Anda di halaman 1dari 113

i

ADSORBSI LIMBAH ZAT WARNA TEKSTIL JENIS PROCION RED MX 8B


OLEH KITOSAN DAN KITOSAN SULFAT HASIL DEASETILASI
KITIN CANGKANG BEKICOT (Achatina fullica)

Disusun Oleh :
PUJI ASTUTI
M 0302006

SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2007

HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

Triana Kusumaningsih, M.Si

Drs. Pranoto, M.Sc

NIP 132 240 166

NIP 131 415 239

Dipertahankan didepan TIM Penguji Skripsi pada :


Hari

: Sabtu

Tanggal : 29 September 2007


Anggota TIM Penguji :
1. Soerya Dewi Marliyana, MSi.

1.

NIP. 132 162 561


2. I.F. Nurcahyo, MSi.

2.

NIP. 132 308 801

Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan,

Ketua Jurusan Kimia,

Prof. Drs. Sutarno, MSc, PhD

Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD

NIP. 131 649 948

NIP. 131 570 162


PERNYATAAN
ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ADSORBSI
LIMBAH ZAT WARNA TEKSTIL JENIS PROCION RED MX 8B OLEH
KITOSAN DAN KITOSAN SULFAT HASIL DEASETILASI KITIN CANGKANG
BEKICOT (Achatina fullica) adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Oktober 2007

PUJI ASTUTI

ABSTRAK
iii

Puji Astuti, 2007. ADSORPSI LIMBAH ZAT WARNA TEKSTIL JENIS PROCION
RED MX 8B OLEH KITOSAN DAN KITOSAN SULFAT HASIL DEASETILASI
KITIN CANGKANG BEKICOT (Achatina fullica). Skripsi. Jurusan Kimia.
Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.
Penelitian tentang adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B telah dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan kitosan setelah diubah menjadi kitosan
sulfat dalam menyerap limbah zat warna dan untuk mengetahui kondisi optimum dari
penyerap terhadap penurunan kadar zat warna tekstil Procion Red MX 8B, serta
menentukan jenis isoterm dan sifat adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi zat warna
tekstil.
Isolasi kitin dari cangkang bekicot dilakukan melalui proses deproteinasi dan
demineralisasi. Kitosan hasil deasetilasi kitin cangkang bekicot diubah menjadi
kitosan sulfat melalui penempelan ion sulfat dari larutan amonium sulfat 0,1 M.
Identifikasi gugus fungsi cangkang bekicot, kitin, kitosan dan kitosan sulfat
menggunakan instrumen Fourier Transformer Infrared (FTIR). Proses adsorpsi
dilakukan dengan metode Bacth meliputi variasi pH, variasi waktu kontak dan variasi
konsentrasi. Analisis terhadap adsorpsi Procion Red MX 8B menggunakan
spektrofotometer Ultraviolet-Visible. Jenis isoterm adsorpsi diuji dengan isoterm
adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Uji desorpsi memakai akuades.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen isolasi kitin, pembuatan kitosan
dan kitosan sulfat adalah sebesar 18,262 %, 9,597 % dan 8,657 %. Kondisi optimum
adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan terjadi pada pH 2, waktu kontak
15 menit, konsentrasi 35 ppm sedangkan untuk kitosan sulfat pada pH 2, waktu
kontak 15 menit, konsentrasi 40 ppm. Isoterm adsorpsi yang dominan untuk adsorpsi
kitosan dan kitosan sulfat terhadap Procion Red MX 8B adalah isoterm Langmuir.
Adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B menggunakan kitosan sulfat mempunyai
daya serap lebih besar dibandingkan dengan kitosan. Hasil adsorpsi kitosan sulfat
terhadap kitosan pada larutan Procion Red MX 8B naik sebesar 17,31 % dan pada
limbah zat warna Procion Red MX 8B naik sebesar 16,29 %. Proses adsorpsi
menghasilkan interaksi yang kuat antara zat warna Procion Red MX 8B dengan
penyerap sehingga zat warna hampir tidak dapat didesorpsi.
Kata Kunci : Kitin, Kitosan, Cangkang Bekicot, Adsorpsi, Procion Red MX 8B.

ABSTRACT
iv

Puji Astuti, 2007. ADSORPTION OF TEXTILE PROCION RED MX 8B DYE


WASTEWATER BY CHITOSAN AND CHITOSAN SULFATE PRODUCED BY
DEACETYLATION OF ACHATINA SHELL (Achatina fullica). Thesis. Department
of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University.
It is research about the desorption of Procion Red MX 8B dye that has been
done and the objective of this research is to knows the efectivitas chitosan after
change to chitosan sulfate for the textile dye waste absorption, to find out the
optimum condition of the absorbent toward the derivation of textile dye content in
the solution, and to find out the isotherm type and characteristic absorption which
appropriate for the textile dye absorption.
Isolation of chitin from achatina shell was done by deproteination and
demineralization. Chitosan produced by deacetylation of achatina shell has been
change to chitosan sulphate by impregnation of sulphate ion from ammonium
sulphate 0.1 M. Identification of functional group for achatina shell, chitin, chitosan
and chitosan sulphate was done by Fourier Transformer Infrared (FTIR). Adsorption
process was done by Batch method with variation of pH, contact time and variation
of. The analysis of adsorption of Procion Red MX 8B is by Ultraviolet-Visible
Spectroscopy. The types of the adsorption isotherm were analyzed by Langmuir and
Freundlich isotherm. Desorption test was use aquadest.
The result showed that rendemen chitin, chitosan and chitosan sulfate were
18,262 %, 9,597 % dan 8,657 %. The optimum condition of Procion Red MX 8B dye
adsorption by chitosan was pH of 2, contact time of 15 minutes, concentration of 35
ppm whereas chitosan sulphate was pH of 2, contact time of 15 minutes,
concentration of 40 ppm. The dominant adsorption isotherm for Procion Red MX 8B
dye adsorption by chitosan and chitosan sulphate was Langmuir isotherm.
Conversion of chitosan to chitosan sulphate has been able to rise of the adsorption
capacity. The yield adsorption of chitosan sulphate to chitosan in Procion Red MX
8B was up 17.31 % and 16.29 % in Procion Red MX 8B dye wastewater. The
adsorption process result the strong interaction between Procion Red MX 8B with
adsorbent, so the dyes almost cant be desorp.
Key word : Chitin, Chitosan, Achatina Shell, Adsorption, Procion Red MX 8B.

MOTTO
v

Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi.


Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.

Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.


Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah
(urusan yang lain) dengan sungguh-sungguh
(Q.S. Al-Insyirah : 6-7).

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S. Al


Baqarah : 286).

PERSEMBAHAN
vi

Karya kecilku ini kupersembahkan kepada :


Suami

ketulusan

tercinta,

dan

atas

keikhlasannya

mendampingiku

Bapak dan Ibu tercinta, atas


bimbingan, cinta, kasih sayang, dan
perhatian untuk Ananda yang tak pernah
mengenal lelah.

Semua

orang

yang

menyayangiku dengan tulus.

Almamater

selalu

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohim

vii

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena Ridhlo-Nya skripsi ini, yang
berjudul Adsorpsi Limbah Zat Warna Tekstil Jenis Procion Red MX 8B oleh Kitosan
dan Kitosan Sulfat Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fullica)
hingga selesai dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang telah penulis lakukan untuk
memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis telah banyak menerima bantuan, dorongan dan pertunjuk serta fasilitas
dalam pengerjaan skrispsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Drs.Sutarno, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNS.
2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia.
3. Ibu Triana Kusumaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan yang berguna demi
terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Drs. Pranoto, MSc. selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang berguna
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Dr. rer. nat. Fajar Rakhman Wibowo, M. Si., selaku Ketua Sub
Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat FMIPA UNS dan semua staffnya.
7. Bapak Abu Masykur, M.Si., selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA
UNS beserta staffnya : Mbak Nanik dan Mas Anang.
8. Kepala Laboratorium Kimia Organik UII Yogyakarta beserta teknisi.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kita
semua. Amin

viii

Surakarta, Oktober 2007

Puji Astuti

DAFTAR ISI
ix

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................

ii

HALAMAN PERNYATAAN ..........................................................................

iii

HALAMAN ABSTRAK..................................................................................

iv

HALAMAN ABSTRACT................................................................................

HALAMAN MOTTO.......................................................................................

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................

vii

KATA PENGANTAR....................................................................................... viii


DAFTAR ISI.....................................................................................................

DAFTAR TABEL.............................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

xvi

TABEL LAMPIRAN........................................................................................ xvii


GAMBAR LAMPIRAN................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................

B. Perumusan Masalah..............................................................................

1. Identifikasi Masalah.......................................................................

2. Batasan Masalah............................................................................

3. Rumusan Masalah..........................................................................

C. Tujuan Penelitian..................................................................................

D. Manfaat Penelitian................................................................................

BAB II. LANDASAN TEORI.........................................................................

A. Tinjauan Pustaka...................................................................................

1. Bekicot...........................................................................................

2. Kitin...............................................................................................

3. Kitosan...........................................................................................

12

4. Kitosan Sulfat.................................................................................

14

5. Derajat Deasetilasi.........................................................................

15

6. Zat Warna Procion Red MX 8B .....................................................


x
7. Spektroskopi Inframerah................................................................

16

8. Spektroskopi UV-Vis......................................................................

21

9. Adsorpsi.........................................................................................

22

B. Kerangka Pemikiran.............................................................................

25

C. Hipotesis...............................................................................................

26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................

27

A. Metode Penelitian.................................................................................

27

B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................

27

C. Alat dan Bahan yang Digunakan..........................................................

28

20

1.

Alat yang Digunakan....................................................................

28

2.

Bahan yang Digunakan................................................................

28

D. Prosedur Penelitian...............................................................................

29

1. Preparasi Kitin dan Kitosan............................................................

29

a. Persiapan Bahan ..................................................................29


b. Proses Deproteinasi...............................................................

29

c. Proses Demineralisasi............................................................

29

d. Proses Deasetilasi Kitin.........................................................

29

e. Penempelan Ion Sulfat pada Kitosan.....................................

29

2. Karakterisasi Kitosan......................................................................

30

3.

4.

a. Kadar Air

..................................................................30

b. Kadar Abu

..................................................................30

c. Berat molekul

..................................................................30

d. Derajat Deasetilasi.................................................................

31

Karakterisasi Kitosan Sulfat.........................................................

31

a.

Kadar Air...............................................................................

31

b.

Kadar Abu.............................................................................

31

c.

Jumlah Ion Sulfat yang Menempel......................................

31

Adsorpsi Larutan Procion Red MX 8B .........................................

32

a. Pembuatan Spektrum Absorpsi Zat Warna............................

32

b. Pembuatan Kurva Standar Untuk Spektroskopi UV-Vis.......

32

c. Orientasi pH Larutan Procion Red MX 8B ...........................


xi
d. Orientasi Waktu Pengadukan.................................................

32

e. Orientasi Konsentrasi Larutan Procion Red MX 8B .............

32

Penentuan Sifat Adsorpsi..............................................................

33

a. Adsorpsi Larutan Zat Warna.................................................

33

b.

Desorpsi................................................................................

33

Aplikasi Limbah............................................................................

33

A. Pengumpulan dan Analisis Data...........................................................

34

1. Pengumpulan Data..........................................................................

34

2. Analisis Data...................................................................................

35

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................

36

A. Preparasi Adsorben..............................................................................

36

5.

6.

32

1. Pemurnian Kitin .............................................................................36


2. Pembentukan Kitosan.....................................................................

39

3. Karakterisasi Kitosan......................................................................

41

4. Pembentukan Kitosan Sulfat...........................................................

42

5. Karakterisasi Kitosan Sulfat...........................................................

43

B. Proses Adsorpsi.....................................................................................

45

1. Pembuatan Spektrum Absorbansi Procion Red MX 8B..................

45

2. Penentuan pH Optimum.................................................................

45

3. Penentuan Waktu Kontak Optimum...............................................

48

4. Penentuan Isoterm Adsorpsi...........................................................

49

5. Penentuan Sifat Adsorpsi................................................................

52

C. Aplikasi Limbah...................................................................................

54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................

56

A. Kesimpulan..........................................................................................

56

B. Saran ..................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

57

LAMPIRAN LAMPIRAN.............................................................................

61

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.

Harga Kira-kira Absorbansi IR.......................................................

Tabel 2.

Rendeman pada Setiap Tahap Pemurnian Kitin..............................

Tabel 3.

Karakterisasi Kitosan Hasil Deasetilasi Kitin.................................

Tabel 4.

Karakterisasi Kitosan Sulfat...........................................................

Tabel 5. Data Parameter Isoterm Adsorpsi......................................................


Tabel 6.

Data Adsorpsi dan Desorpsi Kitosan terhadap Larutan Zat Warna


Procion Red MX 8B pada Kondisi Optimum..................................
........................................................................................................
53

Tabel 7.

Data Adsorpsi dan Desorpsi Kitosan Sulfat terhadap Larutan Zat


Warna Procion Red MX 8B pada Kondisi Optimum
53

Tabel 8.

Data Adsorpsi dan Desorpsi Kitosan terhadap Limbah Zat Warna


Procion Red MX 8B pada Kondisi Optimum..................................
........................................................................................................
54

Tabel 9.

Data Adsorpsi dan Desorpsi Kitosan Sulfat terhadap Limbah Zat


Warna Procion Red MX 8B pada Kondisi Optimum
55

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.

Struktur Selulosa..........................................................................

Gambar 2.

Struktur Kitin...............................................................................

Gambar 3.

Sturktur Kitosan...........................................................................

Gambar 4.

Pemilihan garis dasar metode base line menggunakan spektra


FTIR.............................................................................................

16

Gambar 5.

Klorida Sianurat...........................................................................

17

Gambar 6.

Struktur Zat Warna.......................................................................

17

Gambar 7.

Reaksi Pembuatan Zat Warna Procion Red MX 8B.....................

17

Gambar 8.

Reaksi antara Zat Warna dan Selulosa pada Kondisi Asam........

18

Gambar 9.

Reaksi antara Zat Warna dan Selulosa pada Kondisi Basa..........

19

Gambar 10. Struktur Zat Warna Procion Red MX 8B ....................................


Gambar 11. Spektra Inframerah Cangkang Bekicot........................................
Gambar 12. Spektra Inframerah Kitin.............................................................
.....................................................................................................38
Gambar 13. Mekanisme Reaksi Deasetilasi....................................................
Gambar 14. Spektra Inframerah Kitosan.........................................................
Gambar 15. Spektra Inframerah Kitosan Sulfat..............................................
.....................................................................................................44
Gambar 16. Spektrum Absorbansi Zat Warna Procion Red MX 8B................
.....................................................................................................
Gambar 17. Kurva Adsorpsi Zat Warna oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat
pada Variasi pH............................................................................
.....................................................................................................
46
Gambar 18. Reaksi Procion Red MX 8B dan Kitosan pada Kondisi Asam.....
.....................................................................................................
47
Gambar 19. Kurva Adsorpsi Zat Warna oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat
pada Variasi Waktu Kontak..........................................................

.....................................................................................................
49
Gambar 20. Kurva Adsorpsi Zat Warna oleh kitosan dan Kitosan Sulfat pada
Variasi Konsentrasi......................................................................
Gambar 19. Grafik Persamaan Isoterm Adsorpsi oleh Kitosan.......................
a. Grafik Isoterm Adsorpsi Langmuir..........................................
b. Grafik Isoterm Adsorpsi Freundlich........................................
Gambar 20. Grafik Persamaan Isoterm Adsorpsi oleh Kitosan Sulfat............
a. Grafik Isoterm Adsorpsi Langmuir..........................................
b. Grafik Isoterm Adsorpsi Freundlich........................................
xiv

DAFTAR LAMPIRAN
xv

Halaman

Lampiran 1.

Perhitungan Standar Deviasi.....................................................

61

Lampiran 2.

Perhitungan Rendemen Pemurnian Kitin.................................

62

Lampiran 3.

Perhitungan Rendemen Hasil Pembuatan Kitosan dan


Kitosan Sulfat...........................................................................
..................................................................................................
63..............................................................................................

Lampiran 4.

Perhitungan Kadar Air, Kadar Abu dan Berat Molekul


Kitosan......................................................................................

Lampiran 5.

64

Perhitungan Kadar Air, Kadar Abu dan Berat Molekul


Kitosan Sulfat...........................................................................

67

Lampiran 6.

Perhitungan Derajat Deasetilasi Kitosan..................................

68

Lampiran 7.

Perhitungan Procion Red MX 8B Teradsorpsi oleh Kitosan.....

69

Lampiran 8.

Perhitungan Procion Red MX 8B Teradsorpsi oleh Kitosan


Sulfat.........................................................................................
..................................................................................................
71

Lampiran 9.

Perhitungan Turbiditas Kitosan Sulfat......................................

73

Lampiran 10. Daya Serap Kitosan Sulfat terhadap Procion Red MX 8B........

74

Lampiran 11. Daya Serap CaCO3 terhadap Procion Red MX 8B....................

74

TABEL LAMPIRAN
xvi

Halaman

Tabel Lampiran 1. Data rendemen pemurnian kitin.......................................

75

Tabel Lampiran 2. Data rendemen pembuatan kitosan dan kitosan sulfat....

75

Tabel Lampiran 3. Data kadar air dan kadar abu kitosan dan kitosan sulfat..

75

Tabel Lampiran 4. Data waktu alir larutan kitosan pada alat viskometer
Ostwald............................................................................
Tabel Lampiran 5. Data Panjang Gelombang Maksimum Procion Red MX
8B.....................................................................................
76
Tabel Lampiran 6.

Data UV-Vis Adsorpsi larutan Procion Red MX 8B oleh


kitosan pada variasi pH.......................................................
.........................................................................................
76

Tabel Lampiran 7. Data UV-Vis Adsorpsi larutan Procion Red MX 8B oleh


kitosan pada variasi waktu kontak...................................
.........................................................................................
78
Tabel Lampiran 8. Data UV-Vis Adsorpsi larutan Procion Red MX 8B oleh
kitosan pada variasi konsentrasi......................................

