 Ha.
2. Pada satuan lahan SL2 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3tc,nr
dengan faktor pembatas temperatur rerata dan retensi hara dengan luas 35,35 Ha.
3. Pada satuan SL5 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3rc,nr dengan
faktor pembatas kedalaman tanah dan retensi hara dengan luas 151,05 Ha.
4. Pada satuan lahan SL6 dan SL7 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3nr
dengan faktor pembatas retensi hara dengan luas 981,56 Ha.
Kelas Kesesuaian Lahan untuk tanaman jagung pada Nagari Sungai
Kamuyang Kecamatan Luak tergolong kedalam kelas sesuai marjinal (S3) dengan
rincian:
1. Pada satuan lahan SL1, SL2, SL3, SL4, dan SL7 termasuk kedalam kelas sesuai
marjinal (S3) subkelas S3wa,nr dengan faktor pembatas curah hujan dan retensi
hara dengan luas 689,18 Ha.
2. Pada satuan lahan SL5 tergolong kelas sesuai marjinal (S3) subkelas
S3wa,oa,rc,nr dengan faktor pembatas curah hujan, drainase, kedalaman tanah,
dan retensi hara dengan luas 151,05 Ha.
3. Pada satuan lahan SL6 tergolong kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3wa,oa,nr
dengan faktor pembatas curah hujan, drainase, dan retensi hara dengan luas 470,39
Ha.

B. SARAN
Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan tanaman padi sawah dan tanaman
jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota,
disarankan pada faktor pembatas retensi hara (kejenuhan basa) pada kesesuaian
lahan tanaman padi sawah irigasi dilakukan dengan penambahan pupuk Ca dan Mg
62

dan kesesuaian lahan tanaman jagung agar dilakukan pengapuran, faktor pembatas
drainase pada kesesuaian lahan padi sawah irigasi agar dilakukan pelumpuran,
sedangkan faktor pembatas drainase pada kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
agar dilakukan pembuatan saluran irigasi. Selain itu dari hasil yang didapatkan dari
evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah irigasi dan kesesuaian lahan
untuk tanaman jagung diharapkan sebagai pedoman dalam penyusunan tata guna
lahan yang tepat bagi pemerintah setempat serta sebagai informasi pedoman
penggunaan lahan bagi petani dalam penanaman padi sawah maupun tanaman
jagung.
63

RINGKASAN
Pemanfaatan lahan sebagai sumber daya alam khususnya dalam
pengembangan komoditi pertanian perlu mempertimbangkan aspek-aspek
kelestarian lingkungan dan tingkat kesesuaian dan potensi lahan. Penentuan
kesesuaian lahan dengan persyaratan tumbuhnya tanaman sangat diperlukan
terutama dalam perencanaan pengembangan komoditas pertanian. Hal ini penting
karena untuk mengetahui potensi pengembangan tanaman sangat diperlukan
pewilayahan komoditas berdasarkan kelas kesesuaian lahan sehingga tanaman
tersebut mampu tumbuh selaras dengan iklim dan kondisi lahan yang ada. Dengan
dilakukannya evaluasi kesesuaian lahan diharapkan akan diperoleh data-data
karakteristik lahan yang akan menunjukkan sifat-sifat lahan sehingga dapat
diketahui tingkat kesesuaian lahannya terutama terhadap tanaman padi sawah dan
jagung. Kemudian dilakukan usaha-usaha yang sesuai dengan karakteristik lahan
yang pada akhirnya akan mengoptimalkan produksi tanaman.

Padi sawah dan jagung merupakan tanaman pangan yang umum ditanam di
Kecamatan Luak khususnya di Nagari Sungai Kamuyang. Berdasarkan data BPS
pada tahun 2016 di Kecamatan Luak tercatat padi sawah memiliki luas tanam 3235
Ha dengan produksi 4,91 ton/ha sedangkan untuk tanaman jagung tercatat luas
tanam sebesar 429 Ha dengan produksi 7,96 ton/ha. Walaupun kedua tanaman
pangan ini merupakan tanaman yang umum ditanam di daerah ini, besaran produksi
dari kedua komoditas tanaman pangan ini bersifat tidak stabil. Data BPS pada tahun
2012 – 2016 menunjukkan produksi padi sawah dan jagung di Kecamatan Luak
tercatat mengalami penurunan produksi pada tahun 2013 dan tidak mengalami
kenaikan produksi secara signifikan.

Pada tahun 2012, tercatat padi sawah memiliki produksi sebesar 5,6 ton/ha
dengan luas panen 2724 Ha. Namun pada tahun 2013, terjadi penurunan produksi
menjadi 4,7 ton/ha dengan luas panen 3135 ha. Pada tiga tahun berikutnya
walaupun telah terjadi peningkatan luas panen padi sawah mencapai 3.600 ha
namun produksi paling tinggi hanya mencapai 4,9 ton/ha (BPS, 2016). Data
tersebut menunjukkan produksi padi sawah di Kecamatan Luak telah mengalami
mengalami penurunan. Sedangkan untuk tanaman jagung, sejak tahun 2014
64

produksi jagung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada tahun 2013,
terjadi penurunan produksi dari 16,8 ton/ha menjadi 5,7 ton/ha. Pada tahun-tahun
berikutnya, tidak terjadi perubahan yang berarti dimana pada tahun 2015, tercatat
produksi jagung sebesar 6 ton/ha dengan luas panen 146 ha. Selain itu, pada tahun
2016 telah dilakukan perluasan luas panen jagung hingga 3 kali lipat menjadi 429
ha namun produksi yang dicapai hanya sebesar 6,5 ton/ha.

Berdasarkan hal di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul


“Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah dan Jagung di Nagari
Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota”. Diharapkan
dengan adanya penelitian ini didapatkan analisis kesesuaian lahan untuk tanaman
padi sawah dan jagung sebagai pedoman dalam pengembangan komoditi pertanian
di Nagari Sungai Kamuyang.

Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Maret 2018 sampai Agustus 2018
yang terdiri dari dua tahap yaitu di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di
lapangan dilaksanakan di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten
Lima Puluh Kota dan kemudian dilanjutkan dengan analisis tanah di Laboratorium
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei pada tingkat semi


detil dengan skala peta 1:50.000. Rangkaian penelitian terdiri dari tahap persiapan,
pra survei, survei utama, analisis tanah di laboratorium, serta pengolahan data.
Pengambilan sampel tanah akan dilakukan secara Purposive Random Sampling,
sampel tanah diambil berdasarkan satuan lahan pada luasan > 25 Ha. Pengambilan
sampel tanah dilakukan dengan dua cara yaitu: pengambilan sampel tanah satelit
dan pengambilan sampel tanah utuh. Sampel tanah satelit akan diambil dari tiap-
tiap horizon A dan B pada lubang profil. Pengambilan sampel tanah pada profil
dimulai dari horizon paling bawah agar tidak tercampurnya sampel tanah pada
setiap lapisan, sampel tanah diambil ± 2 kg pada setiap lapisan profil tanah. Profil
tanah dibuat sebanyak 1 profil pada tiap satuan lahan dengan luas > 25 ha.
Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan dengan menggunakan ring sampel pada
horizon A dan horizon B pada lubang profil.
65

Metoda pengklasifikasian analisis kesesuaian lahan untuk tanaman padi


sawah irigasi dan tanaman jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak
dilakukan dengan metoda matching yaitu membandingkan nilai kualitas dan
karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang
telah disusun sesuai persyaratan tumbuh tanaman yang mengacu pada “Evaluasi
Sumber Daya Lahan” oleh Siswanto.

