Disusun Oleh :
Eva Tami Handari
1420221116
Pembimbing :
Letkol CKM dr. Suparno,Sp.An
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS OK
MANAJEMEN ANESTESI SPINAL PADA KASUS UROLITHIASIS
BILATERAL
Disusun Oleh :
Eva Tami Handari
1420221116
Desember 2015
BAB I
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Diagnosis Pre Op
Tindakan Op
Tanggal Masuk
Tanggal Operasi
Nomer RM
Ruang
: Tn. DJ
: Laki- laki
: 59 tahun
: Taman Candi mutiara timur, No 544 semarang
: Baru ureter distal dextra multipel
: ureterorenoscopy
: 02 Desember 21015
: 03 Desember 2015
: 129912
: Edelweis
2. SOAP
SUBJEK
KU
Sakit
RPS
demam..
2 bulan SMRS os memeriksakan diri ke RSUD Dr Kariadi dan didiagnosis
batu saluran kencing. Kemudian selama 2 bulan sampai sebelum masuk
rumah sakit os berobat jalan, mengkonsumsi obat dari dokter dan keluhan
dirasakan berkurang drastis. Os hanya sedikit merasakan pegal-pegal di
punggung belakang kiri.
RPD
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat sakit jantung
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: Belum pernah diobati sebelumnya
: Riwayat adanya keluhan yang sama
pada keluarga di sangkal. DM (+) ibu
pasien, Batu saluran kemih (+) ayah
pasien
RP.SOS
:
Os bekerja sebagai PNS. Os selalu bekerja duduk di depan computer
dan terkadang sampaipada malam hari sehingga untuk mengatasi
ngantuk setiap hari os mengkonsumsi minuman supplemen seperti
kratindaeng, extra joss, kuku bima, dan vatigon dan jarang
mengkonsusmsi air putih. Selain itu jg setiap pagi pasien rutin
dari cina.
Pola makan teratur 3 kali sehari dengan nasi lengkap dengan lauk
pauk, suka mengkonsumsi makanan bersantan dan daging-dagingan
OBJEK
BB
IMT
: 112 kg
: 34. 96 (Obese grade I)
TB
: 179 cm
Breath
RR : 20 x/ menit
Pulmo :SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ Teeth : gigi belakang bolong -, gigi palsu (-)
Tongue : dbn
Tonsil : T1- T1
Mallampati Test : Mallampati 3
Pembukaan mulut sebesar 3 jari
Trakea dalam posisi lurus, dbn
Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)
Blood
Hasil Lab :
PARAMETER
HASIL
NILAI
NORMAL
WBC
11.0
4.0 12.0
RBC
5.09
4.00 6.20
HGB
14.4
11.0 17.0
HCT
43.4
35.0 55.0
MCV
85.2
80.0 100.0
MCH
28.3
26.0 34.0
MCHC
33.2
31.0 35.0
RDW
13.0
10.0 16.0
PLT
270
150 400
MPV
7.4
7.0 11.0
PCT
0.20
0.20 0.50
PDW
15.2
10.0
Glukosa
158mg/dL
70.0-115
Asam urat
9.53 mg/dL
3600-8200
Brain
Bladder
BAK (+) warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-), volume urin
Costo-vertebrae angle / CVA
o Inspeksi
: tidak tampak adanya massa
o Ballotement : (- /-)
o Nyeri ketuk: (+/+)
o Nyeri tekan: (-/-)
Bowel
Bone
Ekstremitas atas
Ukuran
: Proporsional
Deformitas
:(-/-)
Simetris
Tremor
:(-/-)
Otot normotrofi
Nyeri
:(-/-)
Edema
:(-/-)
Gerak involunter ( - / - )
Ekstremitas bawah
Ukuran
: Proporsional
Deformitas
:(-/-)
Simetris
Tremor
:(-/-)
Otot normotrofi
Nyeri
:(-/-)
Gerak involunter ( - / - )
Kekuatan otot
5555
5555
5555
5555
ASSASMENT
Urolitiasis bilateral
PLANNING
Ureterorenoscopy dengan spinal anastesi block
3. PERSIAPAN
o Persiapan Pasien
Informed consent
Pasien puasa 6-8 jam pre operasi
Pemeriksaan tanda-tanda vital :
T : 118/71 mmHg
RR : 20 X/menit
N : 92 x/menit
S : 36.6 C
o Persiapan Alat
Mesin anestesi
- STATICS :
-
S
: Scope Stetoskop, Laringoskop
T
: TubesPipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia<5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan >5 tahun dengan balon (cuffed).
