Anda di halaman 1dari 22

I.

JUDUL
Interpretasi visual, komposit saluran/band, dan klasifikasi multispektral
citra penginderaan jauh.

II. TUJUAN
Melatih mahasiswa untuk dapat melakukan interpretasi visual,
komposit band/saluran, dan klasifikasi multispektral citra satelit.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Citra satelit Landsat 8 Kota Semarang dan sekitarnya.
2. Seperangkat Komputer/Laptop kompatibel dengan perangkat lunak
ENVI.

IV. DASAR TEORI


Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi
tentang objek atau gejala di permukaan bumi (atau dekat permukaan bumi)
tanpa melalui kontak langsung. Karena tanpa kontak langsung, diperlukan
media supaya objek atau gejala tersebut dapat diamati dan didekati oleh
si penafsir. Media ini berupa citra (image atau gambar). Citra dapat
diperoleh melalui perekaman fotografis, yaitu pemotretan dengan kamera
dan dapat pula diperoleh melalui perekaman non-fotografis, misalnya
dengan pemindai atau penyiam (scanner). Perekaman fotografis
menghasilkan foto udara, sedangkan perekaman lain menghasilkan citra
non-foto. Citra foto udara selalu berupa hard copy (gambar tercetak) yang
diproduksi dan direproduksi dari master rekaman yang berupa film. Citra
non-foto biasanya terekam secara digital dalam format asli, dan
memerlukan komputer untuk presentasinya. Citra non-foto juga dapat (dan
perlu) dicetak menjadi hard copy, untuk keperluan interpretasi secara
visual.
Interpretasi citra adalah pembuatan mengkaji foto udara dan atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti
pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994).
Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan bentuk dan
sifat objek yang tampak pada citra. Menurut Lintz Jr. Dan Simonett dalam
Sutanto (1994) menyatakan bahwa ada tiga rangkaian kegiatan yang
diperlukan dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, yaitu:
1. Deteksi, adalah pengamatan terhadap suatu objek, misalnya pada
gambaran sungai terdapat objek yang bukan air.
2. Identifikasi, adalah upaya untuk mencirikan objek yang telah
dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup.
3. Analisis, yaitu pengumpulan keterangan lebih lanjut berdasarkan
pengetahuan dan data yang dimiliki.
Terdapat dua cara dalam melakukan interpretasi citra, yaitu
interpretasi visual dan interpretasi digital. Interpretasi citra secara visual
merupakan kegiatan interpretasi citra secara manual dengan menggunakan
kekuatan visual mata. Pada interpretasi visual mempergunakan 8 unsur
interpretasi untuk memudahkan dalam melakukan deteksi dan identifikasi
objek. Interpretasi digital merupakan kegiatan interpretasi citra dengan
menggunakan bantuan komputer dan software untuk membantu dalam
identifikasi objek. Pada interpretasi digital, objek dibedakan berdasarkan
nilai spektral yang dimiliki oleh objek tersebut. Lillesand dan Kiefer
(1994) dan Sutanto (1986) menyebutkan 8 unsur interpretasi citra yang
dapat digunakan untuk memudahkan dalam mengenali suatu objek adalah
sebagai berikut ini.
1. Rona dan Warna
Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada
citra, sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata
dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum
tampak.
2. Bentuk
Merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau
kerangka suatu objek. Sebagai contoh, kita dapat mengenali suatu
objek pada citra sebagi stadion sepakbola dengan melihat bentuk
objek tersebut yang berupa persegi panjang.
3. Ukuran
Merupakan atribut objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi,
lereng, dan volume. Ukuran meliputi dimensi panjang, luas, tinggi,
kemiringan, dan volume suatu objek.
4. Tekstur
Frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona
kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara
individual.
5. Pola
Pola atau susunan keruagan merupakan ciri yang menandai bagi
banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
6. Bayangan
Bayangan sering menjadi kuci pengenalan yang penting bagi
beberapa objek dengan karakteristik tertentu, seperti cerobong
asap, menara, tangki minyak, dan lain-lain. Jika objek menara
disamping diambil tegak lurus tepat dari atas, kita tidak bisa
langsung mengidentifikasi objek tersebut. Maka untuk mengenali
bahwa objek tersebut berupa menara adalah dengan melihat
banyangannya.
7. Situs
Menurut Estes dan Simonett, Situs adalah letak suatu objek
terhadap objek lain di sekitarnya. Situs juga diartikan sebagai letak
objek terhadap bentang darat, seperti situs suatu objek di rawa, di
puncak bukit yang kering, dan sebagainya. Itulah sebabnya, situs
dapat untuk melakukan penarikan kesimpulan (deduksi) terhadap
spesies dari vegetasi di sekitarnya. Banyak tumbuhan yang secara
karekteristik terikat dengan situs tertentu. Misalnya hutan bakau
ditandai dengan rona yang gelap, atau lokasinya yang berada di
tepi pantai. Kebun kopi ditandai dengan jarak tanamannya, atau
lokasinya yaitu ditanam di daerah bergradien miring/pegunungan.
8. Asosiasi
Keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Karena
adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu objek pada citra
sering merupakan petunjuk bagi adanya objek lain. Misalnya
fasilitas listrik yang besar sering menjadi petunjuk bagi jenis
pabrik alumunium, gedung sekolah biasanya berasosiasi dengan
adanya tiang bendera, dan sebagainya.
Interpretasi secara visual sering disebut dengan interpretasi
fotografik (photographic interpretation), sekalipun citra yang digunakan
bukan citra foto, melainkan citra non foto yang telah tercetak (hardcopy).
Sebutan interpretasi fotografik sering diberikan pada interpretasi visual
citra non-foto, karena banyak produk tercetak citra non-foto di masa lalu
(bahkan sampai sekarang) diwujudkan dalam bentuk film taupun citra
tercetak di atas kertas foto, dengan proses reproduksi fotografik. Hal ini
dapat dilakukan, karena proses pencetakan oleh komputer pengolah citra
non-foto dilakukan dengan printer khusus yang disebut film writer, dan
basil cetakannya menyerupai slide (diapositif) berukuran besar (lebih
kurang hingga ukuran kuarto).
Istilah interpretasi fotografik juga diberikan pada berbagai kegiatan
interpretasi visual citra-citra non foto, karena prinsip-prinsip interpretasi
yang digunakan tidak jauh berbeda dari prinsip-prinsip interpretasi foto
udara, misalnya penggunaan 8 unsur interpretasi dan pengamatan
stereoskopis. Interpretasi fotografi dapat pula dilakukan atas foto citra
yang telah discan kemudian dicetak dengan bantuan komputer.
Pengamatan stereoskopis juga dimungkinkan pada citra-citra satelit pada
jalur orbit yang bertampalan (overlapping), misalnya citra SPOT.
Pada interpretasi fotografik, prinsip konvergensi bukti digunakan
untuk menyusun kesimpulan tentang obyek yang dideteksi. Pada
konvergensi bukti, serangkaian bukti yang didukung beberapa unsur-unsur
interpretasi akan mengarahkan penafsir ke beberapa kesimpulan tentang
jenis objek yang ada pada citra. Penambahan satu atau beberapa unsur
interpretasi akan mempersempit kemungkinan jenis objek yang ada, dan
pada akhirnya, penggunaan satu unsur interpretasi berikutnya akan
membimbing penafsir ke satu kesimpulan tentang jenis objek yang dikaji.
Gambar 1.1 berikut merupakan proses konvergensi untuk menyimpulkan
suatu objek.

