Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus Abses Hepar

Disusun Oleh:
dr. Audy Sarah Putrini Adibrata 014

Pembimbing:
dr. Bahtiar Yahya, Sp. Rad

Internsip Angkatan III Gelombang JuniMei 2015


Rumah Sakit Umum Daerah Karimun
2015

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Data Pasien


Pasien bernama Tn. B, berusia 41 tahun. Pasien bekerja sebagai karyawan
swasta. Pasien belum menikah. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Pasien
bertempat tinggal di Tanjung Balai Karimun.
1.2 Anamnesis
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak 9 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan tidak dirasakan menjalar ke bahu kanan dan tidak bertambah parah
sewaktu makan. Keluhan juga disertai dengan nyeri ulu hati. Pasien juga mengeluhkan
demam 3 hari sebelum sakit perut dimulai. Demam hilang timbul, dirasakan lebih panas
pada malam hari. Keluhan tidak nafsu makan, lemas, dan mudah lelah juga dirasakan
oleh pasien. Pasien mengeluhkan buang air terakhir 4 hari sebelum nyeri perut
dirasakan. Keluhan kuning disangkal. Buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien berobat
ke Puskesmas Tanjung Balai Karimun, di diagnosis demam tifoid, kemudian diberi obat
panas dan antibiotik.
Tiga hari kemudian, pasien merasa keluhannya nyeri perutnya semakin berat,
demam juga dirasakan semakin tinggi, disertai dengan menggigil. Keesokan harinya,
pasien datang ke tempat praktik dokter swasta untuk meminta USG, hasilnya ada
benjolan di hati sebesar 5 cm. Pasien kemudian berobat ke Poli Penyakit Dalam RSUD
Karimun, dua hari kemudian dirawat di bangsal RUSD Karimun. Per tanggal 20
September 2015, pasien sudah dirawat di RSUD Karimun selama 10 hari.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan pada hari Minggu, 20 September 2015 pasien tampak
sakit sedang. Tekanan darah pasien 130/90 mmHg, denyut nadi pasien 72 kali/menit,
pernapasan pasien 16 kali/menit, dan suhu tubuh pasien 36,8C. Konjungtiva pasien
tidak anemis, sklera tidak ikterik. Bunyi jantung S1, S2, regular. Suara pernapasan
pasien vesikular, sama kuat di kedua paru-paru. Tidak terdapat suara tambahan

pernapasan. Abdomen datar, bising usus normal, supel. Tidak terdapat nyeri tekan pada
kuadran atas kanan dan epigastrium. Ekstremitas pasien hangat dengan CRT <2 detik.
1.4 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium:
A. 9 September 2015
Hb: 14,2 g/dL (1317 g/dL); leukosit: 34.100/mm3 (400010.000/mm3);
trombosit: 421.000/mm3(150.000400.000/mm3); hitung jenis: 0/4/0/40/51/5
(<12/16/05/4060/2040/210); hematokrit: 43,4% (4052%) ; SGOT: 36U/L
(530 U/L); SGPT: 36 U/L (530 U/L); ureum: 18,4 mmol/L (1,23 mmol/L);
kreatinin: 0,7 mmol/L (0,821 mmol/L); albumin: 3,0 g/dL (3,55 mg/dL).
B. 12 September 2015
Pemeriksaan darah:
Hb: 13,9 g/dL (1317 g/dL); leukosit: 8.300/mm3 (400010.000/mm3); trombosit:
438.000/mm3 (150.000400.000/mm3); hitung jenis: 0/1/0/67/29/3 (<12/1
6/05/4060/2040/210); hematokrit: 42,7% (4052%); natrium: 140 mmol/L
(135145 mmol/L); kalium: 4,2 mmol/L (3,55 mmol/L); kalsium: 2,40 mg/dL (2
2,6 mmol/L); klorida: 108 mmol/L (95105 mmol/L).(6, 7)
Pemeriksaan urin:
Warna: kuning tua (kuning muda/tua); Ph: 5,0 (4,58) ; berat jenis: 1,015 (1,005
1,025); protein: negatif (150 mg/hari); reduksi: negatif (150 mg/hari ); bilirubin:
negatif (negatif); keton: negatif (negatif); eritrosit: 0 1/LPB (2/LPB); leukosit: 0
1/LPB (25/LPB); sel epitel: 12/LPB (<1520/LPB).(8)
2. Pemeriksaan radiologi
A. USG whole abdomen (10 September 2015)
(A)

