Epi Lepsi
Epi Lepsi
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi yang dapat ditemukan pada
semua kalangan usia dan dapat menyebabkan mortalitas. Diduga terdapat sekitar
50 juta orang dengan epilepsi di dunia (WHO, 2010). Populasi epilepsi aktif
(penderita dengan bangkitan tidak terkontrol atau yang memerlukan pengobatan)
diperkirakan antara 4 hingga 10 per 1000 penduduk per tahun, di negara
berkembang diperkirakan 6 hingga 10 per 1000 penduduk. 1
Epilepsi telah dikenal sejak lama dan secara luas dalam masyarakat
Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa daerah untuk
penyakit ini, seperti sawan, ayan, sekalor, dan celengan. Walaupun telah dikenal
secara luas, rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini
mengakibatkan timbulnya stigma yang mengakibatkan terjadinya diskriminasi
terhadap penderita epilepsi. Penderita epilepsi sering digolongkan dalam penyakit
gila, kutukan, atau turunan sehingga penderita tidak diobati atau bahkan
disembunyikan oleh keluarganya. Akibatnya banyak penderita epilepsi yang tak
terdiagnosis
dan
tidak
mendapatkan
pengobatan
yang
tepat
sehingga
menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi penderita
maupun keluarganya. 2
Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menentukan dengan
pasti diagnosis epilepsy. Oleh karena pengobatan dapat dimulai setelah diagnosis
epilepsi harus ditegakkan dulu. Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat
dipisahkan, sebab pengobatan yang sesuai dan tepat hanya dapat dilakukan
dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula, jadi membuat diagnosis tidak hanya
diperoleh sesudah melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun
saksi mata yang mengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru
dilakukan pemeriksaan fisik neurologi, begitu diperkirakan diagnosis epilepsi
telah dibuat barulah dilanjutkan pemeriksaan tambahan untuk memastikan
diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang mendasari, jenis serangan
kejang dan sindrom epilepsi. 3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Epilepsi berasal dari perkataan Yunani epilanbanmeinyang
berarti "serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi
merupakan penyakit yang umum terjadi dan sangat penting bagi
masyarakat. 4
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai
macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang
berkala, akibat lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara
eksesif. Tergantung pada jenis gangguan dan daerah serebral yang secara
berkala melepaskan muatan listriknya. 5
Epilepsi merupakan kelainan serebral yang ditandai dengan faktor
predisposisi menetap untuk mengalami kejang selanjutnya dan terdapat
konsekuensi neurologis kognitif, psikologis, dan sosial dari kondisi ini
(Internasional League Against Epilepsy/ILAE,2005)6.
Definisi konseptual : 1
Epilepsi : kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk
menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan
konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologik, dan sosial. Definisi
asphyxia
neonatorum,
lesi
desak
ruang,
norepinefrin
dan
eksitasi
asetilkolin
dapat
disebut
sedangkan
glutamate,
neurotransmitter
inhibisiyang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin.
Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi
impuls atau rangsang.Dalam keadaan istirahat, membran neuron
mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi.
Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik. 4,5
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah
atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah
dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks
Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan
listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik
demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar
suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa
beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga
2.5. KLASIFIKASI
parsial
sederhana,
diikuti
gangguan
kesadaran
- Dengan automatisme
1.2.2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
- Dengan gangguan kesadaran saja
- Dengan automatisme
1.3. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum
(tonik-klonik, tonik atau klonik)
- Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang
umum - Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang
umum
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Elpilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur
dalam.
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (sindrom Landau-Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas.
4. Sindrom khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang yang timbul hanya sekali isolated
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian
metabolic akut, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemia
non ketabolik
4.1.4. Bangkian berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi
reflektorik).
2.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Kejang Fokal dimulai dari cetusan epileptikus di suatu area fokal di korteks.
