Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

Pembuatan Preparat Polen dan Spora

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikroteknik yang dibina oleh Dra.
Nursasi Handayani, M.Si. dan Dr. Sulissetijono, M.Si.

Disusun oleh: Kelompok-1

Aselia Chandra Arda Garini 190342621206


Ilham Arfiansyah 190342621274
Veni Hoeriah 190342621304

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI
MARET 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kelimpahan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dalam kesempatan kali ini kami dapat menyelesaikan
penyusunan laporan yang berjudul “Laporan Praktikum Mikroteknik Pembuatan
Preparat Polen dan Spora “. Adapun tujuan penulisan laporan ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Mikroteknik dan juga untuk menambah wawasan keilmuan yang
berkenaan dengan pembuatan preparat polen dan spora.
Kami menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Nursasi Handayani,
M.Si., dan Bapak Dr. Sulisetijono, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah
Mikroteknik yang telah membimbing kami dalam penyusunan laporan ini serta
memberikan banyak pengetahuan dan wawasan baru kepada kami. Atas
terselesainya laporan ini, kami juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua anggota kelompok penyusun atas
sumbangsih yang telah diberikan, mulai dari menggagas, melakukan praktikum
guna memeroleh data, sampai dengan selesainya pengumpulan.
Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, kami meminta maaf apabila terdapat
kesalahan maupun kata yang kurang berkenan dalam penulisan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca dan
penulis.

Malang, 09 Maret 2022


Penulis,

(Kelompok-1)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Tujuan ................................................................................................... 1

1.2 Dasar Teori ............................................................................................ 1

1.3 Alat dan Bahan ...................................................................................... 3

1.4 Langkah Kerja ....................................................................................... 3

BAB II HASIL DAN ANALISIS ......................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 9

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12

LAMPIRAN ...................................................................................................... 14

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bahan amatan pada praktikum (Dokumentasi pribadi, 2022). ............ 14


Gambar 2. Reagen yang digunakan dalam praktikum (Dokumentasi prbadi, 2022).
........................................................................................................ 14
Gambar 3. Alat yang digunakan dalam praktikum (Dokumentasi pribadi, 2022). 14

DAFTAR TABEL

Table 1. Hasil pengamatan spora dan polen .......................................................... 5

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Membuat deskripsi spora dan polen spesimen
2. Membandingkan polen berbagai tumbuhan
1.2 Dasar Teori
Fitur paling khas dari planet Bumi adalah, tidak seperti dunia lain di tata surya
ini, ia kaya akan keanekaragaman hayati. Spesies kita sendiri, yang berevolusi
sebagai bagian dari biosfer yang menopang kita, memiliki kecerdasan dan rasa
ingin tahu untuk menjelajahi dunia di sekitar kita dan memahami
kompleksitasnya. Mengingat tantangan lingkungan yang ada di depan kita
harus banyak belajar dengan menjelajahi semua aspek keanekaragaman hayati.
Salah satu bidang penyelidikan yang sangat informatif adalah palynology, studi
tentang serbuk sari dan spora tumbuhan. Unit biologis mikroskopis dan mandiri
ini dikelilingi oleh dinding sel yang tahan bahan kimia dengan struktur dan
simetri yang khas. Mereka dapat memberikan wawasan tentang pertanyaan
mendasar seperti bagaimana dan kapan tanaman pertama kali menjajah tanah
atau bagaimana bumi' vegetasi telah berkembang melalui waktu geologis dan
pada skala waktu yang lebih baik. Mereka memberikan bukti filogenetik
penting dalam sistematika tanaman dan sistem model untuk memahami
perkembangan tanaman di tingkat sel. Perjalanan singkat melalui dunia
mikroskopis butiran serbuk sari dan spora ini merupakan catatan pribadi
tentang minat dan pentingnya kunci mikroskopis ini untuk memahami
keanekaragaman hayati bumi (Blackmore, 2007).
Dinding spora/serbuk sari embriofit memiliki banyak lapisan dan
komponen yang diletakkan secara teratur selama perkembangan spora/serbuk
sari. Lapisan yang mengandung makromolekul sporopollenin adalah
komponen yang memungkinkan ketahanan dinding spora/serbuk sari terhadap
berbagai faktor lingkungan yang membuat kehidupan di darat menjadi
menantang. Sporopollenin sangat tahan terhadap prosedur degradasi fisik,
kimia dan biologi. Akibatnya, komposisi kimia yang tepat, struktur dan rute
biosintetiknya belum dipastikan (Meuter-Gerhards dkk., 1999). Konvensi

