PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
(GEL 0102)
ACARA II
PENGENALAN DATA SPASIAL UNTUK KAJIAN GEOMORFOLOGI
Disusun oleh:
Nama : Raden Rara Fabiola Anggita Larasati
NIM : 21/478758/GE/09638
Hari, tanggal : Selasa, 1 Maret 2022
Pukul : 11.15 WIB
Asisten : Andria Puspa
Kiesha Arundya
ACARA 2
PENGENALAN DATA SPASIAL UNTUK KAJIAN GEOMORFOLOGI
Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui sumber-sumber data spasial untuk kajian geomorfologi.
2. Mahasiswa mampu mengenali informasi yang terkandung dalam setiap sumber data
spasial untuk kajian geomorfologi.
Cara Kerja
Langkah kerja yang dilakukan dalam Praktikum Acara 1 ditunjukkan dalam diagram alir
di bawah ini
Alat tulis (kertas, pensil, pulpen, pensil warna, spidol, penggaris, penghapus)
Pembahasan
Hasil praktikum yang pertama menggunakan sumber data berupa citra penginderaan
jauh. Citra dalam penginderaan jauh dapat diartikan sebagai gambaran rekaman suatu objek
(biasanya berupa suatu gambaran pada foto) yang didapat dengan cara optik, elektro optik, optik
mekanik, atau elektronik (Simonett, 1983). Diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi
pada objek untuk mengenali informasi pada citra atau yang disebut intrepetasi citra. Sutanto,
(1986) menyatakan sembilan unsur – unsur interpretasi citra, yaitu rona atau warna, bentuk,
ukuran, tinggi, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi. Pada hasil praktikum pertama ini
menggunakan citra Gunung Lewatobi, citra Delta Mahakam, dan citra Barchan Dunes. Citra
Gunung Lewotobi memiliki unsur warna yang didominasi warna hijau dan coklat, tetapi lebih
dominan warna hijau, berbentuk strato atau kerucut, bertekstur kasar, memiliki pola radial,
terdapat bayangan berwarna hitam pada beberapa sisi lereng gunung yang menunjukkan lereng
terjal, situsnya terletak berdekatan dengan wilayah perairan (laut), dan berasosiasi dengan
pemukiman di kaki gunung dan pantai pada sisi kanan gunung. Citra Delta Mahakam memiliki
unsur warna hijau tua dengan bercak-bercak putih, bentuk delya yang elongate/lobben (bird
foot), bertekstur kasar, memiliki pola berkelok -kelok pada pinggiran delta, situsnya terletak di
muara sungai dengan keadaan laut tenang, dan berasosiasi dengan sungai, pantai, dan vegetasi.
Citra Barchan Dunes memiliki unsur warna kuning keemasan, berbentuk seperti bulan sabit
dengan kedua ujung seperti tanduk, bertekstur menonjol dan kasar, pola yang menyebar dan
tidak teratur, terdapat bayangan di sekitar memberi kesan menonjol/timbul, dan situsnya
terletak di kawasan gurun. Ketiga kenampakan citra yang sudah diidentifikasi menunjukkan
bahwa tidak seluruhnya unsur – unsur interpretasi citra terdapat pada satu citra. Hanya dengan
beberapa unsur interpretasi citra yang dapat diidentifikasi sudah cukup menjelaskan informasi
dari objek pada citra tersebut.
Hasil praktikum yang kedua menggunakan sumber data berupa peta topografi. Peta
Topografi adalah peta yang menggambarkan kenampakan permukaan bumi baik kenampakan
alam maupun kenampakan buatan manusia (Noor, 2010). Skala pada peta topografi akan
mempengaruhi pada kenampakan alam yang digambarkan pada peta tersebut. Pada hasil
praktikum yang kedua, diidentifikasi danau/telaga, kawasan permukiman, dan pelabuhan
sebagai objek yang diidentifikasi perbedaannya pada skala peta yang berbeda. Kenampakan
pertama yaitu bentuklahan Danau Tampusu di Manado pada peta skala 1:50.000 berbentuk
lingkaran dengan ukuran yang kecil, detail pinggiran danau terlihat halus tanpa terlihat detail
sudutnya, sedangkan bentuklahan Telaga Menjer di Wonosobo pada peta skala 1:25.000
ukurannya lebih besar, bentuknya tidak lingkaran sempurna karena detail pinggiran telaga
sudah lebih terlihat lebih jelas, terlihat dari garis pinggir telaga yang kasar karena terlihat sudut-
sudutnya. Kenampakan kedua yaitu kawasan permukiman di Kalinda pada peta skala 1:50.000
terlihat lebih sederhana disimbolkan dengan kumpulan persegi panjang, sedangkan kawasan
permukiman di Surakarta pada peta skala 1:25.000 terlihat lebih padat dan detailnya terlihat
lebih jelas. Kenampakan yang terakhir yaitu kawasan pelabuhan di Ujungpandang pada peta
skala 1:50.000 memiliki detail yang lebih sederhana hanya terlihat simbol persegi dan jalan
besar, sedangkan kawasan pelabuhan di Semarang pada peta skala 1:25.000 memiliki detail
yang lebih kompleks terlihat dari adanya kenampakan sungai, jalan besar dan jalan kecil serta
simbol-simbol persegi yang lebih padat dan banyak. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya
aspek generalisasi peta yang bertujuan untuk menunjukan kenampakan yang lebih penting pada
peta.
