Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Kesanggupan Kardiovaskular serta Pengaruh Sikap dan Kerja Fisik


terhadap Tekanan Darah

Kelompok C1
Ketua

Sari Budi Safitry 102014001

Anggota

Beng Welem Alerbitu 102012087


Lili Juliani Hia 102012413
Sisca Natalia 102013221
Andyno Sanjaya 102013313
Elsa Noviranty 102014091
Leonardo Paraso 102014110
Mariska Nada Debora 102014139
Joanny Angganitha Telehala - 102014216

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510
Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731
1

Kelompok C1
NIM

Nama

102012087

Beng Welem Alerbitu

102012413

Lili Juliani Hia

102013221

Sisca Natalia

102013313

Andyno Sanjaya

102014001

Sari Budi Safitry

102014091

Elsa Noviranty

102014110

Leonardo Paraso

102014139

Mariska Nada Debora

102014216

Joanny Angganitha Telehala

I.

Paraf

Latihan Naik Turun Bangku (Harvard Step Test)

Tujuan : Untuk mengukur kesanggupan sistem kerja jantung dan pembuluh darah baik dalam
keadaan istirahat maupun kerja.
Alat yang diperlukan :
1.
2.
3.
4.
5.

Pengukur waktu ( arloji atau stopwatch )


Bangku setinggi 19 inci
Metronom ( frekuensi 120/menit )
Stigmomanometer
Stetoskop

Cara Kerja :
1. Suruhlah orang percobaan (OP) berdiri menghadap bangku setinggi 19 inci sambil
2.

mendengarkan detakan sebuah metronome dengan frekuensi 120 kali per menit
Suruhlah orang percobaan (OP) menempatkan salah satu kakinya di bangku, tepat pada
suatu detakan metronom

3.

Pada detakan berikutnya (dianggap sebagai detakan kedua) kaki lainnya dinaikkan ke

4.
5.

bangku sehingga orang percobaan berdiri tegak di atas bangku


Pada detakan ketiga, kaki yang pertama kali naik diturunkan
Pada detakan keempat, kaki yang masih diatas bangku diturunkan pula sehingga orang

6.

percobaan berdiri tegak lagi di depan bangku


Siklus tersebut diulang terus menerus sampai OP tidak kuat lagi tetapi tidak lebih dari 5
menit. Catatlah berapa lama percobaan tersebut dilakukan dengan menggunakan sebuah

7.

stopwatch
Segera setelah itu OP disuruh duduk. Hitunglah dan catatlah frekuensi denyut nadinya
selama 30 detik sebanyak 3 kali masing-masing dari 0-30, dari 1-130 dan dari 2-

8.

230
Hitunglah indeks kesanggupan orang percobaan serta berikan penilaiannya menurut 2
cara berikut ini:
Cara lambat:
Indeks kesanggupan badan =

Cara cepat:
Indeks kesanggupan badan =

lama naik turun dalam detik x 100


2 x jumlah ketiga harga denyut nadi tiap 30
lama naik turun dalam detik x 100
5,5 x harga denyut nadi selama 30 pertama

Penilaiannya:
Kurang dari 55 = kesanggupan kurang
55 64
= kesanggupan sedang
65 79
= kesanggupan cukup
80 89
= kesanggupan baik
Lebih dari 90 = kesanggupan amat baik

Hasil Percobaan
OP : ANDYNO SANJAYA
Denyut nadi awal :
Lama waktu percobaan: 5 menit (300 detik)
Denyut nadi 0 30

: 99

1 130 : 66
2 230 : 56
3

Cara lambat:
Indeks kesanggupan badan =

Cara cepat:
Indeks kesanggupan badan =

300 x 100
2 x (99+66+56)

= 67,87

300 x 100
5,5 x 166

= 32, 85

Hasilnya: 67,87 (cara lambat) dan 32,85 (cara cepat) menunjukan bahwa KESANGGUPAN
CUKUP

II.

Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis pada Sikap Berbaring,


Duduk, dan Berdiri

Tujuan

: Mempelajari pengaruh tekanan darah pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri

Dasar Teori
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas
dinding pembuluh. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah :
1.

