Anda di halaman 1dari 50

ANTARA SUNNI DAN SYIAH

Studi Banding
Aspek Akidah, Ibadah, dan Muamalah

Penyusun:
Prof. Dr.KH.M. ABDURRAHMAN, MA.
.

Pustaka Nadwah 2012


BANDUNG

Daftar Isi
Pendahuluan
A.
B.
C.
D.

Apa dan siapa Ahlus Sunnah?


Apa dan ssiapa itu Syiah?
Perpecahan Antara Kaum Syiah dan Penyebabnya
Perbandingan Ahlus Sunnah dan Syiah Aspek Aqidah
1. Tentang al-Quran
2. Tentang Hadis
3. Sikap Terhadap Ahlul Bait
4. Sikap Terhadap Sahabat Nabi
5. Dasar-dasar Iman
6. Taqiyah
7. Kenabian, Imamah dan Mashum
8. Rajah

E. Perbandingan Ahlus Sunnah dan Syiah Aspek Ibadah


1. Syahad Ketiga dalam Azan
2. Sholat Jumat
3. Sujud diatas Tanah Karbala
4. Menyiksa diri pada hari Asyura
F. Perbandingan Ahlus Sunnah dan Syiah Aspek Ibadah
1. Nikah Mutah
2. Khumus
3. Baiat
Penutup

Lampiran
- Surat Edaran Depag 1983 Tentang Hal Ikhwal Golongan Syiah
- Sikap Umat Islam Indonesia Terhadap Syiah

Pendahuluan
Apakah yang beda dari Syiah sehingga kelompok ini di Indonesia dinilai sesat dan
menyesatkan? Jika beda, seberapa jauh perbedaannya dengan Islam? Islam yang
dimaksud di sini adalah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang dipesankan Nabi
Muhammad saw untuk dipegang teguh oleh umatnya agar selamat dunia-akhirat.
Mengetahui akidah Syiah dipandang perlu, sebab banyak orang yang menyangka
bahwa perbedaan Syiah, terutama Syiah Imamiah Itsna Asyariyah (Jafariyah) dengan
Islam Sunni, dianggap sekedar masalah khilafiyah furuiyyah (perbedaan cabang agama)
seperti perbedaan antara NU, Muhammadiyah, Persis, AL-Irsyad, PUI, SI, Jamatul
Wasliyah, atau Ormas Islam, dan Mathlaul Anwar atau antara madzhab Syafii dengan
madzhab Maliki, Hanafi atau Hambali.
Oleh karena itu, ketika kini kembali meletus konflik Syiahseperti kasusu
Smapang Madura--,banyak yang berpendapat agar perbedaan itu tidak perlu dibesarbesarkan. Jika antara NU dan Muhammadiyah atau antara ormas Islam lainnya bisa
dirapatkan dengan pendekatan ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa dengan Syiah tidak
bias, padahal juga sama-sama Islam, ungapnya. Inilah pendapat yang sering terdengar.
Sebenarnya, harapan itu tidak salah, bahkan memang seharusnya perlu diadakan
pendekatan dakwah supaya penganut Syiah kembali ke dalam ajaran Islam yang benar.
Namun demikian, pada dasarnya, penilaian semacam ini banyak bermula dari ketidak
tahuan mereka terhadap hakikat ajaran Syiah Imamiah Itsna Asyariyah (Jafariyah) yang
kini mulai merebak lagi di Indonesia, bahkan telah masuk ke pelosok-pelosok desa dan
kampung-kampung untuk mencuci otak umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dengan
mengatasnamakan ahlul bait. Sementara itu, ajaran Syiah yang ditawarkan itu sangat
beda dengan Islam yang selama ini kita ketahui, pelajari dan yakini, sebagai suatu ajaran
berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Ungkapan ini di kalangan Syiah Rafidhiyah masih
depertanyakan Quran yang mana dan Saunnah yang mana karena kalangan ini
menganggap al-Quran yang asli tidak ada, hilang dan masih ghaib dibawa oleh imam
Mahdi (al-mazum-al-mutazhar).
Berikut ini adalah penjelasan tentang Ahlus Sunnah dan kelompok Syiah. Dengan
penjelasan ringkas tentang perbedaan-perbedaan yang amat mendasar ini antara aspek
akidah (keyakinan), ibadah dan muamalah, mereka pengikut Sunni dan Kelompok Syiah
yang terbawa araus atau dibawa arus di Indonesia akibat ketidakmengertiannya terhadap
ajaran Syiah ini, sehingga dengan mudah mempercayainya dan terperosok ke dalamna,
Maadzallah.

A. Siapakah Ahlus Sunnah?

Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang berpegang dengan apa-apa yang
diyakini dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW bersama sahabat-sahabatnya.Dasar mereka
adalah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
: .....
..... Golongan yang selamat dan akan masuk surga adalah golongan yang
berpegang dengan apa-apa yang aku kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Telah menjadi suatu kepastian bahwa umat ini akan berkelompok-kelompokbelah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tidak ada yang selamat dari neraka kecuali
hanya satu saja, yaitu yang konsisten memegang wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam sepeninggal Beliau. Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, satu-satunya golongan yang
selamat dari fitnah perpecahan tersebut.
Dalam konteks umum, kata Ahlus-Sunnah dapat diartikan sebagai lawan dari
Syi'ah Rafidhah. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan; Itu karena Rafidhah telah
masyhur dengan penyelisihan mereka terhadap Sunnah, maka dari itu mayoritas umum
(masyarakat awam) tidak mengenal siapa musuh Sunni selain Rafidhi. (Majmu'
Fatawa : 3/356 dalam al-Mausu'ah al-Muyassarah : 2/988).
Maka dengan dasar ini Asya'irah ataupun Maturidiyah dapat masuk dalam
pengertian tadi. Adapun makna yang lebih khusus, Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah ialah
orang yang berada di atas petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya dalam sisi keilmuan, keyakinan, perkataan, perbuatan, adab, maupun
perilaku. Merekalah pendahulu umat ini dari golongan sahabat, tabi'in, serta siapa saja
yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir kelak. (Lihat al-Mausu'ah alMuyassarah : 2/987)
Ahlu Sunnah memiliki ciri-ciri yang sangat jelas di mana ciri-ciri itulah yang
menunjukkan hakikat mereka.
1. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah dan jalan para
sahabatnya, yang menyandarkan pada Al Quran dan As Sunnah. Rasulullah
bersabda: Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian orang-orang
setelah mereka kemudian orang-orang setelah mereka. (HR. Bukhari,
Muslim, Ahmad)
2. Mereka kembalikan segala bentuk perselisihan yang terjadi di kalangan
mereka kepada Al Quran dan As Sunnah dan siap menerima apa-apa yang
telah diputuskan oleh Allah dan Rasulullah. Firman Allah: Maka jika kalian
berselisih dalam satu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasulullah jika
kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan yang demikian itu adalah
baik
dan
lebih
baik
akibatnya.
(QS. An
Nisa:
59)
Tidak pantas bagi seorang mukmin dan mukminat apabila Allah dan RasulNya memutuskan suatu perkara untuk mereka, akan ada bagi mereka pilihan
yang lain tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (QS. Al Ahzab: 36)

3.

4.

5.
6.
7.

Mereka mendahulukan ucapan Allah dan Rasul daripada ucapan selain


keduanya. Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mendahulukan (ucapan selain Allah dan Rasul ) terhadap ucapan Allah dan
Rasul dan bertaqwalah kalian kepada Allah sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Hujurat: 1)
Menghidupkan sunnah Rasulullah baik dalam ibadah mereka, akhlak mereka,
dan dalam semua sendi kehidupan, sehigga mereka menjadi orang asing di
tengah kaumnya. Rasulullah bersabda tetang mereka: Sesungguhnya Islam
datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula dalam keadaan asing,
maka berbahagialah orang-orang dikatakan asing. (HR. Muslim dari hadits
Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu anhuma)
Tidak memberontak kepada pemerintah yang sah. (Lihat QS. an-Nisa' [4] : 59,
Aqidah Thahawiyyah poin ke 71-73).
Cinta dan benci mereka hanya didasari karena Allah Subhanahu wa Ta'ala,
bukan karena golongan atau tokoh (HR. ath-Thabrani : 3/125/2)
Mereka meyakini hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
berbunyi; Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
bagus akhlaknya. (HR. Abu Dawud : 4682)

Umat Islam di Indonesia, baik dari kalangan NU, Muhammadiyah, Persis, alIrsyad, PUI, Matlaul Anwar, SI, Jamiatul Wasliyah, dan ormas-ormas Islam lainnya
secara akidah adalah Ahlus Sunnah wal-Jamaah dalam pengertian mereka bukan Syiah
dilihat dari aspek akidah terutama berkaitan dengan rukun iman dan rukun Islam
berkeyakinan sama dan perbedaan umumnya dalam persoalan furuiyyah di mana ada
jamiyyah yang berafiliasi dalam mazhab atau yang tidak bermazhab, tapi dalam naungan
Ahlus Sunnah sebagai lawan dari Syiah. Kelo;mpok-kelopok selain Syiah itu banyak,
seperti Kharijiya, Murjiah, Mutazillah, Jabariyah, dan lain-lain. Belum lagi bila
menghitung sekte-sekte yang di kalangan Syiah itu sendiri sekarang ada 43 sekte paling
tidak.

B. Apa itu Syiah?


Kata Syiah berasal dari bahasa Arab yang artinya pengikut, pendukung dan
pecinta, juga dapat diartikan kelompok. Kata syiah dinisbahkan kepada kelompokkelompok di masa sahabat. Awal mulanya setelah Rasulullah SAW wafat, benih-benih
perpecahan mulai ada, sehingga saat itu ada kelompok-kelompok atau syiah-syiah yang
mendukung seseorang, tapi sifatnya dukungan politik.. Misalnya sebelum Sayyidina Abu
Bakar di baiat sebagai Khalifah, pada waktu itu ada satu kelompok dari orang-orang
Ansor yang berusaha ingin mengangkat Saad bin Ubadah sebagai Khalifah. Tapi dengan
disepakatinya Sayyidina Abu Bakar menjadi Khalifah, maka bubarlah kelompok tersebut.
Begitu pula saat itu ada kelompok kecil yang berpendapat bahwa Sayyidina Ali
lebih berhak menjadi Khalifah dengan alasan karena dekatnya hubungan kekeluargaan
dengan Rasulullah SAW. Tapi dengan baiatnya Sayyidina Ali kepada Khalifah Abu
Bakar, maka selesailah masalah tersebut. Oleh karena dasarnya politik dan bukan aqidah,
maka hal-hal yang demikian itu selalu terjadi, sebentar timbul dan sebentar hilang atau

bubar. Begitu pula setelah Sayyidina Ali dibaiat sebagai Khalifah, sementara saat itu
Muawiyah memberontak dari kepemimpinan Kholifah Ali, maka hal yang semacam itu
timbul lagi, sehingga waktu itu ada kelompok Ali atau Syiah (kelompok, pembela) Ali
dan ada kelompok Muawiyah atau syiah Muawiyah.
Istilah syiah pada saat itu tidak hanya dipakai untuk pengikut atau kelompok
Imam Ali saja, tapi pengikut atau kelompok Muawiyah juga disebut syiah.
Argumentasi tersebut diperkuat dengan apa yang tertera dalam surat perjanjian atau
Sohifah At-Tahkim (arbitrasi) antara Imam Ali dengan Muawiyah yang dalam perjanjian
itu disebutkan:


)(

Ini adalah apa yang telah disepakati oleh Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abi
Sufyan dan kedua Syiah mereka. (Ushul Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah)
Dengan demikian penyebutan kata syiah pada saat itu memang sudah ada, tetapi
hanya dalam arti bahasa dan dasarnya hanya bersifat politik dan bukan landasan aqidah
atau mazhab. Adapun aqidah para sahabat saat itu, baik Imam Ali dan kelompoknya
maupun Muawiyah dan kelompoknya, mereka sama-sama mengikuti apa-apa yang
dikerjakan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dengan ajaran AlQuran dan Sunnah, seperti sekarang dijalankan oleh Ahli Sunnah wal Jamaah. Ini
dikuatkan oleh keterangan Imam Ali seendiri dalam suratnya kepada Ahli Amsor, beliau
menceritakan mengenai apa yang terjadi antara beliau (Imam Ali) dengan Ahli Syam
(Muawiyah) dalam perang Siffin sbb:




(- )
Adapun masalah kita, yaitu telah terjadi pertempuran antara kami dengan ahli
syam (Muawiyah dan Syiahnya). Yang jelas Tuhan kita sama, Nabi kita juga sama dan
dawah kita dalam Islam juga sama. Begitu pula Iman kami pada Allah serta keyakinan
kami kepada Rasulullah, tidak melebihi iman mereka, dan iman mereka juga tidak
melebihi iman kami. Masalahnya hanya satu, yaitu perselisihan kita dalam peristiwa
terbunuhnya (Kholifah) Usman, sedang kami dalam peristiwa tersebut, tidak terlibat.
(Nahjul Balaghoh 448)
Selanjutnya, oleh karena permasalahannya hanya dalam masalah politik yang
dikarenakan terbunuhnya Khalifah Usman RA dan bukan dalam masalah aqidah, maka
ketika Imam Ali mendengar ada dari pengikutnya yang mencaci maki Muawiyah dan
kelompoknya, beliau marah dan melarang, seraya berkata:



