Anda di halaman 1dari 24

PEMBUATAN SEMI REFINED CARRAGEENAN (SRC) DARI EUCHEMA

COTTONI MENGGUNAKAN METODE SONIKASI

Dosen Pembimbing : Barlian Hasan

Di Susun Oleh :

A. Muhammad Fahrevi Arif (431 200 01)


Andi Arum Alfika (431 200 07)
Nadya Fildzah Juniar (431 200 08)
Denov Ekayanti Ramadhani (431 200 14)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PRODI D4 TEKNOLOGI REKAYASA KIMIA BERKELANJUTAN
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, .. Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................5
1.3 Tujuan.................................................................................................................................5
1.4 Manfaat...............................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................6
2.1 xxxxxxxxx..........................................................................................................................6
2.2 Bjnsjfdsjfluihdfsaui............................................................................................................6
2.3 Prnmnnjkbkhb....................................................................................................................6
2.4 Fonkgnsjlkzbglvk...............................................................................................................6
BAB III..........................................................................................................................................7
METODOLOGI KEGIATAN.......................................................................................................7
3.1 Waktu dan Tempat.............................................................................................................7
3.2 Alat.....................................................................................................................................7
3.3 Bahan..................................................................................................................................7
3.4 Prosedur kerja.....................................................................................................................7
3.5 Perhitungan & Data Pengamatan.......................................................................................7
BAB IV..........................................................................................................................................8
HASIL PRAKTIKUM...................................................................................................................8
BAB V...........................................................................................................................................9
PENUTUP.....................................................................................................................................9
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................................9
5.2 Saran...................................................................................................................................9
Daftar Pustaka..........................................................................................................................10
LAMPIRAN.............................................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era industri dan teknologi saat ini, bahan alami semakin
mendapatkan perhatian luas karena potensinya yang besar dalam berbagai
aplikasi. Salah satu bahan alami yang menjadi fokus praktikum adalah karagenan,
yang merupakan polisakarida sulfat yang diperoleh dari rumput laut merah seperti
Eucheuma cottonii. Karagenan telah terbukti memiliki sifat gelling dan thickening
yang signifikan, membuatnya berguna dalam berbagai industri seperti pangan,
farmasi, dan kosmetik (Irianto & Anwar, 2020).
Praktikum ini difokuskan pada pengembangan metode pembuatan
karagenan dari Eucheuma cottonii menggunakan metode sonikasi. Metode
sonikasi dipilih karena memiliki potensi untuk mempercepat proses ekstraksi
dengan menghasilkan gelombang ultrasonik yang dapat merusak dinding sel
rumput laut, memfasilitasi pelepasan karagenan (Nasution & Abdul, 2018). Dalam
konteks ini, perbandingan konsentrasi dan suhu dalam proses pembuatan
karagenan menjadi parameter yang kritis, karena dapat memengaruhi sifat dan
kualitas akhir karagenan (Abad & Perez, 2019).
Variasi perbandingan konsentrasi (6%, 8%, 10%, dan 12%) dan suhu (50
derajat Celsius) diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam tentang
pengaruhnya terhadap parameter uji karagenan, seperti kadar air dan kadar abu
yang dihasilkan, viskositas, FTIR, dan kekuatan gel Praktikum ini tidak hanya
bertujuan untuk menciptakan metode produksi karagenan yang efisien, tetapi juga
untuk memahami sifat fisikokimia karagenan yang dihasilkan melalui variasi
kondisi ekstraksi. Penelitian yang telah dilakukan Rustad (2011) juga telah
mengulas karakteristik karagenan dalam konteks gelling dan pengentalan, relevan
untuk pemahaman pengujian viskositas dan kekuatan gel pada karagenan yang
dihasilkan
Melalui praktikum ini, diharapkan dapat diperoleh informasi yang
berharga dalam upaya memanfaatkan potensi Eucheuma cottonii sebagai sumber
karagenan dengan metode sonikasi. Hasil praktikum ini dapat menjadi landasan

4
untuk pengembangan produk dan aplikasi karagenan yang lebih luas serta
memberikan kontribusi positif pada khalayak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari praktikum
ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana proses pembuatan semi refined carrageenan menggunakan
metode sonikasi pada konsentrasi NaOH 6%, 8%, 10% dan 12% ?
2) Bagaimana pengaruh perbedaan konsentrasi NaOH terhadap kualitas
karaginan yang dihasilkan ?
3) Bagaimana cara mengidentifikasi jenis karaginan yang dihasilkan ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari peenelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui proses pembuatan karagenan menggunakan metode
sonikasi pada konsentrasi NaOH 6%, 8%, 10% dan 12%.
2) Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi NaOH terhadap
kualitas karaginan yang dihasilkan.
3) Mengidentifikasi jenis karaginan yang dihasilkan.