Penyempitan kemungkinan jenis obyek


KEMUGKINAN KEMUNGKINN KESIMPULAN JENIS
JENIS OBYEK: JENIS OBYEK OBYEK:
Sawah kering Tegalan Lahan kosong yang
Obyek Tegalan Lahan kosong
Lapangan s. bola dipersiapkan untuk
pada tak dimanfaatkan
Lahan kosong tak pengembangan
foto/citra dimanfaatkan
perumahan
lain

Situs: dekat jalan

Warna: hijau cyan Asosiasi: ada kelompok


Pola: - obyek menyerupai
Ukuran: 100 x 110 m2
Bayangan: - perumahan (dari proses
Tekstur: halus
interpretasi sebelumnya)

Gambar 1.1 Proses konvergensi bukti untuk mencapai kesimpulan


tentang obyek

V. HASIL PRAKTIKUM
1. Printscreen tampilan saluran/band tunggal citra Landsat 8 (band1,
band2, band3, band4, dan band5) (terlampir)
2. Tabel perbandingan tingkat kejelasan objek pada citra saluran/band
tunggal (terlampir)
3. Printscreen tampilan komposit citra dengan 6 kombinasi
(terlampir)
4. Tabel perbandingan tingkat kejelasan objek pada citra hasil
kombinasi saluran/band (terlampir)
5. Printscreen hasil klasifikasi unsupervised dan supervised
(terlampir)
6. Tabel perbandingan hasil klasifikasi unsupervised ISODATA dan
K-Means (terlampir)
7. Tabel perbandingan hasil klasifikasi supervised metode
parallelepiped dan minimum distance to means (terlampir)