75

.........................................................................................
80
Tabel Lampiran 9. Data UV-Vis Adsorpsi larutan Procion Red MX 8B oleh
kitosan sulfat pada variasi pH..................................
82
Tabel Lampiran 10. Data UV-Vis Adsorpsi larutan Procion Red MX 8B oleh
kitosan sulfat pada variasi waktu kontak.........................
.........................................................................................
85
Tabel Lampiran 11. Data UV-Vis Adsorpsi larutan Procion Red MX 8B oleh
kitosan sulfat pada variasi konsentrasi............................
.........................................................................................
86
Tabel Lampiran 12. Data penentuan sifat adsorpsi..........................................
Tabel Lampiran 13. Data perhitungan turbiditas..............................................
Tabel Lampiran 14. Data perhitungan Serapan CaCO3 pada Procion Red
MX 8B..............................................................................
.........................................................................................
98

GAMBAR LAMPIRAN
Halaman
xvii
Gambar Lampiran 1. Penentuan Derajat Deasetilasi dengan spektra
inframerah...
99

xviii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan industri tekstil yang maju dan berkembang pesat, tentu saja
akan diikuti dengan bertambahnya limbah-limbah yang dihasilkan baik volume
maupun jenisnya. Limbah hasil industri yang sengaja dibuang ke alam menyebabkan
alam semakin lama semakin tercemar. Limbah industri banyak jenisnya tergantung
pada bahan baku yang digunakan dalam proses industri. Secara penampakan fisik air
limbah industri tekstil terlihat keruh, berwarna, panas dan berbusa. Kualitas limbah
cair sangat tergantung pada jenis proses yang dilakukan. Pada umumnya limbah cair
bersifat basa dan mengandung bermacam-macam senyawa baik organik maupun
anorganik. Limbah cair tersebut terutama berasal dari cairan bekas proses pewarnaan
dan proses pencelupan serta proses-proses lain yang berhubungan dengan proses
tekstil industri. Cairan bekas pencelupan tersebut mengandung zat warna dan zat
pengikat warna. Dengan adanya bermacam-macam limbah maka diperlukan
pemecahan tersendiri untuk penurunan kadar limbah dalam lingkungan.
Pengolahan limbah zat warna menjadi sulit karena struktur aromatik pada zat
warna yang sulit dibiodegradasi, khususnya zat warna reaktif karena terbentuknya
ikatan kovalen yang kuat antara atom C dari zat warna dengan atom O, N atau S dari
gugus hidroksi, amina atau thiol dari polimer (Christie, 2001 : 135). Zat warna reaktif
adalah zat warna yang dapat mencelup serat selulosa dalam kondisi tertentu dan
membentuk reaksi kovalen dengan serat (Isminingsih, 1982). Pada tahun 1956 telah
diperkenalkan zat warna reaktif yang pertama dan dipasarkan dengan nama Procion,
suatu zat warna golongan diklorotriazina, yang dapat mencelup serat selulosa, zat
warna reaktif juga mencelup serat-serat wol, sutera dan poliamida buatan. Salah satu
zat warna reaktif golongan diklorotriazina yang dipakai dalam industri tekstil adalah
Procion Red MX 8B.
Munculnya limbah zat warna reaktif yang berasal dari proses industri tekstil
menyebabkan lingkungan sekitar semakin tercemar sehingga perlu pengolahan lebih
lanjut. Beberapa macam perlakuan yang dilakukan untuk pengolahan air limbah yaitu

proses filtrasi, flokulasi, penghilangan warna (decoloring), dan adsorpsi. Proses


adsorpsi dilakukan untuk proses penyerapan senyawa yang mengganggu dalam
analisis, pada umumnya digunakan untuk proses pengolahan limbah. Beberapa
penelitian tentang pengolahan limbah zat warna antara lain Supriyanto (2003)
meneliti adsorbsi limbah zat warna tekstil jenis Celedon Red X5B menggunakan
tanah alofan teraktivasi NaOH. Aryunani (2003) telah meneliti adsorbsi zat warna
tekstil Remazol Yellow FG pada limbah batik menggunakan enceng gondok
teraktivasi NaOH. Joko (2003) telah meneliti pemanfaatan limbah genteng sebagai
adsorben dengan aktivator NaOH pada limbah zat warna tekstil jenis Celedon Red
X5B. Rochanah (2003) telah meneliti adsorbsi zat warna Procion Red MX 8B pada
limbah tekstil oleh batang jagung.
Salah satu alternatif adsorben yang dikembangkan aplikasinya adalah kitosan.
Kitosan bisa diperoleh melalui deasetilasi kitin. Salah satu sumber kitin adalah
cangkang bekicot. Bekicot merupakan hewan lunak (mollusca) dari kelas
gastropoda. Bekicot menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi empat yakni;
Achatina variegata, Achatina fullica, Helix pomatia dan Helix aspersa sedangkan
dua jenis terakhir tidak ditemukan di Indonesia. Bekicot di Indonesia telah
dibudidayakan sebagai sumber protein dan menjadi komoditas ekspor. Ekspor
bekicot pada tahun 1983 baru mencapai 245.359 kg, sedangkan pada tahun 1987
ekspor bekicot naik sekitar tujuh kali lipat menjadi 1.490.296 kg. Besarnya
pertumbuhan perdagangan ini menyebabkan timbulnya limbah cangkang bekicot
dalam jumlah yang cukup besar. Limbah cangkang bekicot banyak ditemukan di desa
Minggiran kecamatan Papar kabupaten Kediri sebagai daerah sentra eksport daging
bekicot. Selama ini pemanfaatan cangkang bekicot hanya digunakan sebagai
campuran makanan ternak. Cangkang bekicot mengandung senyawa kitin. Kitin
dalam cangkang berikatan dengan protein, lipid, garam-garam anorganik seperti
kalsium karbonat serta pigmen-pigmen. Agar diperoleh produk yang bernilai
ekonomis sekaligus dapat mengatasi penumpukan limbah cangkang bekicot maka
harus dilakukan isolasi kitin yang terdapat pada cangkang bekicot.
Kitin merupakan senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan dengan

ikatan 1,4 beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu beta-(1,4)-N-asetilglukosamin (Pujiastuti, 2001: 3). Kitin merupakan bahan organik utama terdapat
pada kelompok hewan seperti, crustaceae, insekta, mollusca dan arthropoda. Kitin
diperoleh dengan melakukan sejumlah proses pemurnian. Proses isolasi kitin terdiri
dari dua tahap utama yaitu deproteinasi dan demineralisasi yang bertujuan
menghilangkan protein dan mineral yang terkandung dalam cangkang.
Kitin hasil deproteinasi dan demineralisasi dapat diubah menjadi kitosan
melalui proses deasetilasi. Tujuan proses deasetilasi adalah untuk menghilangkan
gugus asetil dari kitin. Kitosan (2-asetamida-deoksi--D-glukosa) memiliki gugus
amina bebas yang menjadikan polimer ini bersifat polikationik, sehingga polimer ini
potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah dan obat-obatan hingga
pengolahan makanan dan bioteknologi (Savant, dan Torres, 2000). Biopolimer yang
alami dan tidak beracun ini sekarang secara luas diproduksi secara komersial dari
limbah kulit udang dan kepiting (No, Lee, dan Mayers, 2000).
Beberapa penelitian tentang kitosan antara lain, Salami (1998) telah
mempelajari aplikasi kitosan dari bahan kulit udang (phenaus monodon) sebagai
bahan koagulasi limbah cair industri tekstil, Majid, Narsito dan Nuryono (2001)
menggunakan kitosan dari bahan kulit udang (phenaus monodon) sebagai adsorben
logam. Kusumaningsih (2004) telah berhasil mengisolasi kitin cangkang bekicot
dengan rendemen sebesar 22,04% dan telah melakukan deasetilasi kitin menjadi
kitosan. Arief (2003) telah meneliti pembuatan kitosan dari kitin cangkang bekicot
dan pemanfaatannya sebagai adsorben logam nikel.
Salah satu turunan kitosan yang telah diteliti adalah kitosan-sulfat. Kitosansulfat merupakan salah satu dari modifikasi atau turunan kitosan yang dibuat dengan
cara menempelkan anion sulfat (SO42-) pada gugus aktif kitosan (NH2). Konversi
kitosan menjadi kitosan-sulfat pada dasarnya adalah pengikatan elektrostatik anion
sulfat pada gugus NH2 pada kitosan menjadi NH3+SO42-. Ion sulfat merupakan donor
elektron kuat sehingga dapat memprotonasi NH 2 dari kitosan dan membentuk ikatan
NH3+ - SO42-. Hal ini dapat menambah kereaktifan gugus aktif pada kitosan sehingga
dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi dari kitosan (Mahatmanti, 2001).

Mahatmanti (2001) menggunakan kitosan dan kitosan-sulfat dari cangkang


udang windu (Phenaus monodon) sebagai adsorben ion logam seng(II) dan timbal(II)
sementara Darjito (2001) menggunakan kitosan-sulfat sebagai adsorben logam
kobalt(II) dan tembaga(II). Dalam penelitian Shofiyani dkk (2001) dilaporkan bahwa
modifikasi

kitosan

menjadi

kitosan-sulfat

mampu

meningkatkan

kapasitas

maksimum dan laju adsorpsi ion Cr(IV).


Pada penelitian sebelumnya, Rochanah (2003) telah meneliti adsorbsi zat
warna Procion Red MX 8B pada limbah tekstil oleh batang jagung, dengan
pertimbangan bahwa zat warna tekstil mengandung gugus yang dapat bereaksi
dengan gugus hidroksil dari selulosa sehingga memungkinkan zat warna tersebut
dapat terikat pada bubuk batang jagung. Pada penelitian ini dipilih kitosan sebagai
adsorben dengan pertimbangan karena kitosan selain memiliki gugus hidroksi juga
memiliki gugus amino yang menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas yang tinggi
untuk berikatan dengan zat warna Procion Red MX 8B. Sedangkan modifikasi
kitosan menjadi kitosan-sulfat diharapkan mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi.
Pada penelitian ini akan meneliti pemanfaatan kitosan dan kitosan-sulfat untuk
adsorben limbah zat warna industri tekstil, khususnya zat warna reaktif jenis Procion
Red MX 8B yang banyak ditemukan di daerah Surakarta dan sekitarnya.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kitin adalah biopolimer yang melimpah kedua di alam setelah selulosa. Kitin
terdapat pada jamur, cangkang anthropoda, crustaceae dan mollusca. Cangkang
bekicot banyak ditemukan di desa Minggiran kecamatan Papar kabupaten Kediri.
Isolasi kitin dapat dilakukan dengan metode No. Kitin dapat diubah menjadi kitosan
dengan menghilangkan gugus asetilnya. Kitosan-sulfat dibuat dengan penempelan
anion sulfat (SO42-) yang berasal dari ammonium sufat pada gugus aktif kitosan
(NH2). Kitosan yang dihasilkan dari isolasi kitin diketahui dengan melakukan
karakterisasi yang meliputi kadar abu, kadar air, derajat deasetilasi, berat molekul
polimer yang terbentuk, dan analisis gugus fungsi kitosan. Karakterisasi kitosan-

sulfat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, dan penentuan jumlah ion sulfat
yang menempel, dan analisis gugus fungsi pada kitosan-sulfat.
Kitosan memiliki kemampuan untuk menyerap zat warna. Penyerapan zat
warna tersebut akan meningkat dengan mengubah kitosan menjadi kitosan-sulfat.
Kemampuan adsorpsi kitosan dan kitosan-sulfat terhadap zat warna Procion Red MX
8B dapat diketahui dengan melakukan variasi pH larutan zat warna. Waktu
kesetimbangan adsorpsi kitosan dan kitosan sulfat terhadap zat warna Procion Red
MX 8B dapat diketahui dengan melakukan variasi waktu kontak, sedangkan isoterm
adsorpsi yang terjadi dapat diketahui dengan menvariasi konsentrasi zat warna
Procion Red MX 8B. Desorpsi kitosan dan kitosan-sulfat dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan kitosan dan kitosan sulfat untuk melepaskan kembali
limbah zat warna Procion Red MX 8B yang sudah diserap.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas maka batasan
masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber kitin berasal dari limbah cangkang bekicot dari Kediri, Jawa Timur.
b. Kitosan diubah menjadi kitosan sulfat dengan penempelan ion sulfat dari
larutan amonium sulfat 0,1 M.
c. Variasi pH larutan Procion Red MX 8B meliputi pH 1,5; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9;
10; dan 11.
d. Variasi waktu kontak meliputi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit.
e. Variasi konsentrasi zat warna meliputi: 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 ppm
pada pH dan waktu kontak optimum.
f. Adsorpsi - desorpsi kitosan dan kitosan sulfat terhadap limbah zat warna
Procion Red MX 8B dilakukan pada kondisi optimum.
3. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah yang telah disebutkan diatas maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah :

a. Apakah kitosan setelah diubah menjadi kitosan sulfat mampu meningkatkan


kapasitas adsorpsi terhadap zat warna Procion Red MX 8B?
b. Pada kondisi optimum berapa kitosan dan kitosan-sulfat mampu menyerap zat
warna Procion Red MX 8B?
c. Apakah jenis isoterm adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan
sulfat pada kondisi optimum?
d. Apakah adsorpsi larutan Procion Red MX 8B dan limbah zat warna oleh
kitosan dan kitosan-sulfat bersifat dapat dilepas kembali atau tidak dapat
dilepas kembali ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apakah kitosan setelah diubah menjadi kitosan sulfat mampu
memberikan peningkatan kapasitas adsorpsi terhadap limbah zat warna
Procion Red MX 8B.
2. Mengetahui kondisi optimum adsorpsi larutan zat warna Procion Red MX 8B
oleh kitosan dan kitosan-sulfat.
3. Mengetahui jenis isoterm adsorpsi yang terjadi pada proses adsorpsi.
4. Mengetahui sifat adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan
sulfat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan pemanfaatan limbah cangkang bekicot.
2. Memberikan alternatif cara pengolahan limbah zat cair khususnya yang
mengandung zat warna reaktif.
3. Memberikan alternatif pengembangan adsorben kitosan dalam aplikasinya.
4. Memberikan informasi tentang karakteristik kitosan dan kitosan-sulfat dari
cangkang bekicot dan kemampuannya dalam menyerap zat warna Procion
Red MX 8B.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Bekicot
Bekicot merupakan golongan hewan lunak (mollusca) yang termasuk dalam
kelas gastropoda. Badannya lunak dan dilindungi oleh cangkang yang keras. Jenis
hewan ini tersebar di laut, air tawar dan daratan yang lembab.
Bekicot berhabitat di tempat-tempat yang lembab terutama di sekitar tumbuhtumbuhan sebagai tempat berlindung pada siang hari. Di beberapa wilayah di Eropa,
Asia dan Afrika, bekicot dijadikan sebagai makanan, yang dikenal sebagai escargot
di Perancis dan caracois di Portugal. Spesies bekicot yang banyak terdapat di Eropa
adalah Helix pomatia yang disebut Burgundy snail dan Helix aspersa yang disebut
European brown garden snail. Spesies yang banyak tersebar di Afrika dan Asia,
khususnya Indonesia adalah Achatina fullica. Klasifikasi bekicot sebagai berikut:
- Divisio

: Mollusca

- Kelas

: Gastropoda

- Ordo

: Pulmonata

- Familia

: Achatinidae

- Genus

: Achatina

- Spesies

: Achatina Fullica

Bekicot banyak dimanfaatkan untuk makanan manusia sebagai sumber protein


(dikenal sebagai escargot ) di Eropa, Asia dan Afrika karena mengandung banyak
daging dan mengandung banyak asam amino esensial. Bekicot juga sudah menjadi
komoditas ekspor. Ekspor bekicot pada tahun 1983 baru mencapai 245.359 kg, pada
tahun1987 ekspor bekicot naik sekitar tujuh kali lipat menjadi 1.490.296 kg
(Santoso, 1989: 12-13). Besarnya manfaat dan pertumbuhan perdagangan ini
menyebabkan timbulnya limbah cangkang bekicot dalam jumlah yang cukup besar.
Limbah cangkang bekicot banyak ditemukan kabupaten Kediri. Selain dapat
dimanfaatkan untuk makanan tambahan bagi ternak seperti itik dan ayam, bekicot
juga banyak dipakai untuk obat tradisional. Daging dan lendirnya mujarab untuk

pengobatan abortus, sakit saat menstruasi, gatal-gatal, jantung, sakit gigi, dan radang
selaput mata. Sedangkan kulitnya mujarab untuk obat tumor. Maulie, adalah obat dari
kulit bekicot untuk mengobati kekejangan, jantung berdebar, insomania, keputihan
dan leher bengkak (Prihatman K., 2000).
Peningkatan ekspor dan juga banyaknya industri pengolahan bekicot
menyebabkan banyaknya limbah cangkang bekicot yang dihasilkan. Selama ini
limbah tersebut belum dimanfaatkan, biasanya hanya dibuang begitu saja atau
dimanfaatkan sebagai campuran makanan ternak.
2. Kitin
Kitin adalah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida, tersusun
atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan dengan ikatan 1,4
beta membentuk suatu unit polimer linier yaitu beta-(1,4)-2-asetamido-2-deoksi-Dglukosa

atau

beta-(1,4)-N-asetil

glukosamin.

Analisis

dengan

sinar

mengindikasikan bahwa struktur kitin mirip dengan selulosa. Perbedaan kitin dan
selulosa terletak pada adanya gugus 2-asetil amino pada unit glukosa (Pujiastuti,
2001). Analisis dengan Spektroskopi Infra Merah menunjukkan adanya serapan pada
1671 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus amina terasetilasi (Saraswathy, Pal,
Rose and Sastry, 2001). Struktur selulosa dan kitin adalah sebagai berikut:
CH2OH
H
CH2OH
O

H
OH

CH2OH
H

O
H
OH

O
H

H
H

H
H

O
H
OH

OH

OH

selulosa
Gambar 1. Struktur Selulosa

OH

CH2OH
H
CH2OH
H

O
H
OH

O
H
OH

H
H

O
H

NHCOCH3

H
H

NHCOCH3

Kitin
Gambar 2. Struktur Kitin
Struktur kitin tersusun atas 2000-3000 satuan monomer N-asetil D-glukosamin
yang saling berikatan melalui 1,4-glikosidik. Satu diantara enam monosakarida yang
menyusun rantai kitin adalah glukosamin (Suhardi, 1993: 15).
Kitin merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan seperti,
crustaceae, insekta, mollusca dan arthropoda. Dalam cangkang udang yang termasuk
kelompok crustaceae, kitin berikatan dengan protein, garam-garam anorganik seperti
kalsium karbonat dan lipid termasuk pigmen-pigmen. Stephen (1995: 454)
menyebutkan kulit kepiting terdapat 60% kitin, sedangkan dalam lidah, rahang
ataupun contoh yang lainnya dari kelas gastropoda terdapat 20% kandungan kitin.
Kitin juga diketahui terdapat pada kulit keong, kepiting, kerang dan escargot
(Stephen, 1995: 454) yaitu suatu masakan dari bahan bekicot. Bahan-bahan berkitin
terutama berada di bagian ektodermal dalam binatang multiseluler dan membentuk
eksoskeleton yang spesifik dari kebanyakan binatang tidak bertulang belakang. Tidak
ada bukti adanya hubungan antara proporsi kitin dengan derajat kalsifikasi, kekerasan
atau fleksibilitas bahan (Suhardi, 1993: 15). Kitin diperoleh dengan melakukan
sejumlah proses pemurnian. Proses isolasi kitin terdiri dari dua tahap utama, yaitu
deproteinasi dan demineralisasi. Deproteinasi betujuan untuk menghilangkan protein
yang terdapat pada cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan NaOH pada
konsentrasi rendah sehingga terbentuk Na-proteanat yang larut dalam air. Tahap
demineralisasi dilakukan untuk memurnikan kitin dari mineral-mineral yang
terkandung dalam cangkang. Tahap ini dilakukan dengan menambahkan HCl encer.

10

Menurut Beaulieu (2005) protein dihilangkan dengan menambahkan NaOH (1-10%)


pada suhu (85-100C), sedangkan demineralisasi dilakukan dengan menambahkan
HCl (1-10%) pada suhu kamar.
Kitin merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui dan banyak dipakai
untuk pengolahan limbah, kosmetik dan obat-obatan. Kitin tidak beracun, dapat
dibiodegradasi, tidak larut dalam air dan alkali, larut dalam asam mineral kuat dan
asam formiat anhidrid. Kitin dapat membentuk kompleks dengan ion logam transisi
dan dapat menyerap zat warna terutama dengan mekanisme pertukaran ion. Kitin
juga dapat dimanfaatkan untuk agen chelat yang banyak dipakai untuk pengolahan
air minum dengan memisahkan senyawa organik dan logam berat (Lee, V.R., 2002).
Kitin memiliki gugus hidroksil dan amina primer yang reaktif. Saat
pemanasan, kitin cenderung untuk terdekomposisi daripada meleleh sehingga
polimer ini tidak memiliki titik leleh. Kitin berbentuk kristal, mudah terdegradasi
secara biologis, tidak larut dalam air, larutan basa encer dan pekat, larutan asamasam organik dan anorganik encer, akan tetapi larut dalam larutan asam-asam pekat
seperti HCl, H2SO4, HNO3 dan HCOOH anhidrat. (Bastaman, 1989 dalam Darjito
2001).
3. Kitosan
Kitosan adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses
deasetilasi. Proses deasetilasi kitin diperoleh kitosan yang memenuhi syarat bila
waktu yang diperlukan selama 90-120 menit, dimana pada waktu 90 menit sampai
dengan 120 menit diperoleh kitosan dengan kondisi setengah gel sampai dengan
bentuk gel dalam larutan air (Nasution dan Citorekso, 1999). Kitosan terbentuk saat
kitin ditambahkan NaOH (>40%) pada suhu tinggi (90-120C) (Beaulieu, 2005).
Kitosan merupakan suatu senyawa polimer dari glukosamina pada ikatan beta-1,4
atau polimer dari 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Kitosan adalah kitin yang
terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli
glukosamin (Bastaman 1989 dalam Darjito 2001). Struktur kitosan dapat dilihat
pada Gambar 3.