1.4 Manfaat
1) Bertambahnya wawasan proses pembuatan karagenan
2) Membuat suatu inovasi dengan mengetahui hasil uji kadar air, kadar abu
yang dihasilkan, viskositas, FTIR, dan kekuatan gel terhadap karagenan
yang menggunakan beragam konsentrasi
3) Dapat mengetahui konsentrasi paling optimal diantara variasi konsentrasi
yang dilakukandalam menghasilkan produk.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut


Rumput laut adalah salah satu sumber hayati yang dapat ditemukan di
wilayah pesisir dan laut. Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga,
sejenis ganggang multi seluler golongan divisi thallophyta. Rumput laut
merupakan salah satu kelompok tumbuhan laut yang mempunyai sifat tidak
bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh bagian
tumbuhan disebut thallus, sehingga rumput laut tergolong tumbuhan tingkat
rendah (Suparmi & Sahri, 2009). Seperti layaknya tanaman darat pada
umumnya, rumput laut juga memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain.
Secara umum, rumput laut yang dapat dimakan adalah jenis alga biru
(cyanophyceae), alga hijau (chlorophyceae), alga merah (rodhopyceae) atau
alga cokelat (phaeophyceae).

Tabel 1. Karakteristik Rumput Laut pada Masing-masing Kelas

Jenis Rumput Zat Penyusun


Pigmen Habitat
Laut Dinding Sel
Klorofil a, klorofil b dan
(Chlorophyta)
karotenoid
Chlorophyta Air asin
(siponaxantin, siponein, Selulosa
( hijau) Air tawar
lutein, violaxantin, dan
zeaxantin)

Klorofil a, klorofil c (c1


Phaeophyta dan c2) dan (karotenoid
Asam alginat Laut
(coklat) fukoxantin, violaxantin,
zeaxantin)

6
CaCO3 (kalsium
karbonat),
selulosa dan
Klorofil a, klorofil d dan produk
Air laut;
Rhodophyta pikobiliprotein fotosintetik
sedikit di air
( merah) ( pikoeritrin dan berupa
tawar
pikoesianin) karagenan, full
cellaran dan
polpiran

Pirang Laut; air


karotin; xantofil Silicon
(chrysophyta) tawar

2.1.1. Fungsi dan Manfaat Rumput Laut

Botani laut ini memiliki peranan penting dalam ekosistem.


Spesies rumput laut seperti Kelp menyediakan habitat pembibitan
penting untuk perikanan dan spesies laut lainnya dan dengan
demikian melindungi sumber makanan. Rumput laut juga menjadi
area hidup bagi spesies lain, seperti ganggang planktonik memiliki
peran penting dalam menangkap karbon dan menghasilkan setidaknya
50% oksigen Bumi. Selain itu, gulma laut yang banyak ditemui hidup
di atas karang-karang terjal berfungsi untuk melindungi pantai dari
deburan ombak.
Tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan dan ekosistem,
makroalga juga memiliki banyak manfaat. Makroalga dikenal dengan
tingginya kandungan nutrisi di dalamnya. Ahli teknologi pangan dari
IPB, Prof Dr Made Astawan, dalam buku “Kandungan Gizi Aneka
Bahan Makanan”, mengatakan bahwa komposisi gizi rumput laut
sangat bervariasi, tergantung spesies, tempat tumbuh, dan musim.
Berdasarkan data Kemenkes RI dalam Tabel Komposisi Pangan