VI. CARA KERJA DAN PEMBAHASAN


Interpretasi citra merupakan suatu kegiatan untuk menentukan
bentuk dan sifat objek yang tampak pada citra, berikut deskripsinya.
Terdapat dua teknik interpretasi citra, yaitu secara visual atau manual dan
secara digital. Pada interpretasi citra secara manual, kekuatan mata dari
seorang interpreter adalah kunci utama dalam mendeteksi suatu objek yang
ada pada citra. Pengetahuan dan pengalaman interpreter sangat
mempengaruhi terhadap kebenaran objek yang diidentifikasi, selain itu
penggunaan unsur interpretasi merupakan alat wajib bagi seorang
interpreter dalam melakukan deteksi dan analisis objek yang ada.
Interpretasi citra secara visual dapat dilakukan pada citra single
band maupun kombinasi beberapa band. Pada praktikum ini, interpretasi
citra single band dilakukan pada citra Landsat TM 8 untuk band 1 sampai
dengan 5. Guna mempermudah dalam menampilkan citra tersebut, maka
digunakan software ENVI (The Environment For Visualizing Images).
ENVI memudahkan dalam pengolahan citra penginderaan jauh secara
digital, selain itu ENVI juga dapat mengevisiensikan waktu yang
digunakan dalam melakukan interpretasi dan analisis citra penginderaan
jauh. Pada praktikum ini, interpretasi secara visual yang dilakukan tidak
medeleniasi citra penginderaan jauh secara manual. Interpretasi yang
dilakukan hanya sebatas membedakan kejelasan objek pada tampilan citra
Landsat TM 8 band 1 sampai dengan 5. Objek yang diidentifikasi
diantaranya adalah air, tanah, vegetasi, dan bangunan.
Cara kerja ENVI dalam menampilakan citra baik single band
maupun kombinasi beberapa band adalah dengan membuka file citra yang
telah tersimpan sebelumnya. File yang dapat dibuka dalam ENVI
merupakan file yang memiliki format tipe file/TIF. Pada penyimpanan file
biasanya terdapat dua format yaitu File dan HDR File. Ketika ingin
menampilkan data tersebut, sebagai contoh ingin menampilakan band 1
maka yang kita lakukan hanya perlu memilih band 1, pilih tampilan
dengan tipe gray scale, kemudian pilih Load Band. Langkah yang sama
juga digunakan untuk menampilakan band 2, 3, 4, dan 5. Saat kelima band
telah terbuka, maka dilakukan pengidentifikasian objek yang berupa air,
tanah, vegetasi, dan bangunan pada masing-masing band. Hasil
identifikasi objek secara manual berdasarkan kekuatan mata disajikan pada
tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Hasil Interpretasi Citra Landsat Single Band Secara Manual
Nama Objek B1 B2 B3 B4 B5
Air 5 4 3 2 1
Vegetasi 5 2 4 3 1
Bangunan 2 4 3 5 1
Tanah 3 4 5 2 1
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berdasarkan tabel tersebut skala 1-5 menunjukkan skala kejelasan
tampilan objek yang terlihat oleh mata interpreter. Skala 1 menunjukkan
objek tersebut tidak jelas sehingga tidak mudah dalam
mengidentifikasinya, sedangkan skala 5 menunjukkan bahwa objek
tersebut sangat jelas dan mudah untuk dikenali. Hasil interpretasi tersebut
sifatnya sangat subjektif, yang berarti bahwa hasil tersebut dapat berbeda-
beda pada setiap interpreter. Kekuatan mata dalam membedakan dan
mengidentifikasi objek masing-masing orang dapat berbeda-beda,
sehingga hasil yang diperoleh juga akan berbeda-beda. Hasil tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyimpulkan suatu objek pada
proses interpretasi citra yang dilakukan, sehingga diperlukan koreksi atau
pengecekan secara digital berdasarkan besar nilai pantulan spektral yang
dipantulkan oleh masing-masing objek tersebut. Hasil nilai pantulan
spektral masing-masing objek setelah dilihat dengan menggunakan ENVI
ditunjukkan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Hasil Cek Berdasarkan Nilai Pantulan Spektral dengan software ENVI
Nama Objek B1 B2 B3 B4 B5
Air 9419 8486 7233 6283 5670
Vegetasi 9388 8462 7977 6938 1721
Bangunan 14477 14883 16283 18893 24036
Tanah 9648 8892 8610 8155 12155
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berdasarkan tabel 1.2, apabila nilai pantulan spektral semakin
tinggi menunjukkan bahwa semakin jelas tampilan objek tersebut. Jika
dibandingkan dengan hasil interpretasi secara manual, terdapat banyak
perbedaan skala kejelasan antara apa yang terlihat oleh mata dengan nilai
pantulan spektral yang dihasilkan oleh objek yang diinterpretasi. Ada
beberapa objek yang kita anggap tidak jelas saat dilihat secara langsung
dengan mata, ternyata justru memiliki pantulan spektral yang tinggi, dan
begitupun sebaliknya. Hal inilah yang menunjukkan kelemahan dari
proses interpretasi secara manual. Kelemahan mata dalam mendeteksi
suatu objek dan subjektifitas interpreter sangat mempengaruhi hasil
interpretasi yang dihasilkan. Berbeda dengan proses identifikasi objek
secara digital, dimana besaran pantulan spektral objek yang menjadi
dasarnya. Pada citra Landsat 8, terdapat 11 band dengan panjang
gelombang dan karakteristik berbeda-beda, dan masing-masing band
tersebut memiliki keunggulan yang berbeda dalam menganalisis suatu
objek. Sebagai contoh pada praktikum ini, band yang digunakan adalah
band 1 sampai dengan 5.
Band 1, merupakan band yang memiliki panjang gelombang 0,43
0,45 m dan resolusi spasial 30 meter. Band 1 merupakan band yang baik
dalam melakukan analisis coastal/pesisir dan aerosol. Pada daerah pesisir
sangat identik dengan air, baik air yang ada di laut, muara sungai, tambak,
dan lain sebagainya, sehingga pada band 1 ini objek yang mengandung air
dapat diidentifikasi dengan jelas dan mudah. Hal ini juga sesuai dengan
kurva pantulan spektral yang dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut ini.

Gambar 1.2 Kurva Pantulan Spektral (Sumber: Sutanto, 1986)


