2. Orang tua, keluarga dan orang-orang terdekat yang tidak pernah berhenti
memberi kasih sayang, mendoakan, dan memberi dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya referat ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal pria.
Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen terutama
testosteron. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan kantung lapisan kulit
yang tidak rata dimana dibawahnya terdapat beberapa lapisan, yaitu tunika vaskulosa,
tunika albuginea, dan tunika vaginalis. Segala pertumbuhan sel-sel abnormal di dalam
testis, yang bisa menyebabkan pembesaran atau benjolan di dalam skrotum disebut
sebagai tumor testis (Kinkade, 1999).
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun
dan merupakan 1-2 % dari semua neoplasma pada pria. Kira-kira 90% dari semua
tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat dijumpai tumor
sel Sertoli-Leydig dan limfoma maligna. Insiden tumor testis meningkat pada
beberapa dekade terakhir, yakni sebesar 1,2 % per tahun, walaupun begitu angka
kematian cenderung menurun dengan angka harapan hidup 5 tahun mencapai 95 %.
Sekitar 9000 kasus baru terdiagnosis tiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insiden
bervariasi di berbagai belahan dunia, dengan kecenderungan penurunan di benua Asia
dan Afrika (Kush, 2011).
Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan
terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis lebih
baik, ditemukan tumor marker, ditemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta
teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% pada tahun
1970 menjadi 5% pada tahun 1977 (Purnomo, 2009).
Diagnosis dini pada tumor testis sangat penting dilakukan mengingat doubling time
tumor testis diperkirakan berkisar antara 10-30 hari saja. Meskipun angka harapan
hidup pada berbagai stadium masih tinggi, namun diagnosis pada stadium dini
memberikan prognosis jangka panjang yang lebih baik (Kush, 2011).
Oleh karena itu melalui makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai etiologi, patofisiologi, diagnosis, dan terapi tumor testis sehingga dapat
menunjang diagnosis dini dan meningkatkan prognosis jangka panjang pada pasien
tumor testis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Testis
Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat eksokrin dan juga
endokrin. Bagian eksokrin terutama menghasilkan sel kelamin, sehingga testis
dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Bagian endokrin menghasilkan sekret internal
yang dilepaskan oleh sel-sel khusus. (Leeson C.R, et al., 1996)
Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang terdiri atas
3 lapisan: (Leeson C.R, et al., 1996)
Tunika vaginalis merupakan selapis sel mesotel gepeng, seringkali rusak pada saat
pembuatan sajian. Lapisan ini merupakan bagian dari sebuah kantung serosa yang
tertutup, berasal dari peritoneum yang membungkus permukaan lateral dan anterior
testis. Lapisan ini terletak diatas lamina basal yang memisahkannya dari lapisan
tengah yang paling jelas yaitu tunika albuginea. Dulu tunika albuginea digambarkan
sebagai lapisan tebal, terdiri atas jaringan ikat padat fibro elastis, tapi sekarang dapat
diperlihatkan juga adanya sel otot polos. Pada manusia, meskipun unsur-unsur otot
polos tersebar luas, tapi umumnya terdapat paling banyak di bagian posterior testis
dekat epididimis. Lapisan terdalam simpai testis adalah tunika vaskulosa terdiri atas
jala-jala kapiler darah yang terbenam di dalam jaringan ikat longgar. (Leeson C.R, et
al., 1996)
4
Simpai testis bukan merupakan suatu pembungkus yang kaku, seperti persangkaan
dahulu, melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang mampu berkerut secara
berkala. Kerutan-kerutan tersebut mungkin bertujuan untuk mempertahankan tekanan
yang sesuai di dalam testis, mengatur gerakan keluar masuknya cairan ke dalam