(- )
:Aku tidak suka kalian menjadi pengumpat (pencaci-maki), tapi andaikata kalian
tunjukkan perbuatan mereka dan kalian sebutkan keadaan mereka, maka hal yang
demikian itu akan lebih diterima sebagai alasan. Selanjutnya kalian ganti cacian
kalian kepada mereka dengan : Yaa Allah selamatkanlah darah kami dan darah
mereka, serta damaikanlah kami dengan mereka (Nahjul Balaghoh 323)
Demikian pengarahan Imam Ali kepada pengikut dan pecintanya. Jika mencaci
maki Muawiyah dan pengikutnya saja dilarang oleh Imam Ali, lalu bagaimana dengan
orang-orang Syiah sekarang yang mencaci maki bahkan mengkafirkan Muawiyah,
bahkan merebet kepada para sahabat besar, seperti al-Khulafa al-Rasyidin dan oramg
Muhajirin dan Anshar yang sudah mendapat pujian Allah SWT, seperti tercantum pada
surat al-Taubah/9: 100 dan para tabiin, ulama, dan kaum Muslimin yang sekarang.
Layakkah mereka disebut sebagai pengikut Imam Ali?
Kembali kepada pengertian Syiah yang dalam bahasa Arabnya disebut Syiah
lughatan (menurut bahasa), sebagaimana yang kami terangkan di atas, maka sekarang ini
ada orang-orang Sunni yang beranggapan bahwa dirinya otomatis Syiah. Hal mana tidak
lain dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka akan hal tersebut. Sehingga mereka
tidak tahu bahwa yang sedang kita hadapi sekarang ini adalah Madzhab Syiah atau aliran
syiah atau lengkapnya adalah aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (pengakuannyaJafariyyah)
yang
sering
juga
disebut
Syiah-Rafidhiyah.
Oleh karena itu, istilah Syiah - lughatan tersebut tidak digunakan oleh orang-orang tua
kita (Salafunassholeh). Mereka takut masyarakat awam tidak dapat membedakan antara
kata syiah dengan arti kelompok atau pengikut dengan aliran syiah atau Madzhab Syiah.
Hal mana karena adanya aliran-aliran syiah yang bermacam-macam, yang kesemuanya
telah ditolak dan dianggap sesat oleh Salafunassholeh.
Selanjutnya salafunassholeh menggunakan istilah Muhibbin bagi pengikut dan
pecinta Imam Ali dan keturunannya dan istilah tersebut digunakan sampai sekarang.
Ada satu catatan yang perlu diperhatikan, oleh karena salafunassholeh tidak mau
menggunakan kata Syiah dalam menyebut kata kelompok atau kata pengikut dikarenakan
adanya aliran-aliran Syiah yang bermacam-macam, maka kata syiah akhirnya hanya
digunakan dalam menyebut kelompok Rofidhah, yaitu orang-orang Syiah yang dikenal
suka mencaci maki Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar. Sehingga sekarang kalau
ada yang menyebut kata Syiah, maka yang dimaksud adalah aliran atau madzhab Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah. Memang dengan tidak adanya penerangan yang jelas
mengenai Syiah Lughotan dan Syiah Madhhaban, maka mudah bagi orang-orang Syiah
untuk mengaburkan masalah, sehingga merupakan kesempatan yang baik bagi mereka
dalam usaha mereka mensyiahkan masyarakat Indonesia yang dikenal sejak dahulu
sebagai pecinta keluarga Rasulullah SAW.
Perkembangan selanjutnya para ulama memberi nama kelompok syiah yang
ekstrem dengan sebutan Rafidhah dikarenakan mereka mendatangi Zaid bin Ali bin AlHussain seraya berkata Berlepas dirilah kamu dari Abu Bakar dan Umar, dengan

demikian kami akan bergabung bersamamu kemudian Zaid menjawab mereka berdua
adalah sahabat kakek saya, saya tak akan bias berlepas diri dari mereka, bahkan akan
selalu bergabung dengannya, dan berloyalitas kepadanya, kemudian mereka berkata
kalau demikian kami menolakmu, dengan demikian mereka diberi nama Rafidhah
artinya golongan penolak, yaitu menolak pernyataan Imam Zaid bin Ali yang sengaja
datang ke Kufah yang pengikutnya menjelek-jelekkan sehat-sahabat Rasulullah saw,
seperti Abu Bakar ra dan Umar ra, seperti tersebut diatas, sehinnga beliau menyatakan,
Rafadhtumuni.......dan orang-orang yang berbaiat dan setuju dengan Zaid diberi nama
Zaidiyyah.
Dalam suatu pendapat dikatakan mereka diberi nama Rafidhah
dikarenakan penolakannya akan keimaman Abu Bakar dan Umar. Memang sekte Syiah
Rafidhah banyak sekali yang sampai seratus (menurut Ali Kasyif al-Ghitha) lebih dan
yang dinilai besar adalah Syiah Itsna Asyriyah, Qaramithah (pernah mencuri Hajar
Aswad dan dibawa ke darah Ahsa selama 20 tahun), Sabiyah, Ghulath, Sabaiyah, dan
lain-ain, seperti akan diternagkan kemudian. Syiah Tujuh terpecah-pecah juga menjadi
Syah Fathimiyah, Druziyah pendirinya Abdullah ad-Darazi (sekarang di Libanon).
Perlu dicatat tentang type Syiah di Indonesia, dalam kesimpulan Prof. Dr.
Mohammad Baharun dalam penelitian Syiah di Jawa Timur, bahwa lahirnya tipe-tipe
Syiah itu tergantung seberapa banyak mereka menyerap doktrin imamah yang diajarkan.
Ada tiga tipe yang ditemukan Prof. Baharun:
Pertama, Syiah ideologis. Jamaah Syiah imamah ini dididik secara sistematis,
intens, serius melalui program kaderisasi. Ada yang dikader melalui pesantren ada pula di
lembaga pendidikan formal. Materi-materinya meliputi mantiq, filsafat dan akidah-akidah
penopang seperti konsep imamah. Kader ini ini biasanya menjadi pengikut yang militant
yang tidak saja memahami teologi namun sekaligus ideology yang bersumber dari
imamah. Banyak dari kader tipe ini yang disekolahkan ke pusat Syiah di kota Qom Iran.
Kedua, Syiah Su-Si. Jamaah Syiah model ini diperkenalkan melalui
pengajian dan selebaran. Sasarannya biasanya para santri di pondok pesantren. Ada pula
yang semula bersimpatik kepada Syiah. Model pendekatannya tidak terlalu intensif
bahkan kadang setengah-setengah. Rata-rata mereka tidak memahami referensi-referensi
penting Syiah. Pemahamannya setengah-setengah. Saya pernah menjumpai tipe ini di
sebuah daerah di Pasuruan. Orang tersebut mengaku Sunni, akan tetapi ia juga mengikuti
ritual-ritual yang diadakan oleh Syiah, seperti Karbala, menghormati para dua belas
Imam, dan mengkultuskan Khomeini. Ketika shalat orang itu mengikuti cara ala Sunni.
Syiah sama saja, yang berbeda kulitnya. Maka saya ambil yang sekiranya baik dari
Syiah dan Sunni, begitu alasan tipe Su-Si. Namun tetap orang tersebut mengimani dua
belas Imam sebagai pemimpin pengganti Nabi SAW. Ada pula tipe ini adalah calon kader
militant, seperti sebuah tahapan untuk meningkat ke jenjang berikutnya.
Ketiga, Syiah Simpatisan. Biasanya mereka pemuda yang gemar pemikiran
filsafat Syiah. Jamaah ini mengenal Syiah imamah melalui buku-buku, seminar yang
diadakan di kampus-kampus dan pendekatan individual. Mereka juga mengagumi
Revolusi Iran yang dipelopori Khomeini tahun 1979. Mereka memahami pemikiran aja.
Mereka juga disebut Syiah pemikiran. Mereka bersifat lebih adaptif dengan Sunni tapi
mereka elaboratif dalam memahami Syiah dua belas.

C. Perpecahan di antara

Syiah dan Penyebabya

Dijelaskan di dalam kitab Daairatul Maarif bahwa syiah ini bercabang-cabang


menjadi lebih dari 73 (tujuh puluh tiga) sekte yang terkenal. Bahkan disinyalir sendiri
oleh Mir Baqir Al- Damad 10 seorang rafidhah bahwa hadist yang menjelaskan tentang
terbaginya ummat menjadi 73 golongan adalah golongan syiah, dan yang selamat dari
golongan-golongan ini adalah syiah Al-Imamiyyah.
Dikatakan oleh Al-Muqrizi bahwa golongan mereka berjumlah sampai 300 (tiga
ratus} golongan11. Disebutkan oleh Asy-Syarastani: bahwa rafidhah terbagi menjadi lima
bagian: Al- Kisaaniyyah, Az-Zaidiyyah, Al-Imamiyah, Al- Ghaliyyah dan Al-Islamiyyah.
Al-Baghdadi berkata: Rafidhah setelah masa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
anhu terbagi menjadi empat golongan, Zaidiyyah, Imamiyyah, Kisamiyyah dan
Ghullah.dengan satu catatan bahwa Zaidiyyah tidak termasuk kedalam golongan
rafidhah, melainkan Al-Jarudiyyah bagian atau sempalan dari Zaidiyyah yang masuk ke
dalam rafidhah.
Dengan demikian, Kaum Syiah tidak merupakan kesatuan satu sama lain, bahkan
dari satu masa ke masa yang lain, termasuk di dalamnya berbagai macam pendapat yang
saling pbertentangan, buka hanay perbedaan. Adapun sebabnya Menurut Prof. Dr. H.M.
Rasjidi (al-Marhum) adalah sebagai brikut:
Pertama, karena mereka berbeda dalam ajaran-ajarannya; ada yang mencewadewakan para imam mereka (yang nanti akan kita jelaskan artinya) dan mengkafirkan
pihak lain, tetapi ada pula yang moderat dan hanya menganggap keliru terhadap orangorang yang mempunyai faham lain.
Kedua, karena keturunan Ali dan para putranya banyak, maka sering terjadi
perbedaan dalam menentukan mana yang menjadi imam dan mana yang tidak. Agar
menjadi jelas bagi para pembaca, di bawah saya kutipkan gambar genealogi Ali Ra
Karena kebanyakan kelompok-kelompok syiah sudah tidak ada lagi, atau tidak
penting lagi, maka kita hanya akan membicarakan dua kelompok besar yang masih ada,
yaitu Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah.
Dinamakan Syiah Imamaiyah karena yang menjadi dasar aqidah mereka adalah
soal Imam (dalam arti khalifah). Mereka mengatakan bahwa Ali berhak menjadi khalifah,
bukan hanya karena kecakapannya atau sifat-sifat yang disebutkan oleh nabi Muhammad
saw, akan tetapi karena sudah disebutkan namanya oleh Rasulullah imam pertama adalah
Ali. Kemudian Hasan, anak pertama. Lalu Husein, anak kedua. Mengetahui nama-nama
mereka termasuk rukun iman. Dan oleh sebab Ali telah ditunjuk dengan menyebutkan

namanya oleh NAbi saw, maka Abu Bakar dan Umar adalah orang yang merampas hak
khalifah dan telah bertindak zalim.
Adapun kelompok Zaidiyah di Yaman adalah lebih moderat. Bagi mereka,
rasulullah tidak menunjuk Ali dengan emnyebut namanya, akan tetapi hanya dengan
deskripsi. Oleh sebab itu mereka tidak menghukum Abu BAkar dan Umar. Bagi
Zaidiyah, khalifah Abu BAkar dan Umar itu sah, walaupun Ali lebih utama.
Kelompok Imamiyah yang terpenting, adalah Itsna Asyriyah (twelvers; dua
belas), karena bagi mereka imam itu jumlahnya dua belas orang seperti termaktub dalam
genealogi. Yang pertama Ali, kemudian Hasan, lalu Husein, sampai imam no.12, yaitu Al
MAhdi yang menghilang pada tahun 260 H, dan akan muncul kembali pada akhir zaman
untuk menyiarkan keadilan dan memusnahkan kezaliman. Adapun para imam yang
mereka yakini itu adalah:
1. Ali bin Abi Thalib yang mereka juluki Al Murtadha (lahir 10 tahun sebelum diutusnya
Nabi 40 H)
2. Al Hasan bin Ali (Az Zaki) (3-50 H)
3. Al Husain bin Ali (Sayyid Syuhada) (4-61 H)
4. Ali bin Husain (Zainal Abidin) (38-95 H)
5. Muhammad bin Ali bin Husain (Al Baqir) (57-114 H)
6. Jafar bin Muhammad (Ash Shadiq) (83-148 H)
7. Musa bin Jafar (Al Khadim) (128-182 H)
8. Ali bin Musa (Ar Ridha) (148-202 atau 203 H)
9. Muhammad bin Ali (Al Jawwad) (195-220 H)
10. Ali bin Muhammad (Al Hadi) (212-254 H)
11. Abu Muhammad bin Al Hasan (Al Askari) (232-260 H)
12. Muhammad bin Al Hasan yang mereka juluki Al Mahdi (256-260 H)
Imam kedua belas inilah yang diyakini kaum Syiah Rafidhah sebagai Imam
Mahdi yang akan muncul di akhir jaman yang akan membawa al-Quran yang asali an
menegakkan keadilan.
Keluarga seorang alim, Saifuddin Ishaq, dari tahun 907-1148 H, termasuk
kelompok Itsna Asyriyah. Maka ketika Ismail Shafawi jadi penguasa di Iran, ia
menjadikan aliran Itsna Asyriyah sebagai agama resmi Negara, dan menghapuskan
aliran Ahlus Sunnah. Ia meninggal pada tanggal 24 Mei 1524. Dinasti Shafawi
dihapuskan oleh Nadirsyah pada tanggal 26 Februari 1737, tetapi agama Syiah ITsna
Asyriyah tetap menjadi agama Negara.
Di antara kelompok Imamiyah ada yang mengatakan bahwa imamah berpindah
dari Jafar ash-Shidiq (imam ke-6) kepada Ismail, anaknya, dan tidak kepada Musa alKazhim. Karena itu mereka dinamai syiah Ismailiyah. Setelah Ismail tampil bergantiganti para imam yang bersembunyi. Bagi mereka imam boleh bersembunyi jika ia

mereka tidak ikut untuk melawan musuh. Mereka mengemudikan propagandispropagandisnya dari tempat persembunyiannya. Ketika mereka kuat, imam mereka, yaitu
Ubaidullah al-Mahdi, menampakkan diri dan mendirikan kerajaan Fathimiyah (pada
tahun 969 M di Mesir, Tunis dan Maroko). Karenanya, kelompok Ismailiyah atau
Sabiyah (saveners) dinamakan juga Bathiniyah, karena banyak imam mereka yang
bersembunyi.

D.Perbandingan Sunni dan Syiah Aspek Ajaran


1. Al-Quran
Menurut kepercayaan penganut Syiah al-Quran yang ada sekarang sudah diubah,
ditambah dan dikurangi oleh para sahabat dan tidak asli. Al-Quran yang asli berada di
tangan Ali yang kemudian diwariskan kepada putera-puteranya. Menurut Syiah lagi
bahwa pada masa sekarang ini al-Quran yang asli berada di tangan Imam Mahadi alMuntazar.
Seorang ulama Syiah Al-Kusyi berkata: Tidak sedikit pun isi kandungan di dalam
al-Quran (yang digunakan oleh Ahli Sunnah wal-Jamaah sekarang, Pent.) yang boleh kita
jadikan pegangan.
Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih AlBukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Jafar Muhammad bin Yaqub Al-Kulaini
(2/634), dari Abu Abdullah (Jafar Ash-Shadiq), ia berkata : (ada) Sesungguhnya Al
Quran yang dibawa Jibril kepada Muhammad 17.000 ayat.Di dalam Juz 1, hal 239240, dari Abu Abdillah ia berkata: Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah
alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: Apa
mushaf Fathimah itu? Ia (Abu Abdillah) berkata: Mushaf 3 kali lipat dari apa yang
terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al
Quran kalian(Ihsan Ilahi Dzahi, al-Syiah wa al Quran, hal. 31-32).
Bahkan salah seorang ahli hadits mereka yang bernama Husain bin Muhammad
At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para
imam mereka yang mashum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii
Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Quran yang ada ini
telah mengalami perubahan dan penyimpangan.
Abu Abdillah berkata, sebagaimana diriwayatkan oleh Muhamma bin Yaqub alKulyni ar-Razi dalam karyanya Ushul al-Kafi, II: 625 menyatakan, Sesungguhnya alQuran yang dibawa Jibril kepada Muhammad saw adalah 17.000 ayat. Jadi, deengan
pernyataan ini menuduh para sahabat secara tidak langsung, bahwa mereka telah
membuang lebih kurang 10.000 ayat lebih dan menipu kaum Muslimin dalam mushhaf
yang dikerjakan oleh pantia penulis wahyu itu.

Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa orang yang meragukan keaslian atau
kalimat saja, atau satu ayat saja dari al-Quran maka dia sudah menjadi kafir. Karena hal
itu berarti membohongkan Allah yang telah berfirman:






Kamilah yang menurunkan al-Quran itu, dan kami pula yang memelihara [alHijr/15:9]
Di antara contoh kedustaan dan penyelewengan mereka terhadap mushaf al
Quran:
1. Dalam Surat Al Baqarah: 257





Dan orang-orang kafir itu, pelindung-pelindung mereka adalah Syaitan
Namun dalam Al Quran palsu mereka:

Dan orang-orang yang kafir terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib itu,
pelindung-pelindung mereka adalah Syaitan
2. Dalam surat Al Lail:12-13


(13)
( 12)



Sesungguhnya kewajiban Kami-lah yang memberi petunjuk, dan sesungguhnya
kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia..
Namun dalam Al Quran palsu mereka:


(13)
( 12)




Sesungguhnya Ali benar-benar sebuah petunjuk dan kepunyaan dia-lah akhirat
dan dunia.
3. Dalam Surat Al Insyirah: 7

Maka apabila kamu (Muhammad) telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang lainnya.
Sedangkan dalam Al Quran palsu mereka:






Maka apabila kamu (Muhammad) telah selesai dari suatu urusan, maka berilah
Ali kepemimpinan .
Bahkan sebelum ayat ini ada tambahan:



Dan Kami angkat penyebutanmu (Muhammad) dengan Ali sang menantumu.
Selain ayat-ayat yang diubah dan dikacaukan oleh kepentingan imamah di kalang mereka
karena imamah/wailayah adalah segalanya, bahkan lebih utma dari salat, zakat, saum dan
haji.
Penyimpangan ini diakui al-Mufid bin Muhammad An Numan seorang ulama
Syiah dalam kitab Awaiilul Maqalaat hal. 49. Mengatakan:
Adapun bila ditemukan pendapat sebagian kecil ulama mereka tentang tidak
adanya perubahan dan penyimpangan Al Quran, maka hal itu hanyalah upaya
penyembunyian aqidah kufur mereka di hadapan umat Islam. Maka janganlah sekali-kali
seorang muslim mempercayainya. Karena mereka adalah orang-orang yang beragama
dengan taqiyyah (berlindung di balik kedustaan).

2. Hadis
Hadist/Sunnah, secara terminologis, menurut ulama ilmu hadist Ahlu Sunnah Wa
al Jama'ah adalah:

Yaitu sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW
perbuatan, taqrir, sifat, dan perilakunya.

baik berupa ucapan,

Menurut Ulama Ushul Fiqh (Ushuliyin), yang dimaksud dengan hadis adalah apa
yang disebut mereka dengan Sunnah Qawliyah yaitu:


Yaitu seluruh perkataan Rasul SAW yang pantas untuk dijadikan dalil dalam penetapan
hukum syra.
Sunnah dalam pandangan Ahlus Sunnah meliputi perkataan, perbuatan, dan taqrir
(pengakuan) Rasul SAW. yang dapat dijadikan dalil dalam merumuskan hukum Syara.
Dari segi diterima atau tidaknya hadis terbagi menjadi dua. Yaitu hadis maqbul yaitu
hadis sahih dan Hasan dan kedua hadis mardud yaitu hadis dhoif atau maudhu. Dari
aspek sanad, hadi di kalangan sunni memaalui sahat, tabiin, tabiit tabiin, sapai para
syaikh guru-guru hadi dan para pencatat (mudawwin) hadis, tanpa memandang apakah
ahlul bait apatu tidak sanad-nya. Siapapun para rawi hadis asal memiliki persyaratan
kualitas dan kuantitas sanad dan matan yang diriwayatkannya, hadis dapat diterima.
Sementara itu, dalam wacana keilmuan Syi'ah, hadis harus melalui jalur Imam-imam Syiah,
bahkan bagi syiah Imamiyah, perkataan imam-imam Syi'ah (yang ma'shum, menurut kaum
Syi'ah) juga bersatus seperti hadist dan diterima seperti Al-Quran.

Hal itu karena, menurut M.H. Al Ksyif al Githa, imam atau imamah adalah
kedudukan Ilahiah yang Allah pilihkan bagi hamba-Nya, sesuai dengan ilmu Allah,
seperti Allah memilih para nabi. Menurut kaum Syi'ah pula, Allah telah memerintahkan
Nabi Saw. untuk menunjukkan imam kepada umat dan memerintahkan mereka untuk
mengikutinya, bahkan sejak Nabi Adam as terdahulu imam sudadah diwasiatkan (
Kategorisasi dan parameter pengukuran hadis disebut shahih atau tidak juga
berbeda dengan hadis dalam konsep Ahlus Sunnah wal Jamaah. Menurut Syiah, hadis
disebut shahih dengan syarat; Pertama, karena hadis itu diriwayatkan dari sumber yang
dipercaya. Kedua, karena hadis itu sejalan dengan dalil lain yang bersifat pasti (qati) dan
sejalan pula dengan konteks yang dipercaya. Dari pemahaman seperti ini (hadis Nabi
identik dengan hadis para Imam), maka doktrin imamah dalam Syiah Itsna Asyariyah
adalah satu keniscayaan dan di mananpun Syiah dua belas berada, pasti mengamalkan
doktrin esensial ini.
Dalam kaitan dengan banyaknya hadits mawdhlu di kalangan syiah. Al Mughirah
bin Said, seorang rawi hadits syiah berkata: Aku telah memasukan ke dalam hadits
kalian. Hadits-hadits yang banyak yang mendekati seratus ribu hadits. Jafar Shadiq
berkata: kami ahlul bait adalah orang-orang yang benar. Tetapi kami tidak bisa terlepas
dari orang yang membohong atas nama kita. Maka gugurlah kebenaran kita sebab
kebohongan orang tersebut. Perlu diketahui bahwa sejarah buku-buku acuan syiah yang
mutabarah dibidang hadits sangat jauh terlambat dari masa imam-imam mereka.
Bagaimana dapat dipercaya suatu riwayat hadits yang tidak dicatat selama sebelas sampai
tiga belas abad.
Jumlah hadits syiah berkembang (semakin bertambah) karena banyaknya haditshadits mawdhlu. Kitab Al-kaafi pada tahun 460 H terdiri dari 30 kitab sedang pada tahun
1075 H menjadi 50 kitab dan Tahdzibul Ahkam menurut pengarangnya berisikan 5000
hatid. Tetapi menurut ulama Syiah masa sekarang kitab tersebut berisi 13590 hadits.

Kitab-kitab hadis yang dipakai sandaran dan rujukan muslim Ahlissunnah adalah
Kutubus Sittah atau Kitab Enam yaitu: 1) Bukhari, 2) Muslim, 3) Abu Daud, 4)
Turmudzi, 5) An-Nasai, 6) Ibnu Majah. Di saming kitab kitab hadis ini di kalangan
Sunni masih banyak kitab kitab hadis lain, seperti al-Musnad karya Imam Ahmad bin
Hanbal, al-Musnad karya Imam al-Humaidi, al-Muwaththa karya Imam Malik bin Anas,
al-Mushannaf karya Imam Ibn Abdi Razaq, al-Musahannaf karya Ibn Abi Syaibah, alSunan karya Imam al-Daraquthni dan al-Thabrani, al-Mustadrak karya Imam al-Hakim
al-Naisaburi, al-Mustakhraj, al-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi dan kitab-kitab hadis
lainnya.
Kitab-kitab hadis tersebut ini beredar di mana-mana, dibaca dan dijadikan
rujukan oleh umat Islam sedunia sedangkan kitab-kitab hadis kaum Syiah, hanya 4 saja,
yakni: 1) Al-Kafii, 2) Al-Istibshar, 3) Man Laa Yahdhuruhu al-Faqih, 4) at-Tahdziib.
Sekang di toko-toko buku tertentu sudah ada kitab-kitab Syiah ini, sebagai bandingan
terutama di Timur Tengah dan amat ketahuan penghinaan terhadap al-Quran dan sahabat
Rasulullah saw. Ternaayat buku-buku hadis Syiah amat menyakitkan karena beri celaan
gdan hujatan terhadap para sahabat Rasul saw.

3. Sikap Terhadap Ahlul Bait


Secara bahasa berarti penghuni rumah dan artinya keluarga
Nabi, yaitu para istri, anak perempuan Nabi serta kerabatnya yaitu Ali dan istrinya.
Adapun menurut istilah, para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat tentang Ahlul Bait
bahwa mereka adalah keluarga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang amat dihormati,
bahkan setiap kaum Sunni melaksanakan slat dalam bacaan tahiyyat ada kalimat khusu
agar keluarga Rasul, Aglul Bait diberi rahmat dan diberkahi. Mereka juga memiliki
ketentuan khusus, yaitu diharamkan memakan dari shadaqah (zakat). Mereka terdiri atas
keluarga Ali, keluarga Jafar, keluarga Aqil, keluarga Abbas, keluarga bani Harist bin
Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan anak anak mereka. Memang ada perselisihan,
apakah para istri Nabi termasuk Ahlul Bait atau bukan ? Namun, yang jelas bahwa arti
Ahlu menurut bahasa (etimologi) tidak mengeluarkan para istri nabi untuk masuk ke
Ahlul Bait, demikian juga penggunaan kata Ahlu di dalam Al-Quran dan hadits tidak
mengeluarkan mereka dari lingkup istilah tersebut, yaitu Ahlul Bait. Allah berfirman :

Dan taatlah kalian kepada Allah dan rasulNya,sesungguhnya Allah bermaksud


menghilangkan rijs dari kalian wahai Ahlul Bait dan memberbersihkan kalian sebersihbersihnya. [al-Ahzab : 33]

Ayat ini menunjukan para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk Ahlul
Bait. Jika tidak, maka tak ada faidahnya mereka disebutkan dalam ucapan itu (ayat ini)
dan karena semua istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait sesuai dengan nash Al Quran
maka mereka mempunyai hak yang sama dengan hak-hak Ahlul Bait yang lain. Berkata
Ibnu Katsir: Orang yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait dan ini merupakan pendapat
Imam Al-Qurtuby, Ibnu Hajar, Ibnu Qayim dan yang lainnya.

Ibnu Taimiyah berkata: Yang benar (dalam masalah ini) bahwa para istri Nabi
adalah termasuk Alul Bait. Karena telah ada dalam hadits yang diriwayatkan di
shahihaini yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari lafadz
bershalawat kepadanya dengan:


( )






Artinya: Ya Allah berilah keselamatan atas Muhammad dan istri-istrinya serta
anak keturunannya. [HR Imam Bukhari]
Demikian juga istri Nabi Ibrahim adalah termasuk keluarganya (Ahlu Baitnya) dan
istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Luth juga termasuk keluarganya sebagaimana
yang telah di tunjukkan oleh Al Quran. Maka bagaimana istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bukan termasuk keluarga beliau ?
Memang, Ahlul Bait menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya,
Hasan bin Ali dan putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan
bahwa semua pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun
mereka menyuruh kepada kebenaran. Orang Syiah menganggap bahwa Khulafaur
Rasyidin adalah para perampas kekuasaan Ahlul Bait, sehingga mereka mengkafirkan
semua Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, bahkan semua pemimpin kaum muslimin
tidak di ragukan lagi, bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, padahal,
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang ada sejak Zaman Rasulullah saw sampa
sekarang.
Al- Kulaini di dalam al-Ushul min al-Kafi 19/197 mengatakan bahwa Ali bin Abi
Thalib pernah berkata: Sesungguhnya aku telah diberi beberapa sifat yang belum pernah
diberikan kepada seorangpun sebelumku sekalipun para nabi : Aku mengetahui
seluruh kenikmatan, musibah, nasab, dan keputusan hukum (yang pada manusia).
Tidaklah luput dariku perkara yang telah lampau dan tidaklah tersembunyi dariku perkara
yang samar. Inilah adalah perkataan dusta. Inna lillah, seandainya beliau mengetahui
akan yang gaib, seperti urusan kemaian, mengapa beliau saat itu tidak pergi kemesjid
untuk menghindari pemunuhan dari orang Khawarij itu. Seandainya beliau mengetahui
akan ada yang membunuh, maka berarti ia menyerahkan diri kepada pemunuh,-Maadzallahtidak mungkin dan tentu tidak akan terjadi kapada seorang Imam.
Di dalam kitab Al Irsyad hal. 252 karya Al Mufid bin Muhammad An Numan:
Ziarah kepada Al Husain yaitu kuburnya ? kedudukannya seperti 100 kali haji mabrur
dan 100 kali umrah.
Semakin parah lagi ketika mereka (dengan dusta) berkata bahwa Baqir bin Zainal
Abidin Ra berkata: Dan tidaklah keluar setetes air mata pun untuk meratapi kematian Al
Husain, melainkan Allah akan mengampuni dosa dia walaupun sebanyak buih di lautan.
Dalam riwayat lain ada tambahan lafadz: Dan baginya Al Jannah. (Jalaul Uyun 2 hal.
464 dan 468 karya Al Majlisi Al Farisi) Inilah agaknya yang mendorong mereka

melkukan ratapan-ratapan dan tangisan sambil menepuk-nepuk dada apada hari


wafantnya Imam al-Husain Ra itu.
Syiah Rafidhah mempunyai dua sikap yang saling berlawanan terhadap Ahlul Bait,
yaitu ifrath (berlebihan di dalam mencintai) sebagian Ahlul Bait dan tafrith (berlebihan di
dalam membenci) sebagian yang lain. Sementara itu, Ahlus Sunnah berpandangan bahwa
membatasi Ahlul Bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan bin Ali serta Fatimah, yang
keduanya adalah anak sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada sandaran
yang benar, baik dari al-Quran maupun al-Sunnah. Sesungguhnya pembatasan ini adalah
merupakan perkara bidah yang tidak di kenal oleh ulama salaf sebelumnya. Ruqaayah
dan Ummu Kultum pun adalah putri Rasulullah belum lagi istri-istri beliau yang lain.
Anggapan ini sebenarnya hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah
belaka yang disebutkan oleh al-Ts-alabi dan Qodhi Iyadh bahwa Ahlul Bait adalah Bany
Hasyim secara keseluruhan dan yang termasuk dalam kata gori Ahlul Bait adalah sebagai
berikut:
1. Keluarga Ali, yaitu mencakup sahabat Ali sendiri, Fathimah (putrinya) Hasan dan
Husain beserta Anak turunnya.
2. Keluarga Aqil, yaitu mencakup Aqil sendiri dan anaknya yaitu Muslim bin Aqil
beserta anak cucunya.
3. Keluarga Jafar bin Abu Tholib, yaitu mencakup Jafar sendiri berikut anakanaknya yaitu Abdullah, Aus dan Muhammad.
4. Keluarga Abbas bin Abdul Muttolib, yaitu mencakup Abbas sendiri dan sepuluh
putranya, yaitu Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al-Harits, Mabad, Katsir, Aus,
Tamam, dan puteri-puteri beliau juga termasuk di dalamnya.
5. Keluarga Hamzah bin Abdul Muthtalib, yaitu mencakup Hamzah sendiri dan tiga
orang anaknya, yaitu Yala, Imarah, dan Umamah
6. Para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm tanpa kecuali.
Di antara prinsip Ahlu Sunnah wal Jamaah ialah bahwa mereka mencintai Ahli Bait
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang didasarkan atas dua fakotr penghormatan
dan contoh Rasul saw dalam bacaan salawat ketika tasyahhud, dan kekerbatan mereka
dengan Rasulullah saw. Dalam kehidupan sosial pun sudah basa digunakan jika ada di
antara keluarganya yang dihormati, maka bisanya dihormati dan diahargai kerabat yang
lainnya. Dalam ungkapan keseharian, Oh dia itu kerabatnya pak anu atau bu anu yang
kebetulan mereka itu orang terhormat, pejabat, ulama, misalnya. Di Indonesia ini orang
menghormati keluarga keluarga pnediri Rapublik ini, seperti Bung Karno, dan Bung
Hatta. Lalu, keluarga para ulama, seperti KH. Ahmad Dahlan, Ustaz Ahmad Hasan, KH.
Hasyim Asyari, dan lain-lain.
Namun, Ahlu Sunnah tidak berkata seperti perkataan firqah Rafidhah, yaitu bahwa
setiap yang menyintai Abu Bakar dan Umar berarti membenci Ali. Jadi menurut
Rafidhah, tidak mungkin menyintai Ali sebelum membenci Abu Bakar dan Umar. Seolah-

olah Abu Bakar dan Umar bermusuhan dengan Ali. Padahal riwayat telah mutawatir
bahwa Ali bin Abi Thalib memuji-muji Abu Bakar dan Umar melalui mimbar. Maka kita
tegaskan, bahwa kita bersaksi dihadapan Allah, sesungguhnya kita mencintai Ahli Bait
dan keluarga dekat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Kita mencintai mereka
dalam rangka cinta kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.

