Anda di halaman 1dari 112

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan :


a) Permasalahan sampah
b) Pengelolaan sampah
c) Sumber sampah
Pertemuan

:1

Hari/ Tanggal

: Senin/ 18 Agustus 2014

Dosen

: 1. dr. Elisabeth sukianty, MS


2. Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
A. Permasalahan Sampah
Pengertian sampah :
1) WHO
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006).
2) Undang-Undang Pengelolaan Sampah No 18 Tahun 2008
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses
alam yang berbentuk padat.
3) Juli Soemirat (1994)
Sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan
bersifat padat.
4) Azwar (1990)
Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi
bukan biologis karena kotoran manusia (human wasted) tidak termasuk
kedalamnya.
5) Para Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika

Sampah (wasted) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,


tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
6) Notoatmodjo (2003)
Sampah mengandung prinsip berikut:
- Adanya sesuatu benda atau bahan padat
- Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan
-

kegiatan yang dilakukan manusia.


Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi

Menurut Tchobanoglus (1993) sumber sampah pada masyarakat secara


umum berhubungan dengan penggunaan lahan dan wilayah. Ada beberapa macam
klasifikasi sampah, antara lain:

Pemukiman
Perdagangan
Institusional (perkantoran)
Konstruksional dan demolition (pembangunan dan penghancuran)
Municipal service (bengkel di perkotaan)
Tempat pengolahan sampah
Industri
Pertanian

Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di


Indonesia seperti Jakarta, mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan
prasarana perkotaan, seperti masalah sampah. Diperkirakan hanya sekitar 60 %
sampah di kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA), yang operasi utamanya adalah pengurugan (landfilling).
Banyaknya sampah yang tidak terangkut kemungkinan besar tidak terdata secara
sistematis, karena biasanya dihitung berdasarkan ritasi truk menuju TPA. Jarang
diperhitungkan sampah yang ditangani masyarakat secara swadaya, ataupun
sampah yang tercecer dan secara sistematis dibuang ke badan air .
Sampai saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan adalah :
KUMPUL ANGKUT dan BUANG dan andalan utama sebuah kota dalam
menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling pada
sebuah TPA. Pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius
pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus-kasus kegagalan TPA. Pengelola
2

kota tampaknya beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya dapat menyelesaikan


semua persoalan sampah, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional
terhadap sarana tersebut. TPA dapat menjadi bom waktu bagi pengelola kota.
Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan sampah, di
antaranya :

Masalah estetita (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan

bagi pandangan mata.


Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau adanya tumpukan sampah
yang terbengkelai adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagaian

besar masyarakat.
Sampah yang terdiri atas berbagai bahan organik dan anorganik apabila
telah terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar, merupakan sarang atau
tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor
penyakit, seperti lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan sebagainya.
Juga merupakan sumber dari berbagai organisme patogen, sehingga
akumulasi sampah merupakan sumber penyakit yang akan membahayakan
kesehatan masyarakat, terutama yang bertempat tinggal dekat dengan

lokasi pembuangan sampah.


Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari
udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organik dan
debu yang beterbangan akan mengganggu saluran pernafasan, serta

penyakit lainnya.
Timbulan lindi (leachate), sebagai efek dekomposisi biologis dari sampah
memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air sekelilingnya,
terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah oleh lindi
merupakan masalah terberat yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan

sampah.
Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan mudah terbakar.
Misalnya tumpukan sampah kertas kering akan mudah terbakar hanya
karena puntung rokok yang masih membara. Kondisi seperti ini akan

menimbulkan bahaya kebakaran.


Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air
buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan bahaya
banjir akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.
3

Beberapa sifat dasar dari sampah, seperti kemampuan termampatkan yang


terbatas, keanekaragaman komposisi, waktu untuk terdekomposisi
sempurna yang cukup lama, dan sebagainya, dapat menimbulkan beberapa
kesulitan dalam pengelolaannya. Misalnya, diperlukan lahan yang cukup
luas dan terletak agak jauh dari pemukiman penduduk, sebagai lokasi
pembuangan akhir sampah. Volume sampah yang besar merupakan
masalah tersendiri dalam pengangkutannya, begitu juga dengan masalah

pemisahan komponen-komponen tertentu sebelum proses pengolahan.


Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, kurangnya kemampuan
pendanaan, skala prioritas yang rendah, kurangnya kesadaran penghasil
sampah merupakan masalah tersendiri dalam pengelolaan sampah
khususnya di kota-kota besar.

B. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah didefinisikan adalah semua kegiatan yang bersangkut
paut dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer dan
transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir/pembuangan sampah, dengan
mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi,
estetika dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respon
masyarajat.

Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah


didefinisikan

sebagai

kegiatan

yang

sistematis,

menyeluruh,

dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan


pengurangan meliputi :

Pembatasan timbulan sampah

Pendauran ulang sampah, dan/atau

pemanfaatan kembali sampah


Sedangkan kegiatan penanganan meliputi:

Pemilihan
4

Pengumpulan

Pengangkutan

Pengolahan

Pemrosesan akhir sampah

C.Sumber Sampah
Sumber sampah:
-

Pemukiman (domestic wasted).


Tempat-tempat umum.
Perkantoran, umumnya bersifat anorganik dan mudah terbakar

(institutional wasted).
Jalan raya (street sweeping).
Industri (industrial wasted).
Pertambangan.
Peternakan dan perikanan.

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan :


a)
b)
c)
d)

Konsep dasar tanah


Pengertian tanah
Susunan tanah
Pembentukan tanah

Pertemuan

:2

Hari/ Tanggal

: Senin/ 25 Agustus 2014

Dosen

: 1. Muchsin riviwanto, SKM, M.Si


6

2. dr. Elisabeth sukianty, MS


MATERI PENGAJARAN
A. Konsep Dasar Tanah
Pada mulanya tanah dipandang oleh para geologi (abad XIX) sebagai
lapisan permukaan bumi (natural body) yang berasal dari bebatuan (natural
material) yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya alam (natural
force) sehingga membentuk regolit (lapisan berpartikel).
Pandangan revolusioner oleh Dokuchaev dari Rusia tahun 1870 dimana
tanah adalah hasil evolusi alam yang bersifat dinamis sepanjang masa dipengaruhi
oleh faktor-faktor genetik dan llingkungan meliputi bahan induk, iklim, organisme
dan topografi.
B. PengertianTanah
Secara singkat dapat dikatakan : Tanah adalah kulit bumi tempat
tumbuhan hidup. Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan
bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi
karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air
sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga
menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga
menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat,
tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
1. Pendekatan geologi
Tanah telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya alam, sehingga
membentuk regolit (lapisan partikel halus). Tanah merupakan bagian terluar
dari bumi.
2.

Pendekatan pedalogi
Tanah adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak di
permukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor : Bahan Induk, Iklim, Organisme,

Topografi, dan Waktu. Pendekatan Ilmu Tanah sebagai Ilmu Pengetahuan


Alam Murni.
Arti Ped = gumpalan tanah
3.

Pendekatan edaphologi
Tanah adalah media tumbuh tanaman.
Arti Edaphos = bahan tanah subur

4.

Profil tanah
Profil tanah adalah irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas hingga ke
bebatuan induk tanah (regolit),

5.

Lapisan tanah

Lapisan atas

Serasah (sisa-sisa tanaman)

Bahan organik tanah (BOT) hasil dekomposisi serasah

Horizon mineral ber BOT tinggi sehingga berwarna agak gelap

Lapisan bawah :

horizon mineral telah tercuci (tereluviasi) berwarna terang

Lapisan transisi

Lapisan induk

Bebatuan

C. Fungsi Tanah
8

1.

Produksi biomassa: tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran,


sumberhara dan zat pendukung pertumbuhan.

2.

Penyaringan, penyangga dan pengubahan atmosfer, air tanah dan akar


tanaman.

3.

Habitat biologidankonservasigenetik.

4.

Sebagai ruang infrastruktur untuk teknik, industri dan sebagai


sumberdaya sosial ekonomi serta pembangunannnya energi, material
dasar, pertambangan dan air.

5.

Sebagai sumber keindahan dan warisan budaya.

Pedosfer
Sebagai bagian tubuh alam pedosfer (material tanah secara keseluruhan)
memiliki hubungan timbal balik dengan bagian tubuh alam yang lain yaitu :
Litosfer (batuan), Biosfer (makhluk hidup), Hidrosfer (perairan), dan Atmosfer
(udara).
Tanah terbentuk dan mengandung keempat bahan alam tersebut.
D. Susunan tanah
Secara umum tanah (dengan bahan induk mineral) tersusun atas 50%
bahan padatan (45% bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air dan 25%
udara. Sedangkan padat anah organik (misalnya gambut), bahan padatan tersebut
terdiri atas 5 % bahanan organik dan 45% bahan organik). Bahan organik dalam
tanah terdiri atas mikroorganisme 10 %, akar 10% dan humat 80 %, meskipun
jumlahnya sedikit namun memiliki fungsi sangat penting.

Diagram susunan tanah

E. Komponen tanah
Mineral tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir (sand), debu (silt)
dan lempung (clay). Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya
yang berbeda.
-

Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2.000

mikrometer.
Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari
-

200 mikrometer.
Partikel lempung berukuran kurang dari 2 mikrometer.

Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas
permukaan partikel per satuan bobot makin besar.
F. Keragaman tanah
Tanah beragam dari satu tempat ketempat yang lain, tidak secara acak tetapi
secara sistematis, tanah didaerah tundra berbeda dengan tanah tropika, tanah
didaerah yang terjal berbeda dari tanah dataran, dan tanah bervariasi dalam jarak
yang pendek.
Jika kita berjalan dari puncak bukit menuju kelembah, kita akan menjumpai
tanah dengan bentuk dan sifat yang berbeda demikian juga kemampuan untuk
digunakan misalnya sebagai lahan budidaya tanaman atau untuk membangun jalan
dan rumah. Keragaman ini mencerminkan posisi yang unik bagi tanah
dibandingkan dengan komponen planet Bumi lainnya. Tanah adalah penghubung
antara atmosfer, litosfer, hidrosfer, dan biosfer.
10

G. Pengelompokan tanah
a. Tanah endodinamomorf
Merupakan tanah mempunyai sifat-sifat terutama kimiawi yang
identik dengan bahan induknya atau terbentuk dari bahan induk residual
Meliputi:

Lithosol berwarna kuning dan erbentuk dari bahan induk asal


kompleks granit, terdapat di india

b.

Andosol didataran tinggi indonesia dan filipina

Grumodol di pulau jawa

Organosol (tanah gambut) di akwasan rawa-rawa pantai

Tanah ektodinamomorf
Mempunyai sifat-sifat tidak identik dengan bahan induknya
misalnya tanah aluvial yang terletak di pinggiran sungai
H. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah
Diformulasikan ole Jenny (cit darmawijaya, 1990) sebagai berikut:
S = f (i, h, b, t, w)
Dimana :
s= sifat fisik tanah sep.kadar liat, pH, dll
i=Iklim
h = jasad hidup
b= bahan induk
t= topografi
w = waktu

11

a. Iklim
Merupakan rerata cuaca pada jangka panjang minimall per musim,
atau periode per tahun. Sedangkan cuaca kondisi iklim pada suatu waktu
berjangka pendek mis. Harian, mingguan, dan bulanan.
Komponen iklim yang berperanan adalah curah hujan (presipitasi)
dan

temperatur.