1
2

tradisional menegaskan bahwa sporopollenin adalah polimer ester karotenoid


(Cronk, 2009). Namun, pemurnian modern, degradasi dan teknik analisis telah
menunjukkan bahwa itu terdiri dari unit alifatik bercabang polihidroksilasi
dengan sejumlah kecil cincin aromatik teroksigenasi dan fenilpropanoid
(Ahlers dkk., 1999; Domínguez dkk., 1999).
Mekanisme dasar yang terlibat dalam pembentukan dinding spora, dan
pengendapan sporopollenin dalam eksospora/eksin, telah dijelaskan oleh
berbagai studi ultrastruktur yang dilakukan pada spesies yang masih ada dan
fosil di seluruh kerajaan tumbuhan (Paxson-Sowders dkk., 2001). Blackmore
dan Barnes (1987) mengusulkan sejumlah proses deposisi sporopollenin yang
tampak pada dinding spora. Pertama, mereka mengenali peran white-line-
centred lamellae (WLCL) dalam proses ini. Akumulasi sporopollenin pada
susunan WLCL dianggap sebagai metode deposisi sporopollenin yang paling
primitif dan telah diidentifikasi dalam sejumlah kelompok alga dan sebagian
besar, jika tidak semua, embriofit (Wellman, 2009). Lamela ini terwujud pada
membran plasma dengan sporopollenin berpolimerisasi ke kedua sisi garis
putih. Mereka terakumulasi dalam berbagai cara untuk membentuk dinding
spora/serbuk sari (Blackmore dan Barnes, 1987; Blackmore dkk., 2000;
Wellman, 2004).
Cara lain pembentukan eksospora/eksin melibatkan pengendapan
sporopollenin dari sel-sel sekitar tapetum. Mikroskop elektron transmisi telah
menunjukkan bahwa sel-sel tapetal memiliki sistem sekretori yang sangat aktif
yang mengandung globul-globul lipofilik, yang dianggap mengandung
prekursor sporopollenin dan disimpan ke permukaan baik secara langsung
berkontribusi pada eksospora/eksin atau membentuk lapisan ekstra-eksospora
(Piffanelli dkk., 1998). Blackmore dkk. (2000) menyarankan bahwa kontribusi
tapetal ke dinding spora dapat terjadi dalam berbagai cara, termasuk
penambahan lapisan yang dibentuk oleh WLCL atau langsung ke WLCL. Studi
tentang pembentukan dinding serbuk sari pada angiospermae menyoroti peran
yang dimainkan sel tapetal dalam memasok nutrisi dan komponen lipid untuk
mengembangkan mikrosporosit dan mikrospora (Scott dkk., 1991; Ariizumi
dkk., 2004; de Azevedo Souza., 2009). Menariknya, tumbuhan darat yang
3

paling basal (lumut hati) tidak memiliki tapetum, yang didapat dari lumut dan
tumbuhan vaskular.
1.3 Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Vial 1. Sporofil tumbuhan paku
2. Centrifuge 2. Anthera
3. Penangas air 3. Polen
4. Batang kaca pegaduk 4. Spora
5. Pipet 5. Asam cuka glasial
6. Kaca benda 6. Asam cuka anhidrida
7. Kaca penutup 7. Asam sulfat pekat
8. Lap pembersih 8. Akuades
9. Neraca
10. Mikroskop
1.4 Langkah Kerja
[Persiapan]
Disiapkan semua alat dan bahan kimia yang diperlukan untuk
pembuatan preparat polen dan spora dengan metode asetolisis.