kapiler-kapiler dan untuk membantu gerakan peristaltik sistem saluran, sehingga
membantu gerakan spermatozoa ke arah luar. Selain itu, simpai tersebut agaknya
memiliki sifat-sifat selaput yang semipermeable dan turut berperan dalam beberapa
faal testis. (Leeson C.R, et al., 1996)
Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan menjorok masuk ke
dalam kelenjar sebagai mediastinum testis. sekat-sekat fibrosa yang tipis menyebar
dari mediastinum testis ke arah simpai testis dan membagi permukaan dalam testis
menjadi kurang lebih 250 bangunan berbentuk pyramid yang disebut lobuli testis,
dengan bagian puncaknya menghadap ke mediastinum. Sekat-sekat tersebut
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak lengkap, sehingga lobules testis dapat
berhubungan satu dengan lainnya secara bebas. Tiap lobules terdiri dari satu sampai
empat tubulus seminiferous yang sangat berkelok-kelok, dibungkus oleh stroma
jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah, saraf dan beberapa jenis sel,
terutama sel interstitial yang spesifik yaitu sel Leydig. Sel-sel ini besar, umunya
berkelompok, berperan penting karena fungsi endokrinnya. (Leeson C.R, et al., 1996)
5
2.1.2. Tubulus Seminiferus
Tubulus seminiferous sangat berkelok dengan garis tengah kurang lebih 0,2 mm dan
panjang 30 sampai 70 cm. tubulus berakhir sebagai ujung bebas yang buntu atatu
beranastomosis dengan tubulus-tubulus didekatnya dari lobules yang sama atau
kadang-kadang dengan tubulus dari lobules sebelahnya. Pada puncak lobules, tiap
tubulus tidak berkelok-kelok lagi dan menjadi lurus dan disebut sebagai tubulus
rektus. Tubulus seminierus dibatasi oleh suatu epitel germinal kompleks atau epitel
seminiferous, yang merupakan modifikasi epitel berlapis kuboid. Epitel tersebut
terletak diatas lamina basal yang tipis dan di luarnya diliputi oleh suatu daerah khusus
terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubuar atau pembatas yang
terdiri dari banyak serat jaringan ikat, fibroblast yang pipih dan beberapa sel bersifat
sebagai sel otot polos. Unsur-unsur mioid ini mempunyai “junctional complex” pada
bagian sisi sel-sel disampingnya yang menghambat, namun tidak seluruhnya,
penyeberangan makromolekul dari ruang interstitial ke epitel seminiferous. Diduga
kontraksi sel-sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferous dan
membantu gerakan spermatozoa sepanjang tubulus. Ketebalan daerah ini berbeda-
beda sesuai umur dan memperlihatkan peebalan pada beberapa keadaan klinik,
khususnya yang berkaitan dengan kelainan kromosom. Suatu sistem kapiler limfe
terdapat banyak di luar jaringan peritubular. (Leeson C.R, et al., 1996)
Jaringan interstitial yang terdapat dalam lobulis testis, terletak diantara tubulus
seminiferous. Jaringan interstitial mengandung beberapa serat kolagen, pembuluh
darah dan limfe, saraf, bermacam-macam jenis sel termask fibroblast, makrofag, sel
mast, dan beberapa sel mesenkim yang belum berkembang. Pembuluh darah dan saraf
keluar masuk melalui mediastinum dan membentuk anyaman sekitar tubulus. Sel
interstitial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok untuk
jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah
seminiferous. Sel-sel tersebut besar, dengan sitoplasma sering tampak bervakuola
pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-butir
kromatin kasar dan anak inti yang jelas. (Leeson C.R, et al., 1996)
6
Gambar 2.2 Anatomi Skrotum
Saat arteri mencapai testis, pembuluh darah tersebut diliputi oleh pleksus vena yang
luas yaitu pleksus pampiniformis, yang mendinginkan darah arteri melalui mekanisme
penggantian panas lingkar-balik. Didalam testis, cabang arteri testis menembus tunika
albuginea dan masuk ke tunika vaskulosa. Cabang-cabang arteriol yang lebih kecil
mengikuti septula testis masuk ke parenkim dan berakhir sebagai anyaman kapiler.