7
Indonesia (TKPI), nutrisi dari makroalga diantaranya kandungan
asam lemak omega 3, protein, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
vitamin D, vitamin E, riboflavin, niasin, asam folat, asam pantotenat,
yodium, zat besi, seng, tembaga, selenium, mangan, magnesium,
kalium, fosfor, natrium, dan kalsium.
Secara umum ada 3 hasil ekstraksi ganggang/rumput laut yang
dimanfaatkan secara masif di Indonesia, yaitu ekstraksi Agar-agar,
Keraginan, dan Algin (Alginat).
a. Agar-agar
Agar-agar adalah asam sulfanik yang merupakan ester dari
galakto linier dan diperoleh dengan mengekstraksi ganggang jenis
Agarophytae. Saat ini agar-agar tidak hanya dimanfaatkan sebagai
bahan makanan (jelly), namun telah digunakan dalam industri
tekstil, kosmetik, farmasi dan bahan tambahan dalam industri
makanan dan minuman lain.
b. Karaginan
Keraginan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun
dari unit D-galaktosa dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang
dihubungkan oleh ikatan 1 - 4 glikosilik. Dikarenakan karakternya
yang hampir sama dengan agar-agar, keraginan ini banyak
dimanfaatkan dalam industri makanan minuman hingga tekstil.
Keraginan juga memiliki fungsi pengemulsi dan pengental.
c. Algin (Alginat)
Algin ini merupakan polimer dari asam uronat yang
tersusun dalam bentuk rantai linier panjang yang dihasilkan dari
ganggang cokelat. Bentuk algin di pasaran banyak dijumpai dalam
bentuk tepung natrium, kalium atau amonium alginat yang larut
dalam air. Selain dalam industri makanan dan minuman, kegunaan
algin dalam industri ialah sebagai bahan pengental, pengatur
keseimbangan, pengemulsi, dan pembentuk lapisan tipis yang
tahan terhadap minyak.

8
2.2 Rumput Laut (Eucheuma Cottonii)

Gambar 1. Rumput Laut (Eucheuma Cottonii)


Eucheuma sp. merupakan salah satu contoh dari jenis Rhodophyceae,
yang mempunyai ciri-ciri umum seperti thalli (kerangka tubuh tanaman),
bulat silindris atau gepeng, berwarna merah, merah coklat, hijau kuning, dan
sebagainya, bercabang berselang tak teratur, memiliki benjolan-benjolan dan
duri-duri.
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia
perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar
karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73 % tergantung
pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari
perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya
dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi
budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung,
Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu. Ada dua buah jenis
Eucheuma yang cukup komersil yaitu Eucheuma spinossum dan dan
Eucheuma cottonii. Eucheuma spinossum (Eucheuma dentilacum) merupakan
penghasil biota karagenan dan Eucheuma cottonii (Kapaphycus alvarezii)
sebagai penghasil kappa karagenan. Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh
dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah

9
yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil
dan substrat batu karang mati.

2.2.1 Kandungan Kimia Eucheuma Cottonii


Kandungan kimia rumput laut bervariasi antara individu
spesies, habitat, kematangan, dan kondisi lingkungan. Komposisi
utama rumput laut adalah hidrat arang, sejumlah kecil protein,
mineral, dan lemak. Hidrat arangnya berupa manosa, galaktosa dan
agarosa yang tidak mudah dicerna oleh pencernaan manusia.
Kandungan proteinnya selain sangat sedikit juga sangat rendah nilai
biologisnya. Setiap 100 gram rumput laut yang dikonsumsi telah
memenuhi kebutuhan tubuh akan kalium, natrium, serta magnesium
(Triwardhani dan Ratna, 2003).
Rumput laut merupakan sumber dari soluble dietary fiber.
Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, dietary fiber dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat tidak larut
(insoluble dietary fiber) dan yang larut (soluble dietary fiber). Serat
yang bersifat tidak larut air adalah selulosa, lignin dan beberapa
hemiselulosa. Secara kimia, dalam ampas rumput laut hasil
pengolahan agar-agar kertas tersebut masih memiliki kandungan zat
gizi antara lain kadar air 80-84 %, protein 0,5-0,8 %, lemak 0,1-0,2 %
dan abu 2-3 %. Sedangkan kadar karbohidrat (by difference) sebesar
13-15 %, dengan komponen selulosa sebesar 16-20 %, hemiselulosa
18-22 %, lignin 7-8 % dan serat kasar 2,5-5 % (Riyanto dan
Wilakstanti, 2006).