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kelas kesesuaian lahan


untuk tanaman padi sawah di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak
Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada satuan lahan SL1, SL3, dan satuan lahan SL4
termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3tc,nr,eh dengan faktor pembatas
temperatur rerata, retensi hara, dan bahaya erosi dengan luas 142,68 Ha. Pada
satuan lahan SL2 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3tc,nr dengan
faktor pembatas temperatur rerata dan retensi hara dengan luas 35,35 Ha. Pada
satuan SL5 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3rc,nr dengan faktor
pembatas kedalaman tanah dan retensi hara dengan luas 151,05 Ha. Pada satuan
lahan SL6 dan SL7 termasuk kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3nr dengan faktor
pembatas retensi hara dengan luas 981,56 Ha.

Kelas Kesesuaian Lahan untuk tanaman jagung pada Nagari Sungai


Kamuyang Kecamatan Luak tergolong kedalam kelas sesuai marjinal (S3) d. Pada
satuan lahan SL1, SL2, SL3, SL4, dan SL7 termasuk kedalam kelas sesuai marjinal
(S3) subkelas S3wa,nr dengan faktor pembatas curah hujan dan retensi hara dengan
luas 689,18 Ha. Pada satuan lahan SL5 tergolong kelas sesuai marjinal (S3)
subkelas S3wa,oa,rc,nr dengan faktor pembatas curah hujan, drainase, kedalaman
tanah, dan retensi hara dengan luas 151,05 Ha. Pada satuan lahan SL6 tergolong
kelas sesuai marjinal (S3) subkelas S3wa,oa,nr dengan faktor pembatas curah
hujan, drainase, dan retensi hara dengan luas 470,39 Ha.

Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan tanaman padi sawah dan tanaman
jagung di Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota,
disarankan pada faktor pembatas retensi hara (kejenuhan basa) pada kesesuaian
lahan tanaman padi sawah irigasi dilakukan dengan penambahan pupuk Ca dan Mg
dan kesesuaian lahan tanaman jagung agar dilakukan pengapuran, faktor pembatas
66

drainase pada kesesuaian lahan padi sawah irigasi agar dilakukan pelumpuran,
sedangkan faktor pembatas drainase pada kesesuaian lahan untuk tanaman jagung
agar dilakukan pembuatan saluran irigasi.
67

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Sawah dan Lahan
Kering. Jakarta: Penebar Swadaya. 86 hal.
Agus, F, Undang K., Abdurachman A., dan Ai D. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode
Analisisnya. Bogor: Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. 282 hal.
Anda, M. 1993. Keterpaduan antara unsur iklim dan sifat tanah dalam penilaian
kesesuaian lahan untuk tanaman kapas di NTB. Jurnal Agromet volume IX No 1
: 1993.
Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 141 hal.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kecamatan Luak dalam Angka 2016. Lima Puluh Kota:
BPS Lima Puluh Kota.116 hal.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kecamatan Situjuah Limo Nagari dalam Angka 2016.
Lima Puluh Kota: BPS Lima Puluh Kota. 134 hal.
Barus, Junita. 2015. Efektivitas Dolomit dan Biochar Sekam terhadap Produktivitas
Dua VUB Padi Rawa. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015,
Palembang, 08 – 09 Oktober 2015.
Buckman, H., O., dan Brady, N., C. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit
Bhratharakarya Aksara. 788 hal.
Danarti, S dan Najiyati. 2009. Palawija, Budidaya dan Analisis Pasca Panen. Bogor:
Penebar Swadaya. 114 hal.
Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan Hidayat, A. 2011. Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. 154 hal.
Enjang, S. 2012. Panduan Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering. Bogor: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.
Fiantis, D. 2015. Buku Ajar Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Padang: Minangkabau
Press. 264 hal.
Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong,
G.B., Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung:
Universitas Lampung. 488 hal.
Hakim, N. 2001. Panduan Praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah. Padang: Fakultas
Pertanian Universitas Andalas. 27 hal.
Hanafiah, K., A. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press. 360 hal.
Hardjowigeno, S., dan Rayes, M., L. 2005. Tanah Sawah: Karakteristik, Kondisi, dan
Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing. 208
hal.
Hardjowigeno, S., Subagyo, H., dan Rayes M., L.,. 2004. Morfologi dan Klasifikasi
Tanah Sawah. Dalam: F. Agus, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A. Mudzakir
68

Fagi, dan W. Hartatik (ed). Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolannya. Bogor:
Badan Pengembangan dan Penelitian Pertanian. 360 hal.
Hardjowigeno, S. 1993. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Media Sarana Perkasa. 237 hal.
Hardjowigeno, S. 2015. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo. 288 hal.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Wilayah Edisi Revisi. Bogor: Jurusan Tanah IPB. 351 hal.
Herawati W. D. 2012. Budidaya Padi. Yogyakarta: Javalitera. 116 hal.
Iriany R. N., Yasin, M., dan Baehaki. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi
Jagung. Dalam Balai Pengembangan dan Penelitian Pertanian. Jagung. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 500 hal.
Kartasapoetra, AG. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk
Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara. 237 hal.
Kartasapoetra, AG. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropika.
Jakarta: Bina Aksara.
Minardi, S. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering untuk Pengembangan
Pertanian Tanaman Pangan. Surakarta: UPT Perpustakaan UNS.
Murni, A. M dan Arief, R., W. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 17 hal.
Musa, L., Mukhlis., dan Rauf A. 2006. Dasar Ilmu Tanah (Fundamentals of Soil
Science). Medan: Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU.
Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal. Jakarta: Penebar Swadaya. 213 hal.
Notohadinegoro, T. 2000. Diagnostik Fisik Kimia dan hayati Kerusakan Lahan.
Makalah pada Seminar Pengusutan Kriteria Kerusakan Tanah/Lahan. Asmendep
I Lingkungan Hidup/ Bapedal 1-3 Juli 1999. Yogyakarta.
Prasetyo, B., H., Sri Adiningsih, J., Subagyono, K., dan. Simanungkalit, R., D., M.
2004. Mineralogi, Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah. Dalam: F. Agus, A.
Adimihardja, S. Hardjowigeno, A. Mudzakir Fagi, dan W. Hartatik (ed). Tanah
Sawah dan Teknologi Pengelolannya. Bogor: Badan Pengembangan dan
Penelitian Pertanian. 360 hal.
Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D., A. 2006. Pengembangan Pertanian Lahan Kering
di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 : 39-47.
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: CV Andi. 300
hal.
Rukmana. R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 112 hal.
Siswanto. 2006. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Jawa Timur: UPN Press. 120 hal.
Sofyan, Ritung., Wahyunto., Agus, F., dan Hidayat, H. 2007. Evaluasi Kesesuaian
Lahan Dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat.
Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Center. 39 hal.
Sitorus, S. 1995. Evaluasi Sumber Daya Lahan Edisi Revisi. Bandung: Tarsito.
69

Siswoputranto. 1976. Komoditi Ekspor Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia. 310 hal.

