Anda di halaman 1dari 115

ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS

DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)


(Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)

Oleh:
BIO HAFSARI LARASATI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ABSTRACT

Micro Small and Medium Enterprises (MSME) are the most relevant topic
to be discussed in Indonesia because of their significant contribution to the
economic development in this country. Too many benefits can be contributed by
MSME, but in the fact, MSME have uncapability to facing market among others
due to the weakness of MSME in financial, accessing information, and related to
poor promotional action. To winning the competition with the other enterprises,
MSME needs a good competitiveness quality. One of the way to reach it, can be
done by give an attention to MSMEs marketing communication. This research
tells about the characteristic of IPB MSME partnership, marketing communication
act, and quality of competitiveness as this result. The method used in this study
are quantitative and qualitative data. Quantitative data collected by interviewing
peopled with questionnaires. Whereas, qualitative data collected by interviewing
the tutor about partnership tutorial act. Marketing communication can be held by
match this act with the characteristic of MSME. It can give some benefit to
increase the competitiveness quality of MSME.
Keywords: Micro Small and Medium Enterprises, Marketing Communication,
Quality of Competitiveness

RINGKASAN

BIO HAFSARI LARASATI. Analisis Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan


Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada
UMKM Mitra Binaan IPB. (Di bawah bimbingan YATRI INDAH
KUSUMASTUTI)
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan jenis usaha yang
tumbuh menjamur, bahkan mendominasi sektor perindustrian Indonesia.
Pengembangan UMKM di negara berkembang, seperti Indonesia sangat potensial
dan sesuai dengan kondisi negara. UMKM mampu menyediakan lapangan
pekerjaan, khususnya bagi tenaga kerja berpendidikan rendah yang banyak
terdapat di Indonesia. UMKM juga menyediakan berbagai kebutuhan yang dapat
diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dan mendukung kedaulatan konsumen.
Banyak kontribusi yang dapat diberikan UMKM, terutama bagi sektor
sosial dan ekonomi, namun kontribusi ini belum terealisasi secara optimal. Dalam
menjalankan usahanya, UMKM mengalami berbagai kendala, terutama dalam hal
pendanaan, pemasaran, dan akses informasi. Sementara itu, pada era globalisasi,
UMKM juga harus menghadapi persaingan dengan usaha sejenis lainnya, juga
dengan usaha besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu, UMKM
dituntut untuk memiliki daya saing usaha yang baik, agar mampu bertahan dan
berkontribusi secara optimal bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dapat
ditempuh untuk memperoleh posisi tawar yang baik dalam usaha adalah dengan
memberikan perhatian pada bidang komunikasi pemasaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi
pemasaran UMKM, karakteristik usaha yang mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi pemasaran, serta kontribusinya pada kualitas daya saing usaha.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM mitra binaan IPB yang
tergabung dalam lembaga UPP-UKM dan CDA melalui Program Mahasiswa
Wirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM mitra binaan IPB yang
memiliki tingkat heterogenitas berdasarkan jenis bidang usaha. Penetapan sampel
dilakukan dengan metode penarikan sampel purposive yang dilakukan
berdasarkan berbagai pertimbangan.
Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kuantitatif
yang didukung dengan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode
wawancara mendalam kepada pihak pengelola lembaga pembina UMKM.
Sementara, pendekatan kuantitatif dilakukan dengan instrumen penelitian berupa
kuisioner yang diisi dengan melakukan wawancara kepada responden. Kuisioner
yang digunakan terdiri dari kumpulan pertanyaan mengenai variabel penelitian

yang akan diukur dengan menggunakan skala berdasarkan rataan skor.


Keseluruhan variabel yang diukur secara kuantitatif dalam penelitian ini
merupakan variabel berskala ordinal. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah
secara statistik deskriptif melalui Uji Korelasi Spearman dengan mengunakan
software SPSS for Windows Versi 13.0 dan Microsoft Exel 2007.
Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi
pemasaran UMKM belum dilaksanakan secara optimal. Beberapa karakteristik
UMKM yang memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi
pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku
usaha, dan skala usaha. Jenis bidang usaha berhubungan dengan pemilihan jenis
bauran promosi yang digunakan. Secara umum, bauran promosi yang banyak
digunakan UMKM mitra binaan IPB adalah jenis periklanan dan penjualan
personal. Di samping itu, jenis komunikasi pemasaran yang menjadi andalan bagi
UMKM mitra binaan IPB adalah jenis word of mouth.
Tingkat pendidikan pelaku usaha memiliki korelasi positif dengan
pelaksanaan komunikasi pemasaran. Semakin tinggi pendidikan formal pelaku
usaha, pelaksanaan komunikasi pemasaran semakin baik. Hubungan positif ini
juga berlaku antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran,
meskipun korelasinya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan
karakteristik pendidikan sebelumnya. Pelaksanaan komunikasi pemasaran
berhubungan positif dengan kualitas daya saing usaha. Beberapa ukuran yang
digunakan adalah tingkat produktivitas, tingkat profit, serta luas cakupan pasar
UMKM. Keseluruhan variabel ini memiliki korelasi positif dengan pelaksanaan
komunikasi pemasaran. Artinya, semakin baik pelaksanaan komunikasi
pemasaran, maka kualitas daya saing UMKM pun semakin baik.

ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS


DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
(Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)

Oleh:
BIO HAFSARI LARASATI
I34070007

SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:


Nama : Bio Hafsari Larasati
NRP
Judul

: I34070007
: Analisis hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra
Binaan IPB

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si.


NIP. 19660714 199103 2 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS


NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


ANALISIS

HUBUNGAN

KOMUNIKASI

PEMASARAN

DENGAN

KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH


(UMKM): STUDI PADA UMKM MITRA BINAAN IPB BELUM PERNAH
DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI
INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK

LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH TULISAN INI.

Bogor, Februari 2011

Bio Hafsari Larasati


I34070007

RIWAYAT HIDUP

Bio Hafsari Larasati atau yang biasa dipanggil Biola (penulis) lahir di
Bogor pada tanggal 22 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Ir. H. Zulian Hanafi, MM dan Ibu
(Alm) Ir. Lestari Sempurna Putri. Pendidikan formal ditempuh penulis di TK
Pertiwi Teladan Metro pada tahun 1993-1995, SD Adhyaksa I Jambi pada tahun
1995-2001, SLTP Negeri I Metro pada tahun 2001-2004, dan SMA Negeri I
Metro Lampung pada tahun 2004-2007. Setelah lulus SMA, penulis menempuh
pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) angkatan 44 dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Mayarakat, Fakutas Ekologi Manusia. Penulis menyelesaikan
masa studi dalam waktu tujuh semester dan menjadi lulusan pertama Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 44 melalui program
akselerasi, sekaligus menjadi lulusan pertama Institut Pertanian Bogor angkatan
44.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti kursus Bahasa Inggris dan
Bahasa Mandarin, berbagai pelatihan, seminar, dan magang yang mendukung
kegiatan akademik dan pengembangan softskill. Selain itu, penulis juga aktif
mengikuti kegiatan non-akademik, seperti BEM FEMA, UKM Kewirausahaan
Century, dan Organisasi Mahasiswa Kemala. Dalam organisasi, penulis pernah
memegang jabatan sebagai Sekretaris Dept. PBOS BEM FEMA tahun 2008-2009
dan Bendahara Divisi IT UKM Century 2008-2009. Penulis juga dipercaya untuk
terlibat dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya sebagai ketua 2nd Creso,
Sekretaris Duta FEMA, Bendahara MPF FEMA 2009, koordinator acara Try Out
IPB Kemala, dan berbagai kepanitiaan lainnya. Pengalaman bekerja pernah
penulis tempuh sebagai Staff Humas PT Aneka Tambang Tbk UBPE Pongkor
melalui program magang dan Staff Comdev PT Aneka Tambang Tbk UBPE
Pongkor selama mengikuti kegiatan KKP. Sebagai bentuk pengabdian terhadap
bidang pendidikan, penulis menjalankan amanah menjadi Asisten Dosen Mata
Kuliah Sosiologi Umum (2009-2010) dan Asisten Dosen Mata Kuliah Pengantar
Ilmu Kependudukan (2010).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini,
sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis
Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB ini
diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai komunikasi pemasaran
UMKM dan peranannya dalam upaya mendukung pengembangan UMKM.
Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat, khususnya bagi pengembangan UMKM dan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bogor, Februari 2011

Bio Hafsari Larasati


I34070007

UCAPAN TERIMA KASIH


Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1. Ibu Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si., selaku dosen pembimbing studi pustaka dan
skripsi yang selalu sabar memberikan bimbingan, waktu, tenaga, dan pikiran demi
kesempurnaan skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Aida V.S. Hubeis selaku penguji utama dan Bapak Sofyan Sjaf, MSi
selaku penguji perwakilan Departemen SKPM yang telah memberi masukan dan
saran yang baik demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS., selaku pembimbing akademik selama penulis
menjadi mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
4. Bapak Martua Sihaloho, M.Si., selaku dosen penguji petik yang telah membimbing
dan menjadi korektor yang baik dan teliti.
5. Mba Icha dan Mba Maria yang selalu memberikan pelayanan yang luar biasa dan
menjadikan sekret SKPM sebagai secretariat departemen terbaik se-IPB raya.
6. Ibunda tercinta, (Alm) Lestari Sempurna Putri di surga, atas perjuangan bunda dan
kasih sayang tulus yang tak lekang oleh waktu.
7. Ayahanda terkasih, Ir. H. Zulian Hanafi, MM., atas lantunan doa yang tak pernah
putus, tetesan keringat dan perjuangan ayahanda demi mencukupkan kebutuhan
penulis.
8. Mama Ermy Susida, dan adik-adik kebanggaanku Nia Kurniati, Abi Rachmanda, dan
Igo Muhammad Alvanzo, serta Keluarga Besar Swara Sempurna atas doa, semangat,
motivasi, dan kasih sayang yang tercurah.
9. Keluarga Besar Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43, 44,
dan 45 atas kebersamaan, persahabatan dan cinta yang mewarnai hari-hari penulis.
10. Rizqi Humaira, Frisca Johar, Fauziah Rosy, Ahmad Aulia Arsyad, Turasih,
Rahmawati, Asri Sulistyawati, Laras Sirly, Dimitra Liani, Novia Putri S., Hardianti
D.P, Isma Rosyida, Geidy Tiara, Haidar, Hendra Purwana, Wira Adiguna, Bang Iqbal,
dan seluruh sahabat penulis yang setia dan selalu ada dalam suka dan duka.
11. Ayu my roomate, Dinda, Lingga, Milky, Mba Nina, Ka Etha dan all of salsa girls atas
perhatian dan semua keceriaan.
12. Seluruh teman-teman seperjuangan akselerasi, Maya Samiya, Navalinesia, Astri
Lestari, Syifa Maharani, Dina Nurdinawati, Dewi Agustina, dan kawan-kawan atas
semangat dan kebersamaan dalam menjalankan aktivitas akselerasi.
13. Keluarga Kuliah Kerja Profesi A1, Dewi Silvialestari, Laila Sakina, Atis, Dida, dan
Gilang atas perhatian, kerjasama, dan kebersamaan.
14. Teman sepermainan, Ihsan, Iyut, Lili, Riri, Andri, Roby, Nisa, Ory, dan Hapsa atas
keceriaan dan kebersamaan yang tercipta.
15. Teman-teman BEM FEMA Kabinet Heroik dan UKM Century atas kerjasama,
pengalaman, dan ilmu yang bermanfaat.
16. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan
kerjasama selama pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
Bogor, Februari 2011
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xv
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Masalah Penelitian ............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 4
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS ............................................................................. 5
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 5
2.1.1 Definisi UMKM ........................................................................................ 5
2.1.2 Karakteristik UMKM ................................................................................ 6
2.1.3 Peran dan Kontribusi UMKM ................................................................... 8
2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial ............................................. 8
2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi ........................................ 9
2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik .......................................... 10
2.1.4 Kondisi UMKM dan Perkembangannya ................................................. 11
2.1.4.1 Modal Kerja UMKM ..................................................................... 11
2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi ............................................................. 12
2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM........................................................... 13
2.1.5 Definisi Komunikasi Pemasaran ............................................................. 15
2.1.6 Proses Komunikasi Pemasaran................................................................ 15
2.1.7 Bauran Promosi ....................................................................................... 17
2.1.7.1 Periklanan (Advertising) ............................................................... 17
2.1.7.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion) .......................................... 18
2.1.7.3 Hubungan Masyarakat (Public Relations) .................................... 18
2.1.7.4 Penjualan Personal (Personal Selling) .......................................... 19
2.1.7.5 Pemasaran Langsung (Direct Marketing) ..................................... 20
2.1.7.6 Word of mouth .............................................................................. 21
2.1.8 Manfaat Komunikasi Pemasaran ............................................................ 21
2.1.9 Efek Komunikasi Pemasaran.................................................................. 22
2.1.10 Daya Saing UMKM................................................................................ 23
2.2 Kerangka Pemikiran........................................................................................ 26
2.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 27
2.4 Definisi Operasional ....................................................................................... 28
2.4.1 Karakteristik UMKM .............................................................................. 28
2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ...................................................... 29
2.4.3 Kualitas Daya Saing UMKM .................................................................. 31

xii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 33


3.1 Metode Penelitian ........................................................................................... 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 33
3.3 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................................... 34
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 37
3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................... 37
BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM ................................ 39
4.1 Latar Belakang ............................................................................................... 39
4.1.1 Unit Pelayanan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM) .... 40
4.1.2 Career Development and Alumni Affairs (CDA) .................................... 42
4.2 Keanggotaan ................................................................................................... 43
4.2.1 UPP-UKM ............................................................................................... 43
4.2.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA..................................................... 43
4.3 Kegiatan Pembinaan UMKM ......................................................................... 44
4.3.1 UPP-UKM ............................................................................................... 44
4.3.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA..................................................... 46
BAB V GAMBARAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
(UMKM) MITRA BINAAN IPB ................................................................... 48
5.1 Latar Belakang Pendirian Usaha ..................................................................... 48
5.2 Karakteristik Pelaku Usaha ............................................................................. 49
5.3 Hambatan Pengembangan Usaha .................................................................... 51
BAB VI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN USAHA MIKRO KECIL
DAN MENENGAH ........................................................................................ 53
6.1 Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM ........................................................ 53
6.1.1 Periklanan ................................................................................................ 55
6.1.2 Promosi Penjualan ................................................................................... 56
6.1.3 Hubungan Masyarakat............................................................................. 59
6.1.4 Penjualan Personal .................................................................................. 60
6.1.5 Pemasaran Langsung ............................................................................... 63
6.1.6 Word of mouth ......................................................................................... 64
6.2 Biaya Pelaksanaan .......................................................................................... 66
6.3 Frekuensi Pelaksanaan .................................................................................... 68
BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN
PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN ....................................... 71
7.1 Ragam Bidang Usaha ...................................................................................... 71
7.1.1 Pangan ..................................................................................................... 72
7.1.2 Jasa .......................................................................................................... 73
7.1.3 Pertanian .................................................................................................. 75
7.1.4 Kerajinan ................................................................................................. 78
7.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi
Pemasaran ....................................................................................................... 79
7.3 Hubungan Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ........... 81

xiii

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN


KUALITAS DAYA SAING UMKM ............................................................. 83
8.1 Tingkat Produktifitas UMKM......................................................................... 83
8.2 Tingkat Profit .................................................................................................. 85
8.3 Luas Cakupan Pasar UMKM ............................................................................ 86
BAB IX PENUTUP ...................................................................................................... 88
9.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 88
9.2 Saran ............................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 90
LAMPIRAN...................................................................................................................... 92

DAFTAR TABEL
Nomor

Naskah

Halaman

Tabel 1. Tabel Perbedaan Skala UMKM berdasarkan Aset dan Nilai Penjualan... 29
Tabel 2. Ukuran Sampel Penelitian... 36
Tabel 3. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran Berdasarkan Jenis Bidang
Usaha . 72

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Naskah

Halaman

Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran 16


Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian....

23

Gambar 3. Kerangka Pemikiran 26


Gambar 4. Latar Belakang Pendirian UMKM... 49
Gambar 5. Hubungan Tenaga Kerja dengan Pemilik UMKM.. 50
Gambar 6. Hambatan dalam Pengembangan Usaha.. 51
Gambar 7. Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM...

53

Gambar 8. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM. 54


Gambar 9 . Persentase Penggunaan Bauran Periklanan. 55
Gambar 10. Persentase Penggunaan Bauran Promosi Penjualan 58
Gambar 11. Persentase Penggunaan Bauran Hubungan Masyarakat.. 59
Gambar 12. Persentase Penggunaan Bauran Penjualan Personal 62
Gambar 13. Persentase Penggunaan Bauran Pemasaran Langsung 63
Gambar 14. Anggaran Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran 66
Gambar 15. Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran.. 68
Gambar 16. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pangan.. 72
Gambar 17. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Jasa... 74
Gambar 18. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pertanian....... 76
Gambar 19. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Kerajinan.......... 78

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sejak masa Orde Baru, Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi

sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Berkenaan dengan hal tersebut,


dunia usaha selama setengah abad terakhir telah menjelma menjadi institusi paling
berkuasa di atas planet ini. Berbagai jenis usaha tumbuh dan berkembang di
Indonesia. Salah satu unit usaha yang menjamur, sekaligus mendominasi sektor
industri Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hampir
90 persen dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM
(Lin, 1998 seperti dikutip oleh Rahmana 2009).
Menurut Urata (2000, seperti dikutip oleh Sulistyastuti, 2004) yang telah
mengamati perkembangan UMKM di Indonesia, UMKM memainkan beberapa
peran penting di Indonesia, diantaranya adalah: (1) Pemain utama dalam kegiatan
ekonomi di Indonesia, (2) Penyedia kesempatan kerja, (3) Pemain penting dalam
pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat, (4) Pencipta pasar
dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensitivitasnya serta keterkaitan dinamis antar
kegiatan perusahaan, (5) Memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non
migas. Sementara itu, Tambunan (2001, seperti dikutip oleh Sulistyastuti, 2004)
menyebutkan bahwa UKM juga mampu mereduksi ketimpangan pendapatan
(reducing income inequality) terutama di negara-negara berkembang. Peranan
yang sangat signifikan dalam pencapaian kesempatan kerja dan berbagai nilai
tambah yang telah diungkapkan di atas membuktikan bahwa UMKM mampu
memberikan manfaat yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan.