Hasil praktikum yang ketiga menggunakan sumber data berupa peta geologi. Pada Peta
Geologi Bersistem Jawa Lembar Yogyakarta 1408-2 dan 1407-5 Skala 1:100:000 terdapat
kenampakan Gunung Gendol yang berada di wilayah endapan gunung api merapi tua dengan
material yang terdiri dari breksi, aglomerat dan leleran lava, termasuk andesit dan basal
mengandung olivine yang terbentuk pada Zaman Kuarter. Pada peta yang sama juga terdapat
bentuklahan perbukitan lipatan di daerah Gotakan yang ditunjukan dengan simbol tanda anak
panah saling bertemu diantara garis lurus yang merepresentasikan kenampakan siklin,
sedangkan simbol anak panah saling menjauhi diantara garis lurus merepresentasikan
kenampakan antiklin. Lipatan tersebut terletak di Formasi Sentolo dengan material endapan
permukaan berupa batu gamping dan batu pasir napalan yang terbentuk pada Kala Pliosen.
Selain itu, pada Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Surakarta 1408-3 dan Giritontro
1407-6 Skala 1: 100.000 terdapat kenampakan bentanglahan Sesar di kawasan Gunung Payung
yang ditunjukkan dengan simbol huruf D yang merepresentasikan pergerakan sesar turun dan
simbol huruf U yang merepresentasikan pergerakan sesar naik. Sesar tersebut terletak di
Formasi Semilir dengan material berupa Tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tufan, dan
serpih yang terbentuk Kala Miosen Awal sampai Kala Miosen Tengah. Pada ketiga
kenampakan tersebut yang sudah teridentifikasi secara rinci meunjukkan bahwa peta geologi
dapat digunakan sebagai sumber data valid pada kajian geomorfologi.
Hasil praktikum yang keempat menggunakan sumber data berupa peta geomorfologi.
Pada hasil praktikum yang terakhir, diidentifikasi Gunung Merapi, Kali Progo, dan Pegunungan
Seribu (Gunung Sewu). Bentuklahan Gunung Merapi yang merupakan bentuklahan asal proses
vulkanik memiliki morfografi kerucut/strato, morfometri ±2.930 mdpl, morfostruktur aktif
vulkanisme, morfostruktur pasif endapan, morfodinamik gerak massa, morfokronologi pada
masa Kuarter, morfoaransemen di kawasan pegunungan, dan material berupa abu, breksi,
aglomerat, dan lelehan lava. Bentuklahan Kali Progo yang merupakan bentuklahan asal proses
fluvial memiliki morfografi landai, morfometri panjang sungai 140 km, morfostruktur aktif
tektonisme, morfostruktur pasif endapan, morfodinamik erosi, morfokronologi pada masa
Kuarter, dan material berupa aluvium, kerakal, pasir, lanau dan lempung. Bentuklahan
Pegunungan Seribu (Gunung Sewu) yang merupakan bentuklahan asal proses solusional
memiliki morfografi perbukitan karst berbentuk kerucut dengan morfometri kemiringan lereng
antara 16-20º (Budiyanto, 2014), morfostruktur aktif tektonisme, morfostruktur pasif pelarutan,
pengikisan, dan pengendapan, morfodinamik erosi dan aktivitas air, morfokronologi pada masa
Tersier, morofaransemen di antara lembah, dan material berupa batu gamping. Berdasarkan
identifkasi yang sudah dilakukan pada ketiga unit bentuklahan, aspek geomorfologi yang paling
umum pada peta geomoroflogi tersebut adalah aspek morfografi, sedangkan untuk aspek
geomorfologi lainnya tetap membutuhkan sumber lain untuk melengkapi.
Kesimpulan
1. Terdapat berbagai sumber data spasial yang dapat digunakan untuk kajian
geomorfologi di antaranya ada citra penginderaan jauh, peta topografi/peta RBI, peta
geologi, dan peta geomorfologi. Citra penginderaan jauh merupakan gambar
kenampakan alam yang diperoleh melalui tangkapan optik. Peta topografi/RBI
merupakan peta yang merepresentasikan sebagian kenampakan permukaan bumi. Peta
geologi adalah peta yang menggambarkan kenampakan unit geologi suatu wilayah.
