DAFTAR PUSTAKA..................................................................1
ABSTRAKSI.............................................................................2
I.
PENDAHULUAN................................................................................3
A.
LATAR BELAKANG........................................................................3
B.
Rumusan Masalah............................................................................7
C.
Tujuan Penulisan..............................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................... 8
II.
A.
B.
III.
A.
Kesimpulan...................................................................................24
B.
Saran........................................................................................... 25
ABSTRAKSI
Meskipun telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk meyakini dan
menjalankan agama yang dipilih tanpa adanya pembedaan apalagi sampai
menimbulkan perlakuan diskriminatif, pelanggaran dengan jutifikasi agama masih
terus terjadi. Salah satunya adalah perlakuan diskriminatif yang didasari oleh
fenomena Islamophobia. Islamophobia adalah perasaan ketakutan atau kebencian
terhadap Islam, orang-orang Islam maupun budaya Islam. Istilah Islamophobia
muncul pertama kali pada tahun 1922 dalm sebuah essai seorang orientalis
bernama Etienne Dinet dalam karyanya yang berjudul LOrient vu delOccident.
Perlakuan diskriminatif atas dasar Islamophobia tidak bisa dibenarkan begitu saja
mengingat masih banyak yang perlu dikaji ulang dan dibuktikan terkait
menyebarnya fenomena ini. Selain itu, pada dasarnya negara-negara di Eropa dan
Amerika Serikat justru telah berulang kali dan secara gamblang melakukan
pelanggaran dalam bentuk perlakuan diskriminatif terhadap umat Muslim.
Namun, hingga kini tidak ada istilah yang menyebutkan Eropanopobia atau
Americanophobia.
Kata Kunci : Islamophobia, Diskriminatif, Eropa dan Amerika
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islamophobia adalah perasaan ketakutan atau kebencian terhadap Islam,
orang-orang Islam maupun budaya Islam. Istilah Islamophobia muncul pertama
kali pada tahun 1922 dalm sebuah essai seorang orientalis bernama Etienne Dinet
dalam karyanya yang berjudul LOrient vu delOccident. Islamophobia kemudian
menjadi sebuah istilah yang umum digunakan pada tahun 1990an untuk
mendefinisikan perlakuan diskriminatif yang diterima oleh umat Islam di Eropa
Barat. Meskipun beragam definisi mengenai Islamophobia masih ramai
diperdebatkan oleh para ahli, namun semuanya mengarah pada sebuah kesamaan
tentang terbentuknya ideologi ketakutan yang tidak rasional terhadap Islam. Dari
sinilah muncul keyakinan bahwa setiap muslim merupakan penganut fanatik
ajaran agamanya, mempunyai tendensi untuk melakkan kekerasan terhadap orangorang non-Muslim dan meyakini pula bahwa Islam menolak nilai seperti
kesetaraan, toleransi dan demokrasi.
Di kawasan Eropa, Islamophobia bukanlah sebuah fenomena baru. Gejala
kebencian terhadap Islam di belahan bumi Eropa sudah berlangsung cukup lama
semenjak abad delapan masehi dan telah berkembang dalam berbagai bentuk.
Dahulu kala, kebencian tersebut diekspresikan dalam wujud Perang Salib. Namun
fenomena Islamophobia di Eropa hari ini menjadi jauh lebih kompleks semenjak
terjadinya tragedi 11 September 2011 di Amerika Serikat serta tragedi Bom
London 7 Juli 2005.
Ketika beberapa tragedi mulai merambah di daratan Eropa, masyarakat
Eropa serta merta kembali terpengaruh untuk melihat Islam dengan penuh
kecurigaan. Sentimen seperti ini lantas dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok
sayap kanan konservatif untuk menciptakan iklim kecurigaan, prasangka, serta
ketakutan terhadap orang-orang Islam.
Beberapa partai politik konservatif semisal Barisan Nasional Perancis
(French National Front), Partai Nasional inggris (British National Party), Partai
3 | Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
pada tahun 1948 yang kemudian ditegaskan dalam konvensi tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Hak-Hak Sipil dan Politik pada tahun 1966.3
HAM yang dalam pekembangannya menjadi isu internasional yang
penting, pada sisi lain juga menjadi salah satu aspek yang debatable. Hal ini
dikarenakan HAM mengalami perkembangan dalam keadaan dan konstelasi
ekonomi, politik, dan budaya yang berbeda-beda antar-negara. Perdebatan yang
terjadi melingkupi berbagai aspek yang terdapat dalam HAM. Salah satu aspek
tersebut adalah terkait dengan isu agama.
Meskipun telah diatur dalam Deklrasi Universal HAM tahun 1948, isu
agama tetap saja menjadi aspek yang dilematis dalam perkembangan HAM. Salah
satu aspek penting yang menjadi bahasan banyak negara adalah seputar
pertanyaan apakah agama adalah aspek yang harus digabungkan dengan negara
atau harus dipisahkan dari urusan negara. Untuk itu, Pasal 2 dalam Deklrasi
Universal HAM tahun 1948 bisa menjadi rujukan dalam menjawab permasalahan
ini.
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan,
asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun
kedudukan lain.4
Mengacu pada pasal tersebut sudah sangat jelas bahwa setiap orang
memiliki kebebasan dalam beragama. Oleh karena itu, setiap negara terutama
yang telah meratifikasi Deklrasi Universal HAM tahun 1948 harus melindungi
kepentingan warga negaranya dalam aspek keagamaan terlepas apakah negara
tersebut menjadikan agama sebagai sektor privat maupun sebagai sektor publik.
3 Ibid.
4 Pasal 2 Deklarasi Universal HAM Tahun 1948 dalam
http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Pages/Language.aspx?LangID=in
5 | Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
pelangaaran HAM atas nama agama muncul dari negara yang dianggap sudah
sangat mapan dalam mengelaborasi nilai-nilai HAM, yakni Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa. Pelanggaran HAM di AS dan Eropa adalah penistaan
terhadap hak-hak kelompok minoritas terutama agama Islam dan pelecehan
sakralitas agama dengan dalih kebebasan berekspresi.
Kilas balik, pada dasarnya Amerika Serikat adalah salah satu negara yang
sangat mengedepankan kebebasan beragama dalam konsep HAM yang
dituangkan dalam Bill of Right pada tahun 1791. Bill of Right melarang negara
untuk mengutak-atik lima kebebasan dasar, termasuk didalamnya adalah
kebebasan agama bagi setiap orang. Kebijakan yang diambil dalam pembuatan
Bill of Right adalah benar-benar keputusan sebuah negara dengan adanya
pengharusan untuk menghargai hak-hak sipil yang dimiliki oleh seorang warga
negara bahkan urusan agama sekalipun.5
Peristiwa WTC pada tahun 2001 yang sebenarnya masih diperdebatkan
akan keabsahannya, pada akhirnya berhasil menggiring dunia barat terutama
Amerika Serikat menuju gerbang Islamophobia. Bahkan, hingga saat ini
fenomena Islamophobia masih terus terjadi di Amerika Serikat dan hanya
didasarkan pada doktrinasi bahwa Islam adalah agama yang radikal.
A phobia, according to the Merriam-Webster dictionary, is an
exaggerated, usually inexplicable and illogical fear of a particular object, class of
objects, or situation. It may be hard for the afflicted to sufficiently determine or
communicate the source of this fear, but it exists. In recent years, a specific
phobia has gripped Western societies, Islamophobia.6
Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan mendasar apakah peristiwa
WTC pada tahun 2001 lantas dapat dijadikan sebagai justifikasi terhadap banyak
pelanggaran intoleran terhadap umat Islam yang terjadi di Amerika Serikat?