Berdasarkan

nisbah

antara

presipitasi

(P)

dan

evapotranspirasi (Et) tanah terbagi 2 yaitu :


1) Daerah humid (basah) apabila nisbah P : Et lebih besar 0,7 , ciri-ciri
tanah kuning tua merah, coklat dan hitam.
2) Daerah arid (kering) apabila nisbah kurang dari 0,7, ciri tanah kerakkerak gram dipermukaan.
b. Curah hujan
Sebagai pelarut dan pengangkut mepengaruhi komposisi kimiawi
mineral-mineral penyusun tanah, kedalaman dan differensiasi profil tanah
dan sifat fisik tanah. Curah hujan berkorelasi dengan pembentukan
biomass (bahan organik) tanah. Curah hujan yang kurang akan
menghambat pertumbuhan dan pekembangannnya.
c. Temperatur
Merupakan cerminan energi panas. Berfungsi sebagai :
1) Proses fisik pembentukan liat dengan pelapukan bebatuan.
2) Menghasilkan jenis dan populasi yang berbeda pula.
3) Kesempurnaan proses dekomposisi biomass tanah hingga ke
mineralisasi.
d. Jasad hidup
Paling berperanan dalam mempengaruhi proses genesi dan
perkembangan profil tanah. Sumber utama biomass atau bahan organik
tanah (BOT). BOT terdekomposisi oleh jasad hidup akan menjadi
sumber energi dan hara bagi mikrobia heterotrofik
e.

Bahan Induk
Menentukan sifat fisik maupun kimia tanah yang terbentuk secara
endodinamomorf. Pengaruh bahan induk :
1)

Bahan induk asal bebatuan beku asam Mempunyai tekstur berpasir


kasar.
12

2)
3)

Bahan induk asal bebatuan basa umumnya mudah lapuk.


Tekstur tanah yang dipengaruhi mineral sukar lapuk seperti pasir

4)

kuarsa.
Bahan induk debu vulkanik akan terbentuk andosol didominasi liat
amorf disebut alofan relatif subur.

f.

Topografi
Adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah
termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Pengaruh topografi :
1)
2)
3)
4)

Jumlah air hujan dapat meresap atau disimpan oleh massa.


Kedalaman air tanah.
Besarnya erosi yang dapat terjadi.
Arah pergerakan air membahwa bahan-bahan terlaruh dari tempat
yang tinggi ke tempat rendah.

g.

Waktu
Menentukan jenis dan sifat-sifat tanah. Mohr dan Van baren
membedakan fase pembentukan tanah, yaitu sebagai berikut :
1) Fase awal dengan indikator bahan induk belum mengalami
proses pelapukan.
2) fase juvenil dengan indikator bahan induk mulai mengalami
proses pelapukan.
3) Fase viril diindikasikan oleh optimumnya laju proses
pelapukan, bebatuan mulai pecah, mineral sekunder terbentuk.
4) Fase senil proses pelapukan telah lanjut yaitu kecepatan

proses mulai menurun.


5) Fase akhir ditandai oleh berakhirnya proses pelapukan
Mata Kuliah
: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A
Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan :


a) Bentuk-bentuk kerusakan tanah
b) Parameter kerusakan tanah
c) Rasio C/N
Pertemuan

:3

Hari/ Tanggal

: Senin/ 1 September 2014


13

Dosen

: Mahaza, SKM, M.Kes

A. Bentuk-bentuk kerusakan tanah


1. Kerusakan tanah akibat proses alam
Kerusakan tanah oleh alam terjadi karena adanya gejala atau peristiwa
alam yang terjadi secara hebat sehingga memengaruhi keseimbangan lingkungan
hidup. Peristiwa-peristiwa alam yang dapat memengaruhi kerusakan lingkungan,
antara lain meliputi hal-hal berikut ini :
a) Letusan gunung api
Letusan gunung api dapat menyemburkan lava, lahar, material-material
padat berbagai bentuk dan ukuran, uap panas, serta debu-debu vulkanis. Selain
itu, letusan gunung api selalu disertai dengan adanya gempa bumi lokal yang
disebut dengan gempa vulkanik. Aliran lava dan uap panas dapat mematikan
semua bentuk kehidupan yang dilaluinya, sedangkan aliran lahar dingin dapat
menghanyutkan lapisan permukaan tanah dan menimbulkan longsor lahan. Uap
belerang yang keluar dari pori-pori tanah dapat mencemari tanah dan air karena
dapat meningkatkan kadar asam air dan tanah.
Debu-debu vulkanis sangat berbahaya bila terhirup oleh makhluk hidup
(khususnya manusia dan hewan), hal ini dikarenakan debu-debu vulkanis
mengandung kadar silika (Si) yang sangat tinggi, sedangkan debu-debu vulkanis
yang menempel di dedaunan tidak dapat hilang dengan sendirinya. Hal ini
menyebabkan tumbuhan tidak bisa melakukan fotosintesis sehingga lambat laun
akan mati. Dampak letusan gunung memerlukan waktu bertahun-tahun untuk
dapat kembali normal. Lama tidaknya untuk kembali ke kondisi normal
tergantung pada kekuatan ledakan dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Akan
tetapi, setelah kembali ke kondisi normal, maka daerah tersebut akan menjadi
daerah yang subur karena mengalami proses peremajaan tanah.
b) Gempa bumi
14

Gempa bumi adalah getaran yang ditimbulkan karena adanya gerakan


endogen. Semakin besar kekuatan gempa, maka akan menimbulkan kerusakan
yang semakin parah di muka bumi. Gempa bumi menyebabkan bangunanbangunan retak atau hancur, struktur batuan rusak, aliran-aliran sungai bawah
tanah terputus, jaringan pipa dan saluran bawah tanah rusak, dan sebagainya. Jika
kekuatan gempa bumi melanda lautan, maka akan menimbulkan tsunami, yaitu
arus gelombang pasang air laut yang menghempas daratan dengan kecepatan yang
sangat tinggi.
Masih ingatkah kalian dengan peristiwa tsunami di Nanggroe Aceh
Darussalam di penghujung tahun 2004 yang lalu? Contoh peristiwa gempa bumi
yang pernah terjadi di Indonesia antara lain gempa bumi yang terjadi pada tanggal
26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam dengan kekuatan 9,0 skala
richter. Peristiwa tersebut merupakan gempa paling dasyat yang menelan korban
diperkirakan lebih dari 100.000 jiwa. Gempa bumi juga pernah melanda
Yogyakarta dan Jawa Tengah pada bulan Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 skala
richter.
c) Banjir
Banjir merupakan salah satu bentuk fenomena alam yang unik. Dikatakan
unik karena banjir dapat terjadi karena murni gejala alam dan dapat juga karena
dampak dari ulah manusia sendiri. Banjir dikatakan sebagai gejala alam murni
jika kondisi alam memang memengaruhi terjadinya banjir, misalnya hujan yang
turun terus menerus, terjadi di daerah basin, dataran rendah, atau di lembahlembah sungai. Selain itu, banjir dapat juga disebabkan karena ulah manusia,
misalnya karena penggundulan hutan di kawasan resapan, timbunan sampah yang
menyumbat aliran air, ataupun karena rusaknya dam atau pintu pengendali aliran
air.
Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir, antara lain, hilangnya lapisan
permukaan tanah yang subur karena tererosi aliran air, rusaknya tanaman, dan
rusaknya berbagai bangunan hasil budidaya manusia. Bencana banjir merupakan
salah satu bencana alam yang hampir setiap musim penghujan melanda di
15

beberapa wilayah di Indonesia. Contoh daerah di Indonesia yang sering dilanda


banjir adalah Jakarta.
d) Tanah longsor
Karakteristik tanah longsor hampir sama dengan karakteristik banjir.
Bencana alam ini dapat terjadi karena proses alam ataupun karena dampak
kecerobohan manusia. Bencana alam ini dapat merusak struktur tanah, merusak
lahan pertanian, pemukiman, sarana dan prasarana penduduk serta berbagai
bangunan lainnya.
Peristiwa tanah longsor pada umumnya melanda beberapa wilayah
Indonesia yang memiliki topografi agak miring atau berlereng curam. Sebagai
contoh,

peristiwa

tanah

longsor

pernah

melanda

daerah

Karanganyar

(Jawa Tengah) pada bulan Desember 2007.

e) Badai atau angin topan


Angin topan terjadi karena perbedaan tekanan udara yang sangat mencolok
di suatu daerah sehingga menyebabkan angin bertiup lebih kencang. Di beberapa
belahan dunia, bahkan sering terjadi pusaran angin. Bencana alam ini pada
umumnya merusakkan berbagai tumbuhan, memorakporandakan berbagai
bangunan, sarana infrastruktur dan dapat membahayakan penerbangan. Badai atau
angin topan sering melanda beberapa daerah tropis di dunia termasuk Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia pernah dilanda gejala alam ini. Salah satu contoh
adalah angin topan yang melanda beberapa daerah di Yogyakarta dan Jawa
Tengah.
f) Kemarau panjang

16

Bencana alam ini merupakan kebalikan dari bencana banjir. Bencana ini
terjadi karena adanya penyimpangan iklim yang terjadi di suatu daerah sehingga
musim kemarau terjadi lebih lama dari biasanya. Bencana ini menimbulkan
berbagai kerugian, seperti mengeringnya sungai dan sumber-sumber air,
munculnya titik-titik api penyebab kebakaran hutan, dan menggagalkan berbagai
upaya pertanian yang diusahakan penduduk.
2. Kerusakan tanah oleh aktivitas manusia
Dalam memanfaatkan alam, manusia terkadang tidak memerhatikan
dampak yang akan ditimbulkan. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan yang
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, antara lain, meliputi hal-hal berikut ini :
a) Pencemaran lingkungan
Pencemaran disebut juga dengan polusi, terjadi karena masuknya bahanbahan pencemar (polutan) yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.
Bahan-bahan pencemar tersebut pada umumnya merupakan efek samping dari
aktivitas manusia dalam pembangunan. Berdasarkan jenisnya, pencemaran dapat
dibagi menjadi empat, yaitu pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran
air, dan pencemaran suara. Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh ulah manusia
antara lain, disebabkan oleh asap sisa hasil pembakaran, khususnya bahan bakar
fosil (minyak dan batu bara) yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor, mesinmesin pabrik, dan mesin-mesin pesawat terbang atau roket.
Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, antara lain,
berkurangnya kadar oksigen (O2) di udara, menipisnya lapisan ozon (O3),
dan bila bersenyawa dengan air hujan akan menimbulkan hujan asam yang dapat
merusak dan mencemari air, tanah, atau tumbuhan. Pencemaran tanah disebabkan
karena sampah plastik ataupun sampah anorganik lain yang tidak dapat diuraikan
di dalam tanah. Pencemaran tanah juga dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk
atau obat-obatan kimia yang digunakan secara berlebihan dalam pertanian,
sehingga tanah kelebihan zat-zat tertentu yang justru dapat menjadi racun bagi
tanaman. Dampak rusaknya ekosistem tanah adalah semakin berkurangnya tingkat
17

kesuburan tanah sehingga lambat laun tanah tersebut akan menjadi tanah kritis
yang tidak dapat diolah atau dimanfaatkan.Pencemaran air terjadi karena
masuknya zat-zat polutan yang tidak dapat diuraikan dalam air, seperti deterjen,
pestisida, minyak, dan berbagai bahan kimia lainnya, selain itu, tersumbatnya
aliran sungai oleh tumpukan sampah juga dapat menimbulkan polusi atau
pencemaran.
Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran air adalah rusaknya ekosistem
perairan, seperti sungai, danau atau waduk, tercemarnya air tanah, air permukaan,
dan air laut. Pencemaran suara adalah tingkat kebisingan yang sangat
mengganggu kehidupan manusia, yaitu suara yang memiliki kekuatan > 80
desibel.
Pencemaran suara dapat ditimbulkan dari suara kendaraan bermotor, mesin
kereta api, mesin jet pesawat, mesin-mesin pabrik, dan instrumen musik. Dampak
pencemaran suara menimbulkan efek psikologis dan kesehatan bagi manusia,
antara lain, meningkatkan detak jantung, penurunan pendengaran karena
kebisingan (noise induced hearing damaged), susah tidur, meningkatkan tekanan
darah, dan dapat menimbulkan stres.
b) Degadrasi lahan
Degradasi lahan adalah proses berkurangnya daya dukung lahan terhadap
kehidupan. Degradasi lahan merupakan bentuk kerusakan lingkungan akibat
pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memerhatikan keseimbangan
lingkungan. Bentuk degradasi lahan, misalnya lahan kritis, kerusakan ekosistem
laut, dan kerusakan hutan.
1) Lahan kritis dapat terjadi karena praktik ladang berpindah ataupun karena
eksploitasi penambangan yang besar-besaran.
2) Rusaknya ekosistem laut terjadi karena bentuk eksploitasi hasil-hasil laut
secara besar-besaran, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan jala
pukat, penggunaan bom, atau menggunakan racun untuk menangkap ikan
atau terumbu karang. Rusaknya terumbu karang berarti rusaknya habitat
18

ikan, sehingga kekayaan ikan dan hewan laut lain di suatu daerah dapat
berkurang.
3) Kerusakan hutan pada umumnya terjadi karena ulah manusia, antara lain,
karena penebangan pohon secara besar-besaran, kebakaran hutan, dan
praktik peladangan berpindah. Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan
hutan, misalnya punahnya habitat hewan .
B. Parameter Kerusakan Tanah
Penilaian kerusakan tanah dapat kita lihat berdasarkan baku mutu tanah
dimanan baku mutu tanah adalah tingkat mutu tanah yang masih dapat memenuhi
80% fungsi dan ragam penggunaannya yang menjadi tolok ukur batas kelayakan
mutu tanah.

