Psikoedukasi Keluarga Pada Pasien Skizofrenia
Psikoedukasi Keluarga Pada Pasien Skizofrenia
Monitoring gejala dan pengobatan : monitoring yang hati-hati dapat meyakinkan pasien untuk
minum dan mengidentifikasi secara dini tanda-tanda timbulnya relaps sehingga pencegahan
dapat dilakukan.
Asistensi dalam mencari pelayanan kesehatan, asuransi, dll : Pasien kadangkala membutuhkan
bantuan dalam mencari pelayanan kesehatan yang lain seperti medis, gigi, atau mencari asuransi
kesehatan. Tim terapi, pasien dan keluarga harus berusaha mengeksplorasi sumber-sumber apa
saja yang dapat diperoleh atau disediakan. Termasuk di dalamnya apabila pasien sudah mulai
ingin bekerja, dicarikan tempat pekerjaan yang cocok.
Terapi suportif : termasuk dukungan emosi dan meyakinkan serta mendorong prilaku sehat
pasien dan membantu pasien menerima keadaannya.
Peer support / self help group : adanya sebuah kelompok yang memiliki jadwal bertemu yang
reguler tergantung pada kebutuhan dan perhatian dari kelompok tersebut. Pembicara dapat
diundang untuk memberikan pengetahuan, terjadi juga diskusi dan sharing yang dapat saling
menguatkan.
Pelayanan yang lain yang juga dapat diberikan pada pasien antara lain adalah :
Mengatur jadwal pertemuan kembali dengan dokter
Assertive community treatment
Rehabilitasi : - rehabilitasi psikososial : membantu pasien melatih
ketrampilan dengan tujuan mendapatkan atau
mempertahankan pekerjaan
- rehabilitasi psikiatri : mengajarkan pasien ketrampilan yang
membuatnya dapat meraih tujuan dalam pekerjaan,
pendidikan, sosialisasi dan tempat tinggal
- rehabilitasi pekerjaan : latihan bekerja dan program training
yang dapat membantu pasien untuk menjadi pekerja penuh
waktu
Intensive partial hospitalization
Aftercare day treatment
Penelitian yang dilakukan oleh Marvin dkk pada tahun 2000 menunjukkan bahwa suatu program
untuk mencegah relaps yang mengkombinasikan psikoedukasi keluarga dengan intervensi klinik
termasuk obat obatan, dapat secara efektif mengurangi terjadinya relaps pada pasien
skizofrenia. 1
RELAPS PADA PASIEN SKIZOFRENIA
Banyak sekali variasi definisi dari relaps, ada yang mendefinisikan relaps sebagai munculnya
kembali gejala patopsikologi pada pasien, ada juga, mendefinisikan relaps sebagai meningkatnya
skor PANSS gejala positif menjadi sedang berat atau lebih ( 5 ), atau ada juga yang
mendefinisikan relaps sebagai moderately ill pada CGI Severuty of Illness Scale, much
worse atau very much worse pada CGI Improvement Scale, dan paling tidak moderate pada
1 atau lebih SAD-C+PD gejala psikosis dan kriteria ini dipertahankan paling tidak 1 minggu 1
Relaps dapat terjadi sebagai suatu bentuk alamiah dari skizofrenia, termasuk di dalamnya
keterkaitan penyakitnya dan mekanisme psikososial. Faktor faktor yang menyebabkan
terjadinya relaps : 6
Berhubungan dengan penyakit Psikososial
Eksaserbasi idiopatik
diharapkan anggota keluarga dapat berfungsi dan berperan secara kondusif. Friedman (1998)
mengidentifikasi 5 (lima) fungsi keluarga. 5
1) Fungsi afektif, berhubungan erat dengan pemenuhan aspek psikososial yang ditandai dengan
keluarga yang gembira , bahagia, akrab, merasa dimiliki, gambaran diri yang positif, yang semua
didapatkan melalui interaksi didalam keluarga. Setiap anggota keluarga saling mengasihi,
menghargai, dan mendukung. Kepedulian dan pengertian antar anggota keluarga merupakan
pemenuhan kebutuhan psikologis dalam keluarga (Hunt & Zurek, 1997). Perceraian, kenakalan
anak, masalah psikososial dan gangguan jiwa sering dijumpai pada keluarga yang fungsi
afektifnya tidak terpenuhi. Pasien perilaku kekerasan mungkin berasal dari keluarga yang kurang
saling menghargai, adanya permusuhan, kegagalan yang dipandang negatif. Kondisi afektif
keluarga yang dapat menimbulkan kekambuhan adalah ekspresi emosi yang tinggi seperti kritik
negatif, usil, permusuhan, atau terlalu mengatur (Pharoah, 2000). Penelitian yang dilakukan di
rumah sakit jiwa Bogor (Maryatini, 1998) menunjukkan bahwa sikap menerima, toleransi dan
mengkritik dari keluarga berhubungan dengan periode kekambuhan pasien. 5
2) Fungsi sosialisasi adalah proses interaksi dengan lingkungan sosial yang dimulai sejak lahir
dan berakhir setelah meninggal. Anggota keluarga belajar disiplin, budaya, norma melalui
interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat. Kegagalan
bersosialisasi dalam keluarga, terutama jika norma dan perilaku yang dipelajari berbeda dengan
yang ada di masyarakat dapat menimbulkan kegagalan bersosialisasi di masyarakat. Pasien
dengan perilaku kekerasan, mungkin mendapat penguatan yang didapat dari anggota keluarga.