Jenis kelamin
Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan perbedaan jenis kelamin

berpengaruh terhadap kerja sistem kardiovaskuler. Dibandingkan dengan laki-laki


dengan usia yang sama, wanita premenopause memiliki massa ventriel kiri jantung yang
lebih kecil terhadap body mass ratio, yang mungkin mencerminkan afterload jantung
yang lebih rendah pada wanita. Hal ini mungkin akibat dari tekanan darah arteri yang
lebih rendah, kemampuan complince aorta yang lebih besar dan kemampuan
peningkatan penginduksian mekanisme vasodilatasi.
Perbedaan ini dianggap berhubungan dengan efek protektif estrogen dan mungkin
dapat menjelaskan mengapa pada wanita premenopause memiliki resiko lebih rendah
menderita penyakit kardiovaskular. Tetapi, setelah menopause perbedaan jenis kelamin
tidak akan berpengaruh pada kemungkinan terderitanya penyakit kardiovaskular. Hal ini
mungkin disebabkan karena berkurangnya jumlah estrogen pada wanita yang sudah
menopause.
2.
Pengaruh gravitasi
- Posisi berbaring

Ketika seseorang berbaring, maka jantung akan berdetak lebih sedikit


dibandingkan saat ia sedang duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan saat orang
berbaring, maka efek gravitasi pada tubuh akan berkurang yang membuat lebih banyak
darah mengalir kembali ke jantung melalui pembuluh darah. Jika darah yang kembali ke
jantung lebih banyak, maka tubuh mampu memompa lebih banyak darah setiap
denyutnya. Hal ini berarti denyut jantung yang diperlukan per menitnya untuk
memenuhi kebutuhkan darah, oksigen dan nutrisi akan menjadi lebih sedikit.
Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa harus
melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada posisi berdiri, isi
sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai tertinggi pada 40% -- 60% VO 2
maksimal. VO2 max adalah volume maksimal O2 yang diproses oleh tubuh manusia
pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Pada posisi berbaring, dalam keadaan
istirahat isi sekuncup mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya
sedikit peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat hampir sama
dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri. Jumlah
isi sekuncup pada orang dewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin
besar intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi
sekuncup; hal ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diastole akibat frekuensi
denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus jantung hanya
berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole merupakan bagian dari 0,3 detik
tersebut).
-

Posisi duduk

Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini
dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyalsinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot
rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar
otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu
mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat
jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat.
Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen.

Pada beberapa individu terutama orang tua, perubahan posisi yang cepat misalnya
dari berbaring ke berdiri bisa menyebabkan tubuh menjadi pusing atau bahkan pingsan.
Karena gerakan cepat ini membuat jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke
otak. Saat terjatuh atau pingsan sebaiknya berada dalam posisi berbaring, yang mana
merupakan posisi menguntungkan bagi jantung karena efek gravitasi berkurang dan
lebih banyak darah yang mengalir ke otak.
-

Posisi berdiri

Detak jantung akan meningkat saat seseorang berdiri, karena darah yang kembali
ke jantung akan lebih sedikit. Kondisi ini yang mungkin menyebabkan adanya
peningkatan detak jantung mendadak ketika seseorang bergerak dari posisi duduk atau
berbaring ke posisi berdiri. Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada
pembuluh capacitance vena anggota tubuh bagian bawah dan isi sekuncup
mengalami penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dengan
tidak banyak bergerak atau hanya diam akan menyebabkan kenaikan volume cairan
antar jaringan pada tungkai bawah. Selama individu tersebut bisa bergerak maka kerja
pompa otot menjaga tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg dan alir balik vena
cukup.
Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian
selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume
darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung
berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke
seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung
begitu seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada
tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna mengalirkan
darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke
atas dari kaki ke jantung ada katup.
Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika
pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang kembali ke
jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga pembagian darah ke sel tubuh
pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang di keluarkan jantung itu menimbulkan
tekanan, bila berkurang maka tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan
6