A
: Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau
pipa
T
I
C
S
Anestesi intravenous
Propofol 200 mg/20 cc dalam Ampul
Ketamin 100 mg/cc Vial
Midazolam 5 mg/5cc Ampul
Opioid
Ketamin 100 mg/ cc vial
Pethidin HCl100 mg/ 2cc Ampul
Fentanyl 0,05 mg/cc Ampul
Anestesi lokal
Lidocain 2 %
Bupivacaine 0,5 % Ampul
Muscle Relaxant
Tramus atau antracum benysilate 10 mg/cc Ampul
Analgsik non opioid
menyalakann monitor
Pukul 12.40 dilakukan anestesi secara spinal dengan prosedur :
o Pasien diminta untuk duduk, dengan punggung tegak tetapi
ototnya jangan dikontraksikan, kepala ditundukkan, kedua
tangan memegang lutut
o Melakukan identifikasi posisi interspace L3-L4
o Melakukan disinfeksi lokal dan melakukan anestesi pada
daerah tusukan dan diperluas
o Dengan menggunakan jarum G 27 S/RSA yang menembus
hingga ruang subarachnoid
o Ditandai dengan LCS yang keluar bila sudah masuk
subarachnoid
o Lalu lakukan barbotage
o Setelah itu masukkan bupivacaine 4 ml
3L/menit
o Nilai blok sensorik : hasilnya blok setinggi Th10
Monitoring setiap 5 menit tanda vital
Operasi selesai pukul 13.15
Pasien tetap sadar selama operasi, setelah operasi selesai pasien
dipindahkan ke recovery room.
Masalah
Masalah medis
S
: nyeri pada pinggang kanan dan kiri
O
: nyeri ketuk CVA (+/+), BNO : urolithiasis bilateral
A
: urolithiasis bilateral
P
: Ureterorenoscopy
Masalah bedah
Tidak terdapat masalah dalam pembedahan
Masalah anastesi
Terdapat indikasi anastesi regional (spinal), tidak terdapat kontraindikasi
anastesi spinal
Jam
Tensi
Nadi
12.30
159/78
58
SpO2 (%)
99
99
12.35
159/78
59
110/65
99
12.40
Keterangan
ondansentron 4 mg
Induksi dengan bupivacain 4 mL,
dengan sebelumnya diberi lidocain
59
terlebih dahulu.
Pemasangan kanul nasal 2L/menit
12.45
113/65
59
12.50
121/64
57
99
99
Operasi dimulai
Pemberian ondansetron 4 mg
Pelaksanaan operasi
12.55
121/62
59
99
99
13.00
124/62
58
13.05
123/64
58
99
13.10
128/65
60
99
Operasi selesai, pasien
13.15
127/68
60
99
room
5. RECOVERY ROOM
Evaluasi ruang pemulihan
- Pasien masuk recovery room pukul 13.20
- Pukul 13.45 pasien stabil, masuk ke bangsal edelweiss
Pukul
Tekanan darah
Nadi
RR
Keterangan
13.20
120/ 70
84
22
13.25
120/80
88
23
13.30
130/ 82
88
21
13.35
121/ 79
85
19
13.40
123/83
82
16
13.45
125/80
88
19
O2 2/L.menit,
Respirasi
Sirkulasi
Nilai
4 ekstermitas
2 ekstremitas
Spontan+batuk
Nafas kurang
Beda <20%
20-50%
Pada Pasien
Kesadaran
Kulit
>50%
Sadar penuh
Ketika dipanggil
Kemerahan
Pucat
Sianosis
Total
i.
Cairan
Pasien sudah tidak makan dan minum 8 jam, namun sudah di pelihara
kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal
Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung:
BB = 112 kg
a.
Maintenance = 4 x 10 kg = 40 cc
= 2 x 10 kg = 20 cc
= 1 x 92 kg = 92 cc
= total 152 cc/ jam
b.
Stress operasi = 6 cc/kgbb/ jam
= 6 x 112 = 672 cc/jam
c.
Perdarahan yang terjadi = 10 cc
EBV = 70 cc/KgBB = 70 x 112 = 7840 cc
20% x 7840 = 1568 cc
Perdarahan pada pasien ini hanya 10cc/ jam, sehingga tidak perlu ditransfusi.
Cukup diberi cairan kristaloid.
d.
Kebutuhan cairan selama operasi 1 jam:
Perdarahan + maintenance + stress operasi
10 + 152 + 672 = 834 cc
e.