Berdasarkan kurva pantulan spektral tersebut dapat dilihat bahwa objek air
memiliki pantulan spektral tertinggi pada panjang gelombang 0,4 m, dan
pantulannya semakin rendah pada panjang gelombang yang semakin
tinggi. Hal tersebut yang membuat objek air sangat jelas jika dilihat pada
band 1, karena memiliki pantulan spektral yang paling tinggi dibandingan
dengan pantulan spektral objek air pada band 2 sampai dengan 5. Objek
vegetasi pada band 1 juga menunjukkan nilai pantulan spektral yang
tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada objek vegetasi sangat erat kaitannya
dengan kondisi kandungan air yang ada pada tanaman. Objek yang
memiliki nilai pantulan paling rendah pada band 1 adalah objek bangunan.
Hal tersebut dikarenakan pada objek bangunan cenderung tidak memiliki
kandungan air, baik pada atap yang berupa genting, seng, asbes, maupun
semen.
Band 2, merupakan band yang memiliki panjang gelombang 0,45-
0,51 m dan resolusi spasial 30 meter. Band 2 juga sering disebut sebagai
band biru, selain itu band 2 juga merupakan band yang masuk dalam
kelompok gelombang pankromatik. Gelombang pankromatik adalah
panjang gelombang yang dapat dilihat oleh mata manusia, yang memiliki
panjang gelombang antara 0,4-0,7 m. Band yang masuk dalam panjang
gelombang pankromatik adalah band 2, 3, dan 4. Band 2 biasanya
digunakan untuk melakukan identifikasi air dan vegetasi. Band 2 sangat
peka terhadap objek yang mengandung air, sehingga dalam penerapannya
sering digunakan untuk pemetaan batimetri.
Band 3, merupakan band yang memiliki panjang gelombang 0,53-
0,59 m, dan resolusi spasial 30 meter. Band 3 sering disebut dengan band
hijau, hal tersebut dikarenakan pada panjang gelombang ini objek yang
memiliki pantulan spektral tinggi yang dapat dilihat oleh mata adalah
objek vegetasi. Band 3 digunakan sebagai analisis objek yang memiliki
karakteristik menyerap klorofil, sehingga biasanya dimanfaatkan dalam
pemetaan vegetasi.
Band 4, merupakan band yang memiliki panjang gelombang 0,64-
0,67 m dengan nilai resolusi spasial sebesar 30 meter. Band 4 biasanya
disebut sebagai band merah. Sama halnya band 3, band 4 biasanya juga
digunakan dalam analisis vegetasi, karena dapat mempermudah dalam
membedakan jenis tanaman, selain itu band 4 juga digunakan dalam
melakukan analisis kelembaban tanah. Pada gelombang pankromatik, band
4 memiliki pantulan spektral tertinggi pada objek tanah.
Band 5, merupakan band yang memiliki panjang gelombang 0,85-
0,88 dan resolusi spasial 30 meter. Band 5 biasa disebut sebagai panjang
gelombang inframerah dekat (NIR). Band 5 biasanya digunakan untuk
analisis biomassa tanaman dan pengamatan garis pantai. Berdasarkan hasil
pengamatan, objek tanah memiliki nilai pantulan spektral tertinggi pada
band 5, jika dibandingkan dengan band 1 sampai dengan 4. Hal tersebut
dapat dilihat pada kurva pantulan spektral gambar 1.2, dimana pada
gambar tersebut garfik pantulan objek tanah semakin tinggi dengan
semakin tingginya panjang gelombang. Akan tetapi jika dilihat secara
manual dengan menggunakan kekuatan mata, objek tanah sulit untuk
dikenali pada band 5. Hal tersebut merupakan kelemahan pada interpretasi
manual dengan menggunakan kekuatan mata, karena mata manusia hanya
peka pada panjang gelombang pankromatik, yaitu band 2, 3, dan 4.
Band yang ada pada citra selain dapat ditampilakan secara single
band (satu band), dapat pula ditampilkan dengan komposisi beberapa band
(tiga band). Tampilan beberapa band ini biasanya disebut dengan citra
komposit band. Cara menampilkan citra komposit band hampir sama
dengan citra single band, hanya saja pada pilihan grey scale diganti
dengan pilihan RGB Color dan setelah itu kita dapat memilih tiga band
untuk dikomposisikan dalam tiga saluran yang tersedia. Tiga saluran yang
tersedia dalam ENVI adalah saluran R (Red), G (Green), dan B (Blue).
Alasan mengapa hanya terdapat tiga saluran (RGB), karena saluran
tersebutlah yang dapat terlihat oleh mata manusia. Pada citra komposit
band, kita dapat menampilakan tampilan citra berdasarkan band-band yang
kita pilih untuk ditempatkan pada saluran RGB, setelah dipilih band-band
yang akan ditampilkan kemudian pilih Load RGB untuk menampilkannya.
Pada praktikum ini, dibuat 6 contoh tampilan citra komposit band.
Keenam komposit tersebut memiliki karakteristik tampilan yang berbeda-
beda dalam menampilkan objek air, tanah, vegetasi, dan bangunan. Hasil
pengamatan tampilan pada enam komposit band yang dibuat dapat dilihat
pada tabel 1.3 berikut ini.
Tabel 1.3 Perbandingan Tingkat Kejelasan Objek pada Hasil Komposit Band
Komposit Band Objek
No
(RGB) Air Vegetasi Tanah Bangunan
1 432 (True Color)
2 562
3 543
4 653
5 765
6 743
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Berbeda dengan tampilan citra single band yang menampilkan citra
secara hitam-putih, pada citra komposit band tampilan yang dihasilkan
adalah tampilan berwarna. Hasil tampilan citra komposit band dapat
dilihat pada Lampiran 3. Kombinasi band yang pertama adalah komposit
band 432. Citra Komposit Band 432, disebut juga sebagai komposit true
color (warna sebenarnya). Pada komposit 432 menampilakan warna objek
sebenarnya di permukaan bumi, hal tersebut dikarenak dalam komposit ini
band 4 (merah) dipasangkan pada saluran R (red), band 3 (hijau)