Baku mutu tanah adalah ungkapan status tanah yang dalam

penggunaannya belum akan mendatangkan kerusakan dan masih dapat berfungsi


secara berkelanjutan.
Baku mutu tanah, yang merupakan pedoman peruntukan tanah bagi
produksi biomasa, disajikan dalam batasan ambang kritis (Bapedal, 2000) pada
Tabel 4, Tabel 5, Tabel 2-6, dan Tabel 2-7, yang berarti jika ambang kritis
dilanggar maka berpotensi untuk menimbulkan kerusakan terhadap tanah. Baku
mutu tanah disusun berdasarkan sifat tanah yang menyangkut aspek fisika, kimia,
dan biologi tanah dalam peruntukannya, untuk produksi biomassa. Tanah dengan
mutu setingkat atau lebih tinggi daripada baku mutunya, dapat secara leluasa
dimanfaatkan, sedang tanah dengan rmutu di bawah baku mutunya, dapat ditutup
atau dikonservasikan, atau dikembangkan dengan masukan teknologi sesuai yang
meningkatkan kapasitas tanah sehingga setara dengan baku mutu.
Tabel 4. Ambang kritis kimia tanah
No. Sifat dasar
pH (H2O) 1 : 2,5

Ambang kritis

Keterangan

< 4,5; > 8,5

Keracunan,

imbangan

terganggu
2

DHL (mS)

> 4,0

Sistem perakaran terganggu

Eh (mV)

< 300

Respirasi akar terganggu


19

hara

KPK (me%)

< 5,0

Daya simpan hara tidak cukup

Kejenuhan Basa (%)

< 35,0

Tanaman keracunan asam

N total (%)

< 0,1

Pertumbuhan vegetatif terganggu

C total (%)

< 1,0

Kegiatan biologi rendah

Ratio C/N

< 8,0; >30

Nitrogen

P Olsen (ppm)

< 8,0

terfiksasi/terikat
Tanaman kerdil

P Bray (ppm)

< 4,4

Tanaman kerdil

K tersedia (me%)

< 0,2

Proses fisiologi terganggu

Ca tersedia (me%)

< 2,0

Tanaman tidak berkembang

Mg tersedia (me%)

< 0,4

Pembentukan klorofil terganggu

S tersedia (ppm)

< 3,0

Pembentukan protein terganggu

Fe tersedia (ppm)

< 35; >200

Pembentukan klorofil terganggu

Cl tersedia (ppm)

> 350

Keracunan

Mo tersedia (ppm)

< 0,05

Pembentukan protein terganggu

Zn tersedia (ppm)

< 15; > 200

Pembentukan hormon terganggu,

larut,

nitrogen

10

11

12

13

14

15

16

17

18

keracunan
Mn tersedia (ppm)

< 17; >500

19

20

Fotosintesa terganggu

B tersedia (ppm)

< 20

Pembentukan buah terganggu

Kejenuhan Al (%)

> 60,0

Tanaman keracunan aluminium

Na tersedia (me%)

> 1,0

Tidak dibutuhkan tanaman

20

21

22
Kejenuhan
23

Na/ESP > 15,0

Sistem perakaran terganggu

(%)
Gipsum (%)

>25

Imbangan hara terganggu

CaCo3 (%)

> 20

Imbangan hara terganggu, pH

24

25

alkalis
Jumlah mikrobia lain

< 102/gr tanah

Populasi jasad rendah

26

Sumber: Bapedal (2000). Harkat tiap parameter tertera pada Lampiran


Tabel 5. Ambang kritis fisika tanah
No

Sifat dasar

Ambang kritis

Keterangan

Jeluk efektif (cm)

< 20

Perakaran terhambat

Kedalaman pirit (cm)

< 25

Keracunan

Tebal gambut (cm)

> 100

Miskin, masam

Kebatuan (%)

> 40

Perakaran terhambat

Berat volume (gcm-3)

> 1,4

Akar tidak berkembang

Air tersedia (%)

< 18

Daya simpan air rendah

1
2

21

Tekstur

< 18% clay

Pori total (%)

>65% pasir
< 30; >70

Derajat

pelulusan

Daya

hara

dan

air

terhambat
Regim potensial air bermasalah

air < 0,8; > 8,0

(cm/jam)
Jangka olah (% air)

simpan

Daya simpan air rendah

<8

Sukar diolah

10
Keterangan : Berlaku untuk tanah mineral.
Sumber:Bapedal(2000)
Tabel 6. Ambang kritis untuk kehidupan biota tanah

No Parameter

Bakteri

Aktino

Jamur Ganggang Rhizobium Azoto- Caci

biru

bakter ng

misetes

tana
h

Kelembapa
1

(%,

WHC)
pH

< 50;

> 75

> 75

>75
< 6; > 9

< 6; > 8

< 20; > < 20; > <


35

Redoks
(mV)

Bahan
5

< 5; > < 5; > 9

< 50;

< 50;

< 50;

> 75

> 75

> 75

< 6; > 7

< 6; > < 5; >

9
Suhu (0 C)

< 50

35

20; < 20; > 35

< 20; > 35

> 35

350:aerob > 350


-

< 20; < 20;


> 35

> 35

> 350

> 350

> 350

> 350

> 350

anaerob
+/-

organic
Hara

6
22

Radiasi
7

matahari

Tabel 2-6. Ambang kritis untuk kehidupan biota tanah


Keterangan: Lebih besar atau lebih kecil dari nilai ambang kritis
berdampak menurunkan jumlah dan aktivitas biota tanah
Sumber: Bapedal, (2000)
Tabel 7. Ambang kritis kerusakan tanah oleh erosi
Tebal tanah

Ambang kritis

< 25 cm
< 2 ton/ha/tahun
25 50 cm
2 5 ton/ha/tahun
> 50 100 cm
> 5 7 ton/ha/tahun
> 100 150 cm
> 7 9 ton/ha/tahun
> 150 cm
> 11 ton/ha/tahun
Ambang kritis merupakan jumlah erosi yang dapat ditolerir.
Sumber: Modifikasi Bapedal (2000).
Tabel kriteria penilaian data analisis sifat kimia tanah
Parameter

Sangat

Rendah

Sedang

Tinggi

Rendah
C (%)

Bahan organik(%)

N-Total (%)

< 0,60

< 1,00

< 0,10

Sangat
Tinggi

0,60

1,26

2,51

1,25

2,50

3,50

1,00

2,10

4,30

2,00

4,20

6,00

0,10

0,21

0,51

0,20

0,50

1,00

> 3,50

> 6,00

> 1,00

Nisbah C/N

< 8,0

8 10

11 15

16 25

> 25

N-NO3 (mg.kg-1)

<5

5 -15

15 25

25 50

> 50

P-tsd/Bray-1 (mg.kg- < 3

37

7 20

> 20

)
23

P-tsd/Bray-2 (mg.kg- < 7

7 16

16 46

> 46

05

5 10

10 15

15 20

> 20

K+ (cmol.kg-1)

< 0,1

0,1 0,3

0,3 0,6

0,6- 1,2

> 1,2

Na+ (cmol.kg-1)

< 0,1

0,1 0,3

0,3 0,7

0,7 2,0

> 2,0

Mg++ (cmol.kg-1)

< 0,5

0,5 1,5

1,5 3,0

3,0 8,0

> 8,0

Ca++ (cmol.kg-1)

< 2,0

2,0 5,0

5,0

)
P-tsd/Olsen (mg.kg-1)
Kation tertukar :

10 20

> 20

10,0
Total kation (cmol.kg- < 3,0

3,0 7,5

7,5 15

15 30

> 30

5 15

15 25

25 40

> 40

0,1 0,5

0,6 2,0

2,0 5,0

> 5,0

)
KTK (cmol.kg-1)

<5

Al-tertukar (cmol.kg- < 0,1


1

)
Kejenuhan Al (%)

<5

5 10

11 20

21 40

> 40

Kejenuhan Basa (%)

< 20

21 40

41 60

61 80

80

100
DHL (mmhos.cm-1)

< 1,0

1,0 2,0

2,0 3,0

3,0 4,0

> 4,0

pH(H2O) Sangat

Masam

Agak

Netral

Agak

Alkalin

Masam
< 4,5

Masam
4,5

5,6 6,5

Alkalin
6,6 7,5

7,6 8,5

> 8,5

5,5
Selain kimia, fisika, dan kehidupan biota tanah, ambang kritis untuk
kerusakan tanah oleh erosi juga menjadi bahan pertimbangan penilaian baku mutu
tanah, yaitu jumlah erosi yang terjadi sesuai ketebalan tanah yang masih dapat
ditolerir

24

C. Rasio C/N
Masalah Analisa Rasio C/N Kompos TKKS
C/N rasio adalah perbandingan karbon dan nitrogen yang terkandung
dalam suatu bahan organik. Angka C/N rasio yang semakin besar menunjukkan
bahwa bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Angka C/N rasio yang
semakin rendah menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan
hampir menjadi humus.
Rasio C/N adalah salah satu parameter penting untuk mengetahui kualitas
kompos. Rasio ini digunakan untuk mengetahui apakah kompos (baca: bahan
organik) sudah cukup matang atau belum. Rasio C/N ini juga diatur di dalam
SNI ataupun KepMenTan tentang kualitas kompos. Di dalam SNI rasio C/N
kompos yang diijinkan adalah 10 20, sedangkan di dalam KepMenTan rasio C/N
kompos yang diijinkan berkisar antara 20.
Selain pengamatan secara visual/fisik, analisa rasio C/N adalah parameter
yang diuji pertama kali. Analisa rasio C/N digunakan untuk mengkonfirmasi
pengamatan secara visul/fisik. secara fisik, kompos TKKS yang sudah cukup
matang ditandai dengan: perubahan warna menjadi berwarna coklat tua,lunak dan
mudah dihancurkan, tidak berbau menyengat, suhu mendekati suhu ruang. Rasio
C/N kompos yang sudah cukup matang berdasarkan literatur berkisar antara 20
30.
Contoh dalam pembuatan Prinsip Dasar Membuat Kompos
Berikut adalah beberapa prinsip dasar untuk membuat kompos :
1.