Cairan yang sudah diberikan saat operasi 1000 cc
Balance cairan = 1000 834 = +116 cc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
UROLITHIASIS
II.1.1. DEFINISI
Batu saluran kencing merupakan keadaan patologis karena adanya massa keras
berbentuk seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kencing dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya
batu disebabkan karena air kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat
terbentuknya batu. Batu saluran kencing dapat terbentuk karena adanya peningkatan
kalsium, oksalat, atau asam urat dalam air kencing serta kurangnya bahan-bahan
seperti sitrat, magnesium, pirofosfat yang dapat menghambat pembentukan batu,
kurangnya produksi air seni, infeksi saluran kencing, gangguan aliran air kencingdan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap/idiopatik.
Batu Ginjal di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis
atau renalis,nefrolitiasis).
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi
suatu zat organik seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati. Kebanyakan dari
renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau
magnesium-amonium phospat dan uric acid.
Renal calculi, merupakan penumpukan garam mineral yang dapat diam di
mana saja di sepanjang saluran perkemihan. Ini terjadi jika urine penuh mencapai
batas jenuh asam urat, fosfat, dan kalsium oksalat. Normalnya, zat-zat ini larut dalam
cairan urine dan dengan mudah terbilas saat buang air kecil. Tetapi ketika
mekanisme alami seperaati pengaturan keseimbangan asam-basa (Ph) terganggu atau
imunitas tertekan, zat-zat itu mengkristal dan kristal ini bisa menumpuk, akhirnya
membentuk zat yang cukup besar untuk menyumbat aliran urin.
II.1.2. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaankeadaan lain yang idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain :
A. Faktor Intrinsik :
a) Herediter (keturunan)
b) Umur :sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
c) Jenis Kelamin :lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
B. Faktor Ekstrinsik :
a) Geografis : pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah batu di Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b) Iklim dan temperatur
c) Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
d) Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
e) Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih
kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri
dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan
mineral struvit. Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga
disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang
terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut
"kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan
kalises renalis.
Penyebab dari renal calculi adalah idiopatik akan tetapi ada faktor-faktor
predisposisi dan yang utama adalah UTI (Urinary Tract Infection). Infeksi ini akan
meningkatkan timbulnya zat-zat organik. Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral
yang mengendap. Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas
urin dan mengakibatkan pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium
posphat. Stasis urin juga dapat menimbulkan pengendapan zat-zat organik dan
mineral-mineral.
Dehidrasi
juga
merupakan
factor
resiko
terpenting
dari
yang
saling
mengadakan
presipitasi
membentuk
inti
bahan lain sehingga menjadi kristal yang agak besar, tapi agregat kristal ini
masih rapuh dan belum cukup mampu membuat buntu atau sumbatan saluran
kemih.
D. Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih atau membentuk retensi
kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
E. Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid didalam
urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
F. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun
patogenesis pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran
kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama, misal batu
asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium
ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Masukan
Natrium Kalium
Ekskresi
Masukan
Ca,asam
urat,
Masukan
Protein
Masukan Ca
meningkatkan
ekskresi Ca
Resiko
Pembent
ukan
Batu
meningkatkan
Kemih
Masukan Vit C
magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu
jenis lainnya. 5
2.
Hiperkalsiuri absobtif
Hiperkalsiuri renal
Hiperkalsiuri resorptif
Hipositraturi
Hipomagnesiuri
dehidrasi
Hiperurikosuri.
Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garamgaram yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentukan batu yang normal.
Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai
bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit (campuran
dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu
ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.
Ukuran batu
bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai
yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut kalkulus
staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises
renalis.
II.1.3 Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan
pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat
disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu
saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran
kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu
saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku
bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku
bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12%
untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada
wanita daripada pria. 4
INSIDENSI UROLITHIASIS
PEMBENTUK BATU
UK
Calcium Oxalate Murni
86.1 33
17.4 39.4
4.9
34
50.8
15
17.4 15.4
8.0
4.4
20.2
Phosphate
Magnesium Ammonium 2.7
Phosphate (Struvite )
