Referat Kecil
AGRESIVITAS
RSUP.Dr.HASAN SADIKIN
BANDUNG
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
atau bersifat destruktif, sering disebabkan oleh frustrasi. Agresivitas pada manusia
masalah yang besar, baik ketika berada di masyarakat maupun di institusi rumah
sering dan tidak dapat diprediksi, melempar benda-benda, merusak perabot dan
psikiater memahami lebih dalam tentang agresivitas. Makalah ini bertujuan untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan tindakan yang bertujuan dan penuh tenaga, dapat berupa verbal
ataupun fisik; aspek motorik yang menyertai afek marah atau permusuhan.4
targetnya (diri sendiri atau orang lain), berdasarkan cara dilakukannya (fisik atau
verbal, langsung atau tidak langsung), atau penyebab agresivitas (misal medis ).
direncanakan dan tidak berkaitan dengan frustrasi atau respon terhadap ancaman
yang segera. Bentuk agresivitas ini disebut juga sebagai agresivitas predator,
instrumental, atau juga proaktif. Agresivitas terencana tidak selalu disertai dengan
gejala otonom dan direncanakan dengan tujuan yang jelas. Kadang-kadang bentuk
ditandai dengan gejala otonom yang sangat kuat dan terdapat presipitasi yang
ataupun agresivitas bermusuhan. Tipe agresivitas ini menjadi patologis jika respon
agresif berlebihan dalam kaitannya dengan provokasi emosi yang terjadi. Apabila
ancaman yang ada bersifat membahayakan dan mengancam maka agresivitas yang
tidak terencana ini dapat disebut sebagai agresivitas defensif dan merupakan
Data dari WHO baru-baru ini menyebutkan estimasi sebanyak 1,43 juta
diri sendiri ataupun antar personal, dan jumlah yang lebih besar untuk korban-
Terdapat juga laporan bahwa seperempat dari seluruh laki-laki dan hampir
setelah usia 18. Agresivitas impulsif dan episodik secara verbal maupun fisik
mengalami eskalasi abnormal dan patologis ditandai dengan serangan yang sering
dan berkelanjutan serta periode laten yang singkat. Perbedaan di antara kekerasan
dan agresivitas secara kuantitatif yaitu di mana kekerasan ditandai dengan periode
laten serangan yang pendek, frekuensi yang lebih sering dan durasi yang lebih
6
kejadian. Oleh karena itu secara prinsip kekerasan mengacu pada agresivitas yang
perilaku manusia berasal dari insting hidup (Eros) yang mana energi atau
libidonya ditujukan untuk perbaikan hidup dan reproduksi. Dalam kerangka ini,
berakar dari interaksi yang kompleks antara Eros dan Thanatos serta ketegangan
ke dunia luar dan merupakan dasar untuk agresivitas terhadap orang lain. Maka
pendapat Freud kemudian bahwa agresivitas secara primer berasal dari pengalihan
insting ini dihasilkan secara spontan dalam organisme secara konstan. Probabilitas
yang tersimpan dan keberadaan stimulus pencetus agresivitas. Saat itu agresivitas
bentuk perilaku sosial yang dipelajari dan dipertahankan dengan cara yang sama
seperti aktivitas lain. Menurut Albert Bandura sumber dari agresivitas bukanlah
orang lain. Perilaku yang dipelajari ini bervariasi antara budaya. Pada saat yang
bersamaan seseorang juga belajar melalui pengalaman siapa-siapa atau situasi apa
2.5.2.1 Frustrasi
yang bervariasi yang berkisar mulai dari menarik diri, depresi, dan putus asa
diakibatkan oleh frustrasi. Beberapa orang seperti petinju dan pemain sepak bola
bertindak agresif karena berbagai alasan dan sebagai responnya terhadap berbagai
stimulus.
fantasi kekerasan terutama pada laki-laki. Remaja sangat rentan terhadap paparan
tersebut.
meskipun dampak dari hal ini hanya berlaku hingga batas tertentu.