Pengertian C/N Ratio


Dalam membuat kompos, bahan-bahan yang akan digunakan harus dapat

memenuhi kriteria yang benar. Jadi tidak asal dimasukan begitu saja, seperti
halnya memasak maka harus digunakan resep yang tepat. C adalah unsur carbon
dikonversi menjadi CO2 sebagai ENERGI yang digunakan untuk mengaktifkan
mikroorganisme sedangkan N adalah protein yang digunakan untuk makanan

25

bakteri. Kombinasi antara C/N ini sebaiknya dalam keseimbangan antara 30 : 1.


Dengan syarat ini proses penguraian akan berjalan dengan baik.
2.

Cara Perhitungan

Tabel C/N ratio.


Setiap bahan telah diteliti berapa kandungan C/N rationya, kita tinggal
lihat di table dan membuat perhitungan matematis singkat mengenai kombinasi
yang tepat.Semakin jauh C/N rationya dari kondisi ideal semakin lama proses
pengkomposannya.
3.

Contoh Perhitungan
Ada 2 material yang akan digunakan sebagai bahan baku kompos berupa daun

kering dan pupuk kandang, Maka komposisinya adalah sebagai berikut :


A = Daun kering C/N ratio 80 : 1
B = Pupuk kandang C/N ratio 20 : 1
C = Kondisi ideal 30 : 1
100% = x% + y% Maka yang digunakan adalah :
C = xA + yB
30 = x20 + y80
30 = ( 100 y )20 + 80y
30 = 2000 20y + 80y
60y = 2000 30
y = 1970 / 60
y = 32,8
x = 100 32,8
x = 67,2
26

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa bahan yang digunakan


untuk pembuatan kompos adalah daun kering sebanyak 33% dan pupuk kandang
sebanyak 67%.
4.

C/N Ratio
Indeks yang sering digunakan untuk menentukan kualitas bahan organik

yang berkaitan dengan laju dekomposisi adalah C:N rasio. Nilai C:N rasio tanah
relatif konstan pada kisaran 8:1 sampai 15:1 dengan rata-rata 10:1 sampai 12:1
(Prasad dan Power, 1997). Perbandingan C:N sangat menentukan apakah bahan
organik akan termineralisasi atau sebaliknya nitrogen yang tersedia akan
terimmobilisasi ke dalam struktur sel mikroorganisme. Karena C:N rasio pada
tanah relatif konstan maka ketika residu tanaman ditambahkan ke dalam tanah
yang memiliki C:N rasio relatif besar, residu tanaman akan terdekomposisi dan
meningkatkan evolusi CO2 ke atmosfer, dan sebaliknya akan terjadi depresi pada
nitrat tanah karena immobilisasi oleh mikroorganisme.
Pada lahan hutan pada umumnya mempunyai C:N rasio lebih tinggi bila
dibanding C:N rasio pada lahan yang diubah menjadi agroekosistem. Tingginya
rasio C:N pada lahan hutan ini mencerminkan kualitas substrat yang terurai relatif
rendah, karena kualitas substrat yang rendah mencerminkan laju respirasi yang
rendah pula. Rendahnya laju pelepasan karbon pada lahan hutan dibanding pada
alang-alang ini disebabkan bahwa tingginya rasio C:N pada lahan hutan berkisar
13 16, sementara pada lahan alang-alang 5 tahun berkisar 9 11, dan alangalang > 10 tahun berkisar 10 13. Hubungan antara C:N rasio dengan laju
pelepasan karbon dalam bentuk CO2 melalui persamaan regresi memiliki nilai r2
= 0.78 nyata (Yuniar, 2002).
Nilai C/N dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut :
1)
2)
3)
4)
5)

sangat rendah untuk C/N < 5


rendah untuk C/N berkisar antara 5 s/d 10
sedang untuk C/N berkisar antara 11 s/d 15
tinggi untuk C/N berkisar antara 16 s/d 25 dan
sangat tinggi untuk C/N lebih dari 25.

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A


27

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Timbulan sampah


Pertemuan

:4

Hari/ Tanggal

: Senin/ 08 September 2014

Dosen

: Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
A. Sumber dan Timbulan Sampah
Secara praktis sumber sampah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
a) Sampah dari permukiman, atau sampah rumah tangga
b) Sampah dari non-permukiman yang sejenis sampah rumah tangga, seperti dari
pasar, daerah komersial dsb.
Sampah dari kedua jenis sumber ini (a dan b) dikenal sebagai sampah
domestik. Sedang sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang bukan
sejenis sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses industri. Bila sampah
domestik ini berasal dari lingkungan perkotaan, dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai municipal solid waste (MSW).
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam pengelolaan sampah kota di
Indonesia, sumber sampah kota dibagi berdasarkan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Permukiman atau rumah tangga dan sejenisnya


Pasar
Kegiatan komersial seperti pertokoan
Kegiatan perkantoran
Hotel dan restoran
Kegiatan dari institusi seperti industri, rumah sakit, untuk sampah yang

sejenis sampah permukiman


g. Penyapuan jalan
h. Taman-taman.
Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai atau drainase air hujan, yang
cukup banyak dijumpai.Sampah dari masing-masing sumber tersebut dapat
dikatakan mempunyai karakteristik yang khas sesuai dengan besaran dan variasi
28

aktivitasnya. Demikian juga timbulan (generation) sampah masing masing


sumber tersebut bervariasi satu dengan yang lain, seperti terlihat dalam standar
pada Tabel 2.1

Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan


hal yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di
suatu wilayah. Data tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu alternatif
sistem pengelolaan sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan
berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain :
a. Pemilihan

peralatan,

misalnya

wadah,

alat

pengumpulan,

dan

pengangkutan
b. Perencanaan rute pengangkutan
c. Fasilitas untuk daur ulang
d. Luas dan jenis TPA.
Bagi negara berkembang dan beriklim tropis seperti Indonesia, faktor
musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Dalam hal ini, musim
bisa terkait musim hujan dan kemarau, tetapi dapat juga berarti musim buahbuahan tertentu. Di samping itu, berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh faktor
sosial budaya lainnya. Oleh karenanya, sebaiknya evaluasi timbulan sampah
dilakukan beberapa kali dalam satu tahun. Timbulan sampah dapat diperoleh
dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar yang sudah tersedia. Timbulan
sampah ini dinyatakan sebagai :
a. Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari, kg/bed/hari dan sebagainya
b. Satuan volume: L/o/hari, L/m2/hari, L/bed/hari dan sebagainya.
29

Di Indonesia umumnya menerapkan satuan volume. Penggunaan satuan


volume dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi karena terdapat faktor
kompaksi yang harus diperhitungkan. Sebagai ilustrasi, 10 unit wadah yang berisi
air masing-masing 100 liter, bila air tersebut disatukan dalam wadah yang besar,
maka akan tetap berisi 1000 liter air. Namun 10 unit wadah yang berisi sampah
100 liter, bila sampah tersebut disatukan dalam sebuah wadah, maka volume
sampah akan berkurang karena mengalami kompaksi. Berat sampah akan tetap.
Terdapat faktor kompaksi yaitu densitas.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa
mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian
sistem pengelolaan persampahan. Prakiraan rerata timbulan sampah akan
merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan.
Satuan timbulan sampah ini biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas
per orang atau per unit bangunan dan sebagainya. Bagi kota-kota di negara
berkembang, dalam hal mengkaji besaran timbulan sampah, agaknya perlu
diperhitungkan adanya faktor pendaurulangan sampah mulai dari sumbernya
sampai di TPA.
Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari,
antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara
lainnya. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain:
a. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya
b. Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar
timbulan sampahnya
c. Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum
pada musim panas
d. Cara hidup dan mobilitas penduduk
e. Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan
bertambah pada musim dingin
f. Cara penanganan makanannya.
Menurut SNI 19-3964-1995 [21], bila pengamatan lapangan belum
tersedia, maka untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan
sampah sebagai berikut:

30

a. Satuan timbulan sampah kota besar = 2 2,5 L/orang/hari, atau = 0,4 0,5
kg/orang/hari
b. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 2 L/orang/hari, atau =
0,3 0,4 kg/orang/hari Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian
besar berasal dari rumah tangga, maka untuk perhitungan secara cepat
satuan timbulan sampah tersebut dapat dianggap sudah meliputi sampah
yang ditimbulkan oleh setiap orang dalam berbagai kegiatan dan berbagai
lokasi, baik saat di rumah, jalan, pasar, hotel, taman, kantor dsb. Namun
tambah besar sebuah kota, maka tambah mengecil porsi sampah dari
permukiman, dan tambah membesar porsi sampah non-permukiman,
sehingga asumsi tersebut di atas perlu penyesuaian, seperti contoh di
bawah ini.
Contoh :
Jumlah penduduk sebuah kota = 1 juta orang. Bila satuan timbulan sampah
= 2,5 L/orang/hari atau 0,5 kg/orang/hari, maka jumlah sampah dari permukiman
adalah = 2,5x1.000.000 /1000 m3/hari = 2500 m3/hari atau setara dengan 500
ton/hari. Bila jumlah sampah dari sektor non-permukiman diasumsi berkontribusi
35% dari total sampah di kota tersebut, maka total sampah yang dihasilkan dari
kota tersebut = 2500/0,65 = 3846 m3/hari, atau = 769 ton/hari. Bila dikonversi
terhadap total penduduk, maka kota tersebut dapat dinyatakan menghasilkan
timbulan sampah sebesar 3846 m3/har/1 juta orang/hari, atau = 3,85 L/orang/hari,
yang merupakan satuan timbulan ekivalensi penduduk.

Metode Pengukuran
Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh
dengan survey pengukuran atau analisa langsung di lapangan, yaitu:
a. Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah
tangga dan non-rumah tanga) yang ditentukan secara random-proporsional
di sumber selama 8 hari berturut-turut (SNI 19- 3964-1995 dan SNI M 361991-03)

31

b. Load-count analysis: Mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah


yang masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari
berturut-turut. Dengan melacak jumlah dan jenis penghasil sampah yang
dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut, sehingga
akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk
c. Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah
sampah yang masuk ke fasilitas penerima sampah akan dapat diketahui
dengan mudah dari waktu ke waktu. Jumlah sampah sampah harian
kemudian digabung dengan perkiraan area yang layanan, dimana data
penduduk dan sarana umum terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh
satuan timbulan sampah per-ekuivalensi penduduk
d. Material balance analysis: merupakan analisa yang lebih mendasar,
dengan menganalisa secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang
hilang dalam system, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah
sistem yang ditentukan batas-batasnya (system boundary)
Dalam survey, frekuensi pengambilan sampel sebaiknya dilakukan selama
8 (delapan) hari berturut-turut guna menggambarkan fluktuasi harian yang ada.
Dilanjutkan dengan kegiatan bulanan guna menggambarkan fluktuasi dalam satu
tahun. Penerapan yang dilaksanakan di Indonesia biasanya telah disederhanakan,
seperti:

Hanya dilakukan 1 hari saja


Dilakukan dalam seminggu, tetapi pengambilan sampel setiap 2

atau 3 hari
Dilakukan dalam 8 hari berturut-turut.