Asam Urat
1.2
8.0
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu.7
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya renal kalkuli seperti :5
A. Hiperparatiroidisme
B. Asidosis tubular renal
C. Malignansi
D. Penyakit granulomatosa ( sarcoidosis,tuberculosis)
E. Masukan vitamin D yang berlebihan
F. Masukan susu dan alkali
G. Penyakit mieloproliferatif ( leukaemia, polisitemia, mieloma multiple).
Serta faktor presipitasi seperti: gaya hidup, intake cairan kurang, retensi
urine, konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi, dll. Semua kondisi diatas
akan mempengaruhi keadaan metastabel dari zat-zat yang terlarut dalam urine,
dimana keadaan metastabel ini sangat berkaitan dengan Ph larutan, suhu,
konsentrasi solut dalam urine, dan laju aliran urine yang jika tidak seimbang
maka akan menimbulkan pembentukan kristal-kristal urine yang lamakelamaan akan membesar dan menimbulkan obstruksi traktus urinarius dan
menimbulkan gejala seperti nyeri kostovertebral dan gejala lain tergantung
daerah batu terbentuk. Apabila sebagian dari tractus urinarius mengalami
obstruksi,
urine
akan
terkumpul
dibagian
atas
dari
obstruksi
dan
Pada anak-anak ditemukan rasa sakit pada saat BAK, sehingga anak
menangis dan menarik-narik penisnya, kadang-kadang dapat terjadi
prolaps ani. Biasanya anak akan mengambil posisi tertentu yang
pancaran.
Nyeri dapat hilang pada perubahan posisi.
Jika batu sudah masuk kedalam uretra, maka akan terjadi retensio urin.
Batu Ureter
Colic pain, menyebar dari pinggang kearah testis. Nyeri tidak hilang
Nyeri
Ballottement/massa
Regio Supra Simfisis
Benjolan bulli-bulli
Nyeri tekan
Rabaan batu (dengan bimanual)
Genitelia Eksterna
Mungkin dapat meraba batu jika batu terletak pada uretra pars
anterior
Rectal Toucher
Untuk mendeteksi adanya hipertrofi prostat
Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
3.
Ultrasonografi
USG
dikerjakan
bila
pasien
tidak
mungkin
menjalani
5.
6.
7.
8.
Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
a)
b)
- blocker
c)
NSAID
Sumber:http://atanidayrus.wordpress.com/about/IGedeSuryadinata/Algoritma
Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih
2.
tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu
beberapa kali tindakan.9
(http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)
merupakan
alat
pemecah
batu
ginjal
dengan
Sebagian
besar
pusat
pendidikan
lebih
banyak
buli),
Ureterorenoscopy (urs)
o Ureterorenoscopy (urs) merupakan tindakan yang pertama kali
digunakan
untuk
diagnostic.
Namun,
goodman
mulai
menggunakan urs rigid untuk terapi pada tahun 1977. (2) tindakan
litotripsi dengan urs dilakukan dengan posisi pasien litotomi dan
dilakukan anastesi umum ataupun regional. Terdapat beberapa
jenis urs diantaranya urs rigid, semi rigid, dan fleksibel. Urs rigid
memiliki ujung runcing yang memudahkan insersinya. Urs jenis
ini memilki visualisasi yang baik karena memiliki fiber optic yang
memberikan cahaya dan gambar. Sedangkan urs fleksibel
merupakan instrumen yang lembut namun lebih mahal. Sangat
baik digunakan pada kasus yang sulit. (22). Seiring perkembangan
zaman, urs juga ikut berkembang. Ureteroscopy digital pertama
kali dipublikasikan pada tahun 2007. Andonian et.al (2008)
berpendapat bahwa ureteroscopy digital, memiliki visualisasi
lebih baik dibandingakan fiberoptic. Ureteroscopy digital juga
lebih cepat memecah batu sesuai pendapat binby et.al (2010). (4)
robotic
flexible
ureteroscopy,
yang
lebih
ergonomis,
murah,
sedikit
komplikasi,
jarang
membutuhkan
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi
untuk
mengambil
batu
pada
saluran
ginjal,
dan
mengalami
pengkerutan
akibat
batu
saluran
kemih
yang
dilakukan.
Tergantung
pada
anatomi
dan
posisi
batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior.
Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang
lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.11
5.
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai
tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter
yang melekat (impacted).11
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata
7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.11
II.1.9. KOMPLIKASI
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang
tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi
pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang
yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.6
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. 6
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis
yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya
dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah
dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat
seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat
terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hatihati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini. 6
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.7
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi
terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali
pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka
mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia,
risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.6
Komplikasi ESWL meliputi
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma
parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya
kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca
ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara
yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka
panjang pasca ESWL pada anak. 6
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus
akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada
satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi
terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan
perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada
anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. 6
II.1.10. PENCEGAHAN
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan.