dipasangkan pada saluran G (green), dan band 2 (biru) dipasangkan pada
saluran B (blue), sehingga warna yang muncul adalah warna yang
sebenarnya. Pada tampilan citra komposit 432, objek air, tanah, vegetasi,
dan bangunan dapat diidentifikasi secara mudah, karena menunjukkan
warna yang sebenarnya di lapangan. Komposit 432 biasanya digunakan
dasar atau patokan untuk proses interpretasi komposit band selanjutnya.
Komposit 432 juga digunakan dalam melakukan analisis vegetasi yang
mencakup kerapatan vegetasi, beda tinggi, dan dominasi vegetasi.
Citra Komposit Band 562, merupakan komposit band false color.
Setiap komposit band yang memasangkan band pada saluran RGB bukan
berupa band merah, hijau, dan biru secara berurutan disebut sebagai citra
komposit band false color. Berdarkan tampilan yang dihasilkan, terlihat
bahwa objek air, vegetasi, dan bangunan dapat dilihat dengan jelas,
sedangkan objek tanah sulit untuk dikenali. Pada komposit 562 objek yang
paling jelas dilihat adalah objek vegetasi, yang ditampilakan dengan warna
kuning. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan kurva pantulan spektral
band 5 (gelombang NIR) merupakan gelombang yang memiliki pantulan
spektral tertinggi untuk objek vegetasi. Vegetasi identik dengan warna
hijau yang berasal dari klorofil, ketika band 5 dipasangkan pada saluran R
(red) maka warna yang dihasilkan adalah kuning, sesuai dengan teori
percampuran warna. Hal tersebutlah yang menyebabkan tampilan objek
vegetasi pada komposit 562 berwarna kuning. Kombinasi band 562
biasanya digunakan untuk menganalisis dominasi vegetasi yang subur-
tidak subur, serta kerapatan vegetasi.
Citra Komposit Band 543, biasanya disebut dengan color
infrared. Pada komposit 543 objek yang dapat dilihat secara jelas adalah
objek vegetasi, air, dan bangunan, sedangkan untuk objek tanah agak sulit
dikenali. Tidak berbeda dengan citra komposit 562, citra komposit 543
juga biasa digunakan untuk melakukan analisis vegetasi. Pada komposit
543, objek vegetasi ditampilkan dengan warna merah. Kombinasi band
543 biasanya digunakan untuk melihat kandungan biomassa, kerapatan
vegetasi, dan dominasi vegetasi. Komposit 543 efektif untuk digunakan
dalam analisis vegetasi kehutanan dan pertanian pada skala besar.
Citra Komposit Band 653, merupakan komposit yang banyak
digunakan oleh instansi kehutanan. Hal tersebut dikarenakan pada
komposit 653, objek vegetasi dapat diidentifikasi dengan mudah dan jelas.
Kemudahan interpretasi objek vegetasi dikarenakan pengaruh dari band 5
(NIR) dan band 3, dimana band-band tersebut memiliki pantulan spektral
yang tinggi pada objek vegetasi. Tidak hanya objek vegetasi, objek air dan
bangunan juga mudah diidentifikasi dengan menggunakan komposit band
653, akan tetapi objek tanah masih agak sulit dikenali.
Citra Komposit Band 765, menampilkan dengan jelas objek air,
vegetasi, dan bangunan. Komposit band 765 disebut juga sebagai
komposit Atmospheric Penetration, yang biasanya digunakan untuk
memperjelas citra dari ketebalan awan, selain itu juga biasa digunakan
untuk menganalisis garis pantai dan tutupan vegetasi. Pada komposit 765
objek vegetasi ditampilkan dengan warna biru, hal tersebut dikarenakan
band 5 (NIR) dipasangkan pada saluran B (blue). Kombinasi band 765
juga biasa digunakan untuk memperjelas citra dari gangguan cuaca. Pada
komposit 765 objek tanah masih agak sulit untuk dikenali. Hal tersebut
dikarenakan daerah kajian yang dianalisis merupakan sebagian daerah
Semarang, yang penutupan lahannya didominasi oleh bangunan dan
vegetasi, sehingga luasan tanah terbuka cukup sedikit dan sulit untuk
dikenali.
Komposit band yang terakhir adalah komposit band 743. Citra
Komposit Band 743, menampilkan dengan jelas objek air, tanah,
vegetasi, dan bangunan. Pada tampilan komposit band 743, objek air
terlihat sangat jelas, dan dapat dibedakan mana yang merupakan air jernih
dan air tersuspensi sedimen (keruh), sehingga komposit ini dapat
digunakan untuk melakukan analisis hidrologi. Jika pada komposit band
sebelumnya objek tanah agak sulit dikenali, pada komposit band 743
objek tanah dapat dikenali dengan mudah. Objek tanah ditampilkan
dengan warna kehijauan, hal tersebut dikarenakan band 7 dipasangkan
pada saluran R (red). Berdasarkan kurva pantulan spektral, semakin tinggi
panjang gelombang, pantulan spektral objek tanah juga semakin tinggi.
Objek bangunan juga dapat dibedakan dengan mudah berdasarkan jenis
atap yang digunakan. Pada daerah kajian bangunan yang menggunakan
atap genteng dari tanah liat ditampilakan dengan warna kuning,
sedangkan yang menggunakan atap asbes ditampilkan dengan warna
putih, seperti pada komposit true color. Objek vegetasi ditampilkan
dengan gardasi warna merah, sesuai dengan kerapatan vegetasi tersebut,
semakin rapat kondisi vegetasi yang ada maka warna yang ditampilkan
semakin gelap.
Penggunaan ENVI selain untuk mempermudah dalam proses
identifikasi dan analisis objek secara langsung, juga dapat digunakan
untuk melakukan klasifikasi spektral. Klasifikasi spektral dalam ENVI
dibagi menjadi dua, yaitu klasifikasi tak terselia (unsupervised) dan
klasifikasi terselia (supervised). Klasifikasi unsupervised dilakukan untuk
klasifikasi citra multispectral pada daerah yang cakupannya luas, letaknya
jauh, dan tidak dikenali oleh interpreter (interpreter tidak mengetahui