Metode yang umum digunakan untuk menentukan kuantitas total sampah


yang akan dikumpulkan dan diangkut ke TPA adalah sebagai berikut:
a. Rata-rata angkutan per hari dikalikan volume rata-rata pengangkutan dan
dikonversikan ke satuan berat dengan menggunakan densitas rata-rata
yang diperoleh melalui sampling
b. Mengukur berat sampel di dalam kendaraan angkut dengan menggunakan
jembatan timbang, kemudian rata-ratanya dikalikan dengan total angkutan
per hari
c. Mengukur berat setiap angkutan di jembatan timbang di TPA.
32

Jumlah sampah yang sampai di TPA sulit untuk dijadikan indikasi yang
akurat mengenai timbulan sampah yang sebenarnya di sumber. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya kehilangan sampah di setiap tahapan proses operasional
pengelolaan sampah tersebut, terutama karena adanya aktivitas pemulungan atau
pemilahan sampah.
Untuk keperluan tertentu, misalnya menentukan volume yang dibutuhkan
untuk pewadahan sampah atau menentukan potensi daur ulang, perlu diupayakan
untuk mengukur jumlah sampah di sumber. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan sampling sampah langsung di sumbernya. Karena aktivitas domestik
bervariasi dari hari ke hari dengan siklus mingguan, sampling sampah di sumber
harus dilaksanakan selama satu minggu (umumnya 8 hari berturut-turut).
Penentuan jumlah sampel yang biasa digunakan dalam analisis timbulan sampah
adalah adalah dengan pendekatan statistika, yaitu:
a. Metode stratified random sampling: yang biasanya didasarkan pada
komposisi pendapatan penduduk setempat, dengan anggapan bahwa
kuantitas dan kualitas sampah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan
masyarakat.
b. Jumlah sampel minimum: ditaksir berdasarkan berapa perbedaan yang bisa
diterima antara yang ditaksir dengan penaksir, berapa derajat kepercayaan
yang diinginkan, dan berapa derajat kepercayaan yang bisa diterima.
c. Pendekatan praktis: dapat dilakukan dengan pengambilan sampel sampah
berdasarkan atas jumlah minimum sampel yang dibutuhkan untuk
penentuan komposisi sampah, yaitu minimum 500 liter atau sekitar 200
kg. Biasanya sampling dilakukan di TPS atau pada gerobak yang diketahui
sumber sampahnya.
Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi
sampah di Indonesia biasanya dilaksanakan berdasarkan SNI M 36-1991-03 [21].
Penentuan jumlah sampel sampah yang akan diambil dapat menggunakan
formula berikut:

33

34

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Dampak pencemaran tanah


Pertemuan

:5

Hari/ Tanggal

: Senin/ 15 September 2014

Dosen

: Mahaza, SKM, MKM

MATERI PENGAJARAN :
A. Pencemaran tanah

35

Adalah perusakan lapisan tipis tanah bumi yang bermanfaat yaitu tanah
produktif untuk menumbuhkan tanaman sebagai sumber makanan.Tanah yang
subur dipengaruhi juga oleh organisme (bakteri, jamur dan organisme lain yang
dapat ,menguraikan limbah dalam tanah dan menyediakan unsur hara)Pencemaran
tanah adalah dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah
lingkungan tanah alami.
Pencemaran tanah yang masuk sebagai zat terendap beracun di tanah dan
dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari tanah dan udara di atasnya.
Pencemaran ini biasanya terjadi karena :
1. Kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial.
2. Penggunaan pestisida.
3. Masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub permukaan.
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan
Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzene

pada konsentrasi

tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia (berjuta-juta dalam


mm2 darah).
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada :
1. Tipe polutan
2. Jalur masuk ke dalam tubuh
3. Kerentanan populasi yang terkena

Cr
: karsinogenik
Pb
: berbahaya pada anak-anak, kerusakan otak dan ginjal
Hg (merkuri)
: kerusakan ginjal, beberapa tidak dapat diobati
Pcb dan siklodiena : keracunan hati
Op dan karbamat : gangguan pada saraf otot
Klorin
: perubahan pada hati dan ginjal
Dampak kesehatan : sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit
Dalam dosis besar : kematian

36

Dampak terhadap ekosistem perubahan kimiawi tanah yang radikal adalah


dapat memusnahkam spesies primer dari rantai makanan. Dalam bidang pertanian
dapat mengakibatkan perubahan metabolism pada tanaman sehingga dapat
menurunkan hasil pertanian.
Beberapa bahan pencemar ini memilikiwaktu paruh yang panjang pada
kasus lain bahan-bahan kimia derivative akan terbentuk dari bahan pencemar
tanah utama.
Dampak langsung dari pencemaran tanah ini adalah bau yang tidak sedap
dan kotor. Sedangkan dampak tidak langsungnya adalah menjadi tempat
perkembangbiakan organisme penyebab penyakit, seperti penyakit pes, kaki
gajah, malaria dan DBD.
Penanganan : Remediasi

Insitu : di lokasi, contohnya: venting dan bioremediasi.


Exsitu: penggalian tanah tercemar dibawa ke daerah yang aman (mahal
dan rumit).
Cara:

Tanah disimpan di bak atau tanki yang kedap


Zat pembersih dipompakan ke bak atau tanki tersebut
Zat pencemaran dipompakan keluar bak
Diolah dengan instalasi pengolahan air limbah

1. Bioremediasi
Proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Tujuannya adalah untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak
beracun.
Menurut dr.anton muhibuddin berfungsi sebagai bioremediasi
adalah jamur vesicular arbuskular mikoriza (VAM)
Vam berperan langsung dalam menyerap unsur logam dalam tanah dan
berperan tidak langsung dalam menstimulir pertumbuhan mikroorganisme.
Bioremediasi lain seperti bakteri tertentu dan jamur.
Penyebab pencemaran tanah akibat sampah yang tidak dapat
membusuk mengakibatkan :
37

1.
2.
3.
4.

Kesuburan tanah berkurang dan menjadi tandus.


Tanaman sulit tumbuh.
Binatang yang hidup dalam tanah akan mati.
Mineral rusak.

Pencemaran tanah dapat ditanggulangi dengan cara :


1. Landfill: pembuangan ke dalam lubang.
2. Sanitary landfill: pembuangan ke jurang yang kemudian ditutup
lagi dengan tanah.
3.

Individual incineration : dikumpulkan dan dibakar sendiri

5. Incinerator: pembakaran sampah setelah sampah terkumpul banyak


oleh petugas kebersihan
Penyebab pencemaran tanah adalah sampah-sampah anorganik yang tidak
dapat diurai oleh bakteri.Upaya yang dapat dilakukan adalah daur ulang samaph
anorganik, atau dapat diolah lagi menjadi barang yang sma atau berbeda.

38

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Pewadahan sampah


Pertemuan

:6

Hari/ Tanggal

: Senin/ 22 September 2014

Dosen

: dr. Elisabeth sukianty, MS

MATERI PENGAJARAN
Pewadahan Sampah
Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di
sumbernya baik individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya
ditempatkan di depan rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah
komunal ditempatkan di tempat terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi
sehingga memudahkan dalam pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan
dengan jenis sampah yang akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan
berikutnya, khususnya dalam upaya daur-ulang. Di samping itu, dengan adanya
wadah yang baik, maka :
39

a.

Bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat,

b.

dapat diatasi.
Air hujan yang berpotensi menambah kadar air di sampah, dapat

c.

dikendalikan.
Pencampuran sampah yang tidak sejenis, dapat dihindari.
Berdasarkan letak dan kebutuhan dalam sistem penanganan sampah, maka

pewadahan sampah dapat dibagi menjadi beberapa tingkat (level), yaitu:


1. Level-1 : wadah sampah yang menampung sampah langsung dari
sumbernya. Pada umumnya wadah sampah pertama ini diletakkan di
tempat-tempat yang terlihat dan mudah dicapai oleh pemakai, misalnya
diletakkan di dapur, di ruang kerja, dan sebagainya. Biasanya wadah
sampah jenis ini adalah tidak statis, tetapi mudah diangkat dan dibawa ke
wadah sampah level-2.
2. Level-2 : bersifat sebagai pengumpul sementara, merupakan wadah yang
menampung

sampah

dari

wadah level -1

maupun

langsung

dari

sumbernya. Wadah sampah level-2 ini diletakkan di luar kantor, sekolah,


rumah, atau tepi jalan atau dalam ruang yang disediakan, seperti dalam
apartemen bertingkat . Melihat perannya yang berfungsi sebagai titik temu
antara sumber sampah dan sistem pengumpul, maka guna kemudahan
dalam pemindahannya, wadah sampah ini seharusnya tidak bersifat
permanen, seperti yang diarahkan dalam SNI tentang pengelolaan sampah
di Indonesia. Namun pada kenyataannya di permukiman permanent, akan
dijumpai wadah sampah dalam bentuk bak sampah permanen di depan
rumah, yang menambah waktu operasi untuk pengosongannya.
3. Level-3 : merupakan wadah sentral, biasanya bervolume besar yang akan
menampung

sampah

dari

wadah level-2,

bila

sistem

memang

membutuhkan. Wadah sampah ini sebaiknya terbuat dari konstruksi


khusus dan ditempatkan sesuai dengan sistem pengangkutan sampahnya.
Mengingat bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh sampah tersebut,
maka wadah sampah yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut : kuat dan tahan terhadap korosi, kedap air, tidak
40

mengeluarkan bau, tidak dapat dimasuki serangga dan binatang, serta


kapasitasnya sesuai dengan sampah yang akan ditampung.
Wadah sampah hendaknya mendorong terjadinya upaya daur-ulang, yaitu
disesuaikan dengan jenis sampah yang telah terpilah. Di negara maju adalah hal
yang umum dijumpai wadah sampah yang terdiri dari beragam jenis sesuai jenis
sampahnya. Namun di Indonesia, yang sampai saat ini masih belum berhasil
menerapkan konsep pemilahan, maka paling tidak hendaknya wadah tersebut
menampung secara terpisah, misalnya :

1. Sampah organik; seperti daun sisa sayuran, kulit buah lunak, sisa
makanan, dengan wadah warna gelap seperti hijau.
2. Sampah anorganik; seperti gelas, plastik, logam, dan lain-lainnya, dengan
wadah warna terang seperti kuning.
3. Sampah bahan berbahaya beracun; seperti dari rumah tangga dengan
warna merah, dan dianjurkan diberi lambang (label) khusus.
Di Indonesia dikenal pola pewadahan sampah individual dan komunal.
Wadah individual adalah wadah yang hanya menerima sampah dari sebuah rumah,
atau sebuah bangunan, sedangkan wadah komunal memungkinkan sampah yang
ditampung berasal dari beberapa rumah atau dari beberapa bangunan. Pewadahan
dimulai dengan pemilahan baik untuk pewadahan individual maupun komunal,
dan sebaiknya disesuaikan dengan jenis sampah. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan :

Pada umumnya wadah sampah individual level-2 ditempatkan di tepi jalan


atau di depan fasilitas umum, dan wadah sampah komunal terletak di suatu
tempat yang tebuka, sehingga memudahkan para petugas untuk
mengambilnya dengan cepat, teratur, dan higienis.

41

Wadah sampah dari rumah sebaiknya diletakkan di halaman depan,


dianjurkan tidak di luar pagar, sedang wadah sampah hotel dan sejenisnya
ditempatkan di halaman belakang.

Tidak mengambil lahan trotoar, kecuali bagi wadah sampah untuk pejalan
kaki.

Didesain secara indah, dan dijamin kebersihannya, khususnya bila terletak


di jalan protokol.

Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya.

Mudah untuk pengoperasiannya,

yaitu

mudah dan cepat untuk

dikosongkan.

Jarak antar wadah sampah untuk pejalan kaki minimal 100 m.

Mudah dijangkau oleh petugas sehingga waktu pengambilan dapat lebih


cepat dan singkat.

Aman dari gangguan binatang ataupun dari pemungut barang bekas,


sehingga sampah tidak dalam keadaan berserakan.

Tidak mudah rusak dan kedap air.