Masu
Asam
Masuk
kan
Lemak
an air
(Minyak
Volu
Kaliu
Ekskr
m
esi
Ca, ,
sistin
Vit.
B6
Ekskr
ikan)
esi
Oksa
lat
PENURUNAN Resiko
Pembentukan Kristal
(Batu) Saluran Kemih
me
urine
Kejenuhan
kalsium
oksalat
II.1.11 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal.1
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang
ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator.
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan
kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal
anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia,
ginekologi dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat
kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam
kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi
dengan anestesi umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali
orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.
Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan
resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
2.
3.
4.
5.
6.
7. Hipotensi.
Kontra Indikasi Relatif
Gwinnutt (2009), menyatakan beberapa kontraindikasi relatif
dalam pemberian anestesi spinal.
1. Pasien dengan perdarahan.
2. Problem di tulang belakang.
3. Anak-anak.
4. Pasien tidak kooperatif, psikosis.
Anatomi
Terdapat 33 ruas tulang vertebra, yaitu 7 servikal, 12 torakal, 5
lumbal, 5 sakral dan 4 coccygeal. Medulla spinalis berakhir di vertebra L2,
karena ditakutkan menusuk medulla spinalis saat penyuntikan, maka spinal
anestesi umumnya dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4, L2-L3. Ruangan
epidural berakhir di vertebra S2.6.
Ligamen-ligamen yang memegang kolumna vertebralis dan
melindungi medulla spinalis, dari luar ke dalam adalah sebagai berikut
(Bernards, 2006) :
1. Ligamentum supraspinosum.
2. Ligamentum interspinosum.
3. Ligamentum flavum.
4. Ligamentum longitudinale posterior.
cairan
preloading
sudah disiapkan.
Persiapan
alat
akan
melihat columna
4. Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin
besar nomor jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut,
sehingga
untuk
mengurangi
komplikasi
sakit
kepala
likuor
bila
ujung
jarum
ada
di
ruangan
dan pusing.
6. Berikan oksigen per nasal.
akibat
penurunan
tonus
vasokonstriksi
2. Sistim Respirasi
Bisa terjadi apnoe yang biasanya disebabkan karena hipotensi
yang berat sehingga terjadi iskemia medula oblongata. Terapinya :
berikan ventilasi, cairan dan vasopressor. Jarang disebabkan karena
terjadi blokade motoris yang tinggi (pada radix n.phrenicus C3-5).
Kadang-kadang bisa terjadi batuk-batuk kering, maupun kesulitan
bicara
3. Sistim Gastrointestinal
Diperlihatkan dengan adanya mual muntah yang disebabkan
karena hipotensi, hipoksia, pasien sangat cemas, pemberian narkotik,
over-aktivitas parasimfatis dan traction reflex (misalnya dokter bedah
manipulasi traktus gastrointestinal).
4. Headache (PSH=Post Spinal Headache)
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya
kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai,
semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan
terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi. Bila duramater terbuka bisa
terjadi kebocoran cairan serebrospinal sampai 1-2minggu. Kehilangan
CSF sebanyak 20ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post
spinal headache (PSH) ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari
postspinal, dan pada 80% kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya
tidak terjadi postspinal headache
dapat dilakukan pencegahan dengan :
1.
2.
Menusukkan
jarum
paralel
pada
serabut
longitudinal
3.
BAB III
PEMBAHASAN
III. 1. Permasalahan Dari Segi Medik
Penegakan diagnosis bedah
Pasien Tn. DJ 59 tahun memeliki keluhan Nyeri pinggang kiri sejak 3
bulan SMRS . Rasa sakit yang dirasakan hilang timbul dan terasa pegal. Pada
pasien ini dalam pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketuk CVA kanan dan kiri
dan pada pemeriksaan foto BNO didapatkan gambaran batu pada Saluran
ureter bilateral Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat diambil kesimpulan bahwa pasien didiagnosa
batu ureter bilateral.
III. 2. Permasalahan Dari Segi Anestesi
1.1.
Pra-Operatif
Persiapan pra operatif pada pasien ini meliputi persiapan alat, penilaian
dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian
dan persiapan pasien di antaranya meliputi :
1. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat
2. Informasi
a. Riwayat asma, alergi obat, hipertensi, diabetes mellitus, maupun
b.
c.
d.
e.
f.
ii.