11

CH2OH

H
CH2OH
H

O
H
OH

O
H
OH

H
H

O
H

NH2

H
H

NH2

Kitosan
Gambar 3. Struktur Kitosan
Kebanyakan mutu kitosan komersil mengandung 75-95 % glukosamin dan 525 % unit N-asetilglukosamin (Stephen, 1995: 442). Menurut Pujiastuti (2001),
derajat deasetilasi kitin terhadap kitosan biasanya berkisar antara 70-100%
tergantung penggunaannya. Spesifikasi kitosan untuk kualitas teknis mempunyai
derajat deasetilasi sekitar 85%, untuk kualitas makanan derajat deasetilasinya sekitar
90%, sedangkan untuk kitosan berkualitas farmasetis derajat deasetilasinya sekitar
95% (Pujiastuti, 2001). Derajat deasetilasi menentukan muatan gugus amino bebas
dalam polisakarida serta digunakan dalam membedakan antara kitin dan kitosan
(Khan, Peh dan Hung, 2002). Semakin tinggi derajat deasetilasi maka kualitas
kitosan semakin baik.
Biopolimer yang alami dan tidak beracun ini sekarang secara luas diproduksi
secara komersial dari limbah kulit udang dan kepiting (No, Lee, dan Mayers, 2000).
Penelitian kitosan sebagai adsorben telah banyak dilakukan dan kesemuanya
menunjukkan karakteristik sifat pada : (1) kemampuannya yang cukup tinggi dalam
mengikat ion logam, (2) kemungkinan pengambilan kembali yang relatif mudah
terhadap ion logam yang terikat pada kitosan dengan menggunakan pelarut tertentu
(Muzzarelli, 1997 dalam Darjito, 2001).
Kitosan bersifat hidrofil yang lebih tinggi dari pada kitin (Salami, 1998).
Kitosan memiliki gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat, adanya gugus-gugus
tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas yang tinggi. Ketika kitosan
dilarutkan kedalam campuran asam berair, proporsi dari amina primer pada molekul

12

kitosan menjadi terprotonasi dan memperoleh muatan positif, karena itu molekul
kitosan yang terlarut adalah polikationik. Kitosan tidak larut dalam pelarut alkali,
karena pengaruh gugus amina (Kim, Cho and Lee, 2000).
Kitosan dengan sifat penukar ionnya dapat membentuk komplek dengan
barbagai logam transisi, hal ini melibatkan donasi pasangan elektron bebas dari
nitrogen dan atau oksigen dari gugus hidroksil kepada ion logam berat. Tingkat dari
formasi dan stabilitas dari komplek sangat tergantung pada konsentrasi ion logam
berat yang bersaing, temperatur, pH larutan, ukuran partikel, kristalitas dan derajat
deasetilasi dari kitosan (Stephen, 1995: 446). Kitosan dengan sifatnya yang
polikationik juga dapat berikatan dengan zat warna. Hal ini dikarenakan dalam
keadaan terprotonasi, gugus amina pada kitosan dapat berikatan dengan gugus
sulfonat dari zat warna (Sakkayawong, et.al., 2005)
Kitosan dengan sifatnya yang non toksik, digunakan dalam berbagai bidang
seperti agrikultur, penjernihan dan pemurnian air dan minuman. Kitosan juga
digunakan dalam bidang farmasi, imobilisasi sel dan enzim, kosmetik (Stephen,
1995: 450-451). Pemanfaatan kitosan untuk pemurnian air telah dilakukan selama
lebih dari tiga puluh tahun. Dengan menyebarkan kitosan ke permukaan air yang
tercemar, zat-zat pencemar (minyak, logam berat dan makromolekul lain) akan
diserap oleh kitosan (Kusumawati, 2006).
4. Kitosan Sulfat
Kitosan sulfat merupakan salah satu dari modifikasi atau turunan kitosan yang
dibuat dengan cara penempelan anion sulfat (SO42-) pada gugus aktif kitosan (NH2).
Konversi kitosan menjadi kitosan sulfat pada dasarnya adalah pengikatan
elektrostatik anion sulfat pada gugus NH2 pada kitosan menjadi NH3+SO42-. Ion sulfat
merupakan donor elektron kuat sehingga dapat memprotonasi NH2 dari kitosan dan
membentuk ikatan NH3+ - SO42-. Hal ini dapat menambah kereaktifan gugus aktif
pada kitosan sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi dari kitosan
(Mahatmanti, 2001).
Dengan terbentuknya kompleks amin -NH3+ - SO42- maka dimungkinkan terjadi
perubahan mekanisme adsorpsi dari mekanisme pembentukan kompleks menjadi

13

pertukaran ion. Kemungkinan reaksi yang terjadi dalam suasana asam adalah sebagai
berikut :
R-NH2 + H+

R-NH3+ ...(1)

R- NH3+ + (NH4)2SO4 R-NH3+SO42- + 2 NH4+ .(2)


(Mahatmanti, 2001)
Darjito (2001), Cahyaningrum (2001), dan Mahatmanti (2001) telah
menggunakan kitosan sulfat sebagai adsorben logam. Penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi kitosan sulfat terhadap ion logam lebih tinggi
dibandingkan dengan kitosan. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat disimpulkan
bahwa ion sulfat yang terimpregnasi akan lebih stabil bila berasal dari larutan
ammonium sulfat 0,1 M dan kapasitas adsorpsi kitosan sulfat yang dihasilkan paling
tinggi.
Karakterisasi kitosan sulfat dapat dilakukan dengan spektroskopi IR untuk
analisa gugus fungsi, penentuan derajat deasetilasi dan analisis turbidimetri untuk
mengetahui banyaknya ion sulfat yang dapat terikat pada kitosan (Mahatmanti,
2001).
5. Derajat Deasetilasi
Kitosan dibuat dengan melakukan deasetilasi pada kitin, sehingga istilah
derajat deasetilasi digunakan untuk mengkarakterisasi kitosan. Nilai derajat
deasetilasi menggambarkan proporsi unit monomer yang telah dihilangkan gugus
asetilnya, dan mengindikasikan proporsi gugus amina bebas pada kitosan. Derajat
deasetilasi kitosan berkisar 70-100% tergantung pada metode pembuatannya.
(Beaulieu, 2005).
Derajat deasetilasi tergantung pada metode pemurnian dan kondisi reaksi.
Metode yang dapat dipakai untuk penentuan derajat deasetilasi antara lain ninhydrin
tes, titrasi potensiometri linier, spektroskopi inframerah dekat, titrasi hydrogen
bromida, spektroskopi NMR, spektroskopi IR dan turunan spektroskopi Uv (Khan et.
Al., 2002).

14

Pengukuran dengan spektroskopi IR menggunakan range frekuensi 4000 400


cm-1. Penghitungan derajat deasetilasi (DD) kitosan menggunakan baseline yang
dikemukakan Baxter dengan persamaan sebagai berikut :
Baseline oleh Baxter et. al.
DD = 100-[(A1655/A3450) X 115]
Dengan menghitung (A1655) amida = Log 10 (DF2 / DE) dan
(A3450) hidroksil = Log 10 (AC / AB)
Dimana :
(A1655) amida = absorbansi pada 1655 cm 1 pada pita amida.
Diartikan sebagai muatan N-asetil.
(A3450) hidroksil = absorbansi pada 3450 cm 1 pada pita hidroksil.
Diartikan sebagai standar internal untuk mengkoreksi ketebalan film atau perbedaan
konsentrasi kitosan dalam bentuk bubuk.
DF2, DE = tinggi absolut pita absorbansi dari gugus fungsi pada masing-masing
panjang gelombangnya.
Pemilihan garis dasar metode base line dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Pemilihan garis dasar metode base line menggunakan spektra


FTIR (Khan at, al., 2002).
6. Zat Warna Procion Red MX 8B
Zat warna reaktif pertama kali diproduksi tahun 1956. Zat warna jenis ini pada
aplikasinya akan sulit dihilangkan karena adanya ikatan kovalen yang kuat antara
atom karbon dari zat warna dengan atom O, N, atau S dari gugus hidroksi, amino
atau thiol dari polimer. Zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang relatif kecil.

15

Keuntungan zat warna reaktif adalah spektra absorpsinya runcing dan jelas,
strukturnya relatif sederhana, dan warnanya lebih terang (Hunger K, 2003).
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan
serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu hasil
celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik (Djufri,
1976). Zat warna reaktif yang sering digunakan pada industri batik antara lain
Procion, Cibracon, Drimaren, dan Lavafix, yang dapat mengadakan reaksi substitusi
dengan serat dan membentuk ikatan ester, dan zat warna Remazol, Remalan, dan
Primazin, yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan membentuk ikatan
eter.
Menurut pemakaiannya zat warna reaktif dapat pula dibagi menjadi :
1. Pemakaian secara dingin, yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan
tinggi, misalnya Procion M dengan sistem dikloro triazin.
2. Pemakaian secara panas, yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan
rendah, misalnya Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif monokhloro- triazin,
Remazol dengan sistem reaktif vinil sulfon.
Pada tahun 1940 telah mulai dipelajari sifat zat warna triazin atau yang
mengandung klorida sianurat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Klorida Sianurat.


Dengan senyawa diatas ada kemungkinan untuk mengganti gugusan klorida
dengan satu, dua, atau tiga senyawa yang mengandung gugus hidroksil atau amino
yang bergabung pada molekul zat warna (Isminingsih, 1982). Adapun struktur kimia
zat warna ditunjukkan pada Gambar 6.

16

Gambar 6. Struktur Zat Warna (DYE)


Zat warna procion dibuat dari senyawa zat warna mengandung gugusan amina
dalam suatu kondensasi dengan klorida sianurat, dengan reaksi sebagai berikut :

Gambar 7. Reaksi Pembuatan Zat Warna Procion


Gugus-gugus reaktif merupakan bagian dari zat warna dan mudah lepas,
sehingga bagian zat yang berwarna mudah bereaksi dengan serat. Pada umumnya
agar supaya reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali
atau asam sehingga mencapai suatu pH tertentu (Rasjid D., 1976).
Pada kondisi asam, kitosan dapat berikatan dengan zat warna. Menurut
Sakkayawong et. al. (2005), hal ini dikarenakan dibawah kondisi asam atom-atom
hidrogen (H+) pada larutan dapat memprotonasi gugus amina (-NH2) dari kitosan
seperti ditunjukkan pada reaksi (1).
R-NH2

+ H+

R-NH3+

(1)

Dalam larutan encer, zat warna akan terlarut dan gugus sulfonat pada zat warna
Procion Red MX 8B terdissosiasi dan berubah menjadi ion-ionnya. Reaksinya
ditunjukkan pada reaksi (2).
DSO3Na

H2O

DSO3-

Na+

(2)

17

Proses adsorpsi kemudian dihasilkan dari interaksi elektrostatik antara dua ion
tersebut seperti ditunjukkan pada reaksi (3).
R-NH3+

DSO3-

R-NH3+ -O3SD

(3)

Menurut Isminingsih (1982), zat warna reaktif Procion Red MX 8B dapat


mewarnai serat selulosa dalam kondisi asam dan membentuk ikatan hidrogen dengan
selulosa. Kemungkinan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 8. Reaksi antara Procion Red MX 8B dan Selulosa pada Kondisi Asam
Christie (2001) dan Sakkayawong et. al. (2005) menyebutkan bahwa pada
proses pewarnaan, gugus hidroksi dari selulosa (HOselulosa) terdeprotonasi pada
kondisi basa menjadi ion selulosa (Oselulosa) yang kemudian berikatan kovalen
dengan zat warna. Disamping terjadi reaksi antara zat warna dan serat dengan
membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan ester atau eter, molekul
airpun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan
memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi (Rasjid D., 1976).

18

Gambar 9. Reaksi antara Zat Warna dan Selulosa pada Kondisi Basa (Christie,
2001)
Struktur kimia dari Procion Red MX 8B dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Struktur Procion Red MX 8B (Isminingsih, 1982)

19

7. Spektroskopi Infra Merah


Atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi (bergetar).
Ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat dimisalkan sebagai dua bola yang
dihubungkan oleh suatu pegas.
Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu cuplikan, maka molekulmolekulnya dapat menyerap energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi
dasar (ground state) dan tingkat tereksitasi (exited state).
Daerah dimana vibrasi terjadi dapat diperkirakan berdasarkan hukum Hooke
sebagai berikut:
v

Dimana, v
c

1
2

f m1 m2 / m1m2

= bilangan gelombang (cm-1)


= kecepatan cahaya (cm-1)

m1 = massa atom 1 (g)


m2 = massa atom 2 (g)
f

= tetapan gaya (dyne cm 1 g det-1)

Walaupun spektra infra merah suatu molekul poli atom sangat rumit untuk
dianalisis dalam setiap adsorpsi, gugus fungsional untuk suatu molekul tampak pada
daerah-daerah yang agak spesifik, seperti misalnya ikatan C-C, C-N, dan CO
biasanya terletak pada daerah 800-1300 cm-1 , sementara ikatan C=C, C=N, dan C=O
biasanya terlatak pada daerah 1500-1900 cm-1. Beberapa harga kira-kira absorbansi
infra merah ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Harga kira-kira Absorbansi Infra Merah
No
Ikatan
1 C-C, C-N, CO
2 C=C, C=N, C=O
3 C=C, C=N
4 C-H, N-H, O-H
(Hendayana, 1994)

Daerah absorbansi (cm-1)


800-1.300
1.500-1.900
2.000-2.300
2.850-3.650

Daerah antara 1400-4000 cm-1 pada spektra disebut sebagai daerah infra merah.
Daerah sebelah kiri 1400 cm-1

menunjukkan absorpsi oleh modus uluran yang

berguna untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah spektra sebelah kanan 1400 cm -1

20

terjadi karena adanya modus uluran dan tekukan sehingga gugus fungsional sulit
diamati, disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint). (Pudjaatmaka, 1986).
8. Spektroskopi UV-Vis
Pada spektrometer UV, sinar kontinyu dihasilkan oleh lampu awan muatan
hidrogen atau deuterium (D2), sedangkan sinar Visibel dihasilkan oleh lampu
Wolfram. Panjang gelombang cahaya UV-Vis jauh lebih pendek daripada panjang
gelombang radiasi IR. Panjang gelombang UV-Vis berada pada kisaran 180-800 nm.
Prinsip dasar spektroskopi UV-Vis adalah terjadinya transisi elektronik yang
disebabkan penyerapan sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi elektron dari orbital
yang kosong. Umumnya, transisi yang paling mungkin adalah transisi pada tingkat
energi tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada tingkat terendah
(LUMO). Pada sebagian besar molekul, orbital molekul terisi pada tingkat energi
terendah adalah orbital yang berhubungan dengan ikatan , sedangkan orbital
berada pada tingkat energi lebih tinggi. Orbital non ikatan (n) yang mengandung
elektron-elektron yang belum berpasangan berada pada tingkat energi yang lebih
tinggi lagi, sedangkan orbital-orbital anti ikatan yang kosong yaitu * dan *
menempati tingkat energi yang tertinggi (Pavia, et. al., 2001).
Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital dasar
yang berenergi tinggi. Transisi ini memerlukan 40-300 kkal/mol. Panjang gelombang
UV-Vis bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang
memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih
sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang
menyerap cahaya pada daerah tampak (yaitu senyawa yang berwarna) mempunyai
elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada
panjang gelombang UV yang lebih pendek.
Serapan dinyatakan dengan nilai intensitas absorbsi pada panjang gelombang
maksimal. Absortivitas molar diperoleh dari turunan hukum Lambert-Beer dengan
persamaaan sebagai berikut :

21

A = .b. c
Dimana A = intensitas absorbsi
= koefisien absortivitas molar
b = tebal lintasan
c = konsentrasi larutan.
9. Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik yang terjadi pada permukaan suatu
padatan. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan
permukaan penyerap dapat mengatasi gaya tarik menarik antara pelarut dengan
permukaan penyerap (Oscik, 1982). Zat atau molekul yang terserap ke permukaan
disebut adsorbat sedangkan zat atau molekul yang menyerap disebut adsorben
(Sukardjo, 1985).
Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan
adsorpsi fisika (fisisorpsi).
a. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi
kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi
adsorpsi kimia sekitar 100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya
ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini
akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang
terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan
permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Artinya
pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil
(Alberty, 1997).
b. Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi)
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada jenis adsorpsi
fisika ini, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi adsorpsi fisika sekitar 10
kj/mol. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada
permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat, sehingga mudah untuk
diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der

22

Waals, dan dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga
mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat
mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Karena itu ion
pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan
ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari
mekanisme kemisorpsi dan fisisorpsi, karena adsorpsi jenis ini akan mengikat ion-ion
yang diadsorpsi dengan ikatan secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepas kembali
untuk dapat terjadinya pertukaran ion (Atkin, 1990).
Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat
yang teradsopsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada keadaan
kesetimbangan dan temperatur tetap (Barrow, 1988; Alberty dan Daniel, 1983). Ada
beberapa jenis isoterm adsorpsi antara lain :
1.

Isoterm Adsorpsi Langmuir


Isoterm adsorpsi langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan
menganggap bahwa hanya sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi
tersebut terlokalisasi, artinya molekul-molekul zat hanya dapat diserap pada
tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak tergantung pada permukaan
yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi langmuir digunakan untuk
menggambarkan adsorpsi kimia (Alberty, 1997).
Persamaan isoterm adsorpsi langmuir yang merupakan jenis adsorpsi
monolayer dapat dijelaskan sebagai berikut :
1
1
1 1

m b bK p

dimana :

m = massa yang teradsorpsi


b = kapasitas adsorpsi (mg/g)
p = konsentrasi akhir larutan (mg/L)
K = konstanta kesetimbangan adsorpsi

Dengan membuat plot antara 1/m terhadap 1/p maka harga konstanta K dan d
dapat dihitung dari slope dan intercept grafik.
2.

Isoterm Adsorpsi Freundlich

23

Isoterm adsorpsi freundlich menggambarakan adsorpsi yang terjadi


pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat.
Dengan persamaan Barrow (1988)
m kC

1
n

Jika persamaan Barrow dilogaritmakan akan terbentuk persamaan :


log m = log k +
dimana :

1
log C
n

m = berat adsorben (g)


C = konsentrasi sebelum teradsorpsi (mg/L)
K dan n adalah konstanta
(Castellan, 1983)

Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah (Pohan dan Tjiptahadi,


1987):
1). Karakteristik fisika dan kimia dari adsorben antara lain luas permukaan, ukuran
pori dan komposisi kimia.
2). Karakteristik kimia dan fisika dari adsorbat antara lain luas permukaan, polaritas
molekul, dan komposisi kimia.
3). Konsentrasi adsorbat di dalam fasa cair.
4). Karakteristik fasa cair antara lain: pH dan temperatur.
5). Sistem waktu adsorpsi.

B. Kerangka Pemikiran
Kitin adalah bahan utama penyusun eksoskeleton invertebrata. Invertebrata
yang banyak mengandung kitin adalah berasal dari kelompok crustaceae, insekta,
fungi, mollusca dan arthropoda. Beberapa bahan yang sering dimanfaatkan sebagai
sumber kitin adalah cangkang udang dan cangkang kepiting. Bahan lain yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber kitin adalah cangkang bekicot yang merupakan
kelompok hewan lunak (mollusca).
Kitin yang berasal dari cangkang bekicot dapat diubah menjadi kitosan melalui
proses deasetilasi. Deasetilasi merupakan proses peghilangan gugus asetil dari kitin.

24

Kitosan memiliki gugus amina bebas dan hidroksil yang menyebabkan kitosan
mempunyai reaktifitas yang tinggi. Dengan adanya gugus amina bebas tersebut,
kitosan dapat digunakan sebagai adsorben zat warna.
Ion sulfat merupakan donor elektron kuat sehingga dapat memprotonasi gugus
amina dari kitosan membentuk ikatan NH3+ - SO42-. Kapasitas adsorpsi kitosan dapat
ditingkatkan dengan cara mengubah kitosan menjadi kitosan sulfat dengan
penempelan ion sulfat dari larutan amonium sulfat.
Adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan sulfat
dipengaruhi oleh kondisi proses adsorpsi, antara lain pH awal larutan dan waktu
kontak. Proses adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan
sulfat dilakukan pada pH asam dan pH basa karena pada pH asam atom-atom
hidrogen (H+) pada larutan dapat memprotonasi gugus amina (-NH2) dari kitosan dan
kitosan sulfat. Pada kondisi asam, gugus reaktif kitosan sulfat yang telah terprotonasi
permanent akan lebih stabil sehingga hasil adsorpsi lebih maksimal. Sedangkan pada
pH basa, gugus hidroksil dari kitosan dan kitosan sulfat menyerang gugus klorida
dari zat warna dan berikatan kovalen dengan zat warna.
Adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan sulfat selain
dipengaruhi oleh pH awal larutan juga dipengaruhi oleh lamanya waktu kontak dan
konsentrasi larutan. Variasi pH dan waktu kontak dilakukan untuk mengetahui
kondisi optimum adsorpsi, sedangkan variasi konsentrasi dilakukan untuk
mengetahui jenis isoterm adsorpsi. Desorpsi kitosan dan kitosan sulfat dengan
akuades dilakukan pada kondisi optimum dan dapat dipakai untuk mengetahui sifat
adsorpsi yang terjadi.
Kemungkinan isoterm adsorpsi antara zat warna Procion Red MX 8B dengan
kitosan dan kitosan sufat adalah isoterm Langmuir karena dimungkinkan terjadi
ikatan kimia antara zat warna dengan gugus aktif pada kitosan dan kitosan sulfat.
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka dapat diajukan hipotesa
sebagai berikut:

25

1. Pengubahan kitosan menjadi kitosan-sulfat mampu meningkatkan kapasitas


adsorpsi terhadap limbah zat warna Procion Red MX 8B.
2. pH optimum adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan
sulfat terjadi pada pH asam.
3. Isoterm adsorpsi Langmuir akan terjadi pada proses adsorpsi.
4. Interaksi kimia antara Procion Red MX 8B dengan kitosan dan kitosan-sulfat
akan terjadi selama proses adsorpsi.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

26

A. Metode Penelitian
Penelitian tentang adsorpsi limbah zat warna Procion Red MX 8B oleh
kitosan dan kitosan sulfat dari limbah cangkang bekicot menggunakan metode
eksperimen. Kitin dari cangkang bekicot diperoleh melalui proses deproteinasi dan
demineralisasi. Pembentukan kitosan dari kitin dilakukan dengan proses deasetilasi
kitin. Pembentukan kitosan sulfat dari kitosan dilakukan dengan penambahan
amonium sulfat 0,1 M.
Identifikasi gugus fungsi pada kitin, kitosan dan kitosan-sulfat dilakukan
dengan memakai analisa FTIR. Penentuan derajat deasetilasi kitosan dan kitosansulfat dilakukan dengan menggunakan metode spektra IR. Jumlah anion sulfat yang
terimpregnasi pada kitosan-sulfat diukur dengan metode turbidimetri. Besarnya nilai
adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan-sulfat dianalisa dengan
spektroskopi Uv-Vis. Karakterisasi sifat fisika kimia kitosan dan kitosan-sulfat
diperoleh dengan analisa kadar air, kadar abu, berat molekul dan derajat deasetilasi.
Adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan-sulfat dengan metode Batch
dengan variasi meliputi:
1. Variasi pH untuk mengetahui pengaruh keasaman terhadap adsorpsi kitosan
dan kitosan-sulfat.
2. Variasi waktu kontak untuk mendapatkan waktu optimum adsorpsi.
3. Variasi konsentrasi untuk menentukan isoterm adsorpsi.
Desorpsi kitosan dan kitosan-sulfat dilakukan pada kondisi optimum untuk
mengetahui sifat adsorpsi kitosan dan kitosan-sulfat terhadap Procion Red MX 8B.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sub. Laboratorium Kimia, Lab pusat Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Lab dasar jurusan kimia Fakultas
MIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Karakterisasi gugus fungsi kitin,
kitosan dan kitosan sulfat dengan FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Waktu penelitian dari bulan
sampai Maret 2007.

