Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SEMIOTIKA

MAKNA KALIGRAFI YANG ADA DIMESJID, PESANTREN


DAN RUMAH
Disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Semiotics
Dosen Pengampu: Dadan Rusmana M.Ag

Disusun Oleh:
Wida Widiawati
1125030279
VII G

SASTRA INGGRIS
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015

Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang
selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya karena kemurahan-Nya
makalah Perusahaan Bahan Bangunan Mandiri Alfin Jaya ini
dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan.Penulis sadar bahwa
dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Akan tetapi,
dengan segala kekurangan dan keterbatasan makalah ini, mudahmudahan dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan bagi
yang membaca dan memahaminya Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan kritik guna penyempurnaan makalah ini.

Bandung, 2015

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kaligrafi merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses
penciptaannya melalui alat jasmani. Kaligrafi atau khath, dilukiskan sebagai
kecantikan rasa, penasehat pikiran, senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan
berbagai masalah kehidupan. Oleh sebagian ulama disebutkan khat itu ibarat ruh
di dalam tubuh manusia. Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa
membaca dan menulis merupakan perintah Allah SWT yang pertama
diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang tertuang dalam al-Quran
surat al-Alaq ayat 1-5, yaitu:Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan
mulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajari (mausia) dengan parantaraan kalam.
Dia mengajari manusia apa yang belum diketahuinya.
Dalam pembuatan sebuah karya kaligrafi terdapat aturan dan teknik
khusus penulisannya, pada pemilihan warna, bahan tulisan, medium, hingga pena
dan memiliki cirri khas dari masing-masing jenis kaligrafi. Walaupun hanya
belajar secara otodidak perbedaan dalam setiap jenis kaligrafi Islam dan cara
menulis yang ada dalam senikali grafi Islam memang seharusnya terlebih dahulu
di pelajari sehingga memiliki dasar yang menjadi keindahan dari kaligrafi atau
seni menulis indah.
Ditengah kebingungan manusia modern akan pemenuhan hasrat akan
makna-makna dan citraan, tanpa disadari mereka tengah kehilangan identitas
dirinya. Derasnya arus informasi membuat setiap kemudahan tiada berfaedah.
Manusia lebih tertarik untuk mengetahui hal-hal baru dan hal-hal lama dianggap
sudah kuno. Contohnya pesantren.
Harus diakui, pondok pesantren, yang dalam setiap benak selalu identik
dengan keterbatasan. Keterbatasan untuk melakukan hal-hal yang manusia
modern lakukan. Contohnya saja dalam segi fashion dan pergaulan. Para santri,
dalam hal fashion, tentulah menjadi terbatas untuk memakai pakaian layaknya
non-santri, begitu pun dalam pergaulan.
Sama halnya yang terjadi di Pondok Pesantren Pengkolan Nailul Kirom.
Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Drs. KH. Moh Kolilullah ini, mengalami
penurunan jumlah santri. Dari jumlah yang dulunya mencapai 200 orang lebih,
kini hanya berjumlah 60 santri. Menurut KH. Kolil, kesemua santrinya adalah
mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, padahal dulu
banyak pula santri yang berasal dari Universitas Pasundan, Universitas Pasundan
dll. Menurutnya juga, dulu karena keterbatasan tempat, santri-santri banyak yang
menginap di rumah-rumah penduduk. Hampir setiap rumah mempunyai satu
santri yang nyantren di ponpes Pengkolan Nailul Kirom ini.