kondisi daerah yang dia analisis). Klasifikasi supervised digunakan untuk
analisis pada daerah yang relative sudah dikenali oleh interpreter, karena
dalam klasifikasi ini pengguna atau interpreter telah mendefinisikan
sampel-sampel objek yang akan dikelaskan.
Klasifikasi unsupervised digunakan untuk mengkelaskan pixel
dalam sebuah dataset berdasarkan pada nilai statistiknya, dan tanpa ada
campur tangan apapun dari pengguna. Pengguna hanya menentukan
rentang jumlah kelas yang akan dihasilkan. Terdapat dua metode dalan
klasifikasi multispectral unsupervised, yaitu metode Isodata dan K-
Means. Cara melakukan klasifikasi multispektral unsupervised adalah
dengan memilih menu classification, kemudian pilih unsupervised,
setelah itu pilih metode yang akan digunakan apakah Isodata atau K-
Means. Hasil klasifikasi metode Isodata dan K-Means dapat dilihat pada
lampiran 5. Berdasarkan hasil tersebut, dibuat tabel perbandingan antara
tampilan metode Isodata dan K-Means pada masing-masing kelas warna
yang dibentuk. Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel
lampiran 6. Berdasarkan tabel lampiran 6, diketahui bahwa hasil
klasifikasi unsupervised menghasilkan 8 kelas, diantaranya adalah class 1
(red), class 2 (green), class 3 (blue), class 4 (yellow), class 5 (cyan), class
6 (magenta), class 7 (maroon), dan class 8 (sea green). Masing-masing
kelas tersebut memiliki luasan yang berbeda-beda antara metode Isodata
dan K-Means.
Class 1, memberikan tampilan warna merah baik pada metode
Isodata dan K-Means. Pada metode Isodata luasan class 1 adalah 78.342
pixel (70,51 km2), sedangkan pada metode K-Means luasannya adalah
59.954 pixel (53,96 km2). Ketika dibandingkan dengan komposit 432
(true color) diketahui bahwa objek yang memiliki warna merah adalah
vegetasi dengan tingkat kerapatan tinggi. Lokasinya berada di pumcak
pegunungan dengan pola mengelompok. Antara metode Isodata dan K-
Means bentuk pola yang dihasilkan hampir sama, hanya saja pada metode
K-Means lebih didetailkan lagi antara objek tersebut dengan objek
disekitarnya, sehingga luasan yang dihasilkan juga lebih kecil dibanding
dengan luasan pada metode Isodata.
Class 2, memberikan tampilan berwarna hijau pada metode
Isodata dan K-Means. Luasan pada metode Isodata adalah 196.248 pixel
(176,62 km2) dan pada metode K-Means 157.089 pixel (141,38 km2).
Objek yang teridentifikasi adalah vegetasi kerapatan sedang, baik pada
metode Isodata maupun metode K-Means. Pola penyebaran objeknya
adalah menyebar, berada di lereng tengah hingga lereng bawah
pegunungan. Jika dilihat berdasarkan citra komposit true color, jenis
vegetasi yang ditandai dengan tampilan yang berwarna hijau dapat berupa
tanaman perkebunan. Pola yang terbentuk antara metode Isodata dan K-
Means hampir sama seperti halnya pada class 1, tampilan pada metode K-
Means juga lebih detail. Pada metode K-Means tampilan yang
ditunjukkan lebih rinci dibandingkan metode Isodata. Kemampuan dalam
membedakan objek pada metode K-Means relatif lebih baik dibandingkan
dengan metode Isodata.
Class 3, memberi tampilan berwarna biru dengan luasan pada
metode Isodata 235.676 pixel (212,11 km2) dan metode K-Means
198.208 pixel (178,39 km2). Berdasarkan perbandingan dengan komposit
true color, objek yang teridentifikasi adalah objek yang mengandung air,
seperti tubuh air dan vegetasi yang mengandung air. Pola
pemnyebarannya hampir sama, yaitu pada tumbuh air mengelompok di
laut, sedangkan pada vegetasi yang mengandung air menyebar disekitar
permukiman dan di lereng pegunungan. Pola pada metode Isodata lebih
menyebar dibandingkan dengan metode K-Means, dimana warna biru
pada metode K-Means ditemukan di sekitar pegunungan dan laut.
Class 4, memberikan tampilan berwarna kuning dengan luasan
pada metode Isodata adalah 152.998 pixel (137,70 km2) dan metode K-
Means 194.615 pixel (175,15 km2). Berdasrkan hasil pengamatan dan
perbandingan dengan citra komposit true color, objek tersebut
diidentifikasi sebagai objek perairan yang tersuspensi (mengandung
sedimen) atau air keruh. Objek tersebut ditemukan pada laut yang dekat
dengan muara sungai, dan juga pada daerah pertanian. Objek berwarna
kuning yang ada di daerah pertanian diperkirakan berupa objek tanah
basah, ataupun tanah yang tergenang air seperti persawahan. Pola yang
ada di daratan adalah menyebar, sedangkan yang ada di laut
mengelompok di tepian.
Class 5, memberikan tampilan berwarna cyan dengan luasan
metode Isodata sebesar 104.186 pixel (93,77 km2) dan metode K-Means
150.949 pixel (135,85 km2). Objek tersebut diidentifikasi sebagi objek
tanah basah atau tanah yang banyak mengandung air. Objek yang
berwarnai cyan baik pada metode Isodata maupun K-Means dapat
ditemukan di sekitar pantai, sungai, dan persawahan. Pada metode Isodata
polanya menyebar kecil-kecil dan tidak teratur untuk objek tanah basah
didaratan, sedangkan yang ada di pantai polanya mengelompok disekitar
muara sungai. Pada metode K-Means polanya lebih teratur baik yang
berada di daratan maupun pantai.
Class 6 dan class 7, memberikan tampilan berwarna magenta
(class 6) dan merah marun (class 7). Pada metode Isodata luasan yang
dihasilkan untuk class 6 adalah 140.358 pixel (126,32 km2) dan class 7
sebesar 81.314 pixel (73,18 km2), sedangkan pada metode K-Means
luasan yang dihasilkan class 6 adalah 106.343 pixel (95,71 km2) dan