26

Juli 2006

27

C. Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan
a. Ayakan ASTM Standar TEST SIEVE 50 mesh.
b. Penggoyang ayakan MBT SIEVE SHAKER AG-515 RPM 500
c. Seperangkat alat gelas Pyrek.
d. Stirer Hot Plate Model 4658 Cole Parmer Instrument company
e. Thermolyne Furnace 48000
f. Neraca analitis Satorius BP 110
g. pH meter Lutron PH 207
h. FTIR Thermo Nicolet AVATAR 360
i. Spektroskopi UV-Vis merk Spectrophotometer Optima SP-300
j. Stopwatch
k. Viskometer kapiler Ostwald
o. Orbeco-Hellige Digital Direct Reading Turbidimeter
2. Bahan yang digunakan
a. Cangkang bekicot dari kecamatan Papar, kabupaten Kediri, Jawa Timur.
b. CH3COOH p.a. Merck
c. NaOH p.a. Merck
d. Na2SO4 p.a. Merck
e. HCl p.a. Merck
f. (NH4)2SO4 p.a. Merck
g. BaCl2.2H2O p.a. Merck
h. MgCl2.6H2O p.a. Merck
i. KNO3 p.a. Merck
j. Akuades
k. Larutan Procion red MX 8B.
l. Kertas saring Whatman 42
D. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Kitin, Kitosan dan Kitosan Sulfat
a. Persiapan Bahan

28

Cangkang bekicot dibersihkan dan dicuci dengan air hingga bersih,


kemudian dikeringkan di udara terbuka dibawah sinar matahari. Cangkang bersih
kemudian digerus sampai halus dan diayak dengan ayakan 50 mesh.
b. Proses Deproteinasi
Labu refluks 1000 ml diisi serbuk cangkang bekicot sebanyak 50 gram lalu
ditambahkan larutan NaOH 3,5% (w / v) dengan perbandingan 10 : 1 (v / w),
kemudian dipanaskan 650C sambil distirer selama 2 jam (No, 1989 dalam Sun-Ok
Fernandez-Kim B. S., 1991). Setelah dingin, disaring dan dicuci dengan akuades
sampai netral lalu dikeringkan dalam oven 600 C.
c. Proses Demineralisasi
Serbuk cangkang bekicot hasil deproteinasi dimasukkan dalam labu refluks
1000 ml kemudian ditambahkan larutan HCl 1 M dengan perbandingan 15 : 1
(v /w), kemudian dipanaskan pada suhu kamar (400 C) sambil distirer selama 30
menit (No, 1989 dalam Sun-Ok Fernandez-Kim B. S., 1991). Setelah dingin,
disaring lalu dicuci dengan akuades. Hasil yang diperoleh dikeringkan dalam
oven pada suhu 600 C. Kitin yang diperoleh dianalisa dengan spektroskopi infra
merah pada daerah bilangan gelombang 4000 400 cm-1.
d. Proses Deasetilasi Kitin
Kitin yang diperoleh dari proses sebelumnya ditambahkan larutan NaOH
50% pada labu refluks 1000 ml dengan perbandingan 10 : 1 (v /w), kemudian
dipanaskan 1200 C sambil distirer selama 30 menit (No and Meyers, 1989 dalam
Sun-Ok Fernandez-Kim B. S., 1991). Setelah didinginkan, disaring lalu dicuci
dengan akuades kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0 C selama 24
jam. Kitosan yang diperoleh dianalisa dengan spektroskopi infra merah pada
daerah bilangan gelombang 4000 400 cm-1.
e. Penempelan Ion Sulfat pada Kitosan
Kitosan ditambahkan larutan (NH4)2SO4 0,1 M pada labu refluks 500 ml
dengan perbandingan 2 : 5 (w/v), diseker selama 4 jam (Mahatmanti, 2001)
Campuran disaring, lalu dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dalam
oven dengan suhu 60 C selama 4 jam. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis
gugus fungsinya dengan spektroskopi infra merah pada daerah bilangan

29

gelombang 4000 - 400 cm-1, ditentukan derajat deasetilasinya dan diukur jumlah
ion sulfat yang menempel.
2. Karakterisasi Kitosan
Karakterisasi kitosan meliputi kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi dan
berat molekul dengan cara sebagai berikut :
a. Kadar Air
Sebanyak 0,5 gram kitosan dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C
selama 3 jam kemudian dikeringkan dalam deksikator, kemudian ditimbang.
Perlakuan diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung dari
selisih berat sampel sebelum dikeringkan dan sesudah dikeringkan.
b. Kadar Abu
Cawan porselin kosong ditimbang, kemudian sebanyak 0,5 gram sampel
kitosan dimasukkan dalam cawan porselin dan ditimbang. Cawan dimasukkan
dalam tanur dengan suhu 5750 C selama 3 jam (ASTM Standar E: 1755),
didinginkan kemudian ditimbang. Perlakuan diulangi sampai diperoleh berat
yang konstan. Kadar abu diperoleh dari berat sampel yang tidak terabukan setelah
pemanasan.
c. Berat Molekul
Kitosan dalam asam asetat 1% dalam berbagai variasi konsentrasi diukur
viskositasnya dengan viscometer Ostwald, dengan menghitung waktu penurunan larutan
kitosan (No et. al., 2000). Viskositas dihitung dengan rumus :
sp

t1 t 0
t0

Sedangkan untuk menghitung rata-rata berat molekul polimer dipakai persamaan


Mark-Houwink, yaitu :

KM va
dimana K = 1.81 x 10-3 cm3 / g ; a = 0.93
d. Derajat Deasetilasi
Derajat deasetilasi kitosan yang terbentuk ditentukan dengan spektra infra
merah dengan bilangan gelombang berkisar antara 4000 400 cm -1. Derajat

30

deasetilasi ditentukan dengan metode base line yang dirumuskan oleh Baxter
(Khan et al., 2002). Derajat deasetilasi dihitung dari perbandingan antara
absorbansi pada 1655 cm-1 dengan absorbansi 3450 cm-1 dengan rumus:
DD = 100 [(A1655 /A3450) X 115]
Dengan (A1655) amida = Log 10 (DF2 / DE)
(A3450) hidroksil = Log 10 (AC / AB)
3. Karakterisasi Kitosan-Sulfat
a. Kadar Air
Prosedur yang digunakan adalah sama dengan penentuan kadar air pada
karakteriasi kitosan (2.a).
b. Kadar Abu
Prosedur yang digunakan adalah sama dengan penentuan kadar abu pada
karakteriasi kitosan (2.b).
c. Jumlah Ion Sulfat yang Menempel
Jumlah ion sulfat menempel diukur dengan analisis turbidimetri (Lenore,
et.al, 1998). Sampel sebanyak 100 ml ditambah dengan 20 ml larutan buffer dan
distirer. Sambil distirer, ke dalam campuran ditambahkan satu spatula kristal
BaCl2. Campuran distirer selama 60 2 detik dengan kecepatan konstan.
Penghitungan waktu dimulai saat penambahan BaCl2. Setelah itu dilakukan
pengukuran turbiditas dengan alat turbidimetri.
Larutan

buffer

dibuat

dari

campuran

30

MgCl2.6H2O,

CH3COONa.3H2O, 1,0 g KNO3 dan 20 ml CH3COOH 99 % yang dilarutkan


dalam 500 ml akuades kemudian diencerkan sampai 1000 ml.
Penentuan konsentrasi dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi dengan
variasi larutan standar SO42- 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 mg/L. larutan
standar dibuat dengan melarutkan 0,1479 Na2SO4 anhydrous dalam akuades dan
diencerkan sampai 1000 ml (1,00 ml larutan = 100 g SO42-).
4. Adsorpsi Larutan Procion Red MX 8B
Penentuan kondisi optimum adsorpsi kitosan terhadap larutan Procion Red
MX 8B dilakukan dengan memakai metode batch dengan melakukan variasi yang

31

meliputi variasi pH larutan Procion Red MX 8B, variasi konsentrasi larutan Procion
Red MX 8B dan variasi waktu kontak. Optimasi adsorpsi didasarkan pada orientasi
berikut :
a. Pembuatan Spektrum Absorpsi Zat Warna
Larutan Procion Red MX 8B 20 ppm sebanyak 25 ml diukur absorbansinya
pada berbagai panjang gelombang dengan spektroskopi Uv Vis untuk
mendapatkan panjang gelombang maksimumnya.
b. Pembuatan Kurva Standart Untuk Spektroskopi UV-Vis
Larutan standart Procion Red MX 8B dengan variasi 10, 20, 30, 40, dan 50
ppm diukur absorbansinya dengan spektroskopi Uv-Vis.
c. Orientasi pH larutan Procion Red MX 8B
Sebanyak 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan konsentrasi 15 ppm
diatur pHnya dengan penambahan NaOH dan HCl menjadi pH 1,5; 2; 3; 4; 5; 6;
7; 8; 9; 10; dan 11. Kemudian kedalam masing-masing larutan ditambahkan 50
mg kitosan. Campuran dishaker dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit.
Setelah itu larutan disaring dan kadar adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan
dianalisa dengan spektroskopi Uv-Vis. Perlakuan yang sama dilakukan pada
kitosan-sulfat.
d. Orientasi Waktu Pengadukan
Sebanyak 25 ml larutan Procion Red MX 8B pada konsentrasi dan pH
optimum hasil orientasi sebelumnya ditambahkan 50 mg kitosan, dishaker
dengan kecepatan 150 rpm dengan variasi waktu pengadukan selama 5, 10, 15,
20, 25, dan 30 menit. Larutan disaring kemudian dianalisa dengan spektroskopi
Uv-Vis. Hal yang sama dilakukan pada kitosan-sulfat.
e. Orientasi Konsentrasi Larutan Procion Red MX 8B
Sebanyak 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan variasi konsentrasi 15,
20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 ppm diatur pada pH optimum hasil orientasi
sebelumnya, kemudian ditambahkan 50 mg kitosan kemudian dishaker dengan
kecepatan 150 rpm pada waktu optimum. Larutan kemudian disaring dan
dianalisa dengan spektroskopi Uv-Vis, begitu juga untuk kitosan-sulfat.

32

5. Penentuan Sifat Adsorpsi


Penentuan sifat adsorpsi dengan melakukan adsorpsi Procion Red MX 8B
oleh kitosan dan kitosan-sulfat pada kondisi optimum yang diperoleh dari prosedur
sebelumnya, dilanjutkan dengan melakukan desorpsi pada kondisi yang sama.
a. Adsorpsi Larutan Zat Warna.
Sebanyak 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan konsentrasi dan pH
optimum ditambahkan 50 mg kitosan, kemudian dilakukan pengadukan selama
waktu optimum pada suhu kamar. Campuran disaring lalu diukur dengan
spektroskopi Uv-Vis, begitu juga untuk kitosan-sulfat.
b. Desorpsi
Endapan adsorben hasil penyaringan setelah adsorpsi ditambahkan 25 ml
akuades, kemudian dishaker pada waktu optimum pada suhu kamar. Campuran
disaring lalu dianalisa dengan spektroskopi Uv-Vis.
6. Aplikasi Limbah
a.

Adsorpsi Limbah Zat Warna


Limbah pabrik batik diambil dari bak penampungan setelah proses
pencelupan sebelum limbah tersebut dialirkan ke saluran pembuangan.
Konsentrasi awal zat warna diukur setelah zat warna diatur pHnya sampai pH
optimum dengan penambahan NaOH dan HCl. Sebanyak 50 mg kitosan
dimasukkan ke dalam 25 ml limbah yang telah diatur pHnya sampai pH optimum
kemudian dishaker dengan kecepatan 150 rpm selama waktu kontak optimum.
Filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan spektroskopi UV-Vis
untuk mengetahui konsentrasi yang tidak diserap oleh kitosan. Konsentrasi
limbah zat warna yang diserap oleh kitosan adalah selisih antara konsentrasi awal
larutan dengan konsentrasi yang tidak diserap kitosan. Hal yang sama dilakukan
pada kitosan-sulfat.

b.

Desorpsi
Endapan adsorben hasil penyaringan setelah adsorpsi ditambahkan 10 ml
akuades, kemudian diaduk dengan shaker dngan kecepatan 150 rpm selama

33

waktu kontak optimum. Filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan


spektroskopi UV-Vis untuk mengetahui konsentrasi limbah zat warna yang
terdesorpsi.

E. Pengumpulan dan Analisis Data


1. Pengumpulan Data
Kadar air dan kadar mineral kitosan diperoleh dengan menimbang berat
sampel sebelum dan sesuadah pemanasan. Pengukuran kadar air dilakukan dengan
pemanasan 1050 C, sedangkan kadar abu dengan pemanasan 5750 C.
Penentuan gugus fungsi dan derajat deasetilasi didapat dari spektra IR dengan
alat FTIR. Pengukuran jumlah ion sulfat yang menempel dilakukan dengan metode
turbidimetri. Kadar Procion Red MX 8B dalam larutan setelah adsorpsi dan desorpsi
diukur dengan spektroskopi Uv-Vis. Pembuatan spektra Uv-Vis larutan standar
Procion Red MX 8B dipakai untuk memplotkan nilai absorbansi sampel hasil
pengukuran.
2. Analisis Data
Penghitungan kadar air adsorben (kitosan dan kitosan sulfat) dengan
pengukuran berat sampel sebelum dan sesudah pemanasan. Kadar air dalam adsorben
diketahui dari banyaknya air yang menguap setelah pemanasan, sedang kadar abu
diketahui dari berat adsorben yang tidak terabukan setelah pemanasan.
Analisa spektra Infra merah kitin, kitosan dan kitosan-sulfat memakai daerah
gugus fungsi dan daerah sidik jari dengan frekuensi sekitar 4000 -1- 400-1. Derajat
deasetilasi kitosan diukur dengan base line yang dikemukakan oleh Baxter (Khan et.
al.,2002).
Data hasil variasi pH dan waktu kontak dibuat kurva sehingga dapat
ditentukan pH optimum dan waktu kontak optimum. Variasi konsentrasi larutan
Procion Red MX 8B dilakukan untuk menentukan model adsorpsi isoterm Langmuir
atau Freundlich yang sesuai dengan adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan
kitosan-sulfat. Penentuan terjadinya adsorpsi secara fisika atau kimia selain

34

ditentukan dari jenis isoterm adsorpsi juga dapat ditentukan berdasar sifat reversible
atau irreversible-nya suatu adsorpsi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

35

A. Preparasi Adsorben
1. Pemurnian Kitin
Proses pemurnian kitin yang berasal dari cangkang bekicot melalui dua tahap
yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Deproteinasi dilakukan dengan menambahkan
NaOH 3,5% (w/v) pada serbuk cangkang bekicot yang telah lolos ayakan 50 mesh.
Tahap demineralisasi dilakukan dengan menambahkan larutan HCl 1M pada
cangkang bekicot hasil deproteinasi. Rendemen yang diperoleh pada masing-masing
tahap diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rendemen pada setiap tahap pemurnian kitin
Tahap perlakuan
Deproteinasi
Demineralisasi

Rendemen (%)
95,051 2,80
18,262 1,28

Data rendemen akhir pada tiap-tiap tahap ditunjukkan pada Tabel Lampiran 1
dan perhitungan akhir pada masing-masing tahap ditunjukkan pada Lampiran 2. Dari
perhitungan Lampiran 2 didapat jumlah rendemen rata-rata secara keseluruhan proses
pemurnian kitin sebesar 18,262 %.
Kitin dalam cangkang bekicot diperoleh dengan pemurnian yang meliputi
proses deproteinasi dan demineralisasi. Proses deproteinasi dilakukan untuk
menghilangkan protein yang terkandung dalam cangkang bekicot dengan
penambahan NaOH. Dalam larutan NaOH protein akan lepas dengan membentuk
Na-Proteanat yang larut dalam air. Rendemen yang dihasilkan dari tahap ini adalah
sebesar 95,051 2,80 %.
Proses demineralisasi dilakukan dengan menambahkan HCl encer untuk
menghilangkan mineral yang terkandung dalam cangkang bekicot terutama kalsium.
Menurut Salami (1998) contoh reaksi yang terjadi pada kalsium adalah sebagai
berikut :
CaCO3 + 2HCl

35

CaCl2 + H2CO3

36

H2CO3

CO2 + H2O

Gelembung-gelembung CO2 yang dihasilkan pada proses demineralisasi


merupakan indikator adanya reaksi antara HCl dengan garam mineral. Rendemen
yang dihasilkan dari proses ini adalah sebesar 18,262 1,28 % berwarna coklat
keputihan dan berbentuk serbuk.
Besarnya rendemen yang diperoleh dipengaruhi oleh kemurnian kitin itu
sendiri. Nilai rendemen proses demineralisasi menunjukkan nilai kandungan kitin
dalam 50 gram serbuk cangkang bekicot. Sifat fisika- kimia kitin dipengaruhi oleh
perlakuan selama isolasi seperti suhu, waktu reaksi, konsentrasi pelarut, konsentrasi
dan ukuran sampel (Beaulieu, 2005).
Kitin yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan
spektroskopi inframerah. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi
kitin dalam rendemen yang diperoleh, untuk selanjutnya dibandingkan dengan
spektra inframerah cangkang bekicot. Perbandingan spektra hasil identifikasi gugus
fungsional cangkang bekicot dan kitin dengan spektrofotometer inframerah dapat
dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11. Spektra Inframerah Cangkang Bekicot

37

Gambar 12. Spektra Inframerah Kitin


Hasil spektra inframerah cangkang bekicot dan kitin, menunjukkan pola yang
hampir sama, karena kitin sendiri adalah penyusun dari cangkang bekicot. Spektra
inframerah cangkang bekicot pada Gambar 11 memperlihatkan adanya pita serapan
pada 3448,5 cm-1, dan 3449,66 cm-1 pada Gambar 12 yang merupakan vibrasi ulur
gugus OH (Sastrohamidjojo, 2001). Serapan pada bilangan gelombang 2923,9 cm -1
dan 2854,5 cm-1 pada cangkang bekicot mengalami pergeseran menjadi 2922,21 cm-1
dan 2853,81 cm-1 pada kitin, yang muncul sebagai akibat vibrasi ulur gugus C-H dari
alkana (Hartomo dan Purba, 1986). Menurut Williams dan Fleming (1987) serapan
ulur gugusCH3 dan CH2- terletak di daerah 2960-2850 cm-1, sehingga serapan yang
terdapat pada bilangan gelombang 2922,21 cm-1 dan 2853,81 cm-1 menunjukkan
serapan ulur gugus CH2- dan CH3. Keberadaan gugus CH3 yang terikat pada
amida (-NHCOCH3), didukung oleh adanya serapan pada bilangan gelombang
1474,69 cm-1 (Hartomo dan Purba, 1986) yang merupakan hasil pergeseran dari
bilangan gelombang 1477,4 cm-1 pada spektra inframerah cangkang bekicot. Menurut
Williams dan Fleming (1987) serta Hartomo dan Purba (1986) getaran tekuk NH
amida berada pada daerah 1570-1515 cm-1, namun karena adanya tumpang tindih
antara serapan tersebut dengan serapan ulur gugus C=O sehingga terjadi pelebaran
puncak dan hanya muncul satu puncak pada bilangan gelombang 1634,64 cm -1 pada
Gambar 12. Pita serapan pada bilangan gelombang 1082,92 dan 1036,86 cm-1

38

merupakan serapan dari vibrasi ulur gugus C-O-. Adanya serapan pada bilangan
gelombang 861,15 cm-1 menandakan masih adanya mineral silika pada kitin.
2. Pembentukan Kitosan
Pembentukan kitosan dilakukan melalui proses deasetilasi kitin dengan tujuan
untuk menghilangkan gugus asetil yang ada pada kitin. Deasetilasi kitin dilakukan
dengan mereaksikan kitin dengan NaOH 50% dengan perbandingan 10 : 1 (v/w) pada
suhu 1200C (No and Meyers, 1989 dalam Sun-Ok Fernandez-Kim B. S., 1991).
Deasetilasi adalah proses pengubahan gugus asetil (-NHCOCH 3-) menjadi gugus
amina (-NH2). Reaksi deasetilasi kitin pada dasarnya adalah suatu reaksi hidrolisis
amida dari -(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa dengan NaOH. Menurut
Mahatmanti (2001) reaksinya adalah sebagai berikut :
..
O
C
NH
..