Peristiwa kekerasan dalam keluarga juga merupakan faktor risiko lain bagi perilaku kekerasan
pasien. 5
3) Fungsi perawatan kesehatan adalah praktek merawat anggota keluarga, termasuk kemampuan
keluarga meningkatkan dan memelihara kesehatan. Keluarga menentukan apa yang harus
dilakukan jika sakit, kapan meminta pertolongan dan kepada siapa minta pertolongan. Penelitian
yang dilakukan dirumah sakit jiwa Lawang dan Menur (Widodo, 2000) menunjukkan bahwa 119
orang (68 %) pasien pernah berobat ke dukun, orang pintar, kiai, atau peramal sebelum dirawat
di rumah sakit. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara merawat
pasien. Keluarga umumnya membawa pasien kerumah sakit jiwa karena perilaku kekerasan.
Oleh karena itu selama dirawat di rumah sakit, keluarga perlu diberikan pendididkan kesehatan
agar dapat merawat pasien setelah pulang dari rumah sakit. Tomczyk (1999) mengatakan ada dua
terapi yang perlu dilakukan pada keluarga yaitu psikoedukasi dan terapi sistemik keluarga agar
keluarga mampu merawat pasien. Keduanya bertujuan memberdayakan keluarga agar mampu
merawat pasien. 5
4) Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan. Belum
ada penelitian tentang faktor perilaku kekerasan yang terkait dengan jumlah saudara kandung
dalam keluarga. 5
5) Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Asumsi krisis
ekonomi meningkatkan perilaku kekerasan secara kasat mata dapat dibuktikan. Demikian pula
jika keluarga mempunyai kemampuan merawat pasien di rumah akan mengurangi biaya
perawatan dirumah sakit. Penghasilan keluarga akan berkurang dengan adanya anggota keluarga
yang sakit (tidak produktif) ditambah anggota keluarga yang harus menemani atau merawat
pasien (tidak produktif). Seluruh fungsi keluarga ini akan difasilitasi dalam mendukung
perawatan pasien di rumah sakit dan setelah pulang ke rumah. Perlu dikaji siapa yang utama
akan memberikan perawatan kepada pasien setelah pasien pulang dari rumah sakit. Pada
penelitian di rumah sakit jiwa Lawang dan Menur (Widodo, 2000) ditemukan bahwa anggota
keluarga yang paling banyak merawat pasien adalah saudara kandung 62 orang (44,9 %) dan
orang tua 28 orang (20,2 %). 5
Psikoedukasi keluarga merupakan salah satu bentuk dari intervensi keluarga yang merupakan
bagian dari terapi psikososial. Pada psikoedukasi keluarga terdapat kolaborasi dari klinisi dengan
anggota keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa berat.2,7
Tujuan dari program psikoedukasi adalah menambah pengetahuan tentang gangguan jiwa
anggota keluarga sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh, dan meningkatkan
fungsi keluarga (Stuart & Laraia, 1998). Tujuan ini akan dicapai melalui serangkaian kegiatan
edukasi tentang penyakit, cara mengatasi gejala, dan kemampuan yang dimiliki keluarga. 3,5,7
Pekkala dan Merinder (2001) menemukan bahwa program psikoedukasi menurunkan kambuh
atau rawat ulang dari 9 bulan menjadi 18 bulan. Sedangkan Dyck, et al (2000) menemukan
bahwa kelompok keluarga yang mendapat program psikoedukasi lebih efektif merawat gejala
negatif daripada kelompok standar. Selain itu program psikoedukasi berhasil mengurangi reaksi
negatif dan kejenuhan keluarga yang merawat.3,5
Secara umum, program komprehensif dari psikoedukasi adalah sebagai berikut:
a. Komponen didaktik, berupa pendidikan kesehatan, yang menyediakan informasi tentang
penyakit dan sistem kesehatan jiwa
b. Komponen ketrampilan, yang menyediakan pelatihan tentang komunikasi, penyelesaian
konflik, pemecahan masalah, asertif, manajemen perilaku dan manajemen stres
c. Komponen emosional, memberi kesempatan ventilasi dan berbagi perasaan disertai dukungan
emosional. Mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan, khusus pada keadaan krisis
d. Komponen sosial, peningkatan penggunaan jejaring formal dan non formal. Peningkatan
kontak dengan jejaring sumber daya dan sistem pendukung yang ada di masyarakat akan
menguntungkan keluarga dan klien 5
Hal hal yang dilakukan pada saat melakukan psikoedukasi keluarga antara lain 8 :
Mengidentifikasi bagaimana reaksi anggota keluarga terhadap keadaan pasien yang menderita
gangguan jiwa.