4. Sikap Terhadap Sahabat Nabi


Akidah paling dasar buat kalangan syiah yang tidak ditutup-tutupi adalah semangat
mereka untuk mengkafikan para shahabat nabi. Mereka meyakini bahwa para Sahabat
sepeninggal Nabi saw, telah murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin
Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy. Lihat kitab Ar Raudhah minal
Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244.
Sahabat-sahabat yang mereka anggap telah merampas hak 'Ali R.A. atau tidak
mendukungnya adalah murtad, munafik atau kafir. Dalam kitab-kitab kaum Syi'ah akan
didapati banyak cercaan kepada sahabat yang mereka anggap telah munafik, sesat atau
malah kafir. Dalam buku Syubhat Haula Syi'ah, 'Abbas 'Ali al Musawie membagi sahabat
menjadi dua kelompok. Pertama kelompok yang setia dan kedua kelompok yang mereka
anggap telah sesat. Yang pertama adalah sahabat-sahabat seperti 'Ammar bin Yasir,
Miqdad dan Abu Dzar al Ghifari, sedangkan kelompok yang kedua, menurutnya lagi
adalah seperti Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, Abu Hurairah dan Al Walid bin 'Uqbah bin
Abi Mu'ith.
Dalam buku-buku kaum Syi'ah akan banyak didapati cercaan terhadap sahabat dan
cercaan tersebut tidak hanya terbatas pada shigar sahabat (sehabat kecil), tetapi juga
menimpa dua Syaikhain: Abu Bakar dan 'Umar Ra. Dapat disebutkan di sini adalah,
bahwa dengan sikap Syi'ah terhadap sahabat seperti itu, maka kaum Syi'ah dalam
periwayatan hadist, hanya menerima periwayatan dari sahabat-sahabat yang loyal kepada
mereka.
Namun, jika klaim mereka tersebut diterima, maka secara implisit hal itu akan
mempunyai dampak yang luas. Misalnya: Bahwa Rasulullah Saw telah gagal dalam
menyampaikan risalahnya, karena mayoritas sahabat yang beliau didik dan bina telah
menyimpang, bahwa kekhalifahan dan dinast-dinasti Islam, serta capaian peradaban yang
telah mereka wujudkan adalah bukan hasil peradaban Islam, karena dilakukan oleh
orang-orang yang--menurut kaum Syi'ah telah menyimpang (munafik atau kafir) dan
konsekuens-konseksuensi logis lainnya. Kaum Muslimin yang tersebar di seluruh dunia
saat ini adalah pekerjaan dan jasa orang-orang urtad sejak masa sahabat samapi
sekarang. Peradab Islam yang berada di Spanyol, yaitu al-Hamra dan Masjid Cordoba
adalah hasil orang orang-orang murtad, kafir dan munafiq. Shalahuddin al-Ayyubi
penguasa yang mampu melawan dan mengalahkan kaum Nasrani dalam perang salib
adalah kafir juga.

Simak riwayat-riwayat mereka berikut:



:



:


:






Dari Sudair, ia meriwayatkan dari Abu Jafar (Muhammad bin Ali bin al-Husain)
alaihissalm, Dahulu sepeninggal Nabi Shallallahu alaihi wa sallam seluruh manusia
murtad selama satu tahun, kecuali tiga orang. As-Sudair pun bertanya, Siapakah ketiga
orang tersebut?dia menjawab, al-Miqdd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifri, dan
Salmn al-Frisi, lalu beliau berkata, Mereka itulah orang-orang yang tetap kokoh
dengan pendiriannya dan enggan untuk membaiat (Abu Bakar As-Shiddq-pen) hingga
didatangkan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thlib) alaihissalm dalam keadaan terpaksa,
lalu beliaupun berbaiat. [7]
Syaikh Mufd (meninggal tahun 413 H) juga meriwayatkan dari Abu Jafar
(Muhammad bin Ali bin al-Husain) alaihissalm:



Artinya: Seluruh manusia menjadi murtad sepeninggal Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam kecuali tiga orang, al-Miqdd bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifri, dan Salmn alFrisi. Kemudian setelah itu manusia mulai menyadari, dan kembali masuk Islam.
Dalam riwayat lain, mereka menambah jumlah yang tetap mempertahankan
keislamannya menjadi empat orang:
Mereka meriwayatkan dari Abu Jafar, bahwa ia berkata:








:
Artinya: Sesungguhnya tatkala Rasulullh Shallallahu alaihi wa sallam
meninggal dunia,seluruh manusia kembali kepada kehidupan jahiliyah,kecuali empat
orang saja: yaitu Ali, al-Miqdd, Salmn dan Abu Dzar.

Ahlus Sunnah berkeyakinan kita tidak mengenal Rasulullah SAW dan semua tata
cara ibadah yang beliau ajarkan, kecuali lewat perantaraan para shahabat nabi. Karena
semua hadits bahkan ayat Al-Quran yang kita miliki, semua pasti lewat jalur para
shahabat itu. Kalau ada paham yang sampai mengajarkan caci maki kepada shahabat,
jelas sekali paham ini sangat ini merobohkan pondasi dasar serta sendi-sendi utama
agama Islam. Lepas apakah paham itu mengaku syiah atau bukan syiah, pokoknya kalau
sampai mencaci maki shahabat nabi, akidah mereka bubar. Rasulullah SAW bersabda:
Janganlah kamu mencaci maki sahabat-sahabatku, demi ALLAH yang jiwaku yang
ada di Tangan-NYA, kalau salah seorang kamu menginfakkan emas sebesar gunung
Uhud, niscaya tidak akan dapat mencapai derajat mereka satu mud dan juga tidak
setengah mud. (HR Bukhari Muslim).
Kenapa mereka menyembunyikan firman Allah yang artinya:






Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At Taubah/9:100]
Sahabat beliau adalah generasi terbaik dari umat Islam. Allah Azza wa Jalla
berfirman:






Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
maruf dan mencegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah.[Ali
Imrn/3:110]
Tidak ingatkah mereka dengan sabda Nabi ?!:

Artinya: Janganlah kalian mencerca para sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di
tangan-Nya kalau seandainya salah seorang di antara kalian berinfak emas sebesar
gunung Uhud maka (pahala) infak kalian tidak akan mencapai (pahala) infak emas
sebanyak dua telapak tangan mereka bahkan tidak pula setengahnya. (Muttafaqun
alaihi)
Ibnu Taimiyyah pernah mengatakan, Orang yang menuduh para sahabat telah
murtad sesudah Rasulullah SAW wafat kecuali beberapa orang yang sangat sedikit sekali
tidak lebih dari belasan orang saja, atau menuduh para sahabat mereka semuanya telah
fasiq, maka hal ini tidak diragukan lagi tentang kufurnya orang yang berkata seperti itu.

5. Rukun Islam dan rukun Iman


Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga
berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan
sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur'an mereka juga berbeda dengan AlQur'an kita (Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa AlQur'annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Jafariyah) adalah satu agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian
dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah (Jafariyah).
1.

Ahlussunnah
: Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) As-Shalah
b) As-Shaum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah

2.

Ahlussunnah
: Rukun Iman ada 6 (enam) :
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman kepada Rasul Nya

e)
f)

Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat


Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.

Syiah
: Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)
a) At-Tauhid
b) An Nubuwwah
c) Al Imamah
d) Al Adl
e) Al Maad

6. Taqiyah
Akidah taqiyah termasuk akidah Syiah yang menyelisihi keyakinan (Islam) Ahlus
Sunnah. Keyakinan ini menempati kedudukan yang tinggi dalam aqidah Syiah. Menurut
mereka, para nabi dan rasul pun diperintahkan untuk melakukannya.
Ulama Syiah telah menjelaskan definisi taqiyah ini. al-Mufd dalam Tash-hhul
Itiqd berkata: Taqiyah adalah merahasiakan al-haq (keyakinan Syiah, red) dan
menutupi diri dalam meyakininya, berkamuflase di hadapan para penentang (orang-orang
yang berseberangan dalam keyakinan) dan tidak mengusik mereka dengan apa saja yang
akan menyebabkan bahaya bagi agama dan dunia (orang-orang Syiah).
Yusuf al-Bahrni (tokoh Syiah abad 12 H) berkata, Maksudnya menampakkan
kesamaan sikap dengan para penentang dalam apa yang mereka yakini karena takut
kepada mereka. Dan menurut Al-Khumaini, taqiyah artinya seseorang mengatakan
sesuatu yang bertentangan dengan realita atau melakukan sesuatu yang berseberangan
dengan aturan syariah guna menyelamatkan nyawa, kehormatan atau kekayaannya.
Para ulama Ahlus Sunnah meyakini perbuatan taqiyyah yakni menampakkan diri
dengan sesuatu yang tidak diyakini dan dikerjakan oleh seseorang bukanlah sifat kaum
:mukminin, tetapi bagian dari karakter kaum munafikin. Allah Azza wa Jalla berfirman


Artinya: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan, Kami telah beriman. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka,
mereka mengatakan, Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu. Kami hanyalah
berolok-olok. [al-Baqarah:2/14]

Allah Azza wa Jalla berfirman:







Artinya Mereka (orang-orang yang munafik) mengatakan dengan mulutnya apa
yang tidak terkandung dalam hatinya. [Ali Imrn:3/167]

7. Kenabian dan Kemashuman Imam


Bentuk kesesatan akidah yang kedua namun tidak kalah parahnya adalah
keyakinan bahwa para imam mereka terjaga dari salah dan dosa alias mashum.
Keimamahan atau Imamah bagi Syiah merupakan pokok terpenting dalam rukun Islam
Al Kulaini didalam kitab Ushul al Kafi 2/18 dari Zurarah dari Abu Jafar. Ia berkata:
Islam itu dibangun di atas 5 perkara; shalat, zakat, haji, puasa dan Al Wilayah (Imamah),
Zurarah bertanya : Mana yang paling utama ?. Beliau (Abu Jafar) menjawab:Al
Wilayah-lah yang paling utama. Di dalam Ashlusy Syiah wa Ushuliha hal. 49 karya
Muhammad Husain Al Githa, dia menegaskan bahwa imamah merupakan rukun keenam
dari rukun-rukun Islam
Seseorang yang tidak meyakini imamah sebagaimana keyakinan Syiah Rafidhah
maka dia kafir atau sesat Di dalam Al Amaali hal. 586 disebutkan bahwa Ibnu Abbas
padahal mereka mencaci beliau? berkata: Rasulullah bersabda: Barangsiapa
mengingkari keimanan Ali setelahku maka dia seperti orang yang mengingkari kenabian
semasa hidupku. Dan barangsiapa yang mengingkari kenabianku maka dia seperti orang
yang mengingkari ketuhanan Allah ?.
Lebih keterlaluan lagi, Ibnu Muthahhar al- Hulli berpendapat bahwa mengingkari
imamah lebih jelek daripada mengingkari kenabian. Dia berkata: Imamah adalah sebuah
taufik Allah yang bersifat umum sedangkan kenabian adalah taufik Allah yang bersifat
khusus. Sebab sangat dimungkinkan suatu masa itu kosong dari seorang nabi yang hidup,
berbeda dengan imam. Maka, mengingkari taufik Allah yang bersifat umum tentu lebih
jelek daripada mengingkari taufik Allah yang bersifat khusus. (Atsarut Tasyayyu hal.
135)
Kedudukan para imam lebih tinggi daripada kedudukan para nabi dan malaikat
Al Khumaini di dalam kitab Al Hukumah Al Islamiyah hal. 52 berkata: Bahwasanya
kedudukan imam tersebut tidak bisa dicapai malaikat yang dekat dengan Allah dan tidak
pula bisa dicapai seorang nabi yang diutus sekalipun.
Para imam memiliki sifat mashum (tidak pernah berbuat kesalahan)
Dasar pijak tinjauan ini adalah keyakinan mereka bahwa syarat keimaman adalah
kemashuman. Di dalam kitab Mizanul Hikmah 1/174. Muhammad Ar Rayyi Asy Syahri
menyebutkan bahwa salah satu syarat imamah dan kekhususan imam yaitu: Telah

diketahui bahwa dia adalah seorang yang mashum dari seluruh dosa, baik dosa kecil
maupun besar, tidak tergelincir di dalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak
lalai dan lupa serta tidak lengah dengan satu perkara dunia pun.
Para Imam mengertahui perkara yang ghaib Al Majlisi di dalam kitab Biharul
Anwar 26/109 menulis sebuah bab yaitu: Bab: Bahwa mereka (para imam, pen) tidak
terhalangi untuk mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi, jannah dan jahanam.
Seluruh perbendaraan langit dan bumi diperlihatkan kepada mereka dan mereka pun
mengetahui apa yang terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat.
Para Imam memiliki sejumlah hukum syariat yang tidak diketahui umat Islam
Di dalam Ushulul Kafi 1/192, Al Kulaini menyebutkan bahwa setelah meninggalnya Nabi
? sebenarnya pensyariatan hukum itu belum sempurna. Bahkan sejumlah syariat
diwasiatkan Rasul kepada Ali. Kemudian Ali menyampaikan sebagiannya sesuai dengan
masanya. Sampai akhirnya beliau wasiatkan kepada imam selanjutnya. Demikian
seterusnya
sampai
imam
yang
masih
bersembunyi
(Imam
Mahdi).
Al Kulaini juga meriwayatkan di dalam Al Kafi hal. 41 dari As Sujjad bahwa Ali bin Abi
Thalib adalah seseorang yang mendapatkan firasat. Beliau adalah seorang yang diutus
kepadanya malaikat untuk mengadakan dialog. Hanya saja beliau mendengar suaranya
namun tidak melihat bentuk maikat tersebut. Mereka pun mengatakan bahwa ucapan
salah seorang dari imam mereka adalah firman Allah ?. Tidak ada pertentangan di dalam
ucapan mereka sebagaimana tidak ada pertentangan di dalam firman-Nya. (Syarhu Jaami
Ushulil Kafi 2/172).