Disiapkan sporofil tumbuhan paku yang telah jelas mempunyai sorus.

Disiapkan anthera bunga yang telah masak, sehingga polennya mudah
dilepaskan dari kotak sari.

Disediakan vial (flacon) dan masukkan ke dalamnya anthera atau
bagian tumbuhan yang mengandung spora.
Noted: Hendaknya satu vial untuk satu jenis bahan, jangan lupa diberi label
nama bahan yang bersangkutan. Diisi dengan asam cuka glasial sehingga
bahan terendam. Dibiarkan sedikitnya 24 jam. Dalam keadaan seperti itu
bahan dapat disimpan berbulan-bulan sambil menunggu pemrosesan lebih
lanjut.

[Pemrosesan]
Dipindahkan vial yang berupa rendaman anthera dan spora dalam
asam cuka glasial tersebut ke dalam tabung centrifuge. Kemudian
dipusing. Dibuang cairannya, demikian pula serpihan-serpihan yang
4

besar dengan menggunakan pinset. Diendapkan jangan sampai


terbuang.

Disediakan campuran asetat anhidrida dan asam sulfat pekat dengan
perbandingan 9:1 (Perhatikan: tuangkan asam sulfat pekat ke asetat
anhidrida! Jangan sebaliknya). Tuangkan campuran tersebut ke
dalam tabung centrifuge yang telah berisi polen/spora (butir 2).
Dibuat campuran tersebut secukupnya saja, jangan terlalu banyak.
Cukup untuk kerja satu hari saja.

Dipanaskan tabung centrifuge tadi dengan memakai penangas air,
mulai suhu kamar sampai mendidih. Jangan lupa setiap kali dikocok
atau diaduk dengan menggunakan batang kaca. Dihentikan
pemanasan bila sudah mendidih. Dikerluarkan tabung penangas air
dan dibiarkan dingin. Dibiarkan selama kurang lebih 15 menit.

Dipusing dan dibuang cairan dan diganti dengan akuades kemudian
dikocok. Dilakukan penggantian akuades tersebut beberapa kali,
tetapi jangan lupa setiap akan membuang akuades pencuci tabung
harus dipusing terlebih dahulu.

Dilakukan pengecekan/pengamatan di bawah mikroskop.
BAB II
HASIL DAN ANALISIS

Table 1. Hasil pengamatan spora dan polen


No. Gambar Perbesaran Keterangan
a. Exine
b. Sitoplasma

1. 10 х 10
b

Polen Crynum asiaticum L.


a. Exine
b. Sitoplasma

2. 10 х 10
b

Polen Mimosa pudica L.

3.
a. Sporangiof
10 х 10 or
b. Annulus

5
6

c. Spora

Spora Phymatosorus scolopendria


a. Spora yang
keluar dari
a sporangium
b. Annulus

10 х 10
4.