10
Tabel 2. Kompisisi Kimia Rumput Laut Eucheuma Cottonii

2.3 Karaginan
Karaginan merupakan senyawa yang termasuk kelompok polisakarida
hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan mengandung
natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus fungsi ester
sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Karaginan banyak
digunakan pada sediaan makanan, farmasi, serta kosmetik sebagai bahan
pembuat gel dan pengental atau penstabil. Karaginan dapat digunakan dalam
industri pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk gel, bersifat
mengentalkan, dan menstabilkan material sebagai fungsi utamanya.
Polisakarida tersebut digunakan dalam industri pangan karena fungsi
karakteristiknya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kandungan air
dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan
makanan.

Menurut Craigie (1978), karaginan terdapat dalam dinding sel rumput


laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun
yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen
lainnya. Jumlah dan posisi sulfat membedakan jenis polisakarida
Rhodophyceae. Menurut Federal Register, polisakarida tersebut harus
mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan
sebagai karaginan.

11
Karaginan merupakan senyawa polisakarida yang disusun oleh
senyawa 3,6-anhidrogalaktosa, yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut
merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada temperatur
tinggi. Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga
polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan.
Senyawa_senyawa polisakarida mudah terhidrolisis dalam larutan yang
bersifat asam dan stabil dalam suasana basa. Dalam perdagangan karaginan
berbentuk bubuk menyerupai tepung dan berwarna putih.

2.3.1. Jenis dan Manfaat Karaginan


Berdasarkan strukturnya, karagenan dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu kappa, iota, dan lambda karagenan. Kappa karagenan tersusun
dari (1->3) D-galaktosasulfat dan (1->4) 3,6 Anhidro-D-galaktosa.
Iota karagenan mengandung 4 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6
anhidro-D-galaktosa. Sedangkan lambda karagenan memiliki residu
disulphated (1-4) D-galaktosa. Perbedaan yang lain adalah kelarutan
pada media pelarut.
Karagenan sangat penting peranannya sebagi stabilizer
(penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel,
pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam
industry makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan
industry lainnya (Winarno, 2012). Selain itu juga berfungsi sebagai
penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi koloid), film
former (mengikat suatu bahan), synresis inhibitor (mencegah
terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-
bahan).
Sifat dasar karaginan terdiri dari 3 tipe karaginan yaitu kappa,
iota dan lamda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam
aplikasi pangan adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan
meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH.
Berikut ini beberapa sifat karagenan :

12
1. Dalam air dingin, seluruh garam dari lambda karagenan dapat
larut, sedangkan pada kappa dari iota karagenan hanya garam
natrium yang larut.
2. Lambda karagenan larut dalam air panas (temperature 40-600C).
Kappa dari iota karagenan larut temperature di atas 700C.
3. Kappa, lambda, dan iota karagenan larut dalam susu panas. Dalam
susu dingin, kappa dan iota tidak larut, sedangkan lambda
karagenan akan membentuk dispersi.
4. Kappa karagenan dapat membentuk gel dengan ion kalium,
sedangkan iota karagenan membentuk gel dengan ion kalsium.
Lambda karagenan tidak dapat membentuk gel.
5. Semua jenis karagenan stabil pada pH netral dan alkali. Pada pH
asam karagenan akan terhidrolisis

13
BAB III
METODOLOGI KEGIATAN

2.4 Waktu dan Tempat


Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai pada tanggal 7
September 2023 di laboratorium Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Ujung Pandang.

