Anda di halaman 1dari 13

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK

PROFESI
MATA KULIAH

ETIKA PROFESI
Dosen Pengajar : Bp. Emli Fitri, S.E

Disusun Oleh :
WINARNO
12164047
S1 / TI

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN


INFORMATIKA & KOMPUTER
MIC CIKARANG

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esayang telah memberikan
berkat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul Kasus
Pelanggaran Kode Etik Profesi sesuai pada waktunya.
Maksud dan tujuan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Etika Profesi. Selesainya Penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih atas segala bantuan yang diberikan, baik itu bimbingan moril maupun materil
secara langsung maupun tidak langsung yang sangat membantu penulis dalam penulisan
makalah ini.
Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada Bpk Emly Fitry SE selaku
dosen mata kuliah Etika Profesi yang telah membantu memberikan masukan kepada penulis
untuk penulisan makalah ini. Dengan segala kerendahan hati semoga Makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca
dalam pengembangan selanjutnya yang lebih baik.

Cikarang, November 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau
kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut
moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan
manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika
sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab
pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan
bertindak ? Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika
dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan
keduanya secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang
dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan
tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi
harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara
yang professional.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban
dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi
dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat
akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah
sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman
untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai
baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.

BAB II
PEMBAHASAN

1. KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI AKUTANSI


Suap SKK Migas Oknum BPK Kecipratan Uang Panas Rudi Rubiandini.
Selasa, 18 Maret 2014.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Aliran dana terdakwa Rudi


Rubiandini disebutkan mengalir ke sejumlah pihak. Dalam persidangannya
yang digelar di Prngadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/3/2014), terungkap
bahwa uang panas mantan Ketua SKK Migas itu juga mengalir ke oknum di
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pengakuan itu disampaikan Deviardi saat bersaksi untuk terdakwa Rudi
Rubiandini. Saat itu Jaksa Riyono berusaha mencecar Deviardi terkait adanya
aliran dana sebesar 40 ribu dollar AS atau setara dengan Rp 400 juta kepada
oknum di BPK.
Saya juga nggak tahu, saya dikenalkan Pak Rudi, namanya Hairansyah.
Untuk orang BPK dua kali 200-200, kata Deviardi. Sayangnya perihal aliran
dana ke oknum di BPK ini tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Deviardi.
Jaksa KPK pun tidak cukup dalam bertanya soal adanya aliran dana
tersebut. Namun usai persidangan, Jaksa Riyono mengatakan bahwa aliran dana
tersebut ada dalam berita acara Deviardi, sehingga ditanyakan jaksa penuntut
umum. "Itukan kaitannya dengan kantor SKK Migas. Semacam urusan audit
dan lain-lain," kata Riyono.

Sebelumnya Deviardi mengakui diberi kepercayaan penuh Rudi


Rubiandini untuk menyimpan uang pemberian dari pihak ketiga dan
membayarkan keperluan Rudi. Sebagian uang pemberian itu disimpan Deardi di
rekening BCA miliknya dan safe deposit box CIMB Niaga.

KOMENTAR:
Meskipun dugaan ini baru muncul dalam persidangan dan perlu
dibuktikan kebenarannya secara hukum, namum persepsi atau penilaian yang
mungkin

muncul

dibenak

masyarakat

akan

menambah

panjang

ketidakpercayaannya terhadap lembaga negara. Apalagi dalam kasus ini


melibatkan BPK.
BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK
merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Jika dugaan aliran dana korupsi SKK migas yang mengalir ke oknum
anggota BPK tersebut dapat dibuktikan secara hukum, terdapat beberapa
pelanggaran etika profesi akutansi yang dilanggar oleh oknum anggota BPK
tersebut yaitu:
1. Tanggung jawab profesi
Oknum anggota BPK tersebut tidak melakukan tanggung jawab secara
profesional dikarenakan OKNUM Anggota BPK tersebut tidak
menjalankan tugas profesinya sebagai auditor pemerintah.
2. Kepentingan public
Oknum anggota BPK tersebut tidak menghormati kepercayaan publik.
3. Obyektifitas

Oknum anggota BPK tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan


cara melakukan tindak ketidakjujuran secara intelektual.
4. Perilaku professional
Oknum anggota BPK berperilaku tidak baik dengan menerima aliran
dana korupsi sehingga menyebabkan reputasi lembaga BPK menjadi
buruk dan dapat mendiskreditkan lembaga BPK.
5. Integritas
Oknum anggota BPK tidak dapat mempertahankan integritasnya
sehingga terjadi benturan kepentingan. Kepentingan yang dimaksud
adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi dari oknum anggota
BPK itu.

2. KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI BIDANG IT


Kasus Prita Mulyasari

Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah
Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit
tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah
bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti
mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam
medis yang diperlukan oleh Prita.
Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut
melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di
dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan
merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana.
Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata.
Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik
dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang berimbas
dengan munculnya gerakan solidaritas Koin Kepedulian untuk Prita. Pada
tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan
Negeri Tangerang.
Kasus Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran untuk melakukan
intropeksi diri guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang yang
banyak menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya pihak
membuat undang-undang hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam
memberikan sanksi sesuai dengan aturan dalam UU yang berlaku. Hukum yang
telah ada memang kadang kurang bisa terima dengan baik dan menimbulkan
perdebatan di berbagai kalangan.
Contoh studi kasus mengenai Prita Mulyasari tentang pelanggaran
HAM adalah karena Prita telah mengirimkan surat keluhan lewat media
elektronik yang disebabkan oleh tidak didapatkannya pelayanan rumah sakit

dengan baik, Prita tidak mendapatkan kesembuhan malah penyakitnya


bertambah parah dan pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan apapun
mengenai penyakitnya.
Jadi Prita tidak memperoleh haknya dari pihak rumah sakit, yang tidak
lain adalah kesembuhan dan pelayanan yang layak. Maka dari itu, masyarakat
memandang Prita tidak mendapatkan haknya secara layak. Salah satu aksi yang
diberikan masyarakat yaitu solidaritas koin untuk Prita.
Kronologi, 15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan yang
diberikan pihak rumah sakit kecustomer_care@banksinarmas.com dan ke
kerabatnya yang lain dengan judul Penipuan RS Omni Internasional Alam
Sutra. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. 30 Agustus
2008 Prita mengirim isi emailnya ke surat pembaca Detik.com. 5 september
2008 RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat reserse Kriminal
Khusus.11 mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan Perdata RS omni.
Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita
divonis membayar kerugian materiil 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi
di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Contoh kasus di atas
merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 11
pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan
bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau
mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan
atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau
pencemaran nama baik.
Sejak awal Dewan Pers sudah menolak keras dan meminta pemerintah
dan DPR untuk meninjau kembali keberadaan isi dari beberapa pasal yang
terdapat dalam UU ITE tersebut. Karena Undang-undang tersebut sangat

berbahaya dan telah membatasi kebebasan berekspresi (mengeluarkan


pendapat) seseorang. Selain itu beberapa aliansi menilai : bahwa rumusan pasal
tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi intrepretasi.
Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga
penyebar dan para moderator milis, maupun individu yang melakukan forward
ke alamat tertentu.

KOMENTAR
Oleh karena itu dengan adanya hukum tertulis yang telah mengatur kita
hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berkomunikasi menggunakan media.
Menurut saya dengan adanya kasus yang telah menimpa Prita menjadi
tersangka atas pencemaran nama baik/ dan mendapat sanksi ancaman penjara
selama 6 tahun dan denda sebesar Rp. 1 M, kita harus lebih berhati-hati dalam
menghadapi perkembangan Teknologi di era globaliosasi ini. Hendaknya kita
dapat mengontrol diri kita sendiri jika akan menulis di sebuah akun.
Kasus Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran untuk melakukan
intropeksi diri guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang yang
banyak menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya pihak
membuat undang-undang hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam
memberikan sanksi sesuai dengan aturan dalam UU yang berlaku.
Hukum yang telah ada memang kadang kurang bisa terima dengan baik
dan menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Bayangkan saja ketika
kasus tersebut menimpa rakyat miskin. Sedangkan jika dibandingkan dengan
kasus korupsi yang terjadi di Negara kita, hal itu kurang sepadan dan seolah
hukum menjadi kurang adil untuk kita.
3.

KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN


Polisi Indonesia Korupsi direkam Turis Kanada di Bali

Kronologis ceritanya :
Dua turis Kanada itu dicegat saat mengendarai motor, kemungkinan
motor sewaan. Dua turis Kanada yang menjadi korban, dengan pintar tidak
menyia-nyiakan pengalaman luar biasa itu untuk direkam secara diam-diam.
Rekaman diawali dengan gambar terbalik. Mungkin posisi kamera tidak
terkontrol, supaya gak ketauan polisi.
Nampak motor bebek jenis Honda Vario berwarna hitam strip merah
nopol DK6625EX (atau DK6625FX). Mobil polisi yang ada di lokasi terlihat
bernopol XI 33-1405. Dengan indikasi ini dan gambar perwira yang terekam,
para petinggi polisi dengan mudah bisa melacak dan menemukannya (kalo
emang niatnya ada)
Beginilah kutipan transkripnya :
Anda dari mana? tanya polisi yang mencegat di pinggir jalan.
Kanada, jawab si turis. Selanjutnya polisi tersebut menyeru, Sir.. sir!
(Tidak ada kalimat berikutnya, tapi isyarat). Rupanya polisi mengajak dua turis
Kanada itu masuk ke dalam kantor untuk dihadapkan dengan superiornya.
Seorang perwira tentu saja.
Di sinilah inti film di Youtube menarik diamati, bagaimana modus
perwira polisi memperoleh uang secara ilegal.Dengan pakaian dinas, dengan
identitas yang jelas, dia beraksi.
Apa yang rutin dialami oleh rakyat Indonesia terjadilah. Anda tinggal
di mana? tanya si perwira. Agung Villa Seminyak, jawab si turis. Anda tidak
punya surat izin mengemudi? Tentu saja saya punya, tapi tidak saya bawa.
Dimana? Di hotel (Surat mengemudi versi) Yang kecil, apa yang besar?
cecar si perwira dengan bahasa Inggris terbatas, disusul tawanya yang berderai.

Saya bodoh ya, cetus si turis. Ok, sekarang saya memberi kamu dua
opsi ya. Pertama, kamu membayar denda di sana, di Denpasar, (atau) kedua,
kamu membayar denda di sini. Kalau kamu membayar di Denpasar, kamu akan
repot, sebab harus berurusan dengan Yustisi segala macam. (Di sini) Saya
haruskan kamu cukup membayar Rp50.000,- saja
Turis dari Kanada itupun akhirnya merogoh kocek dan menyerahkan
uang lembaran Rp50.000,-. Sementara sang perwira tertawa ramah. Keramahan
khas Indonesia. Itulah tadi hukum Indonesia, komentar sinis si turis pada
penutup.

KOMENTAR
Tanpa etika, profesi polisi tidak punya arti, juga tidak punya makna apaapa, selain menyajikan wajah kekerasan. Profesi polisi memang (dan
seharusnya selalu) melekat dengan prinsip moral dasar yang disebut etika. Etika
profesi polisi, mendorong warga masyarakat penyandang status polisi,
memperlakukan orang lain sebagaimana dia memperlakukan diri sendiri.
Etika profesi polisi, seharusnya juga menjiwai setiap sistem, subsistem,
kurikulum dan silabus pendidikan serta pelatihan di lingkungan Polri: Secaba,
Secapa, Akademi Kepolisian, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan berbagai
jenjang pendidikan/pelatihan lain di lingkungan Polri.
Kuatnya lembaga dan dominannya kultur Polri yang profesional di atas
landasan etika, merupakan prasyarat mutlak pencegahan drama kekerasan di
tubuh Polri. Baik antar sesama anggota Polri, maupun antara anggota Polri dan
warga masyarakat lain.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan sebelumnya maka dapat di simpulkan bahwa


kode etik profesi merupakan pedoman mutu moral profesi dalam masyarakat
yang di atur sesuai dengan profesi masing-masing. Hanya kode etik yang
berisikan nilai-nilai dan cita-cita di terima oleh profesi itu sendiri serta menjadi
tumpuan harapan untuk di laksanakan dengan tekun dan konsekuen.
Dalam kasus diatas kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang
auditor di seluruh Indonesia, termasuk dari akuntan publik harus sadar dan
mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memegang amanah dari
rakyat untuk meyakinkan bahwa dana atau uang dari rakyat yang dikelola
berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya secara benar, akuntabel,
dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di
negeri ini.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber:
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/18/oknum-bpk-kecipratan-uangpanas-rudi-rubiandini.
2. Sumber:
http://etikaprofesiibii.blogspot.com/2011/01/contoh-kasus-pelanggarankode-etik-ti.html
3. Sumber :
http://nitiawulandari.wordpress.com/2011/04/10/pelanggaran-etikaprofesi-polisi/

Anda mungkin juga menyukai