UMKM memiliki peranan yang cukup berarti dalam perkembangan


perekomomian nasional, namun sektor ini masih memiliki kendala, seperti
keterbatasan modal dan pendanaan, keterbatasan akses pasar dan informasi, dan
masalah pemasaran. Hal ini tentu mengakibatkan UMKM tidak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Menanggapi hal tersebut, Institut Pertanian Bogor
(IPB) sebagai salah satu perguruan tinggi menjalankan program kemitraan
pembinaan UMKM yang merupakan wujud tugas dan fungsi Tridharma
Perguruan Tinggi.
Program kemitraan UMKM dilaksanakan oleh beberapa lembaga,
diantaranya adalah Unit Pelayanan dan Pendampingan UKM (UPP-UKM) dan
Career Development And Alumni Affairs (CDA) IPB melalui Program Mahasiswa
Wirausaha. UMKM mitra binaan IPB bergerak dalam beberapa jenis bidang
usaha, diantaranya adalah UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan. Saat ini
tercatat 166 unit UMKM yang tergabung dalam program mitra binaan UPP-UKM
LPPM IPB dan 83 UMKM yang tergabung dalam program CDA. Program
pembinaan terhadap UMKM binaan IPB ini dirasa penting sebagai upaya
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berjiwa wirausaha.
Berbagai upaya pembinaan dan pemberdayaan UMKM diarahkan pada
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pelaku usaha dan pemanfaatan
potensi yang dimiliki. Upaya ini dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan,
diantaranya adalah pelatihan pembuatan pembukuan dan arus kas, pembinaan
kegiatan pemasaran, dan penyelenggaraan pertemuan untuk memperluas jaringan.
Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan yang dimaksud dapat
dilakukan dengan meningkatkan daya saing UMKM. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah dengan meningkatan kualitas komunikasi pemasaran. Mengingat


ketatnya persaingan usaha di era global, komunikasi pemasaran memainkan
peranan penting dalam pengembangan UMKM. Dalam upaya menjalankan
usahanya, UMKM tidak hanya mengalami persaingan dengan berbagai UMKM
lain yang tumbuh dan berkembang, melainkan juga bersaing dengan usaha-usaha
besar, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
UMKM dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar dapat
bertahan dan bersaing dengan jenis usaha lainnya. Untuk mencapai keinginan
tersebut, maka komunikasi pemasaran menjadi kegiatan operasional yang wajib
dilaksanakan. Namun pelaksanaan kegiatan ini akan menghabiskan biaya yang
tidak sedikit. Oleh karena itu, pelaksanaan komunikasi pemasaran yang efektif
dan efisien merupakan suatu keputusan yang harus dipertimbangkan dan
direncanakan dengan matang. Realita ini menarik minat penulis untuk melakukan
penelitian mengenai berbagai upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan
UMKM, serta hubungannya dengan kualitas daya saing usaha.
1.2

Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang uraian latar belakang di atas, disusunlah

beberapa masalah penelitian, sebagai berikut:


1. Bagaimanakah pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra
binaan IPB?
2. Bagaimanakah hubungan karakteristik UMKM mitra binaan IPB
dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran?
3. Bagaimanakah hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan
kualitas daya saing UMKM mitra binaan IPB?

1.3

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka ditetapkan beberapa

tujuan penelitian, sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra
binaan IPB
2. Menganalisis hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan
komunikasi pemasaran
3. Menganalisis hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya
saing UMKM
1.4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai

karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, dan pengaruhnya


dengan kualitas daya saing UMKM. Oleh karena itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:
1. Bagi pelaku UMKM, penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan mengenai pelaksanaan komunikasi pemasaran yang
dilakukan sebagai upaya peningkatan daya saing UMKM.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan
khasanah pengetahuan, khususnya dalam bidang komunikasi bisnis
mengenai komunikasi pemasaran.
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
mengenai kesesuaian kondisi lapangan dengan teori yang ada mengenai
karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta
hubungannya terhadap daya saing UMKM.

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1

Definisi UMKM
Terdapat beberapa lembaga atau instansi yang memberikan definisi

mengenai usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sesuai dengan Undang-Undang


No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM
didefinisikan sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
(2) Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00
(dua milyar rupiah).
(3) Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).1
Sementara itu, Rahmana (2009) mengungkapkan batasan pengertian
UMKM yang ditetapkan oleh BPS berdasarkan jumlah tenaga kerja, untuk usaha
1

Undang-Undang No.20 Tahun 2008


(http://www.smecda.com/Files/infosmecda/uu_permen/UU_2008_20_TENTANG_USAHA_MIK
RO_KECIL_DAN_MENENGAH.pdf)

diunduh tanggal 30 April 2010 jam 22.00 WIB.

kecil berjumlah lima sampai dengan sembilan belas orang, sementara usaha
menengah berkisar antara dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan
tenaga kerja. Batasan pengertian UMKM diatas sesuai dengan defiinisi UMKM
yang diberlakukan bagi Asian Development Bank (ADB) yang dikutip oleh Eva
(2007).
2.1.2

Karakteristik UMKM
UMKM memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan jenis

usaha besar, termasuk karakteristik yang membedakan usaha mikro, usaha kecil,
dan usaha menengah sendiri. Berdasarkan data BPS (2006) yang dikutip oleh
Tambunan (2009) dalam buku UMKM di Indonesia, diketahui bahwa dari segi
tenaga kerja, lebih dari sepertiga (sekitar 34,5 persen) UMKM dikelola oleh
tenaga kerja berusia di atas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha
UMKM yang berumur di bawah 25 tahun.
Tambunan

(2000)

seperti

dikutip

oleh

Sulistyastuti

(2004)

mengungkapkan bahwa tenaga kerja yang diperlukan oleh industri kecil tidak
menuntut pendidikan formal yang tinggi. Sebagian besar tenaga kerja yang
diperlukan oleh industri ini didasarkan atas pengalaman (learning by doing) yang
terkait dengan faktor historis (path dependence). Tulisan lanjutan Tambunan
(2009) mengenai UMKM mengungkapkan bahwa struktur pengusaha menurut
tingkat pendidikan formal memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat
pendidikan rata-rata pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala
usaha, yang umumnya berasosiasi positif dengan tingkat kompleksitas usaha yang
memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin
banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier.

Mengacu pada data BPS (2006) yang dikutip Tambunan (2009) diketahui
bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha
yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan
sebagai upaya untuk memperoleh perbaikan penghasilan dan atau merupakan
startegi untuk bertahan hidup. Hal ini didukung dengan kondisi tingkat pendidikan
pengusaha yang mayoritas tergolong rendah. Usaha ini dilakukan dengan alasan
tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan
formal yang tergolong rendah. Beberapa pengusaha juga menjalankan usaha
dengan mempertimbangkan prospek usaha ke depan, seperti adanya peluang dan
pangsa pasar yang aman dan besar. Namun, sebagian lainnya mengungkapkan
latar belakang keturunan, artinya meneruskan usaha warisan keluarga.
Data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) juga menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki banyak UMKM, namun tidak seluruh UMKM ini
berbadan hukum. Justru sebagian besar UMKM yang ada, yakni sekitar 95,1
persen dari jumlah unit usaha tidak berbadan hukum. Hal ini dapat diterima
dengan alasan kebanyakan UMKM memiliki modal yang sangat minim dan
terbentur berbagai birokrasi dan persyaratan yang rumit dan kompleks untuk
mendapatkan pelayanan dalam pengembangan usahanya.
Menurut Sulistyastuti (2004), yang juga menjadi karakteristik UMKM
adalah pemakaian bahan baku lokal. Keberadaan UMKM seringkali terkait
dengan tingginya intensitas pemakaian bahan baku lokal, misalnya UMKM
kerajinan meubel ukiran khas Jepara, batik asal Pekalongan dan berbagai
komoditas lokal unggulan lain yang dijadikan bahan baku dalam usaha.

2.1.3

Peran dan Kontribusi UMKM


Dewasa ini, UMKM diberi perhatian yang cukup besar dalam

perkembangannya di berbagai belahan dunia. Ini merupakan hal yang wajar,


mengingat pentingnya peranan UMKM baik dalam bidang sosial, ekonomi,
hingga bidang politik.
2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial
Menurut Clapham (1991), tujuan sosial dari UMKM sekurang-kurangnya
untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar
rakyat. Sadoko (1995) juga menegaskan bahwa peranan usaha kecil tidak hanya
menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah,
tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain
itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan
besar, termasuk pemerintah lokal.
Peranan UMKM untuk kepentingan konsumen berpendapatan rendah
penting untuk menjamin persediaan barang bermutu sederhana pada harga yang
terjangkau. Dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil memberikan sumbangan
yang sangat penting dalam bentuk turut menurunkan biaya hidup bagi kelompokkelompok masyarakat berpendapatan rendah. Oleh karena itu, Clapham (1991)
menyebutkan bahwa UMKM mampu memberikan sumbangan yang besar dari
segi kedaulatan konsumen.
Selain berperan dalam kedaulatan konsumen, UMKM memiliki peranan
yang sangat berarti dalam hal penciptaan lapangan kerja. Clapham (1991)
menyebutkan bahwa lebih dari 75 persen lapangan kerja di luar sektor pertanian di
negara sedang berkembang diciptakan oleh perusahaan kecil dan menengah di

sektor industri pengolahan, perdagangan, dan selebihnya di sektor jasa.


Mendukung pernyataan tersebut, Lin dikutip oleh Rahmana (2009) juga
menyatakan bahwa hampir 90 persen dari total usaha yang ada di dunia
merupakan kontribusi dari UKM. Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga
kerja, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia,
mempunyai

peranan

yang

signifikan

dalam

penanggulangan

masalah

pengangguran.
Melihat peranan UKM yang sangat signifikan dalam penciptaan
kesempatan kerja dan nilai tambah, Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UKM
mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan,
terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tak heran jika Clapham
(1991) juga berpendapat bahwa sektor perusahaan kecil dan menengah dipandang
lembaga yang cocok untuk menghilangkan dualisme ekonomi dan sosial.
2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi
UMKM dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya nasional
menurut prinsip-prinsip ekonomi, termasuk pemanfaatan tenaga kerja untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum dan sesuai dengan kepentingan
rakyat (Clapham, 1991). Indoconsult dikutip Sadoko (1995) juga mengungkapkan
bahwa usaha kecil memberikan kontribusi yang tinggi (sekitar 55 persen) terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor-sektor perdagangan, transportasi, dan
industri. Sektor ini juga mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan
devisa negara melalui usaha pakaian jadi (garments), barang-barang kerajinan
termasuk meubel dan pelayanan bagi turis.

10

Rahmana (2009) menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah


menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan
sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB). Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007) menyatakan bahwa pada
tahun 2006 kontribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp
1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari PDB nasional dengan laju
pertumbuhan PDB tahun 2005-2006 adalah sebesar 5,40 persen.
Menurut Utari (2002) seperti dikutip oleh Sulistyastuti (2004), UMKM
turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Selama
periode 1990-1995, UKM menyumbangkan rata-rata 40 persen dari total ekspor.
Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa dalam hal perolehan devisa, industri
kecil menyumbang sekitar 15 persen dari seluruh nilai ekspor industri yang ada.
2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik
Tujuan pembangunan masyarakat di berbagai Negara Asia Selatan dan
Asia Tenggara - seperti juga halnya di Indonesia dan di Malaysia - ditentukan
oleh keputusan politik yang mendasar untuk mewujudkan sistem demokrasi
permusyawaratan rakyat dengan ekonomi campuran berdasar persaingan bebas.
Pengusaha kecil dan menengah dapat membantu pembangunan dalam arti ini,
karena tindakan dan kegiatan mereka yang bebas dan otonom (Clapham, 1991).
Sulistyastuti (2004) menyebutkan, sejalan dengan era desentraslisasi dan
pengembangan ekonomi regional, peranan dan posisi UMKM menjadi sangat
relevan bagi keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi. Dengan
diberlakukannya otonomi daerah, UMKM berpotensi menciptakan iklim
persaingan di daerah. Era Otonomi Daerah memberikan implikasi untuk

11

merencanakan sendiri pembangunan daerahnya dengan dukungan sumberdaya


lokal.
Keberhasilan dalam menetapkan keputusan dalam usaha relevan dengan
sifat fleksibilitas UMKM yang tinggi. Berdasarkan pengalaman, diketahui bahwa
UMKM mampu mempertahankan usahanya ketika krisis ekonomi melanda.
Sementara, lebih dari 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan (Halwani
dikutip oleh Amidi, 2008). Sepakat dengan pernyataan ini, Sadoko (1995)
mengungkapkan bahwa sektor ini mempunyai peran strategis yang mengantarai
kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sektor industri berdasarkan
teknologi canggih dan kebijakan pengentasan kemiskinan.
2.1.4

Kondisi UMKM dan Perkembangannya


Banyak kontribusi yang mampu diberikan UMKM dalam berbagai bidang,

mulai dari bidang sosial, ekonomi, hingga politik dalam skala yang kecil dan
spesifik, dalam artian politik pengambilan keputusan bagi tiap-tiap UMKM.
Namun, dalam prakteknya, UMKM juga mengalami berbagai hambatan dalam
berbagai kegiatan operasionalnya.
2.1.4.1 Modal Kerja UMKM
Clapham (1991) menyebutkan bahwa hampir tanpa kecuali, pengusaha
kecil dan menengah mengatakan bahwa masalah yang paling besar yang mereka
hadapi adalah masalah keuangan. Mereka mengeluh tentang kekurangan modal
tetap dan modal kerja. Bidang lain yang juga banyak menimbulkan kesulitan
adalah kredit bagi konsumen. Dalam berbagai hal, demi kemajuan dan
pengembangan UMKM, pemerintah maupun berbagai lembaga keuangan, baik
bank maupun lembaga keuangan non bank telah berupaya dalam memberikan

12

pelayanan, terutama dalam hal pinjaman modal usaha. Namun kenyataannya,


untuk mengakses pelayanan ini, UMKM dibebani berbagai persyaratan dan jalur
birokrasi yang panjang dan rumit. Akibatnya, pemberian layanan pinjaman modal
dan kredit pun menjadi tidak dapat diakses UMKM secara optimal. Pada intinya
perbaikan sistem perkreditan perlu ditempuh melalui pengadaan pelayanan
pendampingan yang profesional serta pemberian kredit yang terintegrasi dengan
intervensi lain untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pengembangan usaha
kecil itu sendiri.
2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi
Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era
globalisasi berorientasi pada mekanisme pasar bebas memang cukup beralasan,
karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam kelompok tersebut. Namun
demikian perlu diingat bahwa sejak era penjajahan, UMKM sudah dihadapkan
dan ditempa dengan berbagai masalah termasuk dari aspek pemasaran, tetapi
UMKM tetap eksis dalam mendukung pertekonomian nasional. Ketidakmampuan
UMKM untuk menghadapi pasar global mungkin timbul karena lemahnya akses
terhadap informasi (Syarif, 2008).
Clapham (1991) menyatakan bahwa terdapat kekurangan penyalur
informasi yang mampu bagi perusahaan kecil dan menengah. Perusahaanperusahaan menemui kesulitan untuk memperoleh peluang masuk ke pasar
pemerintah karena mereka kurang mengetahui seluk-beluk peraturan pemerintah
yang berkaitan atau persyaratan pemerintah.
Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait
langsung dengan kondisi faktor internal UMKM yang dibayangi oleh berbagai

13

keterbatasan untuk mampu memberikan informasi kepada konsumen. Akibatnya


produk UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di
dunia internasional, belum banyak diketahui konsumen. Salah satu masalah besar
yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM
terhadap pasar (Syarif, 2008).
2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM
Tingkat keterbukaan di pasar konsumen rendah karena perusahaan tidak
memiliki peluang yang cukup pada masyarakat umum dan sejauh ini hanya
beberapa pameran dagang khusus, pameran tetap atau kampanye penjualan saja
yang pernah diadakan. Konsumen dalam negeri, terutama di daerah kota, sering
kurang mengetahui produk-produk yang dihasilkan perusahaan kecil dan
menengah dalam negeri atau sangat tidak percaya dan penuh prasangka terhadap
produk-produk ini bila diukur menurut standar mutu internasional (Clapham,
1991).
Menurut Sadoko (1995), akses pemasaran merupakan akses terpenting.
Dalam membantu usaha kecil, akses ini dibuka melalui pengembangan pola
subkontrak, mekanisme pusat pasar informasi, promosi pasaran atau konsumsi
melalui anggaran pemerintah. Promosi dan pusat informasi akan sangat berguna
bila didukung oleh kemampuan profesional membaca peluang pasar bagi usaha
kecil tersebut dan pelayanan tersebut disediakan bagi siapa saja.
Pola subkontrak seringkali dilakukan UMKM, namun pola ini cenderung
menjadikan industri bapak memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan
dengan usaha anak. Dalam prakteknya, ketika industri bapak melakukan
order, maka usaha anak, dalam hal ini UMKM akan berkompetisi untuk

14

mendapatkan pesanan tersebut. Kondisi ini membuat industri bapak mampu


menekan harga produksi UMKM. Strategi penekanan ongkos produksi seperti ini
dilakukan untuk mempertahankan jalur pemasaran yang ada. Sepakat dengan hal
ini, Amidi (2008) juga menyebutkan bahwa masalah pemasaran yang dihadapi
UMKM adalah lemahnya barganing power pengusaha kecil dalam menghadapi
perusahaan besar.
Menurut Clapham (1991), selama perusahaan menjual barangnya melalui
pengecer, mereka tidak perlu mengembangkan kegiatan pemasaran sendiri.
Namun, perusahaan yang menjual sendiri barang-barang yang dihasilkannya
(seperti mebel, sepatu, tekstil) perlu memberikan perhatian pada bidang
pemasaran. Umumnya pelaku usaha tidak memiliki kepandaian khusus dalam
soal-soal ini dan tidak tahu kemana ia dapat mencari informasi yang dapat
dipercaya mengenai perkembangan pasar, iklan, atau saluran pemasaran yang
lebih baik.
Masalah pemasaran merupakan salah satu penyebab penting mengapa
pengusaha tidak mampu membuat rencana jangka menengah dan jangka panjang.
Dapat diperkirakan bahwa masalah-masalah pemasaran bagi pengusaha kecil dan
menengah akan makin meningkat. Secara keseluruhan, masalah-masalah
pemasaran mengakibatkan bahwa perusahaan kecil dan mengengah sulit
memainkan peranannya dalam pembangunan sebagai pelengkap sektor industri
dan pemasok barang bagi konsumen. Karena itu, program-program promosi dalam
masa yang akan datang harus lebih banyak memberikan perhatian pada soal
pemasaran daripada dalam masa yang sudah-sudah (Clapham, 1991).

15

2.1.5

Definisi Komunikasi Pemasaran


Prisgunanto (2006) mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai

hubungan sistematik antara pelaku bisnis dan pasar yang menjadi target, dimana si
pelaku pasar (marketer) akan mengumpulkan beranekargaam ide-ide, desain,
pesan-pesan, media, format, dan warna unruk mengkomunikasikan maksud dan
menstimulasi persepsi khusus dari produk dan layanan, yang kemudian dihimpun
dalam target pasar. Sependapat dengan hal tersebut, Machfoedz (2010)
mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran ialah semua elemen dalam
pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen
dan stakeholder sebuah perusahaan.
Konsep pemasaran sering kali disamaartikan dengan konsep penjualan.
Padahal, kedua konsep ini merupakan konsep yang berbeda. Dalam bukunya,
Amir (2005) menyebutkan bahwa dalam konsep penjualan, hal yang menjadi
tujuan utamanya adalah transaksi. Setelah transaksi terjadi, perusahaan sering kali
tidak memperhatikan konsumen lagi. Sementara itu, konsep pemasaran lebih
mengutamakan kepuasan pelanggan. Laba justru diharapkan diperoleh dari
kepuasan konsumen yang nantinya membeli dalam jumlah banyak, terus-terusan
dan mungkin dengan harga yang menguntungkan.
2.1.6

Proses Komunikasi Pemasaran


Komunikasi pemasaran adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan

arus informasi tentang produk dari pemasar sampai kepada konsumen. Proses
komunikasi pemasaran dapat divisualisasikan dalam model diagram alur yang
disajikan pada Gambar 1.

16

Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran


Pengirim
pesan

Encoding

Pesan
Media

Decoding

Penerima
pesan

Gangguan
Umpan balik

Respon

Sumber: Amir ( 2005: 210)

Amir

(2005) menyebutkan bahwa setiap proses komunikasi pasti

memiliki pengirim pesan. Pengirim pesan melakukan encoding, yaitu proses


penyandian atas apa yang ingin kita sampaikan. Dengan kata lain, encoding
adalah proses penyampaian apa yang ada di pikiran kita kepada simbol-simbol.
Setelah itu, pesan akan melalui berbagai saluran. Pemilihan saluran ini juga
menentukan karena ada juga saluran yang tidak sinkron dengan pesan yang ingin
disampaikan. Ketika konsumen dianggap menerima pesan yang disampaikan, ia
akan memberikan responnya.
Menurut Amir (2005), respon yang paling sering kita kenal adalah
konsumen segera membeli produk kita.