Spora Phymatosorus scolopendria


a. Sel bibir
b. Annulus
a
c. Spora
c

5. 10 х 10

b
7

Spora Pteris vittata

b a. Annulus
b. Sel bibir
c. Dinding
lateral
6.
40 х 10

a
c

Spora Pteris vittata

Pembuatan preparat awetan spora dan polen ini dihasilkan hasil amatan yang jelas,
dimana metode yang dilakukan mulai dari pengambilan spesimen dari tumbuhan
sampel, pemusingan dengan menggunakan sentrifuge, sampai proses pencucian
awetan sangat mudah dilakukan dengan hati-hati. Sampel yang diambil untuk
preparat polen adalah dari tumbuhan monokotil diwakili oleh Bunga Bakung
(Crynum asiaticum L.) dan dari tumbuhan dikotil diwakili oleh Bunga Putri Malu
(Mimosa pudica). Sampel yang diambil untuk preparat spora sendiri diambil dari
spora tumbuhan paku Phymatosorus scolopendria atau Paku Wangi, serta Pteris
vittata atau Paku Rem Cina.
Hasil pengamatan di bawah mikroskop pada preparat polen terlihat jelas dari
dua spesies tumbuhan yang berbeda, maka bentuk dari ornamen eksinnya pun
berbeda. Preparat polen bunga bakung menunjukkan bahwa bentuk ornamen
eksinnya berbentuk echinate yakni ornamentasi berbentuk seperti duri. Preparat
polen bunga putri malu sendiri memiliki bentuk ornamen verrucate, yakni memiliki
unsur ornamentasi isodiametrik/bintik dengan ukuran >1µm . Preparat polen bunga
bakung juga memiliki bentuk apiculate jika dilihat dari pandangan equatorial,
sementara preparat polen bunga putri malu berbentuk circular jika dilihat dari
pandangan equatorial.
Pengamatan pada preparat spora di bawah mikroskop sendiri terlihat sangat
jelas baik dari warna juga ketajaman objek. Bentuk ornamen dari kedua spora
tersebut adalah tipe psilate, yakni permukaan halus, rata dan licin tidak berelief.
8

Ukuran kedua spora yang diamati yakni circular oval karena berbentuk cenderung
bulat dan sedikit oval.
BAB III
PEMBAHASAN

Polen atau serbuk sari merupakan bagian bunga yang berupa kantung berisi
gametofit jantan pada tumbuhan berbunga Anthophyta baik Gymnospermae
(Pinophyta) maupun Angiospermae (Magnoliophyta). Spora biasanya dihasilkan
tumbuhan non vaskuler seperti alga, jamur, lumut serta tumbuhan vaskuler tingkat
rendah lain yaitu tumbuhan lumut (Bryophyta) dan paku (Pteridophyta) (Nugroho,
2014). Struktur polen yang bervariasi menunjukkan karakter yang dapat digunakan
untuk identifikasi, konstruksi klasifikasi, atau interpretasi filogenetik. Secara
ringkas, identifikasi tumbuhan adalah menentukan persamaan dan perbedaan antara
dua unsur tumbuhan. Tumbuhan yang belum diketahui jenisnya biasanya
diidentifikasikan dengan kunci identifikasi, atau dibandingkan dengan spesimen
herbarium yang telah diketahui (Irawan, dkk., 2013).
Butiran polen memiliki karakter yang spesifik yang tediri atas bentuk
aperture, sclupture/ornamentasi dinding, simetri dan ukuran. Bentuk umum spora
lebih sederhana dari polen. Dalam hal bentuk terminology untuk polen juga dapat
digunakan dalam spora hanya saja terbatas pada bentuk dasar elliptic untuk spora
monolate dan triangular/circular untuk spora trilate. Bentuk spora sangat
tergantung kepada jumlah aperturnya (Javuli, dkk., 2018).
Apertura adalah suatu penipisan atau modifikasi dinding spora attau polen
yang berfungsi sebagai jalan untuk keluarnya isi spora atau polen. Apertura ini tidak
sepenuhnya membuka tapi merupakan tempat dimana eksin sangat tipis dan intin
berkembang baik. Buluh polen muncul melalui apertura selama perkecambahan
polen, yaitu dengan mendorong intin ke samping. Apertura dapat berupa alur (colpi)
dan pori, dimana susunan jumlah pori dan alurmerupakan kriteria penting dalam
klasifikasi polen (Nugroho, 2014).
Polen dan spora dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanaman karena
pada polen dan spora terdapat lapisan eksin yang mempunyai struktur dan
ornamentasi yang khas serta dapat terawetkan karena mengandung senyawa
sporopolenin yang resisten terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Eksin ini
memberikan keistimewaan dalam studi palinologi, sehingga dapat digunakan