2.5 Alat
1. Erlenmeyer
2. Saringan
3. Gelas kimia
4. Spatula
5. Cawan
6. Furnace
7. Sonikator
8. Timbangan analitik
9. Talang
10. Oven
11. Gel tester
12. Viscometer
13. Stopwatch
14. Termometer

2.6 Bahan
1. KOH
2. Aquadest
3. Eucheuma Cottoni
4. Sodium Hipoklorit (NaClO)
2.7 Prosedur kerja
1. Rumput laut direndam dalam air dengan sodium hipoklorit selama 30
menit, kemudian tiriskan.
2. Eucheuma Cottoni dipotong-potong menjadi 2-4 cm

14
3. Timbang Eucheuma Cottoni 20 gram lalu ekstraksi masing-masing dengan
suhu 70oC-80oC variasi konsentrasi KOH menggunakan perbandingan
pelarut 6%, 8%, 10%, 12%.
4. Ampas Eucheuma Cottoni yang telah diekstraksi dicuci dengan aquadest
5. Karagenan yang terbentung dikeringkan di oven pada suhu 60oC.
6. Lakukan analisa kadar air, kadar abu, kekuatan gel, dan viskositas pada
karagenan.
a. Uji kadar air
1. Timbang sampel sebanyak 1 gram, kemudian masukkan kedalam
cawan.
2. Panaskan dengan oven pada suhu 105oC, selama 1 jam
3. Dinginkan sampel pada desikator selama ± 15 menit
4. Timbang sampel
5. Ulang tahapan hingga bobot konstan
6. Hitung hasil kadar air sampel
b. Uji kadar abu
1. Timbang sampel sebanyak 1 gram, kemudian masukkan ke dalam
cawan.
2. Masukkan ke dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit.
3. Cawan didinginkan dalam desikator selama ± 15 menit
4. Cawan dibakar dalam furnace pada suhu 550-600oC selama 2 jam.
5. Cawan yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator pada
waktu ± 15 menit
6. Timbang cawan kemudian lakukan perhitungan kadar abu
c. Uji kekuatan gel
1. Bubuk karagenan yang telah digerus dengan perbedaan konsentrasi
dilakukan pemanasan dengan larutan KOH dengan konsentrasi
yang ditentukan 0,16 % kemudian panaskan pada suhu 80oC.
2. Larutan dimasukkan ke dalam cetakan berdiameter 4 cm dan
dibiarkan pada suhu 10oC selama 2 jam.

15
3. Kekuatan gel dalam cetakan diukur dengan texture anlyzer. Gel
dalam cetakan ditempatkan dalam ukur (TAXT2i Texture
Analyzer) sehingga plugger yang akan bersentuhan dengan gel
berada ditengahnya. Computer dinyalakan dan program tekstur
anlyzer diaktifkan. Kondusi pengukuran ditetapkan.
d. Uji viskositas
1. Larutan karaginan 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil
diaduk teratur sampai suhu 75oC.
2. Volume larutan dibuat sekitar 100 mL
3. Viskositas diukur dengan viscometer brookfield dengan
menggunakan spindle yang sesuai.

6.1.

16
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

4.1 Hasil Analisa


4.1.1. Analisa Kadar Air
Konsentrasi NaOH
Waktu
6% 8% 10% 12%
Pemasakan
Kadar Air (%)
50 menit 16,78 18,56 18,53 18,26
Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Air (%) Semi Refined Carrageenan

Gambar 2. Grafik hubungan antara perbedaan konsentrasi NaOH terhadap persen


kadar air Semi Refined Carrageenan
Pada hasil yang diperoleh dari persen kadar air semi refined carrageenan
dengan menggunakan metode ultrasonic, dapat dilihat pada gambar 2, nilai kadar
air terdendah ada pada sampel konsentrasi 6% yaitu sebesar 16,78%. Dan kadar
air tertinggi terdapat pada sampel konsentrasi 8% yaitu sebesar 18,56%. Dapat
dilihat pada gambar 2, bahwa nilai kadar air yang diperoleh belum memasuki
range standar mutu, Dimana standar kadar air untuk karaginan adalah maksimal
14%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor, seperti factor lingkungan
yang menyebabkan perbedaan suhu pada sampel yang mengakibatkan adanya
perbedaan hasil penimbangan pada masing-masing sampel. Hal serupa dikatakan
oleh Maharany, dkk (2017) bahwa perbedaan kadar air dalam suatu bahan
ditentukan oleh kondisi lingkungan, suhu, dan kelembaban. Factor lainnya yang
dapat mempengaruhi kadar air adalah perbedaan spesies dan umur panen. Setiap