Namun, sesungguhnya, tujuan

komunikasi tidak hanya itu. Tidak juga hanya sekedar menyampaikan pesan yang
kita inginkan. Bukan sekedar how can we reach the costumer. Akan tetapi,
konsumen juga harus memiliki saluran untuk memberikan pesan-pesan yang
dimilikinya. Jadi harus juga memberikan kesempatan how can our costumer reach
us.
Faktor kunci dalam aliran komunikasi ini adalah syarat pesan yang baik,
yaitu: pemasar harus tau apa yang diharapkan audiens, pemasar harus membangun
saluran umpan balik, pemasar harus memahami pesan seperti yang bisa dipahami

17

audiens, dan pemasar harus mengirim pesan lewat media yang menjangkau
audiens (Amir, 2005).
2.1.7

Bauran Promosi
Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara kreatif yang

mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk atau jasa.


Lupiyoadi dan Hamdani (2006, sebagaimana dikutip oleh Andrijansyah, 2009)
mengungkapkan bahwa perangkat promosi mencakup aktivitas periklanan
(advertising), penjualan perorangan (personal selling), promosi penjualan (sales
promotion), hubungan masyarakat (public relation), informasi dari mulut ke mulut
(word of mouth), dan pemasaran langsung (direct marketing).
2.1.7.1 Periklanan (advertising)
Periklanan merupakan segala bentuk kehadiran dan promosi dari ide,
barang, atau jasa yang bersifat non personal oleh suatu pihak tertentu. Menurut
Machfoedz (2010), periklanan dapat menjangkau khalayak yang berada dalam
rentang geografis sangat luas dengan biaya murah untuk semua publisitas.
Meskipun dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dengan cepat,
periklanan merupakan sarana promosi tanpa awak (non personal) sehingga kurang
persuatif dibandingkan dengan wiraniaga perusahaan.
Periklanan merupakan sarana komunikasi satu arah dengan khalayak, dan
tidak memerlukan perhatian atau respons secara langsung. Sepakat dengan hal
tersebut, Prisgunanto (2006) menyebutkan bahwa perubahan sikap lewat sarana
ini memerlukan waktu yang relatif lama. Pada dasarnya, tujuan periklanan adalah
komunikasi yang efektif dalam rangka mengubah sikap dan perilaku konsumen.
Terdapat beberapa pilihan media yang dapat digunakan untuk melakukan

18

periklanan, antara lain melalui: surat kabar, majalah, radio, televisi, papan
reklame, dan surat langsung (Alma 2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah 2009).
2.1.7.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk
mendorong konsumen segera mencoba atau membeli sebuah produk atau jasa.
Promosi penjualan meliputi berbagai sarana - kupon, kontes, premi, dan
sebagainya - yang semuanya mempunyai ciri yang berbeda. Berbagai sarana
promosi tersebut juga memberikan kontribusi motivasi pembelian yang
memberikan nilai tambah kepada konsumen. Perusahaan menggunakan alat
promosi penjualan untuk menciptakan respons yang lebih kuat dan lebih cepat
(Machfoedz, 2010). Menurut Andrijansyah (2009), promosi penjualan dapat
diberikan kepada beberapa sasaran yang dianggap potensial, diantaranya:
1. Konsumen, berupa penawaran cuma-cuma, sampel, demo produk,
kupon, pengembalian tunai, hadiah, kontes, dan garansi.
2. Perantara, berupa barang cuma-cuma, diskon, advertising allowances,
iklan kerja sama, distribution contests, penghargaan.
3. Tenaga penjualan, berupa bonus, penghargaan, contests, dan hadiah
untuk tenaga penjualan terbaik.
2.1.7.3 Hubungan Masyarakat (Public Relations)
Machfoedz (2010) mendefinisikan public relations (hubungan masyarakat)
merupakan sarana promosi massal yang dilakukan dengan menjalin hubungan
dengan berbagai konsumen perusahaan dan masyarakat umum, dengan tujuan
untuk membangun citra perusahaan yang positif agar mendapat publisitas yang
luas, dan mengatasi kabar angin, laporan, serta kejadian-kejadian yang tidak

19

sesuai dengan kenyataan. Pesan disampaikan kepada konsumen lebih sebagai


berita daripada sebagai komunikasi yang mengarah pada penjualan. Beberapa
program hubungan masyarakat, antara lain publikasi di berbagai media, acaraacara penting, hubungan dengan investor, pameran, dan mensponsori beberapa
acara.
2.1.7.4 Penjualan Personal (Personal Selling)
Personal Selling (kewiraniagaan) merupakan interaksi tatap muka dengan
satu atau lebih pembeli prospektif dengan tujuan membuat presentasi, menjawab
pertanyaan, dan mendapatkan pesanan. Menurut Machfoedz (2010), personal
selling merupakan elemen termahal dalam bauran komunikasi. Meskipun
demikian, personal selling merupakan wahana komunikasi paling efektif dalam
proses pembelian. Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa sarana personal
selling memilki efek langsung pada proses penjualan berdasarkan sales forces.
Keandalan personal selling yang paling utama adalah mampu mendekatkan
pelanggan dengan penjualan lewat penggunaan jalur-jalur distribusi barang dan
produk yang ada.
Machfoedz (2010) menyebutkan kewiraniagaan merupakan metode yang
efektif bila besarnya pembelian relatif besar, bila ciri-ciri produk itu
membutuhkan penjelasan dan demonstrasi, bila barang itu dibeli pada jarak waktu
yang jarang, dan bila calon pembeli telah memiliki model lama dari produk yang
hendak ia [beli]. Personal selling memiliki kekuatan dalam hal komunikasi
berpasangan yang memungkinkan interaksi dua arah, yang meniscayakan umpan
balik secara langsung. Namun, kekurangan bauran promosi ini terletak pada

20

biayanya yang besar. Meskipun menyedot biaya yang besar, jangkauan dan
frekuensi melalui personal selling memang rendah.
Alma (2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah, 2009) menyebutkan
bentuk-bentuk personal selling yang dikenal secara garis besar, diantaranya
penjualan di toko atau pusat perbelanjaan, house to house selling, penjual yang
ditugaskan oleh pedagang besar untuk menghubungi pedagang eceran, penjual
yang ditugaskan oleh produsen untuk menghubungi pedagang besar atau
pedagang eceran, pemimpin perusahan berkunjung kepada pelanggan yang
penting, dan penjual yang terlatih secara teknis mengunjungi para konsumen
industri untuk memberikan nasehat dan bantuan.
2.1.7.5 Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Pemasaran langsung, yaitu penggunaan email, faksimile, internet langsung
dengan atau fasilitas untuk merespons dari pelanggan atau prospek tertentu. Ciriciri dari cara komunikasi ini adalah non-publik, karena ia diarahkan kepada pihak
tertentu (dengan nama dan alamat yang jelas). Pemasaran langsung bersifat segera
dan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pelanggan.
Jenis bauran ini juga bersifat interaktif. Pihak konsumen dapat segera
merespon pesan yang disampaikan pemasaran (misalnya dengan mengisi
formulir). Pemasaran langsung umumnya digunakan oleh perusahaan yang
memiliki basis data mengenai pelanggan. Semakin baik basis data ini, semakin
mudah dan efektif pemasar menyampaikan pesannya (Amir, 2005). Menurut
Andrijansyah (2009), terdapat enam area pemasaran langsung, yaitu: direct mail,
mail order, direct response, direct selling, telemarketing, dan digital marketing.

21

2.1.7.6 Word of mouth


Menurut Lovelock dan Wright (2005, seperti dikutip oleh Andijansyah,
2009), informasi atau cerita dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan salah
satu bentuk komunikasi pemasaran, walaupun sulit bagi pemasar untuk
mengontrol saluran ini. Cerita dari mulut ke mulut berbentuk komentar positif
atau negatif tentang suatu jasa yang disebarkan seseorang kepada orang lain. Cara
paling tepat untuk memikirkan cerita dari mulut ke mulut yang gratis ini adalah
sebagai suatu bentuk pemberitaan yang ingin dikembangkan dan dibentuk
pemasar, sehingga hal itu menjadi pelengkap yang efektif.
2.1.8

Manfaat Komunikasi Pemasaran


Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari komunikasi

pemasaran adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta


meningkatkan pelanggan sasaran perusahaan dan bauran pemasarannya.
Sementara itu, Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran
memiliki dua kegunaan, yaitu langsung dan tidak langsung, namun inti dari
kegunaan tersebut sama, yaitu untuk mendekatkan pelanggan sehingga akan ada
keputusan beli atau minimal sampai taraf ada hasrat dan keinginan untuk
memberikan keputusan untuk membeli, meskipun masih dalam rencana jangka
panjang.
Kegunaan langsung dari komunikasi pemasaran adalah upaya untuk
mengarahkan langsung kepada keputusan orang untuk membeli. Komunikasi
pemasaran memiliki kegunaan agar hasil dari transfer pesan dan persuasi tersebut
tercipta gambaran yang mengarah kepada hasrat atau keinginan untuk membina
hubungan antara pelanggan dengan perusahaan atau dengan kata lain, perusahaan

22

berupaya menggali nilai-nilai apa saja yang membuat pelanggan memilih produk
mereka dari sisi hubungan masyarakat (kehumasan). Hal penting lainnya adalah
bahwa strategi komunikasi harus membangun cara yang paling sesuai untuk
mengkomunikasikan tujuan pemasaran sebuah perusahaan dengan berbagai pasar
sasaran dan khalayak stakeholder (Machfoedz, 2010).
2.1.9

Efek Komunikasi Pemasran


Robert Lavidge dan Gary Steiner (seperti dikutip Machfoedz, 2010)

mengembangkan model hirarki efek untuk menerangkan tahapan yang dilakukan


oleh konsumen sebelum mereka membeli suatu produk. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Lavidge dan Steiner membagi pembelian menurut setiap tahapan
komponennya menjadi tujuh tahapan dalam proses pembelian: (1) belum atau
tidak menyadari, (2) menyadari, (3) mengetahui atau mengenal, (4) menyukai, (5)
preferensi, (6) merasa pasti, (7) melakukan pembelian. Tahapan-tahapan ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga proses umum yang meliputi (1) menyadari dan
mengetahui tentang produk, (2) mengembangkan sikap terhadap produk, dan (3)
mengambil keputusan untuk membeli.
Ketiga tahapan terakhir dijelaskan oleh Tjiptono (2008) sebagai tahapan
respon khalayak berikut:
1. Tahap kognitif , yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu.
2. Tahap afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melaksanakan sesuatu.
3. Tahap konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi
perilaku selanjutnya. Yang diharapkan adalah pembelian ulang.
Tujuan komunikasi dan respon khalayak berkaitan dengan tahap-tahap
dalam proses pembelian yang terdiri atas:

23

1. Menyadari (awareness) produk yang ditawarkan.


2. Menyukai (interest) dan berusaha mengetahui lebih lanjut.
3. Mencoba (trial) untuk membandingkannya dengan harapannya.
4. Mengambil tindakan (act) membeli atau tidak membeli.
5. Tindak lanjut (follow up) membeli kembali atau pindah merek.
Berdasarkan tujuan komunikasi, respon khalayak, dan tahap-tahap
pembelian, maka keterkaitan antara ketiganya dapat divisualisasikan pada
Gambar2.
Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian
Tujuan
Komunikasi

Respon
Khalayak

Proses
Pembelian

Informing

Efek Kognitif

Attention

Persuading

Efek Afektif

Interest, Trial, Act

Reminding

Efek Konatif

Follow Up

Sumber: Tjiptono (2008)

2.1.10 Daya Saing UMKM


Daya

saing

dapat

didefinisikan

sebagai

kemampuan

untuk

mempertahankan pangsa pasar. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan


terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal
ini akan bermuara kepada peningkatan omset penjualan dan profitabillitas
perusahaan (Rahmana, 2009).
Strategi yang harus dijalankan perusahaan untuk mengingkatkan daya
saingnya terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah strategi untuk

24

memenuhi atau pengadaan lima prasyarat utama, yaitu pendidikan, modal,


teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Sementara komponen kedua
adalah strategi untuk menggunakan secara optimal kelima prasyarat tersebut
menjadi suatu produk yang kompetitif. Khusus untuk komponen kedua ini,
perhatian harus ditujukan pada peningkatan kemampuan produksi dan
kemampuan pemasaran.
Upaya

peningkatan

kemampuan

produksi

termasuk

peningkatan

kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sedangkan upaya peningkatan


pemasaran, termasuk promosi, distribusi, dan pelayanan pascajual. Kedua
pendekatan ini sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah
bersaing dengan usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang
memperhatikan atau kurang mampu di dalam bidang ini. UMKM di Indonesia,
paling tidak sebagian besar, bukan saja lemah dalam teknologi, tetapi juga lemah
atau kurang memberikan perhatian dalam strategi pemasaran. Padahal, banyak
kasus menunjukkan bahwa sebuah produk yang dilihat dari aspek teknologinya
biasa-biasa saja, tetapi sangat laku hanya karena pemasarannya yang agresif.
(Tambunan, 2009).
Pengukuran daya saing UMKM, harus membedakan antara daya saing dari
produk dan daya saing dari perusahaan. Tentu, daya saing dari produk terkait erat
(atau dapat dikatakan mencerminkan) tingkat daya saing dari perusahaan yang
menghasilkan produk tersebut. Sedangkan untuk mengukur daya saing suatu
perusahaan, cukup banyak alat ukur yang dapat digunakan, yang pada umumnya
data sekunder.

25

Inidkator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing,


diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar,
nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha,
pengeluaran R&D, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten
yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau
efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran
promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain.
Laju pertumbuhan nilai atau volume output tidak hanya menunjukkan
tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan
adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang berarti produk tersebut
mempunyai daya saing. Pangsa PDB atau pasar juga menunjukkan hubungan
positif dengan tingkat daya saing UMKM. Semakin tinggi pangsa pasar PDB dari
UMKM mencerminkan semakin tinggi daya saing dari UMKM.
Pangsa pasar mencerminkan salah satu indikator dari daya saing produk.
Untuk pasar dalam negeri, karena tidak ada data mengenai berapa banyak produk
yang dibuat UKM dijual di pasar dalam negeri, maka distribusi output menurut
skala usaha dan sektor dapat digunakan. Sebuah perusahaan yang nilai omsetnya
terus meningkat setiap tahun, yang artinya ada permintaan pasar terhadap
produknya, adalah perusahaan yang berdaya saing tinggi. Serupa halnya dengan
keuntungan, perusahaan yang setiap tahun bisa mendapatkan keuntungan atau
yang keuntungannya setiap tahun meningkat juga menunjukkan ciri perusahaan
yang berdaya saing.

26

2.2

Kerangka Pemikiran

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Karakteristik UMKM
Jenis bidang usaha

Tingkat pendidikan pelaku usaha

Skala usaha

Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

Produksi

- Keragaman bauran komunikasi


pemasaran
- Biaya pelaksanaan

Tekonologi

Desain Produk

- Frekuensi pelaksanaan

Kualitas Daya Saing UMKM


- Tingkat Produktivitas
- Tingkat Profit
- Luas Cakupan Pasar

Keterangan:
berhubungan
fokus penelitian

Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan korelasi antar variabel


penelitian. Beberapa karakterisitik UMKM yang diduga memiliki hubungan
positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis
bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Karakteristik
UMKM ini dapat memberikan gambaran kondisi usaha. Potensi yang dimiliki
UMKM mampu meningkatkan daya saing uaha jika didukung oleh dua faktor
utama, yaitu pemasaran dan proses produksi.

27

Upaya peningkatan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi


dan kemampuan desain. Sementara keefektivan komunikasi pemasaran dapat
dilihat dari jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan, biaya, dan
frekuensi pelaksanaan. Keefektivan kedua kegiatan operasional ini mempengaruhi
kualitas daya saing UMKM. Kualitas daya saing UMKM dapat diukur dengan
tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar UMKM. Dalam
penelitian ini, fokus penelitian lebih diarahan pada pelaksanaan komunikasi
pemasaran yang diduga memiliki hubungan positif dengan kualitas daya saing
UMKM.
2.3

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusunlah hipotesis

penelitian untuk menjawab rumusan masalah penelitian mengenai hubungan


karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran dan hubungan
pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM sebagai
berikut:
1. Ada hubungan postif antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan
pelaksanaan komunikasi pemasaran
2. Ada hubungan postif antara skala usaha dengan pelaksanaan
komunikasi pemasaran
3. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran
dengan tingkat produktivitas UMKM
4. Ada hubungan postif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan
tingkat profit UMKM
5. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran
dengan luas cakupan pasar

28

2.4

Definisi Operasional

2.4.1 Karakteristik UMKM


Karakteristik UMKM adalah beberapa ciri yang menggambarkan kondisi
UMKM mitra binaan IPB yang diduga mempengaruhi pelaksanaan komunikasi
pemasaran. Beberapa variabel yang dapat diukur sebagai karakteristik UMKM,
diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala
usaha.
a. Jenis bidang usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan
atas jenis bidang usaha. Variabel ini merupakan jenis data nominal yang
dibedakan menjadi UMKM pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian.
b. Tingkat pendidikan pelaku usaha adalah jenjang pendidikan formal
yang pernah dijalani oleh pelaku usaha. Variabel ini akan diukur
dengan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:
1. Tidak bersekolah, skor 1
2. Rendah (lulus SD atau SMP), skor 2
3. Tinggi (lulus SMA atau Perguruan Tinggi), skor 3
c. Skala usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas
aset (diluar tanah dan banguan) serta nilai penjualan tahunan yang
dihitung dalam rupiah. Ketetapan skala usaha dapat dikategorikan
berdasarkan ketentuan UU No.20 Tahun 2008 yang dapat dilihat pada
Tabel 1.

29

Tabel 1. Tabel Perbedaan SkalaUMKM Berdasarkan Aset dan Nilai


Penjualan
Jenis Usaha

Aset
(x)

Nilai Penjualan
Tahunan (y)

Mikro

50 Juta

300 juta

Kecil

50 Juta < x 500 Juta

300 Juta < y 2,5 M

Menengah

500 Juta < x 10 M

2,5 M < y 50 M

Sumber: UU No.20 Tahun 2008

Skala usaha merupakan variabel ordinal yang akan dikategorikan


dengan skor berikut:
1.

Mikro, skor 1

2.

Kecil, skor 2

3.

