Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

SKENARIO PATIENT SAFETY

Disusun Oleh :
Emilia Fania
Iqbal Zain Kurniadi
Rizka Dewi Rahmiati
Kiki Pamela
Marisha Christin

G1A215035
G1A215036
G1A215039
G1A215047
G1A215066

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/KOMUNITAS
PUSKESMAS TANJUNG PINANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015

Skenario Kasus Patient Safety


Seorang pasien, laki-laki usia 50 tahun, datang ke puskesmas untuk
memeriksakan benjolan di kaki, pada betis kiri. Saat itu, dokter mendiagnosa pasien
mengalami kista aterom dengan diameter 4.5 cm. Dokter menganjurkan untuk
dilakukan ekstirpasi kista dengan bedah minor.Dokter meminta pasien memasuki
ruangan tindakan.Kemudian dokter melakukan tindakan aseptic antiseptic dengan
menggunakan alcohol 70 % (betadin habis).Dilakukan insisi menggunakan scapel
yang sudah ada di tangkainya.Sebelumnya, dokter sudah memberikan anestesi local
dengan menggunakan lidocain 2 cc. Saat melakukan tindakan, dokter menggunakan

sarung tangan non steril (sarung tangan untuk pemeriksaan).Setelah ekstirpasi, luka
pasien dijahit dan kemudian ditutup kasa dan diberi salep oksitetrasiklin. Pasien
kemudian diberikan obat minum yaitu amoxicillin 500 mg 3x sehari, dan asam
mefenamat 500mg 3x sehari. Di apotek, amoxicillin habis sehingga petugas
memberikan sulfadiazine pada pasien.
Keesokan harinya, pasien datang kembali dengan keluhan bengkak pada
bekas operasi.Kemudian dokter menjelaskan bahwa bengkak tersebut wajar karena
sedang terjadi reaksi inflamasi.Pasien kemudian pulang.
Hari ke-7 setelah operasi (janji untuk pembukaan jahitan luka), luka pasien
mengalami infeksi dan bernanah.Dokter melakukan hecting up dan perawatan luka
(permbersihan pus). Kemudian pasien diberi obat minum cefotaxim tab 2x sehari
untuk 5 hari. Tetapi keesokan harinya, pasien datang lagi dengan kulit
melepuh.Dokter mendiagnosa sebagai Steven Johnson Syndrome dan akhirnya pasien
dirujuk.

Pembahasan Topik Patient Safety

Topic 2 :What is human factors and why is it important to patient safety? (Apa itu
faktor manusia dan mengapa itu penting untuk keselamatan pasien?)
Faktor manusia adalah hubungan antara manusia dengan sistem tempat
mereka berinteraksi. Fokus dari prinsip human factors adalah peningkatan efisiensi,

kreativitas, produktivitas dan kepuasan kerja, dengan tujuan meminimalkan


kesalahan.
Poin Penting :

Kesadaran bahwa faktor manusia sebagai salah satu kontributor yang sangat
penting dalam terjadinya kejadian tidak diinginkan di setting pelayanan

kesehatan.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan

patient safety perlu

mempertimbangkan kemampuan dan keterbatasan manusia yang terlibat di

dalamnya.
Sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan prinsip patient safety perlu
meminimalkan kejadian tidak diinginkan namun tetap memerhatikan faktor
kelebihan dan kekurangan faktor manusia sebagai penyedia pelayanan

kesehatan.
To err is human
Error adalah kegagalan untuk melaksanakan suatu hal yang direncanakan

untuk mencapai luaran yang diinginkan.


Error dapat terjadi karena adanya situasi tertentu dan adanya faktor individual

yang menjadi predisposisi terjadinya error.


Faktor yang mempengaruhi IM SAFE = Illness (I), Medication (M), Stress
(S), Alcohol (A), Fatigue (F), Emotion (E).
Pada skenario diatas dokter hanya melakukan tindakan seorang diri, tidak

dijelaskan bahwa ada perawat atau tenaga medis lain yang membantu dokter untuk
melakukan tindakan. Dalam melakukan tindakan medis yang bersifat invasif
sebaiknya dokter dibantu oleh perawat atau tenaga medis lain untuk mempersiapkan
alat dan membantu dokter dalam melaksanakan tindakan, hal ini akan meningkatkan
efisiensi dari pekerjaan yang dilakukan karena dokter dapat fokus untuk melakukan
tindakan secara optimal. Selain itu apabila melakukan sebuah prosedur yang banyak
seorang diri kecenderungan akan terjadinya kesalahan semakin besar karena sifat
manusia yang lumrah untuk mengalami kesalahan.