Namun, jumlah tersebut tak menjadi masalah. Pesantren yang beramat di


Jln. Raya Cinunuk No. 101 RT: 04/ 01 Kp. Margamulya, Desa Cimekar,
Kabupaten Bandung ini, menghasilkan santri-santri yang masih produktif
membuat seni rupa yang berupa kaligrafi. Ada beberapa kaligrafi karya para santri
yang dipajang di dinding-dinding pesantren. Bukan hanya pada kertas,
kaligrafinya pun ada yang langsung dibuat di atas kaca dan ditempel menjadi
semacam pigura. Tentu saja, kaligrafi tersebut merupakan salah satu karya santri
yang paling bagus dan unik.
Kaligrafi, yang merupakan suatu bentuk seni rupa, juga merupakan salah
satu hal yang tergerus arus globalisasi. Meski masih ada saja kelompok-kelompok
tertentu yang sering mengadakan lomba pembuatan kaligrafi, namun eksistensinya
bisa dibilang mulai memudar. Hal tersebut bisa dilihat di mesjid dan rumahrumah. Kaligrafi yang terdapat di mesjid tidak sebanyak di pesantren. Kaligrafi
yang terdapat di mesjid biasanya hanya lafaz Allah dan Nabi Muhammad, senada
dengan kaligrafi di rumah-rumah.
Hal tersebut, penulis kira, merupakan salah satu dari dampak globalisasi
informasi. Di mana kini manusia menjadi acuh akan lingkungannya sendiri,
namun sibuk mengurusi pemenuhan hasrat akan citraan dirinya sendiri. hal
tersebut, tentu saja akan dibuktikan dengan penerapan teori semiotika Roland
Barthes dalam The Death of Author. Dalam menginterpretasi teks, menurut
Barthes, interpreter bukan hanya memberikan makna (yang lebih kurang
dikukuhkan, lebih kurang bebas), melainkan juga mengapresiasi kejamakan dan
mengonstitusinya (Rusmana, 2014: 189). Maka, penulis dalam menginterpretasi
teks-teks kaligrafi yang terdapat di pesantren, mesjid dan rumah, akan mengaitkan
pula dengan hal-hal lain (berupa lingkungan, masyarakat) yang mengonstruksi
makna dalam pembuatan/ pemajangan kaligrafi-kaligrafi tersebut.
Seni kaligrafi atau bisa dikenal dengan khat adalah seni tulisan indah yang
di hasilkan oleh tangan. Dalam perkembangannya lukisan seni kaligrafi yang
dibuat seorang seniman kaligrafi terkadang tidak menggunakan kaidah baku
kaligrafi sehingga menjadi nilai keindahan tersendiri bagi sipembuat lukisan seni
kaligrafi dan menjadi cirri khas seorang seniman kaligrafi, walaupun dalam
perkembangan nyakaligrafi memiliki jenis-jenis tersendiri hal ini jelas
menyimpang dari kaidah baku kaligrafi, namun kaligrafi ini mampu member nilai
baru dalam seni lukis kaligrafi dan banyak disukai olah masyarakat di Indonesia
sebagai kaligrafi kontemporer.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana makna kaligrafi yang ada dipesantren?
2. Bagaimana makna kaligrafi yang ada dimesjid?
3. Bagaimana makna kaligrafi yang ada dirumah?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Mengetahui makna kaligrafi yang ada dipesantren
2. Mengetahui makna kaligrafi yang ada dimesjid
3. Mengetahui makna kaligrafi yang ada dirumah

1.4 Manfaat Penelitian


1. Secara akademik, penelitian ini ditujukan untuk para mahasiswa ataupun
pembaca secara umum untuk dijadikan bahan analisis. Disamping itu,
penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi untuk siapa pun
yang tertarik membahas mengenai seni rupa yang berupa kaligrafi serta
hal-hal yang dapat mengonstruksi makna di dalamnya.
2. Secara praktis, penelitian ini ditujukan untuk siapa pun yang tertarik
kepada penelitian seni rupa berupa kaligrafi, dan untuk menambah
pengetahuan bagi para peminat seni rupa.

BAB II
LANDASAN TEORI
5

2.1 Kaligrafi
2.1.1 Pengertian Kaligrafi
Kaligrafi adalah salah satu jenis seni rupa Islam. Atau bisa juga
disebut ilmu seni menulis indah, ia berasal dari Bahasa Inggris, yaitu
Caligraphy is (art) beautiful hand writing. Juga dari Bahasa latin, yaitu
Calios yang berarti indah; Graph yang berarti tulisan. Jadi, kaligrafi
adalah tulisan yang indah. Kaligrafi dalam bahasa Arab disebut Alkhoth, yang berarti guratan garis atau tulisan.
Ada beberapa pengertian kaligrafi menurut para ahli. Pertama,
menurut Syaikh Syamsuddin Al-Ahfani, pengertian khath (kaligrafi)
adalah: "Ilmu yang mempelajari bermacam bentuk huruf tunggal, pisah
dan tata letaknya serta metode cara merangkainya menjadi susunan
kata atau cara penulisannya di atas kertas dan sebagainya" (Al-akfani
-Irsyadul Qasid).
Kedua, menurut Yaqut Al-Musta'shimy, "Kaligrafi adalah seni
arsitektur yang dieksoresikan lewat alat keterampilan". Ketiga,
menutut Ubaid bin Ibad: "Khat merupakan duta/ utusan dari tangan,
sedang pena adalah dutanya"

2.1.2 Jenis-jenis Kaligrafi


Dalam perkembangannya, muncul banyak jenis khat kaligrafi,
tidak semua khath tersebut bertahan hingga saat ini. Terdapat 8
(delapan) jenis khat kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para
pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu;
1. Gaya Naskhi
Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai orang-orang Islam,
baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari.
Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak
kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu
Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer
digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang.
Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan,
sehingga mudah ditulis dan dibaca.

2. Gaya Tsuluts
Kaligrafi ini merupakan seorang menteri bahasa arabnya (wazir)
di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts
sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah
dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan
yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts
bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan
terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat.
Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak
digunakan sebagai ornamen arsitektur mesjid, sampul buku, dan
dekorasi interior, dan lain sebagainya.

3. Gaya Farisi
Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan
oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa
Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat
mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian
penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebaltipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya ini banyak digunakan
sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu
dengan warna-warni Arabes.

4. Gaya Riqah
Kaligrafi ini merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya
Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya
Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riqah
dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula
digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan
praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa
harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.

5. Ijazah (Raihani)
Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan
antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para
pakar kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk
penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya.
Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit
hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk
(murakkab).

6. Gaya Diwani
Kaligrafi ini dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif.
Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer
Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke16.Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan.
Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan
tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadangkadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi
patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak
digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku.

7. Gaya Diwani Jali


Kaligrafi ini merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya
penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang
kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf
Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih
ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda
dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya
sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan
untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai
tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas.
Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak
fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.

8. Gaya Kufi
Kaligrafi gaya kufi, penulisannya banyak digunakan untuk
penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah
model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya
ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan
salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak
abad ke-7 M.

2.2 Teori Semiotika Roland Barthes


Roland Barthes, tokoh semiotika struktural asal Prancis ini, meyakini
bahwa hubungan antara petanda dan penanda tidak terbentuk secara alamiah tetapi
bersifat arbitrer, yaitu hubungan yang terbentuk berdasarkan konvensi (Rusmna,
2014: 185). Maka, penanda pada dasarnya membuka berbagai peluang petanda
atau makna.
Barthes menyebut sistem pemaknaan tanda dengan signification
(signifikasi). Signifikasi merupakan proses memadukan penanda (signifier) dan
petanda (signified) sehingga menghasilkan tanda. Signifikasi tidak
mempersatukan entitas-entitas yang unilateral, tidak pula memadukan dua hal
terma semata-mata, sebab baik penanda maupun petanda merupakan terma-terma
dari relasi.
Barthes mengkritik pendekatan tunggal yang selama ini merupakan cara
represif yang tidak produktif. Pergeseran pusat dari perhatian kepada pengarang
(author) menjadi perhatian kepada pembaca merupakan konsekuensi logis dari
semiologi Barthes, yang menekankan semiologi tingkat kedua yang member peran
besar bagi pembaca untuk memproduksi makna.
Konsep pemikiran Barthes yang operasional ini dikenal dengan Tatanan
Pertandaan (Order of Signification). Secara sederhana, kajian semiotik Barthes
bisa dijabarkan sebagai berikut: Denotasi dan Konotasi. Denotasi merupakan
makna sesungguhnya, atau sebuah fenomena yang tampak dengan panca indera,
atau bisa juga disebut deskripsi dasar. Sedangkan konotasi merupakan maknamakna kultural yang muncul atau bisa juga disebut makna yang muncul karena
adanya konstruksi budaya sehingga ada sebuah pergeseran, tetapi tetap melekat
pada simbol atau tanda tersebut.
Menurut Barthes, strukturalisme berusaha untuk memahami cara pembaca
menciptaka makna dari teks yang membawa orang untuk berpikir tentang sastra,
tidak sebagai representasi atau komunikasi, tetapi sebagai seri-seri dari bentuk
yang diproduksi oleh institusi sastra dank ode-kode diskursif dari budaya (Culler
dalam Rusmana, 2014: 189).
Pembaca dapat melakukan interpretasi terhadap suatu karya. Interpretasi di
sini berbeda dari pemahaman umum tentang penemuan makna-makna
tersembunyi atau makna ultimate dari teks. Interpretasi, dalam pengertian Barthes,
adalah menginterpretasi teks yang bukan hanya memberikan makna (yang lebih
kurang dikukuhkan, lebih kurang bebas), melainkan juga mengapresiasikan
kejamakan yang mengonstitusinya. Artinya interpretasi dilakukan dengan cara
mengaitkan objek dengan lingkungan, masyarakat tempat objek tersebut ada dan
dibuat. Hal-hal tersebut disinyalir merupakan hal-hal yang dapat mengonstruksi
makna yang terdapat dalam objek-objek yang dalam kasusnya di sini adalah teksteks kaligrafi.