8. Rajah
Pengertian Rajah adalah : Kembalinya orang yang sudah mati ke dunia sebelum
hari kiamat, atau memanggil mereka kedunia sesudah mati. Ini jelas keyakinan sesat
yang menyelisihi petunjuk al-Quran dan Sunnah serta aqidah Salafus Shalih.
Barangsiapa yang mempercayai hal ini, maka ia telah terjerumus pada perbuatan
kufur yang bisa menyeret pelakunya menjadi kafir. Waliyadzu Billah. Pencetus paham
ini adalah Ibnu Saba, seorang gembong Yahudi. Dengan demikian Rajah merupakan
pemahaman yang di adopsi dari tokoh Yahudi.
Al-Mufid berkata: Syiah Imamiyah (sekte yang dianut mendiang Khomaini dan
Iran hingga sekarang-red) sepakat akan kepastian adanya Rajah yang sangat banyak dari
orang yang sudah mati Ini adalah perkataan tokoh-tokoh Syiah yang memperkuat
aqidah mereka tentang Rajah. Munculnya pemahamam ini adalah karena sebagian firqah
Syiah mengingkari dan tidak beriman dengan yaumul qiyamah (hari kiamat) yaitu hari
pembalasan.
Berkata sayid Al Murtadho di dalam kitabnya Al Masail An Nashiriyah :
Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar disalib pada saat itu di atas suatu pohon di zaman Al
Mahdi -yakni imam mereka yang kedua belas- yang mereka beri nama Qaaim Ali

Muhammad (penegak keluarga Muhammad), dan pohon itu pertamanya basah sebelum
penyaliban, lalu menjadi kering setelahnya
Berkata Al Majlisi di dalam Kitab Haqul Yakin dari Muhammad Al Baqir
(berkata) : Jika Al Mahdi telah keluar, maka sesungguhnya ia akan menghidupkan Aisyah
Ummul Mukminin dan ia melaksanakan (menjatuhkan) hukum had (hudud) atas diri
Aisyah
Bagi Ahulus Sunnah Rajah adalah penyimpangan akidah sebagaimana
diungkapkanIbnu Hajar berkata : Mengimani adanya Rajah merupakan puncak ghuluw
[8] dalam firqah Syiah Rafidhah. [9]. Maka kita katakan bahwa kembalinya orang yang
mati sebelum hari kiamat adalah batil menurut ijma kaum muslimin, karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

Artinya: Kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur
dapat mendengar. [Al-Fathir : 22]
Ibnu Katsir berkata: Orang yang telah mati tidak dapat memberi manfaat [Tafsir
Ibnu Katsir 3/723].
Manfaat di sini bersifat umum, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain,
sehingga mustahil orang mati dapat menghidupkan dirinya sendiiri. Oleh kerana itu
merupakan hikmah Allah, jika suatu kaum sengaja membuat ajaran sesat yang tidak di
ridhai oleh Allah baik dalam aqidah, metodologi atau lainnya, maka Allah akan
menyingkap borok-borok mereka. Walaupun niat mereka baik atau tujuan mereka adalah
beribadah.
Di antara paham sesat meraka yang lain ialah al-Bada, al- Ghaibah dan masih
banyak lagi lainnya, yang kesemuanya itu hanyalah khurafat yang di ajarkan oleh setan
mereka.

E. Perbandingan
Ibadah

Ahlus

Sunnah

dan

Syiah

Aspek

1. Syahadat ketiga dalam Azan


Salah seorang tokoh ulama Syiah Imamiyyah pada abad ke-5 H, berkata bahwa
barangsiapa mengatakan di dalam adzan : ( Aku bersaksi bahwa Ali
adalah wali Allah ), maka ia telah melakukan perbuatan yang diharamkan. Dari
pendapat ini jelaslah bahwa konsep syahadat ketiga yang digunakan untuk panggilan
shalat, baru masuk ke dalam Syiah setelah muncul peristiwa Ghaibah Kubra. Namun
kebiasaan itu belum muncul secara resmi dalam kehidupan bermadzhab kecuali setelah
Syah Ismail Ash-Shafawi memasukkan Iran ke dalam Syiah dan memerintahkan para
muadzdzin menyerukan syahadat ketiga dalam panggilan shalat lima waktu.
Begitulah kisah tentang diberinya Imam Ali kedudukan yang tetap dalam memegang
khilafah sepeninggal Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam. Sejak saat itu, seluruh
masjid Syiah di dunia mengikuti tata cara yang ditentukan oleh Syah Ismail AshShafawi sehingga tanpa satu masjid pun menyimpang dari garis tersebut.
Alasan fuqaha Syiah bahwa syahadat ketiga bukan merupakan (tidak diyakini
sebagai) bagian dari shalat. Oleh karena itu, tidak ada halangan untuk memasukkan
syahadat ini ke dalam adzan.
Tambahan syahadat ketiga ini diakui oleh Dr. Musa al-Musawi, seorang ulama
Syiah yang kritis yang menganggap banyak pinyampangan dan bidah Kaum Syiah baik
akidah maupun ibadah. Ia mengatakan:
Saya (Dr. Musa Al-Musawi) tidak pernah ragu bahwa syahadat ketiga yang
sekarang menjadi bagian dari adzan shalat bagi Syiah bukan lagi perbuatan yang bersifat

individu, tapi telah memiliki kharakteristik yang bersifat sentimental, sosial, dan
kemadzhaban. Kebiasaan ini memang tidak mudah diubah, apalagi dasar negara (Iran)
yang sistem pemerintahannya berdasarkan madzhab, yang mengembangkan sentimen
kemadzhaban, dan memanfaatkan madzhab sebagai alat untuk berkonfrontasi dengan
negara-negara tetangganya yang mayoritas dari golongan Ahlus-Sunnah; usaha perbaikan
di dalam negeri Iran tampaknya menemui kesulitan yang luar biasa, sebagaimana yang
telah saya usahakan itu.
Namun saya optimis, bahwa suatu saat pemerintahan Republik Islam yang
ekstrem itu akan berubah menjadi pemerintahan yang moderat yang menjadikan
persatuan kaum muslimin dan maslahat Islam sebagai nilai dasarnya. Jika datang itu,
maka segala usaha perbaikan tampaknya akan mendapatkan tanggapan positif, termasuk
persoalan syahadat ketiga.
Namun, sebelum sampai ke masa itu, dari sekarang saya berkewajiban menghimbau
kaum Syiah, terutama di luar Iran, agar berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
kembali kepada adzan yang pernah berkumandang pada masa Rasul, Imam Ali, dan para
Imam Syiah. Kemudian, kewajiban yang harus dipikul olehkalangan terpelajar dan
mereka yang telah sadar dari generasi muda Syiah adalah mengambil peranan dalam
memperbaiki madzhab yang mereka ikuti.
Sekali lagi, saya ingin mengatakan bahwa sebenarnya saya sudah lelah
mengharapkan fuqahaa kita agar berani mengatakan yang haq dan mau berdiri bersama
kita dalam arena perjuangan ini. Sebab, kenyataan yang selama ini kita dapat, selalu
bertolak belakang dengan apa yang saya harapkan. Mereka justru adalah orang yang
peling keras mendukung bidah ini, baik dalam pemikiran maupun dalam pratek mereka
di masjid-masjid.
Demi Allah, seandainya Imam Ali masih hidup dan mendengar namanya disebut
dalam seruan-seruan shalat yang akan dikumandangkan dari menara-menara masjid,
tentulah ia akan menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku dan penyebab timbulnya
perbuatan tersebut. Apakah sesungguhnya yang kita inginkan dari melakukan perbuatan
demi Ali yang ia sendiri tidak meridlainya
Ahlus Sunnah dan semua mazhab fikih sepakat bahwasannya persoalannya bukan
terletak pada apakah syahadat ketiga itu merupakan bagian dari shalat atau tidak, tapi
lebih dari itu. Jelasnya, karena adzan merupakan ucapan (syahadat) yang disetujui Rasul,
maka jadilah ia sunnah taufiqiyyah (yaitu perbuatan shahabat yang disepakati Rasul)
yang tidak boleh dikurangi atau ditambah, sekalipun kalimat tambahan itu sesuai dengan
kenyataan, kebenaran, dan kejujuran.

2. Sholat Jumat
Sebagian kalangan Syiah (Rafidhah) mengatakan bahwa shalat jumat hukumnya
haram dan wajib diganti dengan shalat zuhur. Namun, ada pula sebagian kecul fuqaha
syiah yang di antara mereka terdapat beebrapa ulama ternama seperti Asy Syaikh Hurr
Al Amily, penulis buku Wasailusy Syiah, memfatwakan wajibnya shalat jumat pada
masa ghaibah.
Menurut Dr. Musa al-Musawi, sebagaimana pendapat Ahlus Sunnah bahwa sholat
Jumat merupakan kewajiban yang qathit (pasti). Ia menuturkan:
Sesungguhnya segala yang dikatakan tenatng tidak wajibnya shalat jumat pada
masa ghaibah bertentangan dengan nash yang jelas dan pasti, yang berarti tidak boleh ada
ijtihad dalam soal ini. Itulah seharusnya pandangan kita jika kita berpegang teguh
dengan syraiah. Ketetapan tentang shalat jumat adalah jelas dan tidak dapat diubah
karena nashnya tidak dibatasi dengan kondisi dan syarat. Saya tidak mengerti, bagaimana
fuqaha kita (Syiah) berani berijtihad menganai nash al-Quran yang jelas artinya dengan
bersandar pada riwayat-riwayat yang dinisbatkan kepada para imam syiah. Dan sikap
saya terhadap riwayat-riwayat ini sama dengan sikap saya terhadap semua riwayat yang
maudhu (palsu). Selamanya saya tidak pernah ragu bahwa kebanyakan dari riwayatriwayat itu diciptakan pada masa pertikaian pertama antara syiah dan Tasyayyu, dengan
tujuan untuk menghalangi kaum syiah menghadiri shalat jumat yang sesungguhnya
merupakan syiar Islam yang besar. Maksudnya, agar mereka tidak berbaur dengan kaum
muslimin dari kelompok lain dan tidak ikut serta dalam menegakkan syair Islam tersebut.

3. Sujud diatas Tanah Karbala


Salah satu kebiasaan orang Syiah di mana mereka melakukan perbuatan yang
sangat aneh. Mereka dapati tanah di tanah Karbala, lalu mereka kumpulkan dan ketika
shalat tanah tersebut dijadikan sebagai tempat sujud. Tanah tersebut disebut at turbah al
husainiyyah karena di Karbala mereka mengenang kematian Husain dengan melakukan
perbuatan mencabik-cabik dan memotong-motong kulit mereka sendiri. Hal ini dilakukan
pada hari Asyura (10 Muharram) saat ini. Perbuatan yang jelas melampaui batas dalam
rangka mengenang kematian Husain dengan rasa penuh kesedihan.
Yang dimaksud dengan At-Thiinah (tanah) menurut orang Rafidhah adalah tanah
perkuburan Husain radhiallhu anhu-. Salah seorang dari orang-orang sesat mereka yang
bernama Muhammad An Nu'man Al Haritsi yang bergelar dengan Syeikh Al Mufid,
menukilkan di kitabnya Al Mazaar dari Abi Abdillah ia berkata : Di tanah perkuburan
Husain terdapat obat untuk segala penyakit dan ia merupakan obat yang paling besar
(ampuh).

Berkata Abdullah : Oleskanlah di mulut bayi kalian tanah (perkuburan) Husain Ia


berkata : Telah dikirim kepada Abi Hasan Al Ridha dari negeri Khurasan sebuah
bungkusan kain di antaranya terdapat segumpal tanah, maka dikatakan kepada utusan
itu : Apa ini? Ia berkata : Tanah perkuburan Husain, tidaklah ia mengirim sedikitpun dari
bungkusan kain atau lainnya, kecuali ia meletakkan di dalamnya tanah itu, dan berkata
tanah itu pengaman insya Allah. Dikatakan kepadanya : Sesungguhnya seorang laki-laki
bertanya kepada Shadiq tentang pengambilannya akan tanah perkuburan Husain, maka
Shodiq menjawab : Apa bila kamu mengambilnya maka ucapkanlah : Ya Allah
sesungguhnya saya meminta kepadamu disebabkan oleh hak malaikat yang telah
mengenggamnya (tanah ini), dan meminta kepadamu, disebabkan oleh hak Nabi yang
telah menyimpannya, dan oleh hak Al Washi (Ali) yang telah bersatu di dalamnya agar
Engkau melimpahkan Shalawat kepada Muhammad dan atas keluarga Muhammad dan
agar Engkau menjadikannya obat penawar untuk seluruh penyakit, dan pengaman dari
seluruh ketakutan, dan penjaga dari seluruh kejahatan.
Abu Abdillah ditanya tentang penggunaan dua jenIs tanah dari perkuburan
Hamzah dan pekuburan Husain serta mana yang paling utama diantara keduanya, maka ia
berkata : Tasbih yang dibuat dari tanah perkuburan Husain akan bertasbih (sendirinya)
ditangan, tanpa (pemiliknya) bertasbih.
Sebagaimana orang Rafidhah mendakwakan, sesungguhnya orang syi'ah tercipta
dari tanah yang khusus dan orang Sunni tercipta dari tanah yang lain, lalu terjadilah
pengadukkan antara kedua tanah tadi dengan cara tertentu, maka apa-apa yang terdapat
pada orang syiah dari kemaksiatan dan kejahatan, maka itu merupakan pengaruh dari
tanah sunni, dan apa-apa yang terdapat pada orang sunni dari kebaikan dan amanah,
maka itu disebabkan oleh pengaruh tanah syi'ah. Dan apabila pada hari Kiamat nanti,
maka kejelekan dan dosa-dosa orang syi'ah diletakkan di atas Ahli Sunnah, dan kebaikan
(pahala) Ahli Sunnah akan diberikan kepada orang syi'ah. Sedangkan menurut Ahlus
Sunnah berpendapat dimana pun bumi ini selama bersih (tidak ada najis) dan bukan
tempat terlarang maka kita boleh sujud di atasnya.

4. Menyiksa diri pada hari Asyura


Pada hari Asyura (10 Muharram), orang-orang Syiah Rafidhah berkumpul dan
berniyahah (meratap), mereka berdemonstrasi di jalan-jalan dan di tempat-tempat umum
sambil memakai pakaian berwarna hitam dalam rangka berduka cita mengenang mati
syahidnya Al-Husain radhiyallahu anhu. Mereka meyakini hal itu termasuk semuliamulia pendekatan diri kepada Allah subhanahu wataala.
Mereka menampar-nampar pipi, memukul-mukul dada dan punggung serta
merobek-robek baju mereka sambil menangis dan meratap Ya Husain! Ya Husain!,
bahkan mereka memukul badan mereka dengan rantai dan pedang. Mereka
menganggapnya sebagai pengagungan terhadap syiar-syiar Allah subhanahu wataala.

Mereka memakai pakaian hitam tanda duka cita dalam memperingati mati
syahidnya Husain dengan mengonsentrasikan pada sepuluh hari pertama dari bulan
Muharram di setiap tahun, dengan keyakinan sesungguhnya perbuatan itu termasuk dari
sebaik-baik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka mereka memukul-mukul pipi
mereka dengan tangan mereka sendiri, memukul-mukul dada dan punggung mereka.
Mereka merobek-robek baju sambil menangis dan berteriak-teriak dengan menyeru :
wahai Husain, wahai Husain. Terlebih-lebih pada hari ke sepuluh setiap bulan Muharram,
bahkan merekajika diperlukan-- memukul diri mereka sendiri dengan rantai besi dan
pedang, seperti yang terjadi di negeri-negeri yang dihuni oleh Rafidhah seperti Iran.
Muhammad Hasan Alu Kasyif al Ghatha, telah ditanya tentang apa yang
dilakukan oleh pengikut golongannya, seperti menukul dan menampar wajah.. dst, ia
berkata : Sesungguhnya ini termasuk dari mengagungkan syiar-syiar Allah: Artinya :
Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati. [Al-Hajj : 32]. Maadzallah, syaairiah yang ada di daerah Mekah, Mina,
Arafah, dan Muzdalifah sudah pindah ke tenpat ya g amat jauh seperti ke Iran dan Qam
sebagai tempat sucinya. Pantas bila kaum Qaramitah dulu yang didirikan oleh Hamdan
Qarmat mencuri Hajar Aswad ke Ahsa, Wallhu Alam, bial suatu saat Syairillah di Tanah
haram ini dipindahkan ke mana lagi.