Pembuluh limfe kecil membentuk anyaman luas didalam jaringan interstitial. (Leeson
C.R, et al., 1996)
7
Saraf mengikuti pembuluh darah utama dan menyusun pleksus halus disekitar
pembuluh yang lebih kecil dan berhubungan dengan sel-sel interstitial. (Leeson C.R,
et al., 1996)
8
BAB III
Tumor Testis
2.1 Definisi
Tumor testis merupakan benjolan yang berasal dari neoplasma sel germinal atau
jaringan stroma testis. Lebih dari 90% tumor testis berasal dari sel germinal. (Einhorn
LH, 2007)
2.2. Epidemiologi
Tumor testis banyak terjadi di antara pria Kaukasian dan jarang terjadi pada pria
keturunan Afrika. Tumor testis jarang terjadi di Asia dan Afrika. Kejadian di seluruh
dunia telah meningkat sejak tahun 1960-an, dengan tingkat prevalensi tertinggi di
Skandinavia, Jerman, dan Selandia Baru. (Einhorn LH, 2007)
Tumor ganas testis yang paling umum terjadi di antara pria berusia 15-40 tahun,
memiliki tiga puncak: bayi sampai usia empat tahun sebagai teratoma dan yolk sac
tumor, usia 25-40 tahun sebagai post-pubertas seminoma dan non seminoma, dan dari
umur 60 sebagai spermatositik seminoma.Tumor sel germinal pada testis merupakan
kanker yang paling umum pada pria muda antara usia 15 dan 35 tahun. (Einhorn LH,
2007)
2.3. Etiologi
Penyebab pasti kanker testis tidak diketahui. Beberapa faktor yang meningkatkan
resiko kanker testis antara lain sebagai berikut:
Undesensus testis – Salah satu faktor resiko utama kanker testis adalah
undesensus testis atau cryptorchidismus. Sebelum lahir, testis berkembang
dalam abdomen fetus dan kemudian mengalami desensus ke skrotum sebelum
lahir. Namun, pada sekitar 3% bayi laki-laki testis tidak turun ke dalam
skrotum. Testis dapat tetap berada dalam abdomen atau berhenti di inguinal
9
(American Cancer Society, 2011). Cryptorchidismus dapat terjadi pada salah
satu atau kedua testis (Eggener, et al., 2011). Pria dengan cryptorchidismus
beresiko 3-5 kali lebih tinggi terkena kanker testis, terutama pada testis yang
masih berada dalam abdomen (Eggener, et al., 2011).
Paparan terhadap dietilstilbestrol (DES) selama dalam kandungan (Eggener, et
al., 2011).
Atrofi testis – Testis yang gagal berkembang secara normal tidak dapat matur
dan tumbuh sampai ukuran yang diharapkan (Eggener, et al., 2011).
Paparan terhadap bahan kimia dan polutan (Eggener, et al., 2011).
Riwayat keluarga (American Cancer Society, 2011).
Infeksi HIV (American Cancer Society, 2011).
Penyebab lain yang belum terbukti antara lain: Paparan terhadap obat-obatan
tertentu, kurangnya aktivitas fisik, tingginya aktivitas seksual, dan duduk
dengan kaki menyilang (meningkatkan suhu testis) (Eggener, et al., 2011).
2.4. Patogenesis
Tumor germ cell testis meliputi lebih dari 90% seluruh tumor testis. Tumor ini berasal
dari pluripotent germ cell yang dapat berdiferensiasi menjadi struktur embrional
(teratoma dan karsinoma embrional), struktur plasenta (tumor yolk sac dan
koriokarsinoma) atau seminoma (tumor germ cell yang paling primitif) (American
Medical Network, 2011).
Asal dan patogenesis tumor germ cell testis masih belum jelas. Insiden tinggi pada
kelompok dengan kelainan kongenital pada perkembangan gonad dan diferensiasi
seksual berhubungan erat dengan pengaruh faktor intrauterine. Transformasi
neoplastik germ cell diinisiasi faktor in utero, terutama pada individu dengan
kerentanan genetik. Diduga terjadi gangguan fetal programming pada perkembangan
gonad karena ketidakseimbangan hormonal intrauterine, yang dapat disebabkan oleh
kelainan genetik atau faktor eksogen yang menyebabkan kelebihan estrogen atau
defisit androgen (Skakkebaek, et al., 2003).
Sel karsinoma in situ dan primordial germ cell tampak serupa dan memiliki ciri-ciri
khusus yaitu kurangnya jembatan interseluler dan ekspresi berbagai antigen. Pada
10
perkembangan gonad yang menyimpang, pola ekspresi beberapa antigen ini
terganggu. Penelitian tentang pengaturan siklus sel pada germ cell normal dan
neoplastik menunjukkan bahwa sel-sel karsinoma in situ cenderung membelah secara
mitosis, walaupun sel-sel tersebut diturunkan dari spermatosit yang membelah secara
meiosis (Skakkebaek, et al., 2003).
Doubling time non-seminoma sekitar 10-30 hari. Hal ini ditunjukkan dari perubahan
tumor marker serum. Sebagian besar kegagalan terapi diikuti dengan mortalitas dalam
2-3 tahun pertama setelah diagnosis. Seminoma memiliki doubling time yang lebih
lambat dan dapat rekuran dalam 2-10 tahun setelah terapi awal. Berdasarkan natural
history penyakit, kurabilitas setelah terapi multimodal baru dapat ditentukan setelah 5
tahun. Namun, relaps dapat terjadi 10 tahun setelah terapi (BMJ Evidence Centre,
2011).
Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan
sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan
non seminoma. Seminoma berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain
sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi dan prognosis tumor. (Purnomo,
2009)
Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal di antaranya
adalah tumor sel Leydig, sel sertoli dan gonadoblastoma. Pembagian tumor testis
11
dapat dilihat dibawah.
Selain berada didalam testis, tumor sel germinal juga bisa berada di luar testis sebagai
extragonadal germ cell tumor antara lain dapat berada di mediastinum,
retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus dan glandula pineal. (Purnomo, 2009)
Dalam Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997), klasifikasi organisasi kesehatan dunia
(World Health Organisation / WHO) tentang tumor testis ganas :
Stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika
tidak dapat ditunjukkan metastasis dan zat-zat penanda tumor HCG dan AFP tidak
dapat ditunjukkan dalam serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka
dikatakan stadiumnya adalah stadium I. Pada stadium II dapat ditetapkan adanya
metastasis kelenjar limfe retroperitoneal, pada stadium III metastasis kelenjar limfe di
atas diafragma, pada stadium IV metastasis di paru, hepar, otak atau tulang (Jeffrey,
2008).
12
Klasifikasi TNM Tumor Testis
T Tumor primer
13
2.6. Diagnosis
Langkah pertama dalam mendiagnosis kanker testis adalah menanyakan dengan detail
dan lengkap tentang masalah kesehatan. Kondisi kesehatan secara umum, riwayat
kesehatan keluarga, faktor resiko kanker testis, dan gejala yang dirasakan. Pasien
biasanya datang dengan berbagai keluhan sebagai berikut : sebuah benjolan atau
pembesaran pada testis, perasaan berat di skrotum, rasa nyeri di perut atau pangkal
paha, penumpukan cairan secara tiba-tiba di dalam skrotum, nyeri atau
ketidaknyamanan di testis atau skrotum, pembesaran payudara, biasanya
mempengaruhi hanya satu testis. (Morrow,2010)
14
Hidrokel – kemungkinan hidrokel simtomatik terdapat sebagai akibat tumor
testis, diperlukan pungsi dan kemudian palpasi, biasanya jinak, tetapi sekitar
10% dari kanker testis berhubungan dengan Hydroceles.
Varikokel – adalah pembengkakan vena di pleksus pampiniformis dari korda
spermatika.
Spermatokel – adalah massa translucent yang terletak posterior dan superior
testis, dan terasa kistik.
Hernia skrotalis (Ezine, 2011)
15
Gambar 2.4 Algoritma diagnostik bengkak pada testis(jeffery,2009)
16
BAB IV
1. Ultrasonografi (USG)
17
Gambar 2.5 Gambar ultrasound dari pasien dengan tumor sel germinal campuran dari
testis (kanan). Pandangan longitudinal dari testis menunjukkan (A) sifat heterogen
dari parenkim tumor di sebelah kanan dibandingkan dengan (B) parenkim normal di
sebelah kiri. Warna Doppler gambar menunjukkan aliran darah normal pada (C)
longitudinal (kanan) dan (D) melintang (kiri) (Joseph, 2011)
Ultrasonografi pada tumor testis membantu membedakan massa intra atau ekstra
testis, soliter atau multiple, uni atau bilateral. Informasi ini membantu penegakan
diagnosis. Lesi intratestikular soliter merupakan neoplasma, sedangkan lesi
ekstratestikular yang bilateral atau multifocal biasanya jinak. (Light,2011)
USG testis digunakan untuk menentukan lokasi massa yang dicurigai karsinoma
testis. Secara umum, massa ekstratesticular biasanya jinak, sedangkan massa
intratesticular biasanya ganas dan memerlukan eksplorasi bedah. Oleh karena itu,
USG digunakan untuk menentukan lokasi massa dan menetukan perlunya tindakan
pembedahan (Light, 2011).