10

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Makna Kaligrafi yang ada dipesantren

Kaligrafi di atas merupakan kaligrafi yang dibuat dengan gaya Naskhi


karena Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan,
sehingga mudah ditulis dan dibaca. Kaligrafi yang isinya tentang QS.Nuh
ayat 28 ini dibuat oleh salah satu alumnus pesantren Pengkolan Nailul
Kirom pada tahun 2000. Ia juga merupakan alumnus Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Tarbiyah, Jurusan
Pendidikan Agama Islam tahun 2000.
Artinya: Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang
masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman lakilaki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang
yang zhalim itu selain kebinasaan.
Surat ini terdiri atas 28 ayat, termasuk golongan surat-surat
Makkiyyah, diturunkan sesudah surat An-Nahl. Dinamakan dengan surat
Nuh karena surat ini seluruhnya menjelaskan dakwah dan doa Nabi
Nuh alaihissalam.
Pokok-pokok isinya ajakan Nabi Nuh alaihissalam kepada kaumnya
untuk beriman kepada Allah subhanahu wa taala serta bertobat
kepadanya; perintah memperhatikan kejadian alam semesta, dan kejadian
manusia yang merupakan manifestasi kebesaran Allah; siksaan Allah di
dunia dan akhirat bagi kaum Nuh yang tetap kafir; doa Nabi Nuh
alaihissalam.
Dapat dikatakan bahwa tujuan utama surah ini adalah
memperingatkan kaum musyrik Mekkah tentang bahaya yang dapat
11

menimpa mereka, sebagaimana yang menimpa kaum musyrik umat Nabi


Nuh as.
Surah ini juga bertujuan mengajar umat Islam tentang bagaimana
seharusnya berdakwah serta bagaimana cara-cara yang dapat ditempuh
untuk suksesnya dakwah.
Menurut St. Sunardi dalam (Rusmana, 2014: 193), begitu berada di
tangan pembaca yang liar dan agresif, tulisan dapat terkelupas, meledak, dan
tersebar sehingga tidak mampu dikendalikan oleh penciptanya. Dalam kata
lain, kini otoritas sebuah tulisan/ karya menjadi labil dan lemah di tangan
author-God, beralih wewenang dalam bahasa. Hidup matinya author berada
di tangan pembaca yang sedang menikmati teks.
Dari segi pemilihan ayat/ hadits, tentu saja penulis tidak menentukan
secara asal. Pemilihan hadits Qudsi di sini merupakan suatu keunikan
tersendiri mengingat hadits tersebut merupakan hadits tingkat tinggi. Juga
pemilihan gaya Farisi, yang tak semua orang bisa membaca Arab gundul.
Setidak-tidaknya, kaligrafi ini memang ditujukan untuk masyarakat yang
berada di lingkungan pesantren yang memang mengerti cara membaca Arab
gundul, terlebih memang kaligrafi ini dipajang di dinding tempat perjamuan
di Pesantren tersebut. Bisa dilihat pula dari medianya, ditulis di atas pigura
kaca berukuran sekitar 50x30 cm, dan ditulis menggunakan spidol permanen.
Dilihat dari isi hadits tersebut, yaitu tentang muqarabah atau
mendekatkan diri kepada Allah atau husnudzon yaitu berbaik sangka kepada
Allah. Berprasangka baik kepada Allah merupakan ibadah hati yang mulia.
Sesungguhnya berprasangka baik kepada Allah yakni meyakini apa yang
layak untuk Allah, baik dari nama, sifat dan perbuatan-Nya. Begitu juga
meyakini apa yang terkandung dari pengaruhnya yang besar. Seperti
keyakinan bahwa Allah menyayangi para hamba-Nya yang berhak disayangi,
memaafkan mereka dikala bertaubat dan kembali, serta menerima dari
mereka ketaatan dan ibadahnya. Dan meyakini bahwa Allah mempunyai
berbagai macam hikmah nan agung yang telah ditakdirkan dan ditentukan.
Pesantren Pengkolan Nailul Kirom, yang berada di Kampung
Margamulya Desa Cinunuk ini, terletak di dalam kampung Margamulya, jadi
kita harus menyusuri gang-gang untuk dapat sampai di Pesantren tersebut.
Namun begitu, tempatnya begitu nyaman dan sejuk. Masyarakat kampung
Margamulya sendiri sudah lumayan banyak yang lulusan perguruan tinggi,
namun tak sedikit pula yang hanya sebatas lulusan SD, SMP dan SMA.
Dalam kata lain, masyarakat Kampung Margamulya sudah melek pendidikan.
Ditandai dengan dibukanya Pondok Pesantren Nailul Kirom ini yang juga
membuka Madrasah Diniyah, hal tersebut juga diungkapkan oleh sesepuh
Ponpes tersebut yaitu, Drs. KH. Kholilullah.
Sayangnya, pendidikan tak selalu menjamin moral manusia, sekalipun ia
sarjana. Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat malah
membuat manusia modern mengalami fenomena kecemasan eksistensial/
ketakutan eksistensial dan memerlukan terapi spiritual. Kecemasan
eksistensial, menurut teolog Paul Tillich, adalah keadaan di mana seseorang
menjadi sadar akan kemungkinan ketidakberadaan. Kemudian, ia
mengelompokkan dalam tiga kategori untuk ketidakberadaan dan
12