17
spesies memiliki kadar air yang berbeda dan semakin tua dalam umur panen maka
kandungan air yang terdapat dalam bahan baku juga berbeda (Dolorosa dkk.,
2017).
4.1.2. Analisa Kadar Abu
Konsentrasi NaOH
Waktu
6% 8% 10% 12%
Pemasakan
Kadar Abu (%)
50 menit 14,29 16,08 18,69 22,31
Tabel 4. Hasil Analisa Kadar Abu (%) Semi Refined Carrageenan

Gambar 3. Grafik hubungan antara perbedaan konsentrasi NaOH terhadap persen


kadar abu Semi Refined Carrageenan
Parameter kedua yang telah dianalisa adalah kandungan kadar abu yang
terdapat pada sampel. Jika dilihat pada gambar 3 grafik hubungan antara
perbedaan konsentrasi NaOH terhadap persen kadar abu, Dimana nilai kadar abu
yang diperoleh meningkat secara signifikan, hal ini dapat disimpulkan bahwa
semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan semakin besar pula nilai kadar
abu yang diperoleh. Hal ini dapat disebabkan dari berbagai faktor, mulai dari
kandungan dari bahan baku yang banyak memiliki kandungan kalium,
magnesium, natrium, dan lain-lain. Hal yang sama diperoleh pada penelitian Ega
et all., (2016), bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara pelarut terhadap
persen kadar abu yang diperoleh, hal ini dapat disebabkan karaginan sebagian
besar berasal dari garam dan mineral lainnya yang menempel pada rumput laut.

4.1.3. Analisa Viskositas

18
Konsentrasi NaoH
Waktu
6% 8% 10% 12%
Pemasakan
Viskositas (cP)
50 menit 1 1 2 2
Tabel 5. Hasil Analisa Viskositas (cP) Semi Refined Carrageenan

Gambar 4. Grafik hubungan antara perbedaan konsentrasi NaOH terhadap


Viskositas (cP) Semi Refined Carrageenan
Pengujian viskositas pada karaginan merupakan salah satu standar baku
mutu untuk mengetahui kualitas dari karaginan, dikarenakan karaginan sendiri
memiliki fungsi sebagai pengental ataupun penstabil. Pada gambar 4 terlihat jelas
nilai viskositas yang telah diperoleh, yaitu pada konsentrasi NaOH 6% hanya
memiliki nilai viskositas sebesar 1 cP, begitupun dengan konsentrasi NaOH 8%
yang memiliki nilai yang sama. Adapun nilai viskositas pada konsentrasi 10%
dan 12% adalah 2 cP. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH,
semakin tinggi juga nilai viskositas yang diperoleh walaupun tidak meningkat
secara signifikan. Semua nilai viskositas semi refined carrageenan yang
diperoleh belum ada yang mencapai standar baku mutunya yaitu 5 cP.
Parameter viskositas pada praktikum kali ini belum mencapai standar
dikarenakan satu faktor, yaitu adanya kesalahan pada metode pemasakan rumput
laut, dimana untuk membuat produk semi refined carrageenan harusnya tidak
menggunakan metode sonikasi dikarenakan bukan proses pemasakan yang terjadi
melainkan terjadi proses ekstraksi karaginan yang ada pada rumput laut, sehingga
karaginan dengan kandungan sulfat dan kandungan lainnya akan terikat oleh

19
pelarut NaOH. Maka dari itu karaginan yang dianalisa hanya berupa rumput laut
dengan hanya menyisakan kandungan selulosa, hal inilah yang menyebabkan
rendahnya nilai viskositas yang diperoleh.

4.1.4. Analisa Kekuatan Gel


Konsentrasi NaoH
Waktu
6% 8% 10% 12%
Pemasakan 2
Kekuatan Gel (g/cm )
50 menit 0,961631 0,69328 1,096578 1,360572
2
Tabel 6. Hasil Analisa Kekuatan gel (g/cm ) Semi Refined Carrageenan