(B)

Gambar 1.1 AE USG hepar Tn. B (10 September 2015)

Pada USG, tampak ukuran hepar membesar, permukaan reguler, tepi lancip.
Tampak lesi isohipoekoik heterogen, batas relatif tegas, tepi reguler, dengan gambaran
edge shadowing dan posterior enhancement di segmen 5 hepar dengan ukuran 7,78 x
6,81 x 6,45 cm. Dengan Doppler, terlihat gambaran hipervaskular di perifer lesi. Vena
hepatika dan sistem biliar tidak melebar. Tidak tampak asites maupun efusi pleura.
Bentuk dan ukuran kedua ginjal normal. Diferensiasi korteks dan medula jelas.
Tidak tampak pelebaran sitem pelvokalises. Tampak lesi hiperekoik multipel di
corticomedullary junction kedua ginjal. Tidak tampak dilatasi ureter proksimal.
Kandung empedu, pankreas, limpa, aorta, vesika urinaria, dan prostat tidak tampak
kelainan.
Berdasarkan hasil USG dapat disimpulkan bahwa terdapat massa sugestif abses
di segmen 5 hepar, dengan diagnosis banding massa hepar. Terdapat kecurigaan
nefrokalsinosis bilateral. Untuk memperoleh diagnosis yang lebih akurat, disarankan
untuk melakukan CT scan abdomen dengan kontras atau CT scan abdomen 3 fase.
B. CT scan abdomen (14 September 2015)

(A)

(B)

Gambar 1.2 A. CT scan abdomen Tn. B tanpa kontras, B. CT scan abdomen Tn. B dengan kontras

CT scan abdomen dilakukan tanpa dan dengan pemberian media kontras


intravena, dengan pemberian media kontras oral. Tidak tampak efusi pleura atau asites.
Bentuk dan ukuran hepar baik, tepi rata dan densitas parenkim homogen normal.
Tampak lesi hipodens bentuk bulat batas tegas, rim enhancement pasca kontras di
segmen 5 dan 6 lobus kanan hepar dengan ukuran 5,59 x 5,61 x 7,5 cm. Sistem bilier
dan vaskular intrahepatik baik.
Kandung empedu, pankreas, lien, vesika urinaria, prostat, dan usus-usus tidak
tampak kelainan. Bentuk dan ukuran kedua ginjal baik, tepi rata dan densitas parenkim

homogen normal. Diferensiasi korteks dan medula jelas. Sistem pelvokalises tidak
melebar. Tampak lesi hipodens multipel di kortikal ginjal kiri dengan diameter terbesar
0,8 cm.
Dapat disimpulkan terdapat massa sugestif abses di segmen 5 dan 6 hepar,
terdapat kista kortikal multipel di ginjal kiri, organ intraabdomen lainnya dalam batas
normal. Untuk penatalaksanaan pasien, disarankan punksi aspirasi dengan guiding USG.

1.5 Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien Tn.
B adalah abses hepar.
1.6 Diagnosis Banding
Berdasarkan gejala dan tanda yang dialami pasien, diagnosis banding pasien
adalah kolesistitis dan kolangitis. Gejala dan tanda dari kolesistitis adalah nyeri pada
kuadran kanan atas, yang dapat menjalar ke lengan atas atau skapula, mual, muntah,
dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda Murphy, kandung empedu
dapat teraba pada 3040% pasien dan ikterus dapat ditemukan pada 15% pasien. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis dengan pergeseran ke kiri,
peningkatan kadar SGOT dan SGPT, peningkatan kadar bilirubin, peningkatan kadar
amilase, dan peningkatan alkaline phosphatase (ALP) (25%). Pada pemeriksaan USG,
temuan yang khas adalah adanya kolelitiasis dan tanda Murohy sonografis. Temuan
lainnya adalah dinding kandung empedu menebal >3mm, terdapat koleksi cairan di
sekitar kandung empedu, distensi kandung empedu, dan sludge.(9, 10)
Tanda dan gejala khas kolangitis adalah demam, nyeri kuadran kanan atas, dan
ikterus, yang dikenal dengan triad Charcot. Tanda dan gejala lain adalah kelemahan,
pruritus, dan penurunan kesadaran (1020). Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan kuadran kanan atas, hepatomegali, takikardia, dan hipotensi (30%). Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, hiperbilirubinemia (88100%),
peningkatan kadar ALP (78%), dan peningkatan SGOT dan SGPT. Pada pemeriksaan
USG, ditemukan dilatasi duktus intrahepatis dan/atau ekstrahepatis, penebalan dinding
duktus, dan kolelitiasis/koledokolitiasis.(11, 12)