O
CH 3

..
+ OH
..

NH
..

O
NH 2

CH3

CH3

O
NH 2
H
=

H 3C

CH2OH
H O
O

HO
H

Gambar 13. Mekanisme reaksi deasetilasi

Hasil proses deasetilasi, setelah dikeringkan diperoleh serbuk berwarna putih


kecoklatan. Data rendemen pembentukan kitosan ditunjukkan pada Tabel Lampiran 2
dan penghitungan kadar kitosan ditunjukkan pada Lampiran 3. Dari hasil perhitungan
diketahui jumlah rendemen hasil deasetilasi kitin sebesar 9,597 0,72 % (dihitung
dari bahan awal).
Kitosan yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan
spektroskopi inframerah. Spektra hasil identifikasi gugus fungsional kitosan

39

diperlihatkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Spektra Inframerah Kitosan


Untuk memastikan terbentuknya kitosan dari kitin dilakukan analisis gugus
fungsi rendemen dengan menggunakan FTIR. Dari spektra yang dihasilkan terlihat
adanya serapan pada bilangan gelombang 3452,49 cm-1 yang merupakan serapan dari
gugus OH. Serapan yang dihasilkan oleh gugus OH tersebut lebar dan mengalami
pergeseran dari bilangan gelombang pada kitin. Hal ini disebabkan adanya tumpang
tindih dengan gugus NH dari amina. Serapan pada bilangan gelombang 2922,65 cm -1
mengindikasikan gugus C-H dari alkana yaitu menunjukkan vibrasi ulur gugus

CH2-. Serapan khas kitosan terlihat pada bilangan gelombang 1617,52 cm-1 dan
1623,12 cm-1 yang merupakan getaran tekuk N-H yang menunjukkan keberadaan
amina (-NH2) (Silverstein, 1986). Pita serapan pada bilangan gelombang 1081,57 cmmerupakan serapan dari vibrasi ulur gugus C-O-. Serapan pada bilangan gelombang
872,61 cm-1 menunjukkan masih adanya mineral silika pada kitosan. Masih adanya
serapan pada 1425,37 cm-1 yang merupakan serapan gugus CH3 dari amida
menunjukkan bahwa dalam kitosan masih terkandung kitin.
3. Karakterisasi Kitosan
Karakterisasi kitosan yang dilakukan meliputi warna, bau, bentuk, kadar air,
kadar abu, derajat deasetilasi, berat molekul dan derajat polimerisasi. Hasil

40

perhitungan karakterisasi kitosan yang diperoleh ditunjukkan pada Lampiran 4 dan


Lampiran 6. Hasil perhitungan Lampiran 4 dan Lampiran 6 selengkapnya
diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakterisasi kitosan hasil deasetilasi kitin
Spesifikasi
Warna
Bau
Bentuk
Kadar air
Kadar abu
Derajat deasetilasi(Baxter)
Berat molekul
Derajat Polimerisasi

Deskripsi
Putih kecoklatan
Tidak berbau
Serbuk
2,06 0,82 %
26,11 0,45 %
74,95 %
2029,994 Dalton
12

Penentuan kadar air dan kadar abu kitosan memperlihatkan jumlah kandungan
air dan kandungan abu yang terdapat pada kitosan. Perhitungan kadar air dan kadar
abu dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan
jumlah kandungan air sebesar 2,06 0,82 % dan kandungan abu sebesar 26,11 0,45
% pada kitosan hasil deasetilasi kitin dari cangkang bekicot. Kitosan merupakan
biopolymer higroskopis (Salami, 1998) sehingga terjadi penyerapan uap air ketika
kitosan dalam keadaan terbuka.
Kadar abu yang terdapat pada kitosan dari cangkang bekicot memiliki jumlah
sebesar 26,11 0,45 %. Kadar abu ini diketahui dari sampel yang tidak terabukan.
Kandungan abu pada kitosan adalah parameter yang penting. Kadar abu yang besar
pada kitosan dapat mempengaruhi kelarutan, konsekuensinya dapat menurunkan
viskositas atau dapat mempengaruhi karakteristik lain yang lebih penting. Kualitas
kitosan yang baik memiliki kadar abu kurang dari 1%. Penentuan kadar abu adalah
indikator keefektifan tahap demineralisasi untuk menghilangkan mineral yang ada
pada kitosan. Tanpa proses demineralisasi, produk menghasilkan kadar abu antara
31-36 %. Besarnya

kadar abu yang

terkandung

memperlihatkan

proses

demineralisasi yang kurang sempurna.


Masih tingginya kadar abu kitosan mengindikasikan masih adanya mineral
pada kitosan, terutama kalsium. Keberadaan kalsium pada kitosan dikhawatirkan

41

mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari kitosan, sehingga perlu diketahui kapasitas


adsorpsi CaCO3 terhadap zat warna Procion Red MX 8B. Hasil adsorpsi oleh CaCO3
kemudian diperhitungkan dengan hasil adsorpsi oleh adsorben kitosan dan kitosan
sulfat, sehingga diperoleh hasil murni adsorpsi oleh adsorben. Dari 15 ppm larutan
zat warna dan 0,05 gram CaCO 3 diperoleh hasil adsorpsi sebesar 1,904 ppm dengan
daya serap 0,952 mg/g. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan data
selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 14 .
Berat molekul rata-rata kitosan diukur dengan menentukan waktu alir larutan
kitosan yang diukur menggunakan viskometer Ostwald. Data yang diperoleh
kemudian dikonversi ke dalam persamaan Mark-Houwink. Hasil perhitungan pada
Lampiran 4 memperlihatkan jumlah berat molekul kitosan sebesar 2 kilo Dalton
dengan derajat polimerisasi 12. Berat molekul kitosan bervariasi sesuai dengan
sumber bahan mentah dan metode preparasinya.
Penentuan derajat deasetilasi dilakukan untuk mengetahui terbentuknya kitosan
dari kitin. Penentuan derajat deasetilasi kitosan dihitung dengan metode base line
oleh Baxter (Khan et. al., 2002). Perhitungan untuk menentukan derajat deasetilasi
diperlihatkan pada lampiran 4, dan gambar penentuan derajat deasetilasi dapat dilihat
pada Gambar Lampiran 1. Dari perhitungan tersebut, diketahui bahwa dengan rumus
Baxter didapat prosentase derajat deasetilasi sebesar 74,95 %.
4. Pembentukan Kitosan Sulfat
Pembentukan kitosan sulfat dilakukan melalui proses penempelan ion sulfat
pada kitosan. Penempelan ion sulfat pada kitosan dilakukan dengan menambahkan
larutan amonium sulfat 0,1 M pada kitosan hasil deasetilasi kitin. Filtrat hasil
pencucian diukur kandungan sulfatnya dengan turbidimetri untuk mengetahui
kandungan ion sulfat yang lolos dari kitosan, sehingga dapat diketahui banyaknya ion
sulfat yang menempel pada kitosan. Hasil dari tiap perlakuan dalam pembentukan
kitosan sulfat dapat dilihat pada Tabel 3. Rendemen hasil pembentukan kitosan sulfat
sebesar 8,657 0,88 % (dari bahan awal), dengan perhitungan yang dapat dilihat
pada Lampiran 3.

42

Konversi kitosan menjadi kitosan sulfat pada dasarnya adalah pengikatan


elektrostatik ion sulfat pada gugus reaktif kitosan (gugus amina) menjadi gugus NH 3+
OSO32-. Ion sulfat merupakan donor elektron kuat sehingga dapat memprotonasi
gugus amina dari kitosan membentuk ikatan NH3+ - SO42-. Konversi ini dilakukan
untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi kitosan karena dengan adanya ion sulfat,
maka gugus amina pada kitosan akan lebih bersifat kationik, selain itu dengan adanya
gugus sulfat maka diharapkan dapat pula mengikat gugus-gugus kationik.
Kereaktifan gugus aktif kitosan sulfat lebih stabil daripada kitosan karena gugus
amina telah mengalami protonasi permanen dengan adanya penempelan ion sulfat.
Ion sulfat yang dipakai berasal dari larutan ammonium sulfat 0,1 M seperti yang
telah dilakukan oleh Mahatmanti (2001).
5. Karakterisasi Kitosan Sulfat
Karakterisasi kitosan sulfat yang dilakukan meliputi warna, bau, bentuk, kadar
air, kadar abu dan jumlah ion sulfat yang menempel. Hasil perhitungan karakterisasi
kitosan sulfat yang diperoleh ditunjukkan pada Lampiran 5 dan Lampiran 9. Hasil
perhitungan Lampiran 5 dan Lampiran 9 selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakterisasi kitosan sulfat
Spesifikasi
Warna
Bau
Bentuk
Kadar air
Kadar abu
Jumlah ion sulfat yang menempel

Deskripsi
Putih kecoklatan
Tidak berbau
Serbuk
1,40 0,80 %
25,70 0,71 %
10,7088 mg/g

Rendemen hasil pembentukan kitosan sulfat sebesar 8,657 0,88 % (dari


bahan awal). Kadar air dan kadar abu kitosan sulfat yang diperoleh, masing-masing
adalah sebesar 1,40 % dan 25,70 %. Banyaknya sulfat yang menempel pada kitosan
sebesar 10,7088 mg/g dihitung dengan turbidimetri.

43

Kitosan sulfat yang diperoleh kemudian dianalisa gugus fungsionalnya dengan


spektra inframerah. Spektra IR ditunjukkan oleh Gambar 15.

Gambar 15. Spektra Inframerah Kitosan Sulfat


Pita serapan pada bilangan gelombang 3459,69 cm -1 menunjukkan vibrasi uluran
OH dan vibrasi uluran NH2 yang tumpang tindih. Serapan pada bilangan gelombang
2923,05 cm-1 mengindikasikan gugus C-H dari alkana yaitu menunjukkan vibrasi
ulur gugus CH2-. Serapan pada 1473,00 cm-1 mendukung adanya gugus CH3 yang
terikat pada amida. Serapan pada 1623,51 cm-1 yang merupakan getaran tekuk N-H
yang menunjukkan keberadaan amina (-NH2). Pita serapan pada 1082,62 cm-1
merupakan serapan dari vibrasi ulur gugus C-O-. Serapan pada bilangan gelombang
861,20 cm-1 dan 872,37 cm-1 menunjukkan serapan mineral silika. Serapan sulfonat (
SO2OH) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1162,85 cm-1. Hasil spektra
inframerah kitosan dan kitosan sulfat hampir sama, menunjukkan bahwa kitosan
sulfat belum dapat diidentifikasi dengan spektra inframerah. Keberadaan ion sulfat
pada kitosan sulfat didukung dari data turbiditas yaitu penghitungan jumlah ion sulfat
yang menempel pada kitosan yaitu sebesar 10,7088 mg/g.
B. Proses Adsorpsi
1. Pembuatan Spektrum Absorbansi Procion Red MX 8B
Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur
serapan larutan Procion Red MX 8B dari panjang gelombang 450 nm - 580 nm

44

dengan spektroskopi Uv-Vis. Panjang gelombang maksimum ini kemudian dipakai


pada setiap analisis adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan sulfat
dengan spektroskopi Uv-Vis. Tabel Lampiran 5 dan Gambar 16 menampilkan data
pengukuran panjang gelombang maksimum Procion Red MX 8B, yaitu sebesar 540
nm.

Gambar 16. Spektrum Absorbansi Zat Warna Procion Red MX 8B


2. Penentuan pH Optimum
Penentuan pH optimum penting karena pada umumnya agar supaya reaksi
dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam. Pada
penelitian ini 25 mL larutan zat warna Procion Red MX 8B ditambah 50 mg
adsorben dengan waktu kontak yang seragam yaitu selama 30 menit. Variasi pH pada
penelitian ini dilakukan dengan cara mengatur pH larutan zat warna Procion Red MX
8B dengan menambahkan HCl atau NaOH sehingga diperoleh pH 1,5; 2; 3; 4; 5; 6; 7;
8; 9; 10; dan 11. Penelitian ini tidak menggunakan buffer karena zat warna tidak
terpengaruh oleh perubahan pH. Hal ini dapat dilihat pada absorbansi kontrol yang
relatif sama pada berbagai pH. Gambar 17 memperlihatkan kurva adsorpsi zat warna
Procion Red MX 8B oleh kitosan pada variasi pH. Pada gambar 17 dapat dilihat
bahwa adsorpsi terjadi pada pH asam dan pH basa dengan daya serap tertinggi ada
pada pH 2, sedangkan diatas pH 2 daya serap kitosan mengalami penurunan dan
terjadi peningkatan adsorpsi pada pH 9. Dalam penelitian ini pH 2 dipakai sebagai
pH optimum karena hasil adsorpsi yang ditunjukkan lebih baik daripada pH 9.

45

Adsorpsi pada pH 1 tidak dilakukan karena pada pH 1 kitosan telah rusak dan larut,
yang secara fisik ditunjukkan dengan adanya gelembung-gelembung udara dalam
larutan zat warna, dan berkurangnya kuantitas dari kitosan yang digunakan untuk
adsorpsi. Menurut Sun-Ok Fernandez-Kim B. S (1991) kitosan larut dalam larutan
HCl 1%.

Gambar 17. Kurva Adsorpsi Zat Warna oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat pada
Variasi pH
Daya serap terbesar ada pada pH 2 yaitu sebesar 3,405 mg/g. Penjelasan untuk
hal ini adalah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sakkayawong et. al. (2005),
bahwa dibawah kondisi asam atom-atom hydrogen (H+) pada larutan dapat
memprotonasi gugus amina (-NH2) dari kitosan.
R'NH2 + H+

R'NH3+

Dalam larutan encer, zat warna akan terlarut dan gugus sulfonat pada zat warna
reaktif Procion Red MX 8B terdissosiasi dan berubah menjadi ion-ionnya.
H2O

DSO3Na

DSO3- + Na+

Proses adsorpsi kemudian dihasilkan dari interaksi elektrostatik antara dua ion
tersebut seperti ditunjukkan pada reaksi berikut :
R'NH3+ + DSO3-

R'NH3+ O3 SD

Pada kondisi asam, ikatan hirogen juga berperan pada proses adsorpsi. Ikatan
hidrogen terjadi antara atom nitrogen dari kloridasianurat zat warna dengan atom

46

hidrogen dari gugus OH kitosan (Isminingsih, 1982). Adapun kemungkinan


reaksinya adalah sebagai berikut :

Gambar 18. Reaksi Procion Red MX 8B dan Kitosan pada Kondisi Asam
Pada pH 3, 4, 5 dan 6 menghasilkan penyerapan yang lebih kecil dari pH 2. Hal
ini dimungkinkan karena belum banyak gugus amina dari kitosan yang terprotonasi
oleh hidrogen (H+) dari larutan sehingga menyebabkan kecilnya kemampuan kitosan
untuk berikatan dengan zat warna.
Pada kondisi basa, adsorpsi oleh kitosan masih dapat terjadi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sakkayawong et. al. (2005), bahwa pada pH basa gugus hidroksi
dari kitosan terdeprotonasi menurut reaksi :
CH2OH + OH-

CH2O- + H2O

CH2OH dari kitosan

Proses adsorpsi pada pH basa dapat dijelaskan dengan adanya ion (CH2O-) dari
kitosan yang berikatan kovalen dengan zat warna menggantikan gugus klorida (Cl -)
yang lepas kedalam larutan. Mekanisme ini adalah sama seperti pada mekanisme
adsorpsi zat warna dengan selulosa pada proses pewarnaan. Pada proses pewarnaan,
gugus hidroksi dari selulosa (HOselulosa) terdeprotonasi pada kondisi basa menjadi
ion selulosa (Oselulosa) yang kemudian berikatan kovalen dengan zat warna.
Tidak hanya ikatan kovalen yang berperan, tetapi ikatan Van der Walls juga berperan
dalam mekanisme adsorpsi pada suasana basa. Ikatan Van der Walls merupakan
ikatan lemah yang terjadi antara gugus azo (N=N) dari zat warna dengan gugus
hidroksi (OH) dari kitosan (Sakkayawong et. al., 2005). Kecilnya adsorpsi yang
terjadi pada suasana basa dimungkinkan dengan adanya molekul air yang

47

mengadakan reaksi dengan molekul zat warna dengan memberikan komponen zat
warna yang tidak reaktif lagi. Kemungkinan adanya reaksi dengan air, adanya alkali
didalam air, maka kemungkinan gugus klorida aktif dari kloridasianurat telah
terhidrolisa sebelum dapat bereaksi dengan serat sehingga hasil adsorpsi kurang
optimum (Isminingsih, 1982).
Pada adsorpsi dengan kitosan sulfat, pH optimum yang dipakai adalah pH 2
dengan daya serap sebesar 3,644 mg/g. Seperti halnya adsorpsi dengan kitosan,
adsorben kitosan sulfat rusak pada pH 1. Hasil yang diperlihatkan hampir sama
dengan adsorpsi oleh kitosan, tetapi pada adsorpsi dengan kitosan sulfat didapatkan
hasil adsorpsi yang lebih baik dari pada kitosan. Menurut Mahatmanti (2001), ion
sulfat dapat memprotonasi gugus amina dari kitosan membentuk ikatan NH 3+ -OSO32yang dapat menambah kereaktifan gugus aktif pada kitosan sehingga dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsi dari kitosan. Pada kondisi asam, gugus reaktif
kitosan sulfat yang telah terprotonasi permanen akan lebih stabil sehingga hasil
adsorpsi lebih maksimal. Kemungkinan mekanisme yang terjadi adalah pertukaran
ion yaitu sulfat pada kitosan sulfat lepas digantikan oleh gugus sulfonat zat warna
yang telah terdissosiasi. Proses selanjutnya terjadi interaksi elektrostatik kembali
antara gugus amina dengan gugus sulfonat zat warna.
Pada kondisi basa, proses yang terjadi adalah sama seperti adsorpsi oleh
kitosan, dimana gugus hidroksil dari kitosan sulfat menyerang gugus klorida dari zat
warna dan berikatan kovalen dengan zat warna. Tetapi dengan adanya molekul air,
memungkinkan terjadinya persaingan antara gugus hidroksi (OH) dari molekul air
dan gugus hidroksi dari kitosan sulfat untuk berikatan dengan zat warna seperti
reaksi yang dikemukakan oleh Christie, 2001 (Gambar 9).

3. Penentuan Waktu Kontak Optimum


Waktu kontak yaitu waktu yang dibutuhkan adsorben untuk mengadsorpsi zat
warna Procion Red MX 8B. Untuk menentukan waktu kontak optimum maka
adsorben sebanyak 50 mg dalam 25 ml larutan zat warna Procion red MX 8B 15 ppm
pada pH 2 dishaker dengan variasi waktu kontak dari 5 menit, 10, 15, 20, dan 30

48

menit. Kurva hasil adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan
sulfat pada variasi waktu kontak dapat dilihat pada Gambar 19.
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa adsorpsi zat warna menunjukkan pola
adsorpsi yang hampir sama untuk adsorben kitosan dan kitosan sulfat, yaitu 15 menit
pertama adsorpsi meningkat tajam dan pada penambahan waktu berikutnya
mengalami penurunan nilai adsorpsi. Adsorpsi optimum zat warna terhadap adsorben
kitosan dan kitosan sulfat terjadi pada waktu yang sama yaitu 15 menit, dengan
kemampuan adsorpsi oleh kitosan sulfat lebih tinggi dari kitosan.

Gambar 19. Kurva Adsorpsi Zat Warna oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat pada
Variasi Waktu Kontak
4. Penentuan Isoterm Adsorpsi
Variasi konsentrasi dilakukan dengan membuat seri larutan dengan konsentrasi
15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 ppm. Variasi konsentrasi dilakukan pada pH 2 dan
waktu kontak 15 menit untuk adsorben kitosan dan kitosan sulfat. Gambar 18
menunjukkan grafik hubungan antara zat warna terserap vs konsentrasi zat warna
untuk kedua adsorben. Pada Gambar 18, dapat dilihat bahwa Nilai adsorpsi maksimal
zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan sulfat masing-masing terjadi
pada konsentrasi 35 ppm dengan daya serap sebesar 5,967 mg/g dan 40 ppm dengan
daya serap sebesar 7,006 mg/g.