Gambar 4. Grafik hubungan antara perbedaan konsentrasi NaOH terhadap


Kekuatan Gel (g/cm2) Semi Refined Carrageenan
Parameter kekuatan gel merupakan parameter utama dalam menentukan
kualitas karaginan yang telah dibuat, karena kekuatan gel menunjukkan
kemampuan karaginan dalam pembentukan gel. Pada gambar 4 menunjukkan data
yang diperoleh masih jauh dari standar yaitu 685 g/cm 2. Dapat dilihat bahwa
meningkatnya konsentrasi NaOH, meningkat pula nilai kekuatan gel yang
diperoleh walaupun pada konsentrasi 8% NaOH terjadi penurunan. Rendahnya
nilai kekuatan gel dapat dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH, pH, suhu, dan waktu
pemasakan. Namun hal yang paling mempengaruhi hasil dari kekuatan gel adalah
sama halnya dengan nilai viskositas yang diperoleh, yaitu dikarenakan terdapat
kesalahan pada metode pembuatan semi refined carrageenan yang seharusnya
tidak bisa menggunakan metode sonikasi dikarenakan terjadinya proses ekstraksi,
dimana kandungan karaginan akan ditarik keluar dari rumput laut dan diikat oleh

20
NaOH, sehingga rumput laut yang tersisa hanya rumput laut dengan kandungan
selulosa di dalamnya, maka dari itu parameter viskositas dan kekuatan gel sama
sekali tidak mencapai standar baku mutu karaginan.

21
BAB V
PENUTUP

2.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa:
 Adanya berbagai metode yang dapat digunakan untuk membuat semi
refined carrageenan. Namun pada praktikum ini, dengan menggunakan
metode sonikasi untuk membuat semi refined carrageenan dapat dikatakan
kurang cocok, karena pada metode sonikasi terjadi proses ekstraksi
sementara pada umumnya untuk memperoleh semi refined carrageenan
hanya membutuhkan pemasakan dengan pelarut.
 Kualitas semi refined carrageenan yang diperoleh terbilang masih jauh
dari standar kualitas yang ada, terutama pada parameter viskositas dan
kekuatan gel yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena adanya kesalahan
pada metode pembuatannya yang menggunakan metode sonikasi dengan
proses ekstraksi yang mana harusnya hanya dimasak menggunakan
pelarut.

22
Daftar Pustaka
Abad, L. V., & Perez, M. J. (2019). Influence of the Extraction Process on the
Physicochemical Properties of Carrageenan from Eucheuma denticulatum
Seaweed. Carbohydrate Polymers, 218, 46–53.

Dolorosa, M. T., Nurjanah, P. S., Anwar, E., & Hidayat, T. (2017). Kandungan
senyawa bioaktif bubur rumput laut Sargassum plagyophyllum dan
Eucheuma cottonii sebagai bahan baku krim pencerah kulit. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 20(3), 633-644.
Ega, L., Lopulalan, C. G. C., & Meiyasa, F. (2016). Kajian mutu karaginan
rumput laut Eucheuma cottonii berdasarkan sifat fisiko-kimia pada tingkat
konsentrasi kalium hidroksida (KOH) yang berbeda. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 5(2).
Irianto, H. E., & Anwar, E. (2020). Carrageenan: A Multifunctional Seaweed
Polymer. In Carrageenan: Structure, Properties, and Applications (pp.
1–24). Elsevier

Maharany, F., Nurjanah, S. R., Anwar, E., & Hidayat, T. (2017). Kandungan
senyawa bioaktif rumput laut Padina australis dan Eucheuma cottonii
sebagai bahan baku krim tabir surya. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia, 20(1), 10-17.
Nasution, N. K., & Abdul Manaf, Y. N. (2018). Ultrasound-Assisted Extraction of
Carrageenan from Seaweed. In Ultrasound: Advances for Food
Processing and Preservation (pp. 153–172). CRC Press.

Peranginangin, R., Sinurat, E., & Darmawan, M. (2013). Memproduksi karaginan


dari rumput laut. Penebar Swadaya Grup.
Rustad, T., & Storrø, I. (2011). Gelling and Thickening Agents. In Handbook of
Hydrocolloids (2nd ed., pp. 336–368). Woodhead Publishing

Suparmi, S., & Sahri, A. (2009). Mengenal potensi rumput laut: kajian
pemanfaatan sumber daya rumput laut dari aspek industri dan
kesehatan. Majalah Ilmiah Sultan Agung, 44(118), 95-116.

23
LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai