Anda di halaman 1dari 17

Kelainan Sistem

Komplemen
(Defisiensi
Komplemen)

Dessy
Mita A

Desy
Irawati

Dewi Nur
Kholifah

Anggota
Kelompok:

Diah Ayu
Permatas
ari

Diny Tri
Yulia

Dita
Deviyanti

Dita
Septiani

A. Definisi Komplemen
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi
berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan seluler
dan sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi.
Fungsi Sistem Komplemen:
1.

Mencerna sel, bakteri, dan virus

2.

Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat

3.

Mengikat reseptor komplemen spesifik pada sel pada sistem


kekebalan, memicu fungsi sel spesifik, inflamasi, dan beberapa
molekul imunoregulator

4.

Pembersihan imun

B. Defisiensi Komplemen
Defisiensi atau disfungsi komplemen adalah meningkatkan suseptibilitas terhadap
infeksi akibat kelainan fagositosis bakterial,
bisa juga berkaitan dengan gangguan autoimun tertentu.
Defisiensi komplemen primer jarang terjadi.
Bentuk yang paling umum adalah defisiensi C1 ,C2 ,C4 dan disfungsi familial C5.
Abnormalan komplemen yang lebih sekunder telah dipastikan pada pasien terpilih
yang mengalami lupus eritematosus ,dermatomiositis, scleroderma, infeksi
gonokokol dan meningokokan.
Prognosisnya bervariasi menurut keabnormalan dan keparahan penyakit yang
berkaitan.

C.Etiologi
1.

Defisiensi kompelemen primer : sifat resesif autosomal turun temurun


(kecuali defisiensi inhibitor esterase C1 yang disebabkan oleh sifat
dominan autosomal)

2.

Defisiensi

sekunder:

(complement

fixing)

reaksi

imunologis

misalnya

penyakit

penetapan
serum

komplemen

terpicu

obat,

glomerulonefritis streptokokal akut, dan lupus eritematosus sistemik


aktif akut.

D. Manifestasi Klinis

1. Defisiensi C1 dan C3 dan disfungsi familial C5 : meningkatnya suseptibilit


terhadap infeksi bakteri (yang bisa melibatkan beberapa sistem tubuh
secara simultan)
2. Defisiensi C2 dan C4 : penyakit vaskular kolagen, misalnya lupus
eritematosus dan
disertai gagal ginjal kronis
3. Disfungsi C5 (kelainan familial pada bayi) : gagal tumbuh, diare, dan
dermatitis seboroik
4.

Kelainan dalam komponen terakhir dari kaskade komplemen (C5


sampai C9): meningkatnya suseptibilitas terhadap infeksi
neisseria.

5. Defisiensi inhibitor esterase C1 (angioderma heredi

pembengkakkan secara periodik di wajah, tangan,


abdomen,

E. Patofisiologi
Individu dengan defisiensi komplemen genetik memiliki berbagai penampakan klinis.Kebanyakan pasien datang
dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, yang lain datang dengan beraneka penyakit rematik atau angioedema, dan pada kasus yang jarang terjadi, beberapa pasien mungkin bahkan datang tanpa gejala.Penjelasan
tentang dasar patofisiologi untuk variasi presentasi klinis pada individu dengan defisiensi komplemen telah
memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih baik tentang peran fisiologis komplemen pada individu
normal.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi merupakan temuan klinis yang umum pada kebanyakan pasien
dengan defisiensi komplemen.Jenis-jenis infeksi berhubungan dengan fungsi biologis dari tiap komponen yang
hilang.Sebagai contoh,poduk pembelahan utama (C3b) dari komponen ketiga komplemen (C3) merupakan ligan
penting proses opsonisasi. Oleh karena itu, pasien dengan defisiensi C3 atau komponen salah satu dari dua jalur
yang mengaktifkan C3 akan rentan terhadap infeksi yang disebabkan bakteri yang dieliminasi melalui opsonisasi
oleh pertahanan primer host (misalnya Streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes dan Haemophilus
influenzae).
Demikian pula, C5-C9 membentuk kompleks serangan membran dan bertanggung jawab atas fungsi
bakterisida komplemen.Dengan demikian, pasien dengan defisiensi C5, C6, C7, C8 C9 atau rentan terhadap
spesies Neisseria karena aktivitas bakterisidal serum merupakan pertahanan host yang penting dalam melawan
organisme ini.

Contoh Kasus (Penyakit Lupus)


a. Definisi
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun
menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. sistem
imun yang terbentuk berlebihan. kelainan ini dikenal dengan
autoimunitas.
b. Etiologi

Hingga kini factor yang merangsang system pertahanan diri


untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan
factor genetic,kuman virus,sinar ultraviolet dan obat obatan
tertentu memainkan peranan.

F. Asuhan
Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala

sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,

demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasie
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan

vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawa
atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari

5.

Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa
pipi atau palatum durum

6.

Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.

7.

Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

8.

Sistem Renal
Edema dan hematuria.

9.

Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea
ataupun manifestasi SSP lainnya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.


2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan
daya tahan fisik.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungqan dengan perubahan dan
ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit
kronik.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit, penumpukan kompleks imun.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.

Diagnosa Keperawatan : Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan proses


penyakit.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan
perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan mencegah komplikasi.
Kriteria Hasil :
- Menjaga kebersihan di daerah lesi
- Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi
berulang.
Intervensi :

a. Kaji kulit setiap hari,cacat warna,turgor,sirkulasi dan sensasi, gambarkan lesi dan
amati perubahan.

Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat


dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
b. Pertahankan atau intruksikan dalam hygiene kulit,membasuh lalu
mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan massase dengan
menggunakan lotion atau krim.
Rasional: mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat
memjadi barrier infeksi.
c. Gunting kuku secara teratur
Rasional: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan resiko
kerusakan

dermal.

d. Tutupi luka, tekan luka yang terbuka dengan pembalut yang steril atau
barrier protektif, duoderm sesuai petunjuk.
Rasional: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses

2.

ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


Tujuan : setelah dilakukan 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
-

Mempertahankan berat badan antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelumnya.

Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal (Hb meningkat)

Melaporkan perbaikkan tingkat energy

Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan

Intervensi :
a. Kaji kemampuan untuk mengunyah,merasakan dan menelan.
Rasional : lesi mulut, tenggorok, dan esophagus dapat menyebabkan
disfagia penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan.

b. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan


sekresi
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual
3. Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi atau kerusakan jaringan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
pasien dapat:
-

Mengungkapkan keluhan hilangnya atau berkurangnya nyeri.

Menunjukkan posisi atau eksfresi wajah rileks.

Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat.

Intervensi :
a. Tutup luka segera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode
pemajanan pada udara terbuka.
Rasional : suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat
pada pemajanan ujung saraf

b. Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu

penghangat,penutup tubuh hangat.


Rasional : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar
mayor, suhu panas eksternal perlu untuk mencegah mengigil.
c.

Kaji keluhan nyeri perhatikan lokasi/karakter dan intensitas


(skala 0-10)
Rasional : nyeri hamper selalu ada, mengurangi konsentrasi
nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.

Anda mungkin juga menyukai