Penentuan ukuran volume biasanya berdasarkan jumlah penghuni tiap

rumah/sumber, timbulan sampah per pemakai, tingkat hidup masyarakat,


frekuensi pengambilan atau pengumpulan sampah dan cara pemindahan sampah,
manual atau mekanik.
Berdasarkan pedoman dari Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, maka : Pola pewadahan individual diperuntukkan bagi daerah
pemukiman berpenghasilan tinggi dan daerah komersial. Bentuk yang dipakai
tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya, dengan
kriteria :

Bentuk : kotak, silinder, kantung, kontainer.


42

Sifat : dapat diangkat, tertutup.

Bahan : logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.

Ukuran

: 10-50 liter untuk pemukiman, toko kecil, 100-500 liter

untuk kantor, toko besar, hotel, rumah makan.

Pengadaan : pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.


Pola pewadahan komunal: diperuntukkan bagi daerah pemukiman

sedang/kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi
pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum, dengan kriteria :

Bentuk : kotak, silinder, kontainer.

Sifat : tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup.

Bahan : logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.

Ukuran

: 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota, 1-10 m3

untuk pemukiman dan pasar.

Pengadaan : pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil


produksi), instansi pengelola.

43

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Pengolahan pencemaran tanah dan sampah


Pertemuan

:7

Hari/ Tanggal

: Senin/ 29 September 2014

Dosen

: Mahaza, SKM, MKM

MATERI PENGAJARAN
Pencemaran Tanah Dan Metode Penanganannya
Apa Pencemaran Itu?
44

Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia (buatan manusia)


masuk dan merubah lingkungan tanah alami Soil contamination
Penyebabnya : kebocoran limbah cair, bahan kimia industri, fasilitas
komersial; penggunaan pestisida;
pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar;
kecelakaan kendaraaan; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah
industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (ilegal
dumping).
Pencemaran tanah di areal pertambangan Freeport

Tanah di NAD pasca tsunami

Pasca tsunami tingkat salinitas tanah di daerah yg terkena tsunami meningkat


tinggi.

Akibat Pencemaran Tanah

Pada kesehatan,
kesehatan,
pencemaran tanah dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan.
Pada Ekosistim
terganggunya rantai makanan
Penurunan fungsi tanaman kaitannya dengan erosi tanah.
Upaya Penanganan
Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang
tercemar.
Remediasi tanah:
in-situ
ex-situ
Upaya Penanganan
* Bioremediasi

45

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan


menggunakan mikroorganisme (jamur
(jamur,, bakteri).
bakteri).

Fitoremediasi
Fitoremediasi

teknologi pembersihan, penghilangan atau pengurangan

polutan berbahaya, seperti logam berat, pestisida, dan senyawa organik


beracun dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman
(hiperakumulator

plant).
plant).

Fitoremediasi
Tanaman hiperakumulator :

Mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm Mn, Zn, Ni

Lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se

Lebih dari 100 ppm untuk Cd, Cr, Pb, dan Co.

Contoh Tanaman Hiperakumulator :


1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)

Berkheya sp. Nikel (Ni)


Thlaspi caerulescens Zink (Zn) , Kadmium (Cd)
Alyssum murale petroleum hydrocarbon, PCBs, PAHs, TCE, TNT
Oryza sativa Senyawa organik Mercuri (Hg)
Nicotiana tabacum
Pteris vittata
Pityrogramma calomelanos
Alyssum sp
Brassicacea sp.
Liriodendro
tulipifera

Proses Fitoremediasi

Phytoacumulation : tumbuhan menarik zat kontaminan sehingga berakumulasi


disekitar akar tumbuhan

Rhizofiltration : proses adsorpsi / pengendapan zat kontaminan oleh akar


untuk menempel pada akar.
46

Phytostabilization : penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang


tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan.

Rhyzodegradetion : penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba

Phytodegradation : penguraian zat kontamin

Phytovolatization : transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk


yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya

Keuntungan Fitoremediasi

Biaya operasi lebih murah

Tanaman juga bisa dijadikan bahan bakar.

Pencemaran pada tanah bisa berkurang secara alamiah

Keuntungan Fitoremediasi

Tanah juga akan mengalami perbaikan akibat adanya aktivitas akar.

Tanah menjadi lebih subur kembali.

Tanaman yang mampu menyerap unsur bernilai ekonomi seperti emas (au)
dan nikel (ni) bisa digunakan untuk pertambangan.

Faktor yang mendukung kesuksesan fitoremediasi


Adanya ketersediaan tanaman hiperakumulator yang cocok.
Adanya kerja sama yang baik antarbidang ilmu lain
Tanaman hiperakumulator yang telah ditemukan hingga saat ini mencakup sekitar
400 spesies bukan hanya yang mampu membersihkan metal (logam), nonlogam,
metaloid, tetapi juga senyawa organik

Apakah di Indonesia ada tanaman hiperakumulator?


Pihak Indonesia belum pernah mempublikasikan ada tidaknya tanaman
hiperakumulator di journal internesional (nasional?)
Apakah tidak sulit menanam tanaman hiperakumulator pada tanah-tanah
tercemar?
Tanaman hiperakumulator masuk dalam kriteria tanaman yang syarat tumbuhnya
tidak membutuhkan nutrisi tinggi dan tidak rewel.

Kesuksesan penanggulangan pencemaran (tanah, air, dan udara) hendaknya tidak


dipandang dan dilaksanakan hanya melalui satu bidang ilmu kajian saja. Kerja
47

sama yang baik dari beberapa bidang ilmu dan juga metode akan mengefektifkan
pembersihan pencemaran, sehingga pembersihan bisa dilakukan dengan akurat
dan tidak perlu diulang pada masa-masa mendatang (once execution method).
SIFAT KIMIAWI TANAH
Tanah berdasarkan ukuran partikelnya merupakan campuran dari pasir, debu dan
liat. Makin halus partikel akan makin luas permukaan partikel per satuan bobot
makin luas, ini berarti liat merupakan fraksi tanah yang paling luas permukaannya
dibanding 2 fraksi tanah yang lain. Pada permukaan tanah inilah terjadi reaksi
kimiawi tanah, yaitu yang menetukan :
1.
2.

Pergerakan.
Penyedian dan penyerapan unsur hara dari tanah ketanaman.

KAPASITAS DAN MUATAN ELEKTROKIMIAWWI


Bagian fraksi tanah yang mempunyai muatan listrik negatif (anion) atau
positf (kation) disebut MISEL atau KOLOID, yang terdiri dari:

partikel liat berukuran koloid


dan partikel-partikel organik (humus)
Pada muatan listrik permukaan koloid anorganik (liat halus) terjadi akibat

adanya proses fisik yang menghancurkan bebatuan yang menghasilkan partikelpartikel berpermukaan tak asli hasil patahan-patahan yang memutuskan ikatan
pada rantai senyawa-senyawa kimiawi penyusun bebatuan tersebut terutama rantai
silikat (Si) dan Aluminium (Al). Putusnya rantai kimiawi inilah yang kemudian
menghasilkan muatan listrik, yang muncul dipermukaan koloid-koloid tanah.
Pada koloid organik prinsip ini juga terjadi, tetapi yang mengalami
pemutusan terutama adalah rantai karbon(C).
umumnya bermuatan negatif.
Unsur-unsur utama kulit bumi :
Unsur
Oksigen (O): 46,6%

Muatan
Negatif
48

Muatan listrik yang terjadi

Silikon (Si): 27.7%


Aluminiun (Al)
Besi (Fe)
Kalsium (Ca)
Natrium (Na)
Kalium (K)
Magnesium (Mg)

Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif
Positif

Untuk bahan organik unsur intinya adalah


-

karbon (C) yang juga bermuatan positif


oksigen (O) bermuatan negatif

Sesuai dengan sifat muatan listrik yaitu :


a. tolak menolak jika mermuatan sama
b. tarik menarik jika bermuatan berbeda, yang menyebabkan anion dan kation ini
saling menarik dan saling menetralisasi muatan masing-masing. Sehingga secara
alami kation ini akan bersenyawa dengan oksigen.
Hasil proses alami dari bebatuan menjadi koloid menyebabkan komposisi
koloid tanah didominasi oleh:
1. 93,8% O
2. Dan 6,2% terdiri dari K ,Na,Ca, Si, Al, Fe, dan Mg selaras dengan ukuran
radius atomnya masing-masing perbandingannya pada tabel 3.16
Pemutusan ikatan antar ion pada permukaan luar koloid, dan subtitusi
isomorfi antar kation inti pada permukaan dalam koloid yang terjadi selama
proses pelapukan mineral dan dekomposisi bahan organik inilah yang
menyebabkan timbulnya mutan listrik pada permukaan koloid atau misel tanah.
Perbandingan proporsi unsur pada kulit bumi dan koloid tanah tabel 3.16
Unsur kimiawi
O

Kulit bumi (%)


46,6

Koloid tanah (%)


93,8
49

Radius atom (A)


1,32

Si
Al
Fe
Ca
Na
K
Mg

27,7
8,1
5,0
3,6
2,8
2,6
2,1

0,9
0,5
0,4
1,0
1,3
1,8
0,3

0,90
0,50
0,40
1,00
1,30
1,33
0,30

Makna pH sebagai Indikator Kesuburan Tanah


Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi
tanah,karena

dapat

mencerminkan

ketersediaan

hara

dalam

tanah

tersebut.Ketersediaan unsur-unsur dalam tanah pada kondisi reaksi asam-basa


(pH) .
Setiap tanaman memerlukan jumlah hara dalam komposisi yang berbedabeda,pengetahuan tentang pengaruh pH terhadap pola ketersediaan hara tanah
dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan tanaman yang sesuai pada suatu
jenis tanah .Melalui berbagai penelitian telah diketahui bahwa tanaman tertentu
mempunyai kisaran pH ideal tertentu pula.Kisaran pH optimum untuk beberapa
tanaman penting yang tertera pada tabel 3.20.
Tabel.3.20 Kisaran Ph optimum untuk beberapa tanaman penting
Tanaman

pH optimum

Tanaman

pH optimimum

Anggrek
Pinus
Kentang
Nenas
Apel
Strauberi
Kacang Tanah
Padi

4,0-5,0
4,5-5,0
4,8-6,5
5,0-6,0
5,0-6,5
5,0-6,5
5,3-6,6
5,5-6,5

Gandum
Tomat
Bawang merah
Broccoli
Kedelai
Selada
Melon
Bunga lili

5,5-7,5
5,5-7,5
5,8-7,0
6,0-7,0
6,0-7,0
6,0-7,0
6,0-7,0
6,0-7,0

50

Wortel
5,5-7,0
Kol /kubis
Teh Mawar
5,5-7,0
Bunga chrysan
Mentimun
5,5-7,0
Kacang buncis
Kol bunga
5,5-7,5
Asparagus
Jagung
5,5-7,5
Tebu
Sorghum
5,5-7,5
Kacang pie
Oat
5,5-7,5
Gula biet
Tembakau
5,5-7,5
Tabel ini secara umum menunjukan bahwa :

6,0-7,5
6,0-7,5
6,0-7,5
6,0-8,0
6,0-8,0
6,5-7,5
6,5-8,0

1. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 4,0-8,0 dan kecuali
nenas ,anggrek dan pinus ,semuanya telah ideal pada pH 6,5
2. Kemudian berdasarkan ketahananya terhadap kemasaman tanah,tetanaman
ini dapat dikelompokan menjadi:
a.tahan
(pH
dibawah

5,0),

misalnya

pinus,kentang,nenas,apel dan strauberi


b. agak tahan (pH di bawah 5,5),yaitu
,padi,wortel,teh

anggrek,

kacang

tanah

mawar,mentimun,kol

bunga,jagung,sorghum,oat,tembakau,gandum,tomat dan bawang


merah
c.peka

(pH

di

bawah

6,0),yaitu

broccoli,kedelai,selada

,melon,bubga lili,kol/kubis,bunga chrysab,kacang


Berdasarkan Hubungan Ph , KB dan kejenuhan Hdd tanah :
Untuk tanah berstatus basa rendah dan muatan tidak permanen tinggi
,maka pengapuran ditujukan untuk menaikkan pH dan KB sekaligus .
Di Michigan Selatan , telah diperoleh hubungan (foth ,1984 ) :
pH x 24 = 187 0,3 ( KTK ) - % kejenuhan H
Yang diperoleh dari data empirik berdasarkan pola hubungan : jika
kejenuhan Ca naik maka kejenuhan H turun , sehingga Ph meningkat .
Reaksi umum kapur karbonat dalam tanah tertera pada gambar 3.23.
Reaksi ini menunjukkan bahwa pengapuran karbonat menghasilkan ion-ion
hidroksil yang mengikt kation kation asam (H dan Al ) pada koloid tanah menjadi
inaktif sehingga ph naik . Situs muatan negatif koloid digantikan oleh kation baa
(Ca ), sehingga kejenuhan basa meningkat pula .Meski dalam reaksi ini dihasilkan
51

2 molekul asam karbonat , tetapi karena merupakan asam lemah , asam ini segera
terurai menjadi air dan gas karbon dioksida yang menguap ke udara .