Menengah, skor 3

2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran


Pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh UMKM mitra binaan IPB yang merupakan elemen-elemen dalam
pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen
dan stakeholder sebuah perusahaan meliputi keragaman jenis bauran komunikasi
pemasaran, frekuensi pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran.
a. Keragaman bauran komunikasi pemasaran adalah variasi jenis bauran
komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM mitra binaan IPB.
Keragaman bauran komunikasi pemasaran diukur dengan skala ordinal
berdasarkan rataan skor penggunaan jenis bauran komunikasi
pemasaran

pada

masing-masing

dikategorikan sebagai berikut:

jenis

usaha

yang

kemudian

30

1. Tidak Melaksanakan, skor 0


2. Tidak beragam, skor 1
3. Cukup beragam, skor 2
4. Beragam, skor 3
b. Biaya pelaksanaan adalah biaya yang dikeluarkan UMKM untuk
melaksanakan komunikasi pemasaran. Variabel ini akan diukur dengan
menggunakan skala ordinal yang akan dikategorikan berdasarkan rataan
biaya pelaksanaan masing-masing bidang usaha, sebagai berikut:
1. Rendah, skor 1
2. Sedang, skor 2
3. Tinggi, skor 3
c. Frekuensi pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah tingkatan atau
ukuran yang menyatakan derajat keseringan pelaksanaan komunikasi
pemasaran yang dilaksanakan UMKM pangan mitra binaan IPB dalam
periode waktu satu tahun. Variabel ini akan diukur dengan
menggunakan skala ordinal yang akan dikategorikan berdasarkan rataan
frekuensi pada masing-masing bidang usaha sebagai berikut:
1. Tidak Melaksanakan, skor 0
2. Jarang, skor 2
3. Sering, skor 3
Pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM diukur dengan skala ordinal
yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, sebagai berikut:
1. Buruk, skor 0-3
2. Cukup baik, skor 4-6
3. Baik, skor 7-9

31

2.4.3 Kualitas Daya Saing UMKM


Kualitas daya saing UMKM adalah tingkat atau derajat kemampuan
UMKM untuk mempertahankan pangsa pasar. Kualitas daya saing dapat diukur
dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar.
a. Tingkat produktivitas adalah ukuran produksi yang dilakukan UMKM
dalam menjalankan usahanya. Variabel ini akan diukur dengan
membandingkan nilai omset yang dihasilkan UMKM dengan jenis
bidang usaha yang sama dalam periode waktu satu tahun. Dalam
pengukurannya, digunakan skala ordinal yang dikategorikan sebagai
berikut:
1. Rendah, skor 1
2. Sedang, skor 2
3. Tinggi, skor 3
b. Tingkat profit adalah ukuran keuntungan suatu UMKM. Variabel ini
akan diukur dengan membandingkan perolehan keuntungan yang
dihasilkan UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode
waktu satu tahun. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang
dikategorikan sebagai berikut:
1. Rendah, skor 1
2. Sedang, skor 2
3. Tinggi, skor 3
c. Luas cakupan pasar adalah keragaman konsumen yang mengkonsumsi
produk UMKM. Ragam konsumen dinilai dari segi usia, status sosial,
dan wilayah asal yang disesuaikan dengan segmentasi konsumen
sasaran. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang

32

diklasifikasikan berdasarkan rataan skor keragaman konsumen pada


unit UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama. Kategori luas
cakupan pasar UMKM diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Sempit, skor 1
2. Luas, skor 2
3. Sangat luas, skor 3
Ketiga variabel di atas akan diukur dengan menggunakan skala ordinal
yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, sebagai berikut:
1. Buruk, skor 3-5
2. Cukup baik, skor 6-7
3. Baik, skor 8-9

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian
Penelitian mengenai hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas

daya saing UMKM merupakan penelitian survai dengan tujuan explanatory.


Metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi
dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Tipe penelitian
explanatory merupakan penelitian yang sifat analisisnya menjelaskan hubungan
antar variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun & Effendi, 1989).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
didukung dengan data-data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berwujud
angka-angka, yang diperoleh dari pengukuran. Data kuantitatif bersifat objektif
dan bisa ditafsirkan sama oleh semua orang; biasanya diperoleh dari survai yang
menggunakan kuisioner dan mencakup banyak responden; dan dimungkinkan
dilakukan analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk membuat generalisasi
dari suatu fakta. Sementara itu, data kualitatif merupakan data yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai
dengan fakta di lapangan.
3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di 34 unit UMKM mitra binaan IPB yang

berada di bawah naungan lembaga UPP-UKM dan CDA IPB. Penetapan lokasi
penelitian di unit UMKM mitra binaan IPB ini dilakukan dengan beberapa
pertimbangan, diantaranya:

34

1. UPP-UKM dan CDA merupakan lembaga dalam lingkup IPB yang


melaksanakan aksi-aksi pengembangan dan pemberdayaan UMKM
melalui program kemitraan sebagai bentuk pengabdian kepada
masyarakat dan pengembangan jiwa wirausaha.
2. UMKM binaan IPB memiliki peluang dan potensi usaha yang baik
dengan jiwa wirauasaha yang harus terus dikembangkan untuk
mencapai perkembangan usaha yang optimal.
3. Belum ada penelitian mengenai pengaruh komunikasi pemasaran
UMKM yang diduga berperan penting dalam peningkatan kualitas daya
saing usaha.
Pemilihan tempat penelitian ini diharapkan relevan dengan data yang
ingin diperoleh dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan JuliOktober 2010 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data pada Bulan
November-Desember 2010.
3.3

Teknik Pengambilan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM mitra binaan IPB

yang berada dibawah naungan UPP-UKM LPPM dan CDA IPB yang secara
keseluruhan berjumlah 249 unit UMKM. Keseluruhan UMKM tersebut terdiri
dari beberapa jenis bidang usaha, diantaranya adalah UMKM pangan, jasa,
pertanian, dan kerajinan.
Sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan metode pengambilan
sampel secara sengaja (purposive sampling). Metode purposive dilakukan dengan
beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:

35

1. Populasi dalam penelitian ini memiliki tingkat heterogenitas yang


tinggi didasarkan pada jenis bidang usaha, yaitu bidang usaha pangan,
jasa, kerajinan, dan pertanian dengan jumlah unit usaha yang
bervariasi pada masing-masing kelompok bidang usaha, sehingga
jumlah sampel yang diambil dari masing-masing kelompok bidang
usaha

harus

dilakukan

secara

proporsional

agar

mewakili

heterogenitas populasi.
2. Lokasi UMKM yang menjadi populasi dalam penelitian ini tersebar
luas di beberapa wilayah, mulai dari wilayah Kabuaten Bogor, hingga
wilayah

Jakarta,

Bandung

dan

sekitarnya,

sehingga

tidak

memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian di luar wilayah


Kabupaten Bogor, mengingat keterbatasan waktu dan tenaga.
3. Beberapa unit UMKM dari populasi sudah tidak aktif menjalankan
usaha, sehingga tidak memungkinkan terpilih sebagai sampel dalam
penelitian.
4. Beberapa unit UMKM tidak memiliki hubungan yang baik dengan
lembaga pembina akibat beberapa hal, seperti tunggakan hutang. Hal
ini menyebabkan lembaga pembina tidak mengijinkan peneliti
mengunjungi UMKM tersebut.
Metode pengambilan sampel secara sengaja dilakukan berdasarkan arahan
lembaga pembina. Populasi yang terpilih sebagai sampel harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

36

1. UMKM yang terpilih sebagai sampel merupakan UMKM mitra binaan


IPB yang masih aktif menjalankan usaha dan memiliki hubungan yang
baik dengan lembaga pembina.
2. UMKM yang terpilih sebagai sampel berlokasi di wilayah Kabupaten
Bogor yang terjangkau oleh peneliti.
3. UMKM yang terpilih sebagai sampel mencukupi jumlah yang
proporsional berdasarkan jumlah anggota UMKM dalam tiap
kelompok bidang usaha.
Berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah dipaparkan, maka UMKM
yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 unit yang
terdiri dari 10 unit usaha bidang pangan, 10 unit usaha bidang jasa, tujuh unit
usaha bidang pertanian, dan tujuh unit usaha bidang kerajinan. Ukuran sampel ini
merupakan jumlah yang proporsional dari beragam jenis usaha pada populasi.
Keseimbangan ukuran sampel ini dijabarkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Ukuran Sampel Penelitian
Jumlah Populasi
No

Jenis Usaha

Jumlah Sampel
Persentase

(unit)

(unit)

Pangan

75

30,1%

10

Jasa

74

29,8%

10

Kerajinan

49

19,7%

Pertanian

51

20,4%

249

100%

34

Total

Jumlah unit analisis sebanyak 34 UMKM dengan ukuran yang


proporsional dari jumlah populasi telah memenuhi persyaratan beberapa ahli yang

37

menyebutkan bahwa besarnya sampel minimal 10 persen dari total populasi.


Selain itu, jumlah sampel di atas telah melebihi jumlah minimal responden yang
ditetapkan dalam ilmu sosial sebanyak 30 responden, sehingga dianggap cukup
representatif untuk mewakili populasi.
3.4

Teknik Pengumpulan Data


Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif sebagai fokus utama

dan data kualitatif sebagai data pendukung. Pendekatan kuantitatif dilakukan


dengan menggunakan instrumen kuisioner yang diisi dengan mewawancarai
responden secara tatap muka. Sementara data-data kualitatif diperoleh dengan
melakukan wawancara kepada responden dan pihak lembaga pembina UMKM.
Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui
pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner,
serta pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti. Sementara data sekunder
diperoleh melalui dokumentasi atau arsip lembaga pembina dan studi literatur
yang relevan dengan tujuan penelitian seperti buku, jurnal, artikel, skripsi, dan
berbagai karya ilmiah lainya.
3.5

Teknik Analisis Data


Data yang telah dikumpulkan dengan kuisioner diolah secara kuantitatif.

Langkah yang dilakukan setelah seluruh data terkumpul adalah melakukan


pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah
pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden
yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang. Data yang dikumpulkan selanjutnya

38

diolah secara statistik deskriptif dengan mengunakan software SPSS for Windows
versi 13.0 dan Microsoft Exel 2007.
Terdapat beberapa variabel yang diukur dalam penelitian ini, diantaranya
pelaksanaan komunikasi pemasaran, yang meliputi keragaman bauran promosi,
biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Variabel ini diukur dengan distribusi frekuensi
yang disajikan dalam bentuk diagram lingkaran. Sementara itu, dilakukan juga uji
korelasi antara variabel karakteristik UMKM (meliputi jenis bidang usaha, tingkat
pendidikan, dan skala usaha) dengan variabel pelaksanaan komunikasi pemasaran.
Korelasi jenis bidang usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran diukur
dengan distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk diagram lingkaran.
Sementara itu, korelasi tingkat pendidikan dan skala usaha dengan pelaksanaan
komunikasi pemasaran diukur dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman, yang
digunakan untuk mengukur korelasi variabel berskala ordinal-ordinal.
Pengukuran korelasi pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas
daya saing usaha yang meliputi tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas
cakupan pasar juga dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman.
Sementara itu, data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan
pengamatan digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian kuantitatif.

BAB IV
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM

4.1

Latar Belakang
Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu perguruan tinggi di

Indonesia. Sebagai suatu lembaga pendidikan, IPB memiliki visi dan misi yang
menjadi acuan kegiatan pendidikan yang dilakukan. Visi IPB adalah menjadi
perguruan tinggi berbasis riset kelas dunia dengan kompetensi utama pertanian
tropika dan biosanins serta berkarakter kewirausahaan. Untuk mewujudkan visi
tersebut, maka IPB memiliki beberapa misi, yaitu menyelenggarakan pendidikan
tinggi bermutu tinggi dan pembinaan kemahasiswaan yang komprehensif dalam
rangka meningkatkan daya saing bangsa, mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan kecenderungan
pada masa yang akan datang, membangun sistem manajemen perguruan tinggi
yang berkarakter kewirausahaan, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, serta
mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan kebenaran dan hak asasi
manusia.
Visi dan misi menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan, baik
akademik maupun non akademik. Mulai dari penyusunan kurikulum, hingga
pembinaan hubungan dengan masyarakat. Salah satu karakter generasi muda yang
dilahirkan IPB adalah akademia yang berjiwa wirausaha. Wirausaha merupakan
hal yang penting dan perlu dikembangkan, karena mampu menciptakan lapangan
kerja bagi masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan hal ini.
Mulai dari mengkombinasikan kompetensi wirausaha pada beberapa mata kuliah,
giat melakukan seminar mengenai wirausaha, hingga mendirikan beberapa

40

lembaga pembinaan wirausaha yang diharapkan mampu membangkitkan dan


mengembangkan jiwa wirausaha civitas akademia IPB.
Pengembangan jiwa wirausaha tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa
IPB, melainkan juga bagi seluruh civitas akademia, bahkan IPB juga melakukan
beberapa upaya pembinaan dan pengembangan jiwa wirausaha kepada masyarakat
sebagai bentuk pengabdian lembaga pendidikan yang sesuai dengan tugas dan
fungsi

Tridharma

Perguruan

Tinggi.

Berbagai

upaya

dilakukan

untuk

membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha. Salah satunya diwujudkan


dengan melakukan pembinaan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
UMKM merupakan salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia. Oleh karenanya, IPB terus melakukan berbagai upaya untuk dapat terus
meningkatkan kemampuan para Usaha Kecil Menengah (UKM) mitra binaannya
agar menjadi tangguh dan mandiri. Untuk itu, IPB mendirikan beberapa lembaga
Pembina UMKM, diantaranya adalah UPP-UKM yang bernaung dibawah
bimbingan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan
Career Development and Alumni Affairs IPB (CDA IPB) melalui Program
Mahasiswa Wirausaha (PMW).
4.1.1

Unit Pelayanan dan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPPUKM)


Unit Pelayanan dan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM)

merupakan lembaga pembina UMKM yang beroperasi dibawah naungan


Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Lembaga ini
berdiri dengan nama Lembaga Pendamping Usaha Kecil Menengah (LAPI UKM)
LPPM IPB pada tahun 2006 dan disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala
LPPM IPB Nomor: 021/K.13.11/PG/2006 tanggal 13 April 2006. Program

41

kemitraan yang dikelola LAPI UKM LPPM IPB terlaksana dengan baik. Tahun
2006-2008 sebanyak 67 (enam puluh tujuh) UKM binaan LPPM IPB telah
berhasil memperoleh fasilitas kredit kemitraan PT BNI (Persero) Tbk.
Program pembinaan seperti pelatihan-pelatihan singkat tentang berbagai
hal terkait dengan usaha para UKM mitra binaan, monitoring evaluasi (monev)
terhadap UKM binaan juga telah mulai dilaksanakan sejak 2007. Kegiatan lain
yang mulai dilaksanakan awal 2008 adalah kegiatan pelayanan konsultasi bagi
UKM binaan. Kegiatan ini dirasakan sangat bermanfaat bagi para UKM yang
memerlukan masukan-masukan dalam hal pengembangan usaha maupun
pemecahan masalah usaha yang dihadapi. Untuk kegiatan ini dibuat jadwal piket
bagi anggota tim LAPI UKM LPPM IPB di kantor sekretariat LAPI UKM LPPM
IPB Gedung Penunjang Grawida (G1) Kampus IPB Dramaga.
Bulan Juli 2009 LAPI UKM LPPM IPB mulai mengkoordinir kegiatan
pertemuan rutin UKM binaan LPPM IPB. Kegiatan ini telah membuahkan hasil
yang baik yaitu dengan terbentuknya Paguyuban UKM Binaan IPB (PUKMBIPB). Beberapa program paguyuban diantaranya ceramah pengusaha sukses dan
promosi produk UKM binaan telah dilaksanakan. Seiring dengan semakin
berkembangnya kegiatan yang dikelola LAPI UKM LPPM IPB, maka fungsi dan
tugas LAPI UKM LPPM IPB menjadi bertambah. Berdasarkan hal tersebut,
maka tahun 2010 LAPI UKM LPPM IPB diubah namanya menjadi Unit
Pelayanan dan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM).
Tujuan pendirian UPP-UKM adalah untuk memberikan pelayanan dalam
hal pembinaan dan pendampingan kepada para UKM binaan IPB baik yang
berada dibawah koordinasi LPPM IPB maupun Unit lainnya di lingkungan IPB

42

seperti Direktorat Bisnis Kemitraan IPB, Paguyuban Pensiunan IPB dan lain-lain,
agar menjadi UKM yang tangguh dan mandiri.
4.1.2

Career Development and Alumni Affairs (CDA)


Carrer Development and Alumni Affairs (CDA) merupakan suatu lembaga

dibawah naungan IPB yang menjalankan fungsi utama membuka dan


mengembangkan hubungan/jejaring IPB sebagai lembaga pendidikan tinggi
kepada pasar tenaga kerja. Institut Pertanian Bogor dalam hal ini CDA IPB
menempatkan pembinaan kewirausahaan sebagai salah satu program utamanya.
Kewirausahaan dapat menjadi alternatif pemecahan ketenagakerjaan terdidik
sekaligus membuka lapangan kerja.
Salah satu upaya yang dilakukan CDA untuk mencapai tujuan ini adalah
dengan menyelenggarakan Program Mahasiswa Wirausaha. Program ini
merupakan bentuk kerjasama CDA dengan Dirjen Dikti Depdiknas yang
dilaksanakan sejak tahun 2009. Program ini bertujuan untuk menjaring potensi
berwirausaha di kalangan mahasiswa IPB untuk dikembangkan menjadi
wirausaha yang sukses dengan memberikan bantuan modal usaha dalam jumlah
yang memadai, pendampingan usaha, dan pembinaan yang terarah dengan
melibatkan para pengusaha mitra, alumni, dan pihak lainnya yang berkompeten
dalam pengembangan kewirausahaan.
Tujuan kegiatan pembinaan entrepreneur adalah (i) menumbuhkan minat
mahasiswa dan alumni untuk berkarir sebagai seorang wirausaha, (ii)
meningkatkan keterampilan praktis berwirausaha dan (iii) mencetak alumni yang
siap berwirausaha.

43

4.2

Keanggotaan

4.2.1 UPP-UKM
UKM binaan IPB yang telah bergabung dengan UPP-UKM LPPM IPB
sampai awal januari 2010 telah mencapai jumlah 166 (seratus enam puluh enam)
unit UMKM. Sejumlah UMKM ini terdiri dari UMKM dengan jenis bidang usaha
yang bervariasi, diantaranya adalah UMKM bidang usaha jasa boga (kantin,
rumah makan, warteg, catering, dan beberapa jenis lainnya), jasa (salon
kecantikan & rias pengantin, perbengkelan, rental, sewaan/kontrakan, dan
beberapa jenis lainnya), kerajinan (sepatu sandal, handycraft, kerajinan, dan
beberapa jenis lainnya), dan pertanian (budidaya perikanan, peternakan, dan
beberapa jenis lainnya).
Keanggotaan UMKM jika dikelompokkan berdasarkan latar belakang
pelaku usahanya, dapat dibedakan menjadi UMKM binaan LPPM IPB dari
beberapa wilayah di Kota dan Kabupaten Bogor, UMKM binaan pusat-pusat
LPPM IPB, UMKM paguyuban pensiunan IPB, UMKM para wirausaha muda
(mahasiswa S1, S2 dan alumni IPB), UMKM binaan Bisnis Kemitraan IPB, serta
UMKM binaan dari beberapa unit lainnya di lingkungan IPB.
4.2.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA
UKM binaan IPB yang telah bergabung dengan Program Mahasiswa
Wirausaha binaan CDA saat ini berjumlah 83 unit UMKM. Keseluruhan jumlah
ini juga terdiri dari jenis bidang usaha yang beragam, diantaranya adalah bidang
usaha pangan, kerajinan, jasa, dan pertanian. Setiap unit UMKM dapat berupa
usaha perseorangan ataupun kelompok dengan jumlah maksimal lima orang.

44

Masing-masing unit UMKM binaan CDA memiliki minimal satu orang dosen
pembimbing yang akan memantau perkembangan dan kemajuan usaha.
UMKM yang terdaftar sebagai anggota binaan CDA memiliki hak atas
pelayanan konsultasi usaha kepada pembimbing, mendapatkan modal pinjaman
usaha, serta memiliki kesempatan untuk dipromosikan melalui pameran dagang
dan berbagai upaya perluasan jaringan usaha.
4.3

Kegiatan Pembinaan UMKM

4.3.1

UPP-UKM
Beberapa kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh UPP-UKM sebagai

lembaga pembinaan, diantaranya adalah:


1. Kegiatan pengelolaan penyaluran kredit kemitraan PT Bank Negara

Indonesia (BNI) Tbk. sesuai dengan ketentuan pada Perjanjian


Kerjasama antara PT BNI Tbk. Sentra Kredit Kecil Juanda Bogor
dengan LPPM IPB. Hasil yang telah dicapai yaitu sebanyak 64 UKM
berhasil memperoleh Kredit Kemitraan BUMN (KKB) PT BNI Tbk.
dengan besaran kredit mulai Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) sampai
dengan Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), bunga berkisar antara
enam persen sampai delapan persen, jangka waktu angsuran tiga tahun.
Beberapa UKM binaan LPPM IPB diantaranya mendapatkan fasilitas
KKB tanpa agunan.
2. Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap UKM binaan yang

telah menjadi mitra PT.BNI Tbk. Monev dilakukan untuk memantau


penggunaan kredit serta kemajuan dan perkembangan usaha.