Topic 3 :Understandingsystem and the impact of complexity on patient care


(Memahami sistem dan dampak kompleksitas pada perawatan pasien)
Perawatan pasien yang aman dan efektif tidak hanya bergantung pada
pengetahuan, keterampilan dan perilaku para petugas kesehatan, tetapi juga
bagaimana para petugas kesehatan tersebut bekerja sama dalam lingkungan kerja
tertentu, yang biasanya merupakan bagian dari organisasi yang lebih besar. Dengan
demikian penyembuhan dan perawatan pasien sangat bergantung dari banyak orang
yang menjadi suatu sistem perawatan pasien.Sistem ini tidak terbatas hanya dari
dokter dan perawat tetapi juga termasuk alat, teknologi, keluarga, dan lingkungan
disekitar pasien.
Poin penting :

Semakin kompleks suatu sistem, semakin tinggi kemungkinan terjadinya

kesalahan.
Pendekatan tradisional fokus pada individu/perorangan (naming, blaming,
shaming, retraining) bila terjadi kejadian tidak diinginkan atau kesalahan

dalampelayanan.
Untuk mencegah terjadinya kejadian tidak diinginkan atau kesalahan perlu
dilakukan pendekatan sistem yaitu dengan memahami secara keseluruhan

bagaimana dan mengapa suatu kesalahan terjadi.


Suatu kejadian tidak diinginkan atau kesalahan bersifat multifaktor (faktor
pasien, penyedia pelayanan kesehatan, tugas, teknologi, alat, tim pelayanan

kesehatan, lingkungan, dan organisasi)


Swiss cheese model untuk penelusuran akar masalah.
Pada skenario ini pasien hanya datang berobat kepuskesmas seorang diri, hal

ini akan menyebabkan informasi yang diberikan oleh dokter nantinya hanya diketahui
oleh pasien secara spesifik, walaupun nanti diceritakan ke keluarganya akan dapat
terjadi kesalahan dalam penyampaian konten dari informasi tersebut atau hal yang

harus ditekankan untuk pengawasan dan perawatan sang pasien. Selain itu seperti
yang dijelaskan pada topik sebelumnya dokter melakukan tindakan dari awal hingga
akhir seorang diri sebagai hasilnya dokter harus mempersiapkan segala hal mulai dari
persiapan alat sampai dengan penjahitan dan pemberian obat pasien.Hal ini tentu saja
memberikan beban yang lebih kepada dokter sehingga menurunkan efisiensi dari
pekerjaan yang dilakukannya.
Semakin besar dan kompleks suatu sistem memang akan cenderung
menyebabkan terjadinya kesalahan tetapi suatu pekerjaan atau tindakan yang
kompleks apabila tidak ditangani dengan sistem yang memadai juga dapat berakibat
terjadinya kesalahan. Seperti pada skenario ini tidak adanya petugas medis lain untuk
membantu dokter menyebabkan tidak adanya pengawasan terhadap alat-alat yang
akan digunakan dokter pada saat melakukan tindakan.
Topic 4 :Being an effective team player (Menjadi pemain tim yang efektif)
Kerja tim yang efektif dalam penyediaan layanan kesehatan dapat memiliki
dampaklangsung dan positif terhadap keselamatan pasien. Pentingnya tim yang
efektif dalampelayanan kesehatan semakin meningkat akibat faktor-faktor seperti:
Meningkatnya kompleksitas dan spesialisasi perawatan
Peningkatan komorbiditas
Peningkatan penyakit kronis
Kurangnya tenaga kerja global
Inisiatif jam kerja yang aman.
Poin Penting :
1. Pengertian tim sebagai satu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih
individuyang berinteraksi secara dinamis, memiliki tujuan/misi yang sama,
mendapatkantugas spesifik yang sama dan memiliki keahlian khusus yang
saling melengkapi.
2. Macam-macam tim pelayanan kesehatan (TeamSTEPPS):
Tim inti (core teams) yang bertugas langsung menyediakan
pelayanankesehatan pasien.
4

Tim koordinasi (coordinating team) yang bertanggung jawab

untukoperasional sehari-hari, manajemen sumber daya dan koordinasi.