Untuk itu, maka diperlukan pembahasan yang komprehensif dalam menjawab
pertayaan seperti ini. Jika terjadinya fenomena di Islamophoia di Amerika hanya
didasarkan pada doktrinasi tanpa dasar atau hanya didasarkan pada sebuah
kejadian yang belum terbukti keabsahannya, maka Amerika Serikat telah keliru
dalam menafsirkan apa sebenarnya HAM itu sendiri. Oleh karena itu, sudah
seharusnya dilakukan sebuah penilaian yang jauh lebih objektif terkait dengan
HAM di Amerika Serikat bahwa dalam perkembangannya Amerika Serikat
sebenarnya juga banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM.
Namun,
II. PEMBAHASAN
A. Islamophobia di Eropa dan Amerika Serikat
Seiring dengan suburnya perkembangan Islam di Eropa, Islamophobia
dikabarkan mulai tumbuh di benua ini. Serangan-serangan terhadap Muslim
maupun fasilitas keagamaan Muslim terjadi di berbagai negara. Di Jerman,
Inggris, Perancis, Belanda, Norwegia, Denmark, dan Austria tercatat terjadi
serangan yang didasari kebencian atau Islamophobia.8
Secara global, banyak Muslim melaporkan tidak merasa dihormati oleh
masyarakat Barat. Persentase yang signifikan dari beberapa negara Barat terkait
sentimen ini, mengatakan bahwa masyarakat masyarakat Barat tidak menghormati
masyarakat Muslim. Secara khusus, 52% orang Amerika dan 48% dari Kanada
mengatakan Barat tidak menghormati masyarakat Muslim. Persentase yang lebih
8 Ibid, hlm 3.
8 | Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
kecil dari Italia, Perancis, Jerman, dan Inggris responden setuju.9 Lalu apa
penyebab dari hal ini?
Belum lama, dunia dicuatkan oleh sebuah kejadian yang setidaknya
menyengat perkembangan HAM internasional terkait dengan isu rasial. Hal yang
lebih mencuatkan adalah isu sosial ini datang dari sebuah negara yang dianggap
sudah sangat mapan dalam mengelaborasi HAM, Amerika Serikat. Kasus tersebut
menimpa seorang remaja berumur 14 tahun. Terasa sangat percuma ketika
Amerika Serikat sangat vokal dalam menyuarakan perdamaian internasional pada
tingkatan High Level, namun pada nyatanya problema terkait isu HAM terutama
rasialisme dalam negerinya sendiri masih perlu dipertanyakan. Sejauh ini sudah
terdapat banyak kasus yang melibatkan Amerika Serikat dan sekaligus
menggoyahkan posisi Amerika Serikat sebagai negara yang paling mapan dan
dewasa dalam mengelaborasi nilai-nilai HAM.
Peristiwa WTC pada tahun 2001 yang sebenarnya masih diperdebatkan akan
keabsahannya, pada akhirnya berhasil menggiring dunia barat terutama Amerika
Serikat menuju gerbang Islamophobia. Dalam konstelasi politik yang memang
besar, peristiwa ini sedikit wajar apabila menimbulkan respon warga Amerika
Serikat yang begitu mengutuk tragedi ini. Namun, isu sosial yang mencuat belum
lama ini hanya datang dari seorang anak berusia 14 tahun. Kasus berbau rasisme
ini menimpa Ahmed Mohamed. Lantaran hanya menciptakan sebuah jam digital
yang kemudian ia bawa ke sekolah, ia kemudian digiring ke kantor polisi dengan
keadaan tangan diborgol. Ahmed menyatakan bahwa dia diinterogasi oleh lima
polisi yang berbeda. Kelimanya bertanya padanya kenapa dia berusaha untuk
membuat sebuah bom. Sidik jarinya juga sempat diambil oleh polisi.10 Hal ini
lantas menimbulkan pertanyaan yang mendasar, wajarkah sikap dari pihak sekolah
9 Ibid, hlm 4.
10Aditya Panji, Kisah Ahmed, Bocah Pembuat Jam Digital yang Mendadak
Tenar, CNNINDONESIA (Online), Kamis, 17 September 2015, dalam
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150917144940-199-79385/kisahahmed-bocah-pembuat-jam-digital-yang-mendadak-tenar/, diakses pada 6
November 2015 Pukul 20.30 WIB.
menempatkan
agama
dalam
sektor
privat
sudah
seharusnya
berbasis di London, Inggris itu digelar pada Agustus hingga September 2007.