45

3. Melaksanakan pembinaan melalui kegiatan pelatihan-pelatihan singkat

bagi UKM binaan LPPM IPB. Beberapa jenis pelatihan yang pernah
dilaksanakan, diantaranya adalah pelatihan pengelolaan keuangan dan
pemasaran, pelatihan mengenai kebersihan pengolahan bahan baku
makanan dan seni pengemasan dan penataan makanan, pelatihan
pembukuan sederhana, pelatihan dan ceramah wirausaha muda muslim
tentang pemasaran.
4. Kegiatan pelayanan terhadap UKM-UKM di wilayah sekitar kampus

dan wilayah Bogor lainnya yang berminat mendaftarkan diri menjadi


anggota binaan LPPM IPB.
5. Kegiatan Pelayanan Konsultasi UKM binaan LPPM IPB. Tujuan

kegiatan ini adalah untuk membuka kesempatan kepada para UKM


binaan

yang memerlukan konsultasi dalam rangka perbaikan,

pengembangan dan pemecahan masalah yang dihadapi selama


menjalankan usaha.
6. Kegiatan pertemuan rutin UKM binaan IPB yang dilaksanakan setiap

satu bulan sekali di sekretariat UPP-UKM LPPM IPB, bertujuan untuk


menambah erat tali silaturahmi antar para UKM binaan, memberi
kesempatan para UKM binaan untuk dapat saling bertukar pikiran dan
pengalaman mengenai pengelolaan usaha.
7. Kegiatan pameran yang dilaksanakan untuk memperkenalkan sekaligus

mempromosikan dan menjual produk-produk UKM binaan LPPM IPB


kepada pengunjung.

46

8. Penawaran

dan perintisan kerjasama dengan berbagai BUMN

pemerintah maupun swasta dalam Program Kredit Kemitraan BUMN


kepada Usaha Kecil Menengah.
4.3.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA
Beberapa kegiatan pembinaan UMKM yang dilaksanakan CDA pada
Program Mahasiswa Wirausaha diantaranya adalah:
1. Penyaluran pinjaman modal yang diberikan kepada seluruh UMKM
binaan CDA. Dana pinjaman ini berasal dari Dirjen Dikti Depdiknas
yang merupakan mitra kerja CDA dalam pembinaan Program
Mahasiswa Wirausaha. Pinjaman modal ini diberikan secara perorangan
yakni maksimal Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per orang.
2. Pelatihan

peningkatan

kapasitas

pelaku

usaha.

Pelatihan

ini

dilaksanakan melalui kegiatan stadium general yang diperuntukkan


bagi seluruh anggota UMKM binaan CDA. Beberpa pelatihan yang
dilaksakan untuk meningkatkan kapasitas pelaku usaha diantaranya
adalah pelatihan pembukuan keuangan, manajemen pemasaran,
manajemen pengelolaan resiko, pelatihan kepemimpinan, dan beberapa
jenis pelatihan dasar kewirausahaan lainnya.
3. Monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan oleh pembina usaha
secara berkala untuk menjamin keberlanjutan dan pengembangan usaha.
Dalam kegiatan ini, pelaku usaha diwajibkan memberikan laporan
keuangan dan kemajuan usaha. Laporan ini kemudian akan dianalisis
oleh pembina Program Mahasiswa Wirausaha untuk menguji kelayakan
usaha.

47

4. Mengadakan pameran untuk mempromosikan hasil usaha. Dalam dua


tahun periode kepengurusan Program Mahasiswa Wirausaha, CDA
sempat beberapa kali mengadakan pameran dan memfasilitasi UMKM
yang

tergabung

dalam

keanggotaannya

untuk

berpartisipasi.

Penyelenggaraan pameran ini merupakan salah satu upaya komunikasi


pemasaran yang dilakukan untuk memperkenalkan dan memasarkan
hasil usaha.
5. Memperluas jejaring UMKM binaan CDA dengan memfaslitasi
pertemuan beberapa UMKM dengan mitra usaha yang potensial dalam
pembinaan hubungan kerjasama.

BAB V
GAMBARAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN
MENENGAH (UMKM) MITRA BINAAN IPB

5.1

Latar Belakang Pendirian Usaha


Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu wujud

usaha yang tumbuh menjamur dan mendominasi sektor perindustrian Indonesia.


Eksistensi usaha ini dalam perekonomian negara dapat diperoleh dari usaha secara
mandiri, maupun melalui berebagai program kemitraan. IPB menjalankan
program kemitraan ini sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Saat ini terdaftar 249 unit UMKM mitra binaan IPB. Jumlah ini terdiri dari
166 unit UMKM mitra binaan UPP-UKM dan 83 unit UMKM mitra binaan CDA
melalui Program Mahasiswa Wirausaha. Keseluruhan unit usaha ini dapat
dikelompokkan pada lima jenis bidang usaha, diantaranya adalah 75 unit UMKM
bidang usaha pangan, 74 unit UMKM bidang usaha jasa, 51 unit UMKM bidang
usaha pertanian, dan 49 unit UMKM bidang usaha kerajianan.
Pendirian UMKM, termasuk pemilihan jenis bidang usaha didasarkan atas
berbagai latar belakang. Namun, berdasarkan jawaban keseluruhan responden,
latar belakang pendirian usaha ini dapat dikategorikan menjadi tiga alasan utama,
yaitu latar belakang ekonomi, peluang dan prospek usaha yang baik, serta alasan
keturunan atau usaha warisan. Proporsi latar belakang pendirian usaha ini dapat
dilihat pada persentase yang digambarkan pada Gambar 4.

49

Gambar 4. Latar Belakang Pendirian UMKM


5%

27%
Keterangan:
ekonomi
peluang dan prospek usaha

68%

warisan

Sebagian besar responden menjadikan alasan peluang dan prospek usaha


sebagai alasan utama dalam pendirian UMKM. Beberapa diantaranya juga
menyebutkan alasan ekonomi. Artinya, usaha ini dijalankan sebagai strategi untuk
bertahan hidup. Hal ini banyak dijumpai pada UMKM masyarakat. Usaha yang
dijalankan merupakan sumber nafkah bagi diri dan keluarganya. Kebanyakan dari
mereka menyebutkan bahwa keputusan untuk berwirausaha diambil karena
ketidakmampuan mereka untuk bekerja di sektor formal. Sebagian kecil lainnya

menyebutkan warisan sebagai alasan dalam menjalankan usaha. Sementara itu,


fokus bidang usaha yang dijalani ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan.
Dalam hal ini, sebagai besar responden menyebutkan alasan peluang dan prospek
usaha, keterampilan dan hobi pada bidang usaha tertentu.

5.2

Karakteristik Pelaku Usaha


Sebagian besar pengusaha UMKM menyebutkan alasan peluang dan

prospek usaha sebagai latar belakang pendirian usaha. Hal ini relevan dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar pendiri
pendiri UMKM mitra
binaan IPB berpendidikan tinggi, meskipun beberapa diantaranya tergolong
berpendidikan sedang dan rendah. UMKM mitra binaan IPB membuktikan

50

eksistensinya melalui penyerapan tenaga kerja. Rata-rata penyerapan tenaga kerja


yang diambil dari jumlah
jumlah total tenaga kerja yang terserap oleh seluruh UMKM
responden mencapai sembilan
sembilan orang tenaga kerja untuk satu unit UMKM. Jika
dilihat dari hubungan tenaga kerja dengan pemilik
pemilik usaha, diketahui bahwa 66,67
persen tenaga kerja berasal dari orang lain yang belum dikenal, 21,22 persen
tenaga kerja berasal dari kerabat pemilik usaha, sementara 12,13 persen lainnya
berasal dari keluarga. Hasil perhitungan ini
ini divisualisasikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan Tenaga Kerja dengan Pemilik UMKM

12.13%

Keterangan:
orang lain

21.22%

kerabat

66.67 %

keluarga

Tenaga kerja yang terserap pada bidang usaha ini umumnya memiliki
tingkat pendidikan formal rendah. Sebanyak 63.63 persen tenaga kerja dapat
dikategorikan memiliki tingkat pendidikan rendah dan hanya 36.36 persen tenaga
kerja yang memiliki tingkat pendidikan formal tinggi. Ini berarti usaha yang
dijalankan tidak membutuhkan
membutuhkan keahlian khusus yang hanya mungkin didapatkan
dari pendidikan formal.

51

5.3

Hambatan Pengembangan Usaha


UMKM merupakan jenis usaha yang dijalankan dengan kesederhanaan,

jauh dari kompleksitas layaknya usaha besar. Meskipun demikian, UMKM

sebagai unit usaha tidak luput dari kendala yang menghambat pengembangan
usahanya. Berbagai kendala yang dihadapi UMKM dapat dikelompokkan pada
beberapa kendala besar yang divisualisasikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Hambatan dalam Pengembangan Usaha


Keterangan:
pemasaran

10%
10%

23.34%

modal

56.67%

teknologi
sumber daya manusia

Berdasarkan Gambar 6,
6, diketahui bahwa kendala terbesar yang dirasakan
dalam pengembangan usaha adalah masalah pemasaran. Beberapa responden
mengalami keterbatasan pengetahuan dan informasi dalam hal pemasaran. Lokasi
produksi yang jauh dari target pasar juga seringkali memperparah kondisi ini.
Masalah lain yang hampir dirasakan
dirasakan oleh setiap UMKM adalah keterbatasan
modal dan pendanaan. Terbatasnya modal dan pendanaan mengakibatkan
keterbatasan anggaran pemasaran. Ketersediaan dana yang kurang memadai
seringkali diprioritaskan untuk keperluan produksi.
Masalah lain yang cukup
cukup menghambat pengembangan usaha dirasakan
UMKM dalam bidang teknologi dan sumber daya manusia. Meskipun jenis usaha
yang dikembangkan umumnya adalah usaha sederhana, namun dalam upaya
pengembangan usaha dan peningkatan daya saing, UMKM membutuhkan

52

teknologi yang memadai. Untuk mendukung tujuan ini, kapasitas tenaga kerja
juga perlu ditingkatkan. Meskipun tidak membutuhkan pengetahuan yang
diperoleh dari pendidikan formal secara langsung, namun kegiatan operasional
UMKM tetap memerlukan keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh tenaga
kerja.

BAB VI
PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN
USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

6.1

Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM


Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu jenis

badan usaha yang berorientasi pada pencapaian profit. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka UMKM melakukan komunikasi pemasaran. Upaya pelaksanaan
komunikasi pemasaran ini dilakukan UMKM untuk membina hubungan dengan

pasar yang menjadi target. UMKM sebagai pihak pemasar mengumpulkan


beraneka ragam ide, desain, pesan, media, format, dan warna sebagai saluran yang
digunakan untuk mengkomunikasikan produk dan citra usahanya kepada khalayak

sasaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, komunikasi
pemasaran UMKM belum dilaksanakan secara optimal. Data ini divisualisasikan

pada Gambar 7.

Gambar 7. Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM


17.64%

Keterangan:

41.17%
Optimal
Belum Optimal
41.17%

Tidak melaksanakan

54

Gambar 7 menunjukkan sebanyak 41,17 persen dari total responden telah


melaksanakan komunikasi pemasaran dengan baik, baik dari keragaman bauran
komunikasi pemasaran, frekuensi pelaksanaan, maupun biaya
biaya yang dikeluarkan.

Namun 41,17 persen belum melaksanakannya secara optimal. Sementara itu,


17,64 persen lainnya tidak melaksanakan komunikasi pemasaran.
Terdapat beberapa jenis bauran
bauran komunikasi pemasaran yang umum
digunakan UMKM, diantaranya adalah periklanan, promosi penjualan, hubungan
masyarakat, penjualan personal, dan pemasaran langsung. Beragam jenis bauran
promosi memiliki kelebihan dan kekurangan yang membedakan karakteristik
antara satu dengan yang lainnya. Penggunaannya disesuaikan dengan tujuan dan
sasaran pelaksanaan. Berikut adalah proporsi penggunaan bauran komunikasi
pemasaran pada UMKM binaan IPB yang divisualisasikan dalam Gambar 8.

Gambar 8. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran


11.42%
32.85%
30%
4.28%

21.42%

Keterangan:
periklanan
promosi penjualan
public relation
penjualan personal
pemasaran langsung

Dari Gambar 8 diketahui bahwa bauran komunikasi pemasaran yang


paling banyak digunakan oleh UMKM binaan IPB adalah jenis periklanan dan
penjualan personal, yakni persentase masing-masing mencapai angka 32.85
persen dan 30 persen dari total jumlah UMKM pelaksana. Sementara itu, jenis
bauran yang belum banyak dilakukan adalah public relation. Selain bauran

55

komunikasi pemasaran yang umum digunakan, hampir seluruh UMKM


mengandalkan komunikasi word of mouth dalam upaya pemasarannya.

6.1.1 Periklanan (advertising)


Periklanan merupakan segala bentuk kehadiran dan promosi dari ide,
barang, atau jasa yang bersifat non personal oleh suatu pihak tertentu. Beberapa
UMKM menggunakan komunikasi pemasaran jenis ini dalam bentuk cetak
maupun elektronik. Media cetak yang digunakan dalam periklanan UMKM
binaan IPB, diantaranya adalah leaflet, pamflet, brosur, spanduk, banner, catalog,
baliho, iklan di surat kabar, dan tabloid. Sementara itu, jenis periklanan yang
menggunakan media elektronik, diantaranya adalah penggunaan media internet,

seperti facebook, twitter, blog, website,


website, dan beberapa media pemasaran online
lainnya.
Penggunaan periklanan mendominasi jenis bauran komunikasi pemasaran
yang digunakan UMKM binaan
binaan IPB, yakni mencapai angka 32,85 persen dari
total jumlah UMKM yang melaksanakan. Bauran komunikasi periklanan dapat
dikatakan efektif untuk seluruh jenis bidang usaha. Hal ini divisualisasikan pada

Gambar 9 yang menunjukkan


menunjukkan porsi penggunaan periklanan berdasarkan jenis
bidang usaha.

Gambar 9 Presentase Penggunaan Bauran Periklanan


17.39%
34.78%
17.39%

30.43%

Keterangan:
pangan
jasa
pertanian
kerajinan

56

Komunikasi pemasaran melalui bauran periklanan dapat dikatakan efektif


karena mampu menjangkau khalayak dalam jangkauan geografis yang luas.
Dengan daya jangkau yang luas, periklanan yang dilakukan secara non personal
(masal) dapat dikategorikan jenis promosi yang relatif murah. Penggunaan media
periklanan seperti leaflet juga seringkali digunakan sebagai media komunikasi
pendamping bauran komunikasi pemasaran lainnya. Misalnya pembagian leaflet
pada saat pameran. Namun, jika ditilik pada sisi lain, komunikasi non personal ini
justru menjadi kekurangan dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran karena
sifatnya yang searah. Pelaksanaan periklanan secara masal juga kurang
mempertimbangkan keragaman khalayak penerima pesan, sehingga hanya dapat
dikatakan sangat efektif untuk beberapa segmentasi khalayak.
6.1.2 Promosi Penjualan
Promosi penjualan adalah berbagai insentif jangka pendek yang
mendorong konsumen untuk segera mencoba atau membeli sebuah produk atau
jasa. Beberapa jenis promosi penjualan yang pernah dilakukan UMKM mitra
binaan IPB untuk menarik minat konsumen adalah pemberian sampel produk,
kupon atau voucer, dan hadiah. Sampel produk biasanya diberikan pihak pemasar
kepada konsumen agar konsumen mencicipi produk yang dipasarkan untuk
diarahkan pada pembelian. Kegiatan promosi ini pernah dilakukan oleh UMKM
Fruity Fir. Pemberian sampel gratis ini diterapkan pada awal periode pendirian
UMKM. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kusumastuti (2009) bahwa
biasanya perusahaan yang meluncurkan produk baru yang sering menggunakan
teknik pemberian sampel gratis. Produk rokok, permen, sampo, deterjen
merupakan produk yang sering menggunakan teknik pemberian contoh gratis.

57

UMKM Fruity Fir merupakan jenis UMKM pangan dengan produk yang
dapat dikatakan baru dan memiliki keunikan penambahan kefir pada jus buah,
sehingga perlu dilakukan upaya pengenalan produk kepada konsumen. Namun,
Kusumastuti (2009) juga menyebutkan bahwa sampel gratis bukan hanya untuk
produk yang baru diluncurkan, tetapi juga untuk produk-produk yang sudah lama
ada. Tujuannya adalah untuk mengingatkan kepada konsumen secara terusmenerus. Fungsi sampel gratis untuk produk yang lama adalah hampir sama
dengan iklan, yaitu untuk mengingatkan konsumen.
Kupon atau voucer merupakan bentuk insentif yang diberikan kepada
konsumen untuk memperoleh potongan harga pada saat melakukan pembelian
produk. Pemberian voucer ini pernah dilakukan oleh Kantin Dilla. Dengan
mendapatkan voucer ini, kosumen dapat mendapatkan potongan harga saat
membeli produk. Sementara itu, jenis insentif lainnya adalah hadiah. Pemberian
hadiah menjadi salah satu strategi Bimbel Katalis. Hadiah diberikan kepada calon
konsumen yang berhasil menjawab pertanyaan kuis pada twitter yang berkaitan
dengan pengetahuan mengenai mata kuliah yang menjadi subjek pelajaran di
bimbel ini. Beberapa jenis hadiah menarik ditawarkan kepada calon konsumen,
agar memiliki ketertarikan terhadap produk yang dipasarkan.
Persentase

penggunaan

bauran

promosi

penjualan

pengelompokan jenis bidang usaha dapat diamati pada Gambar 10.

didasarkan

58

Gambar 10. Presentase Penggunaan Bauran Promosi Penjualan


20%
33.34%
13.34%

33.34%

Keterangan:
pangan
jasa
pertanian
kerajinan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis bauran promosi


penjualan lebih cocok dan lebih banyak diterapkan pada bidang
bidang usaha pangan dan
jasa. Kedua bidang usaha ini merupakan jenis bidang usaha yang potensial untuk
diperkenalkan dengan cara pemberian sampel dan insentif pada konsumen

sasaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusumastuti (2009) yang menyebutkan
bahwa produsen yang menghasilkan consumer goods yang tidak tahan lama
sebaiknya menggunakan periklanan dan promosi penjualan.
Berbagai sarana promosi tersebut juga memberikan kontribusi dalam
motivasi pembelian yang memberikan nilai tambah kepada konsumen. Perusahaan
menggunakan alat promosi penjualan ini untuk menciptakan respons yang lebih

kuat dan lebih cepat. Selain promosi penjualan kepada konsumen, UMKM juga
dapat memberikan insentif kepada
kepada perantara dan tenaga penjualan. Tidak berbeda
dengan tujuan promosi penjualan kepada konsumen, promosi penjualan ini
bertujuan memotivasi penjualan.
Beberapa UMKM memberikan diskon atau potongan harga kepada penjual
perantara. Potongan harga ini diharapkan
diharapkan menjadi motivasi yang lebih baik bagi
perantara dalam melakukan penjualan produk. Sementara itu, insentif juga perlu

59

diberikan kepada tenaga penjual. Misalnya pemberian bonus kepada tenaga


penjual pada saat pameran. Pemberian bonus ini dapat memicu kinerja tenaga
penjual dalam melakukan komunikasi pemasaran kepada calon konsumen.

6.1.3

Hubungan Masyarakat (public relation)


Hubungan masyarakat (public relation) merupakan sarana promosi massal

yang dilakukan dengan menjalin hubungan dengan berbagai konsumen


perusahaan dan masyarakat umum, dengan tujuan untuk membangun citra
perusahaan yang positif agar mendapat publisitas yang luas, dan mengatasi kabar
angin, laporan, serta kejadian-kejadian yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Berdasarkan pada ciri ini, pelaksanaan public relation belum banyak dilakukan
UMKM sebagai upaya komunikasi pemasaran. Porsi penggunaan public relation
sebagai upaya komunikasi pemasaran UMKM binaan IPB dapat diamati pada

Gambar 11.