3.
iii.
iv.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Pasien duduk pada meja operasi dengan posisi kaki lurus, tangan
pada kaki, kepala menunduk
Indentifikasi inter space L3 L4
Desinfeksi LA dengan menggunakan betadine
Dilakukan penyuntikan Spinocan G 27 S / RSA
LCS (+)
Barbotage (+)
Bupivacain 4 ml
3) Maintenance
O2 nasal canul 3 L/menit
Terapi Cairan
Kebutuhan cairan yang diperlukan selama operasi dan karena trauma
operasi selama 1 jam, yang dihitung berdasarkan berat badan (BB) penderita:
BB = 112 kg
a. Maintenance
= 4 x 10 kg = 40 cc
= 2 x 10 kg = 20 cc
= 1 x 92 kg = 92 cc
= total 152 cc/ jam
b. Stress operasi
= 6 cc/kgbb/ jam
= 6 x 112 = 672 cc/jam
b. maintenance schedule
c. respon pasien, seperti perlambatan dari takikardia, urine output,
peningkatan tekanan darah, peningkatan JVP, kembalinya turgor kulit ke
normal, dan kembalinya mata cekung menjadi normal.
Maksud dari balance cairan yang positif dimana intake lebih banyak daripada
output, terkesan pada pasien mungkin sedang terakumulasi cairan. Namun faktanya
balance cairan yang positif tidak benar-benar positif karena ada beberapa output yang
tidak diperhitungkan dengan akurat (misal feses, uap respirasi dan keringat).
Pada pasien ini balance cairan +166 cc dirasa masih aman dengan
mempertimbangkan kondisi pasien pada preoperative serta respon klinis pasien saat
operasi. Seharusnya dilakukan pengawasan pada hari-hari berikutnya selama rawat
inap.
Post operatif
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post
operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit. Pada
pasien ini dilakukan spinal anastesi, dan menyebabkan paralisis pada anggota
gerak bawah untuk 3-4 jam, maka skor Aldrete di recovery room adalah 9.
Pasien dipantau di recovery room selama 30 menit.
Interpretasi Kasus
Pasien Tn Dj (laki-laki), usia 59 thn, riwayat batu ginjal pada keluarga (+),
riwayat pekerjaan pns lebih sering duduk di depan computer, jarang minum,
lebih suka minum minuman bernergi, rutin mengkonsumsi kopi, lebih suka
makan makanan bersantan, daging dan kacang-kacangan, merokok (+)
Pada data ini, dapat diketahui bahwa terdapat kecocokan epidemi hernia
inguinalis yaitu pada jenis kelamin. Laki-laki 25x > lebih beresiko terkena
hernia (khususnya inguinalis) dibandingkan dengan perempuan, Adapun
faktor resiko batu ureter pada pasien kasus kami yaitu kurangnya intake cairan
dan lebih sering duduk di depan komputer, serta sering mengkonsumsi
daging-dagingan dan kacang-kacangan, serta pekerjaan pasien yang duduk
didepan komputer merupakan salah satu faktor resiko terjadinya batu. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya intake cairan menyebabkan dehidrasi yang
secara langsung menurunkan jumlah urin, jika ditinjau dari diet yang di
konsumsi makan makanan yang banyak mengandung purin seperti kacang
kacangan dan daging dagingan juga dapat meningkatkan purin yang secara
lansgung juga
Ku : Pada pasien terdapat nyeri pinggang hilang timbul (kolik) dan terkadang
menjalar hingga paha. Jika sudah terasa nyeri maka akan mengganggu
aktivitas. Selain itu disertai pula dengan mual dan muntah.
Pada data ini dapat diketahui bahwa, terdapat kecocokan data dengan
teori Nyeri kolik yang dirasakan berasal dari peregangan penyalur
urine atau ureter. (11;12;13) Nyeri menjalar hingga paha dapat menjadi ciri
khas adanya batu saluran kemih pada ureter distal. Apabila terjadi pada
laki-laki akan timbul rasa nyeri menjalar ke paha hingga skrotum dan
pada wanita akan menjalar ke labia mayor.
(11;12;13)
Nyeri
yang
Penatalaksanaan : Ureterorenoscopy
beberapa pasien bahkan jika mereka dalam keadaan sedasi hal ini dikarnakan
tiap orang memiliki reaksi yang berebda terhadapa berbagai cara anestesi.
BAB IV
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Pasien dengan
kasus
batu
ureter
dapat
dilakukan
secara
Saran
1. Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses
anestesi dapat berjalan dengan baik
2. Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi
3. Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat
melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.
DAFTAR PUSTAKA