Tidak hanya sebatas itu, kita juga tentunya masih ingat bagaimana Amerika
Serikat melakukan invansi ke Libya dalam misi menumbangkan Moammar
Khadafi.
Namun,
apakah
dengan
begini
lantas
memunculkan
istilah
dengan
menudingnya
sebagai
kejahatan
rasial.
Hastag
didirikan pada 1970, dan menjadi terkenal karena kartun-kartunnya yang berisiko
dan keberanian mengejek para politisi, tokoh terkenal dan simbol-simbol semua
agama. Keberanian Charlie Hebdo membuat kartun satire tentang Nabi
Muhammad dalam beberapa tahun terakhir telah membuat marah sejumlah umat
Muslim dan membuat majalah ini menjadi sasaran serangan.
Banyak umat
pasal ini secara tidak langsung menimbulkan pertentangan konsep yang cukup
mendasar. Pada hakikatnya setiap orang memang memiliki hak untuk berekspresi.
Namun pada sisi lain juga kebebasan berekspresi tersebut tentunya harus diiringi
oleh penghormatan terhadap aspek lain. Dalam kaitannya dengan kebebasan
berekspresi Majalah Charie Hebdo, terjadinya penyerangan diakibatkan oleh
adanya penistaan terhadap nilai-nilai yang dianggap suci dan sangat dijunjung
umat Islam sebagai hak azasi dalam konteks keagamaan yang tidak bisa diganggu
gugat.
2. Perlakuan Diskriminatif di Amerika Serikat dan Instrumen AntiDiskriminasi
Kejadian diskriminatif sempat dialami seorang traveler berjilbab dalam
penerbangan di AS. Protes pun ramai di social media di AS membela traveler
tersebut. Semua orang semestinya dapat perlakuan setara di pesawat terbang.
Darlene Hider adalah perempuan berjilbab yang naik maskapai Delta Air Lines
dengan nomor penerbangan 1576 dari Florida ke Detroit bersama suami dan
keempat anaknya. Saat di pesawat, salah satu anaknya yang bayi sedang sakit dan
menangis.13
Tanpa diduga, seorang wanita yang duduk di depannya menegur Hider
untuk menyuruh anaknya diam. Sang suami pun mencoba untuk menenangkan
anaknya, ketika muncul respon berikutnya dengan nada menghina Hider yang
tidak bisa mengurus anak. Tidak tanggung-tanggung, si penumpang juga
melontarkan nada rasis: Ini Amerika! Hider pun merasa terkejut dituding
demikian. Hider membalas, apa karena dia pakai jilbab lantas dirinya bukan orang
Amerika? Hider menjelaskan dirinya adalah warga negara AS kepada orang yang
mengatainya.
Dari pasal tersebut ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk dan
menjalankan agama dalam kegiatan peribadatan. Berbagai penyerangan dan
kekerasan yang dilakukan terhadap umat Muslim di Eropa jelas merupakan
sebuah bentuk pelanggaran HAM yang nyata.
B. Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
Semakin berkembang dan menjalarnya fenomena Islamophobia di negaranegara barat telah menimbulkan konsekuensi yang cukup merugikan komunitas
Muslim di negara-negara barat. Penjelasan di atas membuktikan bahwa
sebenarnya Islamophobia tidak didasari alasan yang jelas. Seharusnya negaranegara Eropa dan Amerika Serikat melakukan intropeksi dan refleksi terhadap
nilai-nilai dalam HAM yang telah diakui sebagai konsep yang tak bisa diganggu
gugat lagi. Negara-negara barat cenderung hanya melihat bahwa mereka adalah
korban dari berbagai tindakan kelompok radikal Islam. Namun, pada nyatanya
sudah sangat terbukti bahwa negara-negara barat sebenarnya juga telah banyak
melakukan berbagai pelanggaran HAM.