Pada tumor seminoma didapatkan gambaran area hypoechoid baik focal maupun
difuse. Jika focal dan perifer akan menyebabkan penonjolan tunica albuginea.
Persinggungan antara tumor dan parenkim testis normal tajam. Kadang, infiltrasi
tumor difuse menyebabkan gambaraan hipoechoid general, sehingga hanya bisa
dibandingkan dengan testis kontralateral. (Zagoria,2004;Light,2011)
18
Gambar 2.6 Tumor testis seminoma (ditunjuk panah). Menunjukkan gambaran klasik
hipoechoic ((Light,2011)
19
Gambar 2.8 Tumor seminoma diffuse, dibandingkan dengan testis kontralateral
(Light,2011)
20
Gambar 2.10 USG Tumor Testis Seminoma dengan Potongan longitudinal testis
kanan menunjukkan hydrocele (tanda panah), microlithiasis difus (ujung panah), dan
massa homogen dengan parenkim testis normal yang tidak jelas. (Adham, 2011).
Gambar 2.11 USG Doppler menunjukkan peningkatan aliran vaskuler testis secara
menyeluruh (Adham, 2011)
21
Gambar 2.12 USG Color Doppler. Menunjukkan peningkatan vaskularisasi pada
tumor testis (Light,2011)
22
Gambar 2.13 Tumor mixed germ-cell memiliki area kistik dan kalsifikasi di sekitar
(Light,2011;Dawes,2011)
Gambar 2.14 Mixed germ tumor. Tampak area kistik dan kalsifikasi tersebar dalam
tumor, berbatas tidak jelas (Light, 2011).
23
(a) (b)
Gambar 2.15 Mixed germ cell tumor. (a) USG potongan longitudinal testis kiri
menunjukkan massa heterogen yang dominan hipoechoic dengan area
hypoechogenicity yang tersebar (ujung panah). Parenkim testis normal tertekan ke
perifer oleh tumor dan mengandung microlithiasis difus (tanda panah). (b) USG
Doppler menunjukkan vaskularisasi perifer yang normal dengan tidak adanya aliran
di central (Adham, 2011).
Apabila tampak lesi multiple, diagnosis diferensial dapat diperluas menjadi proses
metastasis, seperti leukemia dan limfoma, serta proses inflamasi, seperti sarcoid.
Testicular microlithiasis (≥ 5 atau lebih mikrokalsifikasi dalam testis) terbentuk dari
kalsifikasi konsentris dari serabut kolagen intrasubstansi. Azzopardi tumor adalah
nama yang digunakan untuk tumor yang mengalami nekrosis dan kalsifikasi secara
24
spontan karena kurangnya supply darah (Light, 2011).
False positives/negatives
False-negative sering terjadi pada proses keganasan yang infiltratif. Pada kondisi
seperti leukemia atau limfoma yang menyebabkan penurunan echogenicity difus
bilateral, proses keganasan infiltrative sulit untuk dikenali (Light, 2011).
False-positive tampak pada berbagai kondisi. Rete testis yang mengalami dilatasi
dapat tampak menyerupai massa kistik. Epidermoid tumor tampak sebagai massa
yang heterogen, biasanya avaskular, dengan lapisan hyperechoic and hypoechoic yang
membentuk cincin. gambaran terlihat bervariasi pada setiap kondisi. Abses atau
flegmon testis hipoechoic dan sering berkaitan dengan peningkatan vaskularisasi.
Infark testis tampak sebagai penurunan echogenicity berbatas tidak jelas, mirip
dengan proses keganasan infiltrasif yang difus (Light, 2011).
25
Gambar 2.17 Rete testis yang mengalami dilatasi menyerupai neoplasma kistik,
namun tampak memanjang pada potongan orthogonal dan terletak di mediastinum
testis (Light, 2011).
Gambar 2.18 Testicular sarcoid menyerupai seminoma, tampak seperti massa testis
yang solid (Light, 2011).
26
Gambar 2.19 Testicular epidermoid menyerupai keganasan solid (Light, 2011).
Apabila terdapat riwayat trauma dan USG menunjukkan fokus hipoechoic perlu
diduga hematoma. Hematoma dan tumor testi sulit dibedakan pada pemeriksaan awal,
sehingga perlu dilakukan follow up dengan USG untuk meyakinkan hematoma yang
mengalammi resolusi atau tumor (Light, 2011).