Tim tanggap cepat (contingency team) yang dapat dibentuk untuk
keadaangawat/keadaan luar biasa atau tim yang harus bekerja cepat
(cardiac arrestteam, dll). Tim ini biasanya diambil dari anggota core

team.
Ancillary team yang bertugas menyediakan pendukung untuk
pelayananpasien, dan biasanya tidak berhubungan langsung dengan

pasien.
3. Tahapan pembentukan tim: forming, storming, norming, performing
4. Pentingnya kepemimpinan dalam tim yang efektif.
5. Komunikasi antar anggota tim pelayanan kesehatan sangat diperlukan:
SBAR(situation-background-assessment-recommendation), call out, check
back,handover/hand off (I pass the button)
6. M
anajemen konflik dalam tim pelayanan kesehatan
CUS: I am Concerned, I am Uncomfortable, this is Safety issue
DESC: Describe the specific situation or behaviour and provide
concreteevidence or data, Express how the situation makes you feel
and what yourconcerns are, Suggest other alternatives and seek
agreement, Consequencesshould be stated in terms of impact on
established team goals or patientsafety. The goal is to reach consensus
Kerja tim yang efektif dalam penyediaan layanan kesehatan dapat memiliki
dampaklangsung dan positif terhadap keselamatan pasien. Pada kasus ini, kerja sama
di Puskesmas ini dapat dinilai kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari koordinasi
antara dokter, perawat dan petugas apoteker yang masih kurang seperti :
a. Saat melakukan tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan alcohol
dikarenakan betadin habis, seharusnya perawat ataupun petugas kesehatan
dapat menyediakan betadin kembali jika sudah habis.

b. Saat melakukan tindakan dengan sarung tangan tidak steril, seharusnya


petugas kesehatan lain dapat mengingatkan dokter, bahwa hal tersebut tidak
diperkenankan, karena sangat beresiko kepada pasien.
c. Pada saat obat yang diresepkan oleh dokter habis, seharusnya petugas apotek
menanyakan terlebih dahuly kepada dokter akan pilihan obat pengganti yang
sebaiknya diberikan kepada pasien. Tetapi pada kasus ini, petugas apotek
langsung mengganti pilihan obat dokter tanpa konfirmasi kepada dokter
sebelumnya.

Tim pelayanan kesehatan (TeamSTEPPS) :


1. Tim inti (core teams) yang bertugas langsung menyediakan pelayanan
kesehatan, berupa dokter, perawat dan bidan yang memberikan pelayanan
kesehatan di Puskesmas
2. Tim koordinasi (coordinating team) yang bertanggung jawab untuk
operasional sehari-hari, manajemen sumber daya dan koordinasi, berupa
kepala puskesmas sebagai ketua tim dan petugas kesehatan lainnya sebagai
anggota tim, seperti bendahara, petugas yang memegang setiap program di
Pukesmas.
3. Tim tanggap cepat (contingency team) yang dapat dibentuk untuk keadaan
gawat/keadaan luar biasa atau tim yang harus bekerja cepat (cardiac arrest
team, dll). Tim ini biasanya diambil dari anggota core team, berupa dokter,
perawat yang terlatih.
4. Ancillary team yang bertugas menyediakan pendukung untuk pelayanan
pasien, dan biasanya tidak berhubungan langsung dengan pasien.
Komunikasi antar petugas kesehatan sangat diperlukan dalam pemberian
pelayanan kesehatan kepada pasien. Dengan adanya kerjasama tim yang efektif dan
komunikasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.

Topic 5 : Understanding and learning from errors. (Memahami dan belajar dari
kesalahan)
Mahasiswa kedokteran perlu memiliki pemahaman dasar tentang hakikat dari
kesalahan.Semua petugas kesehatan diharapkan memahami berbagai jenis kesalahan
dan bagaimanamereka dapat terjadi.Hal ini penting untuk merumuskan strategi untuk
mencegah ataumengintervensikesalahan sebelum membahayakan pasien. Hal lain
yang sama pentingnya adalah kemampuan untuk belajar dari kesalahan diri sendiri
maupun orang lain.Penyelidikan terhadap kesalahan dan kondisi yang menyebabkan
kesalahan dapatmemfasilitasi perbaikan dalam desain sistem dengan harapan
mengurangi frekuensi dandampak dari kesalahan tersebut.
Poin Penting :

Error: aktifitas mental yang sudah direncanakan tapi gagal mencapai hasil

yang diharapkan. Kegagalan tidak diakibatkan oleh intervensi lain (reason).


Belajar dari error akan lebih produktif jika dilakukan di tingkat organisasi.
Root cause analysis(RCA) merupakan pendekatan system yang terstruktur
untukmelakukan analisis.

Semua petugas kesehatan diharapkan memahami berbagai jenis kesalahan dan


bagaimana mereka dapat terjadi. Pada kasus ini, dapat dilihat bahwa dokter tidak
memahami dan belajar dari kesalahan sebelumnya yang telah dilakukan seperti

Menggunakan sarung tangan tidak steril


Menggunakan scapel yang telah ada di tangkai scapel (tidak steril)
Tidak memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakitnya serta

tindakan apa yang akan diberikan.


Tidak mengamati pasien secara baik, sehingga tidak mengetahui mengenai

pemberian obat yang berbeda dari yang diresepkan sebelumnya.


Kurangnya komunikasi dan kerjasama dengan petugas kesehatan lain yang
terlibat

Memahami dan belajar dari kesalahan tersebut sangat penting agar dapat
merumuskan strategi untuk mencegah atau mengintervensi kesalahan sebelum
membahayakan pasien.
Hal lain yang sama pentingnya adalah kemampuan untuk belajar dari kesalahan
diri sendiri maupun orang lain seperti yang dilakukan petugas apotek yang mengganti
obat pasien tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan.
Penyelidikan terhadap kesalahan dan kondisi yang menyebabkan kesalahan
dapat memfasilitasi perbaikan dalam desain sistem dengan harapan mengurangi
frekuensi dan dampak dari kesalahan tersebut.
Topic 6 :Understanding and managing clinical risk. (Memahami dan mengelola
risiko klinis)
Manajemen risiko merupakan hal yang rutin di sebagian besar industri dan
secara tradisional dikaitkan dengan efisiensi biaya.Rumah sakit dan organisasi
kesehatan menggunakan berbagai metode untuk mengelola risiko. Namun
keberhasilan dari program manajemen risiko tergantung pada pembuatan dan
pemeliharaan system pelayanan kesehatan yang aman, yang dirancang untuk
mengurangi kejadian yang tidak diinginkan dan meningkatkan kinerja manusia
Poin Penting

Pengelolaan risiko klinis merupakan upaya spesifik dengan titik berat

meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien.


Langkah pengelolaan risiko klinis: identifikasi, penilaian frekuensi dan

keparahan, pengurangan/penghilangan risiko, menghitung cost.


Aktivitas pengelolaan risiko: monitoring insiden, sentinel event, penerimaan
keluhan, coronial investigation.
Dari scenario dikatakan bahwa saat dokter melakukan insisi pada kaki pasien

menggunakan scapel yang sudah ada pada tangkainya dan dokter juga menggunakan
sarung tangan non-steril.Dari scenario tersebut dapat dilihat bahwa pengelolaan
8

resiko dokter terhadap pasien tidak diperhatikan, sehingga hal tersebut dapat
mengakibatkan kerugian pada pasien yaitu dapat terjadi infeksi dikarenakan tindakan
dokter yang tidak steril.
Pasien kembali lagi ke puskesmas karena kakinya membengkak, lalu dokter
mengatakan hal tersebut wajar karena sedang terjadi inflamasi. Dari scenario tersebut
bahwa dokter tidak memberi tahu kepada pasien hal apa saja yang mungkin dapat
terjadi pada pasien, dan membuat pasien khawatir dengan keadaan kesehatannya.
Saat dokter memberikan resep obat amoxicillin 500gr pada pasien, dan dari pihak
apotek tidak memberikan obat yang telah diresepkan dokter dan mengganti obat
tersebut dengan sulfadiazid.Dari scenario tersebut bahwa tidak ada manajemen yang
baik antara aotek dan dokter, apotek juga tidak melaporkan ketidaktersedianya obat
yang telah diresepkan dokter. Hal tersebut merugikan pasien dari sisi kesehatannya
terhadap resiko yang diterima pasien dan biaya yang dikeluarkan pasien karen
lanjutan resiko yang diterima pasien.
Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah:
-

Dokter sebaiknya lebih memperhatikan kesterilan alat dan tindakan saat


melakukan insisi.