class 7 110.067 pixel (99,06 km2). Tampilan antar class 6 dan class 7
pada metode Isodata dan K-Means saling berkebalikan. Warna magenta
pada metode Isodata menunjukkan objek bangunan baik permukiman
maupun bangunan lainnya, sedankan dalam metode K-Means warna
magenta menunjukkan objek yang berupa sedimen tanah di muara sungai
yang terendam air (tanah basah). Berkebalikan dengan warna merah
marun, dimana pada metode Isodata warna tersebut menunjukkan objek
tanah basah (terendam air) dan metode K-Means warna merah marun
menunjukkan objek bangunan baik permukiman maupun bangunan
lainnya. Pola persebarannya sama yaitu mengelompok, baik pada class 6
maupun class 7. Objek tanah basah dan objek permukiman diidentifikasi
dengan warna yang sama dikarenakan kedua objek tersebut mengandung
tanah. Sebagian besar atap yang digunakan pada permukiman adalah
berupa genting tanah liat dengan warna asli kecoklatan, sehingga objek
tersebut diidentifikasi sama dengan perairan keruh yang banyak
mengandung tanah.
Class 8, menampilkan objek dengan warna sea green dengan
luasan metode Isodata sebesar 10.878 pixel (9,79 km2) dan pada metode
K-Means adalah sebesar 22.775 pixel (20,50 km2). Objek ini
diidentifikasi berupa objek awan. Polanya menyebar, karena pola
persebaran awan sangat mudah berupah dan menyebar. Luasan objek
awan pada metode Isodata lebih kecil dibandingan dengan metode K-
Means, hal tersebut dikarenak pada metode Isodata objek awan ada yang
diklasifikasikan bukan sebagai objek awan, melainkan objek lain seperti
permukiman. Metode K-Means lebih teliti dalam mengklasifikasikan
objek awan tersebut.
Berdasarkan hasil perbandingan antar metode Isodata dengan
metode K-Means dapat dilihat bahwa dalam proses klasifikasi
multispektral, metode K-Means melakukan klasifikasi dengan lebih detail
dan teliti dibandingan dengan metode Isodata. Pada metode Isodata
banyak objek yang sejharusnya berbeda dikelaskan sama, karena memiliki
karakteristik warna kenampakan asli yang sama. Cara klasifikasi metode
Isodata juga masih kasar dan tidak detail. Berbeda dengan metode K-
Means, dimana klasifikasi yang dilakukan lebih detail dan rinci.
Klasifikasi metode K-Means baik digunakan apabila kita akan membuat
peta penggunaan lahan pada wilayah yang belum kita kenali, selain itu
apabila ingin membuat peta tentatif penggunaan lahan pemilihan metode
K-Means dirasa lebih cocok sebelum dilakukan survei lapangan untuk
mengkoreksinya.
Klasifikasi multispektral dapat juga dilakukan dengan klasifikasi
supervised (terselia). Cara membuat kasifikasi supervised hampir sama
dengan klasifikasi unsupervised, yaitu dengan memilih menu
classification, kemudian pilih supervised, setelah itu pilih metode yang
akan digunakan. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam
klasifikasi supervised, diantaranya adalah metode parallelepiped,
minimum distance to Means, mahalanobis distance, maximum likehood,
spectral angle mapper, spectral information divergence, binary encoding,
neural net, dan support vector machine. Praktikum yang dilakukan hanya
menggunakan dua metode yaitu metode parallelepiped dan metode
minimum distance to means. Pada klasifikasi supervised, sebelum
melakukan tahapan klasifikasi diperlukan pembuatan ROI (Regions of
Interest) sebagai dasar pengklasifikasian. Pembuatan ROI sebaikan
dilakukan secara detail, untuk meminimalisir kesalahan atau kesamaan
kelas pada objek yang berbeda. Semakin detail ROI yang dibuat, semakin
baik hasil klasifikasi yang akan dimunculkan. ROI yang dibuat akan
mempengaruhi jumlah kelas yang akan dihasilkan. Ketika membuat ROI,
kita juga akan menentukan sampel objek pada setiap kelas yang akan
terbentuk.
Pada praktikum ini dibuat 10 kelas, diantaranya adalah class 1
(red) merupakan objek air jernih, class 2 (green) merupakan objek air
tersuspensi, class 3 (yellow) merupakan objek vegetasi kerapatan tinggi,
class 4 (blue) merupakan objek air sangat keruh, class 5 (cyan) merupakan
objek vegetasi kerapatan sedang, class 6 (magenta) merupakan objek
bangunan, class 7 (maroon) merupakan objek tanah terbuka kering, class 8
(sea green) merupakan objek tanah terbuka basah, class 9 (purple)
merupakan objek ermukiman, dan class 10 (coral) merupakan objek
pabrik. Ketika dilakukan pengklasifikasian dengan menggunkan dua
metode yang telah dipilih, ternyata pada penggunaan metode
parallelepiped memunculkan 11 kelas. Kelas tersebut diklasifikasikan
sebagai class 0 yang merupakan objek-objek yang tidak dapat
diklasifikasikan (unclassified). Objek tersebut memiliki luasan 1.686 pixel
(1,52 km2). Pada metode minimum distance to means, semua objek
terklasifikasikan dalam 0 kelas yang sudah dibuat sebelumnya, sehingga
tidak memunculkan objek yang tidak terklasifikasi (unclassified).
Class 1, ditampilakan dengan warna merah dan ditentukan sebagi
objek air jernih. Pada metode parallelepiped memiliki luasan 114.296
pixel (102,87 km2) dan pada metode minimum distance to means
luasannya sebesar 70.140 pixel (63,13 km2). Berdasarkan tampilannya,
pada metode parallelepiped warna merah ditampilkan secara
mengelompok di laut, sedangkan pada metode minimum distance to means
polanya mengelilingi warna kuning dan menyebar secara beraturan.
Luasan yang terbentuk lebih luas pada metode parallelepiped. Secara