Di Perancis Kultur anti-agama ini sudah ada sejak abad ke 18, di mana
ketika itu Perancis menganggap agama sebagai sumber perang dan sumber
kesulitan sosial. Kultur anti-agama ini membuat masyarakat Perancis bersifat agak
segan untuk menunjukkan atribut agama. Di Perancis, agama merupakan masalah
yang sensitif. Penggunaan atribut agama di ruang publik dianggap sebagai sesuatu
yang membahayakan nyawa penganutnya, karena dapat menjadi sumber konflik
antar komunitas beragama. Dalam hal ini pemerintah Perancis mengeluarkan
peraturan terkait pelarangan wanita memakai cadar, hijab bagi wanita Muslim. 15
Sikap pemerintah Perancis secara jelas teah menodai nilai-nilai yang terkandung
dalam Deklarasi Universal HAM pada 1948 di mana Perancis menjadi salah satu
negara yang telah melakukan ratifikasi.
15 Francois Raillon, Agama dan Sensitivitas di Perancis,
CNNINDONESIA (Online), Kamis, 8 Januari 2015, dalam
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150108161402-13523297/agama-dan-sensitivitas-di-perancis/, diakses pada 5 November
2015 Pukul 21.45 WIB.
19 | Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
Pada bagian pembahasan sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa seiring dengan
suburnya perkembangan Islam di Eropa, Islamophobia dikabarkan mulai tumbuh.
Serangan-serangan terhadap Muslim maupun fasilitas keagamaan Muslim terjadi
di berbagai negara. Di Jerman, Inggris, Perancis, Belanda, Norwegia, Denmark,
dan Austria tercatat terjadi serangan yang didasari kebencian atau Islamophobia. 16
Sementara itu kondisi serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Kasus berbau
rasisme ini menimpa Ahmed Mohamed. Lantaran hanya menciptakan sebuah jam
digital yang kemudian ia bawa ke sekolah, ia kemudian digiring ke kantor polisi
dengan keadaan tangan diborgol. Selain itu juga terjadi kasus pembunuhan tiga
Muslim di North Carolina, Amerika Serikat. Kedua kasus ini dipicu oleh adanya
fenomena Islamophobia di Amerika Serikat sendiri.17
Dalam konstelasi politik yang jauh lebih luas sebenarnya Amerika Serikat telah
berulang kali melakukan bentuk pelanggaran HAM. Hal ini bisa dilihat di mana
Amerika Serikat telah melakukan intervensi dalam urusan regional di Timur
Tengah, termasuk intervensi yang melegalisasi penggunaan kekuatan militer.
Pada tahun 2011 Amerika Serikat mengeluarkan laporan tentang
kebebasan beragama di dunia. Dalam laporan ini Amerika Serikat salah satunya
menyoroti kebebasan beragama di Indonesia yang dianggap belum terlalu
menjunjung nilai HAM. Catatan penting kita tentang laporan ini adalah, bahwa
AS sesungguhnya telah kehilangan otoritas bahkan sekadar otoritas moral untuk
menyoroti palaksanaan HAM di negara-negara lain. Di AS sendiri pelecehan
berkaitan dengan agama meningkat, tetapi luput dibahas dalam laporan. Belum
lagi meningkatnya gejala Islamophobia terutama pasca Serangan 911, yang tentu
saja merupakan pelanggaran HAM. Jangan lupakan pula rencana pembangunan
masjid yang ditolak karena diklaim masih berada di Ground Zero. Belum lagi
provokasi murahan yang penuh kebencian terhadap al-Quran oleh pendeta Terry
Jones hingga pembakaran al-Quran oleh pengikutnya. Tidak ada sanksi yang tegas
dari pemerintah amerika dengan alasan itu kebebasan berekspersi. Kita juga tentu
16 Ibid, hlm.5
17 Ibid, hlm.5
20 | Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
pertama kalinya Barat menerapkan standar ganda dalam menghadapi umat Islam
dan negara-negara Islam soal hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan
berpendapat. Standar ganda yang diberlakukan negara-negara dan partai-partai
politik Barat dalam membela HAM dan kebebasan berpendapat membuktikan
tema-tema semacam ini hanya akan dihormati bila berada dalam bingkai
kepentingan negara-negara Barat. Bila tidak demikian, dengan enteng mereka
menistakan hak-hak jutaan umat Islam dengan alasan demokrasi dan membela
liberalisme.