1.1 Kejang fokal sederhana
Kesadaran tidak terganggu, manifestasi dapat berupa gangguan
sensorik, motorik, otonom, dan atau psikis. Umumnya berlangsung
beberapa detik hingga menit. Jika terjadi >30 menit dinamakan status
epileptikus fokal sederhana.6
Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami
gejala berupa: 4
deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang
sama sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan
tidak dapat dijelaskan
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk
jarum pada bagian tubih tertentu. - Gerakan yang tidak dapat
dikontrol pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi
1.2 Kejang fokal kompleks
Kesadaran terganggu sehingga pasien tidak ingat akan kejang.
Biasanya diawali dengan henti gerak keseluruhan tubuh sementara
(behaviour
arrest), dilanjutkan
9
atau
memainkan pakaiannya
Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan
berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
1.3 Secondary Generalized Seizure
Umumnya dimulai dengan aura berevolusi menjadi kejang fokal
kompleks kemudian menjadi kejang tonk-klonik umum. Akan tetapi
kejang fokal kompleks dapat berevolusi menjadi kejang umum atau suatu
aura dapat berlangsung berevolusi menjadi kejang umum tanpa kejang
2
10
Ekstensi atau fleksi tonik kepala, batang tubuh, dan atau ekstrimitas tibatiba selama beberapa detik disertai gangguan kesadaran. Kejang seperti ini
biasanya terjadi saat mengantuk, segera setelah tidur, atau segera setelah
bangun. Diasosiasikan dengan gangguan neurologis lain.6
11
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan dari anamnesis yang di dukung dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ada 3 langkah dalam menegakkan
diagnosis epilepsi yaitu sebagai berikut.1
1. Langkah pertama : pastikan adanya bangkitan epileptik
2. Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan kalsifikasi ILAE
1981
3. Langkah tiga : tentukan sindrom epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE
1989
1. Anemnesis1,3
Anamnesis : auto dan allo anamnesis dari orang tua atau saksi mata
mengenai hal terkait di bawah ini.
a. Gejala dan tanda sebelum, selama dan pascabangkitan:
Sebelum bangkitan/ gejala prodromal
Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya
bangkitan, misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat,
12
sistemik
yang
mungkin
menjadi
penyebab
maupun
komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga.
Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah
ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada
kaitannya dengan faktor genetik dimana manifestasinya adalah
serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile myoclonic epilepsy
(JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy
13
14
15
16
17
difus
maupun
yang
fokus
kadang-kadang
dapat
18
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi
namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur
pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih
spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi
kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin
dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya
meliputi:T1 dan T2 weighted dengan minimal dua irisan yaitu irisan
axial, irisan coronal dan irisan saggital. Functional Brain Imaging seperti
PET(Positron Emission Tomography), SPECT (Single Photon Emission
CT), MRS (Magnetic resonance Spectroscopy) dapat memberikan
informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan
perubahan aliran darah regional otak berkaitan dengan bangkitan 1,3
7
Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi
dengan pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini
khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif,
demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan
serangan kejang yang bukan epilepsi. 3
19
Kejang
epileptik
Riwayat :
Trauma
kepala,
alkohol,
ketergantung
an obat,
kejang
demam, yang
berkepanjang
an,
meningitis,
encephalitis,
stroke,
Riwayat
keluarga (+)
Faktor
pencetus saat
serangan:
-sleep
deprivation
-putus alkohol
-stimulasi
fotik
Karakteristik
klinis
menjelang
serangan:
Stereotipi,
Paroksimal
(detik), bisa
disertai aura
Syncope
Non epileptik
attack
disorder
Aritmic
cardiac
Hiperventilasi/
serangan
panik
Menggunakan
obat anti
hipertensi,
antidepresen
(terutama
trisiklik)
Wanita (3:1),
ketergantung
an seksuan
dan fisik
Penyakit
jantung
kongenital
Ansietas
Perubahan
posisi,
Prosedur
medis,
Berdiri lama,
Gerakan leher
(carotis
baroreseptor)
Stress,
Distress sosial
Olahraga
Situasi sosial
Lightheadedn
ess,
Gejala visual,
Gelap, kabur
Gejala awal
tidak khas
Palpitasi
Ketakutan,
Perasaan
tidak realistis,
Sulit
bernapas,
kesemutan
20
Karakteristik
klinis pada
saat
serangan:
Gerakan
tonik(kaku)
diikuti
gerakan
jerking yang
ritmis,
Gerakan
otomatism,
Cyanosis,
Bisa terjadi
dimana saja
san kapan
saja
Gejala setelah
serangan:
Mengantuk,
Lidah tergigit,
Nyeri anggota
gerak,
Defisit
neurologis
fokal (todds
paralisis)
Pucat,
Bisa disertai
kaku atau
menghentakk
an sebentar
Mirip dengan
kejang
epileptik,
akan tetapi
gerakan
lengan tidak
beraturan,
pengangkatan
pelvis, kadang
tidak bergerak
sama sekali.