menghasilkan kecemasan, yaitu ontic (nasib dan kematian), moral (rasa


bersalah dan penghukuman), dan rohani (kekosongan dan ketakbermaknaan).
Kecemasan eksistensial ini sedang menggerogoti manusia modern saat
ini. Di mana setiap orang berlomba-lomba menjadikan dirinya ada dengan
memakai citraan-citraan yang miskin makna. Contohnya orang berlombalomba menonton konser Lady Gaga hanya unuk dibilang keren dan berduit,
tanpa memikirkan apa manfaat dari menonton konser tersebut selain karena
hanya hiburan dan pamer hrga tiket yang berjuta-juta. Menurut Barthes
(dalam Rusmana, 2014: 201), konotasi (connotation) merupakan tanda yang
penandanya mempunyai keterbukaan petanda atau makna. Dengan kata lain,
konotasi adalah makna yang dapat menghasilkan makna lapis kedua yang
bersifat implisit, tersembunyi atau makna konotatif (connotative meaning).
Dalam kasus kaligrafi ini, secara tidak langsung, pembuat kaligrafi
mengkritik fenomena kecemasan eksistensial manusia modern ini. Jika
Socrates, ketika sedang berjalan-jalan di Pasar berkata Betapa banyak
barang-barang yang tidak aku butuhkan!, maka manusia modern berkata
Betapa banyak barang-barang yang aku inginkan! begitulah, keinginan
telah mengalahkan kebutuhan. Manusia tengah dikontrol oleh suatu mesin
hasrat di dalam dirinya. Menusia menjadi kehilangan identitas dirinya, karena
apa yang sekarang ada di dalam dirinya hanyalah kumpulan citraan.
Kemudian muncullah kegelisahan-kegelisahan ketika hasrat (misalnya hasrat
untuk berbelanja) itu tidak terpenuhi. Maka, diperlukanlah terapi spiritual
untuk mengatasasinya. Terapi spiritual ini dapat berupa mendekatkan diri
kepada Allah (muraqabah) dan ber-husnudzon kepada Allah.

3.2 Makna kaligrafi yang ada diMesjid

kaligrafi di atas merupakan kaligrafi yang ada di mesjid, tepatnya di


mesjid Nurul Hikmah, yang beralamat di Dusun Manis RT/RW 03/01 Desa
Kalimanggis Wetan Kec.Kalimanggis Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
Kaligrafi-kaligrafi tersebut sudah ada sejak mesjid ini selesai dibangun dan
diresmikan. Kaligrafi di mesjid dipajang hanya sebatas untuk memperindah/
sebagai hiasan. Hal tersebut mungkin hanya sebagai suatu kebiasaan bahwa
di mesjid memang seharusnyalah ada kaligrafi, dalam mesjid Nurul Hikmah
13