Jujur saja, bagaimana mungkin berbicara mengenai kebebasan dan dalam
kondisi yang sama tidak mampu melihat adanya empat menara masjid? Bila di
negara-negara Islam dilaksanakan referendum soal larangan pemanfaatan menara
gereja tempat membunyikan lonceng, apakah negara-negara Barat bersikap pasif
seperti ini
Menghormati hak-hak minoritas termasuk senjata ampuh yang biasa
digunakan negara-negara Barat guna membela HAM. Dengan mengklaim
membela HAM, negara-negara ini mencela dan menekan negara-negara lain. Di
mana negara-negara yang bersikap bertentangan dengan kepentingan dan politik
mereka, dengan alasan membela HAM negara-negara tersebut ditekan secara
politik dan ekonomi. Sekalipun klaim yang demikian, umat Islam masih saja
menyaksikan betapa negara-negara Barat tidak mengindahkan hak-hak minoritas
umat Islam di Eropa dan melarang pemanfaatan simbol-simbol keagamaannya.
Hasil referendum larangan membangun menara di Swiss menunjukkan
gaya baru dalam menghadapi Islam di Eropa. Fenomena ini dapat menjadi
ketegangan politik dan perilaku rasis terhadap umat Islam. Padahal Islam adalah
agama yang menuntut kebebasan dan keadilan. Sekalipun seluruh langkah politik
dan propaganda negatif negara-negara dan media-media Barat berusaha
menampilkan wajah buruk Islam yang suka melakukan aksi kekerasan, namun
agama Islam secara bertahap malah semakin meluas. Dengan dasar ini,
kecenderungan opini publik untuk lebih mengenal Islam juga semakin luas.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meskipun telah diatur dalam Deklrasi Universal HAM tahun 1948, isu
agama tetap saja menjadi aspek yang dilematis dalam perkembangan HAM. Salah
18Sikap Anti Islam di Eropa dengan Rasa Demokrasi, IRIB (Online),
Rabu, 28 September 2015, dalam
http://indonesian.irib.ir/ranah/telisik/item/33844%20Sikap_Anti_Islam_d
i_Eropa_dengan_Rasa_Demokrasi, diakse pada 8 November 2015 Pukul
11.00 WIB.
24 | Islamophobia : Kritik Terhadap Perkembangan HAM Barat
satu aspek penting yang menjadi bahasan banyak negara adalah seputar
pertanyaan apakah agama adalah aspek yang harus digabungkan dengan negara
atau harus dipisahkan dari urusan negara.
Namun, meskipun telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk
meyakini dan menjalankan agama yang dipilih tanpa adanya pembedaan apalagi
sampai menimbulkan perlakuan diskriminatif, pelanggaran dengan jutifikasi
agama masih terus terjadi.
pelangaaran HAM atas nama agama muncul dari negara yang dianggap sudah
sangat mapan dalam mengelaborasi nilai-nilai HAM, yakni Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa.
Dalam perkembangannya di Eropa dan Amerika Serikat telah terjadi
fenomena yang dikenal dengan istilah Islamophobia. Hal ini dipandang
masyarakat barat sebagai akibat dari adanya beberapa gerakan radikal dari
ekstrimis Muslim dunia. Ketika beberapa tragedi mulai merambah di daratan
Eropa, masyarakat Eropa serta merta kembali terpengaruh untuk melihat Islam
dengan penuh kecurigaan. Sentimen seperti ini lantas dimanfaatkan oleh
kelompok-kelompok
sayap
kanan
konservatif
untuk
menciptakan
iklim
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Miriam Budiarjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik. 2000. Hal.120.