Gambar 11. Presentase Penggunaan Bauran Hubungan Masyarakat

33%

34%

33%

Keterangan:
pangan
jasa
kerajinan

Gambar 11 menunjukkan hanya UMKM bidang usaha pangan, jasa, dan


kerajinan yang pernah menerapkan bentuk komunikasi pemasaran hubungan

masyarakat. Bentuk promosi hubungan masyarakat yang paling umum digunakan


adalah sponsorship. Sponsorship adalah suatu bentuk dari promosi merek dengan

60

cara memberikan bantuan keuangan dari sebuah organisasi, perorangan, atau


kegiatan yang menghubungkan suatu merek dengan kegiatan olahraga, hiburan,
budaya, sosial, atau jenis public activity yang menimpulkan ketertarikan yang
tinggi dengan memberikan timbal balik untuk mengiklankan perusahaan.
Bentuk promosi ini pernah dilakukan oleh beberapa UMKM, diantaranya
Kantin Dilla, Green.Co, dan Orenz. Dalam pelaksanaannya, UMKM ini
memberikan sejumlah dana atau dapat juga berupa voucer kepada penyelenggara
suatu kegiatan. Tujuannya untuk mendukung keberlangsungan kegiatan yang
disponsori. Hal ini dilakukan untuk membentuk citra usaha yang baik di mata
konsumen, memperkenalkan berbagai produk dan membina hubungan baik
dengan calon konsumen.
6.1.4 Penjualan Personal (personal selling)
Penjualan personal merupakan interaksi tatap muka dengan satu atau lebih
pembeli prospektif dengan tujuan membuat presentasi, menjawab pertanyaan, dan
mendapatkan pesanan. Menurut Machfoedz (2010), personal selling merupakan
elemen termahal dalam bauran komunikasi. Meskipun demikian, personal selling
merupakan wahana komunikasi paling efektif dalam proses pembelian. Bentuk
promosi penjualan personal yang paling umum dilakukan UMKM adalah pameran
dan pertemuan penjualan.
Pameran adalah suatu kegiatan promosi yang dilakukan oleh suatu
produsen,

kelompok,

organisasi,

perkumpulan

tertentu

dalam

bentuk

menampilkan produk kepada calon relasi atau pembeli. Prisgunanto (2006)


mengungkapkan bahwa sarana personal selling memilki efek langsung pada
proses penjualan berdasarkan sales forces. Memang keandalan personal selling

61

yang paling utama adalah mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan


lewat penggunaan jalur-jalur distribusi barang dan produk yang ada.
Pameran memainkan peranan sebagai jalur distribusi barang dan produk
yang mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan. Oleh karena itu,
meskipun beberapa responden telah menuturkan bahwa bauran komunikasi
pameran merupakan jenis bauran komunikasi pemasaran termahal dibandingkan
dengan jenis bauran komunikasi pemasaran lainnya, sebagian besar UMKM tetap
memilihnya sebagai salah satu upaya komunikasi pemasaran.
Pertemuan penjualan adalah salah satu bentuk promosi, dimana terjadi
pertemuan tatap muka antara produsen dengan pelanggan untuk membina
hubungan baik. Pelanggan adalah orang atau instansi atau lembaga yang membeli
barang dan jasa kita secara rutin atau berulang-ulang, karena barang dan jasa kita
memiliki manfaat. Pertemuan penjualan ini diterapkan oleh beberapa UMKM
mitra binaan IPB, terutama pada bidang usaha jasa dan pertanian. Pertemuan
penjualan dilakukan dalam bentuk pertemuan antara pelaku usaha dengan
pelanggan. Pada pertemuan ini, biasanya pelaku usaha dan pelanggan hanya
mematangkan berbagai hal yang sudah diinformasikan sebelumnya.
UMKM Ikhtiar Farm, merupakan salah satu UMKM jenis pertanian yang
melakukan budidaya ayam. Ikhtiar Farm secara rutin melakukan pertemuan
dengan pelanggannya. Pertemuan rutin ini dilakukan sesaat sebelum panen ayam.
Dalam pertemuan ini, pelaku usaha dan pelanggan melakukan kesepakatan dan
pemantapan kualitas, kuantitas dan harga produk. Bagi usaha pertanian,
pertemuan ini penting, karena harga hasil pertanian yang bersifat fluktuatif.
Pelaksanaan pertemuan penjualan ini juga relevan untuk jenis-jenis usaha lain

62

yang menggunakan jasa penjual kembali (reseller). Selain mencapai kesepakatan,


pertemuan ini dapat menjadi upaya untuk menjaga hubungan
hubungan baik dengan

pelanggan.
Walaupun biaya lebih tinggi dibandingkan dengan alat promosi lainnya,
banyak perusahaan menggunakan penjualan tatap muka sebagai alat promosi

utama. Porsi pelaksanaan penjualan personal berdasarkan jenis bidang usaha dapat
diamati pada Gambar 12.

Gambar 12. Presentase Penggunaan Bauran Penjualan Personal

23.80%
38.09%

Keterangan:

pangan
jasa

19.04%

19.04%

pertanian

kerajinan

Penggunaan tatap muka sebagai alat promosi utama diterapkan pada

hampir seluruh bidang usaha. Penggunaan bauran tatap muka mendominasi upaya
komunikasi pemasaran yang dilaksanakan UMKM mitra binaan IPB, selain
penggunaan bauran periklanan. Bagi jenis usaha pangan dan kerajinan, upaya
komunikasi tatap muka dilaksanakan melalui pameran. Sementara, bagi dua jenis
bidang usaha lainnya, yaitu jasa dan pertanian, komunikasi tatap muka
dilaksanakan dengan metode pertemuan penjualan.

63

6.1.5

Pemasaran Langsung

Pemasaran langsung merupakan hubungan langsung dengan konsumen


individu yang menjadi target secara hati-hati untuk mendapatkan respon segera
dan membangun hubungan pelanggan yang langgeng. Kusumastuti (2009) juga
menyebutkan bahwa alat promosi ini hanya dapat menjangkau konsumen yang
spesifik. Namun, pesan yang disampaikan melalui direct marketing dapat
disesuaikan dengan karakter dan respon konsumen yang dituju serta dapat
diperbaharui secara cepat pula.
Pemasaran langsung yang paling umum diterapkan UMKM sebagai upaya
komunikasi pemasaran dilakukan dalam bentuk kunjungan langsung kepada
konsumen sasaran. Porsi penggunaan pemasaran langsung sebagai upaya
komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB dapat diamati pada Gambar 13.

Gambar 13. Presentase Penggunaan Bauran Pemasaran Langsung


12.5%
37.5%

Keterangan:

50%

pangan
jasa
pertanian

Jenis komunikasi pemasaran langsung lebih banyak digunakan oleh


UMKM bidang usaha jasa dan pertanian.
pertanian. Pada kedua bidang usaha ini, jenis
bauran ini dirasa lebih efektif untuk membidik konsumen sasaran dan mencapai
target penjualan. Misalnya pada UMKM budidaya puyuh. Untuk mencapai
konsumen sasaran, UMKM ini melakukan metode jemput bola. Artinya, pelaku
usaha mendata beberapa konsumen sasaran yang potensial. Kemudian pihak

64

UMKM melakukan kunjungan langsung kepada konsumen sasaran yang telah


ditetapkan, memberikan penjelasan produk dan melakukan follow up. Harapan
pelaksanaan pemasaran langsung ini adalah membentuk kesepakatan jual beli.
6.1.6

Word of mouth
Chalpham (1991) menyebutkan bahwa tingkat keterbukaan di pasar

konsumen rendah karena perusahaan tidak memiliki peluang yang cukup pada
masyarakat umum dan sejauh ini hanya beberapa pameran dagang khusus,
pameran tetap atau kampanye penjualan saja yang pernah diadakan. Konsumen
dalam negeri, terutama di daerah kota, sering kurang mengetahui produk-produk
yang dihasilkan perusahaan kecil dan menengah dalam negeri atau sangat tidak
percaya dan penuh prasangka terhadap produk-produk ini bila diukur menurut
standar mutu internasional. Penuturan Chalpham (1991) mengenai keterbatasan
UMKM dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran ini masih menjadi kendala
yang dihadapi UMKM mitra binaan IPB.
Sebagian UMKM dari total responden telah melakukan komunikasi
pemasaran dengan baik, beberapa telah melaksanakan meskipun tergolong belum
optimal, sementara sebagian lainnya memilih untuk tidak melaksanakan
komunikasi pemasaran. Sebagai unit usaha yang tergolong kecil dan terhambat
oleh berbagai keterbatasan, UMKM mengandalakan komunikasi pemasaran word
of mouth (WOM). WOM tidak hanya diandalkan oleh UMKM yang tidak
melakukan upaya komunikasi pemasaran, melainkan juga diandalkan oleh
UMKM yang telah menggunakan beberapa bauran komunikasi pemasaran untuk
memperkenalkan dan memasarkan produknya.

65

Word of mouth merupakan jenis komunikasi pemasaran yang ampuh,


efektif, dan berbiaya paling murah. Word of mouth marketing adalah iklan yang
dilakukan oleh konsumen ke konsumen lain tanpa campur tangan siapapun.
Konsumen yang merasa puas terhadap suatu produk cenderung akan
mempromosikan produk tersebut kepada konsumen lain. Kotler (2005) juga
menyebutkan bahwa pelanggan yang puas akan tetap setia dalam waktu yang
lebih lama, serta akan membicarakan hal yang baik tentang perusahaan. Dalam hal
ini, tentu UMKM sebagai pelaku usaha tidak lagi memiliki kontrol secara
langsung.
Keandalan WOM sebagai upaya komunikasi pemasaran tidak terbantahkan
lagi. Meskipun jenis komunikasi ini dapat dilakukan dengan biaya yang sangat
minim, bahkan tanpa biaya, WOM memiliki peranan yang baik dalam
memasarkan produk. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan terhadap
UMKM mitra binaan IPB. Beberapa usaha yang tidak melakukan komunikasi
pemasaran masih terus berdiri dan melanjutkan usahanya.
UMKM Catering Evrina merupakan jenis usaha yang bergerak pada
bidang usaha pangan dan telah menjalankan usaha selama lima tahun. Selama
menjalankan usahanya, pelaku UMKM tidak pernah sekalipun menggunakan
bauran komunikasi pemasaran sebagai upaya pemasaran produk dan usahanya.
Selama ini, pelaku usaha hanya mengandalkan WOM dalam memperoleh
pelanggan. Ibu Lina, pelaku usaha mengakui ketergantungannya pada komunikasi
pemasaran WOM sebagai berikut: Saya mah nggak pernah bikin-bikin iklan,

66

Neng. Selama ini cuma mengandalkan iklan dari mulut ke mulut saja. Pelanggan

baru saya tahu catering saya dari pelanggan lama. 2


Hal ini sejalan dengan pendapat Chandra (2008, seperti dikutip oleh
Amelia, 2009), bahwa WOM merupakan komunikasi pemasaran yang efektif
dalam membangun merek yang kokoh karena dilandasi konsumen yang sangat
puas. Konsumen ini bukan saja konsumen yang loyal, tetapi juga berperan sebagai
konsumen yang bersedia menjadi agen pemasar gratis.

6.2

Biaya Pelaksanaan
Biaya promosi sering menjadi unsur yang berpengaruh nyata terhadap

keberhasilan perusahaan dalam mengembangkan pangsa pasarnya. Namun,


kebanyakan UMKM belum mengalokasikan anggaran biaya yang memadai untuk
operasional promosi. Syarif (2009) menyatakan adanya indikasi bahwa promosi
pemasaran bukan kurang diminati oleh kalangan UMKM, melainkan umumnya
karena mereka tidak mampu membayar biaya kegiatan tersebut. Kondisi ini
berlaku bagi UMKM mitra binaan IPB. Hal ini divisualisasikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Anggaran Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran


20,58%

26,47%

Keterangan:
tinggi

11,76%
41,17%

sedang
rendah
tidak mengeluarkan biaya

Hasil wawancara dengan Hj. Lina, pemilik UMKM Catering Evrina pada tanggal 16
Oktober 2010.

67

Sebagian besar responden menyatakan kesulitan dalam hal modal dan


pendanaan. Menurut penuturan beberapa responden, keuangan yang minim ini
hanya cukup untuk biaya produksi. Beberapa diantara mereka bahkan tidak
memiliki anggaran untuk melaksanakan kegiatan pemasaran. Relatif mahalnya
biaya promosi, menyebabkan sebagian besar UMKM terutama pengusaha mikro
dan kecil, tidak mampu untuk ikut dalam kegiatan tersebut.
Umumnya, bagi UMKM yang memiliki target pasar yang lebih luas
membutuhkan biaya komunikasi pemasaran yang lebih besar. Hal ini lebih
dirasakan oleh UMKM dengan bidang usaha kerajinan, misalnya UMKM Fit Pot.
Usaha ini bergerak dalam pembuatan dan penjualan rangkaian pot tanaman hias
yang unik dengan inovasi teknologi, misalnya kemampuan sistem pot yang dapat
menyiram tanaman secara otomatis pada waktu-waktu tertentu. Biaya produksi
produk ini tergolong tinggi, sehingga harga jualnya menjadi tinggi pula.
Pemakaian teknologinya juga menghabiskan biaya yang besar. Oleh karena itu,
sasaran konsumennya adalah konsumen dengan status sosial menengah ke atas.
Pelaku UMKM menyebutkan bahwa Fit Pot lebih efektif dipromosikan
melalui bauran pameran. Selain dapat memamerkan produknya, pihak UMKM
juga dapat menjelaskan secara langsung kepada konsumen mengenai keunikan
produk ini. Namun, untuk mencapai konsumen sasaran, pelaksanaan pameran juga
harus mempertimbangkan waktu, tempat, dan biaya.
Desi, pelaku UMKM menyatakan keterbatasan anggaran menjadi kendala
dalam upaya komunikasi pemasaran sebagai berikut:
Saya kurang tertarik berpartisipasi pada pameran yang
dilaksanakan di kampus, seerti bazaar-bazar sederhana. Mengingat sasaran
konsumen berstatus sosial menengah ke atas, maka pameran harus

68

dilaksanakan di tempat-tempat strategis, misalnya pameran di Botany


Square atau pameran di Jakarta Convention Center (JCC), namun UMKM
ini belum memiliki cukup anggaran untuk berpartisipasi dalam pameran
tersebut.3

6.3

Frekuensi Pelaksanaan
Terdapat

tiga

tujuan

utama

dari

komunikasi

pemasaran,

yaitu

menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan. Untuk mencapai tujuan


tersebut, komunikasi pemasaran harus dilaksanakan secara rutin. Frekuensi

pelaksanaan berkaitan dengan sering atau tidaknya komunikasi pemasaran


dilaksanakan.
Frekuensi pelaksanaan komunikasi pemasaran masih tergolong jarang

dilakukan oleh UMKM mitra binaan IPB. Hal divisualisasikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran

17,64%
Keterangan:

47,05%
35,29%

sering
jarang
tidak melaksanakan

Kebanyakan dari UMKM ini hanya melaksanakan komunikasi pemasaran pada


tahap awal pendirian usaha. Kecilnya jumlah (frekuensi) penyelenggraan promosi
produk UMKM di Indonesia menurut Sujito (1997 seperti dikutip Rahmana,

2009) nampaknya lebih banyak disebabkan oleh kurangnya inisiatif dari kalangan

Hasil wawancara dengan Desi, pemilik UMKM Cresh pada tanggal 17 Oktober 2010.

69

UMKM sendiri, serta kepedulian stakeholder. Kondisi ini memang sangat tidak
ideal mengingat pemasaran merupakan salah satu aspek bisnis yang berperanan
besar dalam mendukung pemberdayaan UMKM.
Stakeholder yang dimaksud dalam hal ini adalah lembaga pembina, baik
UPP-UKM maupun CDA. Beberapa UMKM dengan keterbatasan modal dan
pendanaan mengandalkan kedua lembaga ini dalam pelaksanaan komunikasi
pemasaran. Kedua lembaga ini, baik UPP-UKM maupun CDA telah berupaya
menyelenggarakan dan memfasilitasi UMKM binaannya untuk melakukan
promosi. Namun, dalam pelaksanaannya belum semua UMKM mendapat
kesempatan untuk dipromosikan.
Ketidakmerataan kesempatan fasilitas promosi UMKM ini merupakan
akibat dari keterbatasan keuangan kedua lembaga tersebut. Bagi UMKM binaan
UPP-UKM, beberapa responden menyebutkan bahwa mereka kurang memiliki
pengetahuan dan wawasan mengenai pelaksanaan komunikasi pemasaran. Oleh
karena itu, sosialisasi dan penyadaran mengenai pentingnya komunikasi
pemasaran perlu dilakukan oleh lembaga pembina.
Keterbatasan

pengetahuan

dan

wawasan

mengenai

pelaksanaan

komunikasi pemasaran menjadi faktor penghambat selain keterbatasan biaya.


Beberapa responden mengatakan bahwa mereka tidak mengerti mengenai
pemasaran. Bagi mereka, pemasaran sama dengan penjualan. Pelaku UMKM ini
berfikir mengenai bagaimana menjual produk, namun tidak memikirkan
bagaimana cara memberikan kepuasan pada pelanggan.
Cara yang digunakan UMKM untuk menjual produk juga tergolong upaya
penjualan yang konvensional. Padahal dengan melaksanakan komunikasi

70

pemasaran, UMKM dapat memperkenalkan produk dan usahanya kepada


khalayak luas. Pelaksanaan komunikasi pemasaran juga dapat merangsang
pembelian produk oleh konsumen. Pelaksnaan komunikasi pemasaran seringkali
diidentikkan dengan upaya pengenalan produk kepada khalayak luas. Oleh karena
itu, beberapa UMKM hanya melaksanakan komunikasi pemasaran pada tahap
awal pendirian usaha. Mereka kurang memperhatikan tujuan-tujuan yang lain.
Komunikasi pemasaran juga dapat digunakan untuk mengingatkan konsumen,
maka pelaksanaannya harus dilaksanakan secara rutin.
Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sedikitnya
terdapat tiga faktor yang mengakibatkan rendahnya frekuensi pelaksanaan
komunikasi pemasaran, yaitu: a) Keterbatasan modal dan pendanaan pelaksana,
baik dari pihak UMKM maupun lembaga pembina; b) Kurangnya pengetahuan
dan inisiatif UMKM dalam melaksanakan komunikasi pemasaran; c) Keterbatasan
kepedulian pihak lembaga pembina, baik dalam sosialisasi mengenai pentingnya
komunikasi pemasaran maupun penyelenggaraannya.