ini terdapat kaligrafi lafaz Lain syakartum laazidannakum walain kafartum


inna adzaabi lasyadid. Meski di mesjid-mesjid besar/ agung seringkali lebih
banyak kaligrafi-kaligrafi yang ada di atas tembok tempat imam, atau di
dinding-dinding mesjidnya.
Meski Mesjid Nurul Hikmah ini adalah satu-satunya mesjid terbesar di
kampong kalimanggis, namun pengadaan kaligrafi bertuliskan lafaz Lain
syakartum laazidannakum walain kafartum inna adzaabi lasyadid dirasa
sudah cukup saja. Karena kaligrafi yang dipajang di atas pun bisa dengan
mudahnya dibeli di pasaran dengan harga terjangkau.
Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang
yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (ni'mat Allah) maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS: Ibrahim:7)
Namun mensyukuri dan memuji Tuhan memiliki tingkatan.
Adakalanya pada tingkatan lisan seperti berzikir dengan lisan dan berdoa.
Terkadang pula syukur dalam perbuatan dengan menginfakkan dan
menafkahkan semua fasilitas yang diberikan Allah Swt, demi mencari ridhaNya. Memanfaatkan nikmat mata untuk menuntuk ilmu dan melayani sesama
makhluk Allah Swt, bukan untuk mencari keuntungan yang tidak halal.
Ketika manusia mengetahui bahwa ilmu dan hartanya dari Allah bukan dari
dirinya, inilah sebuah bentuk syukur. Sebaliknya, ketika manusia
menggunakan nikmat Ilahi ini di jalan yang salah, pada dasarnya tidak
bersyukur terhadap nikmat Allah.

3.3 Makna Kaligrafi yang ada di Rumah

14

Selain kaligrafi bertuliskan lafaz Allah dan Nabi Muhammad, kaligrafi di


rumah lebih didominasi oleh Surat Alfatihah dan Quran Surat Arrahman ayat
38.
Surah Al-Fatihah dalam bahasa Arab , al-Ftihah, "Pembukaan")
adalah surah pertama dalam Al-Quran. Surah ini diturunkan di Mekkah dan
terdiri dari 7 ayat. Al-Fatihah merupakan surah yang pertama-tama
diturunkan dengan lengkap di antara surah-surah yang ada dalam Al-Quran.
Surah ini disebut Al-Fatihah (Pembukaan), karena dengan surah inilah
dibuka dan dimulainya Al-Quran. Dinamakan Ummul Qur'an ; induk
al-Quran atau Ummul Kitab ; induk Al-Kitab. karena dia merupakan
induk dari semua isi Al-Quran. Dinamakan pula As Sab'ul matsaany
;tujuh yang berulang-ulang karena jumlah ayatnya yang tujuh dan
dibaca berulang-ulang dalam salat.
Al-Fatihah merupakan satu-satunya surah yang dipandang penting
dalam salat. Salat dianggap tidak sah apabila pembacanya tidak membaca
15