Lesu
Pucat,
Bisa disertai
kaku atau
menhentakhentak
sebentar
Agitasi,
Napas cepat,
Kaku pada
tangan
(carpopedal
spasm)
Lesu
21
mana jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi belum di tegakkan. Pada proses
pemilihan OAE banyak faktor yang perlu di pertimbangkan, termasuk efikasi
relatif, tolerabilitas, toksisitas yang serius, kemudahan dalam penggunaanya (di
tentukan oleh profil farmakokinetik dan potensial interaksi dengan obat-obat
lainnya), adanya kondisi komorbid, dan harga. Usia dan jenis kelamin juga harus
dipertimbangkan. Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni: 1,7
23
24
25
BAB 3
26
PENUTUP
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi, yang di kategorikan adanya serangan paroksismal yang berkala, akibat
lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif. Tergantung pada
jenis gangguan dan daerah serebral yang secara berkala melepaskan muatan
listriknya. Epilepsi adalah salah satu penyakit tertua di dunia dan menempati
urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran otak.
Secara etiopatologik bangkitan epilepsi disebabkan oleh cedera kepala,
stroke, tumor otak, infeksi atau juga pertumbuhan jaringan saraf yang tidak
normal, pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Kerusakan sel karena
penyakit di atas mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi struktur dan
fungsi neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di
sinaps yang menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi juga di
temuka tanpa kerusakan fokus anatomi di otak. Disisi lain epilepsi dapat
mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik
dan retardasi mental. Secara biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan
oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neuron neurotransmitter
eksitatorik dan inhibitorik di otak.
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu
Epilepsi idiopatik, Epilepsi simptomatik, Epilepsi kriptogenik. Menurut ILAE
epilepsi dapat diklasifikasi menjadi mejadi
1. Kejang Parsial (fokal) yaitu kejang parsial sederhana (tanpa gangguan
kesadaran), kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran), kejang
umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik
atau klonik).
2. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi) yaitu Lena/ absens,
Mioklonik, Klonik, Tonik, Tonik-klonik, Atonik/ astatic.
3. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan
Diagnosis epilepsi ditegakkan dari anamnesis yang tepat dan benar yang di
dukung dengan pemeriksaan fisik umum dan neurologi serta pemeriksaan
27
penunjang seperti pemeriksaan lab, EEG, CT-Scan, MRI, MRS, PET. Ada 3
langkah dalam menegakkan diagnosis epilepsi yaitu sebagai berikut Langkah
pertama : pastikan adanya bangkitan epileptik, Langkah kedua: tentukan tipe
bangkitan berdasarkan kalsifikasi ILAE 1981, Langkah tiga : tentukan sindrom
epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1989.
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
OAE terutama dipilih berdasarkan tipe bangkitan, digolongkan dalam dua
kelompok: obat dengan spektrum luas dan spektrum sempit, obat-obat spektrum
sempit biasanya afektif pada bangkitan parsial dengan atau tanpa generalisasi
sekunder. Obat-obat spektrum luas menunjukan efikasi yang bagus pada tipe
bangkitan parsial dan umum, sangat berguna di situasi di mana jenis bangkitan
maupun sindrom epilepsi belum di tegakkan. Pada proses pemilihan OAE, faktor
yang perlu di pertimbangkan, termasuk efikasi relatif, tolerabilitas, toksisitas yang
serius, kemudahan dalam penggunaanya (profil farmakokinetik dan potensial
interaksi dengan obat-obat lainnya), adanya kondisi komorbid, dan harga, dan
usia. Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
28
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
29