9
10

untuk mengidentifikasi tumbuhan. Variasi morfologi polen dan spora pada eksin
juga bersifat spesifik untuk kelompok tumbuhan tertentu (Azizah, dkk., 2018).
Bentuk butir polen dapat dideskripsi menggunakan kenampakan pada
pandangan polar dan pandangan ekuatorial. Klasifikasi pandangan ekuatorial polen
dan spora menjadi 8 bentuk yaitu: circular (oval), rhomboidal, apiculate,
constricted oval circular, constricted rectangular, compressed oval, depressed
oval, rectangular. Pada pandangan polar dapat dibedakan menjadi 13 bentuk:
circular, semi-angular; inter semi-angular, angular, inter angular; semi-lobate,
inter semi-lobate, lobate, inter lobate, hexagonal, inter hexagonal, subangular;
inter sub-angular (Nugroho, 2014).
Tipe ornamentasi eksin polen disusun berdasar ukuran, bentuk, dan susunan
unsur ornamentasi. Ornamentasi merupakan bentuk eksternal eksin tanpa
menunjukkan susunan eksin bagian dalam. Beberapa bentuk omamentasi menurut
Marvianti, dkk. (2018) dan Soegiharto & Kartono (2017) antara lain:
1. Psilate, yakni seluruh permukaan halus, rata dan licin tidak berelief.
2. Perforate, yakni permukaan berlubang dengan ukuran lubang <1 µm.
3. Foveolate, yakni permukaan berlubang dengan ukuran lubang >1 µm.
4. Scabrate, yakni unsur ornamentasi isodiarnetrik atau bintik ukuran < 1 µm.
5. Verrucate, yakni unsur ornamentasi isodiarnetrik atau bintik ukuran < 1 µm.
6. Gemmate, yakni unsur ornamentasi isodiametrik atau tonjolan berkerut
seperti lingkaran ukuran > 1 µm.
7. Clavate, yakni unsur ornamentasi seperti tangkai dengan dasar menyempit
dan ukuran tinggi lebih besar daripada lebamya.
8. Pilate, yakni unsur ornamentasi seperti clavate tetapi bagian apikalnya
menggembung.
9. Echinate, yakni unsur ornamentasi berbentuk seperti duri.
10. Rugulate, yakni unsur ornamentasi memanjang horizontal dengan pola tidak
beraturan.
11. Striate, yakni unsur ornamentasi memanjang horizontal dengan susunan
sejajar antara satu dengan lainnya.
12. Reticulate, yakni unsur ornamentasi membentuk pola seperti jala.
13. Baculate, yakni unsur ornamentasi berbentuk silinder tinggi dan ramping.
BAB III
KESIMPULAN

Bentuk ornamen dari kedua spora tersebut adalah tipe psilate, yakni permukaan
halus, rata dan licin tidak berelief. Untuk klasifikasi pandangan ekuatorial kedua
spora yang diamati yakni circular oval karena berbentuk cenderung bulat dan
sedikit oval. Pada polen bunga bakung menunjukkan bahwa bentuk ornamen
eksinnya berbentuk echinate yakni ornamentasi berbentuk seperti duri, sedangkan
pada polen bunga putri malu memiliki bentuk ornamen verrucate, yakni memiliki
unsur ornamentasi isodiametrik/bintik dengan ukuran >1µm. Selain itu, polen
bunga bakung memiliki bentuk apiculate jika dilihat dari pandangan equatorial,
sementara polen bunga putri malu berbentuk circular jika dilihat dari pandangan
equatorial.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahlers, F., Thom, I., Lambert, J., Kuckuk, R., & Wiermann, R. (1999). 1H NMR
analysis of sporopollenin from Typha angustifolia. Phytochemistry, 50(6),
1095-1098.

Ariizumi, T., Hatakeyama, K., Hinata, K., Inatsugi, R., Nishida, I., Sato, S., ... &
Toriyama, K. (2004). Disruption of the novel plant protein NEF1 affects lipid
accumulation in the plastids of the tapetum and exine formation of pollen,
resulting in male sterility in Arabidopsis thaliana. The Plant Journal, 39(2),
170-181.

Azizah, N., Suedy, S. W. A., & Prihastanti, E. (2016). Keanekaragaman tumbuhan


berdasarkan morfologi polen dan spora dari sedimen Telaga Warna Dieng,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. BULETIN ANATOMI DAN
FISIOLOGI dh SELLULA, 24(1), 66-75.

Blackmore, S. (2007). Pollen and spores: Microscopic keys to understanding the


earth's biodiversity. Plant Systematics and Evolution, 263(1), 3-12.

Blackmore, S., & Barnes, S. H. (1987). Embryophyte spore walls: origin,


development, and homologies. Cladistics, 3(2), 185-195.

Cronk, Q. C. (2009). Molecular organography of plants. Oxford University Press.

de Azevedo Souza, C., Kim, S. S., Koch, S., Kienow, L., Schneider, K., McKim, S.
M., ... & Douglas, C. J. (2009). A novel fatty acyl-CoA synthetase is required
for pollen development and sporopollenin biosynthesis in Arabidopsis. The
Plant Cell, 21(2), 507-525.

Domínguez, E., Mercado, J. A., Quesada, M. A., & Heredia, A. (1999). Pollen
sporopollenin: degradation and structural elucidation. Sexual Plant
Reproduction, 12(3), 171-178.

Harley, M. M. (2000). Pollen and spores: morphology and biology. Royal Botanic
Gardens Kew.

Irawan, B., Muadz, S., & Rosadi, A. (2013, July). Karakterisasi dan Kekerabatan
Tumbuhan Mangrove Rhizophoraceae berdasarkan Morfologi, Anatomi, dan

12
13

Struktur luar Serbuk Sari. In Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Nuklir PTNBR–BATAN (Vol. 4).

Jayuli, M., Junus, M., & Nursita, W. (2018). Pengaruh Ketingian Terhadap
Diameter Polen Lebah Madu (Apis Cerana) Di Kabupaten Malang. TERNAK
TROPIKA Journal of Tropical Animal Production, 19(1), 9-21.

Marvianti, D., Maideliza, T., & Syamsuardi, S. (2018). Ultrastruktur Morfologi


Polen Arundina graminifolia (D. Don) Hochr.(Orchidaceae). Jurnal Biologi
UNAND, 6(1), 51-54.

Meuter-Gerhards, A., Riegert, S., & Wiermann, R. (1999). Studies on sporopollenin


biosynthesis in Cucurbita maxima (DUCH.)—II. The involvement of
aliphatic metabolism. Journal of Plant Physiology, 154(4), 431-436.

Nugroho, S. H. (2014). Karakteristik umum polen dan spora serta aplikasinya.


Oseana, 39(3), 7-19.

Paxson-Sowders, D. M., Dodrill, C. H., Owen, H. A., & Makaroff, C. A. (2001).


DEX1, a novel plant protein, is required for exine pattern formation during
pollen development in Arabidopsis. Plant physiology, 127(4), 1739-1749.

Piffanelli, P., Ross, J. H., & Murphy, D. J. (1998). Biogenesis and function of the
lipidic structures of pollen grains. Sexual plant reproduction, 11(2), 65-80.

Scott, R., Hodge, R., Paul, W., & Draper, J. (1991). The molecular biology of anther
differentiation. Plant Science, 80(1-2), 167-191.

Soegiharto, S., & Kartono, A. P. (2017). Karakteristik tipe pakan kelelawar


pemakan buah dan nektar di daerah perkotaan: studi kasus di Kebun Raya
Bogor. Jurnal Biologi Indonesia, 6(1).

Wellman, C. H. (2009). Ultrastructure of dispersed and in situ specimens of the


Devonian spore Rhabdosporites langii: Evidence for the evolutionary
relationships of progymnosperms. Palaeontology, 52(1), 139-167.

Wellman, C. H., Hemsley, A. R., & Poole, I. (2004). The evolution of plant
physiology
LAMPIRAN

Gambar 1. Bahan amatan pada praktikum (Dokumentasi pribadi, 2022).

Gambar 2. Reagen yang digunakan dalam praktikum (Dokumentasi prbadi, 2022).

Gambar 3. Alat yang digunakan dalam praktikum (Dokumentasi pribadi, 2022).

14

Anda mungkin juga menyukai