Sukarman dan Dariah, A. 2014. Tanah Andosol di Indonesia: Karakteristik, Potensi,


Kendala, dan Pengelolannya untuk Pertanian. Bogor: Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 144 hal.
Sulaeman dan Eviati. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor:
Balai Penelitian Tanah. 234 hal.
Sumaryo dan Suparyono. 2000. Pengaruh Dosis Pupuk Dolomit daaan SP-36 terhadap
Jumlah Bintil Akar dan Hasil Tanaman Kacang Tanah di Latosol. Agrosains 2(2)
: 54 – 58.
Suparyono dan Setyono, A. 1993. Padi. Jakarta: Penebar Swadaya. 118 hal.
Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemistry Genesis, Composition, and Reaction.
John Wiley and Sons. New York.
Tangketasik, A., Wikarniti, N., M., Soniari, N., N., Narka, I., W. 2012. Kadar
Bahan Organik Tanah pada Tanah Sawah dan Tegalan di Bali serta
Hubungannya dengan Tekstur Tanah. Agrotrop : Journal on Agriculture
Science, [S.l.], v. 2, n. 2, jan. 2014.
Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1993. Petunjuk Teknis dan Evaluasi
Lahan. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 113 hal.
Warisno. 2007. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. 81 hal.
Wirawan, G.N. dan Wahab W.I. 2007. Teknologi Budidaya Jagung. Diakses dari
http://www.pustaka-deptan.go.id. Tanggal 20 November 2017.
Zubachtiroidin, Saenong, S., Pabbage, M.P., Azrai, M.,Setyorini, D., Kartaatmadja, S.,
dan Kasim, F. 2015. Pedoman Umum PTT Jagung. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. 20 hal.
70

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian


No Kegiatan Bulan
Maret 2018 April 2018 Mei 2018 Juni 2018 Juli 2018 Agustus 2018
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan
2. Pra survei
3. Survei utama
4. Analisis Tanah di
Laboratorium
5. Pengolahan Data
6. Penulisan Skripsi
71

Lampiran 2. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian


1. Alat dan Bahan yang Digunakan di Lapangan
No Nama Alat Jumlah
1. Peta Dasar (Topografi) 1 lembar
2. Peta Satuan Lahan 1 lembar
3. Kartu Deskripsi Profil 7 lembar
4. Buku Catatan 1 buah
5. GPS 2 buah
6. Abney Level 1 buah
7. Bor tanah mineral 2 buah
8. Ring sampel 30 buah
9. Parang 1 buah
10. Cangkul 3 buah
11. Pisau komando 4 buah
12. Meteran 3 buah
13. Munsell Soil Colour Chart 3 buah
14. Spidol permanen 3 buah
15. Triplek ukuran 10 x 10 cm 60 buah
16. Alat tulis 3 set
17. Plastik ukuran 2 kg 0,5 kg
18. Karet gelang 0,25 kg
19. Kertas label 1 pak
72

2. Alat yang digunakan di Laboratorium


No. Jenis Alat Jumlah
1. Ayakan 2 mm 1 buah
2. Ayakan 0,5 mm 1 buah
3. Batang Pengaduk 1 buah
4. Buret 25 ml dan Standart 1 buah
5. Cawan Aluminium 35 buah
6. Corong 25 buah
7. Eksikator 1 buah
8. Erlenmeyer 100 ml 25 buah
9. Gelas Ukur 10 ml 1 buah
10. Gelas Ukur 50 ml 1 buah
11. Gelas Ukur 100 ml 1 buah
12. Gelas Piala 500 ml 10 buah
13. Labu Kjedahl 10 buah
14. Labu Ukur 50 ml 25 buah
15. Labu Ukur 100 ml 25 buah
16. Labu Semprot 1 buah
17. Pipet Tetes 1 buah
18. Pipet Gondok 10 ml 1 buah
19. Pipet Gondol 25 ml 1 buah
20. Tabung Silinder 1000 ml 10 buah
21. Botol Kocok 100 buah
22. Timbangan analitik 1 unit
23. Spektrofotometer 1 unit
24. AAS 1 unit
25. Alat Destilasi 1 unit
26. Alat Destruksi 1 unit
27. Oven tanah 1 unit
28. pH Meter 1 unit
29. Mesin pengocok 1 unit
73

3. Bahan Kimia yang digunakan di Laboratorium


No. Nama Bahan Jumlah
1. Aquades 300 liter
2. Hidrogen Peroksida 30% 2 Liter
3. Asam Klorida Pekat 30 ml
4. Asam Sulfat Pekat 350 ml
5. Alkohol 95% 300 ml
6. Indikator Conway 30 ml
7. Kalium Klorida (KCl) 149 gram
8. Natrium Hidroksida (NaOH) 800 gram
9. Kalium Dikromat (K2Cr2O7) 24,52 gram
10. Amonium Asetat (NH4OAc) 115,62 gram
11. Asam Borat (H3BO3) 20 gram
12. Serbuk Selenium 25 gram
13. Natrium Florida (NaF) 4 gram
14. Natrium Polifosfat (Na4P2O7) 25 gram
15. NH4F 1,11 gram
74

Lampiran 3. Prosedur Analisis Tanah di Laboratorium


1. Penetapan tekstur tanah metode pipet dan ayakan (Sulaeman dan
Eviati, 2009).
Alat dan Bahan :
Alat yang digunakan terdiri dari tabung silinder 1000 ml, pipet
gondok, ayakan 50 µm, gelas ukur 200 ml, cawan aluminium, eksikator,
oven, neraca analitik, tungku pemanas (hotplate), gelas piala 1000 ml, dan
pipet tetes. Bahan yang dibutuhkan adalah tanah lolos ayakan 2 mm, H2O2
10% dan 30%, HCl 2 N, Na4P2O7 10% dan aquadest.
Cara Kerja :
Sampel tanah yang telah diayak 2 mm ditimbang 10 g dan
dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 ml, kemudian ditambahkan 50 ml
H2O2 10%. Gelas terebut ditutup dengan gelas arloji dan biarkan semalam.
Selanjutnya ditambahkan lagi 25 ml H2O2 30% dan dipanaskan di atas
penangas air sampai buihnya habis. Selanjutnya ditambahkan 180 ml
aquades dan 20 ml HCl 2 N. Didihkan di atas pemanas listrik selama 10
menit. Kemudian diangkat dan setelah agak dingin diencerkan dengan
aquades menjadi 700 ml. Kemudian diendap-tuangkan sampai bebas asam.
Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan peptisator Na4P2O7 10%.
Pemisahan Pasir
Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan
50 mikron sambal dicuci dengan aquades. Filtrate ditampung dalam silinder
1000 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan
dipindahkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya
dengan aquades menggunakan botol semprot. Kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC. Kemudian ditimbang (berat pasir = A g)
Pemisahan debu dan liat
Filtrat dalam silinder diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama 5
menit dan segera dipipet sebanyak 20 ml ke dalam cawan aluminium. Filtrat
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC kemudian ditimbang (berat debu
+ liat + peptisator = B g).
75

Untuk pemisahan liat diaduk lagi selama 5 menit lalu dibiarkan


selama 3 jam 30 menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20
ml pada kedalaman 5 cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam
cawan aluminium. Suspensi liat dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC
kemudian ditimbang (berat liat + peptisator = C g).
Perhitungan
Fraksi pasir =Ag
Fraksi debu = 25 (B – C) g
Fraksi liat = 25 (C – 0,0095) g
Jumlah fraksi = A + 25 (B – 0,0095) g
Pasir (%) = A/{A + 25 (B – 0,0095)} × 100
Debu (%) = {25(B – C)}/{A + 25 (B – 0,0095)} × 100
Liat (%) = {25 (C – 0,0095)}/{A + 25 (B – 0,0095)} × 100

2. Penetapan Berat Volume Tanah dengan metoda Ring (Agus, F et al,


2006)
Prosedur kerja :
Buka tutup ring dan letakkan contoh tanah dengan ringnya kedalam
suatu cawan aluminium. Keringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama
24 jam sampai dicapai bera yang konstan. Untuk pengukuran yang lebih
teliti, contoh tanah kering dimasukkan kedalam eksikator selama kurang
lebih 10 menit sebelum ditimbang. Timbang berat kering tanah (Ms) + berat
ring (Mr) + berat cawan (Mc). Tentukan berat tanah kering (Ms) = (Ms +
Mr + Mc) – (Mr + Mc). Tentukan volume bagian dalam ring (Vt) = πr2t dan
tentukan BV = Ms/Vt.

3. Penetapan Kadar Air Tanah kering mutlak (Sulaeman dan Eviati,


2009).
Prosedur kerja :
Timbang 5,00 g tanah kering udara dalam pinggan aluminium yang
telah diketahui bobotnya. Keringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3
jam. Angkat pinggan dengan penjepit dan masukkan ke dalam eksikator.
76

Setelah contoh dingin kemudian ditimbang. Bobot yang hilang adalah bobot
air.
Perhitungan :
tanah kering udara − bobot kering tetap
Kadar air (%) = × 100 %
bobot kering tetap
Koreksi kadar air (KKA) = 1 + kadar air
4. Penetapan pH H2O dan KCl dengan metode perbandingan dengan
larutan indikator Gelas pH meter (Sulaeman dan Eviati, 2009)
Alat dan Bahan :
Air suling (aquadest), larutan KCl 1 M (74,5 g KCl dalam 1 l
aquadest), larutan penyangga (buffer) pH 4 dan pH 7, timbangan, tabung
film, gelas ukur, mesin kocok, elektroda gelas pH meter, dan tissue.
Cara Kerja :
Ditimbang 10 g contoh tannah lalu masukkan ke tabung kocok,
tambahkan 10 ml aquadest dengan gelas ukur, dikocok 15 menit dengan
mesin pengocok, diamkan sebentar atau paling lama 1 jam. Lakukan hal
yang sama dengan larutan 1 M KCl.
Ukur pada pH meter yang telah dibakukan dengan larutan
penyangga pH 4 dan pH 5. Setelah pengukuran satu contoh selesai, bilas
elektroda dengan aquadest dan lap dengan tissue, ukur contoh tanah
berikutnya.

5. Penetapan Kemasaman dapat ditukar (Sulaeman dan Eviati, 2009)


Prosedur kerja :
Timbang 5,00 g tanah < 2 mm ke dalam botol kocok 100 ml,
ditambah 50 ml KCl 1 M. Campuran dikocok dengan mesin kocok selama
30 menit kemudian disaring. Ekstrak jernih dipipet 10 ml ke dalam
erlenmeyer, dibubuhi penunjuk PP kemudian dititar dengan larutan NaOH
baku sampai warna merah jambu (T1). Tambahkan sedikit larutan baku HCl
sampai warna merah jambu tepat hilang. Tambah 2 ml NaF 4% (warna
ekstrak akan merah kembali). Kemudian dititar dengan larutan baku HCl
sampai warna merah tepat hilang (T2). Kerjakan analisis blanko.
77

Perhitungan :
Kemasaman dapat ditukar (Al-dd dan H-dd dalam cmol/kg)
= (T1 – Tb1) X N NaOH X 100 X fk
Al-dd (cmol/kg) = (T2 – Tb2) X N HCl X 100 X fk
H-dd (cmol/kg) = kemasaman dapat ditukar – Al-dd
T1 = ml NaOH terpakai
Tb1 = blanko NaOH
T2 = ml HCl terpakai
Tb2 = blanko HCl
fk = faktor koreksi kadar air

6. Penetapan KTK tanah dengan metode pencucian Amonium asetat pH


7 (Sulaeman dan Eviati, 2009)
Alat dan Bahan :
Timbangan analitik, alat destilasi amoniak, gelas piala, batang
pengaduk, gelas arloji, gelas ukur 50 ml, botol semprot dari plastik, corong,
kertas saring, labu ukur 100 ml, pipet, buret dan standart, labu erlenmeyer,
labu kjedahl 800 ml. Bahan yang digunakan adalah Amonium Asetat 1 M
pH 7 (CH3COONH4), Etanol 96%, Larutan H2SO4 0,05 N , Larutan NaOH
40% , dan Indikator Conway
Cara kerja :
Ditimbang 2,5 g contoh tanah ukuran < 2 mm, lalu ditambahkan 50
mldengan larutan amonium asetat 1 M pH 7 dan dikocok selama 30 menit.
Setelah itu, didiamkan selama satu malam. Keesokan harinya, larutan
disaring menggunakan kertas saring. Kertas saring yang berisi tanah
disemprot dengan etanol 96%. Dan didiamkan satu malam lagi, agar kertas
saring mengering. Keesokan harinya, kertas saring yang berisi tanah
dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam labu didih, dan ditambah
dengan 40 ml air bebas ion dan 10 ml NaOH 40%. Sementara hasil destilat
ditampung dengan erlenmeyer yang berisi 10 ml H3BO3 1% dan beberapa
tetes indikator conway dan warma larutan menjadi merah muda. Larutan
didestilasi hingga hasil destilat berubah warna menjadi hijau kebiruan atau
78

volume destilat mencukupi 50-75 ml. Hasil destilat dititrasi menggunakan


H2SO4 0,05 N hingga warnanya menjadi merah muda, lalu dicatat asam
sulfat terpakai.
Perhitungan :
KTK (cmol/kg) = (Vc – Vb) x N/10 x ml perkolat/ml perkolat dipipet x 1000 g/g
contoh x fp x KKA
= (Vc – Vb) x N/10 x 50 ml / 20 ml x 1000 g/2,5 g x fp x KKA
= (Vc – Vb) x N/10 x 50 / 20 x 1000 /2,5 x fp x KKA
= (Vc – Vb) x N x 100 x fp x KKA
Keterangan :
Vc : mL titran contoh tanah
Vb : mL titran blanko
N : Normalitas H2SO4
10 : Konversi mmol ke cmol

7. Penetapan K-dd, Ca-dd, Na-dd, dan Mg-dd dengan metode pencucian


Amonium asetat pH 7 (Hakim, 2003)
Kation K-dd dapat ditetapkan dari hasil leaching (pelindihan) tanah
untuk menetapkan KTK yang ditampung dengan labu ukur 100 ml tadi.
Kation K-dd dapat ditetapkan dengan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS).
Bahan : Hasil pelindihan pada penetapan KTK, dan larutan baku K, Ca, Na,
dan Mg.
Prosedur kerja : Ukur larutan baku pada AAS, setelah itu ukur contoh
Perhitungan :
100 50
× ×𝑝𝑝𝑚 𝐾
5 5
K-dd (me/100 g) = × KKA
10 ×𝐵𝐸 𝐾
100 50
× ×𝑝𝑝𝑚 𝐶𝑎
5 5
Ca-dd (me/100 g) = × KKA
10 ×𝐵𝐸 𝐶𝑎
100 50
× ×𝑝𝑝𝑚 𝑁𝑎
5 5
Na-dd (me/100 g) = × KKA
10 ×𝐵𝐸 𝑁𝑎
100 50
× ×𝑝𝑝𝑚 𝑀𝑔
5 5
Mg-dd (me/100 g) = × KKA
10 ×𝐵𝐸 𝑀𝑔
79