menentukan kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah
yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar
dan tekanan menjadi berkurang.
Cara Kerja :
a. Berbaring Telentang
1. Mintalah orang percobaan (OP) berbaring telentang dengan tenang selama 10 menit.
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmanometer pada lengan kanan atas orang
percobaan
3. Carilah dengan palpasi denyut a. brachialis pada fossa cubiti dan denyut a. radialis
pada pergelangan tangan kanan orang percobaan.
4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korokoff dalam pengukuran
tekanan darah OP tersebut
5. Ulangi pengukuran sub 4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya
Hasil Percobaan
OP : LEONARDO PARASO
Berbaring
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Fase 1
110 mmHg
110 mmHg
Fase 2
108 mmHg
108 mmHg
Fase 3
100 mmHg
100 mmHg
Fase 4
90 mmHg
90 mmHg
Fase 5
80 mmHg
80 mmHg
Tekanan Pengukuran
110/80 mmHg
110/80 mmHg
Nilai rata-rata tekanan darah OP saat berbaring = 110/80 mmHg

Pengukuran 3
110 mmHg
108 mmHg
100 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
110/80 mmHg

Cara Kerja :
b. Duduk
1. Tanpa melepaskan manset, OP disuruh duduk
2. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah, lagi tekanan darah a. brachialisnya dengan cara yang
sama.
3. Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah
hasilnya
Hasil Percobaan
Duduk
Fase 1
Fase 2
Fase 3
Fase 4
Fase 5
Tekanan Pengukuran

Pengukuran 1
120 mmHg
110 mmHg
100 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
120/80 mmHg

Pengukuran 2
120 mmHg
110 mmHg
100 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
120/80 mmHg

Pengukuran 3
120 mmHg
110 mmHg
110 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
120/80 mmHg

Nilai rata-rata tekanan darah OP saat duduk = 120/80 mmHg


Cara Kerja :
c. Berdiri
1. Tanpa melepaskan manset OP disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi
tekanan darah a. Brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3
kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya
2. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada sikap yang berbeda diatas

Hasil Percobaan
Berdiri
Fase 1
Fase 2
Fase 3
Fase 4
Fase 5
Tekanan Pengukuran

Pengukuran 1
120 mmHg
115 mmHg
110 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
120/80 mmHg

Pengukuran 2
120 mmHg
115 mmHg
110 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
120/80 mmHg

Pengukuran 3
120 mmHg
115 mmHg
110 mmHg
90 mmHg
80 mmHg
120/80 mmHg

Nilai rata-rata tekanan darah OP saat berdiri = 120/80 mmHg


Dari hasil pemeriksaan, tekanan darah OP saat berdiri paling besar dibandingkan
pada saat duduk ataupun berbaring. Hal ini sesuai dengan teori, karena saat berdiri, kerja
jantung dalam memompa darah menjadi lebih besar karena melawan gaya gravitasi
sedangkan pada saat berbaring, gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena
arah peredaran darah horisontal dan tidak terlalu melawan gravitasi. Yang tidak sesuai
dengan teori disini adalah tekanan darah OP saat berdiri dan duduk yaitu menunjukkan
hasil yang sama. Jika ditinjau dari teori, seharusnya tekanan darah saat berdiri harus lebih
besar daripada saat duduk. Mungkin hal ini disebabkan dari OP sendiri yang dek-dekan
atau ketakutan, lelah, dan lain sebagainya atau mungkin kesalahan ini disebabkan karena
pemeriksa kurang teliti dalam mendengarkan sistol dan diastole pasien.

III.

Pengukuran Tekanan Darah sesudah Kerja Otot


Tujuan

: Mempelajari pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot

Dasar Teori
Tekanan Darah Arteri Normal
Tekanan darah dalam arteri brakialis pada orang muda dewasa pada posisi duduk
istirahat duduk atau berbaring menedekati 120/70 mm Hg. Cukup kelihatan lebih rendah
pada malam hari dan pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Karena tekanan arteri
adalah hasil curah jantung dan tekanan perifer, dipengaruhi oleh kondisi yang mempengaruhi
salah satu atau kedua faktor tersebut. Emosi misalnya meningkatkan curah jantung, dan
mungkin sulit menentukan tekanan darah istirahat sebenarnya pada orang yang gelisah atau
tegang. Secara umum, peningkatan curah jantung meningkatkan tekanan sistolik, sedangkan
peningkatan tahanan perifer meningkatkan tekanan diastolik.
Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah dan Nadi
9

Faktor-faktor yang mempertahankan tekanan darah :


a.
b.
c.
d.
e.