Peta geomorfologi adalah peta yang menggambarkan kenampakan unit bentuklahan
geomorfologi suatu wilayah. Identifikasi informasi pada keempat sumber data spasial
tersebut memiliki keunggulan tersendiri dan tingkat kesulitan yang berbeda tergantung
pada penggunaan dan disesuaikan pada kebutuhan yang diperlukan.
2. Informasi yang terkandung dalam setiap sumber data spasial untuk kajian geomorfologi
memiliki karateristiknya masing -masing. Informasi pada citra penginderaan jauh dapat
diketahui melalui unsur-unsur interpretasi citra, yaitu rona atau warna, bentuk, tekstur,
ukuran, tinggi, bayangan, pola, asosiasi, dan situs. Informasi pada peta topografi dapat
diketahui melalui kenampakan permukaan bumi yang terlihat sesuai dengan skala.
Informasi pada peta geologi dapat diketahui melalui material penyusun, proses
tektonik, sumberdaya mineral, dan stratigrafi/umur. Informasi pada peta geomorfologi
dapat diketahui melalui unit bentuklahan genetik utama, morfologi, litologi, serta
proses asal pembentukan kenampakan geomorfologi tersebut.
Daftar Pustaka
Budiyanto, E. (2014). Karakteristik Morfologi Cekungan Karst Gunungsewu Melalui Data
Gdem Aster. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Diakses pada 07 Maret 2021
melalui http://researchgate.net/publication
Lobeck, A., K. (1939). Geomorphology: An Introduction to the Study of Landscape. New
Yorkand London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc.
Noor, D. (2010). Geomorfologi. Bogor: Universitas Pakuan.
Purhantara, W. (2010). Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Diakses pada 07 Maret 2021 melalui http://opac.perpusnas.go.id
Simonett, D., S. (1983). Theory, Instruments, and techniques - Volume 1 of the Manual of
Remote Sensing. Falls Church, Virginia: American Society of Photogrammetry.
Citra Samarinda
3. Sketsa Barchan Dunes a. Warna: kuning
keemasan
b. Bentuk: seperti bulan
sabit dengan kedua
ujung seperti tanduk
c. Tekstur: menonjol dan
kasar
d. Pola: menyebar/tidak
teratur
e. Bayangan: bayangan di
sekitar memberi kesan
menonjol/timbul
f. Situs: terletak di
Barchan Dunes kawasan gurun
Geomorphologic Map
Yogyakarta Province, Indonesia
2. Sketsa Kali Progo pada Bentuklahan asal a. Morfografi: landai
Geomorphologic Map proses Fluvial b. Morfometri:
Yogyakarta Province, Indonesia panjang sungai
Proses geomorfologi: 140km
Kali Progo terbentuk c. Morfostruktur
didominasi oleh aktif: tektonisme
proses fluvio-vulkanik d. Morfostruktur
yang disertai proses pasif: pengendapan
pesisir pada bagian e. Morfodinamik:
hilir sungai sehingga vulkanisme, erosi,
terbentuklah aliran air dan aktivitas air
yang disebut Kali f. Morfokronologi:
Progo. kuarter
g. Morfoaransemen:
di antara lembah
h. Material: aluvium,
Kali Progo pada kerakal, pasir,
Geomorphologic Map lanau dan lempung
Yogyakarta Province, Indonesia
Geomorphologic Map
Yogyakarta Province, Indonesia
3. Sketsa Pegunungan Seribu Bentuklahan a. Morfografi:
(Gunung Sewu) pada Peta asal proses perbukitan karst
Geomorfologi Kabupaten Solusional berbentuk kerucut
Gunung Kidul b. Morfometri:
Proses geomorfologi: kemiringan lereng
proses pembentukan antara 16 - 20°
kawasan di Gunung c. Morfostruktur
Sewu dikendalikan aktif: tektonisme
oleh struktur biologi, d. Morfostruktur
seperti patahan dan pasif: pelarutan,
retakan yang pengikisan, dan
memfasilitasi pengendapan
masuknya air hujan ke e. Morfodinamik:
dalam lapisan batu erosi dan aktivitas
Pegunungan Seribu (Gunung gamping yang lebih air
Sewu) pada Peta Geomorfologi dalam. f. Morfokronologi:
Kabupaten Gunung Kidul Pengangkatan batuan tersier
gamping ini ke atas g. Morfoaransemen:
permukaan air laut ini di antara lembah
membuat batu h. Material: batu
gamping mengalami gamping
proses pelarutan oleh
air membentuk
bentang alam karst.
Peta Geomorfologi Kabupaten
Gunung Kidul