Bobot ekuivalen: K = 39; Ca = 20; Na = 21; Mg = 12

8. Penetapan C-organik (Sulaeman dan Eviati, 2009)


Alat dan Bahan :
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, sprektrofotometer,
labu ukur 100 ml, dan gelas ukur 10 ml.
Bahan yang digunakan adalah larutan I N K2Cr2O7 (49,04 g
K2Cr2O7 dalam 1 liter aquades), asam sulfat pekat (96% H2SO4), larutan
standar 5.000 ppm C dan kertas lap.
Prosedur Kerja :
Ditimbang 0,500 g contoh tanah ukuran < 0,5 mm, dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan 5 ml K2CrO7, lalu dikocok.
Ditambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok, lalu diamkan selama 30 menit.
Diencerkan dengan air bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan
harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250
ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5.000 ppm C ke dalam
labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh.
Perhitungan :
Kadar C-Organik (%)
= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 100/mg contoh X fk
= ppm kurva x 100/1.000 x 100/500 x fk
= ppm kurva x 10/500 x fk

9. Penetapan Fosfor Tersedia Metode Bray I (Sulaeman dan Eviati, 2009)


Alat dan Bahan:
Alat yang digunakan adalah gelas ukur 25 ml, pipet 10 ml, botol
kocok 100 ml, mesin pengocok, dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah pengekstrak Bray dan Kurt I, pereaksi
pewarna fosfat, dan kertas saring.
80

Cara kerja:
Ditimbang 2,5 gram contoh tanah < 2 mm, ditambah 25 ml
pengekstrak Bray I dan Kurt, kemudian dikocok selama 15 menit. Disaring
dan bila keruh dikembalikan ke atas saringan semula. Dipipet 2 ml ekstrak
jernih ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml pereaksi
pewarna fosfat dan dibiarkan selama 30 menit. Diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 889 nm.
Perhitungan:
Kadar P2O5 tersedia (ppm)
= ppm kurva × ml ekstrak/1000 ml × 1000 g/g contoh × 142/190 × KKA
= ppm kurva × 25/1000 ml × 1000/2,5 × 142/190 × KKA
= ppm kurva × 10 × 142/190 × KKA

10. Penetapan Nitrogen Total dengan Metode Kjeldahl (Sulaeman dan


Eviati, 2009).
Alat dan Bahan:
Alat yang digunakan adalah labu kjeldahl, Erlenmeyer 50 ml,
erlenmeyel 100 ml, gelas ukur 100 ml, buret 25 ml, alat destilasi, alat
desktruksi.
Bahan yang digunakan adalah H2SO4 pekat, serbuk selenium,
NaOH 40%, H3BO3 4%, indikator Conway, dan aquades.
Cara Kerja:
Ditimbang 0,5 g contoh tanah < 0,5 mm, dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 50 ml, ditambahkan 1 g serbuk selenium dan 5 ml asam sulfat
pekat, didestruksi hingga keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar
4 jam). Dipindahkan seluruh ekstrak contoh ke dalam labu didih. Disiapkan
penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu Erlenmeyer 100 ml yang
berisi 10 ml H3BO3 4% yang ditambah 3 tetes indikator Conway (berwarna
merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur,
ditambahkan 40 ml aquades dan 20 ml NaOH 40% ke dalam labu didih
berisi ekstrak contoh tanah dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga
volume penampung mencapai 40 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi
81

dengan H2SO4 0,1 N hingga warna merah muda. Dicatat volume titar contoh
(Vc) dan blanko (Vb).
Perhitungan:
Kadar nitrogen (%)
= (Vc – Vb) × N H2SO4 × bst N × 100/mg contoh × KKA
= (Vc – Vb) × 0,1 × 14 × 100/500 × KKA
= (Vc – Vb) × 0,28 × KKA
82

Lampiran 4. Kriteria Parameter Analisis Laboratorium


Sifat Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
Rendah Tinggi
C (%) < 1,00 1,00 – 2,00 2,01 – 3,00 3,01 – 5,00 > 5,00
N-Total (%) < 0,1 0,1 – 0,2 0,21 – 0,5 0,51 – 0,75 >0,75
P2O5 Bray I < 10 10 – 15 16 - 25 26 - 35 >35
(ppm)
KTK <5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 > 40
(me/100 g )
Susunan
Kation:
K (me/100 g) < 0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 > 1,0
Na < 0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 > 1,0
(me/100 g)
Mg < 0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 > 8,0
(me/100 g)
Ca <2 2–5 6 – 10 11 – 20 > 20
(me/100 g)
Kejenuhan < 20 20 – 35 36 – 50 51 – 70 > 70
Basa (%)
pH Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
H2O Masam Masam Alkalis
< 4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5 > 8,5
Sumber : Hardjowigeno (1993)
83

Diagram Segitiga Tekstur Tanah USDA


84

Lampiran 5. Jumlah Bulan Basah dan Bulan Kering Nagari Sungai


Kamuyang
Tabel Jumlah rata-rata bulan basah dan kering nagari Sungai Kamuyang
No Tahun Bulan Kering (Fd) Bulan Basah (Fw)
1 2008 9 3
2 2009 2 9
3 2010 0 11
4 2011 2 9
5 2012 1 10
6 2013 2 10
7 2014 3 9
8 2015 1 10
9 2016 2 8
10 2017 0 12
Jumlah 22 91
Sumber : Data Curah Hujan Nagari Sungai Kamuyang oleh BMKG tahun 2018
Md = Fd/T = 22/10 = 2,2
Mw = Fw/T = 91/10 = 9,1
85

Lampiran 6. Perhitungan Tipe Iklim Nagari Sungai Kamuyang Menurut


Schmidt-Ferguson
Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim Schmidt-Ferguson
adalah sebagai berikut:
𝑀𝑑
Q = 𝑀𝑤 × 100%

Dimana : Q = Tipe Iklim menurut Schmidt-Ferguson


Md = Rata-rata banyaknya bulan kering = Fd/T
Fd = Jumlah bulan kering
T = Banyaknya tahun observasi
Mw = Rata-rata banyaknya bulan basah = Fw/T
Fw = Jumlah bulan basah
Klasifikasi Iklim menurut Schmidt-Ferguson
Q (%) Tipe Curah Hujan Kriteria
0 – 14,3 A Sangat Basah
14,3 – 33,3 B Basah
33,3 – 60 C Agak Basah
60 – 100 D Sedang
100 – 167 E Agak Sedang
167 – 300 F Kering
300 – 700 G Sangat Kering
> 700 H Luar Biasa Kering
Sumber : Balai Penelitian Tanah (2004)

Nilai Q untuk menentukan tipe iklim nagari Sungai Kamuyang menurut Schmidt-
Ferguson, yaitu:
Q = Md/Mw X 100%
= 2,2/9,1 X 100%
= 24,18 %
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Q sebesar 24,18% sehingga dapat diketahui
tipe iklim di Nagari Sungai Kamuyang adalah tipe iklim B yang bersifat basah.
86

Lampiran 7. Perhitungan Suhu Udara di Nagari Sungai Kamuyang


Informasi suhu udara tempat pengambilan sampel tanah dapat diprediksi
dengan menggunakan rumus Braak (Tan dan Vansehuylenborgh, 1961) dengan
perhitungan:
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
Keterengan:
t = suhu udara
h = ketinggian tempat dari permukaan laut yang dinyatakan dengan
hektometer (hm)
Suhu udara setiap satuan lahan yang terdapat di Nagari Sungai Kamuyang
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
SL Kode Satuan Lahan Ketinggian (m.d.p.l) Suhu Udara (oC)
1 Qamg.V1.3.B.LK 904 20,88
2 Qamg.V1.2.A.LK 922 20,77
3 Qamg.V1.2.B.LK 1033 20,1
4 Qamg.V1.2.B.H 1023 20,16
5 Qpt2.V1.3.A.S 538 23,07
6 Qamg.V1.3.A.S 588 22,77
7 Qamg.V1.3.A.LK 683 22,2

Nagari Sungai Kamuyang terletak di ketinggian 506 – 2225 m.d.p.l, dengan


demikian didapatkan rentang nilai suhu dengan menggunakan rumus Braak yaitu
12,95oC – 23,26oC dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Ketinggian 506 m.d.p.l = 5,06 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (5,06 × 0,61)oC
= 23,26 oC
2. Ketinggian 2225 m.d.p.l = 22,25 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (22,25 × 0,61)oC
= 12,95 oC
87

Lokasi penelitian terletak antara 538 – 1033 m.d.p.l, dengan demikian suhu
udara yang diperoleh untuk lokasi penelitian di Nagari Sungai Kamuyang dengan
menggunakan rumus Braak didapatkan nilai suhu udara dengan rentang nilai 20,1oC
– 23,07oC dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Ketinggian 538 m.d.p.l = 5,38 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (5,38 × 0,61)oC
= 23,07 oC
2. Ketinggian 588 m.d.p.l = 5,88 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (5,88 × 0,61)oC
= 22,77 oC
3. Ketinggian 683 m.d.p.l = 6,83 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (6,83 × 0,61)oC
= 22,2 oC
4. Ketinggian 904 m.d.p.l = 9,04 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (9,04 × 0,61)oC
= 20,88 oC
5. Ketinggian 922 m.d.p.l = 9,22 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – ( 9,22 × 0,61)oC
= 20,77 oC
6. Ketinggian 1023 m.d.p.l = 10,23 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61 )oC
= 26,3oC – ( 10,23 × 0,61 )oC
= 20,16 oC
7. Ketinggian 1033 m.d.p.l = 10,33 hm.d.p.l
t = 26,3oC – ( h × 0,61)oC
= 26,3oC – (10,33 × 0,61)oC
= 20,1 oC
88

Lampiran 8. Kriteria Parameter Kondisi Fisik di Lapangan


Kriteria penilaian keadaan lereng
Kelas Lereng (%) Kriteria
0–8 Datar
8 – 15 Landai
15 – 25 Agak Curam
25 – 45 Curam
> 45 Sangat Curam

Kriteria Kelas Erosi


Kelas Erosi Keterangan
e0 Tidak ada Tidak ada erosi
e1 Ringan < 25% lapisan atas hilang
e2 Sedang 25 – 75% lapisan atas hilang
e3 Berat 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan
bawah hilang
e4 Sangat berat Sampai > 25% lapisan bawah hilang
Sumber : Hardjowigeno (1993)

Kriteria tingkat bahaya erosi


Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah yang hilang
(cm/tahun)
Sangat ringan (sr) < 0,15
Ringan (r) 0,15 – 0,9
Sedang (s) 0,9 – 1,8
Berat (b) 1,8 – 4,8
Sangat berat (sb) > 4,8
Sumber : Djaenudin (2011)
89

Kriteria persentase batuan di permukaan


Kelas Keterangan
b0 Tidak ada; kurang dari 0,01% luas areal
b1 Sedikit; 0,01-3% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah
dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman
b2 Sedang; 3 – 15% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah
mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang
b3 Banyak; 15- 90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan
penanaman menjadi sangat sulit
b4 Sangat banyak; lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah
sama sekali tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian
Sumber : Hardjowigeno (1993)

Kriteria singkapan batuan


Kelas Keterangan
b0 Tidak ada; kurang dari 2% permukaan tanah tertutup
b1 Sedikit; 2 – 10% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan
penanaman agak terganggu
b2 Sedang; 10 – 50% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan
penanaman terganggu
b3 Banyak; 50-90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan
penanaman sangat terganggu
b4 Sangat banyak; > 90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali
tidak bisa digarap
Sumber: Hardjowigeno (1993)
90

Bahaya Banjir/ Genangan


Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
penduduk setempat di lapangan.
Bahaya banjir diberi simbol FX,Y (dimana X adalah simbol kedalaman
genangan dan Y adalah simbol lamanya banjir).

Kelas kedalaman banjir (X) dan Lamanya banjir (Y)


Kelas Kedalaman banjir (X) Lamanya banjir (Y)
1 < 25 cm < 1 bulan
2 25 – 50 cm 1 – 3 bulan
3 50 – 150 cm 3 – 6 bulan
4 > 150 cm > 6 bulan
Sumber : Djaenudin (2011)

Kelas bahaya banjir


Simbol Kelas bahaya Kelas bahaya banjir berdasarkan kombinasi
banjir kedalaman banjir dan lamanya banjir (FX,Y)
F0 Tanpa -
F1 Ringan F1.1, F2.1, F3.1
F2 Sedang F1.2, F2.2, F3.2, F4.1
F3 Agak berat F1.3, F2.3, F3.3
F4 Berat F1.4, F2.4, F3.4, F4.2, F4.3, F4.4
Sumber : Djaenudin (2011)
91

Kriteria ancaman banjir/genangan


Kelas Keterangan
O0 Tidak pernah; dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup banjir
untuk waktu lebih dari 24 jam
O1 Kadang-kadang; banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam. Terjadinya
tidak tertatur dalam periode kurang dari tahu bulan
O2 Selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara tertatur tertutup
banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam
O3 Selama waktu 2 – 5 bulan dalam setahin, secara teratur selalu dilanda
banjir yang lamanya lebih dari 24 jam
O4 Selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara
teratur yang lamanya lebih dari 24 jam
Sumber : Hardjowigeno (1993)
92

Lampiran 9. Jumlah serta jenis kualitas dan karateristik lahan yang


dipertimbangkan dalam evaluasi lahan
Kualitas Lahan Karakteristik Lahan Satuan
A. Persyaratan Ekologi/Tumbuh
Tanaman
1. Rejim suhu
o
- Rata-rata suhu C
tahunan
o
- Rata-rata suhu C
bulanan terdingin
o
- Rata-rata suhu C
2. Ketersediaan air bulanan terpanas
- Panjang periode
pertumbuhan hari/tahun
- Curah hujan rata-
rata tahunan mm
- Jumlah bulan kering
(<75 mm) bulan
3. Kelembaban Udara - Kelembaban nisbi
udara %
4. Media perakaran - Drainase
- Tekstur tanah Kelas
- Kedalaman efektif Kelas
tanah cm

5. Retensi Hara - KTK


me/100 g
6. Ketersediaan hara - pH tanah
- C-organik %-
- Periode banjir Minggu
- Frekuensi banjir -

7. Bahaya banjir
- Pendugaan kelas Kelas
- Tekstur lapisan Kelas
B. Persyaratan Pengolahan - Pendugaan kelas Kelas
1. Kemudahan Pengolahan - Kemiringan %
2. Potensi mekanisasi lereng/lahan
- Kemiringan lahan %