F. Perbandingan
Muamalah

Ahlus

Sunnah

dan

Syiah

Aspek

1. Nikah Mutah
Kawin Mutah dalam pandangan Ahlus Sunnah adalah hukumnya sama dengan
zina, haram. Inilah hukum Islam yang benar. Lain dengan Syiah yang menganjurkan
kawin mutah yang dihukumi halal. Kehalalan ini dipakai Syiah untuk mempengaruhi
para pemuda agar masuk Syiah. Padahal, haramnya nikah mutah juga berlaku di zaman
Khalifah Ali bin Abu Thalib ra.
Inilah bahaya
Syiah terhadap tatanan sosial masyarakat Islam dengan
membolehkan nikah Mut'ah yaitu kesepakatan rahasia untuk melakukan hubungan suami
istri kepada wanita yang telah sepakat dengannya walaupun dari kalangan pekerja seks
komersil (WTS) atau wanita yang masih bersuami, lihat pendapat-pendapat ulama Syiah
Ath-Thusiy, ia berkata : Tidak mengapa bermut'ah dengan wanita fajiroh [26] dan
Khumainiy juga berfatwa bolehnya bermutah dengan pezina. Oleh karena itu mereka
mungkin bersepakat untuk sehari, dua hari atau sekali dan dua kali.
Dari Abubakar bin Muhammad Al Azdi dia berkata, Aku bertanya kepada Abu
Hasan tentang mutah, apakah termasuk dalam pernikahan yang membatasi empat istri?
Dia menjawab, Tidak. (Al-Kafi, Jilid:5 Hal. 451).
Wanita yang dinikahi secara mutah adalah wanita sewaan, jadi diperbolehkan
nikah mutah walaupun dengan 1000 wanita sekaligus, karena akad mutah bukanlah
pernikahan. Jika memang pernikahan maka dibatasi hanya dengan empat istri.
Dari Zurarah dari Ayahnya dari Abu Abdullah, Aku bertanya tentang mutah
pada beliau apakah merupakan bagian dari pernikahan yang membatasi 4 istri?

Jawabnya, Menikahlah dengan seribu wanita, karena wanita yang dimutah adalah
wanita sewaan. (Al-Kafi, Jilid: 5, Hal. 452).
Dalam nikah mutah yang terpenting adalah waktu (masa pernikahan) dan mahar.
Jika keduanya telah disebutkan ketika akad, maka sahlah akad nikah mutah laki-laki dan
perempuan yang akan mutah ini. Karena seperti yang akan dijelaskan kemudian bahwa
hubungan pernikahan mutah berakhir dengan selesainya waktu yang disepakati. Jika
pernikahan ini tidak memiliki tenggat waktu yang harus disepakati, maka nikah mutah
tidak memiliki perbedaan dengan pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam.
Dari Zurarah bahwa Abu Abdullah berkata, Nikah mutah tidaklah sah kecuali
dengan menyertakan 2 perkara; waktu tertentu dan bayaran tertentu. (Al-Kafi, Jilid:5,
Hal.455). Sama seperti barang sewaan, misalnya mobil. Jika kita menyewa mobil harus
ada dua kesepakatan dengan si pemilik mobil, berapa harga sewa dan berapa lama kita
ingin menyewa.
Orang Rafidhah tidak pernah menyaratkan (membatasi) bilangan tertentu dalam
nikah mut'ah. Tercantum dalam kitab Furuu Al Kafi dan At Tahdziib dan Al Istibshoor
dari Zaraarah, dari Abi Abdillah, ia berkata : Saya telah menyebutkan kepadanya akan
nikah mut'ah apakah nikah mut'ah itu (terjadi) dari empat (yang dibolehkan), ia berkata :
nikahilah dari mereka-mereka (para wanita) seribu, sesungguhnya mereka-mereka itu
adalah wanita yang disewa (dikontrak). Dan dari Muhammad bin Muslim dari Abi Ja'far
sesungguhnya ia berkata tentang nikah mut'ah : Bukan nikah mut'ah itu (dilakukan) dari
empat (istri yang dibolehkan), karena ia (nikah mut'ah) tidak ada talak, tidak mendapat
warisan, akan tetapi ia itu hanyalah sewaan.
Semua mazhab Ahlus Sunnah sepakat atas haramnya mutah. Dalam hal ini l Allah
telah berfirman :
Artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteriisteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang
yang melampaui batas. [Al Mukminun : 5-7]
Maka jelaslah dari ayat yang mulia ini bahwa sesungguhnya apa yang dihalalkan
dari nikah adalah istri dan budak perempuan yang dimiliki, dan diharamkan apa yang
lebih dari (selain) itu. Wanita yang dimut'ah adalah wanita sewaan, maka ia bukanlah istri
(yang sah), dan ia tidak bisa mendapatkan warisan dan tidak bisa ditalak, jadi dia itu
adalah pelacur / wanita pezina -waliyaadzubillah-.
Syeikh Abdullah bin Jibriin berkata : Orang Rafidhah berdalih dalam
menghalalkan nikah mut'ah dengan ayat di surat An Nisaa yaitu firman Allah :
Artinya : Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu
nikmati (campur) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban. [An Nisa : 24]
Jawab : Sesungguhnya ayat ini semuanya dalam masalah nikah; dari firman Allah
ayat 19 di surat An Nisa sampai 23, setelah Allah menyebutkan wanita-wanita yang
haram dinikahi karena nasab dan sebab, kemudian Allah berfirman : Artinya : Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian.

Maksudnya dihalalkan bagimu menikahi selain wanita-wanita (yang disebutkan


tadi) bila kamu menikahi mereka untuk bersenang-senang yaitu bersetubuh yang halal,
maka berikanlah mahar mereka yang telah kamu wajibkan untuk mereka, dan jika mereka
mengugurkan sesuatu dari mahar-mahar itu berdasarkan dari jiwa yang baik (keridhoan
hati), maka tidak mengapa atas kamu dalam hal itu. Beginilah ayat ini ditafsirkan oleh
jumhur (mayoritas) sahabat dan orang-orang setelah mereka.

2. Khumus
Dr Ali Assaalus berkata : Dari kenyataan madzhab Ja'fariyah pada saat-saat ini
kita dapatkan orang yang ingin berhaji harus menghitung jumlah hartanya semua
kemudian membayar seperlima harga hartanya untuk diserahkan kepada para ahli fiqih
yang berfatwa kewajiban khumus dan yang tidak membayarnya tidak dibolehkan haji
dengan demikian para ahli fiqih Syiah tersebut telah menghalalakan pengambilan harta
dengan kebatilan.
Berkata Syaikhul Islam : Adapaun pendapat Rafidhah bahwa Khumus hasil
pendapatan kaum muslimin diambil dari mereka dan di bayarkan kepada orang yang
mereka anggap sebagai pengganti imam yang maksum atau kepada yang lainnya adalah
pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang sahabatpun dan tidak juga Ali dan
yang lainnyadan juga tidak dikatakan oleh seorang tabiin dan dari kerabat Bani Hasyim
atau yang lainnya. Semua penukilan dari Ali atau Ulama ahlil bait seperti Al Hasan, Al
Husain, Ali bin Al Husain, Abu Ja'far Al Baaqir, Ja'far bin Muhamad adalah kedustaan
karena itu menyelisihi riwayat yang mutawatir dari sejarah Ali bin Abi Thalib karena
beliau memerintahkan kaum muslimin selama empat tahun dan belum pernah mengambil
dari kaum muslimin sedikitpun hartanya bahkan tidak ada dimasa pemerintahannya
pembagian khumus sama sekali. Adapun kaum muslimin tidak diambil khumus hartanya
oleh beliau atau orang lain dan kaum kufarlah yang kapan dirampas dari harta mereka
diambil seperlimanya dengan dasar Alkitab dan As Sunnah akan tetapi dizaman beliau
kaum muslimin tidak melakukan peperangan dengan kaum kufar disebabkan adanya
perselisihan diantara mereka dari fitnah dan perpecahan. Demikian juga telah diketahui
secara pasti bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengambil khumus
harta kaum muslimin dan tidak juga meminta dari seorang muslimpun khumus hartanya.
Demikianlah mereka mengambil khumus dalam rangka untuk memenuhi
kepentingan dan keinginan ulama-ulama mereka. Inilah selintas tentang bahaya Syiah
yang telah menjadi satu kenyataan dan bukan untuk menjelaskan keseluruhannya dan
cukuplah kitab-kitab para ulama Islam telah menjelaskan semuanya dan kita hanya
dituntut unruk membaca kembali dan berhati-hati dari mereka dan gerakannya.

3. Baiat

Orang Rafidhah menganggap setiap pemerintahan selain pemerintahan Itsna


Asyara (syi'ah Itsna asyarah / Imammiyah / Rafidhah ) adalah pemerintahan yang batil
(tidak sah). Diriwayatkan di dalam kitab Al Kaafii dengan syarahan (uraian) Al
Mazandaraani dan di dalam kitab Al Ghaibah oleh An Nu'mani, dari Abi Ja'far, ia
berkata : Setiap bendera yang diangkat (dikibarkan) sebelum bendera Al Qaaim
-Mahdinya orang Rafidhah- maka pemiliknya adalah thoghut.
Dan tidak boleh menta'ati seorang hakim yang bukan dari Allah, kecuali dengan
cara taqiyah (kemunafikan), penguasa yang absolut dan zholim tidaklah pantas untuk
menjadi pemimpin, dan setiap pemimpin yang bersifat yang serupa dengan itu.
Seluruhnya gelar itu mereka memberikan nama itu kepada penguasa kaum muslimin
yang bukan dari imam-imam mereka, orang paling utama dari mereka itu adalah
khulafaurasyidin -semoga Allah meridhoi mereka- yaitu : Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Tokoh Rafidhah Al Majlisi, dimana ia merupakan salah seorang dari orang-orang
yang sesat dari mereka, pengarang kitab Bihaarul Anwar, berkata tentang tiga orang
khalifah rasyidin : Sesungguhnya mereka tiada lain kecuali perampas yang zholim,
murtad dari agama, semoga laknat Allah atas mereka dan terhadap orang-orang yang
mengikuti mereka di dalam menzholimi ahlu bait dari pertama sampai terakhir. Inilah
yang dikatakan oleh imam mereka Al Majlisi yang kitabnya dikatagorikan ke dalam
referensi mereka (rujukan) yang pokok dan perpenting dalam hadits mengenai umat yang
paling mulia setelah para rasul dan nabi.
Berdasarkan kepada keyakinan mereka terhadap khilifah kaum muslimin, maka
mereka menganggap setiap orang yang bekerjasama dengan mereka adalah thoghut dan
zholim. Al Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar bin Hanzholah, ia berkata :
Saya telah bertanya kepada Abu Abdillah tentang dua orang dari golongan kita, di antara
mereka berdua terjadi perselisihan dalam masalah agama atau harta warisan, lalu mereka
berdua berhukum (minta diselesaikan secara hukum) kepada penguasa dan kepada hakim,
apakah hal itu halal? Ia berkata : barangsiapa berhukum (meminta diselesaikan secara
hukum) kepada mereka, dengan kebenaran atau kebatilan, maka sesungguhnya mereka
berhukum kepada thoghut, dan apa yang telah diputuskan untuknya sesungguhnya yang
ia ambil adalah harta haram, walaupun sebenarnya itu haknya, karena ia telah
mengambilnya dengan hukum thoghut. [Berkata Khumaini yang celaka -semoga Allah
menghukumnya dengan hukum sepantas dan setimpal- dalam mengomentari pembicaraan
mereka ini : Imam itu sendiri dilarang untuk merujuk kepada penguasa-penguasa dan
hakim-hakim mereka, dan merujuk kepada mereka dikatagorikan merujuk kepada
thoghut.
Dengan demikian kalangan Syiah mereka berbaiat hanya kepada pemerintahan
yang bernazhab Isna Asarah. Berbeda halnya dengan kalangan Ahlus Sunnah, setiap
muslim harus berbaiat kepada imam atau khalifah yang sah dan disepakati sebagai kepala
negara apapun mazhab yang dianut selama tidak dalam kemaksiatan.

G. Penutup
Mengenal dan meneliti bagaimana akidah, ibadah dan muamalah Syiah serta
bahaya dan implikasi Syiah sebenarnya merupakan pembahasan yang cukup luas dan
panjang lagi penting agar setiap Muslim dapat mengambil pelajaran yang kemudian tidak
terperosok dalam satu lubang berkali-kali apalagi di masa sekarang mereka telah
berusaha dengan segala sarana dan prasarana yang mereka miliki untuk menyebarkan
dakwah mereka diseluruh peloksok dunia dengan perlahan-lahan yang pada akhirnya
mereka akan menampakkan hakikatnya bila telah mencapai apa yang menjadi tujuan
mereka. Bila mereka sampai tumbuh, maka konflok semacam terjadi di Afganistan,
Pakistan, dan India maka Indonesia adalah sisi lain dari konflik yang terjadi di sana.
Belum selesai masalah Ahmadiyah yang memiliki Nabhi Sendiri dan Kitab Suci sendiri
mengaku Muslim, muncul lagi kelompok pencaci maki sahabat dan menolak Al-Quran
yang sekarang sebagai kitab suci yang asli.
Oleh sebab itu memahamkan masyarakat Islam tentang bahaya mereka dalam
ideologi, politik, ekonomi dan sosial kaum muslimin saat ini merupakan hal yang
mendesak karena besarnya bahaya syiah terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat
dan Negara Islam, apalagi di Indonesia yang kebanyakan kaum muslimin belum
mengenal siapa mereka dan bagaimana bahaya mereka terhadap kaum muslimin. Para
Ulama dan masyarakat Sunni agar mewaspadai terhadap gerakan mereka, melalui jalurjalur pendidikan dan gerakan sosial dengan Yayasan-yayasan penyesatan umat Islam
yang sebenarnya. Wallahu Alam bi Shawab.
Bandung, Senin, 23 Januari 2012-Pukul 10.00.

Lampiran I
Surat Edaran Departemen Agama
No: D/BA.01/4865/1983
Tanggal: 5 Desember 1983
Tentang:
HAL IKHWAL MENGENAI GOLONGAN SYIAH
1. PENDAHULUAN
Timbulnya golongan-golongan di kalangan Islam dimulai sejak wafatnya Nabi
Muhammad, khususnya disebabkan perbedaan pendirian tentang siapa yang berhak
menggantikan beliau sebagai pemimpin masyarakat atau Khalifah. Golongan-golongan
tersebut ialah:
1). Golongan mayoritas atau jumhur yaitu yang mengakui Khalifah Abu Bakar, Umar dan
Usman serta Ali;
2). Golongan Syiah, yaitu yang hanya mengakui Khalifah Ali saja. Mereka tidak
mengakui Khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, bahkan menyatakan bahwa ketiga
beliau itu telah menyerobot jabatan Khalifah secara tidak sah. Mereka beranggapan
bahwa yang berhak menjadi Khalifah sesudah Nabi adalah Ali.
3). Golongan Khawarij. Pada akhir masa pemerintahan Khalifah Ali timbullah golongan
Khawarij. Mereka ini semula adalah pengikut-pengikut Ali tetapi kemudian memberontak
karena tidak setuju dengan cara-cara yang dilakukan oleh Ali dalam usaha menyelesaikan
pertikaian dengan Muawiyah.