2. CT scan
27
· Staging dari tumor testis merupakan indikasi apakah tumor telah menyebar ke
bagian lain dari tubuh. Staging berguna dalam menentukan rencana perawatan untuk
tumor dan ukuran sejauh mana tumor telah menyebar.
Gambar 2.21 Chest CT Scan. Gambar ini menunjukkan tumor berukuran 5 mm pada
kanan cardiophrenic lymph node adjacent . dengan adanya tumor pada daerah dada
menunjukkan stage III tumor testis.
28
Gambar 2.22 Chest CT Scan. Gambar ini menunjukkan tumor 1 cm pada kanan
retrocrural lymph node. Dengan adanya tumor di dada menunjukkan stage III tumor
testis.
29
3. Chest X-ray
4. MRI Scan
· MRI digunakan untuk mengetahui metastase kanker. MRI juga digunakan jika x-ray
atau CT scan tidak memberikan gambaran yang jelas. Gambar-gambar ini dapat
menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening dan pertumbuhan abnormal pada
organ tertentu yang mungkin menunjukkan bahwa kanker telah menyebar (Jeffrey,
2008).
30
MRI Tumor Testis
Seminoma
Sekitar 95% dari tumor ganas testis adalah tumor sel germinal, dan seminoma adalah
subtipe histologis yang paling umum. Dibandingkan dengan tumor sel germinal
nonseminomatous, seminoma terjadi pada populasi pasien yang lebih tua, dengan usia
rata sekitar 40 tahun. Tumor ini memiliki prognosis yang baik karena sensitivitas
terhadap radiasi dan kemoterapi cukup baik. Pada gambaran USG skrotum,
didapatkan gambaran massa intratestikular hypoechoic dan biasanya homogen, sering
dengan batas lobulated, sehingga menimbulkan gambaran massa multifokal .
Dibandingkan dengan tumor nonseminomatous, seminoma cenderung menunjukkan
kalsifikasi atau daerah kistik. Kecuali jika ukurannya cukup besar, seminoma
umumnya lebih homogen dalam echotexture daripada tumor nonseminomatous. Pada
pencitraan MRI, seminoma biasanya homogen dalam penampilan dan relatif
isointense dibandingkan parenkim testis normal pada T1 dan hipointense pada T2.
Namun, pencitraan MRI tidak cukup sensitif untuk membedakan antara subtipe yang
berbeda dari neoplasma testis (Pretorius E, 2005).
(a) (b)
31
(c)
Gambar 2.28Seminoma pada pria umur 31 tahun dengan gejala utama testis
kanan bengkak. Onset nyeri testis mendadak dengan bengkak pada skrotum
dan kemerahan 3 bulan sebelumnya, yang mana sudah diterapi antibiotik 5
minggu sebelumnya.(a) Sagittal sonogram testis kanan menunjukkan massa
intratesticular yang hipoechoic dan relatif homogen, multi-nodular, solid. tidak
ada kalsifikasi dan kista yang tampak. (b) potongan axial T2 menunjukkan
bahwa tumor mempunyai intensitas homogen sinyal yang rendah. (c)
Gadolinium-enhanced MRI menunjukkan peningkatan heterogen tumor dengan
bidang nekrosis.(Pretorius E, 2005).
Nonseminoma
32
nekrosis (Pretorius E, 2005).
(a) (b)
Gambar 2.29 Non seminoma germ sel tumor pada pria 24 tahun dengan skrotum
bengkak dan nyeri. (a) US Sagitta, tampak intestikuler tumor yang luas dan
heterogen dengan area kistik. (b) Sagittal gadolinium-enhanced T1-weighted
image tampak massa tumor yang tengahnya padat akan jaringan
nekrosis.(Pretorius E, 2005).
33
Diagnosis Banding Radiologi Kanker Testis
Kondisi Tanda/Gejala Pemeriksaan Radiologi, Lab
USG menunjukkan
gambaran difus, hipoekoic,
onset mendadak. dan ukuran yang membesar
Pemeriksaan fisik jika dibandingkan dengan
menunjukkan suatu kontralatwral.biasanya
perubahan bentuk posisi menunjukkan gejala dalam
Testicular testis, sakit ketika disentuh. waktu 6 jam. pada USG
torsion pada neonatus, menunjukkan doppler akan terdeteksi
skrotum unilateral yang oklusi pembuluh darah yang
bengkak, discolorisasi, yang biasanya terjadi 6 jam
mendadak. pertama. setelah 24 jam,
akan terbentuk infark dan
hemoragik testis.