C. Persyaratan Konservasi
1. Bahaya erosi
Sumber : Tim PPT dan Agroklimat (1993)
93

Lampiran 10. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah irigasi
(Oryza sativa L.)
Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan
karakteristik lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 24 – 29 22 – 24 18 – 22 > 35
29 – 32 32 – 35 < 18
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm)
Kelembaban (%) 33 – 90 30 – 33 < 30; > 90
Ketersediaan oksigen
(oa) agak terhambat, sangat cepat
Drainase terhambat, baik, sedang terhambat,
sedang agak cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur halus, sedang agak kasar kasar
agak halus
Bahan kasar (%) <3 3 – 15 15 – 35 > 35
Kedalaman tanah (cm) > 50+ 40 – 50 25 – 40 < 25
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) > 16 ≤ 16
Kejenuhan basa (%) > 50 35 – 50 < 35
pH H2O 5,5 – 8,2 4,5 – 5,5 < 4,5
8,2 – 8,5 > 8,5
C-Organik (%) > 1,5 0,8 – 1,5 < 0,8
N-Total rendah sangat
rendah
P2O5 sangat sedang rendah
tinggi,
tinggi
K2O sedang rendah sangat
rendah
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 2–4 4–8 8 – 25 > 25
Bahaya erosi sangat rendah – berat sangat
rendah sedang berat
Bahaya banjir (fh)
Genangan F0,F1.1, F1.3, F2.2, F1.4, F2.4, F1.5, F2.5,
F1.2, F2.1, F3.3, F4.1, F3.4, F4.4 F3.5, F4.5
F3.1, F3.2 F4.2, F4.3
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5 – 15 15 – 40 > 40
Singkapan batuan <5 5 – 15 15 – 25 > 25
Sumber : Siswanto (2006)
94

Lampiran 11. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jagung (Zea mays L.)
Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan
karakteristik lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25 – 27 27 – 30 30 – 35 > 35
18 – 25 15 – 18 < 15
Ketinggian tempat (mdpl) < 200 200 – 1.200 1.200 – 2.000 > 2.000
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 750 – 1.200 1.200 – 1.600 > 1.600 < 300
600 – 500 500 – 400 400 – 300
Kelembaban (%) < 75 75 – 85 > 85
Ketersediaan oksigen
(oa) baik, agak agak cepat, terhambat sangat
Drainase terhambat sedang terhambat,
cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur halus, agak - agak kasar kasar
halus,
sedang

Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55


Kedalaman tanah (cm) > 60 40 – 60 25 – 40 + < 25
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) > 16 ≤ 16
Kejenuhan basa (%) > 50 35 – 50 < 35
pH H2O 5,5 – 8,2 5,3 – 5,5 < 5,3
8,2 – 8,5 > 8,5
C-Organik (%) > 0,4 < 0,4
N-total sangat rendah sangat rendah
tinggi,
tinggi,
sedang rendah
P2O5 sangat sedang sangat
tinggi, rendah
tinggi
K2O sangat sangat rendah
tinggi,
tinggi,
sedang,
rendah
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) <8 8 – 16 16 – 30 > 30
Bahaya erosi sangat rendah – berat sangat
rendah sedang berat
Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 F1 F2 > F2
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan <5 5 – 15 15 – 40 > 40
<5 5 – 15 15 – 25 > 25
Sumber : Siswanto (2006)
95

Lampiran 12. Deskripsi Profil


Kartu Deskripsi Profil
Profil : SL1
Kode Satuan Lahan : Qamg.V1.3.B.LK
Pendeskripsi : Dyah Puspita Sari, Tio Nuriska,
Rahmat Talil, Rezky S
Lokasi : Jorong Madang Kadok
Letak Geografis : 00o 17’ 12,1” LS
100o 40’ 19,2” BT
Fisiografi : Stratovolkan lereng atas gunung berapi
Lereng : 8 – 15%
Elevasi :904 m.d.p.l
Drainase : Baik
Bahan Induk Tanah : Andesit Gunung Malintang
Penggunaan Lahan : Pertanian Lahan Kering
Vegetasi : Sikaduduk, Pimpiang, Kirinyuh, Paku

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
7,5 YR 3/4 (dark brown); lempung; granular, lemah;
konsistensi sangat gembur; pori mikro banyak, pori meso
A 0 – 14 cm banyak, pori makro sedikit; perakaran meso banyak,
perakaran meso sedikit; batas horizon jelas; bergelombang.

7,5 YR 4/3 (brown); lempung; gumpal, sedang; konsistensi


gembur; pori mikro sedang, pori meso sedang; perakaran
B1 14 – 70 cm meso sedang, perakaran mikro sedikit; batas horizon baur,
datar.

7,5 YR 4/6 (brown); lempung; gumpal, sedang; konsistensi


gembur; pori meso sedang, pori mikro banyak; perakaran
B2 70 – 130 cm mikro sedikit; dijumpai batuan melapuk pada kedalaman 110
– 125 cm.
96

Kartu Deskripsi Profil


Profil : SL2
Kode Satuan Lahan : Qamg.V1.2.A.LK
Pendeskripsi : Dyah Puspita Sari, Ika Ayu, Mhd. Luthfi
Lokasi : Jorong Madang Kadok
Letak Geografis : 100° 40' 19.46" BT
00° 17' 30.01" LS
Fisiografi : Stratovolkan, lereng tengah gunung berapi
Lereng : 0 – 8%
Elevasi : 922 m.d.p.l
Drainase : Baik
Bahan Induk Tanah : Andesit Gunung Malintang
Penggunaan Lahan : Pertanian Lahan Kering
Vegetasi : Belukar berbatang lunak

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
7,5 YR 3/4 (dark brown); lempung berpasir; granular, sedang;
tidak plastis; konsistensi agak teguh; pori makro dan meso
A0 0 – 10 cm dominan, pori mikro sedikit; perakaran makro dan meso
banyak, batas horizon jelas

7,5 YR 4/3 (brown); lempung berpasir; granular, sedang; agak


plastis; konsistensi agak teguh; pori makro dan meso dominan,
A1 10 – 30 cm pori mikro sedang; perakaran makro sedang, perakaran meso
dan mikro banyak; batas horizon jelas

7,5 YR 4/6 (brown); lempung berliat; gumpal bersudut,


sedang; plastis; konsistensi agak teguh; pori meso banyak, pori
A2 30 – 62 cm mikro sedang; batas horizon baur

10 YR 4/6 (brown); lempung berliat; gumpal bersudut, kuat;


plastis; konsistensi sangat teguh; pori meso sedang pori mikro
B1 62 – 89 cm banyak; perakaran mikro banyak, perakaran meso sedikit; batas
horizon baur

10 YR 5/6 (yellowish brown); liat; gumpal berusudut, kuat;


sangat plastis; konsistensi sangat teguh; pori mikro banyak;
B2 > 89 cm perakaran mikro sedikit
97

Kartu Deskripsi Profil


Profil : SL3
Kode Satuan Lahan : Qamg.V1.2.B.LK
Pendeskripsi : Dyah Puspita, Ika Ayu, Surya Prima
Lokasi : Jorong Madang Kadok
Letak Geografis : 00o 17’ 43,8” LS
100o 40’ 21” BT
Fisiografi : Stratovolkan,
Lereng : 8 – 15%
Elevasi : 1033 m.d.p.l
Drainase : Baik
Bahan Induk Tanah : Andesit Gunung Malintang
Penggunaan Lahan : Pertanian Lahan Kering
(Kebun Campuran)
Vegetasi : Belukar berbatang lunak

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
10 YR 2/2 (brownish black); lempung; granular; plastis;
konsistensi teguh; pori makro banyak, pori mikro sedikit;
A0 0 – 2 cm perakaran makro dan meso banyak, perakaran mikro sedikit;
batas horizon jelas

10 YR 3/3 (dark brown); lempung berdebu; granular; agak


plastis; konsistensi agak teguh; pori makro banyak, pori mikro
A1 2 – 18 cm sedikit, pori meso banyak; perakaran makro dan meso sedang;
batas horizon baur

10 YR 3/3 (dark brown); lempung berpasir; granular; agak


plastis; konsistensi teguh; pori makro sedikit, pori mikro dan
B1 18 – 48 cm meso banyak; perakaran mikro dan meso sedang; batas horizon
baur

10 YR 4/6 (brown); lempung berpasir; gumpal; plastis;


konsistensi teguh; pori makro dan meso sedikit, pori mikro
B2 48 - 79 cm banyak; perakaran mikro banyak; batas horizon baur

10 YR 4/6 (brown); liat; gumpal bersudut; plastis; konsistensi


agak teguh; pori mikro banyak; perakaran mikro banyak
B3 > 79 cm
98

Kartu Deskripsi Profil


Profil : SL4
Kode Satuan Lahan : Qamg.V1.2.B.H
Pendeskripsi : Dyah Puspita, Tio Nuriska, Rahmat Talil
Lokasi : Jorong Subaladung,
Nagari Sungai Kamuyang
Letak Geografis : 100° 40' 19.81" BT
00° 17' 54.98" LS
Fisiografi : Stratovolkan, lereng tengah gunung berapi
Lereng : 8 – 15%
Elevasi : 1023 m.d.p.l
Drainase : Baik
Bahan Induk Tanah : Andesit Gunung Malintang
Penggunaan Lahan : Hutan Sekunder
Vegetasi : Paku resam, belukar, surian

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
7,5 YR 2/3 (very dark brown); lempung; remah, lemah;
konsistensi lepas; pori makro banyak, pori meso sedang, pori
A 0 – 39 cm mikro sedikit; perakaran meso sedikit, perakaran mikro
banyak; batas horizon jelas, bergelombang.

7,5 YR 4/6 (brown); lempung; granular, lemah; pori makro


sedikit, pori meso banyak, pori mikro sedikit; perakaran meso
B 39 – 110 cm banyak, perakaran mikro sedikit.
99

Kartu Deskripsi Profil


Profil : SL5
Kode Satuan Lahan : Qpt2.V1.3.A.S
Pendeskripsi : Dyah Puspita, Sri Wahyuni,
Tri Titila M, Chaisatria P
Lokasi : Jorong Batang Tabik
Letak Geografis : 100o 40’ 13,6” BT
00o 14’ 44,6” LS
Fisiografi : Stratovolkan, lereng tengah gunung berapi
Lereng : 0 – 8%
Elevasi : 538 m.d.p.l
Drainase : Terhambat
Bahan Induk Tanah : Tufa Batuapung dan Andesit
Penggunaan Lahan : Pertanian Lahan Basah (Sawah)
Vegetasi : Rerumputan

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
7,5 Y 6/1 (gray); lempung berpasir; granular, sedang; pori
makro banyak, pori mikro sedikit; perakaran makro banyak,
A0 0 – 9,5 cm perakaran mikro banyak; agak plastis; kelekatan agak lekat;
terdapat karatan; bahan kasar sedikit; batas horizon baur

7,5 Y 5/1 (gray); lempung berpasir; granular, sedang; pori


mikro banyak, pori makro sedikit; perakaran meso sedikit,
A1 9,5 – 30 cm perakaran mikro banyak; agak plastis; kelekatan agak lekat;
terdapat karatan; bahan kasar sedikit
100

Kartu Deskripsi Profil


Profil : SL6
Kode Satuan Lahan : Qamg.V1.3.A.S
Pendeskripsi : Dyah Puspita, Rafdea S, M. Zaki
Lokasi : Jorong Rageh
Letak Geografis : 100o 40’ 34” LS
00o 15’ 20,4” BT
Fisiografi : Stratovolkan, lereng tengah gunung berapi
Lereng :0–8%
Elevasi : 588 m.d.p.l
Drainase : Terhambat
Bahan Induk Tanah : Andesit Gunung Malintang
Penggunaan Lahan : Pertanian Lahan Basah (Sawah)
Vegetasi : Rerumputan

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
7,5 Y 2/2 (olive black); lempung berpasir; gumpal; pori makro
banyak, pori mikro sedikit; perakaran makro banyak, perakaran
A0 0 – 10 cm mikro banyak; plastis; kelekatan teguh; batas horizon jelas;
terdapat karatan; tidak terdapat bahan kasar

7,5 Y 3/2 (olive black); pasir berlempung; gumpal bersudut;


pori makro sedikit, pori mikro banyak; perakaran makro
A1 10 – 26 cm sedikit, perakaran mikro banyak; tidak plastis; kelekatan agak
teguh; terdapat karatan; batas horizon baur; tidak terdapat
bahan kasar
7,5 Y 3/2 (olive black); pasir berlempung; gumpal bersudut;
pori makro tidak ada, pori mikro banyak; perakaran mikro
B1 26 – 40 cm sedikit; tidak plastis; keteguhan teguh; terdapat karatan; tidak
terdapat bahan kasar; batas horizon baur

7,5 Y 3/1 (olive black); lempung berliat; gumpal; pori makro


tidak ada, pori mikro banyak; perakaran mikro sedikit; sangat
B2 40 – 67 cm plastis; konsistensi sangat teguh; tidat terdapat karatan; tidak
terdapat bahan kasar; batas horizon baur

7,5 Y 3/2 (olive black); lempung berliat; gumpal bersudut; pori


makro tidak ada, pori mikro banyak; perakaran makro dan
B3 > 67 cm mikro tidak ada; sangat plastis; kelekatan sangat teguh; tidak
terdapat karatan; tidat terdapat bahan kasar
101

Kartu Deskripsi Profil


Profil : SL7
Kode Satuan Lahan : Qamg.V1.3.A.LK
Pendeskripsi : Dyah Puspita, Fadil Hukama, Rezky S
Lokasi :
Letak Geografis : 100° 41' 6.17" BT
00° 15' 45.07" LS
Fisiografi : Stratovolkan, lereng atas gunung berapi
Lereng : 0 – 8%
Elevasi : 683 m.d.p.l
Drainase : Sangat baik
Bahan Induk Tanah : Andesit Gunung Malintang
Penggunaan Lahan : Pertanian Lahan Kering
Vegetasi : Tithonia diversifolia

Horizon Kedalaman Uraian


(cm)
7,5 YR 3/4 (dark brown); lempung berpasir; gembur, sedang;
konsistensi gembur; pori makro sedang, pori meso banyak, pori
A 0 – 30 cm mikro sedang; perakaran meso sedikit, perakaran mikro sedang;
batas horizon jelas, bergelombang.

7,5 YR 4/3 (brown); lempung; gumpal, sedang; konsistensi agak


teguh; pori makro sedang, pori meso sedang, pori mikro banyak;
B1 30 – 50 cm perakaran makro sedang; batas horizon baur, agak datar.

7,5 YR 4/4 (brown); lempung; gumpal, agak lemah; konsistensi


sangat gembur; pori makro sedang, pori meso sedang, pori
B2 > 50 cm mikro sedang; perakaran makro sedang.

Anda mungkin juga menyukai