1.7 Tata laksana


Pasien diberikan IVFD normal salin banding RL 1:1 sebanyak 20 tetes/menit.
Pasien diberikan injeksi ceftazidime 3 x 1 g dan metronidazol 3 x 750 mg selama 10
hari. Pasien juga diberikan injeksi omeprazole 1 x 40 mg/hari dan vipalbumin 3 x 2
kapsul/hari. Pada tanggal 16 September 2015, pasien dikonsulkan ke dokter bedah,
disarankan untuk melanjutkan terapi antibiotik.
1.5 Prognosis
Dubia ad bonam

1.6 Follow Up (29 Oktober 2015)


(A)

(B)

Gambar 1.3 USG hepar Tn. B (29 Oktober 2015)

Pada tanggal 29 Oktober 2015, pasien datang ke RSUD Karimun untuk kontrol.
Pasien sudah tidak mengeluhkan apa pun dan sudah dapat bekerja seperti biasa. Pada
pasien dilakukan follow up dengan USG. Pada hasil USG ditemukan abses sudah
mengecil dari ukuran 7,78 x 6,81 x 6,45 cm menjadi ukuran 4,89 x 3,94 x 5,23 cm.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hepar


Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan organ terbesar kedua
setelah kulit. Beratnya sekitar 1.500 g, atau 2,5% berat orang dewasa. Sebagian besar
hepar terletak pada kuadran kanan atas abdomen dan terlindungi oleh tulang rusuk dan
diafragma. Hepar mengisi sebagian besar hipokondrium kanan dan epigastrium,
memanjang sampai ke hipokondrium kiri.
Hepar memiliki permukaan diafragmatik yang conveks dan permukaan viseral
yang konkav atau mendatar. Permukaan diafragmatik hepar dilapisi oleh peritoneum
viseral kecuali di bagian posterior, yang bersentuhan langsung dengan diafragma. Vena
kava inferior berjalan di sepanjang cekungan yang terdapat di

bagian posterior

permukaan diafragmatik hepar. Permukaan viseral hepar juga dilapisi oleh peritoneum
viseral, kecuali pada fosa empedu dan porta hepatis (tempat vena porta hepatis, arteri
hepatis, pembuluh limfe, pleksus saraf hepatis, dan duktus hepatis masuk dan keluar
hepar).

(A)
(B)

Gambar 2.1 A. Gambaran permukaan-permukaan hepar; B. Gambaran area telanjang hepar.(5)

Hepar dibagi menjadi 2 lobus anatomis dan 2 lobus aksesoris. Ligamen


falsiformis membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Pada permukaan viseral,
porta hepatis memisahkan 2 lobus aksesoris, lobus kuadrat di bagian anteroinferior dan
lobus kaudat di bagian posterosuperior. Secara fungsional, hepar dibagi menjadi 2
bagian, hepar kiri dan kanan, dipisahkan oleh garis Cantlie. Untuk memudahkan proses
operasi, hepar dibagi menjadi 8 segmen, segmen IVIII.