Kekuatan memompa jantung


Banyaknya darah yg beredar
Viskositas (kekentalan) darah
Elastisitas dinding pembuluh darah
Tahanan tepi

Faktor yang mempengaruhi denyut nadi :


a.
b.
c.
d.

Posisi : lebih cepat jika berdiri dibandingkan dengan tiduran


Umur : anak lebih cepat dari pada dewasa
Jenis kelamin : pria lebih cepat dari pada wanita
Emosi : emosi kuat akan meningkatkan impuls

Cara kerja

1. Ukurlah tekanan darah a. Brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru


pada sikap duduk (OP tak perlu sama seperti pada sub I)
2. Tanpa melepaskan manset seluruh OP berlari di tempat denga frekuensi 120
loncatan permenit selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan
ukurlah tekanan darahnya.
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap nenit sampai tekanan darahnya
kembali seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut
Hasil Percobaan
OP : BENG WELLEM ALERBITU
-

Sebelum kerja otot


: 120 / 80 mmHg
Sesudah kerja otot
: 160 / 80 mmHg
a. 1 menit
: 140/ 90 mmHg
b. 2 menit
: 120/ 80 mmHg
Pada percobaan ini didapatkan hasil tekanan darah normal OP 120/80 mmHg dan

setelah melakukan kegiatan, tekanan darah OP berubah menjadi 160/80 mmHg. Setelah 1
menit pertama setelah melakukan kegiatan, tekanan darah OP turun menjadi 140/90 mmHg
dan kembali pada tekanan darah normal saat menit kedua setelah melakukan kegiatan.
Hal ini sesuai dengan teori, dimana dalam proses kontraksi, otot memerlukan
pasokan oksigen yang banyak untuk memenuhi kebutuhan energi. Darah berfungsi
menyuplai O2 untuk menghasilkan energi. Oleh karena itu, curah jantung akan meningkat
untuk memenuhi kebutuhan energi melalui peningkatan aliran darah. Selain itu,
perangsangan impuls simpatis menyebabkan vasokontriktor pembuluh darah pada tubuh
10

kecuali pada otot yang aktif, terjadi vasodilatasi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan
darah akan meningkat setelah melakukan aktivitas fisik. Selain itu, sewaktu otot-otot
berkontraksi, otot tersebut menekan pembuluh darah dari pembuluh perifer ke jantung dan
paru-paru. Sehingga akan meningkatkan curah jantung. Oleh karena itu, percobaan pengaruh
kerja otot berhasil.

IV.

Pengukuran Tekanan A. Brachialis dengan Cara Palpasi


Tujuan

: Agar mahasiswa dapat mengetahui pengukuran tekanan a. brachialis

dengan cara palpasi


Cara kerja :
1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap duduk dengan cara auskultasi (sub
I)
2. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap yang sama dengan cara palpasi.
Hasil percobaan
:
OP : JOANNY ANGGANITHA TELEHALA
a. Auskultasi : 110/ 70 mmHg
b. Palpasi
: 90 mmHg

Dasar Teori
a. Cara Auksultasi :
Cara pertama tekanan sistolis dan diastolis dapat diukur dengan metoda ini,
dengan cara mendengar (auskultasi) bunyi yang timbul pada arteri brachialis yang
disebut bunyi Korotkoff. Bunyi ini timbul akibat timbulnya aliran turbulen dalam
arteri tersebut.
Dalam cara auskultasi ini harus diperhatikan bahwa terdapat suatu jarak yang
paling sedikit 5 cm, antara manset dan tepat meletakkan stetoskop. Mula-mula
rabalah arteri brachialis untuk menentukan tempat meletakkan stetoskop. Kemudian
pompalah manset sehingga tekanannya melebihi tekanan diastolis. Turunkan tekanan
manset perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop diatas arteri brachialis pada siku.
Mula-mula tidak terdengar suatu bunyi kemudian akan terdengar bunyi mengetuk
yaitu ketika darah mulai melewati arteri yang tertekan oleh manset sehingga
terjadilah turbulensi. Bunyi yang terdengar disebut bunyi Korotkoff dan dapat dibagi
dalam empat fase yang berbeda :
1) Fase I

: Timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan makin
11

lama makin keras sewaktu tekanan menurun 10-14 mmHg berikutnya. Ini
2) Fase II

disebut pula nada letupan.


: Bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-

3) Fase III

20 mmHg.
: Bunyi sedikit berubah dalam kualitas tetapi menjadi lebih jelas dan

4) Fase IV

kearas selama penurunan tekanan 5=7 mmHg berikutnya.


: Bunyi meredam (melemah) selama penurunan 5-6 mmHg berikutnya.

5) Fase V

Setelah itu bunyi menghilang.


: Titik dimana bunyi menghilang

a) Permulaan dari fase I yaitu dimana bunyi mula-mula terdengar merupakan tekanan
sistolis
b) Permulaan fase IV atau fase V merupakan tekanan diastolis, dengan perbedaan
sebagai berikut Fase IV terjadi pada tekanan 7-10 mmHg lebih tinggi daripada
tekanan diastolis intra arterial yang diukur secara langsung
c) Fase V terjadi pada tekanan yang sangat mendekati tekanan diastolis intra anterial
pada keadaan istirahat. Pada keadaan latihan otot atau keadaan yang meningkat aliran
darah, maka fase V jauh lebih rendah dari tekanan diastolis yang sebenarnya. Pada
anak-anak, fase IV lebih tepat digunakan sebagai indeks tekanan diastolis.
Didapatkan tekanan darah OP dengan auskultasi adalah 110/70 mmHg, Pada
pengukuran tekanan darah dengan cara auskultasi kita menggunakan stetoskop. Dengan
stetoskop, kita dapat mengukur sistol dan diastolnya OP dengan cara mendengar bunyi
yang timbul pada a.brachilis yang disebut bunyi korotkoff. Bunyi ini terjadi akibat
timbulnya aliran turbulen dalam arteri yang disebabkan oleh penekanan manset pada
arteri tersebut. Dengan metode ini diperoleh hasil pengukuran 110/70 mmHg. Ini
disebabkan karena orang coba dalam keadaan anemia karena kurang istirahat. Sehingga
menyebabkan tekanan darah rendah.
b. Cara Palpasi
:
Pada saat pengukuran tekanan darah dengan cara palpasi kita meraba arteri
brachialis dengan memompa manset sampai sistolnya menghilang, sehingga didapatkan
hasil pemeriksaan 90 mmHg. Ini disebabkan karena OP dalam keadaan anemia karena

12

kurang tidur. Namun dengan menggunakan cara ini diperoleh hasil yang kurang akurat
karena yang diperoleh hanya tekanan sistolnya saja.

Kesimpulan
Dari keempat percobaan, dapat disimpulkan bahwa tekanan darah adalah gaya yang
diberikan terhadap dinding pembuluh darah. Selama sistol, gaya pada dinding pembuluh
darah yang terbesar; sewaktu diastol, jatuh ke titik terendah. Dan cara yang dilakukan untuk
tekanan darah arteri pada percobaan diatas yaitu palpasi dan asukultasi. Tekanan darah pun
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya, oleh umur, kegiatan otot, gravitasi, kerja
jantung dan lain-lain. Semakin berat aktivitas tubuh, maka semakin cepat curah jantungnya
karena adanya vasodilatasi di otot rangka dan jantung serta vasokontriksi di arteriol pada
organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal
berkurang. Selain itu, tekanan darah pada saat selesai beraktivitas mengalami peningkatan
dibandingkan sebelum melakukan aktivitas atau kegiatan.

Daftar Pustaka
1. Noble A.The Cardiovascular System. London: CHURCHILL LIVINGSTONE; 2005. Hal.
166-74.
2. Guyton AC, Hall J. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC, 2002.
3. Dedy.2009.Fisiologi Jantung & Pembuluh Darah.In www.sidenreng.com.Last Update 5 Juli
2010.
4. Kusmiyati. 2009. Mengenal Tekanan Darah dan Pengendaliannya. Vol. 10 No.1, hal 40-41.
Biologi PMIPA FKIP : Unram

13

Anda mungkin juga menyukai