Dokter sebaiknya memberi tahu efek yang terjadi pada pasien setelah
melakukan bedah minor, apa-apa saja reaksi yang mungkin terjadi pada
pasien.

Dokter dan pihak apotek harus memiliki hubungan komunikasi yang baik,
sehingga dalam pemberian resep yang tidak tersedia obat di apotek data
segera dilaporkan kembali kepada dokter.

Topic 7 :Introduction to quality improvement methods. (Pengantar

metode

peningkatan kualitas)

Metode peningkatan kualitas dirancang untuk mempelajari proses dan telah


berhasil digunakan selama beberapa dekade di industri lain. Dalam pelayanan
kesehatan, mahasiswa akan terbiasa dengan tujuan penelitian ilmiah, yaitu untuk
menemukan pengetahuan baru, tetapi mereka akan kurang mengenal peningkatan
kualitas, yang tujuannya adalah untuk mengubah kinerja.
Poin Penting :

Prinsip dasar peningkatan kualitas: penghargaan terhadap sistem, menyadari

variasi, teori, psikologi.


Metode peningkatan kualitas: siklus PDSA (Plan-Do-Study-Act), Clinical
Practice Improvement Methodology (CPI), Root Cause Analysis (RCA).
Dari scenario :
a. Sistem pelayanan kesehatan kurang diperhatikan
Kurangnya komunikasi dan kerjasama antar tenaga kesehatan sebagai
satu kesatuan system.Misalnya, dokter memberikan resep obat
amoxicillin dan di apotek tidak tersedia amoxicillin sehingga diberikan
sulfaniazid. Sebaiknya di ruang apotek tersedia alat komunikasi seperti
telepon, sehingga apabila tidak tersedianya obat di apotek yang telah
direpkan, apoteker dapat mengonfirmasi kekosangan obat dan
menanyakat kembali obat apa yang sebaiknya diberikan kepada
pasien.
Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memasang alat
komunikasi seperti telepon di ruang apotek untuk mengonfirmasikan
ketersediaan obat.Mencoba hal tersebut dengan metode PDSA.
b. Dokter tidak menyadari variasi yang pada pasien
Sebaiknya dokter melakukan anamnesis pada pasien mengenai riwayat
penyakit dan pengobatan sebelumnya sehingga tidak akan terjadi
reaksi atau kejadian steven Johnson syndrome

10

c. Kurang mengindahkan teori pembedahan minor


Berdasarkan teorinya, pada pembedahan minor menggunakan
handscoon steril dan alat yang digunakan lainnya yang kontak dengan
pasien dalam keadaan steril.
d. Kurang memahami psikologis pasien
Pasien sakit mengalami kecemasan. Oleh karena itu sebaiknya dokter
memberikan penjelasan kepada pasien akan apa yang terjadi dengan
tindakan sehingga pasien dapat memahami.

Topic 8 :Engaging with patients and carers. (Melibatkan pasien dan pelaku
rawat)
Salah satu ciri pelayanan kesehatan modern adalah berpusat pada pasien
(patient centered). Setiap pasien berhak menerima informasi yang berguna mengenai
kualitas perawatan yang akan mereka terima terutama jika mereka akan menjalani
suatu tindakan medis atau bedah. Informed consentmemungkinkan mereka, dalam
kolaborasi dengan profesional kesehatan, untuk membuat keputusan mengenai
tindakan dan mengetahui risiko yang terkait dengan tindakan tersebut.
Poin penting :

Komunikasi dengan pasien merupakan salah satu langkah penting dalam


membangun patient safety di pelayanan kesehatan . Bentuk komunikasi

dengan pasien dapat berupa informed consent dan atau Open disclosure
Keterlibatan pasien, keluarga, dan pelaku rawat dalam pelayanan kesehatan

primer sangatlah penting


Agar tercapai komunikasi efektif selain teknik komunikasi juga dibutuhkan
empati, kejujuran, dan kompetensi budaya (cultural competence)

11

Pada skenario, Dokter menganjurkan untuk dilakukan ekstirpasi kista


dengan bedah minor. Dokter meminta pasien memasuki ruangan tindakan. Kemudian
dokter melakukan tindakan

.Dalam hal ini tidak disebutkan bahwa dokter

melakukan informed consent. Dokter tidak menjelaskan mengenai tindakan yang


akan dilakukan dan apa saja resiko atau manfaat yang akan diterima pasien dari
tindakan. Dokter serta merta langsung memberikan tindakan kepada pasien.
Seharusnya, dokter menjelaskan terlebih dahulu mengenai tindakan yang akan
dilakukan, bahwa ekstirpasi pada kista akan menggunakan alat-alat bedah
,pasienakan diberi obat bius lokal,

kista akan diangkat, dan luka akan ditutup.

