Anemia Aplastik
Anemia Aplastik
aplastik adalah
kelainan
hematologik
yang
ditandai
dengan
penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan
dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit.
1,2,3
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988
oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas
dengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu
dilakukan autopsi ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich
kemudian menghubungkannya dengan adanya penekanan pada fungsi sumsum
tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah anemia aplastik.
1,2,4
3,5
6,7
saat
didiagnosis,
dan
bagaimana
respon
tubuh
terhadap
Mengingat kasus anemia aplastik ini memiliki angka morbiditas dan mortalitas
yang cukup tinggi dan pentingnya diagnosis lebih dini diharapkan tinjauan
pustaka ini dapat menjadi salah satu sumber referensi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai
dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia
4
aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga
menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia. Istilah
9
anemia
aplastik
sering
juga
digunakan
untuk
2.2 Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar
antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di
2
orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai
69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden
kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di
Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden
di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan
9
A.
B.
C.
2.
3,9,10
trombosit <2010 /l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik berat atau sangat berat;
dengan sumsum tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria
berikut :
kebanyakan
pasien
penyebabnya adalah
idiopatik,
yang
berarti
penyebabnya tidak diketahui. Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi
4,11
6,12
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemiaAnemia Aplatik yang diturunkan (Inherited
Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
2.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana
stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringanjaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis
sensitif.
4,12
sangat
Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik.
Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan
fibrosis.
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan
luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat
digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan
sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar
sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi
tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada
dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X).
Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1
dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada
dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan
kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien
menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah
radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.
13
13
2.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada
seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia
aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan
adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan
sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.
Kategori
Resiko Tinggi
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
Analgesik
Fenasetin, aspirin,
salisilamide
Anti aritmia
Kuinidin, tokainid
Anti artritis
Garam Emas
Kolkisin
Anti
konvulsan
Karbamazepin,
hidantoin,
felbamat
Etosuksimid,
Fenasemid, primidon,
trimethadion, sodium
valproate
Anti histamin
Klorfeniramin,
pirilamin,
tripelennamin
Anti hipertensi
Captopril, methyldopa
Anti inflamasi
Penisillamin,
fenilbutazon,
oksifenbutazon
Diklofenak,
ibuprofen,
indometasin,
naproxen, sulindac
Kloramfenikol
Dapsone, metisillin,
penisilin,
streptomisin, -lactam
antibiotik
Anti mikroba
Anti bakteri
Anti fungal
Amfoterisin, flusitosin
Anti protozoa
Kuinakrine
Alkylating
agen
Busulfan,
cyclophosphamide,
melphalan, nitrogen
mustard
Anti metabolit
Fluorourasil,
mercaptopurine,
methotrexate
Antibiotik
Daunorubisin,
Klorokuin, mepakrin,
pirimetamin
Kategori
Sitotoksik
Resiko Tinggi
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
doxorubisin,
mitoxantrone
Anti platelet
Tiklopidin
Anti tiroid
Karbimazol,
metimazol,
metiltiourasil,
potassium perklorat,
propiltiourasil,
sodium thiosianat
Sedative dan
tranquilizer
Klordiazepoxide,
Klorpromazine (dan
fenothiazin yang lain),
lithium, meprobamate,
metiprilon
Anti bakteri
Diuretik
Acetazolamide
Klorothiazide,
furosemide
Hipoglikemik
Klorpropamide,
tolbutamide
Lain-lain
Allopurinol,
interferon,
pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang
disebut resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia
aplastik merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan
resiko rendah.
2.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus
Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling
sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi
hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi
8,12,13
3. Kehamilan
Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi
hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan
mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan
membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia terjadi selama
kehamilan
berikutnya.
dengan
kejadian
yang
berulang
pada
kehamilan-kehamilan
2.5 Patogenesis
11
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan
mekanisme
utama
patofisiologi
anemia
aplastik.
Walaupun
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5
terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali,
yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien
sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik
Jenis Pemeriksaan Fisik
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang
terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda
regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan
makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif
terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm dan
3
2,9
ditemukan
megakariosit rendah.
normoseluler
atau
bahkan
hiperseluler,
akan
tetapi
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran
hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan
teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler
karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang
ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.
9,12
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel
pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada
individu yang berumur lebih dari 60 tahun.
3,9,10
14
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma
myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat
membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada
myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya
poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Het), prekursor
eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik
serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia
daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau
terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi
nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu
dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan
adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga
biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.
7,14
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell
leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali
dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.
14
berat,
granulositopenia
pendarahan
dan
akibat
trombositopenia
monositopenia
memerlukan
dan
infeksi
akibat
tatalaksana
untuk
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu
transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,
siklosporin
dan
metilprednisolon)
atau
pemberian
dosis
tinggi
15
Pengobatan Suportif
15
15
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed
red cellssampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien
dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm .
3
Terapi Imunosupresif
Obat-obatan
yang
termasuk
terapi
imunosupresif
adalah antithymocyte
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih
dari 200/mm
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan
stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.
15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi
ringan
sampai
berat
sehingga
selalu
diberikan
bersama-sama
dengan
11
11
dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness,
tapering dosis setiap 2 minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal
kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih
mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila
terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi
ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70%
pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki
angka remisi sebesar 46%.
Pemberian
dosis
15
tinggi
siklofosfamid
juga
merupakan
bentuk
terapi
siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat
imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini
pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari
pada kombinasi ATG dan siklosporin. Pemberian dosis tinggi siklofosfamid
9
sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini
belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan
lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah
dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi
ATG.
1.
15
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktorfaktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.
15
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap
siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter
ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.
Pemberian
faktor-faktor
pertumbuhan
15
11,15
9,15
memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.
9,10
10
dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif
(ATG)
maka
pemberian
transplantasi
sumsum
tulang
dapat
9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi
selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin
diambil dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini
diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena
antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.
Kriteria
respon
terapi
15
menurut
kelompok European
Marrow
Remisi
komplit
bebas
transfusi,
granulosit
sekurang-kurangnya
2.11 Prognosis
dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,210 /liter) dikaitkan dengan respon
9
buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum
tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik
daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara
terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien
mendapatkan transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun
dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak
40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang
akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker
sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin
sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang
belum mendapatkan terapi imunosupresif
mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak
mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi
imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah
terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian
mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan
berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria,
sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40% pasien yang
pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang
mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan
selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif,
hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang
sama dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki
toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat
walaupun memiliki remisi yang lebih bertahan lama.
BAB III
RINGKASAN
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen
selular pada darah tepi yaitu berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah
sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit).
g/dl). Anemia aplastik berat memiliki seluraritas sumsum tulang <25% atau 2550% dengan <30% sel hematopoietik residu, dan dua dari tiga kriteria (netrofil <
0,510 /l, trombosit <2010 /l, retikulosit < 2010 /l). Anemia aplastik sangat
9
berat sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,210 /l.
9
Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC
dan trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi
penyebab anemia aplastik harus dihentikan. Pemberian antibiotik bila terjadi
infeksi juga harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi
standar untuk anemia aplastik meliputi terapi imunosupresif atau transplantasi
sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi
sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host
Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya
ditawarkan terapi imunosupresif.
Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia
pasien, ada tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum
tulang allogenik serta apakah pasien telah mendapatkan terapi imunosupresif
sebelum tranplantasi sumsum tulang.