Mengidentifikasi faktor penyebab gangguan jiwa yang diderita oleh pasien.
Mengidentifikasi tanda dan gejala prodormal gangguan jiwa yang terjadi pada pasien.
Mengajarkan kepada keluarga bagaimana strategi koping yang dapat diterapkan.
Menjelaskan kepada keluarga tentang psikobiologi penyakit jiwa, diagnosis dan
pengobatannya, reaksi keluarga, trauma keluarga, pencegahan kambuh, guideline keluarga.
Melakukan pemecahan masalah secara terstruktur
HUBUNGAN PSIKOEDUKASI KELUARGA DENGAN KEJADIAN RELAPS PADA
PASIEN SKIZOFRENIA
Memberikan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia merupakan langkah pertama untuk
mengobati pasien tetapi sekarang ini semakin disadari bahwa perawatan yang komprehensif
adalah dengan melakukan psikoedukasi keluarga. Perlu diketahui lebih mendalam tentang
hubungan antara psikoedukasi keluarga dengan kejadian relaps pada pasien skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hertz MI, Lamberti JS, Mintz J, Scott R, ODell SP, Mc Cartan L, et al. Program for Relapse
Prevention in Schizophrenia. A Controlled Study. Arch Gen Psychiatry. 2000;57:277-283.
2. Geddes J. Prevention of Relapse in Schizophrenia. The New England Journal of Medicine.
Volume 346:56-58.
3. Dixon LB, Lehman AF. Family Interventions for Schizophrenia. Schizophrenia Bulletin 1995,
21(4):631-643.
4. Mahgerefteh S, Pierre JM, Wirshing DA. Treatment Challenges in Schizophrenia :
Multifaceted Approach to Relapse Prevention. Available at:
http://www.psychiatrictimes.com/show Article/185303210 Accessed February 27, 2008.
5. Keliat, BA. Pemberdayaan Kliean dan Keluarga dalam Merawat Klien Skizofrenia dengan
Prilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor, 2001. Jakarta: University of Indonesia,
2003. Dissertation.
6. Maguire G, Yu B. Solution for Recovery and Wellness. Available at :
http://www.medscape.com. Accessed February 27, 2008.
7. Anonymous. Family Psychoeducation for Schizophrenia Lowers Relapse Rate, is Cost
Effective. Schizophrenia Daily News Blog February 24, 2007.
8. Anonymous. Family Psychoeducation Implementation Resource Kit Draft Version 2003.
Available a : http://www.medscape.com Accessed March 2, 2008.
9. Kluge CR, Walz GP, Bauml J, Kissling W. Psychoeducation in Schizophrenia-Results of All
Psychiatric Institutions in Germany, Austria, and Switzerland. Available at:
http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/misc/terms.shtml Accessed February 27, 2008.
10. Pekkala E, Merinder L. Psychoeducation for Schizophrenia. Cochrane Database of
Systematic Reviews 2002, Issue 2. Available at : http://www.medscape.com. Accessed February
27, 2008.
11. Mino Y, Shimodera S, Inoue S, Fujita H, Fukuzawa K. Medical Cost Analysis of Family
Psychoeducation for Schizophrenia. Psychiatry and Clinical Neurosciences Volume 61 Issue 1 p
20-24, February 2007