Dijelaskan apa resiko atau kemungkinan yang bisa terjadi saat dan setelah tindakan,
seperti infeksi atau perdarahan, pembengkakan setelah tindakan, dan lainnya.
Sehingga tidak akan terjadi seperti di skenario, keesokanharinya, pasien datang
kembali dengan keluhan bengkak pada bekas operasi... Bila dokter menjelaskan
sebelumnya bahwa setelah tindakan pembedahan akan terjadi pembengkakan normal
pada luka, maka pasien tidak akan khawatir dan kembali lagi ke dokter. Selain
penjelasan tersebut, dokter juga sebaiknya menjelaskan tanda apa saja yang membuat
pasien harus datang kembali, seperti perdarahan, hematom, seroma (cairan yang
keluar dari luka), dan terbukanya luka bekas operasi akibat adanya inflamasi atau
infeksi.

Setelah dijelaskan seluruhnya, dokter meminta persetujuan pasien, dan

lembar informed consent ini secara tertulis, ditanda tangani.


Topic 9 :Minimizing infection through improved infection control(menekan
infeksi melalui peningkatan pengendalian infeksi)
Semua orang, baik tenaga kesehatan maupun pasien, memiliki tanggung
jawab untuk mengurangi peluang kontaminasi pakaian, tangan dan peralatan yang
telah dikaitkan dengan jalur transmisi.

12

Poin penting :

Pengendalian infeksi masih minimal dan inkonsisten di pelayanan kesehatan


primer karena keterbatasan sarana prasarana, namun sebenarnya pengendalian
infeksi melalui peningkatan kebersihan tangan (hand hygiene) dapat

dilakukan dengan relatif mudah


Beberapa langkah Infeksi terkait pelayanan kesehatan menimbulkan
penderitaan bagi pasien dan menjadikan waktu perawatan di rumah sakit lebih
lama. Banyak yang menderita cacat permanen dan bahkan meninggal.
Pengendalian infeksi penting :
1. Kewaspadaan universal (universal precaution)
2. Mendapatkan imunisasi hepatitis B
3. Menggunakan alat pelindung diri (APD)
4. Mengetahui apa yang harus dilakukan jika terpajan dengan risiko
infeksi

Pada skenario, pencegahan infeksi yang dilakukan dokter tidak baik.dokter


melakukan tindakan aseptic antiseptic dengan menggunakan alcohol 70 % (betadin
habis) dilakukan insisi menggunakan scapel yang sudah ada di tangkainya Saat
melakukan tindakan, dokter menggunakan sarung tangan non steril. Akibat dari
tindakan tersebut, hari ke-7 setelah operasi, luka pasien mengalami infeksidan
bernanah
Pertama sekali, lakukan tindakan asepsis antisepsis yang benar.Asepsis dalam
pembedahan

bertujuan

untuk

mencegah

masuknya

bakteri

pada

luka

pembedahan.Sementara antisepsis adalah sediaan yang digunakan untuk desinfeksi


kulit pembedahan.
Yang termasuk kedalam asepsis adalah termasuk cuci tangan dan penggunaan
handscoon steril.Seharusnya dokter melakukan cuci tangan terlebih dahulu dengan
menggunakan sabun dan melakukan langkah cucitangan yang benar.Setelah itu,