49

Gambar 20. Kurva Adsorpsi Zat Warna oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat pada
Variasi Konsentrasi
Dari grafik dapat dilihat bahwa konsentrasi zat warna terserap semakin naik
dengan meningkatnya konsentrasi awal larutan dan kemudian relative konstan pada
konsentrasi 40 ppm untuk kedua jenis adsorben. Pada konsentrasi dibawah 40 ppm,
situs aktif kitosan dan kitosan sulfat belum jenuh atau gugus amina aktif adsorben
belum sepenuhnya dipakai untuk berikatan dengan zat warna, sehingga peningkatan
konsentrasi akan meningkatkan pula konsentrasi zat warna terserap sampai dicapai
keadaan kesetimbangan yang mengindikasikan bahwa situs aktif adsorben telah
jenuh oleh zat warna.
Variasi konsentrasi yang dilakukan dapat dipakai untuk menentukan isoterm
adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan sulfat. Grafik antara 1/m vs
1/C dibuat mengikuti persamaan Isoterm Langmuir. Grafik antara Log m vs Log C
dibuat mengikuti persamaan Isoterm Freundlich. Grafik kedua persamaan isoterm
untuk adsorben kitosan dan kitosan sulfat masing-masing ditunjukkan oleh Gambar
21 dan Gambar 22.

50

0,4

0,35

1/m

0,3

0,25

0,2

Y = 0,5819X 0,0861
R2 = 0,9546

Y = 2,5487X + 0,0798
R2 = 0,9859

0,15

0,1
0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

1/C

(a)

(b)

Gambar 21. Grafik Persamaan Isoterm Adsorpsi oleh Adsorben Kitosan


(a) Grafik Isoterm Adsorpsi Langmuir (b) Grafik Isoterm Adsorpsi Freundlich

0,35
0,3
0,25

1/m

0,2
0,15
0,1

Y = 2,1111X + 0,0727
R2 = 0,9759

0,05

Y = 0,5911X 0,0303
R2 = 0,9518

0
0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

1/C

(a)

(b)

Gambar 22. Grafik Persamaan Isoterm Adsorpsi oleh Adsorben Kitosan Sulfat
(a) Grafik Isoterm Adsorpsi Langmuir (b) Grafik Isoterm Adsorpsi Freundlich
Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa harga koefisien regresi linier
(R2) isoterm Langmuir lebih besar bila dibandingkan dengan isoterm Freundlich.
Sehingga dapat dikatakan bahwa adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B pada
kitosan dan kitosan sulfat mengikuti model isoterm adsorpsi Langmuir. Dari
perhitungan slope dan intersep kurva diperoleh data tentang kapasitas adsorpsi serta

51

konstanta kesetimbangan adsorpsi (K) zat warna Procion Red MX 8B pada kitosan
dan kitosan sulfat yang ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Data parameter isoterm adsorpsi
No
1

Adsorben
Kitosan

Kitosan
sulfat

Keterangan
r2
k
n
Kapasitas adsorpsi
r2
k
n
Kapasitas adsorpsi

Pers. Freundlich
0,9546
0,8202 L/mg
1,7185
0,9518
0,9326 L/mg
1,6918
-

Pers. Langmuir
0,9859
0,0313 L/mg
12,5251 mg/g
0,9759
0,0344 L/mg
13,7552 mg/g

Berdasar Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa konversi kitosan menjadi kitosan


sulfat sebelum dikontakkan dengan zat warna Procion Red MX 8B dapat
meningkatkan kualitas adsorpsi zat warna Procion Red MX 8B dengan meningkatnya
kapasitas adsorpsi yaitu dari 12,5251 mg/g pada kitosan menjadi 13,7552 mg/g pada
kitosan sulfat. Kecilnya kenaikan kapasitas adsorpsi ini karena sedikitnya jumlah ion
sulfat yang menempel pada kitosan yaitu 10,7088 mg/g.
5. Penentuan Sifat Adsorpsi
Penentuan sifat adsorpsi larutan zat warna Procion Red MX 8B oleh kitosan
dan kitosan sulfat dilakukan dengan menentukan apakah larutan zat warna yang
terserap dapat dilepaskan kembali atau tidak, dengan melakukan desorpsi adsorben
pada kondisi optimum adsorpsi memakai akuades. Data hasil perhitungan pada Tabel
Lampiran 12 disajikan pada Tabel 6 untuk adsorben kitosan dan Tabel 7 untuk
adsorben kitosan sulfat.

Tabel 6. Data adsorpsi dan desorpsi kitosan terhadap larutan zat warna Procion Red
MX 8B pada kondisi optimum

52

No Pengulangan

1
2
3
4

1
2
3
Rata-rata

Adsorpsi
(ppm)

Daya serap*
(mg/g)

Daya serap
murni**
(mg/g)

Desorpsi
(ppm)

11,150
11,520
12,180
11,620 1,04

5,575
5,760
6,040
5,792 0,47

5,326
5,511
5,791
5,543 0,47

0,281
0,323
0,401
0,335 0,12

Tabel 7. Data adsorpsi dan desorpsi kitosan sulfat terhadap larutan zat warna Procion
Red MX 8B pada kondisi optimum
No

Pengulangan

Adsorpsi
(ppm)

Daya serap*
(mg/g)

Daya serap
murni**
(mg/g)

Desorpsi
(ppm)

1
1
14,400
7,200
6,955
0,281
2
2
14,280
7,140
6,895
0,101
3
3
14,120
7,060
6,815
0,119
4
Rata-rata
14,270 0,28 7,130 0,11 6,888 0,11 0,167 0,20
* daya serap adsorben sebelum diperhitungkan dengan daya serap CaCO3
** daya serap adsorben setelah diperhitungkan dengan daya serap CaCO3
Sifat adsorpsi larutan zat warna Procion Red MX 8B ditentukan dengan
melakukan desorpsi adsorben pada kondisi optimum, desorben memakai akuades.
Dari Tabel 6 dan Tabel 7 diketahui bahwa larutan yang telah terserap hampir
semuanya tidak dapat lepas kembali saat dilakukan desorpsi dengan akuades. Ratarata adsorpsi Procion Red MX 8B oleh kitosan dan kitosan sulfat pada kondisi
optimum masing-masing adalah 11,62 ppm dan 14,27 ppm, dengan daya serap 5,54
mg/g dan 6,89 mg/g. Dengan membandingkan hasil adsorpsi kedua adsorben pada
konsentrasi 40 ppm dapat diketahui bahwa hasil adsorpsi kitosan sulfat terhadap
kitosan pada larutan zat warna tekstil naik sebesar 17,31 %. Desorpsi dengan akuades
pada kondisi optimum adalah 0,335 ppm (2,88 %) untuk kitosan dan 0,167 ppm
(1,17 %) untuk kitosan sulfat. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi fisika yang
terjadi antara larutan zat warna Procion Red MX 8B dengan kitosan dan kitosan sulfat
adalah sebesar 2,88% dan 1,17 %, sedangkan interaksi kimia yang terjadi antara
limbah zat warna Procion Red MX 8B dengan kitosan dan kitosan sulfat adalah
sebesar 97,12 % dan 98,83 %. Besarnya prosentase zat warna Procion Red MX 8B

53

yang terikat secara kimia dengan kitosan menyebabkan sulitnya proses desorpsi,
sehingga untuk mendesorpsinya diperlukan pelarut tertentu yang dapat memecah
ikatan kimia antara zat warna Procion Red MX 8B dengan adsorben. Besarnya
prosentase zat warna Procion Red MX 8B yang terikat secara kimia dengan kitosan
dan kitosan sulfat menunjukkan bahwa adsorpi zat warna Procion Red MX 8B oleh
kitosan dan kitosan sulfat cenderung mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir.
C. Aplikasi Limbah
Adsorpsi limbah zat warna Procion Red MX 8B dilakukan pada kondisi
optimum. Limbah industri tekstil diambil langsung dari bak penampungan setelah
proses pencelupan sebelum limbah tersebut dialirkan ke saluran pembuangan. Proses
adsorpsi dilakukan pada kondisi optimum yaitu pada pH 2 waktu kontak 15 menit.
Pada penelitian ini sebanyak 25 mL limbah zat warna Procion Red MX 8B diadsorpsi
dengan penambahan 50 mg kitosan. Data hasil perhitungan pada Tabel Lampiran 12
disajikan pada Tabel 8 untuk adsorben kitosan dan Tabel 9 untuk adsorben kitosan
sulfat.
Tabel 8. Data adsorpsi dan desorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Procion Red
MX 8B pada kondisi optimum
No

Pengulangan

Adsorpsi
(ppm)

1
2
3
4

1
2
3
Rata-rata

17,150
17,450
16,970
17,190 0,49

Daya serap*
(mg/g)

Daya serap
Desorpsi
murni**
(ppm)
(mg/g)
8,575
8,326
0,101
8,725
8,476
0,223
8,485
8,236
0,161
8,600 0,24 8,346 0,24 0,162 0,12

Tabel 9. Data adsorpsi dan desorpsi kitosan sulfat terhadap limbah zat warna Procion
Red MX 8B pada kondisi optimum
No

Pengulangan

Adsorpsi
(ppm)

Daya serap*
(mg/g)

Daya serap
murni**
(mg/g)

Desorpsi
(ppm)

54

1
2
3
4

1
2
3
Rata-rata

19,860
19,980
19,890
19,910 0,18

9,930
9,990
9,945
9,96 0,06

9,685
0,101
9,745
0,281
9,700
0,223
9,710 0,06 0,202 0,18

Dari Tabel 8 dan Tabel 9 dapat dilihat bahwa adsorpsi kitosan dan kitosan
sulfat terhadap 35,18 ppm limbah zat warna Procion Red MX 8B masing-masing
menghasilkan daya serap sebesar 8,35 mg/g dan 9,71 mg/g dengan persentase
adsorpsi sebesar 48,86 % dan 56,60 %. Penelitian lain tentang adsorpsi limbah zat
warna Procion Red MX 8B yaitu Rochanah (2004) telah meneliti adsorpsi limbah zat
warna Procion Red MX 8B oleh batang jagung teraktivasi NaOH dan menghasilkan
daya serap sebesar 13,024 mg/g dari 49,41 ppm konsentrasi limbah zat warna dengan
persentase adsorpsi sebesar 50,65 %. Jika dibandingkan dengan penelitian oleh
Rochanah (2004), kapasitas adsorpsi kitosan lebih kecil dari batang jagung
teraktivasi NaOH. Hal ini disebabkan oleh kualitas kitosan yang dihasilkan dari
deasetilasi kitin cangkang bekicot yang masih mengandung mineral silika. Tetapi
dengan mengubah kitosan menjadi kitosan sulfat untuk mengadsorpsi limbah zat
warna Procion Red MX 8B telah mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi dengan
kenaikan adsorpsi sebesar 16,29 %. Hal ini juga dapat dilihat pada persentase
adsorpsi kitosan sulfat yang lebih besar dari persentase adsorpsi adsorben batang
jagung aktif.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan

55

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengubahan kitosan menjadi kitosan sulfat mampu meningkatkan kapasitas
adsorpsi terhadap limbah zat warna Procion Red MX 8B dengan kenaikan
adsorpsi sebesar 16,29 %.
2. Kondisi optimum yang diperoleh untuk mengadsorpsi zat warna reaktif
Procion Red MX 8B menggunakan kitosan terjadi pada pH 2, waktu kontak
15 menit, konsentrasi zat warna 35 ppm, sedangkan untuk kitosan sulfat pada
pH 2, waktu kontak 15 menit dan konsentrasi zat warna 40 ppm.
3. Proses adsorpsi kitosan dan kitosan sulfat terhadap larutan zat warna Procion
Red MX 8B, berdasarkan koefisien regresi linearnya maka isoterm adsorpsi
yang terjadi mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir.
4. Adsorpsi kitosan dan kitosan sulfat terhadap larutan zat warna Procion Red
MX 8B lebih dominan dengan interaksi kimia.
B. Saran
1. Mencari metode yang lebih baik untuk isolasi kitin dari cangkang bekicot dan
modifikasi kitosan menjadi kitosan sulfat.
2. Mencoba aplikasi kitosan dan modifikasinya sebagai adsorben zat warna yang
lain.

55
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R. A. and Daniel, F. 1983. Physical Chemistry. John Willey and Sons inc.
Canada.

56

Alberty, R. A., 1997, Phisical Chemistry, John Wiley and Sons Inc. New York.
Arief, U. 2003. Studi Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot dan
Pemanfaatannya sebagai Adsorben Nikel (II). Skripsi FMIPA UNS.
Surakarta.
Aryunani, 2003, Adsorbsi zat warna tekstil Remazol Yellow FG pada limbah batik
menggunakan eceng gondok teraktivasi NaOH, Skripsi FMIPA UNS,
Surakarta.
Atkins, PW, 1990, Physical Chemistry, Oxford University Press, Alih Bahasa :
Kartohadiprodjo, I.I., Jilid 2, Edisi 4, Erlangga, Jakarta.
Atmaji P., Wahyu P., dan Edi P., 1999, Daur Ulang Limbah Hasil Pewarnaan
Industri Tekstil, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol.1, No.4.
Barrow, G. M. 1988. Physical Chemistry. Mc Graw Hill International. Singapura.
Beaulieu, Clermont, 2005 , Chitin and Chitosan: Versatile and Multiplatform
Biomolecules, http://www.plastictrends.net/articles/chitosan.htm
Castellan, G. W. 1983, Physical Chemistry. Third Edition. University of Maryland
The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. Menlo Park, California.
Christie, R. M. 2001. Colour Chemistry, RSC Paperback, The Royal Society of
Chemistry , UK
Darjito, 2001, Karakterisasi Adsorpsi Co (II) dan Cu (II) Pada Adsorben Kitosan
Sulfat, Tesis Program Pascasarjana, UGM.
Hartomo A. J. dan Purba A. V. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik.
Edisi keempat. Erlangga. Jakarta. Terjemahan : Silverstein R. M., Bassler G. C.,
Morril T. C. 1981. Spectrometric Identification of Organic Compounds. John
Willey and Sons Inc.
Hendayana, Sumar dkk, 1994 , Kimia Analitik Instrumen, jilid kesatu, IKIP
Semarang Press, Semarang.
Hunger, K. 2003. Industrial Dyes : Chemistry, Properties, Applications, Willey VCH
Verlag, GmbH and Co. KgaA, Weinheim.
Isminingsih, L. Djufri, dan Rassid, 1982, Pengantar Kimia Zat Warna, Institut
Teknologi Tekstil, Bandung.

57

Joko, 2003, Pemanfaatan limbah genteng sebagai adsorben dengan aktivator NaOH
pada limbah zat warna tekstil jenis Celedon Red X5B, Skripsi FMIPA UNS,
Surakarta.
Khan T.A., Peh K.K., dan Hung S.C., 2002, Reporting Degree of Deacetylation
Values of Chitosan: The Influence Analytical Methods, J Pharm Pharmaceut
Sci (www. ulberta.ca/-csps).
Kim, S.Y., Cho, S.M., Lee, Y.M. and Kim, S.J., 2000, Thermo and pH Responsive
Behaviors of Graft Copolimer and Blend Based on Chitosan and NIsopropylacrylamide, Journal of Applied Polymer Science, Vol.78.
Kusumaningsih, T., 2004, Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot,
Biofarmasi Vol. 2. No.2.
Kusumawati, Y., 2006, Mengenal Lebih Dekat Kitosan, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/012006/26/cakrawala/lainnya 04.htm
Lee, V.R. & Tan E. W. Y., 2002, Enzymatic Hidrolisis of Shrimp Waste for the
Purification of Chitin, dalam http:// www.lboro.ac.uk/departments/cg/project/2002/lee
Lenore, Arnold, dan Andrew, 1998, Standard Methods for the Examination of Water
and Wastewater 20th Edition, APHA, AWWA, WEF, 178 179.
Mahatmanti, F. W., 2001, Studi Adsorpsi Ion Logam Seng(II) dan Timbal(II) pada
Kitosan dan Kitosan-Sulfat dari Cangkang Udang Windu (Penaus monodon),
Tesis, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta
Majid A., Narsito, dan Nuryono, 2001, Kajian Kinetika Adsorpsi Ion Cu (II) Dan Cd
(II) Menggunakan Adsorben Dari Cangkang Udang Windu (Phenaus monodon),
Seminar Nasional Kimia IX, Yogyakarta, 21 Mei 2001.
Nasution S.H., dan Citorekso P., 1999, Kitosan Teknologi Produksi Dan Aplikasinya
Sebagai Pangan Kesehatan, Seminar Nasional Teknologi Pangan, Yogyakarta.
No. H., Lee and Mayers S.P., 2000, Corelation between physicochemical
characteristics and binding capacities on chitosan product, Journal of Food
Science, Vol 65 no 7 1134-1137.
Oscik, J. 1982. Adsorption, Ellis Harwood Limited Publisher. Chicester, John Willey
and Sons, New York.
Pavia, L. D., B. M. Lampman, dan G. S. Kriz, Introduction to Spectrometry, 3th
Edition, Deprtment of Chemistry Western Washington University, Washington.

58

Pohan H. G. dan Tjiptahadi, 1987, Pembuatan Desain Prototipe Alat Pembuatan


Arang Aktif dan Studi Teknologi Ekonominya, BBPP IHP Proyek Penelitian
dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Jakarta.
Prihatman K, 2000, Budidaya Bekicot (Achatina spp.), TTG Budidaya Peternakan,
Jakarta.
Pudjaatmaka, A. H., 1986 , Kimia Organik, edisi ke-3 jilid 1, Erlangga, Jakarta
Terjemahan: Organic Chemistry, Fessenden & Fessenden, third edition.
Pujiastuti P., 2001, Kajian transformasi khitin menjadi khitosan secara kimiawi dan
enzimatik, Seminar Nasional Jurusan Kimia, F MIPA, UNS, Surakarta.
Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, Astini Salihima, Arifin Lubis, 1976, Teknologi
Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan, Institut Teknologi Tekstil.
Bandung.
Rochanah, 2003, Adsorbsi zat warna procion red MX 8B pada limbah tekstil oleh
batang jagung, Skripsi FMIPA UNS, Surakarta.
Sakkayawong, N., Thiravetyan, P., dan Nakbanpote, W. 2005. Adsorption
Mechanism of Synthetic Dye Wastewater By Chitosan. Journal of Colloid
and Interface Science. Vol 286. 36-42.
Salami L., 1998, Pemilihan Metode Isolasi Khitin dan Ekstraksi Khitosan dari
Limbah Kulit Udang Windu (Phenaeus monodon) dan Aplikasinya sebagai
Bahan Koagulasi Limbah Cair Industri Tekstil, Karya Utama Sarjana Kimia,
Jurusan Kimia F MIPA UI, Jakarta.
Santoso H. B., 1989, Budidaya Bekicot, Kanisius, Yogyakarta.
Saraswathy, G., Pal, S., Rose, C., and Sastry, T.P., 2001, A-Novel Bioinorganic Bone
Implant Containing Deglued Bone, Chitosan and Gelatine, Bull. Mater. Sci, Vol
24, No. 4, Indian Academy of Sciences.
Savant, V.D., and Torrres, J.A., 2000, Chitosan-Based Coagulating Agents for
Treatment of Cheddar Chees Whey, Biotechnol. Prog. Vol 16. 1091-1097
Shofiyani A, Nuryono, Narsito. 2001. Pemanfaatan Kitosan sebagai Adsrben untuk
Adsorpsi Anion logam Cr(IV) dalam Medium Air, Seminar Nasional Kimia
IX, Yogyakarta.
Silverstein, Bossler, Morril. 1991. Spectrometric Identification of Organic
coumpounds, 5th ed., A Willey Intercine Publication, John Willey & Sons,
Singapore.

59

Stephen A.M., 1995, Food polysaccharides and their appliicaations, Department of


chemistry, University of Cape Town, Rondebosch.
Suhardi, 1993, Khitin dan Khitosan, Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta.
Sukardjo. 1985. Kimia Fisika. Bina Aksara. Yogyakarta.
Sun-Ok Fernandez-Kim B. S. 1991. Physicochemical and Functional Properties of
Crawfish Chitosan as Affected by Different Processing Protocols. Thesis. The
Department of Food Science. Seoul National University. Seoul.
Supriyanto, 2003, Adsorbsi limbah zat warna tekstil jenis Celedon Red X5B
menggunakan tanah alofan teraktivasi NaOH, Skripsi FMIPA UNS,
Surakarta.