Gambar 2.2 A. Gambaran segmen-segmen hepar dari bagian anterior; B. Gambaran segmensegmen hepar dari bagian posterior.(5)

Vena porta membawa 7580% darah yang menyuplai hepar, sementara arteri
hepatis membawa sekitar 2025% darah. Vena porta memperdarahi parenkim hepar,
sementara arteri hepatis memperdarahi struktur nonparenkim. Vena hepatis membawa
darah ke vena kava inferior. Persarafan hepar berasal dari plexus hepatis. Hepar
merupakan organ limfatis. Sekitar limfe yang memasuki duktus torasikus berasal
dari hepar. Pembuluh-pembuluh limfatis eferen mengalirkan limfe dari hepatic lymph
nodes ke celiac lymph nodes. Kemudian, limfe dialirkan ke cisterna chyli.(5)

2.2 Fisiologi Hepar


Hepar memiliki banyak fungsi. Hepar memegang peranan dalam metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak. Setiap harinya, hepar mensekresi 6001000 mL
empedu. Empedu berfungsi sebagai pengemulsi lemak dan media ekskresi hasil
metabolisme sel darah merah dan bilirubin. Di dalam sinus-sinus hepar terdapat sel
Kupffer yang berfungsi untuk membunuh bakteri dalam darah yang melewati hepar
menuju sirkulasi sistemik. Fungsi hepar yang lain adalah sebagai tempat penimpanan
vitamin (A, D, B12) dan feritin. Substansi yang berperan dalam pembekuan darah seperti
fibrinogen, faktor VIII, protrombin, dan globulin akselerator diproduksi di hepar. Hepar
juga berfungsi untuk mengekskresikan obat-obatan dan hormon.(13)

2.3 Abses Hepar


2.3.1 Epidemiologi
Abses hepar adalah kumpulan jaringan inflamasi dan jaringan nekrotik, yang
terlokalisasi pada hepar. Berdasarkan etiologi, abses hepar dapat digolongkan menjadi
abses hepar piogenik (80%), amebik (10%), dan fungal (<10%). Di negara berkembang,
bentuk abses hepar yang lebih umum ditemui adalah abses hepar amebik. Organisme
yang paling sering ditemukan pada abses hepar piogenik adalah Escherichia coli dan
Klebsiella pneumoniae. Organisme lain yang juga dapat ditemukan antara lain
Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, Enterococcus sp., dan Bacteroides spp.
Pada abses hepar amebik, organisme yang paling umum ditemukan adalah E. histolytica,
sedangkan abses hepar fungal biasa disebabkan oleh jamur Candida.(14-17)
Abses hepar merupakan kasus yang jarang terjadi. Angka kejadian lebih sering
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas, dengan insidensi puncak pada usia 6070 tahun.
Abses hepar jarang ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Bila abses hepar
ditemukan pada kelompok usia tersebut, biasanya ada keadaan lain yang mendasari
seperti trauma atau defisiensi imunitas.(17, 18) Abses hepar lebih sering diderita oleh pria
daripada wanita.(14, 19) Abses hepar, khususnya yang disebabkan oleh bakteri, sering kali
berakibat fatal. Berkat kemajuan dalam radiologi diagnosis dan intervensi, mortalitas
dari abses hepar dapat diturunkan.(17)
2.3.2 Etiologi
Pada mulanya, apendisitis merupakan penyebab utama terjadinya abses hepar.
Seiring dengan kemajuan ilmu kesehatan, apendisitis dapat dengan mudah didiagnosis
dan ditangani. Hal ini menyebabkan etiologi utama abses hepar berganti menjadi
penyakit pada saluran empedu, seperti batu empedu, striktur, dan kolangikarsinoma.
Selain itu, abses hepar juga dapat disebabkan oleh trauma, kriptogenik, infeksi sekunder
kista, dan penyebaran langsung dari empiema empedu, perforasi ulkus peptikum, atau
abses subfrenik.(15, 20)
2.3.3 Gambaran Klinis
Gejala abses hepar antara lain yang paling umum ditemukan adalah demam.
Gejala lain yang dapat dirasakan adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen

kuadran kanan atas. Menggigil, anoreksia, mual, muntah, dan penurunan berat badan
juga dapat dirasakan, meskipun tidak spesifik. Hepatomegali dan ikterus dapat
ditemukan pada 50% pasien.(20)
2.3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Pada 50% pasien, dapat ditemukan anemia normokromik-normositik. Sekitar
77% mengalami leukositosis, 33% pasien mengalami hipoalbuminemia. Pemeriksaan
laboratorium yang paling dianjurkan adalah alkaline phosphatase (ALP), yang
ditemukan meningkat pada 70% kasus. Kadar transaminase dan bilirubin meingkat
pada abses hepar.(20)
2.3.5 Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi (USG) dan computed tomography (CT) scan dapat digunakan
untuk mendeteksi abses hepar. Pada gambaran USG normal, parenkim hepar tampak
homogen. Umumnya, abses hepar piogenik yang baru terbentuk tampak seperti lesi
sferis solid berbatas tidak tegas dan hipoekoik. Seiring dengan mencairnya abses ,
dinding abses akan menebal dan muncul bagian nekrotik yang tampak sebagai artefak
yang jarang-jarang di tengah abses. Berdasarkan ukurannya, abses hepar piogenik
dibagi menjadi mikroabses (<2 cm) dan makroabses (2 cm).(3, 21)
Pada USG, mikroabses dapat terlihat sebagai nodul hipoekoik atau daerah
berbatas tidak tegas yang mengganggu homogenitas gema hepar. Gambaran
makroabses dapat bervariasi, hipoekoik ataupun hiperekoik. Udara di dalam abses
dapat menyebabkan munculnya gambaran tepi lebih hiperekoik dengan bayangan
akustik. Mikroabses yang menyebar di seluruh permukaan hepar biasa ditemukan pada
abses hepar yang disebabkan oleh Staphylococcus, sedangkan mikroabses yang
terlokalisir biasa dimukan pada infeksi bakteri enterik.

(A)

(B)

Gambar 2.3 A. Gambaran USG hepar normal, dinding cabang vena portal (panah hitam) tampak
lebih reflektif daripada cabang vena hepatis (panah putih); B. Gambaran abses hepar piogenik,
hipoekoik dengan dinding tebal.(3)

Pada USG, abses hepar amebik biasa ditemukan di dekat kapsul hepar, berbentuk
oval atau bulat. Abses tampak hipoekoik dengan gambaran dinding yang tidak jelas.
Terdapat 4 gambaran khas USG abses hepar fungal, yaitu:

gambaran roda di dalam roda: bagian central hipoekoik, terdiri atas jaringan
nekrosis yang mengandung jamur dan dikelilingi oleh daerah ekogenik yang
merupakan sel-sel inflamasi. Di daerah perifer terdapat batas hipoekoik,

gambaran bulls eye: nidus ekogenik dikelilingi oleh tepi hipoekoik (menandakan
infeksi aktif),

gambaran hipoekoik uniformis,

gambaran fokus-fokus ekogenik dengan bayangan akustik posterior (muncul pada


tahap akhir infeksi dan mengindikasikan penyembuhan).

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 2.3 A. Gambaran roda di dalam roda; B. Gambaran bulls eye; C. Gambaran lesi
hipoekoik; D. Gambaran fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik posterior.(1, 2)

Pada CT scan, abses hepar piogenik berbatas tidak tegas dengan densitas rendah.
Dengan kontras, dapat ditemui rim enhancement dan edema daerah perifer abses. Pada
abses yang besar, bisa terdapat septa. Abses hepar amebik tampak sebagai lesi berbatas
tegas dengan densitas menyerupai cairan pada CT scan dengan kontras. Karakteristik
abses hepar ammebik adalah enhancement pada dinding setebal 315 mm dan edema di
daerah perifer abses. Abses dapat memiliki septa atau debris atau gelembung udara.
Pada CT scan dengan kontras, mikroabses fungal tampak sebagai daerah bulat
tunggal/multipel dan diskret dengan densitas rendah, berukuran 220 mm. Terdapat
central enhancement, rim enhancement juga dapat ditemukan.(21)

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 2.4 A. CT scan abses hepar piogenik, terdapat lesi hipodens multipel (panah hitam);
B. CT scan abses hepar piogenik dengan kontras, terdapat lesi hipodens dengan septa; C. CT
scan abses hepar amebik; D. CT scan abses hepar fungal, terdapat lesi hipodens dengan
nekrosis sentral dan rim enhancement.(1, 3, 4)