Perbedaan antara tiga golongan, yaitu Jumhur, Syiah dan Khawarij juga mempunyai
kaitan erat dengan soal aqidah dan hukum. Dalam uraian selanjutnya hanya akan dibahas
mengenai golongan Syiah.
2. SEKTE-SEKTE DALAM SYIAH
Syiah terpecah dalam berpuluh-puluh Sekte. Adapun sebab-sebab perpecahan itu ialah:
(1) karena perbedaan dalam prinsip dan ajaran, disini terdapat Sekte yang moderat dan
sekte yang extrim (al-Ghulaat), dan (2) karena perbedaan dalam hal penggantian Imam
sesudah al-Husein, Imam ketiga, sesudah ali Zainal Abidin, Imam keempat dan sesudah
Jafar Sadiq, Imam yang keenam. Dari sekte-sekte itu yang terkenal adalah Zaidiyah,
Ismailiyah dan Isna Asyariyah. Dua yang terakhir ini termasuk Syiah Imamiyah.
Perpecahan sesudah Husein disebabkan karena segolongan pengikut beranggapan bahwa
yang lebih berhak menggantikan Husein adalah putra Ali yang bukan anak Fatimah, yaitu
yang bernama Muhammad ibn Hanafiah. Sekte ini dikenal dengan nama Kaisaniyah.
Sedang golongan lain berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Husein adalah Ali
Zainal Abidin (wafat tahun 94 H).
Sekte Zaidiyah terbentuk karena segolongan pengikut berpendapat bahwa yang harus
menggantikan Ali Zainal Abidin Imam keempat adalah Zaid, sementara Sekte Imamiyah
terbentuk oleh golongan yang mengakui Abu Jafar Muhammad al-Baqir sebagai ganti
dari Ali Zainal Abidin.
Sesudah wafatnya Jafar Sadiq Imam keenam pada tahun 148 H, Imamiah terbagi
menjadi dua (2) sekte, yaitu Ismailiyah atau Imamiah Sabiah dan Imamiah Isna
Asyariyah. Sekte yang pertama mengakui Imamahnya Ismail bin Jafar sebagai Imam
yang ketujuh, sedangkan sekte kedua mengakui Musa al-Kadzim sebagai pengganti Jafar
Sadiq. Imam mereka ada 12 semuanya, dan yang terakhir bernama Muhammad yang
pada suatu saat hilang (260 H) dan kemudian dikenal dengan sebutan Muhammad alMahdi al-Muntadzar.
Adapun sekte Syiah yang extrim, antara lain as-Sabaiah yang menganggap Ali sebagai
Tuhan. Pemimpinnya Abdullah bin Saba dihukum dan dibuang ke Madain. Ada pula
anggapan bahwa ketika malaikat menyampaikan wahyu harus disampaikan kepada Ali,
tetapi disampaikan kepada Muhammad. Sekte-sekte extrim dipandang telah keluar dari
Islam.
Dari sekte-sekte tersebut di atas yang terkenal dan mempunyai banyak pengikut ialah: (1)
Syiah Zaidiyah, (2) Syiah Ismailiyah dan (3) Syiah Imamiyah.
3. SYIAH ZAIDIYAH
Sekte ini timbul pada tahun 94 H ketika Ali Zainal Abidin Imam keempat wafat.
Sekelompok pengikutnya menetapkan pengganti Ali Zainal Abidin adalah Abu Jafar
Mohammad Al Bakir. Kelompok ini disebut Imamiah seperti akan dijelaskan nanti.

Adapun kelompok lain berpendapat bahwa pengganti Ali Zainal adalah Zaid, sebagai
Imam kelima. Jadi nama Zaidiah diambil dari nama Imamnya yaitu Zaid, seorang Ulama
terkemuka dan guru dari Imam Abu Hanifah: Syiah Zaidiah adalah golongan yang paling
moderat dibandingkan dengan sekte-sekte lain, dan yang paling dekat dengan aliran Ahlu
Sunnah Wal Jamaah.
Pengikut Zaidiah banyak terdapat di Yaman, dan pernah berkuasa di sana hingga tahun
lima puluhan pada abad ini. Diantara pendapat-pendapatnya yang perlu dikemukakan
disini adalah sebagai berikut:
a. Mereka berpendapat bahwa Imam itu harus dari keturunan Ali-Fathimah, namun tidak
menolak dari golongan lain apabila memang memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.
Oleh karena itu mereka mengakui Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, walaupun
menurut urutan prioritas seharusnya Ali yang harus menjadi Khalifah.
b. Imam tidak mashum. Sebagai manusia dapat saja ia berbuat salah dan dosa, seperti
manusia lain.
c. Tidak ada Imam dalam kegelapan yang diliputi oleh berbagai misteri.
d. Mereka tidak mengajarkan taqiyah yaitu sikap pura-pura setuju tetapi batinnya
memusuhinya.
e. Mereka mengharamkan nikah mutah.
Konon penulis Kitab Nailul Authar Moh. As Syaukani adalah termasuk pengikut Syiah
Zaidiah.
4. SYIAH ISMAILIYAH
Sekte ini termasuk Syiah Imamiah, karena mengakui bahwa pengganti Ali Zainal Abidin
Imam keempat adalah Abu Jafar Mohammad Al Bakir. Syiah Ismailiyah mengakui
bahwa pengganti Jafar sodiq, Imam keenam, adalah Ismail sebagai Imam ketujuh. Ismail
sendiri telah ditunjuk oleh Jafar Sodiq, namun Ismail wafat mendahului ayahnya. Akan
tetapi satu kelompok pengikut tetap menganggap Ismail adalah Imam ketujuh. Sekte ini
juga dinamai Syiah Imamiah Sabiah, karena Imamnya berjumlah tujuh. Sekte ini
terbagi lagi dalam berbagai kelompok kecil-kecil, diantaranya ada yang beranggapan
bahwa Imam itu memiliki sifat-sifat Ketuhanan. Pendapat ini dipandang telah keluar dari
Islam, karena memang tidak sejalan dengan ajaran-ajaran Islam yang benar. Pengikut
Ismailiah terdapat di India dan Pakistan.
5. SYIAH IMAMIAH
Sebutan lengkapnya adalah syiah Imamiah Isna Asyariah, tetapi biasa disingkat menjadi
Syiah Imamiah. Sekte ini mengakui pengganti Jafar Sodiq adalah Musa Al-Kadzam
sebagai Imam ketujuh, yaitu anak dari Jafar dan saudara dan saudara dari Ismail

almarhum. Imam mereka semuanya ada 12 dan Imam yang kedua belas dan yang terakhir
adalah Muhammad. Pada suatu saat pada tahun 260H Muhammad ini hilang misterius.
Menurut kepercayaan mereka ia akan kembali lagi ke alam dunia ini untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan. Muhammad tersebut mendapat sebutan sebagai Muhammad alMahdi al-Muntadzar.
Yang berkuasa di Iran sekarang ini adalah golongan Syiah Imamiah. Diantara ajaranajaran Syiah Imamiah adalah sebagai berikut:
a. Mereka menganggap Abu Bakar dan Umar telah merampas jabatan Khalifah dari
pemiliknya, yaitu Ali. Oleh karena itu mereka memaki dan mengutuk kedua beliau
tersebut. Seakan-akan laknat (mengutuk) disini merupakan sebagian dari ajaran agama.
b. Mereka memberikan kedudukan kepada Ali setingkat lebih tinggi dari manusia biasa.
Ia merupakan perantara antara manusia dengan Tuhan.
c. Malahan ada yang berpendapat bahwa Ali dan Imam-imam yang lain memiliki sifatsifat Ketuhanan.
d. Mereka percaya bahwa Imam itu mashum terjaga dari segala kesalahan besar atau
kecil. Apa yang diperbuat adalah benar, sedang apa yang ditinggalkan adalah berarti
salah.
e. Mereka tidak mengakui adanya Ijma kesepakatan ulama Islam sebagai salah satu dasar
hukum Islam, berbeda halnya dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka baru
mau menerima Ijma apabila Ijma ini direstui oleh Imam. Oleh karena itu dikalangan
mereka juga tidak ada ijtihad atau penggunaan ratio/intelek dalam pengetrapan hukum
Islam. Semuanya harus bersumber dari Imam. Imam adalah penjaga dan pelaksana
Hukum.
f. Mereka menghalalkan nikah Mutah, yaitu nikah untuk sementara waktu, misalnya satu
hari, satu minggu atau satu bulan. Nikah mutah ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda
dengan nikah yang biasa kita kenal, antara lain sebagai berikut:
(1) Dalam akad nikah ini harus disebutkan waktu yang dikehendaki oleh kedua belah
pihak, apakah untuk satu hari atau dua hari misalnya.
(2) Dalam akad nikah ini tidak diperlukan saksi, juga tidak perlu diumumkan kepada
khalayak ramai.
(3) Antara suani-istri tidak ada saling mewarisi.
(4) Untuk memutuskan nikah ini tidak perlu pakai talak. Apabila waktu yang ditentukan
sudah habis, otomatis nikah mutah tersebut menjadi putus.

(5) Iddah istri yang menjadi janda ialah 2X haid atau 45 hari bagi yang sudah tidak haid
lagi. Adapun iddah karena kematian adalah sama dengan nikah biasa.
g. Mereka mempunyai keyakinan bahwa imam-imam yang sudah meninggal itu akan
kembali ke alam dunia pada akhir zaman untuk memberantas segala perbuatan kejahatan
dan menghukum lawan-lawan golongan Syiah. Baru sesudah Imam Mahdi datang, alam
dunia ini akan kiamat.
Semua itu tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Dalam ajaran Syiah Imamiah pikiran tak dapat berkembang, ijtihad tidak boleh.
Semuanya harus menunggu dan tergantung pada imam. Antara manusia biasa dan Imam
ada gap atau jarak yang menganga lebar, yang merupakan tempat subur untuk segala
macam khurafat dan tahayul yang menyimpang dari ajaran Islam.
6. SEKTE SYIAH YANG EXTRIM
Ajaran-ajaran dari sekte yang extrim ini dipandang telah keluar dan menyimpang dari
akidah-akidah Islam, antara lain, yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ada pula yang
mengatakan bahwa sesungguhnya yang harus diangkat jadi Nabi itu adalah ali, tetapi
karena kekeliruan malaikat Jibril, maka wahyu itu diserahkan kepada Muhammad.
Golongan lain ada yang berpendapat bahwa Jafar Sadiq itu adalah Tuhan. Sekte ini oleh
Jumhur Ulama dipandang telah keluar dari ajaran Islam. Mereka ini biasa disebut al
Ghulaat artinya kelompok yang telah melampaui batas dari ajaran Islam yang benar.
7. UMAT ISLAM INDONESIA
Adapun Umat Islam Indonesia adalah termasuk golongan ahlus Sunnah wal jamaah yang
mempunyai pandangan yang berbeda dengan golongan Syiah, antara lain sebagai
berikut:
- Memandang sahnya ke Khalifahan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Mereka inilah
yang disebut Khulafa ur-Rasyidin.
- Khalifah (yang dalam golongan Syiah dinamai Imam) adalah manusia biasa yang dapat
salah dan lupa. Jadi tidak mashum sebagaimana pandangan Syiah.
- Mengharamkan nikah mutah.
- Mengakui adanya Ijma, Qiyas dan Ijtihad dalam bentuk-bentuk lain.
- Dan lain-lain pandangan yang berbeda dengan golongan Syiah.
8. BAGAN PERBANDINGAN
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, di bawah ini diberikan daftar perbedaan antar
faham Syiah dan faham Ahlus Sunnah wal Jamaah.

HAL
Kedudukan Ali

AHLUS SUNNAH WAL


JAMAAH
Sebagai Khalifah ke IV
dan termasuk salah satu
dari Khulafa Rasyidin.

SYIAH

PENJELASAN

1. Sebagai Imam yang


Tidak terdapat dalam
maksum, yaitu terjaga
ajaran Islam.
dari salah dan dosa.2.
Memiliki sifat-sifat
Ketuhanan, dan
mempunyai kedudukan di
atas manusia.
Kedudukan Abu Sebagai Khalifah ke I, II 1. Kekhalifahannya tidak Pengingkaran dan
Bakar, Umar dan dan III dan termasuk
sah, karena menyerobot pengutukan disini
Usman
Khulafa Rasyidin
dari pemiliknya yang sah menurut golongan
yaitu Ali.2. Mengingkari Syiah termasuk soal
dan mengutuk kedua
prinsip yang harus
beliau itu.
dilakukan. Ahlus
Sunnah berpendapat
orang tak boleh
mengutuk saudara
seagamanya.
Kedudukan
1. Pemimpin umat yang 1. Khalifah atau lebih
Kekhalifahan
harus memenuhi syarat- tepat Imam harus
(Khilafah)
syarat
keturunan Ali dan bersifat
kepemimpinannya.2.
maksum.2. Mempunyai
Siapapun dapat mendudukisifat-sifat Ketuhanan.
jabatan ini asal memenuhi
syarat dan dengan cara
3. Kedudukannya lebih
yang sah.
tinggi dari manusia biasa,
3. termasuk masalah
sebagai perantara antara
keduniaan dan
Tuhan dan manusia.
kemashlahatan.
4. Termasuk masalah
keagamaan dan
menyangkut keimanan
(Rukun Iman).
5. Sebagai penjaga dan
pelaksana syariat.

Ijma

Sebagai sumber hukum


ketiga.

6. Apapun yang dikatakan


atau diperbuat dianggap
benar, dan yang dilarang
dianggap salah.
1. Tidak ada Ijma. Ijma
dalam pengertian biasa
berarti memasukkan

Hadits

Ijtihad

Nikah Mutah

unsur pemikiran manusia


dalam agama, dan itu
tidak boleh.2. Ijma hanya
dapat diterima apabila
direstui oleh Imam,
karena Imam adalah
penjaga dan pelaksana
Syariat.
1. Sebagai sumber hukum Penerimaan hadits
Golongan Syiah
kedua2. Dapat diterima
dilakukan secara
bersikap
bila diriwayatkan oleh
diskriminatif. Hanya
diskriminatif.
orang yang terjamin
hadits yang diriwayatkan Golongan Ahlus
integritasnya, apapun
oleh Ulama Syiah saja Sunnah bersikap
golongannya.
yang diterima.
terbuka.
1. Mengakui adanya IjtihasIjtihad tidak
Kekuasaan Imam
sebagai dianjurkan oleh diperkenankan karena
menurut Syiah
Quran dan Hadits.2.
segala sesuatu harus
bersifat religius
Ijtihad adalah sarana
bersumber dan tergantung otoriter.
pengembangan hukum
Imam.
dalam bidang-bidang
keduniaan.
1. Tidak boleh.2.
Dihalalkan dan
Ahlus Sunnah
Dipandang sebagai
dilaksanakan serta
memandang nikah
menyerupai perzinahan. merupakan identitas dari Mutah mengandung
golongan Syiah
segi-segi negatif pada
Imamiah.
masyarakat.Golongan
3. Dipandang
Syiah berorientasi
merendahkan derajat
kepada kepentingan
wanita.
dan kesenangan
pribadi.
4. Mentelantarkan
anak/keturunan.

Lampiran II
PERNYATAAN SIKAP BERSAMA AHLUSSUNNAH INDONESIA
Kami Ahlussunnah Indonesia menyatakan sikap bersama tentang keberadaan Syiah
Imamiyyah Itsna Asyariyyah di Indonesia sebagai berikut:
MENIMBANG
1. Ajaran Ahlussunnah adalah Ajaran dan jalan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
keluarga dan Sahabatnya hingga hari kiamat. (Qs An-Nisa 115 dan Al-Hasyr 7)
2. Siapapun yang tidak sesuai dan bahkan menyelisihi Ahlussunnah wal Jamaah, berarti
menyelisihi kebenaran, maka dia tersesat. (Qs. Yunus: 32 dan Al-Anam 55)
3. Ahlussunnah meyakini bahwa Al-Quranul Karim adalah Kitab yang diturunkan
kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tetap terjaga dari penambahan dan
pengurangan hingga hari kiamat (Qs Al-Hijr 9). Sedangkan Syiah meyakini bahwa AlQuran yang ada terdapat pengurangan dan tidak otentik.
Ulama besar Syiah Husein bin Muhammad Taqi An Nuri At Tabarsi dalam kitabnya
Fashlul Khithob fi Itsbat Tahrif Kitab Rabbil arbab berkata: Ahlun Naqli Wal Atsar
dari kalangan khusus (Syiah) dan umum (Ahlussunnah) sepakat bahwa Al-Quran yang
di tangan umat Islam saat ini bukanlah Al-Quran seutuhnya.