13

dokter menggunakan sarung tangan steril.Karena ini adalah tindakan pembedahan,


dimana pada kista tersebut juga tidak steril sehingga sebaiknya dokter menghindari
kontaminasi infeksi dari kista dan menghindari bertambah terinfeksinya luka kista
pasien dengan menggunakan APD yaitu handscoon steril.Asepsis juga mencakup
alat-alat tindakan yang harus dalam keadaan steril.Scapel yang digunakan seharusnya
scapel baru yang masih terbungkus, terpisah dari tangkainya. Scapel yang sudah
terpasang pada tangkainya, kemungkinan sudah digunakan sebelumnya, atau
tersimpan di luar begitu saja dengan kontaminasi bakteri .
Selanjutnya, antisepsis, sterilisasi lapangan pandang pada area pembedahan
menggunakan povidone iodine yang kemudian pasang doek steril.Pada skenario,
dokter tidak menggunakan doek steril. Kemudian dokter juga hanya memberikan
alcohol 70% untuk antisepsis. Alkohol 70% memang merupakan sediaan antisepsis
yang dapat digunakan dalam pembedahan minor, namun sebaiknya menggunakan
povidone iodin karena meskipun alcohol sebagai germisidal yang bekerja cepatpada
kulit, kerjanya tidak lama sehingga akan terjadi kembali pertumbuhan bakteri secara
perlahan. Sedangkan povidone iodin membunuh semua pathogen.Maka penggunaan
antisepsis ini juga sangat penting.Namun dengan keadaan tidak adanya betadine
(povidone iodin), alcohol 70% dapat digunakan. Sebaiknya, dokter pada skenario
bekerjasama dengan petugas kesehatan lain yang ada untuk mengkonfirmasi
kebutuhan betadin untuk tindakan bedah minor.

Topic 10 :Patient safety and invasive procedure (Keselamatan pasien dan


prosedur invasif)
Banyak bukti menunjukkan bahwa pasien yang menjalani pembedahan atau
prosedur invasif akan meningkatkan risiko terjadinya kejadian yang tidak diinginkan.
Hal ini bukan semata-mata disebabkan dokter yang ceroboh atau tidak kompeten,
melainkan karena banyaknya kemungkinan terjadinya kesalahan terkait langkah

14

pembedahan yang rumit.Selain itu, kejadian infeksi pada lokasi pembedahan juga
seringkali terjadi dalam setting layanan kesehatan.
Point Penting :

Beberapa faktor penyebab terjadinya efek samping prosedur invasif adalah


kurangnya pengontrolan infeksi, manajemen pasien yang buruk serta
buruknya koordinasi atau komuniasi antar petugas medis sebelum, selama

maupun setelah prosedur invasif.


Pengendalian infeksi dalam prosedur invasif
Manajemen pasien yang tidak baik berupa implementasi guideline/ protokol
yang kurang baik, kerjasama atau kepemimpinan yang buruk, konflik antar
departemen, kurangnya jumlah tenaga, etos kerja yang kurang baik dan

pekerjaan yang terlalu banyak.


Komunikasi yang kurang efektif baik dari segi konten, waktu, orang yang
diajak berkomunikasi dan tujuan komunikasi tersebut.
Pada skenario ini prosedur aseptik dan antisepsis hanya menggunakan alkohol

70% dimana pada protokol umum dalam pembedahan tindakan tersebut harus
ditambah pemberian betadine untuk benar-benar menghilangkan patogen yang dapat
menimbulkan infeksi pada saat melakukan tindakan. Mata pisau scapel yang
digunakan dokter saat melakukan ekstirpasi kista juga merupakan mata pisau yang
masih berada pada scapel, seperti yang kita ketahui mata pisau scapel adalah barang
disposable yang harus diganti setiap kali memulai prosedur infasif, ditakutkan mata
pisau scapel tersebut telah digunakan sebelumnya atau walaupun belum digunakan
pisau tersebut tidak lagi steril karena telah terbuka dari bungkusnya. Selain itu sarung
tangan (handscoon) yang digunakan dalam prosedur invasif ini tidak merupakan
sarung tangan steril khusus untuk tindakan invasif, namun berupa sarung tangan
untuk pemeriksaan, hal ini sangat dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi
kepada pasien.Selain itu, dokter yang melakukan semua tindakan sendiri juga tidak

15

memeriksakan keadaan alat yang digunakannya saat melakukan prosedur operasi


tersebut.
Dikarenakan dokter hanya bekerja seorang diri tidak ada komunikasi dari
petugas medis lain yang dapat memberikan masukan, peringatan ataupun pengawasan
dalam setiap prosedur yang dilakukan oleh dokter, oleh karena itu pada skenario ini
amat sangat rawan terjadinya kesalahan.
Topic 11 :Improving medication safety (Meningkatkan keamanan obat)
Obat-obatan sangat erat kaitannya dengan dunia medis, penggunaan obatobatan sangat bermanfaat untuk mengobati dan mecegah penyakit.Namun obatobatan yang digunakan semuanya memiliki efek samping dibalik manfaat yang
ditimbulkannya, oleh karena itu sebagai seorang dokter yang menjadi pemberi resep
obat kepada pasien harus benar-benar memperhatikan bagaimana efek yang
ditimbulkan obat kepada pasien, baik segi manfaat ataupun efek sampingnya.
Point Penting :