surah ini.[4] Dalam hadits dinyatakan bahwa salat yang tidak disertai alFatihah adalah salat yang "buntung" dan "tidak sempurna". [5] Walau begitu,
hal tersebut tidak berlaku bagi orang yang tidak hafal Al-Fatihah. Dalam
hadits lain disebutkan bahwa orang yang tidak hafal Al-Fatihah diperintahkan
membaca:
"Maha Suci Allah, segala puji milik Allah, tidak ada tuhan kecuali Allah,
Allah Maha Besar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena
pertolongan Allah."[6]
Dalam pelaksanaan salat, Al-Fatihah dibaca setelah pembacaan Doa
Iftitah dan dilanjutkan dengan "Aamiin" dan kemudian membaca ayat atau
surah al-Qur'an (pada rakaa'at tertentu). Al-Fatihah yang dibaca pada rakaat
pertama dan kedua dalam salat, harus diiringi dengan ayat atau surah lain alQur'an. Sedangkan pada rakaat ketiga hingga keempat, hanya Al-Fatihah saja
yang dibaca.
Disebutkan bahwa pembacaan Al-Fatihah seperti yang dicontohkan Nabi
Muhammad adalah dengan memberi jeda pada setiap ayat hingga selesai
membacanya, misal:
Bismillhir
rahmnir
rahm (jeda) Alhamdu
lillhi
rabbil
lamn (jeda) Arrahmnir rahm (jeda) Mliki yaumiddn (jeda) dan
seterusnya. Selain itu, kadang bacaan Nabi Muhammad pada ayat Maliki
yaumiddn dengan ma pendek dibaca Mlikiyaumiddndengan ma panjang.
Dalam salat, Al-Fatihah biasanya diakhiri dengan kata "Aamiin". "Aamiin"
dalam salat Jahr biasanya didahului oleh imam dan kemudian diikuti oleh
makmum. Pembacaan "Aamiin" diharuskan dengan suara keras dan
panjang.Dalam hadits disebutkan bahwa makmum harus mengucapkan
"aamiin" karena malaikat juga mengucapkannya, sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa "aamiin" diucapkan apabila imam mengucapkannya
Pembacaan Al-Fatihah dan surah-surah lain dalam salat ada yang
membacanya keras dan ada yang lirih. Hal itu tergantung dai salat yang
sedang dijalankan dan urutan rakaat dalam salat. Salat yang melirihkan
seluruh bacaannya (termasuk Al-Fatihah dan surah-surah lain) dari awal
hingga akhir salat, disebut Salat Sir (membaca tanpa suara). Salat Sir
contohnya adalah Salat Zuhur dan Salat Ashar dimana seluruh bacaan salat
dalam salat itu dilirihkan. Selain salat Sir, terdapat pula salat Jahr, yaitu
salat yang membaca dengan suara keras. Salat Jahr contohnya adalah salat
Subuh, salat Maghrib, dan salat Isya'. Dalam salat Jahr yang berjamaah,
Al-Fatihah dan surah-surah lain dibaca dengan keras oleh imam salat.
Sedangkan pada saat itu, makmum tidak diperbolehkan mengikuti
bacaan Imam karena dapat mengganggu bacaan Imam dan hanya untuk
mendengarkan. Makmum diperbolehkan membaca (dengan lirih) apabila
imam tidak mengeraskan suaranya. Sementara dalam Salat Lail, bacaan
Al-Fatihah diperbolehkan membaca keras dan diperbolehkan lirih, hal ini
seperti yang tertera dalam hadits:
"Rasulullah bersabda, "Wahai Abu Bakar, saya telah lewat di
depan rumahmu ketika engkau salat Lail dengan bacaan lirih." Abu Bakar
menjawab, "Wahai Rasulullah, Dzat yang aku bisiki sudah mendengar."
16

Dia bersabda kepada Umar, "Aku telah lewat di depan rumahmu ketika
kamu salat Lail dengan bacaan yang keras." Jawabnya, "Wahai
Rasulullah, aku membangunkan orang yang terlelap dan mengusir setan."
Nabi Muhammad bersabda, "Wahai Abu Bakar, keraskan sedikit
suaramu." Kepada Umar dia bersabda, "Lirihkan sedikit suaramu."

Surah Ar-Rahman (Arab: )adalah surah ke-55 dalam alQur'an. Surah ini tergolong surat makkiyah, terdiri atas 78 ayat.
Dinamakan Ar-Rahmaan yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari
kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. ArRahman adalah salah satu dari nama-nama Allah. Sebagian besar dari
surah ini menerangkan kepemurahan Allah swt. kepada hamba-hambaNya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik
di dunia maupun di akhirat nanti.
Ciri khas surah ini adalah kalimat berulang 31 kali Fa-biayyi alaa'i
Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang
kamu dustakan?) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan
nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.
Pokok-pokok terjemahan
Yang Maha Pengasih, Yang menyampaikan Al-Quran. Yang menciptakan
manusia. (Ayat:1-3)
1. Tiap-tiap yang ada padanya (bumi) akan binasa. tetapi untuk selamanya
Wajah Tuhanmu Yang Maha Menakjubkan dan Maha Agung. manakah
perkara Tuhan yang kalian berdua dustakan? (Ayat:26-28)
2. bergantung padaNya yang ada di langit juga di bumi. setiap hari Dia
senantiasa Memelihara. manakah perkara Tuhan yang kalian berdua
dustakan? (Ayat:29-30)
3. Tiada upah (bagi) kebaikan melainkan kebaikan. manakah perkara Tuhan
yang kalian berdua dustakan? (Ayat:61)

FABIAYYI ALAA 'IRAABIKUMAA TUKADZDZIBAANN (maka nikmat


Tuhan manakah yang kamu dustakan). Tiga puluh ayat dalam surat Ar

17

Rahman memiliki kalimat ini; maka nikmat Tuhan manakah yang kamu
dustakan? Berulang, Allah memberi peringatan kepada kita; maka nikmat
Tuhan manakah yang kamu dustakan?
Melalui surat ini Allah seolah memberi sinyal kepada kita akan sifat
kita yang pelupa, kufur nikmat, dan tidak mau berfikir. Ya, tiga hal itu yang
ada dibenak saya (semoga Allah mengampuni kesalahanku) ketika ayat demi
ayat dibaca.