Dan Al-Quran versi Syiah disebut dengan mushhaf Fathimah berjumlah 17.000 ayat
dan akan dibawa oleh Imam Mahdi (Al-Kafi juz, 2 hal. 597, cet Beirut dan Faslul
Khithab hal 235).
4. Syiah menyelisihi Ahlussunnah dalam rukun iman. Ahlussunnah meyakini Rukun
Iman ada Enam yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman Kitabkitab Allah,
Iman kepada para Rasul Allah, Iman kepada Hari Kebangkitan, dan Iman kepada QadarNya, baik ataupun buruk. Sedangkan Syiah meyakini bawa Rukun Iman ada 5 yaitu At
Tauhid, An-Nubuwwah, Al-Imamah, Al-Adl, Al-Maad.
5. Syiah menyelisihi Ahlussunnah dalam rukun Islam. Ahlussunnah meyakini Rukun
Islam ada 5 yaitu dua kalimat Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji. Sedangkan Syiah
meyakini bawa Rukun Islam ada 5 yaitu Shalat, Puasa, Zakat, Haji, dan wilayah, bahkan
Al-wilayah lebih utama di banding rukun Islam lainnya dalam kitab Ushul Kafi.
6. Ahlussunnah telah sepakat bahwa Manusia yang terbaik dari umat ini setelah
Rasulullah adalah Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq dan Sayyidina Umar radhiyallahu
anhuma. Sedangkan menurut Syiah mereka berdua adalah kafir dan dilaknat oleh Allah,
para malaikat dan manusia. (Al-Kafi juz 8 hal. 246, Haqqul Yaqin hal. 367 dan 519)
7. Ahlussunnah sepakat bahwa Mutah hukumnya Haram. Sedang Syiah menghalalkan
Mutah.
8. Ahlussunnah meyakini bahwa Ishmah (kemashuman) hanya dimiliki oleh para Nabi
dan Rasul. Sedangkan Syiah meyakini bahwa Ishmah juga dimiliki oleh para Imam
yang dua belas mereka.
9. Syiah Imamiyyah Itsna Asyariyah telah berdusta atas nama ahlul bait dalam hal
menetapkan pokok-pokok ajaran.
10. Ahlussunnah di mata orang Syiah adalah kafir (Murtad), anak zina, halal darah dan
hartanya.
11. Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404
H./Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syiah sebagai berikut: Faham
Syiah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaanperbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamaah) yang dianut oleh
Umat Islam Indonesia. Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syiah dan Ahlus
Sunnah wal Jamaah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang
Imamah (pemerintahan), Majelis Ulama Indonesia mengimbau kepada umat Islam
Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jamaah agar meningkatkan kewaspadaan
terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syiah.
12. Surat Edaran Departemen Agama Nomor D/BA.01/4865/1983, tanggal 5 Desember
1983 perihal Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syiah.

13. Pada poin ke-5 tentang Syiah Imamiyah (yang di Iran dan juga merembes ke
Indonesia, red) disebutkan sejumlah perbedaannya dengan Islam. Lalu dalam Surat
Edaran Departemen Agama itu dinyatakan sbb: Semua itu tidak sesuai dan bahkan
bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Dalam ajaran Syiah Imamiyah
pikiran tak dapat berkembang, ijtihad tidak boleh. Semuanya harus menunggu dan
tergantung pada imam. Antara manusia biasa dan Imam ada gap atau jarak yang
menganga lebar, yang merupakan tempat subur untuk segala macam khurafat dan
takhayul yang menyimpang dari ajaran Islam. (Surat Edaran Departemen Agama No:
D/BA.01/4865/1983, Tanggal: 5 Desember 1983, Tentang: Hal Ikhwal Mengenai
Golongan Syiah, butir ke 5).
MENYATAKAN
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas dan pandangan dari para narasumber,
yang mewakili ormas-ormas Islam, mengambil kesimpulan dan menyatakan bahwa:
1. Ahlussunnah tidak dapat dipersatukan dengan Syiah, karena berbeda dalam
Ushuluddin (Aqidah/Tauhid).
2. Syiah berbahaya bagi agama, bangsa dan negara.
3. Mendesak MUI untuk mengeluarkan fatwa lagi tentang sesatnya Syiah secara tegas.
4. Mendesak Pemerintah agar melarang Syiah dan aktivitasnya di seluruh wilayah
Indonesia, agar tidak timbul konflik seperti di Irak, Yaman, Pakistan dan Negara lain.
5. Kami Ahlussunnah (Muslimin Indonesia) sangat menolak keras MUHSIN (Forum
Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia) yang digagas beberapa waktu yang lalu oleh aktivisaktivis Syiah dan oknum yang mengatasnamakan Muslimin Indonesia di Jakarta.

Jakarta, Jumat 8 Rajab 1432 H/10 Juni 2011


AHLUSSUNNAH INDONESIA

Yang Membuat Pernyataan,


PP Muhammadiyah
(Agus Tri Sundani)
Nahdlatul Ulama
(M. Idrus Ramli)

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)


(Amlir Syaifa Yasin)
Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI)
(KH. A. Cholil Ridwan, Lc.)
Persis (Persatuan Islam)
(Tiar Anwar Bakhtiar)
Perhimpunan Al-Irsyad
(Aminullah)
Al-Bayyinat
(Achmad Zein Alkaf)
Lembaga Tarbiyah Islamiyyah
(Arif Munandar R.)
Gema Salam
(Abdurrahman Humaidan)
Pemuda Al-Irsyad Al-Islamiyah
(Fahmi.B.)
Hidayatullah
(P Gadiman Djojonegoro)
Harakah Sunniyyah untuk Masyarakat Islami (HASMI
(Aby Fadel)
KOEPAS
(M Rizal.S)
PP. Jumiyyah An-Najat
(Muhammad Faisal, S Pd. M.MPd)
PP. Jamiyah Ukhuwah Islamiyah
(Abdul Malik Akbar)
Wahdah Islamiyyah
Robithoh Alawiyyah
Forum Kajian Aliran Agama (FKAA) Bandung

Bahan Bacaan
.
1. Al-Askari, Murtadha, Abdullah bin Saba. Penerbit An Najah, Cairo, cetakan ke
II, th 1381.
2. Ajjaj al Khotib, Ushul al Hadist ulumuhu wa mustaluhuhu,Beirut:Dar al Fikr,
1989
3. Asy-Syahrastany, Al-Milali wa an-Nihal, Takhrij Muhmmad Fathullah Badrah, alAnglo al-Mishiriyah, Cet II.
4. Ayatollah Khomeini, Al-Hukumah al-Islamiyah, Cairo, 1979.
5. Muhammad al-Husein Ali Kasyif al-Ghitha, Ashlu asy-Syiah wa-ushuluha,
Penerbit Al-Muthiah Nejef, cetakan ke VII tanpa tahun.
6. Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah, Dar al-Fikr, Mesir,
1971.
7. Musa al-Musawy, As-Syiah wa at- Tashhih, tanpa menyebut percetakan, Los
Englos, Amerika, 1978.
8. Ibnu Abi Al-Hadid, Syarh Nahju al-Balaghah, cetakan ke II th. 1967.
9. Al-Kulaini, Abu Jafar Muhammad Ibnu Yaqub. Ushul al-Kaafi, Maktabah alIslamiyah, Teheran, th. 1288 H.
10. As-Sury, Jamaluddin Ibnu al-Maqdad Ibnu Abdillah, Kanz al-Irfan, Teheran 1285.
11. Ahmad Amin, Dhuhal Islam. Beirut: Dar Fikr, t.t
12. Encyclopaedia of Islam Cetakan & Luzac 1927
13. Apa Itu Syiah? Oleh Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Media Dawah, Jl. Kramat Raya 45,
Jakarta Pusat, Cetakan Pertama 1404 / 1984).
14. Mengapa Kita Menolak Syiah , Kumpulan Makalah Seminar Nasionakl Tentang
Syiah, Mesjid Istiqlal, 21 September 1997 , Pnenerbit LPPI, Cet I, 1998.

15. Ushul al-Kafi, Muhammad bin Yaqub al-Kulayni al-Razi, Teheran, Dar al-Usrah,
1418.
Makalah dan Situs
1. Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422H/2001M
2. www.al-manhaj.com
3. Majalah Risalah.

RIWAYAT HIDUP
A. Identitas
Nama : KH. Prof. DR. M. Abdurrahman, MA
Tempat / tanggal Lahir
: Ciamis, 7 Agustus 1948
Kemampuan Bahasa Asing : Aktif berbahasa Arab dan Inggris
B. Pekerjan sekarang:
Guru Besar Ilmu Hadis- Universitas Islam Bandung
C. Pendidikan:
1.
SR Negeri- Citeureup-Kawali Ciamis:1960
2.
SMP Negeri C iteureup-Kawali-Ciamis: 1963
3.
Pesantren Salafiyah Cibeunying-Petir-Ciamis: 1963
4.
Pesantren Qiraat-Cijantung-Ciamis: 1964 (1 th)
5.
Pesantren Lengkongsari-Cijantung Ciamis: 1967
6.
Muallimin Pesantren Persatuan Islam Bandung:1971
7.
Santri Muqimin Ramadhan Pesantrean Modern Gontor Ponorogo: 1971
8.
Aliyah Negeri Dewasari Darussalam- Ciamis: 1972-Ekstraney .
9.
BA-Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung
(UNISBA):1976
10.
High Diplom-Mahad al-Ali li Lughah al-Arabiyah (Institut Bahasa ArabUniversitas Riyadh): 1981
11.
Sarjana Syariah Universitas Islam Bandung (UNISBA): 1982
12.
Magister Bahasa Arab al-Mahad al-Dauli li Talim al-Lughah alArabiyyah li Ghari al-Nathiqin, (Institut Internasional dalam Pengajaran
Bahasa Arab) Khurthum Sudan: 1986.

13.
Doktor Ilmu Agama Islam IAIN Syarif Hidayatullah (sek-UIN) Jakarta:
1995.
D. Kursus-Kursus:
1.
Kursus Ilmu Perpustakaan UI 1977
2
Bahasa Inggris Intensif IKIP Bandung: 1983
3
Bahasa Inggris American Center Sudan: 1984
4
Pelatihan Peneliti Agama Badan Penelitian dan Pengembangan Agama,
Depag: 1993.
E. Jabatan yang pernah dipegang:
1.
Pembantu Rektor IV UNISBA (Bid. Kerjasama):1996-2000
2.
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa UNISBA: 2000-2003
3.
Direktur Program Pascasarjana UNISBA: 2000-2004
F. Karya Ilmiah:
1.
Pelaksanaan Qurban di Desa Tuguraja Kota Tasikmalaya: 1975
2.
Peranan Ilmu Jarh dan Tadil Memelihara Hadis: 1982
3.
Dirasah Taqabuliyah bain al-Lughah al-Arabiyah wa al-Indonesiayah ala
mustawa al-Adad (Studi Komparatif antara Bahasa Arab dan Indonesia
pada level Bilangan): 1985
4.
Dirasat Taqabuliyah bain al-Lughah al-Arabiyah wa al-Lughah alIndonesiyah ala Mustawa al-Shawti (Studi Komparatif antara Fonem
Bahasa Arab dan Sunda pada level Fonem): 1986.
5.
Perkembangan Pemikiran Hadis Paramadina: 2000
6.
Dinamika Fikih Islam- Rosyda Karya Bandung-2002
7.
Karya-karya Ilmiah yang berbentuk Makalah dan tulisan Lepas lainnya
berkaitan dengan Tafsir dan Ilmu Tafsir, Hadis dan Ilmu Hadis, dan Fikih
Siyasah/Muamalah yang disampaikan dalam forum diskusi dan seminarSeminar.
8.
Paradigma Ulama dalam menentukan Status Hadis-Jurnal Nasional IAIN
Sunan Kalidjaga.
9.
Konsep Hadis di antara Sunni dan Syiah: Studi Perbandingan- Jurnal
Nasional-Darussalam Ciamis.
10.
Transformasi Piagam Madinah dalam Piagam Jakarta-Jurnal Nasional
Madani-UNISBA.
11.
Kontroversi Golput di Kalangan Ulama Persis menghadapi Pemilu 2004,
Journal Ilmiyah, Mimbar Unisba - 2006.
12.
Konsep Khilafah Islamiyah, Dewan Hisbah Persis, 2006
13. Eco-terorisme: Membangun Paradigma Fikih Lingkungan 2011
14. Mirza Ghulam Ahmad Plagiator AlQuran: 2011
15. Fikih Sosial: 2011
16. Metode Kritik Hadis: Rosyda Bandung- 2012
17. Dll
I. Seminar dan Diskusi :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
13.
14.
15.
16.
17.

Perkembangan Pemikiran Hadis di kalangan Ulama-Makalah disampaikan


dalam diskusi bulanan Paramadina-1995
Perkembangan Pemikiran Hadis di Indonesia-disampaikan dalam Seminar
Internasional tentang Ilmu-Ilmu Keislaman di Brunei Darussalam-1996.
Seminar Internasional tentang Ekonomi- UNISBA 1995
Seminar Internasional Crash of Civilization - Jakarta
Seminar Dakwah Islam di Kawasan Asia Fasifik-Jakarta 2000.
Seminar Internasional Dakwah Islam Libiya: 1997
Seminar Internasional Dakwah Islam-Libiya: 2004 (Komentator).
Seminar Internasional tentang Ekonomi- UNISBA: 1995
Seminar Nasional Peranan Hukum Nasional Dalam Pembentukan
Masyarakat Madani-UNISBA: 1985
Golput: Telaah Haditsiyah Tarikhiyah (Buku Saku yang disiapkan untuk
menolak Golput pada Pemilu 2004): 2004
Fenomena Pemilu 2004: Saksi dan Ijazah Palsu-Diskusi Fakultas Syariah
UNISBA: 2004
Seminar Internasional tentang : Pemahaman Keagamaan Sayid Nursi IAIN
Sunan Kali Djaga 2003
Pembicara Utama di TVRI Jabar dan Banten atas nama Tim Sukses SBYKalla disandingkan dengan wakil PDIP dengan penyelenggara KPU Jabar
tgl. 30 Agustus 2004.
Konfrensi Dakwah Islam, Internasional, Libiya, 2003
Konfrensi Dakwah Islam, Internasional, Libiya, 2004
Konfrensi Dakwah Islam, Internasional, Libiya, 2006

18.

Seminar Internasional tentang Pendidikan Islam Al-Azhar-Cairo Mesir,


2008

19:
20.
21.

Konferensi Internasional Tentang Palestinan di Istanbul-2011


Konferensi Internasional Tentang Palestina-Jakarta 2011
Konferensi Asia Fasific tentang Media Islam, Jakarta 2011

D. Piagam Penghargaan :
1.
Piagam Penghargaan Pengabdian selama 20 tahun dari UNISBA
2.
Piagam Penghargaan pada Pemilu 2004 dalam Pemenangan SBY-JK
3.
Piagam pengharagaan, Aktivis Lingkungan, dari Walikota Bandung.
4.
Piagam Penghargaan-Doktor terbaik IAIN Jakarta semester ganjil: 1995
Bandung, 23 Januari 2012
Prof. Dr. M. ABDURRAHMAN, MA

Anda mungkin juga menyukai