Lampiran 1. Perhitungan standar deviasi


Sebagai contoh diambil data perhitungan rendemen pembuatan kitosan
Diketahui :

60

r1 = 4,911
r2 = 4,892
r3 = 4,592
rrata-rata = 4,798
n=3
Perhitungan :
s=
=

(r r

rata rata

)2

n 1

(4,911 4,798) 2 ( 4,892 4,798) 2 ( 4,592 4,798)


3 1

= 0,179

Lampiran 2. Perhitungan rendemen pemurnian kitin


1. Perhitungan rendemen hasil akhir deproteinasi

61

rendemen =

berat akhir
berat awal

rendemen1 =

47,751g
50 g

x 100%
x 100%

= 95,502 %
rendemen2 =

48,161g
50 g

x 100 %

= 96,322 %
rendemen3 =

46,664 g
50 g

x 100 %

= 93,328 %
rendemen rata-rata =

(95,502% 96,322% 93,328%)


3

= 95,051 2,80 %
2. Perhitungan rendemen hasil akhir demineralisasi
rendemen =
rendemen1 =

berat akhir
berat awal
9,224 g
50 g

x 100%

x 100%

= 18,448 %
rendemen2 =

8,773 g
50 g

x 100 %

= 17,546 %
rendemen3 =

9,396 g
50 g

x 100 %

= 18,792 %
rendemen rata-rata =

(18,448% 17,546% 18,792%)


3

= 18,262 1,28 %
Lampiran 3. Perhitungan rendemen hasil pembuatan kitosan dan kitosan sulfat
1. Perhitungan rendemen kitosan
rendemen =

berat akhir
berat awal

x 100%

62

rendemen1 =

4,911g
50 g

x 100%

= 9,822%
rendemen2 =

4,892 g
50 g

x 100 %

= 9,784 %
rendemen3 =

4,592 g
50 g

x 100 %

= 9,184 %
rendemen rata-rata =

(9,822% 9,784% 9,184%)


3

= 9,597 0,72 %
2. Perhitungan rendemen kitosan sulfat
berat akhir
berat awal

rendemen =
rendemen1 =

4,523 g
50 g

x 100%

x 100%

= 9,046 %
rendemen2 =

4,375 g
50 g

x 100 %

= 8,750 %
rendemen3 =

4,087 g
50 g

x 100 %

= 8,174 %
rendemen rata-rata =

(9,046% 8,750% 8,174%)


3

= 8,657 0,88 %
Lampiran 4. Perhitungan kadar air, kadar abu dan berat molekul kitosan
1. Perhitungan kadar air
Berat yang hilang = berat awal berat akhir
Kadar air =
No

berat yang hilang


x 100 %
berat awal

Berat awal

Berat akhir

Berat yang

Kadar air (%)

63

(gram)
(gram)
1
0,500
0,490
2
0,500
0,490
3
0,500
0,480
Rata-rata = 2,06 0,82 %

hilang
0,010
0,010
0,020

1,59
2,19
2,39

2. Perhitungan kadar abu


Kadar abu =

berat akhir
x 100 %
berat awal

No Berat awal (gram)


1
0,500
2
0,500
3
0,501
Rata-rata = 26,11 0,45 %

Berat akhir (gram)


0,130
0,129
0,131

Kadar abu (%)


26,09
25,89
26,34

3. Perhitungan berat molekul rata-rata kitosan


No

Konsentrasi

t rata-rata (detik)

t / t0

sp

sp/c

(g/ml)

2,83 0,01

0,025

2,97 0,02

1,05

0,05

2,00

0,05

3,28 0,02

1,16

0,16

3,20

64

0,1

3,97 0,01

1,40

0,40

4,00

0,2

5,56 0,02

1,96

0,96

4,80

Keterangan :
sp

= Viskositas spesifik
=

t1 t0
t0

||

= Angka Viskositas batas


= (sp/c)c0

Dengan membuat grafik C vs sp/c maka diperoleh :


R = 0,928
A = 2,156
B = 14,330
Saat c = 0 maka sp/c = 2,156
|| = 2,156
Perhitungan untuk menentukan berat molekul rata-rata maka digunakan persamaan
Mark-Houwink
|| = KMwa

dimana K = 1,81 x 10-3 cm3/gr


a = 0,93

ln || = ln K + a ln Mw
Dengan memasukkan nilai yang sesuai dengan persamaan diatas maka diperoleh
berat molekul (Mw ) = 2029,99 dalton 2 kilodalton.
Berat molekul monomer :
Atom O

4 x 15,999

= 63,997

Atom C

6 x 12,011

= 72,067

Atom H

11 x 1,008

= 11,088

Atom N

1 x 14,007

= 14,007
= 161,159

sehingga
2029,994

Dpw = 161,159

65

= 12,596 12

Lampiran 5. Perhitungan kadar air dan kadar abu kitosan sulfat


1. Perhitungan kadar air
Berat yang hilang = berat awal berat akhir
Kadar air =
No

berat yang hilang


x 100 %
berat awal

Berat awal

Berat yang

(gram)
hilang (gram)
1
0,500
0,007
2
0,500
0,009
3
0,500
0,005
Rata-rata = 1,40 0,80 %

Kadar air (%)


1,40
1,80
1,00

66

2. Perhitungan kadar abu


Kadar abu =

berat akhir
x 100 %
berat awal

No Berat awal (gram)


1
0,500
2
0,500
3
0,500
Rata-rata = 25,70 0,71 %

Berat akhir (gram)


0,127
0,130
0,128

Kadar abu (%)


25,40
26,09
25,60

Lampiran 6. Perhitungan derajat deasetilasi kitosan


Perhitungan derajat deasetilasi kitosan berdasarkan spektra infra merah pada
Gambar Lampiran 1 yang dihitung dengan rumus Baxrter at. al. adalah sebagai
berikut ;
Rumus Baxter at. al. yaitu :
%DD = 100-[(A1650/A3450) x 115] %
Dengan menghitung (A1655) amide dan (A3450) hydroxyl sebagai berikut :
(A1655) amide = log 10 (DF2/DE)
(A3450)hydroxyl = log 10 (AC/AB)
Perhitungan derajat deasetilasi spectra infra merah kitosan,
Dari data gambar kitosan diketahui :
Garis : DF2= 25

DE= 21,598

Brdasarkan rumus diatas maka :


A1655= A1623,12 = log(25/21,598)

AC= 39

AB= 15,669

67

= 0,064
A3450= A3452,49 = log (39/15,669)
=0,396
%DD = 100-[(0,064/0,396)x155] %
= 100-25,05
=74,95 %

Lampiran 7. Perhitungan Procion Red MX 8B teradsorpsi oleh kitosan


1. Variasi pH
Contoh perhitungan
Pada masing-masing pH diasumsikan terdapat sejumlah konsentrasi zat warna yang
sesuai dengan konsentrasi kontrol, sehingga pada pH 2
Konsentrasi teradsorpsi = Konsentrasi kontrol Konsentrasi dengan adsorben
Pengulangan 1

= (15,108 7,794) ppm


= 7,314 ppm

Pengulangan 2

= ( 15,108 7,734 ) ppm


= 7,374 ppm

Pngulangan 3

= (15,108 7,874) ppm


= 7,234 ppm

rata-rata konsentrasi terserap =

(7,314 7,374 7,234)


3

68

= 7,307 0,141 ppm


Dengan cara yang sama didapatkan hasil pada Tabel Lampiran 6.
2. Variasi Waktu
Konsentrasi teradsorpsi = Konsentrasi kontrol Konsentrasi dengan adsorben
Pengulangan 1

= (14,973 9,078) ppm


= 5,895 ppm

Pengulangan 2

= ( 14,973 8,959 ) ppm


= 6,014 ppm

Pngulangan 3

= (14,973 9,177) ppm


= 5,796 ppm

rata-rata konsentrasi terserap =

(5,895 6,014 5,796)


3

= 5,902 0,218 ppm


Dengan cara yang sama didapatkan hasil pada Tabel Lampiran 7.

Lanjutan Lampiran 7. Perhitungan Procion Red MX 8B teradsorpsi oleh kitosan


3. Variasi Konsentrasi
Contoh perhitungan
Konsentrasi teradsorpsi = Konsentrasi kontrol Konsentrasi dengan adsorben
Pengulangan 1

= (14,394 8,995 ) ppm


= 5,399 ppm

Pengulangan 2

= (14,394 8,955 ) ppm


= 5,439 ppm

Pngulangan 3

= (14,394 9,134 ) ppm


= 5,260 ppm

rata-rata konsentrasi terserap =

(5,399 5,439 5,260)


3

= 5,366 0,188 ppm


Dengan cara yang sama didapatkan hasil pada Tabel Lampiran 8.

69

Lampiran 8. Perhitungan Procion Red MX 8B teradsorpsi oleh kitosan sulfat


1. Variasi pH
Contoh perhitungan
Pada masing-masing pH diasumsikan terdapat sejumlah konsentrasi zat warna yang
sesuai dengan konsentrasi kontrol, sehingga pada pH 2
Konsentrasi teradsorpsi = Konsentrasi kontrol Konsentrasi dengan adsorben
Pengulangan 1

= (15,234 7,470) ppm


= 7,744 ppm

Pengulangan 2

= (15,234 7,348) ppm


= 7,886 ppm

Pngulangan 3

= (15,234 7,531) ppm


= 7,703 ppm

rata-rata konsentrasi terserap =

(7,744 7,886 7,703)


3

70

= 7,778 0,192 ppm


Dengan cara yang sama didapatkan hasil pada Tabel Lampiran 9.
2. Variasi Waktu
Konsentrasi teradsorpsi = Konsentrasi kontrol Konsentrasi dengan adsorben
Pengulangan 1

= (14,863 7,854) ppm


= 7,009 ppm

Pengulangan 2

= (14,863 7,894) ppm


= 6,969 ppm

Pngulangan 3

= (14,863 7,834) ppm


= 7,029 ppm

rata-rata konsentrasi terserap =

(7,009 6,969 7,029)


3

= 7,002 0,061 ppm


Dengan cara yang sama didapatkan hasil pada Tabel Lampiran 10.

Lanjutan Lampiran 8. Perhitungan Procion Red MX 8B teradsorpsi oleh kitosan sulfat


3. Variasi Konsentrasi
Contoh perhitungan
Konsentrasi teradsorpsi = Konsentrasi kontrol Konsentrasi dengan adsorben
Pengulangan 1

= (14,843 8,436) ppm


= 6,407 ppm

Pengulangan 2

= (14,843 8,552) ppm


= 6,291 ppm

Pngulangan 3

= (14,843 8,838) ppm


= 6,005 ppm

rata-rata konsentrasi terserap =

(6,407 6,291 6,005)


3

= 6,234 0,207 ppm


Dengan cara yang sama didapatkan hasil pada Tabel Lampiran 11.

71

Lampiran 9. Perhitungan turbiditas kitosan sulfat


Dari kurva standar larutan sulfat didapatkan persamaan 1 maka didapatkan mmol
sulfat yang lepas saat pencucian
Y = bx + a
Y = 3,728 X 0,1022(1)
Contoh perhitungan :
Sampel 2, diketahui :
NTU = 23
23 = 3,728 X 0,1022
X=

23 0,1022
= 6,197 ppm
3,728

X = 0,0065 mmol
Dengan cara yang sama didapatkan mmol sulfat untuk masing-masing sampel,
sehingga diketahui mmol total sulfat yang lepas 0,2674 mmol.
Sulfat untuk impregnasi 0,0981 M x 5 ml = 0,4905 mmol

72

Sulfat yang menempel = 0,4904 mmol 0,2674 mmol = 0,2231 mmol


= 21,418 mg / 2,000g
= 10,7088 mg/g

Lampiran 10. Perhitungan daya serap kitosan sulfat terhadap Procion Red MX 8B
pada kondisi optimum
Daya serap =

C terserap (mg / L)
X V larutan (L)
Adsorben ( gr )

Cterserap = 5,484 mg/L


Berat adsorben = 0,05 g
Volume larutan = 0,025 L
Daya serap =

5,484 ( mg / L)
X 0,025 L
0,05 ( g )

= 2,742 mg/g
Daya serap murni = Daya serap adsorben (mg/g) Daya serap CaCO3 (mg/g)
= (2,742 0,249) mg/g
= 2,493 mg/g
Dengan cara yang sama didapatkan daya serap kitosan terhadap Procion Red MX 8B
pada kondisi optimum

73

Lampiran 11. Perhitungan daya serap CaCO3 terhadap Procion Red MX 8B pada pH
2, waktu kontak 15 menit dan konsentrasi 15 ppm
Daya serap =

C terserap (mg / L)
X V larutan (L)
CaCO3 ( gr )

Cterserap rata-rata = 1,904 mg/L


Berat CaCO3 = 0,05 g
Volume larutan = 0,025 L
Daya serap =

1,904 (mg / L )
X 0,025 L
0,05 ( g )

= 0,952 mg/g
Diketahui :
Kadar abu kitosan = 26,11 0,45 %
Kadar abu kitosan sulfat = 25,70 0,71 %
Daya serap CaCO3 yang terkandung dalam kitosan adalah :
Daya serap =

0,2611 0,952 mg g

= 0,249 mg/g
Daya serap CaCO3 yang terkandung dalam kitosan sulfat adalah :
Daya serap =

0,2570 0,952 mg g

= 0,245 mg/g
Tabel Lampiran 1. Data rendemen pemurnian kitin
No

Tahap pemurnian

1
2

Deproteinasi
Demineralisasi

Rendemen 1 Rendemen 2 Rendemen 3


(g)

(g)
47,751
9,224

(g)
48,161
8,773

46,664
9,396

Tabel lampiran 2. Data rendemen pembuatan kitosan dan kitosan sulfat


No

Tahap pemurnian

Rendemen 1 Rendemen 2 Rendemen 3


(g)

1
2

Deasetilasi
Penempelan

(g)
4,911
4,523

(g)
4,892
4,375

4,592
4,087

74

Tabel Lampiran 3. Data kadar air dan kadar abu kitosan dan kitosan sulfat
No

Keterangan

Kitosan

Kitosan sulfat

Kadar air
Awal (g)
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50

Akhir (g)
0,490
0,490
0,480
0,493
0,491
0,495

Kadar abu
Awal (g)
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50

Akhir (g)
0,130
0,129
0,131
0,127
0,130
0,128

Tabel Lampiran 4. Data waktu alir larutan kitosan pada alat viskometer Ostwald.
No
1
2
3
Rata-rata

t0 (dtk)
2,82
2,84
2,84
2,83 0,02

t1 (dtk)
2,95
2,97
2,99
2,97 0,04

t2 (dtk)
3,28
3,26
3,30
3,28 0,04

t3 (dtk)
3,98
3,98
3,96
3,97 0,02

t4 (dtk)
5,56
5,58
5,54
5,56 0,04

Tabel Lampiran 5. Data Panjang gelombang maksimum Procion Red MX 8B


(nm)
400
410
420
430
440
450
460
470
480
490

Absorbansi
0,078
0,07
0,066
0,064
0,065
0,072
0,101
0,139
0,183
0,224

(nm)
500
510
520
530
540
550
560
570
580

Absorbansi
0,277
0,325
0,343
0,346
0,348
0,319
0,262
0,16
0,078

Tabel Lampiran 6. Data Uv Vis Adsorpsi 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan kitosan
variasi pH dengan konsentrasi 15 ppm dan waktu kontak 30 menit.
Tabel 1. Data Kurva Standar Larutan Procion redMX 8B

75

No

Konsentrasi
(ppm)
0
10
20
30
40
50

1
2
3
4
5
6

1
0
0,170
0,341
0,512
0,675
0,830

Absorbansi
2
0
0,170
0,342
0,512
0,676
0,830

Arata-rata
3
0
0,170
0,342
0,512
0,676
0,830

r = 0,99981
a = 0,00467

0
0,170
0,342
0,512
0,676
0,830

b= 0,01668

Tabel 2. Data absorbansi larutan zat warna variasi pH


No

pH

1,5

Awal
0,257
0,256
0,257
0,257 0,001
0,258
0,259
0,259
0,259 0,001
0,259
0,259
0,258
0,259 0,001
0,260
0,259
0,259
0,259 0,001
0,259
0,257
0,259
0,258 0,002
0,259
0,260
0,260
0,260 0,001
0,257
0,257

Absorbansi
Kontrol
1
0,256
0,150
0,256
0,150
0,256
0,150
0,256 0,000
0,257
0,135
0,256
0,134
0,257
0,135
0,257 0,001
0,258
0,226
0,257
0,226
0,257
0,226
0,257 0,001
0,259
0,240
0,260
0,241
0,257
0,241
0,259 0,003
0,259
0,242
0,259
0,244
0,250
0,244
0,259 0,001
0,257
0,246
0,257
0,246
0,256
0,246
0,257 0,001
0,258
0,248
0,257
0,248

2
0,148
0,148
0,148
0,149 0,002
0,133
0,134
0,134
0,135 0,002
0,229
0,228
0,229
0,226 0,004
0,239
0,239
0,239
0,240 0,002
0,243
0,243
0,243
0,244 0,002
0,247
0,245
0,247
0,245 0,002
0,248
0,249

3
0,150
0,149
0,149
0,136
0,136
0,136
0,225
0,224
0,225
0,241
0,241
0,241
0,245
0,243
0,245
0,244
0,244
0,244
0,248
0,248

76

10

10

11

11

0,256
0,257 0,001
0,260
0,260
0,262
0,261 0,002
0,262
0,263
0,262
0,262 0,001
0,263
0,262
0,263
0,263 0,001
0,261
0,260
0,260
0,260 0,001

0,258
0,258 0,001
0,258
0,257
0,259
0,258 0,002
0,256
0,258
0,258
0,257 0,002
0,261
0,261
0,261
0,261 0,000
0,261
0,261
0,260
0,261 0,001

0,248
0,251
0,250
0,250
0,238
0,236
0,238
0,254
0,254
0,253
0,259
0,259
0,259

0,249
0,248 0,001
0,248
0,248
0,248
0,247 0,001
0,240
0,239
0,240
0,238 0,004
0,254
0,255
0,255
0,253 0,002
0,258
0,259
0,259
0,259 0,002

0,249
0,246
0,247
0,247
0,237
0,235
0,237
0,252
0,252
0,252
0,260
0,260
0,259

Tabel 3. Data konsentrasi larutan zat warna terserap


No

pH

Awal

Kontrol

Sisa

Terserap

Mg adsorbat / g

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

1,5
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

(ppm)
15,108
15,228
15,228
15,268
15,208
15,288
15,108
15,347
15,447
15,467
15,327

(ppm)
15,068
15,108
15,148
15,228
15,268
15,108
15,168
15,188
15,148
15,367
15,348

(ppm)
8,660
7,800
13,296
14,122
14,322
14,435
14,610
14,608
13,975
14,915
15,254

(ppm)
6,408
7,307
1,852
1,106
0,946
0,673
0,560
0,580
1,172
0,453
0,093

adsorben
3,204
3,654
0,926
0,553
0,473
0,336
0,280
0,290
0,586
0,226
0,047

77

Tabel Lampiran 7. Data adsorpsi 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan kitosan


variasi waktu dengan konsentrasi 15 ppm pada pH 2.
Tabel 1. Data kurva Standar Larutan Zat warna
No Konsentrasi (ppm)
1
2
3
4
5
6

0
10
20
30
40
50

1
0
0,171
0,345
0,507
0,681
0,841

Absorbansi
2
0
0,171
0,345
0,508
0,681
0,840

Arata-rata
3
0
0,172
0,345
0,507
0,681
0,841

0
0,1713
0,3450
0,5073
0,6810
0,8413

r = 0,99993
a = 0,00304
b = 0,01685

Tabel 2. Data absorbansi zat warna variasi waktu


No

Waktu

(menit)
5

10

15

20

25

Control
0,255
0,254
0,255
0,255 0,001
0,255
0,256
0,255
0,255 0,001
0,260
0,260
0,260
0,260 0,000
0,259
0,259
0,259
0,259 0,000
0,261
0,263
0,260
0,261 0,003

Absorbansi
1
0,175
0,175
0,175
0,156
0,156
0,156
0,145
0,146
0,146
0,155
0,158
0,158
0,160
0,160
0,161

0,170
0,171
0,171
0,174 0,006
0,154
0,154
0,154
0,156 0,003
0,143
0,143
0,146
0,145 0,002
0,159
0,159
0,159
0,158 0,002
0,161
0,161
0,162
0,160 0,002

3
0,177
0,178
0,178
0,157
0,157
0,158
0,145
0,144
0,144
0,158
0,159
0,159
0,160
0,160
0,159

78

30

60

0,262
0,261
0,262
0,262 0,001
0,263
0,262
0,262
0,262 0,001

0,161
0,161
0,161

0,159
0,159
0,159
0,160 0,002
0,161
0,159
0,162
0,159
0,161
0,159
0,161 0,003

0,159
0,159
0,158
0,162
0,164
0,162

Tabel 3. Data konsentrasi zat warna terserap


No

Waktu

Control

1
2
3
4
5
6

(menit)
5
10
15
20
25
30

(ppm)
14,933
14,973
15,250
15,191
15,210
15,329

Sisa (ppm)

Terserap

Mg adsorbat / g

10,172
9,065
8,405
9,144
9,381
9,487

(ppm)
4,761
5,908
6,845
6,047
5,829
5,842

adsorben
2,381
2,954
3,422
3,023
2,915
2,921

Tabel Lampiran 8. Data Adsorpsi 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan kitosan


variasi konsentrasi dengan waktu kontak 15 menit pada pH 2.
Tabel 1. Data kurva standar larutan zat warna
No
1
2
3
4
5
6