34
massa biasanya bersifat
transluminasi. posisi dari kista USG dapat dijadikan
Epididymal dapat menuntun dari penunjang dalam
cyst diagnosa. kista saat dipalpasi penegakkan diagnosis.
akan terpisah dari testis.
35
Diagnosis banding dari gambaran USG
massa interstikular gambaran USG Management
kista anechoic, dinding yang konservatif
berbatas tegas, avaskuler
kista tunica albuginea massa kista terdapat di konservatif
atas atau lateral testis,
biasnya terdapat
kalsifikasi.
kista epidermoid "onion ring" appearance Enucleasi
ectasia tubular kistik avaskuler pada tidak ada management
rate testis. spesifik
abses testicular mixechoic lesi dengan konservatif+antibiotik,
dinding shaggy, batas jika tidak respon, bisa
cairan-abses dengan pembedahan.
varikokel intesticular anechoic, gambaran vena tidak ada management
waveform spesifik
malformasi arteri-vena lesi hiperechoic dengan pembedahan jika
intesticular gambaran warna mozaik terdapat gejala
dan arteri-venous
waveform
infark focal intesticular hipoechoic avaskular konservatif
area
fibrosis testicular nodul hipo/hiperechoic tidak ada management
avaskuler spesifik
hematoma testicular akut: hiperechoic kecil: konservatif; besar:
avaskuler; kronik: pembedahan
heterogenous
testicular hemartomas lesi hiperechoic, multiple, tidak ada management
(cowden disease) bilateral spesifik
tuberkulosis testis variable, orchitis, nodul OAT
atau abses
sarcoidosis nodul multiple dan konservatif
bilateral yang hipoechoic
pada testis dan
epididimis.
2.2.8. Penatalaksanaan
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu
untuk penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari
orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat
testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau
pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka
peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran (Purnomo, 2009).
36
Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non
seminoma. Jenis seminoma memberikan respon yang cukup baik terhadap radiasi
sedangkan jenis non seminoma tidak sensitif. Oleh karena itu radiasi eksterna dipakai
sebagai terapi ajuvan pada seminoma testis. Pada non seminoma yang belum
melewati stadium III dilakukan pembersihan kelerjar retriperitoneal atau
retroperitoneal lymphnode dissection (RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada
pembesaran aorta yang sangat besar didahului dengan pemberian sitostatika terlebih
dahulu dengan harapan akan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil
(Purnomo, 2009)
37
2.2.9. Prognosa
Pada beberapa tahun terakhir ini terlihat adanya peningkatan yang nyata dari
prognosis penderita tumor testis. Seminoma merupakan tumor yang radiosensitif yang
mempunyai prognosis sangat baik. Peningkatan utama, terdapat pada penderita tumor
sel benih yang non-seminoma yang disebaban oleh tiga faktor, yaitu perkembangan
teknik imaging yang lebih cepat yang memperbaiki ketepatan penilaian stadium;
peningkatan teknik pemeriksaan pertanda tumor; dan peningkatan obat kemoterapi
yang digunakan. Akibatnya, sekarang ditemukan angka kesembuhan yang sama
dengan angka kesembuhan pada seminoma.(Purnomo,2009).