BAB VII
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM
DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN

7.1 Ragam Bidang Usaha


UMKM mitra binaan IPB terdiri dari beragam jenis bidang usaha,
diantaranya UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan. Masing-masing
bidang usaha ini memilliki karakteristik yang membedakan antara satu dengan
yang lain. Tiap jenis bidang usaha memiliki karakteristik produk, sistem
pemasaran, dan sasaran konsumen yang berbeda, sehingga komunikasi pemasaran
yang dilaksanakan akan membentuk pola yang berbeda pula. Perbedaan
keefektivan penggunaan bauran komunikasi pemasaran UMKM berdasarkan jenis
bidang usaha dan karakteristik usaha dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran Berdasarkan Jenis Bidang
Usaha
No

Bidang Usaha

Karakteristik

Bauran Promosi

Pangan

- Daya tahan produk relatif singkat


- Membutuhkan
upaya
komunikasi
pemasaran yang mendukung penjualan
dalam waktu singkat

Kombinasi promosi
penjualan dengan
periklanan, dan kombinasi
penjualan personal dengan
periklanan

Jasa

- Produknya bersifat intangible dan


immaterial
- Berorientasi pada kepuasan pelanggan
- Membutuhkan bauran yang mampu
menguraikan berbagai keunggulan jasa

Penjualan personal
pemasaran langsung

Pertanian

- Produk diproduksi dan dijual dalam


partai besar
- Daya tahan produk relatif singkat dan
bersifat musiman
- Membutuhkan bauran yang mampu
menguraikan berbagai keunggulan
produk

Pertemuan penjualan

Kerajinan

- Produk tergolong unik


- Bukan merupakan barang primer
- Membutuhkan komunikasi pemasaran
yang dilakukan secara intensif

Pameran

dan

72

7.1.1 Pangan
Bidang usaha pangan memiliki karakteristik produk dengan daya tahan
yang relatif singkat jika dibandingkan dengan jenis produk lainnya. Oleh karena
itu, upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan harus mampu mendukung
penjualan dalam waktu yang singkat. Penggunaan bauran komunikasi pemasaran
oleh UMKM bidang usaha pangan dapat diamati pada Gambar 16.
Gambar 16. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pangan
4.16%
33.34%
33.34%

Keterangan:
periklanan
promosi penjualan
hubungan masyarakat
penjualan personal
pemasaran langsung

4.16%
20.83%

Jenis bauran komunikasi pemasaran yang paling umum digunakan oleh


UMKM bidang usaha pangan adalah perpaduan antara promosi penjualan dan
penjualan personal dengan periklanan. Mempertimbangkan daya tahan produk
yang relatif singkat, perpaduan jenis bauran komunikasi pemasaran ini dirasa
efektif. Promosi penjualan merupakan alat promosi yang efektif untuk memotivasi
konsumen sasaran dalam melakukan pembelian, misalnya dengan pemberian
sampel produk. Promosi penjualan ini semakin efektif jika didampingi dengan
media periklanan, seperti
seperti leaflet. Substansi keunikan dan keunggulan produk
dapat ditampilkan pada leaflet ataupun media periklanan pendamping lainnya.
Penggunaan bauran pameran pada bidang usaha pangan lebih efektif
diterapkan pada produk yang tergolong unik, seperti halnya Brown.Co, yang

73

memproduksi brownies dari tepung singkong. UMKM ini membutuhkan lebih


banyak upaya komunikasi pemasaran. Pelaksanaan pameran dirasa efektif, karena
pada pertemuan langsung ini, pihak pemasar dapat memberikan penjelasan
mengenai keunikan dan kelebihan produk, sehingga mampu menarik minat
konsumen. Pelaksanaan bauran pameran juga dapat dilakukan dengan didampingi
dengan media periklanan.
7.1.2 Jasa
Usaha pada bidang jasa memiliki karakteristik produk yang unik
dibandingkan dengan bidang usaha lainnya. Menurut Rangkuti (2008, dalam Sari
2009), pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pemasaran jasa dan
pemasaran produk memiliki tiga perbedaan, yaitu:
1. Pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial, karena
produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba.
2. Produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas
sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera, hal ini lebih
sulit daripada pengawasan produk fisik.
3. Interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk dapat
mewujudkan produk yang dibentuk.
Berdasarkan beberapa karakteristik di atas, dapat dikatakan bahwa usaha
bidang jasa membutuhkan jenis komunikasi yang dapat menguraikan dan
menjelaskan berbagai keunggulan dan fasilitas jasa yang dihasilkan, yang
membedakannya dengan UMKM pesaing dengan penawaran jasa yang sejenis.
Untuk itu, komunikasi pemasaran yang dilakukan secara tatap muka, baik melalui
pertemuan penjualan maupun pemasaran langsung merupakan pilihan yang tepat.

74

Dengan mengadakan pertemuan dengan


dengan calon konsumen, pelaku UMKM dapat
dengan leluasa menjelaskan spesifikasi jasa yang ditawarkan.
Penggunaan ragam bauran komunikasi pemasaran yang dilaksanakan
UMKM bidang usaha jasa divisualisasikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Jasa


19.04%

33.34%

Keterangan:
periklanan
promosi penjualan

19.04%

public relation

4.76%

23.80%

penjualan personal
pemasaran langsung

Bauran promosi pemasaran langsung dan penjualan personal seringkali dilakukan


oleh UMKM bidang jasa. Tidak jauh berbeda dengan jenis bidang usaha lainnya,
dalam pelaksanaan pemasaran langsung dan penjualan personal, media periklanan
tetap menjadi bauran pelengkap. Metode ini sering disebut metode jemput bola.

Dalam pertemuan ini, komunikasi pemasaran berlangsung dua arah. Selain


memberikan penjelasan dan penawaran, pemasar dapat menjawab pertanyaan
konsumen. Penawaran produk dengan cara tatap muka juga dapat memperkecil
kemungkinan salah persepsi
persepsi antara pemasar dengan calon konsumen. Bidang
usaha jasa merupakan jenis usaha yang mengutamakan kepuasan pelanggan. Oleh

karena itu, upaya meminimalisir kesalahan persepsi, penjelasan yang detail pada
saat tatap muka baik untuk dilaksanakan.
Produk berupa jasa memiliki karakteristik khusus yang membedakannya
dengan produk pada umumnya, yaitu sifatnya yang intangible dan immaterial atau
tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba. Oleh karena itu, upaya komunikasi

75

pemasaran yang dilakukan harus mendorong konsumen untuk mencoba produk


yang ditawarkan. Cara ini dapat ditempuh melalui pemberian insentif kepada
calon konsumen. Misalnya dengan promosi penjualan dalam bentuk hadiah atau
voucer.
Usaha perdagangan jasa memiliki fokus utama pada kepuasan pelanggan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka komunikasi pemasaran jenis word of mouth
berperan penting dalam strategi pemasaran UMKM. Menurut Lupiyoadi dan
Hamdani (2006, seperti diktip oleh Andrijansyah 2009), pelanggan sangat dekat
dengan penyampaian jasa. Dengan kata lain, pelanggan tersebut akan berbicara
kepada pelanggan lain yang berpotensial tentang pengalamannya dalam menerima
jasa tersebut, sehingga informasi dari mulut ke mulut ini sangat besar
pengaruhnya dan dampaknya terhadap pemasaran jasa dibandingkan dengan
aktivitas komunikasi lainnya. Beberapa pelaku UMKM juga mengakui keefektifan
dari word of mouth. Terkadang pesan yang disampaikan kerabat dekat lebih
berpengaruh dibandingkan dengan coretan di atas kertas ataupun penuturan dari
orang yang belum dikenal.
7.1.3 Pertanian
UMKM bidang pertanian memiliki jenis produk yang umumnya dihasilkan
dalam jumlah besar dan pembelian dilakukan dalam partai besar. Target
konsumen dari UMKM pertanian ini umumnya adalah lembaga yang melakukan
usaha di bidang produksi yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku
ataupun distributor atau yang dikenal dengan sebutan pengumpul. Kedua jenis
konsumen ini umumnya berasal dari wilayah lokal. Produk hasil pertanian dijual
dalam partai besar dan kurang memungkinkan untuk dijual eceran, karena sifat

76

produk yang kurang tahan lama. Produk-produk UMKM pertanian umumnya


diproduksi pada waktu tertentu, atau dikenal dengan musim panen.
Menghadapi taget pasar yang berasal dari wilayah lokal, dapat dikatakan

jenis UMKM ini tidak terlalu membutuhkan komunikasi pemasaran jika


dibandingkan dengan jenis bidang usaha lainnya. Meskipun demikian, untuk
memperoleh pasar yang lebih luas, UMKM tetap harus melaksanakan upaya
komunikasi pemasaran. UMKM bidang pertanian lebih sering melakukan
komunikasi pemasaran konvensional, yaitu dalam bentuk tatap muka. Penggunaan
bauran komunikasi pemasaran pada UMKM bidang usaha pertanian dapat diamati

pada Gambar 18.

Gambar 18. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pertanian

23.07%

30.76%

Keterangan:
periklanan
promosi penjualan

30.76%

15.38%

penjualan personal
pemasaran langsung

Hampir seluruh responden bidang usaha pertanian menyebutkan bahwa

mereka

lebih

fokus

menggunakan

komunikasi

pemasaran

tatap

muka

dibandingkan dengan upaya periklanan yang bersifat modern. Konsumen sasaran


mereka lebih memerlukan penjelasan dan informasi yang lebih banyak dan
meyakinkan, sehingga relevan jika dilakukan secara tatap muka.

77

Jenis bauran komunikasi juga pemasaran langsung sering digunakan


UMKM dalam mencari konsumen. UMKM mendata konsumen potensial,
mengadakan pertemuan, menawarkan produk, dan membentuk kesepakatan.
Misalnya UMKM pembenihan gurame, konsumen sasaran UMKM ini adalah
petani budidaya gurame. Untuk mendapatkan konsumen, pelaku UMKM
melakukan pendekatan personal kepada para petani gurame dengan mengadakan
pertemuan tatap muka. Pada beberapa UMKM dengan konsumen sasaran
berstatus sosial menengah ke bawah, pertemuan ini dilakukan secara informal,
namun dalam pertemuan ini UMKM menawarkan produk yang segera akan
dipanen.
Beberapa UMKM jenis ini telah memiliki pelanggan, contohnya UMKM
Ikhtiar Farm. Peternak dan penjual ayam ini telah memiliki pelanggan, berupa
perusahaan pengolah makanan berbahan baku ayam, yaitu Japfa. Meskipun telah
memiliki pelanggan, namun UMKM ini masih terus mengadakan upaya
komunikasi pemasaran secara rutin, yakni sesaat menjelang panen ayam.
Komunikasi pemasaran yang dilakukan adalah pertemuan penjualan.
Pada pertemuan penjualan, kedua pihak merumuskan kesepakatan
mengenai jumlah ayam, kualitas ayam, dan harga ayam yang bersifat fluktuatif.
Pertemuan ini dilakukan UMKM untuk membina hubungan baik dengan
pelanggan dan mempertahankan bisnis kedua belah pihak, mengingat Japfa adalah
perusahaan besar yang dapat mencari peternak lain jika merasa kurang puas
terhadap Ikhtiar Farm.
Upaya pertemuan

penjualan

secara rutin

juga dilakukan

untuk

mengingatkan konsumen mengenai keberadaan UMKM dan produk yang

78

dihasilkan. Untuk mengembangkan luas cakupan pasar, UMKM ini juga


melakukan berbagai upaya periklanan. Misalnya dengan berpartisipasi dalam
pameran. Periklanan secara tatap muka ini diharapkan selain mampu menarik
minat konsumen dengan video dan foto yang ditampilkan, juga mampu menjalin
komunikasi dua arah antara UMKM dengan calon konsumen.

7.1.4 Kerajinan
UMKM bidang kerajinan umumnya menghasilkan produk-produk yang
tergolong unik. Barang-barang kerajinan ini bukan merupakan barang kebutuhan
primer, sehingga upaya komunikasi pemasaran harus dilaksanakan secara optimal.
Penggunaan ragam bauran komunikasi pemasaran pada UMKM bidang kerajinan
dapat diamati pada Gambar 19.

Gambar 19. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Kerajinan

30.76%

38.46%

Keterangan:
periklanan
promosi penjualan
7.69%

23.07%

public relation
penjualan personal

Kebanyakan UMKM menggunakan komunikasi pemasaran jenis pameran.

Barang-barang kerajinan diproduksi dengan menggunakan sentuhan seni,


sehingga produk yang dihasilkan menjadi layak ditampilkan pada pameran.

Pameran merupakan jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan secara


tatap muka, dimana terjalin komunikasi dua arah antara pihak UMKM dengan

79

konsumen. Keunikan produk ini menjadi nilai tambah dalam pameran dan
dianggap mampu menarik perhatian konsumen untuk berkunjung. Saat
pelaksanaan pameran, pihak UMKM memiliki kesempatan untuk menjelaskan
keunggulan produk-produk yang dihasilkan.
UMKM Fit Pot merupakan UMKM yang bergerak dalam bidang usaha
kerajinan rangkaian pot tanaman hias. Jenis produk ini tidak hanya unik, tetapi
juga memiliki inovasi teknologi, salah satunya adalah kemampuan sistem
rangkaian pot ini untuk menyiram tanaman secara otomatis. Keunikan dan
keunggulan produk ini menjadi hal yang menarik konsumen untuk berkunjung
dan menyaksikan demonstrasi produk.
7.2

Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Pelaksanaan


Komunikasi Pemasaran
Tingkat pendidikan formal dari pelaku usaha tergolong cukup beragam.

UMKM binaan CDA yang beranggotakan mahasiswa tentu memiliki tingkat


pendidikan yang tergolong tinggi. Namun bagi UMKM masyarakat binaan UPPUKM, tingkat pendidikan rata-rata tergolong rendah. Tambunan (2009)
menyebutkan

bahwa struktur pengusaha menurut tingkat pendidikan formal

memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan rata-rata


pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala usaha, yang
umumnya berasosiasi

positif dengan

tingkat

kompleksitas

usaha

yang

memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin
banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier.
Wawasan bisnis yang lebih baik terutama dimiliki pelaku usaha
berpendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan formalnya, pelaku

80

UMKM semakin memiliki akses terhadap informasi dan pengetahuan mengenai


komunikasi pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa
tingkat pendidikan pengusaha UMKM berhubungan positif dengan pelaksanaan
komunikasi pemasaran. Melalui perhitungan korelasi spearman, didapatkan nilai
P value sebesar 0,000 yang menunjukkan nilai yang lebih kecil dari yang
ditetapkan, yaitu sebesar 0,01. Artinya, terdapat hubungan positif antara tingkat
pendidikan pengusaha UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran.
Semakin tinggi pendidikan pelaku usaha, semakin baik pelaksanaan komunikasi
pemasarannya. Nilai koefisien korelasi yang menggambarkan hubungan kedua
variabel ini adalah sebesar 0,707. Nilai ini menggambarkan hubungan positif
yang kuat antara tingkat pendidikan dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran.
Rendahnya tingkat pendidikan pelaku usaha juga menyebabkan rendahnya
peluang bekerja di sektor formal. Beberapa responden menyebutkan bahwa
keterbatasan inilah yang menjadi alasan menjalankan usaha. Hal ini relevan
dengan kondisi UMKM masyarakat yang dibina UPP-UKM. Sebagian besar dari
mereka mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar
belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh
perbaikan penghasilan dan atau merupakan startegi untuk bertahan hidup. Usaha
ini dilakukan dengan alasan tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat
dilakukan dengan tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah.
Pemilihan jenis usaha dilakukan dengan mempertimbangkan keterampilan
pengusaha dan potensi pengembangan usaha. Bagi UMKM binaan CDA, mereka
lebih banyak memilih alasan pertimbangan prospek usaha ke depan seperti adanya
peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Jenis usaha yang dilakoni juga

81

disesuaikan dengan minat dan hobi. Usaha ini mereka jalani juga sebagai
pembelajaran dan pengembangan jiwa wirausaha.
7.3

Hubungan Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran


Hampir tanpa kecuali, pengusaha kecil dan menengah mengatakan bahwa

masalah yang paling besar yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Mereka
mengeluh tentang kekurangan modal tetap dan modal kerja (Clapham, 1991). Hal
ini juga dirasakan oleh sebagian besar responden.
Kesulitan modal dan pendanaan merupakan salah satu masalah besar yang
mereka hadapi, selain masalah pemasaran. Kedua jenis kendala ini saling
menghambat satu sama lain. Ketika mengalami keterbatasan dalam hal keuangan,
pelaku UMKM akan membatasi anggaran untuk pemasaran. Bahkan beberapa
diantaranya justru tidak mengalokasikan dana untuk kegiatan komunikasi
pemasaran.
Ketersediaan dana yang sangat minim hanya dialokasikan untuk modal
produksi. Padahal Tambunan (2009) dalam buku UMKM di Indonesia
menyatakan bahwa pemasaran merupakan salah satu komponen utama dari
strategi peningkatan daya saing UMKM selain produksi. Kedua penekanan ini
sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan
usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang memperhatikan atau
kurang mampu dalam dua bidang ini.
Hasil pengamatan dan penelitian mengenai korelasi antara skala usaha
dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran menunjukkan bahwa skala usaha
mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran. Nilai P value yang dihasilkan
dari perhitungan korelasi spearman menunjukkan angka 0,022 dengan koefisien

82

korelasi sebesar 0,391. Nilai P value yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan
dengan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan
positif antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Semakin
besar skala usaha, pelaksanaan komunikasi pemasaran semakin baik. Nilai
koefisien korelasi sebesar 0,391 menunjukkan hubungan rendah antara kedua
variabel, namun bersifat pasti.
Bagi beberapa UMKM, mungkin skala usaha berpengaruh dengan
Pelaksanaan komunikasi pemasaran. Hal ini mungkin juga merupakan indikasi
dari tingkat pendidikan pelaku usaha. Sub bab sebelumnya telah menjelaskan
bahwa usaha yang semakin besar dan membutuhkan tingkat keterampilan yang
semakin kompleks, umumnya ditekuni oleh pelaku usaha dengan tingkat
pendidikan yang tinggi. Dengan tingkat informasi dan wawasan bisnis yang lebih
baik, UMKM yang kecil akan memiliki posisi tawar yang lebih baik dibandingkan
dengan UMKM skala mikro. Namun usaha berskala mikro tidak selalu dijalani
oleh pengusaha berpendidikan rendah. Usaha mikro juga dapat melaksanakan
komunikasi pemasaran dengan baik, jika pengusaha memiliki keterampilan dan
kemampuan manajemen usaha yang baik.

BAB VIII
ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN
DENGAN KUALITAS DAYA SAING UMKM

8.1

Tingkat Produktifitas UMKM


Laju pertumbuhan nilai atau volume ouput tidak hanya menunjukkan

tingkat kemampuan produksi dari sebuah perushaan, tetapi juga mencerminkan


adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang bearati produk tersebut
mempunyai daya saing (Tambunan, 2009). Pertumbuhan nilai/volume output
dapat dihitung dengan melihat omset perusahaan. Dalam penelitian ini, nilai
omset diukur untuk menggambarkan tingkat produktifitas UMKM. UMKM yang
menjalankan usahanya dengan baik, akan terus melakukan proses produksi. Proses
produksi dapat terus berjalan dengan asumsi proses pemasaran produk lancar.
UMKM kerajinan pembuatan sandal yang berdomisili di desa Taman Sari
merupakan salah satu UMKM binaan IPB di bawah lembaga UPP-UKM. Pelaku
usaha, Bapak Aman menyebutkan masalah pemasaran merupakan salah satu
masalah yang menghambat produktivitas usahanya. UMKM ini memproduksi
sandal dalam jumlah banyak untuk kemudian dijual pada toko-toko penjual
sandal. Toko-toko penjual sandal umumnya menerima pasokan sandal dari
beberapa pemasok. Oleh karena itu, produsen sandal dituntut untuk memiliki
kualitas daya saing yang baik untuk dapat memenangkan persaingan. Usaha yang
dilakoni Bapak Aman tidak melaksanakan komunikasi pemasaran dengan media
atau saluran apapun, merek dagang UMKM juga tidak disertakan pada produk
ataupun kemasannya. Lokasi produksi yang jauh dari konsumen sasaran turut
memperparah kondisi ini. Akibatnya, produktivitas UMKM ini tergolong rendah.

84

Bapak Aman mengungkapkan kendala dalam proses produksi usahanya sebagai


berikut:
Saya mengalami kesulitan untuk memasarkan sandal hasil produksi,
sering kalah saing dengan pengrajin sandal lainnya. Jika produk belum
laku, proses produksi selanjutnya akan tertunda, karena tidak ada biaya.4

Kondisi di atas tentu tidak perlu terjadi jika proses pemasaran lancar.
Kelancaran proses pemasaran dapat ditunjang dengan pelaksanaan komunikasi
pemasaran. Berbeda dengan kondisi UMKM Bapak Aman, UMKM Green Co
yang giat melaksanakan komunikasi pemasaran memiliki tingkat produktivitas
yang tinggi. Proses produksi dapat terus berlangsung sesuai dengan jadwal
produksi yang ditetapkan. UMKM Green Co telah menetapkan anggaran promosi
dan memaksimalkan anggaran tersebut untuk memperkenalkan dan menawarkan
produk pada konsumen sasaran. Meskipun harga jual produk-produk Green Co
tergolong mahal dibandingkan dengan pesaingnya, namun UMKM ini mampu
meraih konsumen dan memiki tingkat produktivitas yang tinggi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat
hubungan antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktifitas
UMKM. Dengan menggunakan uji korelasi spearman, didapatkan nilai P value
sebesar 0,014 dengan koefisien korelasi 0,418. P value hasil perhitungan
menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai sebesar 0,05. Hal
ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi
pemasaran dengan tingkat produktifitas UMKM. Artinya, semakin baik
pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka tingkat produktifitasnya semakin
4

Hasil wawancara dengan Bapak Aman, pemilik UMKM pengrajin sandal pada tanggal
17 Oktober 2010.