2.3.6 Tata Laksana


Penatalaksanaan

abses

hepar

dapat

melalui

medikamentosa,

drainase

perkutaneus, dan pembedahan. Terapi utama abses hepar adalah pemberian antibiotik
dan drainase pus. Pemberian antibiotika sebagai terapi tunggal tidak disarankan,
meskipun pada abses berukuran <3 cm terapi antibiotik tunggal dapat membuahkan
hasil yang baik.(22, 23) Antibiotik empiris yang biasa diberikan adalah kombinasi betalaktam/inhibitor beta-laktamase, karbapenem, atau sefalosporin generasi kedua.
Metronidazol harus diberikan sampai kemungkinan abses hepar amebik disingkirkan.
Antifungal sistemik (flukonazol) harus diberikan bila ada kecurigaan ke arah abses
hepar fungal.(20, 21, 24)
Drainase abses dengan guiding USG dapat digunakan untuk mengeluarkan pus
pada pasien yang tidak memerlukan penanganan operatif segera. Karena prosedur ini
merupakan prosedur yang dinamis, presisi insersi kateter lebih terjamin. Drainase
abses hepar dengan panduan usg dapat dilakukan pada abses berukuran 68 cm.
Drainase abses tidak dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan koagulasi, kondisi
tidak stabil, atau abses sulit dijangkau. Sebelum melakukan prosedur, harus dilakukan
USG sebelumnya untuk mencari akses yang paling aman dan melihat hubungan abses
dengan struktur di sekitarnya. Antibiotik spektrum luas harus diberikan setidaknya 1
jam sebelum prosedur dimulai.

Drainase abses dengan guiding USG dapat dilakukan dengan teknik 1 tahap
maupun teknik bertahap. Pada teknik 1 tahap, kateter ukuran 8F atau 12F dimasukkan
langsung ke abses. Pada teknik bertahap, jarum introducer dimasukkan ke dalam abses,
kemudian guiding wire dimasukkan ke dalam introducer tersebut. Jalur tersebut
kemudian dilebarkan dengan menggunakan dilator. Kemudian kateter dimasukan
dengan bantuan guiding wire ke dalam abses dan dihubungkan ke kantung drainase.
Setelah prosedur dilakukan, tanda-tanda vital pasien harus dipantau selama
minimal 4 jam. Pasien harus tirah baring selama 2 jam, setelah itu pasien diperbolehkan
untuk turun dari tempat tidur atau minum/makan. Kateter harus dibilas dengan normal
salin setiap 812 jam untuk menjaga patensi drainase. Sebelum kateter dilepas,
sebaiknya dilakukan USG kembali. Pembedahan dilakukan bila abses ruptur atau terjadi
peritonitis, abses multilokuler dengan ukuran >5 cm, pasien tidak respon terhadap
terapi antibiotik dan drainase perkutaneus, dan apabila juga terdapat kelainan bilier.(3,
23, 25)

2.3.7 Komplikasi
Komplikasi dari abses hepar antara lain sepsis, empiema, dan peritonitis (karena
abses ruptur).(26)
2.3.8 Prognosis
Prognosis abses hepar sangat bervariasi, tergantung kepada besarnya abses dan
organisme yang terlibat.(4) Diagnosis dini dan drainase perkutaneus dengan panduan
radiologi mengurangi angka kematian dari 40% menjadi 2%.(21)

RANGKUMAN

Seorang pasien laki-laki berusia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri perut
kanan atas sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan nyeri ulu
hati, demam, menggigil, penurunan nafsu makan, lemas, dan mudah lelah. Buang air
besar terakhir 13 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada riwayat kuning, Buang air
kecil tidak ada keluhan. Per tanggal 20 Agustus 2015, pasien sudah dirawat di RSUD
Karimun selama 10 hari.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien tampak sakit sedang.
Tanda-tanda vital dalam batas normal. Kepala, thoraks, dan ekstremitas tidak ada
kelaianan. Abdomen datar, bising usus dalam batas normal, supel, tidak terdapat nyeri
tekan pada kuadran atas kanan dan epigastrium, hepar tidak teraba.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah, terdapat hasil leukositosis,
uremia, dan hipoalbumin. Pemeriksaan urin dalam batas normal. Dalam pemeriksaan
USG, tampak lesi isohipoekoik heterogen, batas relatif tegas, tepi reguler, dengan edge
shadowing dan posterior enhancement di segmen 5 hepar. Dalam pemeriksaan CT scan
dengan kontras didapatkan lesi hipodens bentuk bulat batas tegas dengan rim
enhancement di segmen 5 dan 6 lobus kanan hepar.
Pasien diberikan terapi antibiotik ceftazidime 3 x 1 g dan metronidazole 3 x 750
mg selama 10 hari. Terapi ini kurang sesuai dengan kebutuhan. Sebaiknya dilakukan
drainase perkutaneus dengan guiding USG pada pasien tersebut disertai dengan
pemberian antibiotik karena ukuran abses pasien >5 cm.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

26.