Setelah menjalani terapi tumor testis, biasanya pasien dapat menjalani kehidupan
seksualnya secara normal. Kemampuan ereksi dan mencapai orgasme tetap tidak
berubah setelah terapi. Akan tetapi, laki- laki yang berkeinginan untuk mendapatkan
keturunan disarankan untuk menyimpan spermanya di bank sperma sebagai langkah
berjaga-jaga sekiranya terjadi infertilitas akibat terapi tumor kanker. Orchiectomi
sendiri tidak akan menyebabkan infertilitas, tetapi kemoterapi, radioterapi dan
RPLND yang dijalani setelah operasi yang mempunyai potensi yang tinggi dalam
mengakibatkan infertilitas. (Eggener, et al., 2011)
38
BAB V
PENUTUP
Tumor testis merupakan benjolan yang berasal dari neoplasma sel germinal atau
jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini
mempunyai derajat keganasan yang tinggi, tetapi dapat sembuh bila diberikan
penanganan yang adekuat. Tumor biasanya terjadi hanya pada satu sisi testis
(Biasanya, dua tumor ditemukan pada waktu yang berlainan). (Einhorn LH, 2007)
Tumor germ cell testis meliputi lebih dari 90% seluruh tumor testis. Tumor ini berasal
dari pluripotent germ cell yang dapat berdiferensiasi menjadi struktur embrional
(teratoma dan karsinoma embrional), struktur plasenta (tumor yolk sac dan
koriokarsinoma) atau seminoma (tumor germ cell yang paling primitif). Kanker germ
cell menunjukkan salah satu atau lebih gambaran histopatologi. Keganasan testis lain
termasuk limfoma, kanker metastasis, leukemia, tumor stroma testis, dan lain-lain
(American Medical Network, 2011).
Diagnosis banding tumor testis antara lain : epididimitis, orkitis, torsio testis,
hidrokel, varikokel, spermatokel, hernia skrotalis (Ezine,2011).Terapi yang dilakukan
tergantung stadium, bisa dilakukan radioterapi dan retroperitoneal lymphnode
dissection (RPLND).
39
DAFTAR PUSTAKA
4. Eggener, S.E., Large, M., Davis, C.P. 2011. Cancer of the Testicle (
http://www.emedicinehealth.com/cancer_of_the_testicle/, diakses pada tanggal 8
Desember 2012)
5. Einhorn, LH. 2007. Testicular cancer. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil
Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.
40
oncology. Testicular cancer (www.tri-kobe.org/nccn/guideline/urological/english/
testicular.html, diakses pada tanggal 9 Desember 2012)
11. Purnomo, Basuki P. 2009. Tumor Testis. Dasar- Dasar Urologi Edisi Ketiga.
Jakarta: Sagung Seto.
13. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Tumor Ganas
Testis. Jakarta: EGC.
15. U.S. Preventive Services Task Force. 2011. Screening for testicular cancer.
Agency for Healthcare Research and Quality (www.annals.org/content/
154/7/483.short?rss=1, diakses pada tanggal 9 Desember 2012)
16. Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J. 1996. Onkologi Edisi 5. Tumor
Testis. Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Sardjito.
17. Adham, W.K., Raval, B.K., Uzquiano, M.C., Lemos, L.B. 2011. Bilateral
Testicular Tumors: Seminoma and Mixed Germ Cell Tumor. Diakses dari
http://radiographics.rsna.org/content/25/3/835.full
19. Jeffrey d. Tiemstra, MD, and Shailendra Kapoor. 2008. Evaluation of Scrotal
Masses,University of Illinois at Chicago College of Medicine
(http://www.aafp.org/afp/2008/1115/p1165.html, diakses pada tanggal 9 Desember
2012).
41
20. Joseph, Nicholas, and Clayton, Lindy Jo. 2011. Testicular Ultrasound &
Pathology of the Testes (http://www.ceessentials.net/article42.html, diakses pada
tanggal 9 Desember 2012).
22. Carucci LR, Tirkes AT, Pretorius ES, Genega EM, Weinstein SP. Testicular
Leydig’s cell hyperplasia: MR imaging and sonographic findings. AJR Am J
Roentgenol 2003;180(2):501–503.
24. Fernández GC, Tardáguila F, Rivas C, et al. Case report: MRI in the diagnosis of
testicular Leydig cell tumour. Br J Radiol 2004;77(918):521–524.
27. Pretorius E. MRI of the male pelvis and bladder. In: Siegelman ES, ed. Body
MRI. Philadelphia, Pa: Elsevier Saunders, 2005; 372–386.
42
Lampiran
B.Lesi Kistik
1. Simple testicular
cysts
43
2.Tunica albuginea cysts
3.Epidermoid cysts
44
4. Tubular ectasia of rete testis
5.Intratesticular abscess
45
B. Lesi Vaskuler
1. Intratesticular varicocele
2.Intratesticular arteriovenous
malform
46
C. Lesi Solid
1.Fibrous pseudotumor of the testis
47
3. Testicular Fibrous
4. Testicular hematoma
48
5. Congenital testicular adrenal
rests
49
7.Granulomatous epididymo-orchitis (tuberculoma)
8. Sarcoidosis
50