Keutamaan Surat Ar Rahman


1. Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang membaca surat Ar-Rahman,

Allah akan menyayangi kelemahannya dan meridhai nikmat yang


dikaruniakan padanya. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5/187).

2. Imam Jafar Ash-shadiq (sa) berkata: Barangsiapa yang membaca surat

Ar-Rahman, dan ketika membaca kalimat Fabiayyi li Rabbikum


tukadzdzibn, ia mengucapkan: L bisyay-in min lika Rabb akdzibu
(tidak ada satu pun nikmat-Mu, duhai Tuhanku, yang aku dustakan), jika
saat membacanya itu pada malam hari kemudian ia mati, maka matinya
seperti matinya orang yang syahid; jika membacanya di siang hari
kemudian mati, maka matinya seperti matinya orang yang syahid.
(Tsawabul Amal, hlm 117).

3. Imam Jafar Ash-Shadiq (sa) berkata: Jangan tinggalkan membaca surat

Ar-Rahman, bangunlah malam bersamanya, surat ini tidak menentramkan


hati orang-orang munafik, kamu akan menjumpai Tuhannya bersamanya
pada hari kiamat, wujudnya seperti wujud manusia yang paling indah, dan
baunya paling harum. Pada hari kiamat tidak ada seorangpun yang berdiri
di hadapan Allah yang lebih dekat dengan-Nya daripadanya.

Pada saat itu Allah berfirman padanya: Siapakah orang yang sering
bangun malam bersamamu saat di dunia dan tekun membacamu. Ia
menjawab: Ya Rabbi, fulan bin fulan, lalu wajah mereka menjadi putih,
dan ia berkata kepada mereka: Berilah syafaat orang-orang yang mencintai
kalian, kemudian mereka memberi syafaat sampai yang terakhir dan tidak
ada seorang pun yang tertinggal dari orang-orang yang berhak menerima

18

syafaat mereka. Lalu ia berkata kepada mereka: Masuklah kalian ke surga,


dan tinggallah di dalamnya sebagaimana yang kalian inginkan. (Tsawabul
Amal, hlm 117).

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
19

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:


1. Kaligrafi di pesantren lebih rumit tingkat pembuatan dan
penafsirannya karena dibuat bukan hanya untuk sebagai hiasan namun
juga sebagai kritik sosial. Contohnya kaligrafi yang berisi hadits
riwayat Muslim tentang muraqabah dan husnuzdon yang menkritik
tentang fenomena manusia modern menghadapi kecemasan
eksistensial yang memerlukan terapi spiritual dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah.
2. Kaligrafi yang ada di mesjid sebagian besar hanya ada lafaz Allah dan
Nabi Muhammad. Selain itu, kaligrafi di mesjid hanya diperuntukan
sebagai hiasan dan penanda bahwa mesjid adalah tempat ibadah umat
islam yang berTuhan Allah SWT dan berNabi Nabi Muhammad SAW.
3. Kaligrafi yang ada di rumah-rumah lebih dikhususkan sebagai
kepercayaan akan mitos, hiasan dan pengingat.

4.2 Kritik dan Saran


Alhamdulilah berkat kesempatan yang diberikan Allah
SWT makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktunya. Demikian yang
dapat kami sampaikan dan tulisan dalam makalah ini , jika ada kekurangan
maka kami selaku penulis memohon maaf yang sebesar besarnya serta
besar harapan kami untuk mendapatkan saran-saran yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika: Paradigma, Teori, dan Metode


Interpretasi Tanda dari Semiotika Struktural Hingga Dekonstruksi Praktis.
Bandung: Pustaka Setia.
20

Sumber dari internet:


Wikipedia.org/wiki/SurahAr-Rahman
Wikipedia.org/wiki/SurahAl-Fatihahn

Lampiran Foto

1.Pondok Pesantren Nailul Kirom

21

2.Mesjid Pondok Pesantren Nailul Kirom

3.Pondok Putra Pesantren Nailul Kirom

22

4. Foto bersama Pemilik Pondok Pesantren Nailul Kirom (Drs. KH.


Moh. Kolilullah) dan istrinya (Hj. Iah Hasanah)

23

Anda mungkin juga menyukai