2.5.3.2 Bising
2.5.3.3 Kesesakan
bila reaksi yang timbul bersifat negatif (misal jengkel dan frustrasi).
tinggi yang berasal dari berbagai sumber seperti keikutsertaan dalam kompetisi,
olah raga yang penuh tenaga, dan paparan terhadap film yang provokatif
2.5.4.3 Nyeri
pencarian target termasuk orang-orang yang tidak berkaitan dengan nyeri yang
2.5.5.1 Hormon
yang rendah untuk bermain kasar) dan sindrom androgenital ( di mana janin
terpapar secara berlebihan oleh hormon androgen dari korteks adrenal ibu yang
2.5.5.2 Obat-obatan
stimulan, kokain, halusinogen dan pada beberapa kasus juga ganja pada dosis
yang bervariasi.
agresivitas yang kronis pada orang-orang tertentu adalah kerusakan organik pada
otak. Pendapat ini adalah perluasan dari teori bahwa agresivitas merupakan
perilaku sosial yang dipelajari, kemudian bahwa pada orang yang pernah menjadi
2.5.5.4 Neurotransmiter
terlibt dalam induksi dan peningkatan agresivitas predator. Sementara itu sistem
seerotonin menghambatnya.
anggota keluarga. Pengecualian dapat terjadi pada remaja laki-laki yang sering
melakukan agresi terhadap orang yang dikenal sepintas lalu atau orang asing.
episodik dapat terjadi pada mereka yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah
- Adanya korban,
kekerasan sebelumnya.
- Retardasi mental
- Gangguan mood : akibat kondisi medis umum ataupun akibat penggunaan zat
- Gangguan penyesuaian
yang ditandai dengan tidak adanya empati dan perilaku tidak berperasaan kepada
kerentanan untuk menjadi agresif. Agresivitas pada pasien tersebut timbul bila
adanya perubahan mood atau keadaan ansietas seperti pada gangguan bipolar,
antara kontrol top-down atau brakes dari korteks orbito-frontal dan anterior
yang berlebihan yang dicetuskan oleh area limbik seperti amigdala dan insula.
sebagai pencetus agresivitas akan diproses oleh pusat pemroses sensori auditori,
visual dan sensori lain. Pada tahap ini defisit sensori misal gangguan pendengaran
alkohol atau gangguan metabolik dapat mengakibatkan kesan sensori yang tidak
stimulus akan diolah di pusat pemrosesan informasi sosial dan tentunya di regio
asosiasi yang lebih tinggi, termasuk korteks prefrontal, temporal dan parietal.
Tahap awal pemrosesan informasi awal ini dapat dipengaruhi oleh budaya
Selain itu dapat juga terdistorsi oleh kelemahan kognitif sehingga mengarah pada
emosi di masa lalu yang diolah di amigdala dan area limbik yang terkait akan
negatif.
Perhatian terhadap keamanan fisik dari pasien, dokter dan staf merupakan
prasyarat bagi asesmen klinis yang akurat dan obyektif. Klinisi harus mengetahui
agresif.
penilaian yang baik dan pengalaman. Meski demikian beberapa pedoman umum
kekerasan secara fisik. Indikasi bahwa pasien telah atau mungkin akan melakukan
kekerasan dapat diperoleh dari beberapa sumber. Jika sumber laporan mengenai
kekerasan tersebut berasal dari staf unit gawat darurat atau keluarga maka klinisi
meminta data observasional dan riwayat pasien yang mendukung dugaan bahwa
pasien mungkin akan melakukan kekerasan. Seringkali perilaku pasien yang aneh
meskipun faktanya tidak ada kemungkinan untuk hal itu. Kejadian seperti ini
Secara umum bukti awal mengenai adanya kekerasan harus dianggap valid
dan perhatian untuk keselamatan pasien dan staf harus mendahului pertimbangan
yang berat dan ireversibel dalam kinerja unit dan moril institusi. Butir ketiga yang
tidak kalah penting adalah tak ada klinisi yang takut akan penyerangan fisik,
dirusak oleh pasien dari area, demikian juga orang-orang yang rentan misal
melakukan kekerasan diragukan maka satu atau lebih petugas keamanan harus
mendampingi selama evaluasi. Hal ini harus dilakukan tanpa rasa bersalah dan
penuh kesadaran diri disertai penjelasan kepada pasien bahwa prosedur ini rutin
dilakukan apabila petugas tidak yakin tentang situasi yang ada. Staf atau keluarga
20
psikiater dengan asumsi bahwa psikiater secara ajaib dapat mengontrol atau kebal
terhadap kekerasan. Asumsi seperti itu harus dikoreksi oleh klinisi, baik di dalam
pikirannya maupun pikiran pasien, keluarga dan staf. Keberadaan personil yang
adekuat untuk mengontrol potensi kekerasan dapat memberikan rasa tenang pada
di ruang pemeriksaan maka biarkan pintu terbuka. Klinisi harus menjaga agar
pasien tidak menghalangi antara dirinya dan pintu. Kewaspadaan seperti itu harus
dijelaskan tanpa adanya rasa bersalah. Klinisi harus tetap tenang, penuh empati
dan hindari menampilkan postur yang bersifat otoriter atau mengontrol, kecuali
agresif maka klinisi dapat meminta pasien agar mengontrol keinginannya tersebut.