umum luasan masing-masing kelas (class 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10)
yang terbentuk antara metode parallelepiped dan minimum distance to
means lebih tinggi pada metode parallelepiped. Akan tetapi pada metode
parallelepiped terdapat dua kelas yang tidak muncul warnanya yaitu pada
class 6 (magenta) yang merupakan objek bangunan dan class 7 (maroon)
yang merupakan objek tanah terbuka kering, sehingga memunculkan
luasan 0 pixel (0 km2). Selain tidak memunculkan warna beberapa kelas,
terdapat perbedaan pengklasifikasian objek antara kedua metode tersebut.
Pada klasifikasi metode parallelepiped hampir semua objek yang berupa
bangunan diidentifikasi sebagai permukiman. Bangunan lain yang diberi
kelas 6 (magenta) tidak dapat dimunculkan. Hal tersebut sama halnya
dengan objek tanah terbuka kering (warna merah marun) yang
diidentifikasi sebagai objek permukiman. Selain itu, pada class 8 sea
green), antara kedua metode tersebut memunclkan tampilan yang berbeda.
Pada metode parallelepiped diidentifikasi sebagai tanah terbuka kering,
akan tetapi pada metode minimum distance to means diidentifikasi sebagai
objek vegetasi dengan kerapatan sedang. Berbedaan tampilan tersebut
dipengaruhi oleh ketelitian masing-masing metode yang digunakan.
Jika dilihat dari polanya antara kedua metode yang digunakan,
metode minimum distance to means memunculkan pola tampilan yang
lebih rigit dan menyebar. Identifikasi bjek yang dilakukan juga lebih teliti
dan lebih tepat dibandingan dengan metode parallelepiped. Pemilihan
metode sangat mmpengaruhi hasil klasifikasi yang akan diperoleh. Selain
itu, penentuan ROI juga sangat berpengaruh besar dalam klasifikasi yang
dilakukan, karena ROI merupakan dasar utama dalam pengklasifikasian
supervised. Klasifikasi supervised baik digunakan untuk melakukan
analisis penggunaan dan tutupan lahan pada daerah yang sudah kita kenali
sebelumnya, karena pengetahuan kita akan daerah tersebut akan
menentukan detail atau tidaknya ROI yang kita buat sebagi dasar
pengklasifikasian.
Secara umum kesulitan yang ditemukan dalam melakukan
interpretasi secara visual dan klasifikasi multispektral adalah pada
pengidentifkasian jenis objek yang ada. Pada interpretasi visual kekuatan
indra penglihat (mata) sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh.
Subjektifitas sangat tinggi dalam melakukan proses tersebut, sehingga
tidak jarang antara satu dengan yang lainnya sering kali memunculkan
hasil yang berbeda. Selain itu, manusia cenderung tidak konsisten dalam
mengidentifikasi suatu objek. Objek yang saat ini diidentifikasi sebagai
objek x, belum tentu ketika dilakukan intrepretasi kembali di waktu yang
berbeda akan diidentifikasi sebagi objek x, bisa saja objek tersebut
diidentifikasi sebagai objek y atau yang lainnya. Kesulitan lain yang
diperoleh adalah ketika melakukan klasifikasi supervised. Saat
menentukan ROI, pengetahuan akan daerah kajian sangat diperlukan. Hal
tersebut dikarenakan jika kita salah dalam memilih sampel, maka
klasifikasi yang dihasilkan akan salah juga. Sebagai contoh, suatu objek
kita jadikan sebagai objek pabrik, padahal objek tersebut merupakan
bangunan sekolah. Ketika dilakukan klasifikasi maka semua objek
bangunan sekolah akan diidentifikasi sebagi objek pabrik. Kedetailan
dalam pengambilan sampel pada ROI juga sangat diperlukan, karena jika
tidak detail akan banyak memunculkan objek yang tidak terklasifikasi
(unclassified), sehingga warnanya tidak muncul dalam tampilan hasil yang
diperoleh.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut ini.
1. Pada proses interpretasi secara visual kekuatan mata sangat
menentukan hasil interpretasi yang akan diperoleh.
2. Hasil interpretasi visual reatif memiliki subjektifitas tinggi, yang
dipengaruhi oleh pengetahuan dan kemampuan interpreter dalam
melakukan interpretasi dan analisis objek.
3. Komposit band pada suatu citra dapat dibuat sesuai dengan fokus
atau peruntukan penelitian yang dilakukan, sebagai contoh ketika
ingin melakukan penelitian vegetasi sebaiknya menggunkan
komposit band yang dapat membedakan objek vegetasi secara
detail dan jelas seperti komposit band 543 dan 653.
4. Tampilan yang dimunculkan dalam komposit citra sangat
dipengaruhi oleh kurva pantulan spektral objek dan pemilihan band
yang akan dipasangkan pada saluran RGB pada program ENVI.
5. Klasifikasi multispectral terdapat dua jenis yaitu klasifikasi
unsupervised dan klasifikasi supervised. Masing-masing memiliki
keunggulan dan kekurangan sesuai dengan penelitian penggunaan
lahan atau tutupan lahan yang akan dilakukan.
6. Kalsifiksi unsupervised cocok digunakan untuk penelitian pada
daerah kajian yang luas, jauh letaknnya, dan belum dikenali
daerahnya oleh peneliti, sedangkan klasifikasi supervised baik
digunakan untuk penelitian pada daerah yang relative sudah
dikenali oleh peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Lillesand, Thomas M, Kiefer, Ralph W.1990. Penginderaan Jauh dan


Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lintz, J.Jr., dan D. S. Simoneet. 1976. Remote Sensing of Environmental.


London: Addison-Wesley Publishing Company

Sutanto, Dr. Prof. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Sutanto, Dr. Prof. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 2. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai