Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fungsi Jalan yang pada hakikatnya merupakan salah satu prasarana perhubungan
darat yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian, sosial
budaya, pengembangan wilayah pariwisata, dan pertahanan keamanan untuk menunjang
pembangunan nasional. Transportasi sebagai salah satu sarana penunjang dalam
pembangunan suatu negara. Sarana dan prasarana transportasi dalam hal ini adalah salah
satu faktor yang utama.
Diperlukan pembangunan jaringan jalan yang memadai agar mampu
memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kapasitas yang diperlukan. Selain
perencanaan geometric jalan, perkerasan jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan
yang harus direncanakan secara efektif dan efisien, karena kebutuhan tingkat pelayanan
jalan semakin tinggi. Perlu adanya peningkatan kualitas system dan prasarana jalan,
diantaranya adalah kebutuhan akan jalan yang aman dan nyaman.
Perencanaan peningkatan jalan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
permasalahan lalu lintas. Sehubungan dengan permasalahan lalu lintas, maka diperlukan
penambahan kapasitas jalan yang tentu akan memerlukan metoda efektif dalam
perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dalam memilih
suatu perkerasan, tetapi memenuhi unsur kenyamanan, keamanan dan keselamatan
pengguna jalan.
Ruas jalur Jalan Gerilya parit 6 (enam)- Jalan Taman Makam Pahlawan parit 6
(enam) merupakan ruas jalur yang sangat penting, karena Ruas jalur Jalan Gerilya Jalan Taman Makam Pahlawan parit 6 (enam) terletak di jalur utama akses keluar masuk
ke kota Tembilahan dari berbagai kota di Riau dan sekitarnya yang menggunakan
transportasi darat. Ruas jalur Jalan Gerilya parit 6 (enam) - Jalan Taman Makam
Pahlawan parit 6 (enam) yang memiliki fungsi pelayanan transportasi barang dan jasa
yang pada umumnya dengan beban angkut yang berat sangat diharapkan dapat
memberikan kenyamanan pada penggunanya karena akan sangat berpengaruh pada citra
Kota Tembilahan itu sendiri.
Mengingat kondisi ruas jalur Jalan gerilya parit 6 (enam) - Jalan Taman Makam
Pahlawan parit 6 (enam) yang saat ini menggunakan perkerasan lentur mempunyai
ketinggian dibawah tinggi maksimum air pasang yang terjadi dikota Tembilahan ini
yang membuat ruas jalan selalu terendam air pasang dan menyebabkan kerusakan pada
1

perkerasan jalan. Perkerasan dengan menggunakan aspal di rasa kurang cocok untuk
digunakan pada Jalan gerilya parit 6 (enam) - Jalan Taman Makam Pahlawan parit 6
(enam) ini, karena ruas jalan ini difungsikan untuk melayani lalu-lintas yang padat
dengan beban kendaraan yang cukup besar, dan kondisi jalan yang selalu terkena
genangan air pasang menyebabkan aspal menjadi mudah rusak (berlubang maupun
bergelombang) jika terus dilalui kendaran yang memiliki beban berat.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan berpedoman pada latar belakang tersebut diatas, Rumusan masalah yang
akan dibahas dari Tugas Akhir ini adalah :
1. Menentukan ketebalan perkerasan kaku untuk menahan beban diatasnya
selama umur rencana 20 tahun.
2. Menentukan tinggi timbunan.
1.3. Batasan Masalah
Perencanaan Perkerasan ruas Jalan Gerilya parit 6 (enam) - Jalan Taman Makam
Pahlawan parit 6 (enam) menggunakan rigid pavement dengan metode Bina Marga
2002 dan Metode AASHTO 1993 maka batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir
ini adalah sebagai berikut :
1. Asumsi Data CBR = 0%, 5%, 10%, 15%
2. Tidak Menghitung RAB (Rencana Anggaran Biaya)
1.4. Maksud dan Tujuan
Penyusunan tugas akhir ini, penulis mempunya tujuan Perencanaan Perkerasan
ruas jalan Gerilya parit 6 (enam) - Jalan Taman Makam Pahlawan parit 6 (enam)
menggunakan rigid pavement untuk mendapatkan desain struktur yang sesuai dengan
kebutuhan baik dari segi kenyaman, maupun dalam segi keamanan.

1.5.

Sistematika Laporan
Secara garis besar, Tugas Akhir ini disusun dalam 5 (Lima) bab yang terdiri dari:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang judul Tugas Akhir, Latar belakang, Maksud dan tujuan,
pembatasan masalah, metode penulisan data dan sisitematika penyusunan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi tentang tinjauan umum, konsep perencanaan tebal perkerasan rigid, serta
analisis perhitungan.
BAB III : METODOLOGI PENULISAN
2

Berisi tentang metode pengumpulan data, metode analisis dan perumusan


masalah.
BAB IV : PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU
Berisi pengolahan data, Perhitungan tebal plat beton semen, Perhitungan
tulangan, dan gambar perencanaan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat tentang kesimpulan yang didapat dari proses perencanaan dan saransaran tindakan yang ditempuh untuk dapat lebih mengoptimalkan hasil yang
diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.

Perkerasan Jalan Raya


Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis

konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan
tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara
aman. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan
tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang
3

berarti. Perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan
tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat
diperlukan (Silvia Sukirman, 2003)
2.2.

Kriteria dan azaz-azaz Perencanaan


Perencanaan perkerasan kaku (rigid pavement) Jalan Gerlya - Jalan Taman

Makam Pahlawan parit 6 (enam) ini harus memiliki beberapa kriteria perencanaan yang
harus dipenuhi, sehingga konstruksi bangunan sesuai dengan yang diharapkan.
Dampak lingkungan dan tata guna lahan di sepanjang jalan juga menjadi
pertimbangan dalam perencanaan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi masalah
masalah yang timbul baik masalah sosial maupun masalah teknis. Berikut ini adalah
kriteria kriteria perencanaan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
pembangunan jalan.
2.2.1
Klasifikasi Jalan
2.2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan ( MKJI )
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas :
a. Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
c. Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
2.2.1.2. Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam
satuan ton. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1 (Pasal 11, PP. No.43 /
1993).
Tabel 2.1.Klasifikasi menurut kelas jalan.
4

Fungsi

Kelas

Arteri

I
II
III A
III A
III B

Kolektor

Muatan sumbu Terberat


MST (Ton)
10
10
8
8

Sumber : (TPGJAK)
2.2.1.3. Klasifikasi menurut medan jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2. Klasifikasi menurut medan jalan
No.
Jenis Medan
1.
Datar
2.
Perbukitan
3.
Pegunungan
Sumber : (TPGJAK)

Notasi
D
B
G

Medan
3
3 - 25
25

Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan


keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan
perubahan perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.

2.2.1.4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985
adalah jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan
Jalan Khusus.
2.2.2.

Bagian bagian Jalan

2.2.2.1 Ruang Manfaat Jalan


Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan Kedalaman ruang

Batas Rumaja

bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.


Rumija
Rumaja

+ 5.00 m

Bahu

Bata
s
Rum
0.00 m aja

Bahu

Selokan

Jalur Lalu Lintas

Ambang

Batas Kedalaman Rumaja

Talud

-1.50 m

Ruang Pengawasan Jalan


Gambar 2.1. Rumaja, Rumija, dan Ruwasja di lingkungan jalan antar kota.
( Sumber : Bina Marga PU : 1997 )
2.2.2.2. Ruang Milik Jalan
Ruang Milik Jalan (Rumija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Rumaja
ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5
meter (Gambar 2.1).
2.2.2.3. Ruang Pengawasan Jalan
Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar
Rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai
berikut (Gambar 2.1.):
a. Jalan Arteri minimum 20 meter,
b. Jalan Kolektor minimum 15 meter,
c. Jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pemakai jalan, Ruwasja di daerah tikungan ditentukan oleh
jarak pandang bebas.
2.3

Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya


Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang

digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri,antara lain:
2.3.1

Fungsi Lapis Perkerasan


Perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap

ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut
sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Dibawahnya
6

terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan
(Suprapto, 2004).
2.3.1.1 Lapis Permukaan (LP)
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis
permukaan dapat meliputi:
a. Struktural :
Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh
perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser).
Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.
b. Non Struktural, dalam hal ini mencakup :
a) Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan
yang ada di bawahnya.
b) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat
berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.
c) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien
gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya
keamanan lalu lintas.
d) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat
diganti lagi dengan yang baru.
Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu:
a. Lapis Aus (Wearing Course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang
terletak di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah
(Nono, 2007) :
a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air.
b) Menyediakan permukaan yang halus.
c) Menyediakan permukaan yang kesat.
b. Lapis Antara (Binder Course)
Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang
terletak di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus
(wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah:
a) Mengurangi tegangan.
b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus
mempunyai kekuatan yang cukup.
2.3.1.2 Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course
7

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis
pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
b. Pemikul beban horizontal dan vertikal.
c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
2.3.1.3 Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :
a.
b.
c.
d.

Penyebar beban roda.


Lapis peresapan.
Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.
Lapis pertama pada pembuatan perkerasan

2.3.1.4 Tanah Dasar (TD) atau SubgradeTanah dasar (subgrade)


Permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah
timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya.
2.3.2

Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


a. Memakai bahan pengikat aspal.
b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu
lintas ke tanah dasar.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan
pada jalur roda).
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang
(mengikuti tanah dasar).

Lapisan permukaan
Lapisan pondasi
Lapisan pondasi bawah

Tebal perkerasan

Gambar 2.2. Komponen Perkerasan Lentur


Sumber : Rekayasa Jalan Raya. (1999)
2.3.2.1 Bahan Penyusun Perkerasan Lentur
Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri
atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu pecah/
agregat dan lain-lain. Sedang untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda,
tergantung dari jenis perkerasan jalan yang akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/
bitumen, portland cement, atau kapur/ lime.
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat
yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis
perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu
campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat
(Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan ikat, aspal juga berfungsi untuk mengisi
rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. Temperatur
ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal akan mencair jika dipanaskan sampai
pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat,
aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal
dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau
10-15% berdasarkan volume campuran (Silvia Sukirman, 2003).
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas:
a. Aspal Alam
Aspal alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu
tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan

sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu


pengilangan minyak bumi.
b. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude
oil yang banyak mengandung aspal, parafinbase crude oil yang mengandung
banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran
antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal
minyak jenis asphaltic base crude oil.
Berikut adalah klasifikasi dari aspal buatan:
1) Menurut Bahan Dasar Aspal, Aspal dibedakan menjadi (Suprapto,
2004):
1. Dari bahan hewani (animal origin), yaitu diperoleh dari pengolahan
crude oils. Dari proses pengolahan crude oils akan diperoleh bahan
bakar dan residu, yang jika diproses lanjut akan di peroleh
aspal/bitumen.
2. Dari bahan nabati (vegetable origin), yaitu diperoleh dari pengolahan
batu bara/coal, dalam hal ini akan diperoleh tar.
2) Menurut Tingkat Kekerasannya, aspal minyak/ aspal murni/ petroleom
asphalt, diklasifikasikan menjadi :
1. Aspal Keras/ Aspal Panas/ Aspal Semen (Asphalt Cement),
merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan panas. Aspal ini
berbentuk padat pada keadaan penyimpanan dalam temperatur ruang
(250-300C).
Merupakan jenis aspal buatan yang langsung diperoleh dari
penyaringan minyak dan merupakan aspal yang terkeras.
Berdasarkan tingkat kekerasan / kekentalannya, maka aspal
semen dibedakan menjadi :
1)AC40-50
2)AC60-70
3)AC85-100
4)AC120-150
5)AC200-300
Angka-angka tersebut menunjukkan kekerasan aspal, yaitu yang
paling keras adalah AC40-50 dan yang terlunak adalah AC200-300.
Angka kekerasan adalah berapa dalam masuknya jarum penetrasi ke
dalam contoh aspal.
10

Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas


atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan
penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu
lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya
dipergunakan aspal dengan penetrasi 60-70 dan 80-100.
2. Aspal cair (Cut Back Asphalt / Liquid asphalt)
Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari penyaringan
minyak kasar (crude oil), melainkan produksi tambahan, karena
harus melelui proses lanjutan terlebih dahulu. Aspal cair adalah
campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil
penyulingan minyak bumi. Dengan demikian cut back asphalt
berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan beban
pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair
dapat dibedakan menjadi :
1) RC (Rapid Curing cut back)
Merupakan suatu produksi campuran dari aspal semen dengan
penetrasi relatif agak keras (biasanya AC85/100) yang dilarutkan
dengan gasoline (bensin atau premium). RC merupakan cut back
asphalt yang paling cepat menguap.
2) MC (Medium Curing cut back)
Merupakan suatu produksi campuran dari aspal semen dengan
penetrasi yang lebih lunak (biasanya AC120-150) dengan minyak,
yang tingkat penguapannya lebih kecil dari gasoline, yaitu
kerosene.
3) SC (Slow Curing cut back)
Merupakan suatu produksi campuran dari aspal semen dengan
penetrasi lunak (biasanya AC 200-300) dengan minyak
diesel, yang hampir tidak mempunyai penguapan. Aspal jenis ini
merupakan cut back asphalt yang paling lama menguap.
Keperluan lapis resap pengikat (prime coat) digunakan aspal cair
jenis MC-30, MC-70, dan MC- 250, sedangkan untuk lapis
pengikat (tack coat) digunakan aspal cair jenis RC-70 dan RC250
(Subekti, 2006)
3. Aspal Emulsi
11

Aspal emulsi suatu campuran aspal dengan air dan bahan


pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal
emulsi dapat dibedakan atas (Subekti, 2006) :
1) Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik positif.
2) Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan negatif.
3) Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi,
berarti tidak menghantarkan listrik. Aspal yang umum digunakan
sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan
kationik.

2.3.3

Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement)


yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat

berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku.

Gambar 2.3. Komponen Perkerasan Komposit


Sumber : Rekayasa Jalan Raya. (1999)
2.3.4

Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)


Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan yang

menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut, merupakan salah satu
jenis perkerasan jalan yang digunakan selain dari perkerasan lentur (asphalt).
Perkerasan ini umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang
cukup padat dan memiliki distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas
antar provinsi, jembatan layang (fly over), jalan tol, dan pada persimpangan bersinyal.
Jalan-jalan tersebut umumnya menggunakan beton sebagai bahan perkerasannya,
namun untuk meningkatkan kenyamanan biasanya diatas permukaan perkerasan dilapisi
asphalt. Keunggulan dari perkerasan kaku sendiri dibanding perkerasan lentur (asphalt)
adalah bagaimana distribusi beban disalurkan ke subgrade.
12

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari
pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan.
Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan
bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai
berikut :
a. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi
pelat.
c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat
d. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan
beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisanlapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan
perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.
Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan dan stiffnes, akan mendistribusi
kan beban pada daerah yangg relatif luas pada subgrade, beton sendiri bagian utama
yang menanggung beban struktural. Sedangkan pada perkerasan lentur karena dibuat
dari material yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan tidak sebaik
pada beton. Sehingga memerlukan ketebalan yang lebih besar.
Adapun sifat Perkerasan Kaku sebagai berikut :
a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC).
b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu
lintas.
c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retak-retak pada
permukaan jalan.
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu,bersifat sebagai balok
di atas permukaan.

13

Tebal slab beton


Lapisan pondasi

Gambar 2.4. Komponen Perkerasan Kaku


Sumber : Rekayasa Jalan Raya. (1999)

Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat pada Tabel
2.3 dibawah ini.
Tabel 2.3 Perbedaan Antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
No
Perkerasan Kaku
Perkerasan Lentur
1

3
4

Kebanyakan digunakan hanya jalan


kelas tinggi, serta pada perkerasan
lapangan terbang.
Job Mix lebih mudah dikendalikan
kualitasnya. Modulus Elastisitas antara
lapis permukaan dan pondasi sangat
berbeda.
Dapat lebih bertahan terhadap kondisi
drainase yang lebih buruk.
Umur rencana menjadi 20 tahun.

Jika terjadi kerusakan maka kerusakan


tersebut cepat dan dalam waktu singat.

Indeks pelayanan tetap baik hampir


selama umur rencana, terutama jika
transverse joints dikerjakan dan di
pelihara dengan baik.

Dapat digunakan untuk semua tingkat


volume lalu-lintas
Kendali kualitas untuk job mix lebih
rumit.

Sulit untuk bertahan terhadap kondisi


drainase yang buruk.
Umur rencana relatif pendek 5 - 10
tahun
Kerusakan tidak merambat ke bagian
kontruksi yang lain, kecuali jika
perkerasan terendam air.
Indeks pelayanan yang terbaik hanya
pada saat selesai pelaksanaan
kontruksi, setelah itu berkurang
seiring dengan waktu dan frekuensi
beban lalu-lintasnya.
14

Pada umumnya biaya awal konstruksi


tinggi. tetap biaya awal hampir sama
untuk jenis konstruksi jalan kualitas
tinggi dan tidak tertutup kemungkinan
bisa lebih rendah.
Biaya pemeliharaan relatif tidak ada.

Agak sulit menetapkan saat yang tepat


untuk melakukan pelapisan ulang.

10

Kekuatan konstruksi perkerasan kaku


lebih ditentukan oleh kekuatan pelat
beton sendiri (tanah dasar tidak begitu
menentukan).
Tebal konstruksi perkerasan kaku
adalah tebal pelat beton tidak termasuk
pondasi.

11

Pada umumnya biaya awal kontruksi


rendah, terutama untuk jalan lokal
dengan volume lalu-lintas rendah.

Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan,


mencapai lebih kurang dua kali lebih
besar dari pada perkerasan kaku.
Pelapisan ulang dapat dilaksanakan
pada semua tingkat ketebalan
perkerasan yang diperlukan, dan lebih
mudah menentukan perkiraan
pelapisan ulang.
Kekuatan kontruksiperkerasan lentur
ditentukan oleh tebal setiap lapisan
dan daya dukung tanah dasar.
Tebal kontruksi perkerasan lentur
adalah tebal seluruh lapisan yang ada
diatas tanah dasar.

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


Selain itu perbedaan penyebaran beban terhadap lapisan bawah pada
perkerasan lentur dan perkerasan kaku adalah sebagai berikut :

(a) Perkerasan Kaku

(b) Perkerasan Lentur

Gambar 2.5 Skema Pembagian Beban Pada Perkerasan Jalan Raya


Sumber : https://www.google.co.id/search?q=perbandingan+pembebanan+perkerasan+
jalan&biw=1366&bih

15

Pelat beton mempunyai sifat yang cukup kaku dan dapat menyebarkan beban
pada bidang yang luas yang menghasilkan tekanan yang rendah pada lapisan-lapisan di
bawahnya.
2.3.4.1 Fungsi dan Jenis Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku (rigid pavement) disusun oleh beberapa lapisan, yaitu :
a. Lapisan Tanah Dasar
Tanah Dasar (Sub Grade) adalah permukaan tanah asli/ permukaan galian
atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan bagian
lapisan paling bawah dari lapisan perkerasan.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar :
a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b) Sifat pengembangan dan penyusutan dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c) Daya dukung tanah yang tidak merata.
d) Lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas terjadi.
b. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan pondasi atas dan tanah dasar
a) Fungsi lapis pondasi bawah :
1. Bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban roda
ketanah dasar.
2. Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif lebih
murah di bandingkan dengan lapisan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.
5. Lapis pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
b) Jenis lapisan pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah:
1. Pasir dan batu (Sirtu) kelas A, B atau kelas C.
2. Tanah/ Lempung kepasiran.
3. Lapis aspal beton (Laston).
4. Stabilitas agregat dengan semen / kapur.
5. Stabilitas tanah dengan semen / kapur.
Perkerasan kaku dapat menggunakan pondasi bawah atau tanpa pondasi
bawah.Beberapa alasan digunakan atau tidak digunakannya lapis pondasi
bawah dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Alasan menggunakan atau tidaknya lapisan pondasi bawah
No

Digunakan Subbase

Tidak digunakan Subbase


16

Tanah dasar jenuh air sehingga Tanah dasar cukup keras (tanah
tidak dapat mencegah efek berbutir / pasir)
pumping.
2
Tanah lempung / lanau yang Tanah dasar granular / berpori, mudah
sulit mengalirkan air.
mengalirkan air.
3
Selama pelaksanaan kontruksi, Pelaksanaan
kontruksi
tidak
tanah dasar mudah rusak saat mensyaratkan perlunya subbase yang
dilalui alat berat.
keras untuk dilalui alat berat.
Sumber: Mochtar, I.B. (2002). Aspek Perencanaan Jalan Beton Semen
c. Lapisan Perkerasan kaku (Rigid pavement)
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus
dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa
atau dengan lapis permukaan beraspal.
Sebagaimana yang tertulis pada sifat perkerasan jalan raya bahwa
Perkerasan direncanakan untuk memikul beban lalu lintas secara aman dan
nyaman serta selama umur rencana tidak terjadi kerusakan yang berarti.
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, perkerasan beton semen harus :
a) Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar ( akibat beban lalu
lintas ) sampai batas batas yang masih mampu dipikul tanah dasar
tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan penurunan / lendutan yang dapat
merusak perkerasan.
b) Mampu mengatasi pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan
tanah dasar, serta pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.
Pada konstruksi perkerasan kaku, perkerasan tidak dibuat menerus
sepanjang jalan seperti halnya yang dilakukan pada perkerasan lentur. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pemuaian yang besar pada
permukaan perkerasan sehingga dapat menyebabkan retaknya perkerasan,
selain itu konstruksi seperti ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya
retak menerus pada perkerasan jika terjadi keretakan pada suatu titik pada
perkerasan. Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya hal
diatas adalah dengan cara membuat konstruksi segmen pada perkerasan
kaku dengan sistem joint untuk menghubungkan tiap segmennya.
2.3.4.2

Joint (sambungan)
17

Adalah bagian yang digunakan pada perkerasan kaku untuk menghubung


kan tiap segmen pada perkersan. Berfungsi untuk mendistribusikan atau
menyalurakan beban yang diterima plat atau segment yang satu ke saegment
yang lain, sehingga tidak terjadi pergeseran pada segmen akibat beban dari
kendaraan.

Gambar 2.6 Pengaruh Joint Pada Perkerasan Akibat Beban


Sumber : httpswww.google.co.idsearchq=kerusakan+jalan+beton&biw.
Ada tiga dasar jenis joint yang digunakan pada perkerasan beton yaitu,
constraction, construction dan isolasi joint, disain yang diperlukan untuk
setiap jenis tergantung pada orientasi joint terhadap arah jalan (melintang
atau memanjang). Faktor yg penting pada joint adalah berarti secara
mekanis menyambungkan plat, kecuali pada isolasi joint, dengnn
penyambungan membantu penyebaran beban pada satu plat kepada plat
lainnya. Dengan menurunnya tegangan didalam beton akan meningkatkan
masa layan pada joint dan plat.
a.

Constraction Joint
Contraction joint diperlukan untuk mengendalikan retak alamiah akibat
beton mengkerut, kontraksi termal dan kadar air dalam beton.
Contraction joint umumnya melintang tegak lurus as jalan, tetapi ada
juga yg menggunakan menyudut terhadap as jalan untuk mengurangi
beban dinamis melintas tidak satu garis.

Gambar 2.7 Contraction joint


18

Sumber : https://www.google.co.id/search?q=joint+perkerasan
+kaku&biw
b.

Construction Joint
Construction joint adalah bila perkerasan beton dilakukan dalam waktu
yang berbeda, transfer construction joint diperlukan pada akhir segmen
pengecoran,atau pada saat pengecoran terganggu, atau melintas jalan dan
jembatan. Longitudinal contruction joint adalah pelaksanaan pengecoran
yang dilakukan pada waktu yang berbeda atau joint pada curb, gutter
atau lajur berdekatan.

Gambar 2.8 Construction joint


Sumber : https://www.google.co.id/search?q=joint+perkerasan
+kaku&biw
c.

Isolation Joint
Isolation joint adalah memisahkan perkerasan dari objek atau struktur
dan menjadikannya bergerak secara independen. Isolation joint
digunakan bila perkerasan berbatasan dengan manholes, drainase, trotoar
bangunan intersection perkerasan lain atau jembatan. Isolation joint yang
dipakai untuk jembatan harus memakai dowel sebagai load transfer,
harus dilengkapi dengan close-end expansion cap supaya joint bisa
19

mengembang dan menyusut, panjang cap 50 mm, dengan kebebasan


ujung 6 mm. Setengah dari dowel dengan cap harus diminyaki untuk
mencegah ikatan supaya bisa bergerak secara horizontal. Isolasi joint
pada intersection atau ramp tidak perlu diberi dowel sehingga
pergerakan horizontal dapat terjadi tanpa merusak perkerasan. Untuk
mengurangi tekanan yang terjadi pada dasar plat, kedua ujung perkerasan
ditebalkan 20 % sepanjang 150 mm dari joint. Isolation joint pada inlet
drainase, manholes dan struktur penerangan tidak perlu ditebalkan dan
diberi dowel.

Gambar 2.9 Isolation joint


Sumber : https://www.google.co.id/search?q=joint+perkerasan
+kaku&biw
Berdasarkan sistem joint yang digunakan, perkerasan kaku dibagi
menjadi 3 yaitu :
a) Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP)
Perkeraan JPCP mempunyai cukup joint untuk mengendalikan lokasi
semua retak secara alamiah yg diperkirakan, retak diarahkan pada
joint sehingga tidak terjadi di sembarang tempat pada perkerasan.
JPCP tidak mempunyai tulangan, tetapi mempunyai tulangan polos
pada sambungan melintangnya yang berfungsi sebagai load transfer
dan tulangan berulir pada sambungan memanjang.
b) Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP)
Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP) mempunyai
penulangan anyaman baja yang biasa disebut distributed steel, jarak
joint bartambah

panjang dan dengan adanya penulangan, retak


20

diikat bersama didalam plat. Jarak antara joint biasanya 10 m (30


feet) atau lebih bahkan bisa 100 feet.
c) Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP)
Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP), tidak
memerlukan

transferse

contraction

joint,

retak

diharapkan

terjadi pada plat biasanya dengn interval 3-5 feet. CRCP didisain
dengan penulangan 0,6 - 0,7 %

dari penampang plat, sehingga

retak dipegang bersama. CRCP lebih mahal dari perkerasan yang


lainnya, namun dapat tahan lama.
2.3.4.3

Tipe - tipe kerusakan pada perkerasan kaku dan cara memperbaikinya


Kerusakan pada perkerasan kaku dapat diakibatkan oleh dua faktor :
a. Kondisi perkerasan yang memburuk atau berkurangnya mutu kekuatan
perkerasan beton. Berkurangnya kekuatan beton dapat diakibatkan oleh
material pembentuk yang tidak awet,reaksi agregat alkali dan lain-lain.
Kerusakan perkerasan kaku juga bisa diakibatkan oleh melengkung atau
tidak tepatnya kelurusan batang ruji (dowel) dan tegangan-tegangan yang
timbul akibat ekspansi dan penyusutan.
b. Kerusakan yang diakibatkan oleh lemahnya struktur perkerasan beton,
lapis pondasi bawah (subbase), dan tanah-dasar. Perkerasan rusak oleh
akibat beban yang berlebihan, pemompaan (pumping), pecahnya bagian
pojok pelat, rusaknya sambungan dan lain-lain. Kerusakan perkerasan
kaku dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Deformasi (deformation)
Deformasi adalah sembarang perubahan permukaan perkerasan
dari bentuk aslinya. Penyebab dari deformasi perkerasan adalah :
1. Beban lalu lintas.
2. Pengaruh lingkungan, atau pengaruh lain, misalnya tanah pondasi
mudah mengembang. mudah membeku atau penurunan tanah
pondasi yang berlebihan.
3. Retakan pelat beton atau gerakan relatif diantara pelat-pelat.
Deformasi mengurangi kualitas kenyamanan kenclavaan, dan
dapat menimbulkan genangan air yang menambah kemungkinan
air masuk ke perkerasan. Genangan air ini juga dapat mengakibat
kan kecelakaan.
21

Jenis - jenis Kerusakan yang digolongkan kedalam perubahan dari


bentuk aslinya ( Deformasi ) :
1) Pemompaan (Pumping)
Adalah peristiwa terpompanya /terangkatnya campuran air, pasir,
lempung dan/atau lanau di sepanjang sambungan transversal atau
longitudinal, dan pinggir perkerasan oleh gerakan berulang-ulang
pelat beton akibat beban lalu lintas (Gambar 2.6). Beberapa
material pondasi (base) sangat dipengaruhi oleh aksi pemompaan,
seperti hal nya pada tanah dasar (yubgrade) yang elastis. Tahap
awal dari pemompaan lapis pondasi dari material granuler
sama dengan pemompaan pada tanah berbutir halus. Suatu rongga
terbentuk oleh beban yang berulang-ulang pada material pondasi.
Rongga-rongga ini, awalnya adalah akibat dari pemadatan lapis
pondasi atau tanah-dasar yang tidak baik, atau dapat pula, rongga
berasal dari butiran halus yang terkumpul di dalam lapis pondasi
akibat deformasi permanen yang berlebihan pada bagian lapis
pondasi sebelah atas. Kemudian air masuk ke dalam rongga,
jika material granuler gradasinya padat, maka material akan tetap
dibawah pelat sampai terangkut oleh pengaruh defleksi pelat
akibat beban berulang dari lalu lintas. Retak transversal dapat
terjadi oleh akibat pemompaan, Retak ini diakibatkan oleh
material berbutir halus yang terangkut ke atas dari tanah dasar
sehingga mengurangi dukungan tanah dasar pada pelat beton.
Tipe kerusakan semacam ini tidak mudah untuk diidentifikasi.
Kemungkinan kerusakan dapat dikenali dengan sambungan atau
retakan yang disampingnya terdapat endapan material berbutir
halus yang terpompa.
a. Faktor penyebab kerusakan
Seperti telah dijelaskan di atas, akibat terpompanya material
berbutir halus dari tanah dasar dan/atau lapis pondasi, ketika
retakan atau sambungan tergenang air dan dilalui kendaraan
secara berulang-ulang, sehingga mengurangi dukungan tanah
dasar pada pelat beton.
22

b. Cara perbaikan
a) Menutup retakan atau celah sambungan dengan material
pengisi (joint sealing).
b) Menyuntikkan (grouting) material pengisi ke dalam rongga
di bawah pelat yang retak (under seal).
2) Blow-up/Buckling

Gambar 2.10 blow up/ buckling pada plat beton.


Sumber :
httpswww.google.co.idsearchq=kerusakan+jalan+beton& biw.
Blow-up/buckling adalah rusaknya perkerasan beton akibat tekuk
(buckling) lokal dari perkerasan beton. Biasanya terjadi pada
retakan atau sambungan melintang yang mengalami tegangan
tekan yang tinggi, yaitu jika material keras mengisi sambungan,
sehingga menghambat pemuaian pelat beton, akibatnya ujung
pelat beton terangkat secara lokal dan tekuk terjadi di dekat
sambungan nya. Blow-up sering terjadi selama musim panas
dimana pelat memuai secara berlebihan.
Menghindari blow-up adalah dengan merawat sambungan secara
reguler agar ruang ekspansi tersedia saat beton memuai.
Untuk hal ini, sambungan harus selalu dibersihkan
a. Faktor penyebab kerusakan
Sambungan pelat terisi dengan material keras seperti (pasir,
kerikil) sehingga menghambat pemuaian pelat beton
b. Cara perbaikan
a) Menambal di kedalaman parsial atau di seluruh kedalaman
pelat.
b) Penggantian pelat.
23

3) Penurunan atau Patahan (Seulentent or Faulting)


Penurunan atau patahan adalah beda elevasi pelat beton pada
sambungan atau retakan. Patahan biasanya terjadi akibat tidak
adanya transfer beban di antara dua pelat yang diikuti dengan
pemadatan atau penyusutan volume lapisan tanah di bawah
pelat tersebut. gambar 2.6 atas menunjukkan perkerasan beton
dengan tanpa alat transfer beban yang diberikan pada
sambungan. Patahan di sambungan mengakibatkan kurang
nyamannya pengendara dan termasuk kerusakan fungsional.
a. Faktor penyebab
a)
Beban kejut lalu lintas yang bergerak di atas sambungan.
b)
Dukungan tanah dasar dan lapis pondasi buruk.
c)
Pelat tertekuk atau bergelornbang akibat perubahan
temperatur atau beda kelembaban.
d)
Perubahan volume tanah dasar
b. Cara perbaikan
a) Patahan diasah.
b) Mengembalikan pelat ke posisinya semula dengan cara
pengisian bagian dasar plat beton / Pengisian rongga
dibawah pelat (undersealing).
c) Untuk beda elevasi kurang dari 25 mm diberikan lapis
perata,dan pengisi retakan.
d) Bila beda elevasi lebih dari 25 mm perbaikan di lakukan
dengan menambal, atau dengan mengganjal pelat dengan
pasak yang diikuti dengan lapis tambahan aspal (Overlay)
4) Punch-out
Punch-out adalah kerusakan lokal pada perkerasan beton yang
pecah menjadi beberapa bagian yang relative kecil dan sering
diikuti

dengan

tenggelamnya

pecahan

pelat.

Punch-out

mempunyai banyak perbedaan bentuk biasanya didefinisikan


dari retakan dan sambungan, atau retak yang berjarak dekat
(biasanya berjarak 1.5 m).
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Pelat perkerasan beton yang terlalu tipis.
b)Pengecoran beton buruk.
b. Cara perbaikan
a) Retakan di isi.
24

b) Penambalan di seluruh kedalaman pelat yang pecah.


5) Rocking
Rocking adalah fenomena dinamik, yang berupa gerakan
vertikal pada sambungan atau retakan akibat beban lalu lintas.
Biasanya Rocking terjadi oleh akibat turunnya tanah-dasar atau
pemompaan (pumping) lapisan pendukung di bawah pelat,
sehingga dukungan hilang yang dapat menimbulkan patah
permanen.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Pemadatan yang buruk pada lapis pondasi bawah.
b)Tanah-dasar buruk.
c) Terjadi beda penurunan pada tanah-dasar.
d)Hilangnya butiran halus pada lapis pondasi bawah
(subbase) atau tanah-dasar akibat pemompaan.
b. Cara perbaikan
a) Dilakukan penutupan retak dengan bahan pengisi
retakan (crack filling).
b) Dilakukan penutupan sambungan dengan pengisi sambungan
(joint sealing).
c) Jika mungkin, pelat yang patah diangkat ke posisi semula
dan diikuti dengan pengisian dengan bahan pengisi
(misalnya, growing dengan semen).
b)Retak (cracks)
Retak yang terjadi pada perkerasan beton disebabkan oleh beberapa
faktor, dengan pola retak yang berbeda-beda. Penyebab perbedaan
pola ini juga bermacam-macam.
Retak susut terjadi akibat dari penyusutan betonnya sendiri. Retak
ini sering terjadi selama masa pengeringan. Bentuk retakan biasanya
pendek-pendek dengan jarak yang acak baik dalam arah memanjang
maupun melintang. Semua perkerasan dari beton semen portland
akan mengalami retak susut,tapi bila perancangan baik, retak ini bisa
dikendalikan, sehingga tidak merusakkan perkerasan.
Secara umum, retak perkerasan beton dapat diakibatkan oleh banyak
hal, seperti:
1. Kekuatan (mutu bahan) dan tebal beton kurang.
2. Beban kendaraan berlebihan (overload).

25

3. Kehilangan dukungan tanah dasar yang diakibatkan oleh


pemompaan (pumping).
4. Lebar pelat beton terhadap panjang tidak benar (sambungan
terlalu jauh).
5. Tegangan tekuk yang berlebihan oleh akibat perubahan
temperatur.
6. Tidak sempurnanya transfer beban pada sambungan, dowel macet
atau melengkung, atau sambungan terlalu lebar.
7. Sambungan tidak cukup dalam, atau buruknya sambungan.
Problem terbesar adalah infiltrasi air dan bahan keras yang masuk
kedalam sambungan, sehingga menghambat pemuaian. Hal terakhir
ini dapat menimbulkan tegangan tekan yang tinggi pada sambungan.
Kurangnya tebal plat pelat beton merupakan penyebab utama. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah beban lalu lintas, kuat
tekan beton, tulangan dan kekuatan tanah-dasar.
Pada prinsipnya, bila tegangan pada beton terlalu tinggi, maka akan
mengakibat kan perkerasan beton retak. Pecahnya struktur beton
yang disebabkan oleh kelelahan atau beban yang berlebihan terjadi
dalam bentuk pecahan di sudut, pecah ke arah memanjang, atau
melintang. Retak yang banyak terjadi di dekat sambungan mungkin
akibat pecah struktural, sedang pecah yang terjadi di pusat pelat
beton adalah akibat tekukan dan/atau kontraksi.
Retaknya pelat beton bisa berakibat:
1. Hilangnya

kenyamanan

dalam

berkendaraan

(kegagalan

fungsional).
2. Hilangnya kemampuan pelat beton dalam menyebarkan beban
ke lapisan di bawahnya.
3. Hilangnya keindahan permukaan jalan.
4. Korosi pada tulangan beton.
5. Masuknya air ke lapisan lebih bawah, sehingga dukungan
terhadap pelat melemah.
Membuat retakan rapi, maka di permukaan perkerasan dibarut
atau dibuat alur yang lurus pada interval tertentu. Retak tambahan
dapat terjadi akibat tegangan - tegangan yang disebabkan olek
26

kontraksi atau melengkungnya perkerasan. Buruknya susunan


sambungan

dan/atau

tidak

baiknya

perawatan

membantu

menimbulkan gerakan kontraksi yang berlebihan, sebelum kekuatan


beton penuh tercapai.
Bila perkerasan beton timbul retak, maka segera dibersihkan dan
ditutup. Jika terdapat problem struktural, maka harus ditambal pada
seluruh kedalamannya. Jika terdapat rongga di bawah pelat, maka
rongga harus ditutup dengan aspal atau bahan lain. Seluruh
sambungan dan retakan harus ditutup dengan bahan perekat supaya
masuknya air dan bahan asing yang lain dapat dicegah. Jika
sambungan atau retakan tidak ditutup, maka kemungkinan besar
akan terjadi kerusakan perkerasan secara menyeluruh.
Tipe-tipe retak pada perkerasan beton menurut AUSTROADS
(1987) adalah :
1) Retak Memanjang (Longitudinal Cracks)
Retak memanjang atau longitudinal adalah retak individual
atau tidak saling berhubungan satu sama lain yang memanjang
disepanjang perkerasan. Retak ini bisa nampak sebagai individu
maupun sekelompok retakan yang sejajar.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Beda penurunan pada tanah dasar.
b) Susut lateral, karena pelat terlalu lebar.
c) Sambungan memanjang terlalu dekat dengan jalur lintasan
lalu
d) Sambungan memanjang terlalu dangkal.
e) Pelat kurang tebal.
b. Cara perbaikan :
a) Untuk celah yang kecil (misalnya kurang dari 5 mm),
maka dilakukan pengisian celah dengan aspal. Retakan
dibersihkan dan ditutup untuk mencegah infiltrasi air ke
dalam perkerasan.
b) Untuk celah yang lebih lebar (misalnya lebih dari 5 mm),
maka harus dilakukan pembangunan kembali pelat secara
lokal.
c) Penambalan di seluruh kedalaman.

27

2) Retak Melintang (Transversal Cracks)


Retak melintang atau transversal adalah retak individual atau
tidak saling berhubungan satu sama lain, yang melintang
perkerasan beton. Jika pelat yang panjang dibangun, retak
melintang dapat timbul akibat pelengkungan atau kontraksi yang
berlebihan dari pelat.
Perkerasan beton semen portland yang tidak dilengkapi dengan
tulangan baja untuk perubahan temperatur, akan lebih beresiko
mempunyai retak melintang yang lebar. Jika retakan sedemikian
hingga tidak ada transfer beban pada tampang retakan, maka
dapat diharapkan kerusakan tersebut akan berkelanjutan.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Penyusutan beton selama masa perawatan dan pelat beton
terlalu panjang.
b) Adanya rocking (gerakan vertikal pada sambungan atau
retakan oleh beban dinamis lalu lintas).
c) Pelat beton kurang tebal.
b. Cara perbaikan :
a) Untuk celah yang kecil (misalnya kurang dari 5 mm),
maka dilakukan pengisian celah dengan aspal. Retakan
dibersihkan dan ditutup untuk mencegah infiltrasi air ke
dalam perkerasan.
b) Untuk celah yang lebih lebar (misalnya lebih dari 5 mm),
maka dilakukan pembangunan kembali pelat secara lokal.
c) Penambalan di seluruh kedalaman.
3) Retak Diagonal (Diagonal Cracks)
Retak diagonal adalah retak individual atau tidak saling
berhubungan satu sama lain yang menyilang secara diagonal
pada perkerasan beton. Penyebab kegagalan struktur semacam
ini adalah kibat dari memadatnya tanah dasar pasir halus,
sehingga mengurangi kekuatanya dalam mendukung pelat.
kondisi ini mengakibatkan pecahnya pelat beton oleh akibat
tegangan yang berlebihan dalam pelat.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Susutnya beton selama masa perawatan dan panjang pelat
yang berlebihan.
b) Penurunan tanah-dasar dan perkerasan.
28

c) Pelat beton kurang tebal.


d) Pelat mengalami rocking.
b. Cara perbaikan :
a) Untuk celah yang kecil (misalnya kurang dari 5 mm),
maka dilakukan pcngisian celah dengan aspal. Retakan
dibersihkan dan ditutup untuk mencegah infiltrasi air ke
dalam perkerasan.
b) Untuk celah yang lebih lebar (misalnya lebih dari 5 mm),
maka dilakukan pembangunan kembali pelat secara lokal.
c) Penambalan di seluruh kedalaman.
4) Retak Berkelok-kelok (Meandering Cracks)
Retak berkelok-kelok adalah retak individual atau tidak saling
berhubungan satu sama lain.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Penyusutan pelat selama masa pengeringan beton
dengan panjang pelat yang berlebihan.
b) Pelatbeton kurang tebal.
c) Pelat mengalami rocking.
d) Penurunan perkerasan dan tanah dasar.
b. Cara perbaikan :
a) Untuk celah yang kecil (misalnya kurang dari 5 mm),
maka dilakukan pengisian celah dengan aspal. Retakan
dibersihkan dan ditutup untuk mencegah infiltrasi air ke
dalam perkerasan.
b) Untuk celah yang lebih lebar (misalnya lebih dari 5 mn),
maka dilakukan pembangunan kembali pelat secara lokal.
c) Penambalan di seluruh kedalaman.
5) Pecah Sudut/Retak Sudut (Corner Breaks/ Corner Cracks)

29

Gambar 2.11 Pecah sudut pada perkerasan kaku


Sumber :
httpswww.google.co.idsearchq=kerusakan+jalan+beton& biw.
Pecah atau retak sudut adalah retakan atau pecahan yang terjadi
disudut pelat beton, dengan bentuk pecahan berupa segitiga
(Gambar 2.14). Pecahan beton memotong sambungan pada
jarak kurang atau sama dengan setengah dari panjang plat di
kedua sisi panjang dan lebarnya, diukur dari sudut pelat. Sebagai
contoh, pecah sudut dengan dimensi 12 ft x 20 ft (3,7 in x 0,1
m) yang mempunyai retakan berjarak 5 ft (1,50 m) dari sudut
pada satu sisi, dan 12 ft (3,7 m) pada sisi lainnya tidak dianggap
sebagai pecah sudut. tapi termasuk retak diagonal. Tetapi, retak
yang memotong 4 ft (1,20 m) pada satu sisi dan 8 ft (2,4 m)
pada sisi lainnya dapat diperhitungkan sebagai pecah sudut.
Pecah sudut berbeda dengan gompal sudut, dimana pecah sudut
berkembang memotong keseluruhan pelat secara vertikal,
sedang gompal di sudut adalah gompal yang memotong
sambungan dengan sudut tertentu (Shahin, 1994).
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Beban lalu lintas berulang yang berlebihan dan kurangnya
dukungan tanah dasar. Kurangnya dukungan tanah dasar
diakibatkan oleh pemompaan, atau hilangnya transfer
beban pada sambungan memanjang dan melintang.
b) Pelat beton kurang tebal
b. Cara perbaikan
a) Pengisian retakan dengan aspal untuk retakan melebihi 3
mm retakan dibersihkan dan ditutup untuk mencegah
masuknya air ke dalam perkerasan.
b) Penambalan di seluruh kedalaman.
c) Untuk celah yang lebih lebar (misalnya lebih dari 5 mm),
maka dapat dilakukan pembangunan kembali pelat secara
lokal.
6) Retak Tekuk (Warping Cracks)
Jika perkerasan beton dibangun tanpa sambungan, retak
tekuk dapat terjadi dengan acak. Tekukan yang nampak sebagai
30

retak memanjang yang menunjukkan bahwa beda gerakan yang


terjadi pada retakan yang diikuti rusaknya beton. Retak oleh
tekuk memanjang tidak begitu berbahaya, jika tulangan untuk
penanggulangan perubahan temperatur digunakan. Retak tekuk
juga dapat terjadi dalam arah melintang, jika pelat terlalu
panjang. Tapi, retak ini juga tidak menganggu, asalkan transfer
beban dapat disediakan oleh tulangan temperatur dan gesekan
antar butiran.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Perubahan temperatur Perubahan panjang oleh kenaikan
suhu,

menghasilkan

tegangan

tinggi

pada

sumbu

permukaan perkerasan beton, sehingga pelat retak, karena


tertekuk.
b) Beban lalu lintas cenderung memperparah atau menambah
munculnya retakan.
b. Cara perbaikan :
a) Untuk celah yang kecil (misalnya kurang dari 5 mm),
maka dilakukan pengisian celah dengan aspal. Retakan
dibersihkan dan ditutup untuk mencegah infiltrasi air ke
dalam perkerasan.
b) Untuk celah yang lebih lebar (misalnya lebih dari 5 mm),
maka dilakukan pembangunan kembali pelat secara lokal.
7) Retak Susut (Shrinkage Cracks)
Retak susut adalah retak rambut yang biasanya hanya terjadi
beberapa feet dan tidak berkembang memotong seluruh pelat.
Retak ini terjadi saat waktu perawatan beton dan biasanya tidak
sampai memotong ke seluruh kedalaman tebal pelat.
a. Faktor penyebab kerusakan
Penyusutan beton pada waktu masa perawatan.
b. Cara perbaikan
Tidak perlu diperbaiki.
8) Retak Bersilangan Pelat Pecah (Shattered Slab Intersecting
Cracks)
Retak bersilangan adalah retak yang memecahkan pelat
beton menjadi 4 atau lebih kepingan, oleh akibat beban lalu
31

lintas berlebihan dan/atau dukungan lapisan bawah yang


buruk.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Beban berlebihan dan kurangnya dukungan lapis
pondasi bawah dan tanah-dasar.
b) Kelelahan pelat beton, atau pecahnya pelat beton
merupakan kelanjutan dari beberapa macam tipe
retakan.
c) Pelat beton kurang tebal.
b. Cara perbaikan
a) Pembangunan kembali pelat beton di area pecah secara
lokal.
b) Jika problemnya

melebar, pembangunan kembali

perkerasan dengan lapis tambahan (overlay) aspal.


9) Pelat Terbagi (Divided Slab)
Pelat terbagi adalah retakan yang membagi pelat menjadi
empat atau lebih bagian pecahan oleh akibat beban berlebihan,
atau oleh buruknya dukungan pelat. Jika seluruh pecahan atau
retakan berada di dalam kerusakan pecah sudut, maka kategori
kerusakan dianggap sebagai pecah sudut yang parah.
a. Faktor penyebab kerusakan :
Beban kendaraan berlebihan dan/atau dukungan di bawah
pelat buruk.
b. Cara perbaikan :
a) Retak ditutup jika lebarnya lebih dari 1/8 in.
b) Penggantian pelat.

10) Retak Daya Tahan (Durability "D" Cracking)


Retak daya tahan atau retak "D" disebabkan oleh ekspansi,
yaitu akibat proses beku-cair dari agregat besar yang dengan
berjalan nya waktu secara berangsur - angsur bisa menjadi
penyebab pecah nya plat beton. Kerusakan ini nampak berupa
retakan - retakan yang berada di dekat sambungan atau
retakan. Endapan berwarna gelap sering dijumpai di sekitar
32

retak "D" ini. Tipe kerusakan ini kadang kala dapat


mengakibatkan disintegrasi pelat secara keseluruhan.
a. Faktor penyebab kerusakan :
Ekspansi yang timbul akibat proses beku-cair dari agregat
besar yang dengan berjalannya waktu secara berangsurangsur memecahkan beton.
b. Cara perbaikan :
a) Penambalan di seluruh kedalarnan
b) Sambungan direkontruksi
c) Penggantian pelat beton.
11) Pinggir Turun (Lane/Shoulder Drop-off)
Kerusakan berupa bagian bahu turun relatif terjadi terhadap
perkerasan. Hal ini terjadi akibat penurunan bahu jalan
terhadap permukaan perkerasan, atau akibat erosi bahu.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Akibat beda penurunan antara bahu jalan dan perkerasan.
b) Erosi bahu jalan.
c) Tebal rencana bahu yang tidak tepat.
d) Pemadatan bahu jalan atau drainase tidak baik.
b. Cara perbaikan
a) Jika beda tingginya relatif kecil dan bahu jalan berupa
aspal, maka aspal campuran (hut/nix) dapat ditempatkan
pada bagian yang elevasinya berbeda.
b) Jika beda tingginya besar, bahu jalan harus ditinggikan
dengan penambahan lapisan (overlay).
c) Jika penyebabnya adalah drainase yang buruk, maka
dibuatkan lagi drainase yang baik.
d) Jika bahu jalan tidak diperkeras, maka dibongkar dan
material jelek diganti dengan material yang bagus dan
dipadatkan.
c) Disintegrasi (disintegration).
Disitegrasi adalah terurainya pelat beton kedalam bagian kecil-kecil,
kerusakan ini apabila tidak dicegah secepatnya maka dapat
mengakibatkan perbaikan total.
1. Scaling/Map Cracking/Crazing
33

Map cracking atau crazing menunjukkan suatu bentuk


jaringan retak dangkal, halus atau retak rambut yang
berkembang hanya di permukaan perkerasan beton. Retakan
cenderung bersudut 1200 Map cracking atau crazing biasanya
disebab kan oleh pekerjaan akhir beton yang berlebihan
(oveyinishing) dan mungkin akan mengakibatkan scaling yang
memecahkan permukaan beton

pada kedalaman sampai

1/4 - 1/2 in. (6--13 mm) (Shahin, 1994). Scaling merupakan


pengelupasan

permukaan

beton

semen

portland

secara

berangsur-angsur akibat hilangnya mortar yang di ikuti dengan


hilang nya agregat, atau hilangnya agregat oleh akibat
gangguan, yang diikuti dengan hilangnya mortar. Dalam
kerusakan yang sudah parah, pengelupasan permukaan beton
bisa berlanjut sampai kedalaman yang dalam Scaling mudah
sekali dikenali, dan merupakan kerusakan yang umum terjadi
pada beton. Ditinjau dari kekuatan struktur, kerusakan semacam
ini tidak berakibat serius.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Pencampuran adukan beton buruk.
b) Agregat kotor yang menyebabkan lumpur/lanau dan
lempung mengalir kepermukaan saat proses penyelesaian.
c) Perawatan/pengeringan beton kurang baik.
d) Siklus beku-cair, hilangnya lapisan es.
b. Cara perbaikan
a) Pelat diganti.
b) Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman
c) Pada area rusak dengan kedalaman sekitar 10 mm atau
kurang, perbaikan sementara dapat dilakukan dengan
menggunakan penutup larutan emulsi aspal.
d) Jika kerusakan perkerasan dalam, perkerasan harus full
dengan beton aspal sebagai lapis tambahan (overlay)
2. Gompal (Spoiling)
Gompal pada sambungan dan sudut adalah pecah atau
disintegrasi dari beton pada bagian pinggir perkerasan,
sambungan atau retakan pada arah memanjang atau melintang.
34

Gompal tidak meluas keseluruh pelat, tapi hanya memotong


sebagian sambungan atau retakan di sudut.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Akibat dari penutupan sambungan atau retakan yang
buruk,sehingga memungkinkan material keras masuk ke
dalam luhang sambungan atau retakan.
b) Bentuk sambungan buruk. Gompal terjadi oleh akibat
panas yang menyebabkan pelat memuai. Pemuaian ini
memecahkan beton pada sambungan atau retakan yang
terisi oleh material keras, karena pemuaian pelat menjadi
tertahan.
c) Dowel yang

digunakan

untuk

alat

transfer

beban

memotong sambungan ekspansi, tidak diletakkan dalam


posisi sejajar dengan sumbu dan perrnukaan perkerasan.
b. Cara perbaikan :
a) Penambalan pada sebagian kedalaman, untuk kedalaman
gompal lebih besar dari 50 mm.
b) Pelapisan tambahan tipis, untuk kedalaman gompal kurang
dari 50 mm.
3. Agregat Licin (Polished Aggregate)
Agregat licin adalah tergosoknya partikel agregat permukaan
perkerasan, sehingga permukaannya menjadi licin karena aus.
Kadang-kadang, permukaan perkerasan menjadi licin dan
mengkilat.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Kualitas agregat campuran beton tidak bagus, sehingga
oleh beban lalu lintas permukaan perkerasan menjadi aus
dan licin terutama saat basah atau hujan. beberapa kerikil
secara alami permukaannya halus. Bila agregrat ini tidak
dipecah saat digunakan dalam campuran beton maka akan
mengurangi kesesatan permukaan.
b) Kualitas mortar pada permukaan tidak baik.
c) Pengecoran kurang baik sehingga mengakibatkan naiknya
air semen kepermukaan beton.
b. Cara perbaikan :

35

a) Permukaan perkerasan ditutup dengan aspal yang tahan


aus.
b) Dibuat alur-alur kecil untuk mengkasarkan permukaan.
4. Popouts
Popouts adalah terjadinya pecahan kecil-kecil perkerasan oleh
aksi kombinasi beku-cair dan ekspansi agregat, yang menyebabkan
material perkerasan lepas dan menyebar dipermukaan. Popouts
biasanya berdiameter antara 25-100 mm dengan kedalaman 13 - 50
mm.
a. Faktor penyebab kerusakan :
Aksi kombinasi beku-cair dan ekspansi agregrat yang
menyebabkan material lepas dan menyebar dipermukaan
b. Cara perbaikan :
Tidak perlu diperbaiki.
5. Tambalan dan Galian Utilitas (Patching and Utility Cuts)
Tambalan adalah area perkerasan asli yang telah dibongkar dan
diganti dengan material pengisi. Penambalan sering dilakukan
dalam area perkerasan guna perbaikan perkerasan dimana di
bawah perkerasan ada parit atau lubang yang harus diperbaiki.
Oleh kurangnya pemadatan, maka di area tambalan ini terjadi
penurunan yang merusak tambalan.
a. Faktor penyebab kerusakan :
a) Pemadatan tambalan kurang.
b) Cara penambalan tidak benar.
b. Cara perbaikan
a) Tambalan dibongkar dan lapis pondasi bawah dipadatkan
lagi, lalu ditambal.
b) Perbaikan sementara dapat dilakukan dengan menambal
perkerasan yang rusak di permukaan.
6. Lubang (Pothole)

36

Adalah kerusakan berbentuk cekungan akibat penurunan


permukaan perkeresan beton, dengan tidak memperlihatkan
pecahan-pecahan bersudut seperti gompal. Pada kerusakan
lubang, perkerasan beton pecah dan ambles. Kedalaman
lubang dapat bertambah oleh pengaruh air. Lubang ini terjadi
akibat retak dan disintegrasi dari pelat beton.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Retak lokal didalam tulangan yang terbuka.
b) Aksi pembekuan.
c) Penempatan dowel terlalu dekat dengan permukaan.
d) Retakan atau kerusakan lain yang tidak segera ditutup.
b. Cara perbaikan
a) Penambalan beton yang rusak dipermukaan untuk
perbaikan sementara
b) Penambalan di seluruh kedalaman untuk perbaikan
permanen
7. Kerusakan Penutup Sambungan (Joint Seal Damage)
Kerusakan penutup sambungan adalah sembarang kondisi yang
memungkin kan tanah atau batuan berkumpul pada sambungan,
atau sembarang kondisi yang memungkinkan infiltasi air yang
berlebihan masuk kedalam sambungan. Hilangnya penutup
sambungan menimbulkan tanggul - tanggul kecil pada
sambungan. Kerusakan bahan pengisi sambungan juga dapat
menyebabkan masuknya material keras ke dalam nya, sehingga
dapat menghalangi pemuaian arah horisontal. Kondisi ini
mengakibatkan tegangan berlebihan pada sambungan, sehingga
dapat mengakibatkan gompal. Selain itu, masuknya air dapat
mengakibatkan pemompaan.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Aus dan lapuknya bahan penutup sambungan.
b) Persiapan pemasangan penutup sambungan buruk.
c) Kualitas bahan penutup sambungan rendah.
d) Kurangnya adhesi bahan penutup terhadap dinding
sambungan.
37

e) Bahan penutup sambungan kurang, atau terlalu banyak di


dalam sambungan.
f) Bentuk penutup sambungan tidak bagus.
g) Pemompaan dan rocking pada pelat.
b. Cara perbaikan
Penggantian bahan penutup sambungan.

8. Batang Dowel Macet (Frozen Dowel Bars)


Tegangan kekang dapat timbul ketika dowel tidak lurus atau
tidak licin, sehingga pelat beton menjadi tidak bebas memuai
dan menyusut.
a. Faktor penyebab kerusakan
a) Dowel tidak lurus.
b) Dowel tidak licin/tidak bekerja dengan baik.
b. Cara perbaikan
a) Dowel diberi pelicin/diminyaki.
b) Bila pelat telah mengalami gompal, maka dilakukan
penambalan pada dowel yang macet.
Berikut adalah tabel komposisi berat semen, pasir, dan kerikil, serta volume air
yang dibutuhkan untuk membuat 1 m3 beton dengan mutu tertentu sebagai panduan
pembuatan beton untuk perencanaan perkerasan kaku(Rigid Pavement) ini.
Tabel 2.5 komposisi berat semen, pasir, dan kerikil, serta volume air
Semen
Pasir
Kerikil
Air
Mutu Beton
(kg)
(kg)
(kg)
(liter)

w/c ratio

7.4 MPa (K 100)

247

869

999

215

0.87

9.8 MPa (K 125)

276

828

1012

215

0.78

12.2 MPa (K 150)

299

799

1017

215

0.72

14.5 MPa (K 175)

326

760

1029

215

0.66

16.9 MPa (K 200)

352

731

1031

215

0.61

19.3 MPa (K 225)

371

698

1047

215

0.58

21.7 MPa (K 250)

384

692

1039

215

0.56

24.0 MPa (K 275)

406

684

1026

215

0.53
38

26.4 MPa (K 300)

413

681

1021

215

0.52

28.8 MPa (K 325)

439

670

1006

215

0.49

31.2 MPa (K 350)

448

667

1000

215

0.48

Referensi tabel :
SNI DT 91- 0008 2007 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton, oleh
Dept Pekerjaan Umum.
2.4
Beban Lalu Lintas
Data lalu lintas adalah data utama yang diperlukan untuk perencanaan teknik
jalan, karena kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi lalu
lintas yang akan menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau. Besarnya
volume atau arus lalu lintas diperlukan untuk mementukan jumlah dan lebar lajur
pada satu jalur jalan dalam penentuan karakteristik geometri, sedangkan jenis kendaraan
akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang berpengaruh
langsung pada perencanaan konstruksi perkerasan.
Unsur lalu lintas adalah benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas,
sedangkan unsur lalu lintas di atas roda disebut kendaraan dengan unit (kendaraan).
Data dan parameter lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan
meliputi :
a. Jenis kendaraan
Secara umum ciri pengenalan penggolongan kendaraan seperti dibawah ini :
a)

Golongan sedan, jeep, sation wagon, umumnya sebagai


kendaraan penumpang orang dengan 4 (2 baris) sampai 6 (3 baris) tempat
duduk.

b)

Kecuali Combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum


maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up yang
diberi penaung kanvas / pelat dengan rute dalam kota dan sekitarnya atau
angkutan pedesaan.

c) Truk 2 sumbu (L), umumnya sebagai kendaraan barang, maximal beban


sumbu belakang 3,5 ton dengan bagian belakang sumbu tunggal roda
tunggal (STRT).
d) Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat
duduk antara 16 s/d 26 kursi, seperti Kopaja, Metromini, Elf dengan

39

bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang


kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus . : Gol. 5a.
e) Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat
duduk antara 30 s/d 50 kursi, seperti bus malam, bus kota, bus antar kota
yang berukuran 12 m dan STRG : Golongan 5b.
f) Truk 2 sumbu (H) adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu
belakang antara 5 - 10 ton (MST 5, 8, 10 dan STRG) : Golongan 6.
g) Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu yang
letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda) : Golongan 7a.
h) Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 dan 7 yang diberi
gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang segitiga. Disebut juga
Full Trailer Truck : Golongan 7b.
i) Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri
dari kepala truk dengan 2 - 3 sumbu yang dihubungkan secara sendi
dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2
atau 3 sumbu pula : Golongan 7c.
Penggolongan lalu-lintas terdapat paling tidak 4 versi yaitu berdasar :
a) Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (Tabel 2.6.),
Tabel 2.6 : Penggolongan kendaraan berdasar MKJI.
No.

Type kendaraan

Golonga
n

1.

Sedan, jeep, st. wagon

2.

Pick-up, combi

3.

Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran

4.

Bus kecil

5a

5.

Bus besar

5b

6.

Truck 2 as (H)

7.

Truck 3 as

7a

8.

Trailer 4 as, truck gandengan

7b

9.

Truck s. trailer

7c
40

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland

b) Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004-B Survai pencacahan lalu lintas


dengan cara manual (Tabel 2.7.),

Tabel 2.7 : Penggolongan kendaraan berdasar Pd.T-19-2004-B.


No.

Jenis kendaraan yang masuk kelompok ini


adalah

Golonga
n

1.

Sedan, jeep, dan Station Wagon

2.

Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi,


Minibus

3.

Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran


atau Pick-up Box

4.

Bus Kecil

5a

5.

Bus Besar

5b

6.

Truk ringan 2 sumbu

6a

7.

Truk sedang 2 sumbu

6b

8.

Truk 3 sumbu

7a

9.

Truk Gandengan

7b

10. Truk Semi Trailer

7c

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


c) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat : Panduan batasan maksimum
perhitungan JGI (Jumlah berat yang diijinkan) dan JBKI (Jumlah berat
kombinasi yang diijinkan) untuk mobil barang, kendaraan khusus,
kendaraan penarik berikut kereta tempelan / kereta gandengan Nomor
SE.02/AJ.108/DHUD/2008 tanggal 7 Mei 2008 (Tabel 2.8.),
Tabel 2.8 : Penggolongan kendaraan berdasar Perhubungan Darat (2008)
No.

Type kendaraan & golongan

Konfigurasi sumbu
41

Mobil barang ringan

1.1

Truck 2 as

1.2

Truck 3 as

11.2

Truck 3 as

1.22

Truck 4 as

1.1.22

Truck 4 as

1.222

7.

Truck 4 as

1.2.22

No.

Type kendaraan & golongan

Konfigurasi sumbu

8.

Truck 4 as

1.2+2.2

9.

Truck 5 as

1.1.222

10.

Truck 5 as

1.22+22

11.

Truck 6 as

1.22+22

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


d) PT. Jasa Marga (Persero) lihat Tabel .2.9
Tabel 2.9 : Penggolongan kendaraan berdasar PT. Jasa Marga (Persero).
No.

Golongan kendaraan

Golongan 1

Golongan 1 au

Golongan 2 a

Golongan 2 a au

Golongan 2 b

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan


Beton Semen Portland
Konfigurasi
kendaraan
berdasar
penggolongan dari PT. Jasa Marga
(Persero) diperlihatkan seperti pada
Gambar 2.

42

Gambar 2.15 : Penggolongan kendaraan pada jalan tol.


Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland
Dari ke-empat versi penggolongan diatas terlihat bahwa jika kita akan
melakukan kajian Vehicle Damage Factor (VDF) dimana ada perbedaan
standar sistem penggolongan tersebut, seringkali tidak begitu mudah untuk
analisis lalu-lintas, dapat dilihat dalam traffic design nanti yang terkait erat
ada hubungan antara Golongan kendaraan Lalu lintas Harian Rata-rata
(LHR) Pertumbuhan lalu-lintas VDF, jika survai lalu-lintas tidak sesuai
yang kita inginkan, akan menyulitkan kita yang seharusnya tidak perlu
terjadi. Sering terjadi dalam survai lalu-lintas untuk golongan kendaraan yang
lain ada tetapi untuk golongan yang lain lagi tidak di-survai, apalagi jika
terjadi secara matriks kekeliruan pada survai pencacahan lalu-lintas dan
survai beban gandar maka akan memperbesar kesulitan dalam analisis lalulintas, ujung-ujungnya hasil kajian lalu-lintas makin tidak akurat.
Seringkali, dalam survai pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar,
team survai berjalan sendiri tanpa mengikuti kebutuhan sesuai golongan
kendaraan yang ditentukan oleh Pengguna Jasa / Pemberi Tugas. Untuk itu
kondisi ini perlu mendapat perhatian dan dihindari.
b. Lalu-lintas harian rata-rata
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan dalam satu satuan waktu. Satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah
Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR).Jumlah lajur dalam desain tebal
perkerasan digunakan untuk penentuan faktor distribusi lajur. Selanjutnya,
LHR, pertumbuhan lalu-lintas tahunan, VDF, umur rencana, jumlah lajur,
factor distribusi arah, factor distribusi lajur, digunakan untuk perhitungan
Equivalent Single Axle Load (ESAL).
c. Pertumbuhan lalu-lintas tahunan
Pertumbuhan lalu-lintas tahunan dianalisis berdasar data lalu-lintas yang
lewat di ruas jalan Karawang Barat Karawang Timur dari tahun 2003 s/d
43

2008 yang didapat dari PT. Jasa Marga (Persero), dan dari survai primer
traffic counting diruas jalan tersebut, untuk semua golongan kendaraan.
Output program berupa volume kendaraan per hari dan pertumbuhan lalu
lintas di jalan tol (dalam %) diturunkan menjadi lalu lintas sesuai
penggolongan kendaraan rencana, dengan periode sesuai tahun perhitungan.
d. Vehicle damage factor
Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan Vehicle Damage Factor,
selanjutnya disebut VDF, merupakan salah satu parameter yang dapat
menentukan tebal perkerasan cukup signifikan, dan jika makin berat
kendaraan (khususnya kendaraan jenis Truck) apalagi dengan beban overload,
nilai VDF akan secara nyata membesar, seterusnya Equivalent Single Axle
Load membesar.
Beban konstruksi perkerasan jalan mempunyai ciri-ciri khusus dalam artian
mempunyai perbedaan prinsip dari beban pada konstruksi lain di luar
konstruksi jalan. Pemahaman atas ciri-ciri khusus beban konstruksi
perkerasan jalan tersebut sangatlah penting dalam pemahaman lebih jauh,
khususnya yang berkaitan dengan desain konstruksi perkerasan, kapasitas
konstruksi perkerasan, dan proses kerusakan konstruksi yang bersangkutan.
Sifat beban konstruksi perkerasan jalan sebagai berikut :
a. Beban yang diperhitungkan adalah beban hidup yang berupa beban
tekanan sumbu roda kendaraan yang lewat diatasnya yang dikenal dengan
axle load. Dengan demikian, beban mati (berat sendiri) konstruksi
diabaikan.
b. Kapasitas konstruksi perkerasan jalan dalam besaran sejumlah repetisi
(lintasan) beban sumbu roda lalu-lintas dalam satuan standar axle load
yang dikenal dengan satuan EAL (equivalent axle load) atau ESAL
(Equivalent Single Axle Load). Satuan standar axle load adalah axle load
yang mempunyai daya rusak kepada konstruksi perkerasan sebesar 1. Dan
axle load yang bernilai daya rusak sebesar 1 tersebut adalah single axle
load sebesar 18.000 lbs atau 18 kips atau 8,16 ton.
c. Tercapainya atau terlampauinya batas kapasitas konstruksi (sejumlah
repetisi EAL) akan menyebabkan berubahnya konstruksi perkerasan yang
semula mantap menjadi tidak mantap. Kondisi tidak mantap tersebut tidak
44

berarti kondisi failure ataupun collapse. Dengan demikian istilah failure


atau collapse secara teoritis tidak akan (tidak boleh) terjadi karena kondisi
mantap adalah kondisi yang masih baik tetapi sudah memerlukan
penanganan berupa pelapisan ulang (overlay). Kerusakan total (failure,
collapse) dimungkinkan terjadi di lapangan, menunjukkan bahwa
konstruksi perkerasan jalan tersebut telah diperlakukan salah yaitu
mengalami keterlambatan dalam penanganan pemeliharaan baik rutin
maupun berkala untuk menjaga tidak terjadinya collapse atau failure
dimaksud.
a) Formula Vehicle Damage Factor :
1. Bina Marga
Mengacu pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989F dan Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No.
01/MN/BM/83.
Bina Marga (MST 10), dimaksudkan damage factor didasarkan pada
muatan sumbu terberat sebesar 10 ton, yang diijinkan bekerja pada
satu sumbu roda belakang, yang umumnya pada jenis kendaraan
truk.
Formula ini dapat juga digunakan untuk menghitung VDF jika
terjadi overloading pada jenis kendaraan truk.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini :

Sumbu tunggal

Sumbu ganda = 0,086

Beban satu sumbu tunggal dalam Kg

8160

Beban satu sumbu tunggal dalam Kg

8160

45

Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta


angka ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (minimal) dan
dalam keadaan bermuatan (maksimal) berdasar Manual No.
01/MN/BM/83, dapat dilihat pada Tabel 2.10

1,2
BUS
1,2L
TRUK
1,2H
TRUK
1,22
TRUK
1,2+2,2
TRAILER
1,2-2
TRAILER

2,0

RODA TUNGGAL
PADA UJUNG SUMBU

MAKSIMUMUE 18 KSAL

KOSONGUE 18 KSAL

BERAT TOTAL

BEBAN MUATAN
0,5

MAKSIMUM (ton)

HP

1,5

MAKSIMUM (ton)

1,1

BERAT KOSONG (ton)

KONFIGURASI SUMBU
& TIPE

Tabel 2.10. : Konfigurasi beban sumbu.

0,0001 0,0005

RODA GANDA
PADA UJUNG SUMBU

50%

50%

34%

66%

0,0037 0,3006
34%

2,3

8,3

4,2

14

18,2 0,0143 5,0264

66%

0,0013 0,2174
34%

66%

25%

20

25

0,0044 2,7416
18%

6,4

25

75%

28%

20

27%

31,4 0,0085 3,9083


18% 41%

6,2

27%

41%

26,2 0,0192 6,1179

46

18% 28%

1,2-2,2

10

TRAILER

32

42

0,0327 10,1830

54%
27% 27%

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


a) Rumus damage factor single axle
4

8,16

DFSgl 1,000

b) Rumus damage factor tandem axle


P
DFTdm 0,086

8,16

c) Rumus damage factor triple axle

8,16

DFTrp 0,053

Sumber Majalah Teknik Jalan & Transportasi No. 101 Juli 2002.

2. Perhubungan Darat
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat : Panduan batasan maksimum
perhitungan JGI (Jumlah berat yang diijinkan) dan JBKI (Jumlah berat
kombinasi yang diijinkan) untuk mobil barang, kendaraan khusus,
kendaraan penarik berikut kereta tempelan / kereta gandengan Nomor
47

SE.02/AJ.108/DHUD/2008 tanggal 7 Mei 2008, memberikan ketentuan


konfigurasi sumbu seperti pada Tabel 6. & Tabel 7.

3. NAASRA
Nilai Angka Ekivalen Beban Sumbu (E) yang digunakan oleh NAASRA,
Australia, dengan formula berikut ini :
1) Sumbu tunggal, roda tunggal:

E = [ Beban sumbu tunggal, kg/


5400 ]4

2) Sumbu tunggal, roda ganda:

E = [ Beban sumbu tunggal, kg/8200 ]4

3) Sumbu ganda, roda ganda: E = [ Beban sumbu ganda, kg / 13600 ]4

b)Tinjauan khusus VDF


Bila kita perhatikan damage factor formula sebagaimana tercantum diatas,
dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sangat menarik sebagai berikut :
1. Dari formula single axle (koefisien 1 dan exponen 4) :
Bila beban (P) dinaikkan 2 kali lipat, nilai daya rusak akan naik menjadi
16 kali lipat. Ini berarti pula bahwa pelanggaran ketentuan batas muatan
hingga 2 kali lipatnya (200 %) akan berakibat peningkatan daya rusak 16
kali lipat.
2. Dari formula tandem axle (koefisien 0,086 dan exponen 4) :
Bila beban (P) dimuatkan pada tandem axle, dibandingkan dengan bila
dimuatkan pada single axle akan terjadi penurunan daya rusak (untuk
beban P yang sama) sebesar 91,4 % (1 0,086 = 0,914 = 91,4 %).
3. Dari formula triple axle (koefisien 0,053 dan exponen 4) :
Bila beban (P) dimuatkan pada triple axle, dibandingkan dengan bila
dimuatkan pada single axle atau tandem axle akan terjadi :
1) Single ke triple : penurunan daya rusak sebesar 94,7 % (1 0,053 =
0,947 = 94,7 %).
2) Tandem ke triple : penurunan daya rusak sebesar 39,5 % (0,086
0,053 = 0,033 = 0,033 : 0,086 = 39,5 %).
Analisis lebih lanjut atas hasil diatas :

48

1) Penggunaan tandem truck (sebagai pengganti single truck) dapat


memperpanjang masa pelayanan yang menjadi jatah angkutan
barang dengan truck sebesar 1 : 0,086 = 1,16 kali.
2) Penggunaan triple truck sebagai pengganti tandem truck (pengganti
single

truck

tidak

dianalisis

karena

terlalu

jauh)

dapat

memperpanjang yang menjadi jatah angkutan barang dengan truck


sebesar 0,086 : 0,053 = 1,62 kali.
3) Dengan asumsi bahwa pay load ketiga jenis truck tersebut mempunyai
besaran perbandingan secara bertingkat pada klasifikasi MST 10 ton
sebagai berikut : 1 (15 5,7 = 9,3 ton) untuk truck tunggal, 1,54 (23
8,69 = 14,31 ton) untuk tandem truck, dan 2,45 (33 10,25 = 22,75
ton) untuk triple truck. Maka dapat diperoleh beberapa hasil analisis
sebagai berikut :
a. Konversi jenis truk berdasarkan kesetaraan kapasitas muatan
(illegal) sbb :
a) Satu buah triple truck (semi trailler) setara dengan 2,45 buah
truck tunggal atau 1,6 buah tandem truck. Dalam perhitungan
total, pengaruh angka / digit dibelakang koma akan lebih teroptimalkan.
b) Pengaruh perubahan atau perbandingan biaya transport Rp /
tonKM untuk tiap jenis truck juga akan berpola serupa yang
angka akuratnya masih memerlukan perhitungan yang lebih
rinci. Dan biaya transport tersebut juga akan dipengaruhi oleh
kondisi jalan yang kontributor utamanya adalah kendaraan jenis
truck.
c) Dari analisis konversi jenis truck diatas dapat dipetik
kesimpulan bahwa pemilihan jenis truck yang salah tidak hanya
berdampak pada kecepatan kerusakan jalan (sebagai kerugian
Pembina Jalan) tetapi juga kerugian bagi Pengguna Jalan berupa
kenaikan biaya transport atau Biaya Operasi Kendaraan BOK
(sebagai kerugian masyarakat angkutan barang dengan truck).
c) Vehicle Damage Factor (VDF) yang digunakan
Nilai-nilai VDF dari referensi berikut ini, untuk jenis kendaraan yang mewakili
sama, dapat digunakan untuk parameter nilai VDF dalam perencanaan tebal

49

perkerasan, yang disesuaikan dengan ketentuan dalam perencanaan dan


mendapat persetujuan dari Pemberi Tugas.

Nilai VDF dari referensi (bukan data primer) tersebut diberikan pada Tabel
-tabel berikut ini :

1. Bina Marga MST-10 (Muatan Sumbu Terberat 10 ton)

Tabel 2.11 : Vehicle damage factor berdasar Bina Marga MST-10 ton
No.

Type kendaraan & golongan

Nilai
VDF

Sedan, jeep, st. wagon

Gol-1

1.1

0,0005

Pick-up, combi

Gol-2

1.2

0,1619

Truck 2 as (L), micro truck,


mobil hantaran

Gol-2

1.2L

0,2174

Bus kecil

5a

Gol-2

1.2

0,2174

Bus besar

5b

Gol-9

1.2

0,3006

Truck 2 as (H)

Gol-3

1.2H

2,4134

7.

Truck 3 as

7a

Gol-4

1.2.2

2,7416

8.

Trailer 4 as, truck gandengan

7b

Gol-6

1.2+2.2

3,9083

9.

Truck s. trailer 5 as

7c

Gol-8

1.2.2+2
.2

4,1546

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


2. Perhubungan Darat MST-10
Tabel 2.12 : VDF berdasar Perhubungan Darat MST-10 ton
No.

Type kendaraan & golongan

Nilai VDF

Mobil barang ringan

1.1

0,5846

Truck 2 as

1.2

2,5478

Truck 3 as

11.2

2,5395

Truck 3 as

1.22

2,3285
50

Truck 4 as

1.1.22

3,9374

Truck 4 as

1.222

4,2584

7.

Truck 4 as

1.2.22

4,5840

8.

Truck 4 as

1.2+2.2

7,0588

9.

Truck 5 as

1.1.222

4,7999

10.

Truck 5 as

1.22+22

4,3648

11.

Truck 6 as

1.22+22

4,6534

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


3. WIM survey (Weight in Motion survey), Cipularang, 2002
Tabel 2.13 : Vehicle damage factor berdasar WIM survey, Cipularang, 2002
No.

Type kendaraan & golongan

Nilai VDF

Sedan, jeep, st. wagon

0,0010

Pick-up, combi

0,0010

Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran

0,2060

Bus kecil

0,2060

Bus besar

4,4526

Truck 2 as (H)

4,4526

7.

Truck 3 as

3,4214

8.

Trailer 4 as, truck gandengan

8,9003

9.

Truck s. trailer 5 as

3,6923

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland

4. Rangkuman Vehicle Damage Factor (VDF)


Nilai VDF dari referensi tersebut diatas dirangkum seperti pada Tabel 2.14
Tabel 2.14 :
Vehicle Damage Factor (VDF) berdasar referensi Bina
Marga, HUBDAR 2008, WIM survey Cipularang 2002.

51

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


Keterangan :
A : Bina Marga MST 10 Ton
B : Perhubungan Darat MST 10 Ton, 2008
C : WIM survey, Cipularang, 2002
D : VDF rata-rata
e. Umur rencana
Umur rencana (UR) yang akan digunakan dalam traffic design disesuaikan
dengan jenis atau fungsi jalan sebagai berikut :
a) Perkerasan kaku, traffic design-nya untuk : 20 tahun
b) Perkerasan lentur, traffic
design-nya untuk

10 tahun, kecuali untuk


kajian secara khusus.
f. Equivalent single axle load
a) Pendataan lalu-lintas
Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian
rata-rata, pertumbuhan lalu-lintas tahunan, vehicle damage factor, untuk
memudahkan dalam analisis, disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 2.15).
Tabel.2.15 : Data / parameter Gol. kendaraan, LHR, Pertumbuhan lalulintas ( g ) & VDF.
No.

Jenis kendaraan

LHR

G VDF
(%)
52

1.

Sedan, jeep, dan Station Wagon

2.

Opelet, Pick-up opelet, Suburban, Combi, Minibus

3.

Pick-up, Micro Truck dan Mobil


hantaran atau Pick-up Box

4.

Bus Kecil

5a

5.

Bus Besar

5b

6.

Truk ringan 2 sumbu

6a

7.

Truk sedang 2 sumbu

6b

No.

Jenis kendaraan

LHR

G VDF
(%)

8.

Truk 3 sumbu

7a

9.

Truk Gandengan

7b

10. Truk Semi Trailer

7c

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


Keterangan :
Contoh diatas, penggolongan kendaraan mengacu pada Pedoman Teknis
No. Pd.T-19-2004-B, dapat disesuaikan dengan ketentuan yang diberikan
dalam perencanaan
LHR :

Jumlah lalu-lintas harian rata-rata (kendaraan) pada tahun


survai / pada tahun terakhir.

Pertumbuhan lalu-lintas per tahun (%), disesuaikan dengan tahun


periode dalam proyeksi lalu-lintas

VDF :

Nilai damage factor

b) Faktor distribusi arah dan distribusi lajur


Faktor distribusi arah : DD = 0,3 0,7 (AASHTO 1993 hal. II-9).
Faktor distribusi lajur (DL), mengacu pada Tabel 5.13. (AASHTO 1993
halaman II-9).
Koefisien distribus arah dan lajur : C = DD x DL
Tabel 2.16 : Faktor distribusi lajur (DL).

53

Jumlah lajur
setiap arah

DL (%)

100

80 100

60 80

50 75

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


DD = 0,50
DL = 60 %
C = 0,50 x 0,60 = 0,30
c) Equivalent Single Axle Load
Rumus umum desain traffic (ESAL = Equivalent Single Axle Load) :
Nn

W18 LHR j VDFj D D D L 365


N1

dimana :
W18 = Traffic design pada lajur lalu-lintas, Equivalent Single Axle
Load.
LHRj = Jumlah lalu-lintas harian rata-rata 2 arah untuk jenis kendaraan j.
VDFj = Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan j.
DD

= Faktor distribusi arah.

DL

= Faktor distribusi lajur.

N1

= Lalu-lintas pada tahun pertama jalan dibuka.

Nn

= Lalu-lintas pada akhir umur rencana.

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan adalah


lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan
mengalikan traffic design pada jalur rencana selama setahun dengan
besaran kenaikan lalu-lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalulintas kumulatif ini sebagai berikut :
Wt W18 1 g n

dimana :
54

Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif


W18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n

= Umur pelayanan, atau umur rencana UR (tahun).

= perkembangan lalu-lintas (%)

g. Parameter dan data traffic design


Parameter dan data yang diperlukan untuk kemudahan dalam perhitungan
traffic design, disajikan dalam bentuk tabel, seperti contoh pada Tabel 5.14.

Tabel 2.17. : Parameter dan data traffic design.


No
.

Parameter

Satuan

1.

Lalu-lintas Harian Rata-rata


(LHR)
Pertumbuhan lalu-lintas
tahunan (g)
Vehicle Damage Factor
(VDF)

kendaraan

2.
3.

Desain

%
-

4.

Umur Rencana

tahun

5.

Tahun rencana jalan dibuka

6.

Jumlah lajur

7.

Koefisien distribusi arah


dan lajur

8.

Equivalent Single Axle


Load

Sumber: Suryawan, Ari. (2013). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland


2.5.

Pertimbangan Ekonomi
Dalam setiap pembangunan, analisis perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk

setiap proyek harus mencapai persyaratan ekonomis, terlebih lagi untuk proyek
peningkatan jalan yang diperoleh berbagai anggapan dalam perhitungan biaya yang
digunakan, antara lain adalah umur rencana, laju pertumbuhan lalu lintas dan tujuan dari
55

pembina jalan.Semua biaya yang menyangkut aspek tersebut digunakan dalam analisis
perhitungan biaya sesuai dengan fungsi dan tipe pekerjaan jalan.
Selain kriteria-kriteria perencanaan juga harus diperhatikan adanya azas azas
perencanaan yaitu antara lain :
1. Pengendalian Biaya
Pengendalian biaya suatu pekerjaan konstruksi dimaksudkan untuk
mencegah adanya pengeluaran yang berlebihan sehingga pengeluaran biaya
sesuai dengan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah
ditetapkan. Biaya pelaksanaan harus dapat ditekan sekecil mungkin tanpa
mengurangi kualitas dan kuantitas pekerjaan. Dalam hal ini erat kaitannya
dengan pemenuhan persyaratan ekonomis.
2. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu dimaksudkan agar pekerjaan yang dihasilkan sesuai
dengan

persyaratan

yang telah

ditetapkan

dalam

RKS.

Kegiatan

pengendalian mutu tersebut dimulai dari pengawasan pengukuran lahan,


pengujian tanah serta uji tekan beton. Mutu bahan-bahan pekerjaan yang
digunakan

dalam

pembangunan

sudah

dikendalikan

oleh

pabrik

pembuatnya. Selain itu juga diperlukan pengawasan pada saat konstruksi


tersebut sudah mulai digunakan, apakah telah sesuai dengan yang
diharapkan atau belum.
3.

Pengendalian Waktu
Pengendalian waktu pada pelaksanaan pekerjaan dalam suatu proyek
bertujuan agar proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan time
schedule yang telah ditetapkan. Untuk itu dalam perencanaan pekerjaan
harus dilakukan penjadwalan pekerjaan dengan teliti agar tidak terjadi
keterlambatan waktu penyelesaian proyek.

4. Pengendalin Tenaga kerja


Pengendalian tenaga kerja sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
pekerjaan yang baik sesuai jadwal. Pengendalian dilakukan oleh Pengawas
(mandor) secara terus menerus maupun berkala. Dari pengawasan tersebut
dapat diketahui tentang kemajuan dan keterlambatan pekerjaan yang
diakibatkan kurangnya tenaga kerja maupun menurunnya efisiensi kerja
56

yang berlebihan. Jumlah tenaga kerja juga harus dikendalikan untuk


menghindari terjadinya penumpukan pekerjaan yang akan menyebabkan
tidak efisiensinya pekerjaan tersebut serta dapat menyebabkan terjadinya
pemborosan biaya.
2.6.

Dasar - dasar Perencanaan


Dalam perhitungan perencanaan perkerasan kaku (Rigid pavement) ini mengacu

pada standar yang sudah biasa digunakan untuk perencanaan perencanaan perkerasan
beton semen di Indonesia.Standar tersebut antara lain :
1. Perencanaan Perkerasan Jalan semen. Departemen Pemukiman dan
Prasarana Wilayah. (Pd T-14-2003). Pedoman ini mencakup dasar-dasar
ketentuan perencanaan perkerasan jalan, yaitu :
a. Analisis kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi.
b. Perhitungan beban dan komposisi lalu-lintas.
c. Analisis kekuatan beton semen untuk perkerasan
Pedoman Perkerasan Beton semen ini menguraikan Prosedur Perencanaan
Tebal Perkerasan dan contoh Perhitungan. Perkerasan beton semen
prategang tidak
direkomendasikan

termasuk didalam buku ini. Prosedur


untuk

perencanaan

tebal

perkerasan

ini tidak
di

daerah

permukiman dan kawasan industri.


2. Perkerasan Jalan Semen Portland (Rigid Pavement) Perencanaan Metode
AASHTO 1993.
Buku ini dapat digunakan sebagai acuan dan pegangan terkait dengan
pekerjaan konstruksi jalan (perkerasan kaku). Perencanaan mengacu pada
AASHTO ( American Association of State High-way and Transportation
Officials) guide for design of pavement structures 1993 (selanjutnya disebut
ASSHTO 1993). Langkah langkah / tahapan, prosedur, dan parameter
parameter perencanaan secara praktis diberikan pada buku ini.
2.7.

Metode Perhitungan
Dalam perencanaan perkerasan jalan beton (rigid pavement) ini, perhitungan

analisis struktur dilakukan dengan bantuan program komputer (software computer).


Program tersebut terdiri dari :
57

a. AutoCad 2007
b. Excel 2007

: digunakan pada detailing dan drafting


: digunakan pada hitungan manual desain struktur

perkerasan beton semen dan RAB (cost).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai

3.1. Metodologi Penelitian

Persiapan

Metodologi dalam penyusunan Tugas Akhir ini, digambarkan dalam bentuk bagan
alir ( flow chart) seperti gambar 3.1 berikut ini :
Pengumpulan Data
(Data Primer dan Data Sekunder)

Tidak
Data Cukup
Ya
Pengolahan Data

Tidak

Tidak
Memenuhi syarat
Ya
Perencanaan dan Gambar

Kesimpulan & Saran


58
Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir (Flow Chart) Metode Penelitian


Sumber : Data olahan.
3.2. Tahapan pekerjaan
Sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini serta
pertimbangan batasan dan ruang lingkup penelitian, maka rencana pelaksanaan
penelitian akan mengikuti bagan alir (Flow Chart) seperti pada gambar 3.1. Rencana
pelaksanaan pekerjaan tersusun atas tahapan pekerjaan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tahapan persiapan
Tahapan pengumpulan data
Tahapan pengolahan data
Tahapan analisa data
Tahapan penentuan dan penetapan bentuk penanganan terpilih.
Kesimpulan dan Saran

3.2.1 Tahapan Persiapan


Tahapan ini menyangkut pengumpulan data dan analisa awal untuk menentukan
lokasi studi, jenis-jenis data yang akan disurvei dan metode yang digunakan untuk
survei lapangan serta persiapan formulir isian survei sesuai dengan jenis survei yang
akan dilakukan. Sebelum dilakukan survei lapangan, diperlukan data sekunder awal
yang digunakan sebagai pendukung dalam analisa awal, data-data tersebut meliputi:
1.
2.

Peta dasar dan administrasi lokasi studi jalan Gerilya parit 6 Tembilahan Hulu
Peta jaringan jalan eksisting jalan Gerilya parit 6 Tembilahan Hulu

3.2.2 Tahapan Pengumpulan Data

59

Tahapan pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan sesuai
dengan jenis dan kebutuhan data-data tesebut, secara terperinci dua tahapan tersebut
meliputi :
1. Pengumpulan data skunder
Data sekunder merupakan data atau informasi yang tersusun dan terukur yang
sesuai dengan kebutuhan maksud dan tujuan penelitian ini. Pengumpulan data
sekunder dilakukan melalui studi literature melalui jurnal-jurnal, teks book
dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) yang dikumpulkan langsung
dari perpustakan dan informasi internet serta diperoleh dari dinas terkait
seperti, Dinas Bidang Bina Marga dan sumber daya air Kabupaten Indragiri
Hilir, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika serta meminta ijin
kepada instansi tersebut untuk meminjam data guna dijadikan sebagai bahan
Tugas Akhir.Data Sekunder yang diperlukan diantaranya :
a.

Data Kondisi Jalan.

b.

Prasarana Disekitar jaringan jalan yang di tinjau.

c.

Peta dasar dan administrasi lokasi studi.

d.

Peta jaringan jalan eksisting kota Tembilahan.

e.

Kondisi jaringan jalan eksisting kota Tembilahan.

f.

Data eksisting operasional ruas jalan dan persimpangan pada lokasi studi
penelitian.

2. Pengumpulan data primer


Pada penelitian ini data primer atau data lapangan di kumpulkan langsung
melalu survei-survei lapangan. Jenis survei yang dilakukan untuk
mengumpulkan data primer atau data lapangan adalah :
a. Survei karakterisistik geometrik ruas jalan.
Meliputi dimensi jalan, trotoar dan fasilitas-fasilitas lain yang ada.
b. Survei kondisi volume arus lalu lintas jalan.
Pengamatan data lalu lintas harian rata-rata (LHR) pada jam puncak pada
ruas-ruas jalan yang berpengaruh sebagai data acuan dalam menentukan
nilai indekator tingkat pelayanan.
c. Survei karakterisistik lalu lintas.
Kendaraan rencana yang diamati dikelompokkan dalam berbagai
golongan seperti, sepeda motor (roda 2 dan roda 3), kendaraan ringan
umum, kendaraan ringan pribadi, truk/bus, sepeda, dan becak.
60

d.

Survei hambatan samping pada ruas jalan.


Pengamatan pada kondisi disekitar jalan yang berpengaruh meliputi
hambatan samping (pertokoan, Parkiring on Street, sekolah, dll), dan
kondisi permukaan jalan eksisting.

Tahapan pengumpulan data dilakukan secara menyeluruh dan diharapkan


memenuhi kebutuhan untuk Tugas Akhir Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid
Pavement) ruas jalan Gerlya Parit 6 ini dan dapat melanjutkan pada tahapan pengolahan
data, Jika dinilai belum cukup Penulis akan kembali pada tahapan pengumpulan data
untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan.
3.2.3 Tahapan Pengolahan Data
Tahapan ini meliputi pengumpulan data-data hasil survei, penetapan pada jam
puncak volume lalulintas dan perhitungan dengan metode MKJI (Manual Kapasitas
Jalan Indonesia, 1997).
Pada tahapan ini Penulis akan menentukan semua data yang dikumpulkan dan
diolah dapat memenuhi syarat untuk Perencanaan pada Tugas Akhir ini, dan jika belum
memenuhi syarat Penulis akan kembali pada tahapan Pengolahan Data.
3.2.4 Tahapan Analisa Data
Pada penelitian ini bentuk kinerja ruas jalan diukur dari nilai Nisbah Volume
Kapasitas (NVK) sedangkan pada persimpangan bentuk kinerjanya diukur dari nilai
tundaan (D), selanjutnya penangan dari nilai tersebut ditetapkan Indek Tingkat
Pelayanan (ITP) yang terpilih.
3.2.5 Hasil
Hasil dari analisa adalah sampai batas mana kapasitas Tingkat Pelayanan Jalan
Gerilya parit 6 - Jalan Taman Makam Pahlawan parit 6 (enam) Kecamatan Tembilahan
Hulu sesuai dengan umur rencana yang telah ditentukan.
3.3. Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
Jadwal penyusunan tugas akhir Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Ruas Jalan Gerlya Parit 6 (enam) - Jalan Taman Makam Pahlawan parit 6 (enam) dapat
dilihat pada tabel 3.1.
61

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir


No

Kegiatan

Waktu Pelaksanaan
1

Proposal

Bab I Pendahuluan

Bab II Landasan Teori

No

Kegiatan

(Bulan)
2
3

Keterangan

Waktu Pelaksanaan

Keterangan

(Bulan)
3

Bab III Metodologi


Seminar
Revisi Proposal

Tugas Akhir

Bab IV Perencanaan

Bab V Penutup
Pengumpulan Data
Analisis
Revisi
Seminar Hasil
Revisi
Oral comprabansive
Revisi
ACC Jilid

Sumber : Data olahan

62

DAFTAR PUSTAKA

1.

Buku
Suryawan, Ari. 2013. Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid
Pavement)
Perencanaan Metode AASHTO. Yogyakarta. Beta Offset.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. (2007).
Perkerasan
Kaku (Rigid Pavement).
Sukirman, Silvia. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung : Nova
Susanto, B.

. Rekayasa Jalan Raya. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Terriajeng, Andi Tenrisukki, T, A.


Terriajeng, Andi Tenrisukki, T, A.

. Rekayasa Jalan Raya . Gunadarma, Jakarta.


. Rekayasa Jalan Raya 2. Gunadarma,

Jakarta.
Suprapto, Tm. 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Universitas Gadjah Mada,
Bandung.
Sukirman, S.1994. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur. Nova,
Bandung.
Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Proyek Jalan. UI Press, Jakarta
2. Skripsi / Tesis / Disertasi
Saleh, Khairul (2013). Perencanaan Tebal Perkerasan Pada Ruas Jalan Parit 21
Keeungai Getek Tembilahan. Tugas Akhir Teknik SipilUniversitas Islam Indragiri, Tembilahan.
Abdi Hutomo, Rifan (2012).Perencanaan Tebal Perkerasan Beserta Anggaran
Biayanya Pada Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor
63

Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang.


Tugas Akhir Teknis Sipil Universitas Gunadarma, Jakarta.
Juanda, Anggi (2012). Perencanaan

Peningkatan

Jalan

Gerilya

Parit

SampaiDengan Parit 7 Pada Sta 0+00 S/D 1+164 Dengan


Metode Analisa Komponen. Tugas Akhir Teknis Sipil
Universitas Islam Indragiri, Tembilahan.

3. Peraturan Pemerintah dan Perundang - undangan


Peraturan Perintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana
dan Lalu Lintas Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1980 Tentang Jalan Raya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

4. Situs Internet
Nikmah, Ainun (2013) Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid pavement) Jalan
Purwodadi Kudus Ruas 198". http://lib.unnes.ac.id/19168/> (
Accessed 07 April 2015 )
https://www.google.co.id/search?q=joint+perkerasan+kaku&biw
httpswww.google.co.idsearchq=kerusakan+jalan+beton&biw=1366&bih
https://www.google.co.id/search?q=perbandingan+pembebanan+perkerasan+
jalan&biw=1366&bih
https://www.google.co.id/search?q=komponen+perkerasan+jalan

64

65

66

Anda mungkin juga menyukai