Konsentrasi
(ppm)
0
10
20
30
40
50

1
0
0,175
0,344
0,512
0,672
0,839

Absorbansi
2
0
0,175
0,344
0,512
0,672
0,839

Arata-rata
3
0
0,175
0,344
0,512
0,672
0,839

r = 0,99991
a = 0,00552

0
0,175
0,344
0,512
0,672
0,839

b = 0,01673

Tabel 2. Data absorbansi larutan zat warna


No

Konsentrasi
Awal

Absorbansi
Kontrol
1

79

(ppm)
15

20

25

30

35

40

45

50

0,256
0,255
0,255
0,255 0,001
0,335
0,335
0,335
0,335 0,000
0,419
0,419
0,419
0,419 0,000
0,500
0,501
0,500
0,500 0,001
0,599
0,599
0,601
0,600 0,002
0,679
0,676
0,680
0,678 0,004
0,761
0,762
0,761
0,761 0,001
0,841
0,841
0,840
0,841 0,001

0,245
0,247
0,247
0,246 0,002
0,323
0,324
0,323
0,323 0,001
0,409
0,409
0,409
0,409 0,000
0,490
0,491
0,491
0,491 0,001
0,602
0,601
0,601
0,601 0,001
0,676
0,675
0,676
0,676 0,001
0,751
0,752
0,752
0,752 0,001
0,832
0,833
0,832
0,832 0,001

0,156
0,156
0,158
0,156
0,155
0,159
0,156
0,155
0,158
0,157 0,002
0,209
0,207
0,204
0,210
0,207
0,204
0,209
0,207
0,204
0,207 0,004
0,268
0,269 0,268
0,267
0,269 0,269
0,267
0,269 0,268
0,268 0,002
0,320
0,337
0,329
0,321
0,337
0,331
0,320
0,337
0,331
0,329 0,014
0,392
0,395
0,393
0,392
0,394
0,394
0,392
0,394
0,394
0,393 0,002
0,474
0,477
0,476
0,474
0,477
0,476
0,474
0,477
0,477
0,476 0,004
0,553
0,552
0,552
0,553
0,553
0,552
0,553
0,553
0,551
0,552 0,002
0,631 0,635
0,636
0,630 0,634
0,636
0,630 0,635
0,636
0,634 0,005

Tabel 3. Data konsentrasi zat warna terserap


No Konsentrasi
1
2
3

(ppm)
15
20
25

Awal

Control

Sisa

Terserap

Mg adsorbat / g

(ppm)
14,932
19,694
24,715

(ppm)
14,394
18,997
24,117

(ppm)
9,028
12,030
15,703

(ppm)
5,366
6,967
8,415

adsorben
2,683
3,483
4,207

80

4
5
6
7
8

30
35
40
45
50

29,576
35,574
40,216
45,177
49,919

28,919
35,115
40,057
44,599
49,421

19,349
23,181
28,109
32,691
37,546

9,570
11,935
11,948
11,908
11,875

4,785
5,967
5,974
5,954
5,937

Tabel Lampiran 9. Data Uv Vis Adsorpsi 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan kitosan
sulfat variasi pH dengan konsentrasi 15 ppm dan waktu kontak 30 menit.
Tabel 1. Data kurva standar larutan Procion Red MX 8B
No

Konsentrasi

1
2
3
4
5
6

(ppm)
0
10
20
30
40
50

1
0
0,178
0,347
0,495
0,667
0,826

Absorbansi
2
0
0,178
0,347
0,495
0,667
0,826

Arata-rata
3
0
0,178
0,347
0,495
0,667
0,826

r = 0,9997
a = 0,0085

0
0,178
0,347
0,495
0,667
0,826

b= 0,0164

Tabel 2. Data absorbansi larutan zat warna variasi pH


No

pH

1,5

Awal
0,258
0,259
0,258
0,258 0,001
0,259
0,260
0,260
0,260 0,001

Absorbansi
Kontrol
1
2
0,256
0,145
0,148
0,257
0,145
0,148
0,256
0,145
0,149
0,256 0,001
0,146 0,004
0,258
0,131
0,129
0,258
0,132
0,129
0,259
0,131
0,129
0,258 0,001
0,132 0,003

3
0,144
0,143
0,143
0,132
0,132
0,132

81

10

10

11

11

0,260
0,261
0,260
0,260 0,001
0,261
0,261
0,261
0,261 0,000
0,262
0,263
0,263
0,263 0,001
0,260
0,260
0,261
0,260 0,001
0,258
0,256
0,258
0,257 0,002
0,259
0,259
0,258
0,259 0,001
0,260
0,259
0,260
0,260 0,001
0,259
0,261
0,260
0,260 0,002
0,262
0,261
0,261
0,261 0,001

0,259
0,260
0,258
0,259 0,002
0,257
0,258
0,257
0,257 0,001
0,258
0,259
0,258
0,258 0,001
0,257
0,256
0,257
0,257 0,001
0,256
0,256
0,256
0,256 0,000
0,257
0,257
0,259
0,258 0,002
0,256
0,257
0,256
0,256 0,001
0,258
0,259
0,259
0,259 0,001
0,259
0,258
0,258
0,258 0,001

0,212
0,213
0,211
0,213
0,212
0,213
0,212 0,002
0,234
0,232
0,235
0,232
0,235
0,232
0,234 0,003
0,236
0,236
0,236
0,237
0,236
0,237
0,237 0,002
0,241
0,240
0,240
0,240
0,241
0,240
0,241 0,002
0,244
0,245
0,243
0,245
0,244
0,245
0,244 0,003
0,237
0,238
0,238
0,24
0,238
0,24
0,239 0,002
0,230
0,229
0,230
0,229
0,230
0,229
0,229 0,002
0,240
0,237
0,240
0,237
0,240
0,238
0,239 0,002
0,253
0,250
0,250
0,250
0,253
0,252
0,250 0,004

0,210
0,211
0,211
0,235
0,234
0,234
0,239
0,238
0,238
0,242
0,243
0,242
0,243
0,244
0,243
0,239
0,239
0,239
0,227
0,228
0,227
0,239
0,238
0,239
0,247
0,248
0,248

Tabel 3. Data Konsentrasi Larutan zat warna terserap


No
1
2
3

pH

Awal

Kontrol

1,5
2
3

(ppm)
15,234
15,315
15,356

(ppm)
15,112
15,234
15,274

Sisa (ppm)

Terserap

Mg adsorbat / g

8,357
7,456
12,395

(ppm)
6,755
7,778
2,879

adsorben
3,377
3,889
1,440

82

4
5
6
7
8
9
10
11

4
5
6
7
8
9
10
11

15,396
15,498
15,356
15,173
15,254
15,315
15,335
15,417

15,173
15,234
15,132
15,092
15,193
15,112
15,254
15,234

13,730
13,933
14,177
14,360
14,035
13,432
14,035
14,732

1,443
1,301
0,955
0,732
1,159
1,680
1,220
0,501

0,722
0,650
0,478
0,366
0,579
0,840
0,610
0,251

Tabel Lampiran 10. Data adsorpsi 25 ml Larutan Procion Red MX 8B dengan


kitosan sulfat variasi waktu dengan konsentrasi 15 ppm pada
pH 2.
Tabel 1. Data kurva Standar Larutan Zat warna
No Konsentrasi (ppm)
1
2
3
4
5
6

0
10
20
30
40
50

Absorbansi
1
2
0
0
0,180
0,180
0,348
0,348
0,514
0,513
0,669
0,669
0,832
0,832

Arata-rata
3
0
0,180
0,348
0,514
0669
0,832

0
0,180
0,348
0,5137
0,669
0,832

r = 0.99973
a = 0,01002
b = 0,01655

Tabel 2. Data Absorbansi Zat warna variasi waktu


No

Waktu

(menit)
5

Control
0,255
0,255

Absorbansi
1
0,148
0,148

0,151
0,152

0,153
0,154

83

10

15

20

25

30

0,254
0,255 0,001
0,255
0,256
0,257
0,256 0,002
0,256
0,258
0,258
0,257 0,002
0,252
0,253
0,253
0,253 0,001
0,253
0,253
0,253
0,253 0,000
0,253
0,253
0,254
0,253 0,001

0,148

0,152
0,151 0,005
0,141
0,140
0,140
0,140 0,001
0,128
0,128
0,128
0,127 0,002
0,134
0,135
0,134
0,132 0,004
0,135
0,133
0,135
0,136 0,004
0,136
0,135
0,136
0,136 0,002

0,140
0,140
0,140
0,126
0,126
0,127
0,131
0,131
0,131
0,136
0,139
0,139
0,136
0,136
0,136

0,154
0,140
0,140
0,139
0,127
0,128
0,127
0,129
0,130
0,130
0,134
0,134
0,135
0,137
0,137
0,137

Tabel 3. Data konsentrasi zat warna terserap


No

Waktu

Control

1
2
3
4
5
6

(menit)
5
10
15
20
25
30

(ppm)
14,782
14,863
14,943
14,661
14,682
14,702

Sisa (ppm)

Terserap

Mg adsorbat / g

8,525
7,854
7,082
7,350
7,585
7,626

(ppm)
6,257
7,009
7,862
7,311
7,096
7,076

adsorben
3,129
3,505
3,931
3,656
3,548
3,538

Tabel Lampiran 11. Data adsorpsi 25 ml larutan Procion Red MX 8B dengan kitosan
sulfat variasi konsentrasi dengan waktu kontak 15 menit pada
pH 2.
Tabel 1. Data kurva standar larutan zat warna
No

Konsentrasi

1
2
3
4
5
6

(ppm)
0
10
20
30
40
50

1
0
0,173
0,335
0,496
0,662
0,817

Absorbansi
2
0
0,173
0,335
0,496
0,662
0,817

Arata-rata
3
0
0,173
0,335
0,496
0,662
0,817

r = 0,99990
a = 0,00576

0
0,173
0,335
0,496
0,662
0,817

b = 0,01632

84

Tabel 2. Data absorbansi larutan zat warna


No

Konsentrasi

(ppm)
15

20

25

30

35

40

45

Awal
0,251
0,252
0,251
0,251 0,001
0,335
0,335
0,336
0,335 0,001
0,417
0,419
0,417
0,418 0,002
0,495
0,496
0,495
0,495 0,001
0,575
0,573
0,573
0,574 0,002
0,662
0,660
0,661
0,661 0,002
0,728
0,727

Absorbansi
Kontrol
1
0,248
0,248
0,248
0,248 0,000
0,334
0,334
0,334
0,334 0,000
0,407
0,409
0,409
0,408 0,002
0,489
0,489
0,489
0 489 0,000
0,370
0,567
0,567
0,567 0,001
0,652
0,651
0,652
0,652 0,001
0,718
0,718

0,149
0,145
0,150
0,148
0,146
0,150
0,148
0,145
0,150
0,148 0,004
0,196
0,195
0,196
0,197
0,195
0,194
0,197
0,195
0,196
0,196 0,002
0,261
0,261 0,262
0,262
0,261 0,262
0,261
0,261 0,262
0,261 0,002
0,314
0,314
0,315
0,315
0,314
0,315
0,315
0,314
0,315
0,315 0,001
0,354
0,355 0,359
0,354
0,356 0,359
0,354
0,355 0,359
0,356 0,005
0,424
0,423 0,422
0,423
0,423 0,422
0,423
0,423 0,424
0,423 0,002
0,495
0,494
0,494
0,494
0,494
0,493

85

50

0,727
0,727 0,001
0,818
0,818
0,817
0,818 0,001

0,718
0,718 0,000
0,814
0,814
0,814
0,814 0,000

0,495
0,494
0,493
0,494 0,001
0,595
0,592
0,593
0,595
0,591
0,594
0,595
0,591
0,593
0,593 0,003

Tabel 3. Data konsentrasi zat warna terserap


No Konsentrasi
1
2
3
4
5
6
7
8

(ppm)
15
20
25
30
35
40
45
50

Awal

Kontrol

Sisa

Terserap

Mg adsorbat / g

(ppm)
15,047
20,194
25,239
29,998
34,798
40,150
44,214
49,749

(ppm)
14,843
20,113
24,668
29,610
34,369
39,578
43,642
49,525

(ppm)
8,709
11,636
15,667
18,921
21,468
25,566
29,917
35,997

(ppm)
6,134
8,476
9,001
10,689
12,902
14,011
13,725
13,528

adsorben
3,067
4,238
4,500
5,344
6,451
7,006
6,863
6,764

86

Tabel Lampiran 12. Data penentuan sifat adsorpsi


Tabel 1. Data kurva standar zat warna
No

Konsentrasi

Abs 1

Abs 2

Abs 3

Absrata-rata

(ppm)
1
0
0
0
0
0
2
10
0,170
0,170
0,170
0,170
3
20
0,338
0,338
0,338
0,338
4
30
0,506
0,506
0,506
0,506
5
40
0,668
0,668
0,668
0,668
6
50
0,831
0,831
0,831
0,831
adsorpsi dan desorpsi pada kondisi optimum (adsorben kitosan )
No
1
2
3

Keterangan
Awal (ppm)
Kontrol (ppm)
Adsorpsi
1
2
3

Abs1
0,580
0,576

Abs 2
0,579
0,576

0,391
0,385
0,374

1
2
3
Desorpsi
1
2
3

0,008
0,008
0,010

Abs 3
0,580
0,577

r = 0.99995
a = 0,00333
b= 0,01662

Tabel 2. Data

Abs rata-rata
0,5797
0,5763

Ppm
34,68
34,48

0,391
0,391
0,385
0,385
0,374
0,374
Terserap (ppm)
11,15
11,52
12,18

0,391
0,385
0,374

23,33
22,96
22,30

0,008
0,009
0,010

0,008
0,0087
0,010

0,281
0,323
0,401

0,008
0,009
0,010

Tabel 3. Data adsorpsi dan desorpsi pada kondisi optimum (adsorben kitosan sulfat )
No
1
2
3

Keterangan
Awal (ppm)
Kontrol (ppm)
Adsorpsi
1

Abs1
0,660
0,658

Abs 2
0,661
0,656

Abs 3
0,661
0,658

Abs rata-rata
0,6607
0,6573

Ppm
39,55
39,13

0,415

0,414

0,414

0,4143

24,73

87

2
3

0,417
0,419

1
2
3
Desorpsi
1
2
3

0,008
0,005
0,006

0,415
0,417
0,419
0,419
Terserap (ppm)
14,40
14,28
14,12

0,4163
0,419

24,85
25,01

0,008
0,005
0,005

0,008
0,005
0,0053

0,281
0,101
0,119

0,008
0,005
0,005

Tabel 4. Data adsorpsi dan desorpsi kitosan terhadap limbah zat warna Procion Red
MX 8B pada kondisi optimum
No
1
2
3

Keterangan
Awal (ppm)
Kontrol (ppm)
Adsorpsi
1
2
3

4
1
2

Abs1
0,598
0,588

Abs 2
0,596
0,588

Abs 3
0,598
0,588

0,302
0,298
0,306

0,304
0,304
0,298
0,298
0,306
0,306
Terserap (ppm)
17,15
17,45

Abs rata-rata
0,597
0,588

Ppm
35,72
35,18

0,303
0,298
0,306

18,03
17,73
18,21

88

3
Desorpsi
1
2
3

16,97
0,005
0,007
0,006

0,006
0,007
0,006

0,005
0,007
0,006

0,005
0,007
0,006

0,101
0,223
0,161

Tabel 5. Data adsorpsi dan desorpsi kitosan sulfat terhadap limbah zat warna Procion
Red MX 8B pada kondisi optimum
No
1
2
3

Keterangan
Awal (ppm)
Kontrol (ppm)
Adsorpsi
1
2
3

Abs1
0,598
0,588

Abs 2
0,596
0,588

0,258
0,256
0,256

1
2
3
Desorpsi
1
2
3

0,005
0,008
0,006

Abs 3
0,598
0,588

Abs rata-rata
0,597
0,588

Ppm
35,72
35,18

0,258
0,258
0,255
0,256
0,258
0,258
Terserap (ppm)
19,86
19,98
19,89

0,258
0,256
0,2573

15,32
15,20
15,29

0,006
0,007
0,007

0,005
0,008
0,007

0,101
0,281
0,223

0,005
0,008
0,007

89

Tabel 6. Data perhitungan isoterm Langmuir (adsorben kitosan)


No

Konsentrasi

1/C

Daya serap

1/m

(ppm)
1
2
3
4
5
6
7
8

9,028
12,03
15,703
19,349
23,181
28,109
32,691
37,546

0,111
0,083
0,064
0,052
0,043
0,036
0,031
0,027

r = 0,9859 dengan Y = 2,5487 X + 0,07984


intercept = 0,07984 = 1/b
b = 1/0,07984 = 12,5251 mg/g
slope = 2,5487 =1 / bK
K = 1/ (2,5487 x12,5251) = 0,0313 L/mg

2,683
3,483
4,207
4,785
5,967
5,974
5,954
5,937

0,373
0,287
0,238
0,209
0,168
0,167
0,168
0,168

90

Tabel 7. Data perhitungan isotherm Freundlich (adsorben kitosan)


No
1
2
3
4
5
6
7
8

Konsentrasi
9,028
12,030
15,703
19,349
23,181
28,109
32,691
37,546

Log C
0,956
1,080
1,196
1,287
1,365
1,449
1,514
1,575

r = 0,9546 dengan Y = 0,5819 X 0,0861


Intercept = log K = -0,0861
K = 0,8202
Slope = 1 / n = 0,5819
n = 1,7185

Daya serap
2,683
3,483
4,207
4,785
5,967
5,974
5,954
5,937

Log m
0,429
0,542
0,624
0,680
0,776
0,776
0,775
0,774

91

Tabel 8. Data perhitungan isotherm Langmuir (adsorben kitosan sulfat)


No

Konsentrasi

1/C

Daya serap

1/m

1
2
3
4
5
6
7
8

(ppm)
8,709
11,636
15,667
18,921
21,468
25,566
29,917
35,997

0,115
0,086
0,064
0,053
0,047
0,039
0,033
0,028

3,067
4,238
4,5
5,344
6,451
7,006
6,863
6,764

0,326
0,236
0,222
0,187
0,155
0,143
0,146
0,148

r = 0,9759 dengan Y = 2,1111 X + 0,0727


intercept = 0,0727 = 1/b
b = 1/ 0,0727 = 13,7552 mg/g
slope = 2,1111 =1 / bK
K = 1/ (2,1111 x 13,7552) = 0,0344 L/mg

92

Tabel 9. Data perhitungan isotherm Freundlich (adsorben kitosan sulfat)


No
1
2
3
4
5
6
7
8

Konsentrasi
8,709
11,636
15,667
18,921
21,468
25,566
29,917
35,997

Log C
0,940
1,066
1,195
1,277
1,332
1,408
1,476
1,556

r = 0,9518 dengan Y = 0,5911 X 0,0303


Intercept = log K = - 0,0303
K = 0,9326
Slope = 1 / n = 0,5911
n = 1,6918

Daya serap
3,067
4,238
4,500
5,344
6,451
7,006
6,863
6,764

Log m
0,487
0,627
0,653
0,728
0,810
0,845
0,837
0,830

93

Tabel Lampiran 13. Data perhitungan turbidimetri


Tabel 1. Data kurva standar larutan sulfat
No Konsentrasi

NTU

1
2
3
4
5
No
6
17
8
92

(ppm)
0
0
2,5
9,7
5
19
7,5
26,3
10
38
Keterangan
12,5
45,6
Sulfat
awal
15
57
17,5
63kali)
(pengenceran 10000
20 Sampel 1 76

(pengenceran 40 kali)
Sampel 2

r = 0,9988
b = 3,728
a = -0,1022
Tabel 2. Data pengukuran turbiditas kitosan sulfat
NTU
35

mMol
0,098082

23

0,2600

23

0,0065

0,00087

(100 ml)
4

Sampel 3
(100 ml)

Tabel Lampiran 14. Data perhitungan serapan CaCO3 pada Procion Red MX 8B
Tabel 1. Data kurva standar zat warna
No

Konsentrasi

Abs 1

Abs 2

(ppm)
1
0
0
0
2
10
0,171
0,171
3
20
0,341
0,341
4
30
0,507
0,507
5
40
0,669
0,669
6
50
0,832
0,832
adsorpsi zat warna oleh CaCO3 pada pH 2

Abs 3

Absrata-rata

r = 0,99993
a = 0,00429

0
0,171
0,3341
0,507
0,669
0,832

0
0,171
0,341
0,507
0,669
0,832

b= 0,01663

Tabel 2. Data

94

No
1
2
3

Keterangan
Awal (ppm)
Kontrol (ppm)
Adsorpsi
1
2
3

4
1
2
3

Abs1
0,257
0,255

Abs 2
0,257
0,255

Abs 3
0,257
0,255

0,225
0,223
0,222

0,225
0,225
0,223
0,223
0,222
0,222
Terserap (ppm)
1,804
1,924
1,985

Abs rata-rata
0,257
0,255

Ppm
15,196
15,076

0,225
0,223
0,222

13,272
13,152
13,091

Gambar Lampiran 1. Penentuan Derajat Deasetilasi dengan spektra inframerah

Anda mungkin juga menyukai