Sergi D, Pietropaolo MD, Tavanti F, al E. Imaging of Candidal Liver Abscess. In: Radiology ESo, editor.:
Electronic Public Online System; 2013.
Cornely OA, Bangard C, Jaspers NI. Hepatosplenic candidiasis. Clinical Liver Disease. 2015;6(2):47-50.
Adam A, Dixon AK, Gillard JH, Schaefer-Prokop C, Grainger RG, Allison DJ. Grainger & Allison's
Diagnostic Radiology: Expert Consult: Online and Print: Elsevier Health Sciences UK; 2014.
Matthew Andrews FG. Hepatic Abscess
[cited 2015 24 September]. Available from:
http://radiopaedia.org/articles/hepatic-abscess-1.
Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy: Wolters Kluwer Health; 2013.
Curry CV. Differential Blood Count 2015 [updated 14 Januari 2015; cited 2015 12 November].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2085133-overview#a1.
Farinde A. Lab Values, Normal Adult: Medscape; 2014 [updated 14 Mei 2014; cited 2015 12
November]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/2172316-overview.
Lerma EV, Slivka K. Urinalysis 2013 [updated 8 Januari 2013; cited 2015 12 November 2015]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/2074001-overview.
Knipe H. Acute Cholecystitis: Radiopedia;
[cited 2015 19 November]. Available from:
http://radiopaedia.org/articles/acute-cholecystitis.
Bloom AA. Cholecystitis: Medscape; 2014 [updated 1 April 2015; cited 2015 19 November 2015].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.
Knipe
H.
Acute
Cholangitis
[cited
2015
19
November].
Available
from:
http://radiopaedia.org/articles/acute-cholangitis.
Scott TM. Acute Cholangitis Clinical Presentation: Medscape; 2014 [updated 10 November 2014; cited
2015 19 November]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/774245-clinical.
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology: Elsevier Saunders; 2006.
Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery: Expert Consult
Premium Edition: Enhanced Online Features: Elsevier Health Sciences; 2012.
Peralta R. Liver Abscess: Medscape; 2014 [updated 25 April 2014; cited 2015 24 September]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/188802-overview.
Krige JEJ, Beckingham IJ. Liver abscesses and hydatid disease2001 2001-03-03 08:00:00. 537-40 p.
Heneghan HM, Healy NA, Martin ST, Ryan RS, Nolan N, Traynor O, et al. Modern management of
pyogenic hepatic abscess: a case series and review of the literature. BMC research notes.
2011;4(1):80.
Tendean N, Waleleng WBJ. Abses Hepar Piogenik. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Penyakit Dalam
FK UI.
Cook GC, Zumla A. Manson's Tropical Diseases: Saunders; 2009.
Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal Medicine,
18th Edition: McGraw-Hill Education; 2011.
Mortel KJ, Segatto E, Ros PR. The Infected Liver: Radiologic-Pathologic Correlation. RadioGraphics.
2004;24(4):937-55.
Peralta R. Liver Abscess Treatment & Management: Medscape; 2015 [cited 2015 19 November].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/188802-treatment#d7.
Liver Abscess: BMJ; 2015 [updated 13 April 2015; cited 2015 19 November 2015]. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/640/treatment/step-by-step.html.
Peralta R. Liver Abscess Medication: Medscape; 2014 [updated 25 April 2014; cited 2015 24
September]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/188802-medication.
Bickle I, Hameed AA. Ultrasound Guided Percutaneous Drainage: Radiopedia; [cited 2015 17
November]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/ultrasound-guided-percutaneousdrainage.
Peralta R. Liver Abscess Follow-Up: Medscape; [updated 25 April 2014; cited 2015 24 September].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/188802-followup#e3.

Anda mungkin juga menyukai