yang adekuat untuk mengontrol potensi kekerasan dapat memberikan efek tenang
oleh kondisi organik yang dapat tersamarkan atau diperburuk oleh agen-agen
Jika situasi sudah stabil maka klinisi dapat melanjutkan untuk evaluasi.
Anamnesis harus diperoleh dari pasien, keluarga, teman, ataupun petugas yang
21
mungkin. Klinisi kemudian dapat memilih apakah diperlukan rawat inap atau
agresivitas.
pemeriksa). Pada instrumen ini, perilaku agresif dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
terhadap diri sendiri, dan 4) agresivitas fisik terhadap orang lain. Dalam setiap
1992, berisi 29 pertanyaan dan bersifat self-rating. Pertanyaan 1-9 untuk menilai
permusuhan.
22
Miller N pada tahun 2006, berisi 31 pertanyaan dan bersifat self-rating, digunakan
untuk mengukur aspek emosional, kognitif, dan perilaku dari agresi yang
(bersifat wajib pada kasus seperti penganiayaan anak dan ancaman penganiayaan
Berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah dan
mengendalikan agresivitas.
a. Hukuman
agresivitas yang nyata, namun hukuman tidak selalu dapat mencegah agresivitas.
penyerangan terhadapnya.
b. Katarsis
dalam aktivitas seperti berlari atau tinju membuat seseorang dapat menyalurkan
mengalami frustrasi yang berulang dan kemarahan yang sering terhadap orang
yang mereka temui. Sebuah teknik untuk mengurangi frekuensi perilaku tadi
seperti remaja, polisi dan bahkan orang tua yang menganiaya anaknya. Dalam
banyak kasus tampak suatu perubahan yang dramatis dalam perilaku (misal
humor, rasa bersalah, ataupun bangkitan gairah seksual yang ringan. Selain itu
BAB III
KESIMPULAN
yang memiliki maksud untuk menyakiti orang lain atau memiliki potensi
tersebut. Agresivitas dapat secara fisik maupun verbal, dapat ditujukan terhadap
diri sendiri, orang lain ataupun obyek. Selain itu juga dikenal agresivitas yang
yang obyektif dan adekuat diperlukan untuk memperoleh diagnosis yang tepat,
dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan pasien, dokter, staf, dan keluarga.
mendasari agresivitas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Psychiatry. 2008;165:429-42.
7. Benjamin LT, Hopkins JR, Nation JR. Psychology. New York: Macmillan
8. Bower GH, Bootzin RR, Zajonc RB. Principles of Psychology Today. 1st
2012;12:73138.
28
11. Yudofsky SC, Silver JM, Jackson W, Endicott J, Williams D. The Overt
13. Denson, T. F., Pedersen, W. C., & Miller, N. The Displaced Aggression
90: 1032-1051
14. Allen MH, Currier GW, Hughes DH, Reyes-Harde M, & Docherty JP. The
www.psychguides.com/Behavioral%20Emergencies.pdf
29