Keamanan pemberian obat seperti peresepan obat, pemberian obat dan

pemantauan efek samping


Memberikan informasi penting mengenai obat seperti efek samping obat,
keadaan yang mungkin terjadi pada pasien akibat variasi tiap individu,

kegunaan obat dan bagaimana penggunaan obat tersebut


penggunaan sistem 5R dalam pemberian obat (Right Drug, route, time, dose
and patient)
Pada skenario ini dokter memberikan obat kepada pasien tanpa menanyakan

riwayat alergi yang dimiliki pasien, selain itu petugas apotek juga mengganti obat
yang seharusnya Amoxicillin dengan Sulfadiazin yang meskipun sama-sama
memiliki efek antibiotik tetapi merukapan 2 jenis obat yang berbeda, hal ini dapat
memicu terjadinya efek alergi kepada pasien akibat salah satu dari obat tersebut.
Selain itu pada saat kunjungan pasien berikutnya dokter juga tidak menanyakan dan
memeriksakan kembali keadaan dan bagaimana interaksi obat terhadap tubuh pasien.

16

Dokter ataupun petugas apotek juga tidak memberitahu kepada pasien efekefek apa saja yang mungkin timbul kepada pasien akibat obat-obatan yang akan
dikonsumsinya. Seharusnya, pada awal kunjungan pasien sebelum pemberian obat,
dokter harus menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi obat-obat tertentu
sebelumnya dan apakah obat-obatan tertentu memiliki efek yang tida dapat ditolerir
oleh pasien dikarenakan efek samping obat yang bermacam-macam dapat berakibat
hal yang tidak diinginkan seperti rasa tidak nyaman, kerusakan organ, alergi ataupun
kematian.

Kesimpulan

17

Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa dari scenario ini petugas
kesehatan (dokter) belum memenuhi patient safety. Permasalahan terdapat pada topictopik berikut :
1. Topik 3Understandingsystem and the impact of complexity on patient care

(Memahami sistem dan dampak kompleksitas pada perawatan pasien)


Kurangnya peran dari keluarga pasien dan tenaga kesehatan yang seharusnya
terlibat.
2. Topik 4 Being an effective team player (Menjadi pemain tim yang efektif)
Dokter bekerja seorang diri tanpa adanya kerjasama tim dengan tenaga
kesehatan lain.
3. Topik 6Understanding and managing clinical risk. (Memahami dan
mengelola risiko klinis)
Dokter bertindak melakukan bedah minor tanpa menilai risiko klinis yang
dapat terjadi seperti penggunaan alat tidak steril yang menyebabkan infeksi
pada pasien.
4. Topik7 Introduction to quality improvement methods. (Pengantar

metode

peningkatan kualitas)
a. Sistem pelayanan kesehatan kurang diperhatikan
b. Dokter tidak menyadari variasi yang pada pasien
c. Kurang mengindahkan teori pembedahan minor
d. Kurang memahami psikologis pasien
5. Topik 8 Engaging with patients and carers. (Melibatkan pasien dan pelaku
rawat)
Tidak adanya informed consent.
6. Topik 9Minimizing infection through improved infection control (menekan
infeksi melalui peningkatan pengendalian infeksi)
Penggunaan alat bedah non steril.
7. Topik 10 Patient safety and invasive procedure (Keselamatan pasien dan
prosedur invasif)
Terjadi efek samping prosedur invasif akibat kurangnya pengontrolan infeksi
(penggunaan alat non steril), manajemen pasien yang buruk serta buruknya
koordinasi atau komuniasi antar petugas medis sebelum, selama maupun
setelah prosedur invasif.
8. Topik11 Improving medication safety (Meningkatkan keamanan obat)

18

Kurangnya anamnesis mengenai pengobatan, dan kurangnya kerjasama


dengan apoteker dalam pemberian obat pada pasien.

19

Anda mungkin juga menyukai