85

tinggi. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,418 meunjukkan keeratan hubungan yang
cukup berarti antara kedua variabel.
Pelaksanaan komunikasi pemasaran merupakan salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas daya saing UMKM. Hal ini terbukti
dari nilai korelasi positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan
tingkat produktifitas UMKM. Pelaksanaan komunikasi pemasaran dapat
membuka jalur pemasaran.
Fungsi komunikasi pemasaran mampu memperkenalkan produk dan
UMKM kepada khalayak luas, menawarkan keunggulan produk dibandingkan
dengan produk pesaing dan menarik konsumen untuk melakukan pembelian. Bagi
UMKM yang telah memiliki pelanggan, komunikasi pemasaran juga dapat
menjadi upaya untuk membina dan mempertahankan hubungan baik dengan
pelanggan, sehingga pelanggan menjadi lebih loyal dalam mengkonsumsi produk
yang dihasilkan UMKM pelaksana komunikasi pemasaran.
8.2

Tingkat Profit
Perolehan laba (profit) suatu perusahaan merupakan fungsi dari efisiensi

produksi dan efisiensi pemasaran. Kondisi internal UMKM dalam hal ini lebih
berperan sebagai komponen dalam fungsi efisiensi produksi (melalui kualitas
SDM dan asset yang dimiliki). Pengaruh efisiensi produksi mungkin lebih kecil
dari efisiensi fungsi pemasaran, sehingga keeratan hubungan antara laba dengan
kondisi internal UMKM menjadi tertutup karena kondisi internal UMKM
hanyalah bagian dari fungsi produksi (Syarif, 2007). Hal ini berarti laba suatu
usaha lebih dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran yang dilakukannya.

86

Penelitian yang dilakukan menghasilkan data yang mendukung pernyataan


Syarif (2009), dimana hasil uji korelasi spearman antara pelaksanaan komunikasi
pemasaran dengan tingkat profit menunjukkan angka yang positif. P value hasil
perhitungan bernilai 0,001 dengan koefisien korelasi senilai 0,554. P value yang
dihasilkan menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan 0,01, maka
terdapat hubungan nyata antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan
tingkat profit. Artinya semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka
tingkat profitnya akan semakin tinggi pula. Nilai koefisien korelasi yang
dihasilkan dari uji korelasi menunjukkan angka 0,0554 . Hasil ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan komunikasi pemasaran terbukti memiliki hubungan yang
cukup berarti terhadap tingkat profit UMKM.
8.3 Luas Cakupan Pasar UMKM
Komunikasi pemasaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
daya saing suatu usaha. Bagi UMKM, komunikasi pemasaran dapat meningkatkan
posisi tawar usahanya dibandingkan dengan pesaing dengan usaha serupa. Dalam
menjalankan usahanya, UMKM tidak hanya bersaing dengan sesama UMKM,
melainkan juga dengan usaha besar. Oleh karena itu, UMKM perlu melaksanakan
komunikasi pemasaran dengan baik, agar mampu meraih pasar yang lebih luas.
Konsumen tersegmentasi berdasarkan beberapa klasifikasi, baik dari segi
usia, wilayah asal, maupun ragam status sosialnya. Beberapa UMKM berpotensi
memiliki segmentasi konsumen yang luas, namun seringkali sasaran konsumen
yang luas ini tidak tercapai secara optimal. Hal ini dapat disebabkan oleh
pelaksanaan komunikasi pemasaran yang belum baik.

87

UMKM Catering Evrina merupakan salah satu UMKM bidang pangan


binaan UPP-UKM. UMKM ini telah berdiri sejak lima belas tahun ke belakang.
Sasaran konsumen UMKM ini cukup beragam. Dari segi usia, sasaran
konsumennya adalah usia dewasa dan tua. Dari asal wilayahnya, sasaran
konsumen ini adalah wilayah kota dan sekitarnya. Sementara dari ragam status
sosial, sasaran konsumennya adalah seluruh kalangan.
Dengan tidak melaksanakan komunikasi pemasaran, UMKM ini hanya
memenuhi konsumen sasaran dari segi ragam usia. Sementara, jika ditinjau dari
asal wilayah, konsumen UMKM ini hanya berasal dari wilayah lokal. Dari ragam
status sosialpun selama lima belas tahun belakangan, hanya orang berstatus sosial
menengah ke bawah yang menjadi konsumennya. Pelaku usaha mengakui bahwa
UMKM ini hanya mengandalkan word of mouth dari konsumennya, meskipun
memiliki target pasar yang luas.
Kenyataan di atas mengindikasikan adanya hubungan antara pelaksanaan
komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar. Berdasarkan hasil perhitungan
korelasi antara komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar, didapatkan
nilai P value sebesar 0,002 dengan koefisien korelasi 0,517. Nilai P value sebesar
0,002 menunjukkan nilai yang lebih kecil dari nilai sebesar 0,01. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran
dengan luas cakupan pasar. Artinya, semakin baik pelaksanaan komunikasi
pemasaran, maka semakin luas cakupan pasar UMKM. Berdasarkan nilai
koefisien korelasi yang dihasikan, dapat dikatakan bahwa hubungan yang terjalin
antara kedua variabel merupakan hubungan yang cukup berarti.

BAB IX
PENUTUP

9.1

Kesimpulan
1. Secara umum terdapat beberapa jenis bauran komunikasi pemasaran
yang dilaksanakan UMKM, diantaranya adalah periklanan, promosi
penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal, dan pemasaran
langsung. Selain mengandalkan bauran promosi tersebut, UMKM mitra
binaan IPB juga mengandalkan komunikasi word of mouth dalam upaya
pemasaran produk dan usahanya. Meskipun beberapa UMKM telah
memaksimalkan penggunaan bauran komunikasi pemasaran, namun
secara keseluruhan pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra
binaan IPB dapat dikatakan belum optimal. Terutama jika dilihat dari
anggaran biaya promosi dan frekuensi pelaksanaannya. Keterbatasan
modal

dan

pendanaan

menjadi

kendala

bagi

UMKM

dalam

menganggarkan biaya promosi. Akibatnya, frekuensi pelaksanaan pun


belum dilaksanakan secara rutin. Kendala lain yang turut menghambat
pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah kurangnya pengetahuan dan
informasi mengenai pentingnya pelaksanaan komunikasi pemasaran,
serta kurangnya perhatian lembaga pembina dalam bidang ini.
2. Pelaksanaan komunikasi pemasaran dipengaruhi oleh karakteristik
UMKM pelaksana. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat
pendidikan pelaku usaha, serta skala usaha. Jenis bidang usaha yang
berbeda membutuhkan jenis bauran komunikasi pemasaran yang berbeda

89

pula, disesuaikan dengan karakteristik produk, tujuan promosi, dan


konsumen sasaran. Tingkat pendidikan pelaku usaha berkorelasi positif
dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Artinya semakin tinggi
pendidikan formal pelaku usaha, semakin baik pelaksanaan komunikasi
pemasaran. Korelasi positif ini juga terlihat pada hubungan skala usaha
dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, meskipun korelasinya tidak
cukup signifikan.
3. Pelaksanaan komunikasi pemasaran berdampak positif pada kualitas daya
saing usaha. Daya saing usaha dapat dinilai dari tingkat produktivitas,
tingkat profit, dan luas cakupan pasar. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan komunikasi pemasaran memainkan peranan yang penting
dalam peningkatan kualitas daya saing dan pengembangan usaha.
9.2

Saran
Beberapa hal yang menjadi rekomendasi dalam penelitian ini diantaranya

adalah:
1. UMKM harus melaksanakan komunikasi pemasaran secara lebih
terstruktur agar kualitas daya saing UMKM tercapai secara optimal.
2. Lembaga pembina UMKM perlu melakukan pembinaan mengenai
komunikasi

pemasaran

dengan

memberikan

pengetahuan

dan

memfasilitasi UMKM dalam melaksanakan komunikasi pemasaran.


3. Lembaga pembina UMKM perlu melakukan pelatihan peningkatan
kapasitas pelaku usaha, misalnya teknik desain dan pengemasan produk,
merek dagang, izin produksi, dan label halal untuk mendukung kegiatan
pemasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Amidi, et al. 2008, Inovasi Teknologi bagi Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) melalui Serambi Difusi IPTEK, Jurnal Pembangunan Manusia,
Edisi
6,
http://www.balitbangdasumsel.net/data/download/20100414125500.pdf
diunduh tanggal 5 Mei 2010 jam 02.00 WIB.
Amir, M. Taufiq 2005, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan!, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Andijansyah 2009, Analisis Efektivitas Promosi Produk Pembiayaan Syariah
Sepeda Motor PT BPRS Al- Salam Amal Salman Studi Kasus BPRS AlSalam Cabang Depok, Skripsi Sarjana, Departemen Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Clapham, Ronald 1991, Pengusaha Kecil dan Menengah di Asia Tenggara,
Penerjemah Masri Maris, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.
Eva, Agustine 2007, Persepsi Penggunaan Aplikasi Internet untuk Pemasaran
Produk Usaha Kecil Menengah, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi
2007,
ISSN:
1907-5022,
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1719/1500 diunduh
tanggal 2 Mei 2010 jam 19.00 WIB.
Kusumastuti, Yatri Indah 2009, Komunikasi Bisnis, IPB Press, Bogor.
Kotler, Philip & Gary Armstrong 2005. Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi
Keduabelas Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Machfoedz, Mahmud 2010, Komunikasi Pemasaran Modern, Cakra Ilmu,
Yogyakarta.
Prisgunanto, Ilham 2006, Komunikasi Pemasaran: Strategi dan Taktik, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Rahmana, Arief 2009, Peranan Teknologi Informasi dalam Peningkatan Daya
Saing Usaha Kecil Menengah, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi
2009,
ISSN:
1907-5022,
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1033/989 diunduh
tanggal 2 Mei 2010 jam 20.00 WIB.
Sadoko, et al. 1995, Pengembangan Usaha Kecil: Pemihakan Setengah Hati,
Yayasan Akatiga, Bandung.
Sari, Latifah Kumala 2009, Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap
Fasilitas dan Pelayanan Jasa pada Jagorawi Golf and Counry Club
Cibinong Bogor, Skripsi Sarjana, Departemen Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Singarimbun, M. & Effendi, S. (Editor) 1989, Metode Penelitian Survay,
Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,
Jakarta.

91

Sulistyastuti, Dyah Ratih 2004, Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM):
Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 2 Desember 2004, Halaman
143-164,
http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/617/543
diunduh tanggal 30 April 2010 jam 22.00 WIB.
Syarif, Teuku 2008, Kajian Efektivitas Model Promosi Pemasaran Produk
UMKM,
http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/01_T.Syarif.pdf
diunduh tanggal 30 April 2010 jam 20:59 WIB.
Tambunan, Tulus T.H. 2009, UMKM di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tjiptono, Fandy 2008, Strategi Pemasaran, Andi Offset, Yogyakarta.

Lampiran

93

KUISIONER PENELITIAN
PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING
USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
(Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)
Oleh : Bio Hafsari Larasati
Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA IPB Bogor
No. Responden : .......
I.

Identitas Responden
1. Nama

: ....................................

2. Jenis Kelamin

: ....................................

3. Usia

: ....................................

4. Pendidikan terakhir : ....................................


5. Posisi dalam Usaha : ....................................
II. Kondisi UMKM
1. Nama UMKM

: ......................................................

2. Sejak kapan UMKM Anda berdiri? ..................................


3. Bagaimana latar belakang pendirian usaha Anda?
................................................................................................................................
........................................................................................................................
Silang jawaban benar di bawah ini:
4. Berapa jumlah pekerja yang dimiliki UMKM Saudara?
a. 1-4 orang
b. 5-19 orang
c. 20-99 orang
5. Berasal dari manakah mayoritas pekerja UMKM Saudara?
a. Keluarga
b. Tetangga dan kerabat dekat
c. Orang yang belum dikenal

94

6. Apa keterampilan yang harus dimiliki pekera dalam melakukan proses


produksi?

......................................................................................................................
7. Bagaimanakah karakteristik pendidikan mayoritas pekerja UMKM Saudara?
a. Berpendidikan tinggi (perguruan tinggi)
b. Berpendidikan sedang (SMP atau SMA)
c. Berpendidikan rendah (SD)
d. Tidak bersekolah
8. Apa saja produk UMKM Saudara?
................................................................................................................................
................................................................................................................................
9. Apakah UMKM Saudara menyiapkan ready stock?
a. Ya
b. Tidak
10. Berasal dari wilayah manakah konsumen potensial UMKM Saudara?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a.Lokal/ sekitar tempat usaha
b.Hingga skala kota
c.Hingga mencakup beberapa kota sekitar
d.Hingga skala nasional
e.Hingga skala internasional
11. Berasal dari kalangan manakah konsumen potensial UMKM Saudara?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Hanya kalangan atas
b. Hanya kalangan menengah
c. Hanya kalangan bawah
d. Mencakup kalangan menengah ke atas/ menengah ke bawah
e. Mencakup semua kalangan

95

12. Berasal dari kategori usia manakah konsumen potensial UMKM Saudara?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. 0-12 tahun
b. 13-18 tahun
c. 19-30 tahun
d. 30-64 tahun
e. 65 tahun
13. Dengan mempertimbangkan konsumen sasaran, seberapa strategiskah lokasi
UMKM Saudara?
a. Strategis
b. Kurang strategis
c. Tidak strategis
14. Seberapa mudahkah akses konsumen terhadap produk UMKM Saudara?
a. Sangat mudah
b. Mudah
c. Cukup mudah
d. Sulit
e. Sangat sulit
15. Bagaimana upaya Saudara dalam mengemas produk?

16. Berapa aset (di luar tanah dan bangunan) yang dimiliki UMKM Saudara?
a. 50 juta
b. 50 Juta < x 500 Juta
c. 500 Juta < x 10 M
17. Berapa nilai penjualan UMKM Saudara dalam periode waktu satu tahun?
a. 300 juta
b. 300 Juta < y 2,5 M
c. 2,5 M < y 50 M

96

Isilah tabel berikut dengan skor dari skala 0-5 dengan penjelasan sebagai
berikut:
0
1
2
3
4
5

Tidak mengalami hambatan


Hambatan sangat rendah
Hambatan rendah
Hambatan cukup tinggi
Hambatan tinggi
Hambatan sangat tinggi

18. Seberapa besarkah hambatan yang Saudara rasakan dalam pengembangan


usaha?
JENIS HAMBATAN

NO
1.

Keterbatasan modal dan pendanaan

2.

Keterbatasan akses pasar dan informasi

3.

Keterbatasan keterampilan pekerja

4.

Rendahnya teknologi

5.

Masalah pemasaran

6.

Masalah lainnya, sebutkan:

SKOR

TOTAL SKOR

III. Komunikasi Pemasaran


1. Apakah Saudara melaksanakan upaya pemasaran untuk mengembangkan
UMKM?
a. Ya
b. Tidak, karena
(Jika jawaban tidak, lanjutkan pada pertanyaan bagian IV. Daya Saing
UMKM)
2. Jenis komunikasi pemasaran apa sajakah yang dilaksanakan UMKM
Saudara?.................................................................................................................
................................................................................................................................

97

3. Siapakah yang sering menjadi penyelenggara kegiatan pemasaran dalam


UMKM Saudara?
a. UMKM secara mandiri
b. LPPM IPB
c. Pemerintah
d. Lainnya,
sebutkan................................................................................................
4. Apakah UMKM Saudara melaksanakan komunikasi pemasaran secara rutin?
a. Ya
b. Tidak
5. Seberapa sering Saudara melakukan komunikasi pemasaran dalam periode
waktu satu tahun?
a. 1 kali, atau lebih jarang
b. 2 sampai 3 kali
c. 4 sampai 5 kali
d. 6 sampai 12 kali
e. Lebih dari 12 kali
6. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk melaksanakan komunikasi
pemasaran dalam periode waktu satu tahun?
................................................................................................................................
.......................................................................................................................

IV. Daya Saing UMKM


1. Berasal dari wilayah manakah konsumen UMKM Saudara?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Lokal/ sekitar tempat usaha
b. Hingga skala kota
c. Hingga mencakup beberapa kota sekitar
d. Hingga skala nasional
e. Hingga skala internasional

98

2.

Berasal dari kalangan status sosial manakah konsumen UMKM Saudara?


(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Hanya kalangan atas
b. Hanya kalangan menengah
c. Hanya kalangan bawah
d. Mencakup kalangan menengah ke atas/ menengah ke bawah
e. Mencakup semua kalangan

3.

Berasal dari kategori usia manakah konsumen UMKM Saudara?


(jawaban boleh lebih dari satu)
a. 0-12 tahun
b. 13-18 tahun
c. 19-30 tahun
d. 30-64 tahun
e. 65 tahun

4.

Apakah UMKM Saudara memiliki konsumen tetap (langganan)?


a. Ya
b. Tidak

5. Berapakah nilai penjualan produk UMKM dalam periode waktu satu tahun?
.................................................................................................................................
...........................................................................................................................

--terima kasih--

99

Hasil Uji Korelasi Separman


1. Korelasi Tingkat Pendidikan Pelaku UMKM dengan Pelaksanaan
Komunikasi Pemasaran
Correlations
pelaksanaan
komunikasi
pemasaran
UMKM

tingkat
pendidikan
pelaku UMKM
Spearman's
rho

tingkat pendidikan
pelaku UMKM

Correlation Coefficient

1.000

.707(**)

Sig. (2-tailed)
N
pelaksanaan
komunikasi
pemasaran UMKM

.000

34

34

.707(**)

1.000

.000

34

34

Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed)
N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

2. Korelasi Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran


Correlations
pelaksanaan
komunikasi
pemasaran
UMKM

skala usaha
Spearman's
rho

skala usaha

Correlation Coefficient

1.000

.391(*)

.022

34

34

.391(*)

1.000

Sig. (2-tailed)
N
pelaksanaan
komunikasi
pemasaran UMKM

Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed)
N

.022

34

34

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

3. Korelasi Pelaksanaan
Produktivitas

Komunikasi

Pemasaran

dengan

Tingkat

Correlations
Pelaksanaan
Komunikasi
Pemasaran
Spearman's
rho

Pelaksanaan
Komunikasi
Pemasaran

Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Produktivitas

Tingkat
Produktivitas

Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

1.000

.418(*)

.014

34

34

.418(*)

1.000

.014

34

34

100

4. Korelasi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Profit


Correlations
Pelaksanaan
Komunikasi
Pemasaran
UMKM
Spearman's
rho

Pelaksanaan
Komunikasi
Pemasaran UMKM

Correlation Coefficient
1.000

.554(**)

Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Profitabilitas
UMKM

Tingkat
Profitabilitas
UMKM

Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

.001

34

34

.554(**)

1.000

.001

34

34

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

5. Korelasi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran dengan Luas Cakupan


Pasar
Correlations
Pelaksanaan
Komunikasi
Pemasaran
UMKM
Spearman's
rho

Pelaksanaan
Komunikasi
Pemasaran UMKM

Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed)
N
Luas Cakupan Pasar
UMKM

Luas
Cakupan
Pasar UMKM

Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

1.000

.517(**)

.002

34

34

.517(**)

1.000

.002

34

34

Anda mungkin juga menyukai