H+
KOLO
ID

Ca 2+
KOLO
ID

+2 CaCO3 + 3 H2 O

+ 2 H 2CO3 + Al

(OH )3
Al3+

Ca 2+
H2O + CO2

Mengendap
pH naik
Gambar 3.23

Pemasaman Tanah sodik


Tanah sodik adalah tanah yang mengandung kejenuhan Na dd 15 % .
Natrium atau sodium (Na ) merupakan kation monovalen yang bukan hara
esensial bagi tanaman . Tinggi nya Na akan menyebabkan rusaknya struktur tanah
dan naiknya pH pada kisaran 8,5 10. Pada kisaran pH ini hanya sedikit tanaman
yang mmpu hidup normal dan tidak ada tanaman budidaya pertanian yang mampu
beradaptasi .
Bahan

yang umumnya digunakan untuk menurunkan pH tanah sodik

adalah Gypsum ( CaSO4 .2H2O , BM =172 ) , Sehingga untuk setiap 1 me Nadd


dibutuhkan tambahan gypsum sebesar 0,086 g /100 g tanah atau 1,72 ton/ha .
Pemasaman tanah disebabkan oleh terbentuknya asam sulfat yang bersifat sebagai
asam kuat , yang menghasilkan ion-ion H apabila bereaksi dengan air :
CaSO4 .2H2O

2H+ +SO42-

Ca (OH)2 + H2SO4
Mengendap

pH turun
52

Biota tanah
Secara ekologis tanah tersusun atas 3 kelompok material yaitu :
1. Factor biotik ( material hidup )
2. Factor abiotic berupa bahan organic
3. faktor abiotic berupa debu dan liat
Ekologi tanah
-

ekosisitem tanah
ilmu yang mempelajari hubungan biota tanah dengan lingkungannya .

daur energy hara


jenis dan klasifikasi biota tanah

Klasifikasi, secara umum jasad hayati tanah di golongkan menjadi dua :


1. fauna meliputi :
fauna makro terdiri dari herbivore dan karnivora
fauna mikro berupa parasite meliputi nematode, protozoa , rotivera.
2. Mikro flora , meliputi :
Ganging, cendawan, aktinimisetes, dan bakteri.
Terminology interaaksi atau hubungan antar biota dalam ekosistem
menurut lynch ( 1983 ) adalah :
Hubungan lokasional fungsional, yang menjelaskan posisi masing-masing
dalam suatu asosiasi yaitu :

53

1. Komensalisme, apabila kedua biota dalam asosiasi ini tidak dapat


menguntungkan jika tidak ada pasangannya.
2. Parasitisme : Predator
Apabila suatu biota pergerakanya dapatmemakan , memamgsa, mematikan
, merusak, mengeksploitasi berat, melukai, mencedrai dan lain-lain
aktifitas yang dapat menyebabkan kematian biota lainya.
Fauna tanah
a. Cacing tanah.
Di daerah humid sedang, cacing tanah merupakan penyumbang bahan
organic terbesar yaitu, kira-kira 100 kg/ ha (0.005 % ) dengan populasi
7000 ekor. Populasi dan aktivitas cacing bervariasi antar tanah. Optimum
jika kondisinya lembab, banyak bahan organic dan kalsium tersedia. Serta
bertekstur halus.
b. Arthropoda
Merupakan fauna tanah yang emacam dan jumlahnya yang cukup banyak,
dan yang paling menonjol adalah springtail dan kutu. Fauna ini
mempunyai kerangka luar yang memiliki kerangka luar yang di
hubungkan dengan kaki, sebagian besar mempunyai system peredaran
darah dan jantung.
c. Vertebrata
Vertebrata mempengaruhi tanah melalui aktifitas pembuatan sarang dan
transaksi jaringan organic makanannya kedalam sarang. Vertebrata seperti
tikus tanah membuat sarang atau lorong didalam tanah sehingga
mempengaruhi sumber kesuburan tanah.
Mikrobia tanah
Mikrobia tanah terdiri dari mikrobia meliputi protozo dan nematode dan
mikroflora yang terdiri dari bakteri, jamur, aktinomisetes dan ganging.
54

Mikroflora umun.
1. Bakteri.
Sebagian besar bakteri merupakan khemoheterotropik yang tergantung
pada karbon organic yang bersifat non fotosintetik, berperan dalam siklus
energy dan hara.
2. Fungi ( jamur )
Fungi merupakan mikroba ( organo- / heterotropik yang variatif baik dari
segi ukuran maupun strukturnya. Jamur berkembangbiak dengan spora.
Fungi di temukan dalam tanah dan aktif pada tahap pertama proses
dekomposisi bahan organic .
3. Algae ( ganggang )
Algae erat sekali hunbungannya dengan ketersediaan air yang berlebihan
( aquatic ). Namun pada tanah tertentu juga di temukan pada lapisan olah.
Algae berada dalam ukuran dan bentuknya, ada yang terdiri dari satu sel
berukuran sedikit lebih besar dari bakteri, da nada yang berfilamen terdiri
dari beberapa sel sampai yang berukuran panjang beberapa centimeter.
4. Mikrobia selulolitik.
Selulosa merupakan penyusun 15-60% bahan kering tanaman. Banyak
mikrobia yang diketahui mampu merombak selulosa ( selulolitik ). Pada
kondisi aerobic mikrobia adalah fungi > bakteri = aktinomisetes.
5. Mokrobia fungsional.
Secara umum pengaruh mikrobia ini dapat dilihat pada :
a. Pemanfaatan metalobik microbial sebagai nutrient tanaman
b. Prodiksi substansi pengatur tubuh
55

c. Pengurai hara dari bentuk organic maupun mineral


d. Produksi enzim
e. Penghambatan tahap perkembangan pathogen tanaman
f. Produksi substansi vitotoksik oleh mikrobia sporofot atau parasite
g. Persaingan pemanfaatan hara antara mikrobia tanaman.

56

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Racangan survei timbulan sampah


Pertemuan

:8

Hari/ Tanggal

: Senin/ 13 Oktober 2014

Dosen

: Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
Sumber dan Timbulan Sampah
Biasanya sumber sampah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
1. Sampah dari permukiman, atau sampah rumah tangga
2. Sampah dari non-permukiman yang sejenis sampah rumah tangga, seperti
dari pasar, komersial dsb.
Sampah dari kedua jenis sumber tersebut dikenal sebagai sampah domestik.
Sedang sampah non-domestik adalah sampah atau limbah yang bukan sejenis
sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses industri. Bila sampah
domestik ini berasal dari lingkungan perkotaan, dalam bahasa Inggeris dikenal
sebagai municipal solid waste (MSW).
Dalam pengelolaan persampahan di Indonesia, sampah kota biasanya dibagi
berdasarkan sumbernya, seperti sampah dari:

Permukiman atau rumah tangga dan sejenisnya

Pasar

Kegiatan komersial seperti pertokoan

57

Kegiatan perkantoran: mayoritas berisi sampah kegiatan perkantoran


seperti kertas Hotel dan restoran

Kegiatan dari institusi seperti industri, rumah sakit, khusus untuk sampah
yang sejenis dengan sampah permukiman

Penyapuan jalan

Taman-taman.
Kadang dimasukkan pula sampah dari sungai atau drainase air hujan, yang

banyak dijumpai. Sampah dari masing-masing sumber tersebut mempunyai


karakteristik yang khas sesuai dengan besaran dan variasi aktivitasnya. Timbulan
(generation) sampah masing-masing sumber tersebut bervariasi satu dengan yang
lain.
Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan
hal yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di
suatu wilayah. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan dengan
elemen-elemen pengelolaan seperti:

Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat

pengumpulan, dan pengangkutan

Perencanaan rute pengangkutan

Fasilitas untuk daur ulang Luas dan jenis TPA.


Bagi negara berkembang dan beriklim tropis seperti Indonesia, faktor

musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Dalam hal ini, musim
yang dimaksud adalah musim hujan dan kemarau, tetapi dapat juga berarti musim
buah-buahan tertentu. Di samping itu, berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh
faktor sosial budaya lainnya. Oleh karenanya, sebaiknya evaluasi timbulan
sampah dilakukan beberapa kali dalam satu tahun. Timbulan sampah dapat
diperoleh dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar yang sudah tersedia.

58

Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan volume atau satuan berat.
Jika digunakan satuan volume, derajat pewadahan (densitas sampah) harus
dicantumkan. Oleh karena itu, lebih baik digunakan satuan berat karena
ketelitiannya

lebih

tinggi

dan

tidak

perlu

memperhatikan

derajat

pemadatan.Timbulan sampah ini dinyatakan sebagai:

Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2/hari, kg/bed/hari, dan sebagainya

Satuan volume: L/o/hari, L/m2/hari, L/bed/hari, dan sebagainya.


Di Indonesia umumnya menerapkan satuan volume. Penggunaan satuan

volume dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi karena terdapat faktor


kompaksi yang harus diperhitungkan. Sebagai ilustrasi, 10 unit wadah yang berisi
air masing-masing 100 liter, bila air tersebut disatukan dalam wadah yang besar,
maka akan tetap berisi 1000 liter air. Namun 10 unit wadah yang berisi sampah
100 liter, bila sampah tersebut disatukan dalam sebuah wadah, maka volume
sampah akan berkurang karena mengalami kompaksi. Berat sampah akan tetap.
Terdapat faktor kompaksi yaitu densitas.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa
mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian
sistem pengelolaan persampahan. Prakiraan timbulan sampah akan merupakan
langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Bagi kotakota di negara berkembang, dalam hal mengkaji besaran timbulan sampah, perlu
diperhitungkan adanya faktor pendaurulangan sampah mulai dari sumbernya
sampai di TPA.

59

Tabel Besarnya Timbulan Sampah Berdasarkan Sumbernya

Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari,


antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara
lainnya. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain:

Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya

Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar


timbulan sampahnya

Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum


pada musim panas

Cara hidup dan mobilitas penduduk

60

Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan


bertambah pada musim dingin

Cara penanganan makanannya.


Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota di Indonesia

berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan densitas 200-300 kg/m3 dan komposisi
sampah organik 70-80%.
Menurut SNI 19 -3964 -1994, bila pengamatan lapangan belum tersedia,
maka untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah
sebagai berikut:

Satuan timbulan sampah kota besar = 2 2,5 L/orang/hari, atau = 0,4 0,5
kg/orang/hari

Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 2 L/orang/hari, atau =


0,3 0,4 kg/orang/hari
Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari

rumah tangga, maka untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah
tersebut dapat dianggap sudah meliputi sampah yang ditimbulkan oleh setiap
orang dalam berbagai kegiatan dan berbagai lokasi, baik saat di rumah, jalan,
pasar, hotel, taman, kantor dsb. Namun tambah besar sebuah kota, maka tambah
mengecil porsi sampah dari permukiman, dan tambah membesar porsi sampah
non-permukiman, sehingga asumsi tersebut di atas perlu penyesuaian, seperti
contoh di bawah ini.
Contoh :
Jumlah penduduk sebuah kota = 1 juta orang. Bila satuan timbulan sampah
= 2,5 L/orang/hari atau 0,5 kg/orang/hari, maka jumlah sampah dari permukiman
adalah = (2,51.000.000/1000) m3/hari = 2500 m3/hari atau setara dengan 500
ton/hari. Bila jumlah sampah dari sektor non-permukiman dianggap = 1250
m3/hari, atau setara dengan 250 ton/hari, maka total sampah yang dihasilkan dari
kota tersebut = 4000 m 3/hari, atau = 750 ton/hari. Bila dikonversi terhadap total
61

penduduk, maka kota tersebut dapat dinyatakan menghasilkan timbulan sampah


sebesar (4000 m3/hari : 1 juta orang) atau = 4 L/orang/hari, yang merupakan
satuan timbulan ekivalensi penduduk.
Komposisi Sampah
Pengelompokan berikutnya yang juga sering dilakukan adalah berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau %
volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan,
dan lain-lain. Komposisi dan sifat -sifat sampah menggambarkan keanekaragaman
aktivitas manusia.
Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dapat digolongkan
sebagai berikut:

Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun,


sampah kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain

Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas,
logam, kaca, dan sebagainya

Sampah yang berupa debu dan abu


Sampah yang mengandung zat-zat kimia atau zat fisis yang berbahaya.

Disamping berasal dari industri atau pabrik-pabrik, sampah jenis ini banyak pula
dihasilkan dari kegiatan kota termasuk dari rumah tangga.

62

Tabel Timbulan Buangan Padat Domestik Kota Bandung, 1994

Tabel Timbulan Sampah di Beberapa Negara

63

Tabel Timbulan Sampah di Beberapa Kota di Indonesia

Tabel Timbulan Sampah di Jawa Tengah Berdasarkan Income

Tabel Komposisi Sampah Domestik

64

Tabel Komposisi Sampah di Beberapa Kota (% Berat Basah)

Pengertian sampah organik lebih bersifat untuk mempermudah pengertian


umum, untuk menggambarkan komponen sampah yang cepat terdegradasi (cepat
membusuk), terutama yang berasal dari sisa makanan. Sampah yang membusuk (
garbage ) adalah sampah yang dengan mudah terdekomposisi karena aktivitas
mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik
dalam pengumpulan, pemerosesan, maupun pengangkutannya. Pembusukan
sampah ini dapat menghasilkan yang berbau tidak enak, seperti ammoniak dan
asam-as m volatil lainnya. Selain itu, dihasilkan pula gas-gas hasil dekomposisi,
65

seperti gas metan dan sejenisnya, yang dapat membahaykan keselamatan bila
tidak ditangani secara baik. Penumpukan sampah yang cepat membusuk perlu
dihindari. Sampah kelompok ini kadang dikenal sebagai sampah basah, atau juga
dikenal sebagai sampah organik. Kelompok inilah yang berpotensi untuk diproses
dengan bantuan mikroorganisme, misalnya dalam pengomposan atau gasifikasi,
atau cara-cara lain seperti sebagai pakan ternak.
Sampah yang tidak membusuk atau refuse pada umumnya terdiri atas
bahan-bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca, dan lain-lain. Refuse sebaiknya
didaur ulang, apabila tidak maka diperlukan proses lain untuk memusnahkannya,
seperti pembakaran. Namun pembakaran refuse ini juga memerlukan penanganan
lebih lanjut, dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara yang bermasalah,
khususnya bila mengandung plastik. Kelompok sampah ini dikenal pula sebagai
sampah kering, atau sering pula disebut sebagai sampah anorganik.
Di negara beriklim dingin, sampah berupa debu dan abu banyak dihasilkan
sebagai produk hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar untuk pemanas
ruangan, maupun abu hasil pembakaran sampah dari insinerator. Abu debu di
negara tropis seperti Indonesia, banyak berasal dari penyapuan jalan-jalan umum.
Selama tidak mengandung zat beracun, abu tidak terlalu berbahaya terhadap
lingkungan dan masyarakat. Namun, abu yang berukuran <10 m dapat
memasuki saluran pernafasan dan menyebabkan penyakit pneumoconiosis.
Sampah berbahaya adalah semua sampah yang mengandung bahan
beracun bagi manusia, flora, dan fauna. Sampah ini pada umumnya terdiri atas zat
kimia organik maupun anorganik serta logam log a m berat, yang kebanyakan
merupakan buangan industri. Sampah jenis ini sebaiknya dikelola oleh suatu
badan yang berwenang dan dikeluarkan ke lingkungan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Sampah jenis ini tidak dapat dicampurkan dengan sampah kota
biasa.
Komposisi sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor:

66

Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga


akan cukup tinggi

Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka


semakin tinggi tumpukan sampah terbentuk. Tetapi sampah organik akan
berkurang karena membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas
dan dan sampah kering lainnya yang sulit terdegradasi

Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang


sedang berlangsung

Tingkat sosial ekonomi: Daerah ekonomi tinggi pada umumnya


menghasilkan sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dsb

Pendapatan per kapita: Masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan


menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen

Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan


mempengaruhi. Negara maju seperti Amer ika tambah banyak yang
menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang
seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas.
Dengan mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan cara pengolahan

yang tepat dan yang paling efisien sehingga dapat diterapkan proses
pengolahannya. Tambah sederhana pola hidup masyarakatnya, tambah banyak
komponen sampah organik (sisa makanan, dsb). Suatu penelitian (1989) yang
dilakukan di beberapa kota di Jawa Barat menggambarkan hal tersebut dalam
skala kota. Tambah besar dan beraneka ragam aktivitas sebuah kota, maka tambah
kecil proporsi sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, yang umumnya
didominasi sampah organik. Pemukiman merupakan sumber sampah terbesar
dengan komposisi sampah basah atau sampah organik sebesar 73-78%. Dengan
kondisi seperti itu disertai kelembaban sampah yang tinggi, maka sampah akan
sangat cepat membusuk.
Tabel Tipikal Komposisi Sampah Pemukiman (% berat basah)

67

Tabel Tendensi Komposisi Sampah di Jawa Barat (%berat basah)

Tabel Komposisi Sampah Kota Bandung Berdasarkan Sumber (% Berat


Basah) 1988

68

Tabel Karakteristik Sampah kota Bandung 1988

Karakteristik Sampah
Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam
penanganan sampah adalah karakteritik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut
sangat bervariasi, tergantung pada komponen-komponen sampah. Kekhasan
sampah dari berbagai tempat/daerah serta jenisnya yang berbeda-beda
memungkinkan sifat-sifat yang berbeda pula. Sampah kota di negara-negara yang
sedang berkembang akan berbeda susunannya dengan sampah kota di negaranegara maju.
Karakteristik sampah dapat dikelompokkan menurut sifat-sifatnya, seperti:

69

Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatil, kadar abu, nilai kalor, distribusi ukuran.

Karakteristik kimia: khususnya yang menggambarkan susunan kimia


sampah tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dsb.
Menurut pengamatan di lapangan, maka densitas sampah akan tergantung

pada sarana pengumpul dan pengangkut yang digunakan, biasanya untuk


kebutuhan desain digunakan angka:

Sampah di wadah sampah rumah: 0,01 0,20 ton/m3

Sampah di gerobak sampah: 0,20 0,35 ton/m3

Sampah di truk terbuka: 0,25 0,40 ton/m 3

Sampah di TPA dengan pemadaran konvensional = 0,50 0,60 ton/m3 .


Informasi mengenai komposisi sampah diperlukan untuk memilih dan

menentukan cara pengoperasian setiap peralatan dan fasilitas-fasilitas lainnya dan


untuk memperkirakan kelayakan pemanfaatan kembali sumberdaya dan energi
dalam sampah, serta untuk perencanaan fasilitas pemerosesan akhir.
Metode Pengukuran
Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh
dengan survey pengukuran atau analisa langsung di lapangan, yaitu:
1. Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah
tangga dan nonrumah tanga) yang ditentukan secara randomproporsional
di sumber selama 8 hari berturut- tu rut (SNI 19-3964-1995 dan SNI M
36-1991- 03 )
2. Load-count analysis: mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah
yang masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari
berturut-turut. Dengan melacak jumlah dan jenis penghasil sampah yang
dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut, akan
diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk
70

3. Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah


sampah yang masuk ke fasilitas penerima sampah akan dapat diketahui
dengan mudah dari waktu ke waktu. Jumlah sampah sampah harian
kemudian digabung dengan perkiraan area yang layanan, dimana data
penduduk dan sarana umum terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh
satuan timbulan sampah per-ekuivalensi penduduk
4. Material balance analysis: merupakan analisa yang lebih mendasar,
dengan menganalisa secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang
hilang dalam system, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah
sistem yang ditentukan batas-batasnya (system boundary)
Dalam survey, frekuensi pengambilan sampel sebaiknya dilakukan selama
8 (delapan) hari berturut-turut guna menggambarkan fluktuasi harian yang ada.
Dilanjutkan dengan kegiatan bulanan guna menggambarkan fluktuasi dalam satu
tahun. Penerapan yang dilaksanakan di Indonesia biasanya telah disederhanakan,
seperti:

Hanya dilakukan 1 hari saja

Dilakukan dalam seminggu, tetapi pengambilan sampel setiap 2 atau 3 hari

Dilakukan dalam 8 hari berturut-turut.

Metode yang umum digunakan untuk menentukan kuantitas total sampah yang
akan dikumpulkan dan dibuang adalah sebagai berikut:

Rata-rata angkutan per hari dikalikan volume rata-rata pengangkutan dan


dikonversikan ke satuan berat dengan menggunakan densitas

rata-rata yang diperoleh melalui sampling Mengukur berat sampel di


dalam kendaraan angkut dengan menggunakan jembatan

timbang, kemudian rata-ratanya dikalikan dengan total angkutan per hari

Mengukur berat setiap angkutan di jembatan timbang di TPA.

71

Jumlah sampah yang sampai di TPA sulit untuk dijadikan indikasi yang
akurat mengenai timbulan sampah yang sebenarnya di sumber. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya kehilangan sampah di setiap tahapan proses operasional
pengelolaan sampah tersebut, terutama karena adanya aktivitas pemulungan atau
pemilahan sampah.Untuk keperluan tertentu, misalnya menentukan volume yang
dibutuhkan untuk pewadahan sampah atau menentukan potensi daur ulang, perlu
diupayakan untuk mengukur jumlah sampah di sumber. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan sampling sampah langsung di sumbernya. Karena aktivitas
domestik bervariasi dari hari ke hari dengan siklus mingguan, sampling sampah di
sumber harus dilaksanakan selama satu minggu (umumnya 8 hari berturutturut).Penentuan jumlah sampel yang biasa digunakan dalam analisis timbulan
sampah adalah adalah dengan pendekatan statistika, yaitu:
1. Metode Stratified Random Sampling: yang biasanya didasarkan pada
komposisi pendapatan penduduk setempat, dengan anggapan bahwa
kuantitas dan kualitas sampah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan
masyarakat.
2. Jumlah sampel minimum: ditaksir berdasarkan berapa perbedaan yang bisa
diterima antara yang ditaksir dengan penaksir, berapa derajat kepercayaan
yang diinginkan, dan berapa derajat kepercayaan yang bisa diterima.
3. Pendekatan praktis: dapat dilakukan dengan pengambilan sampel sampah
berdasarkan atas jumlah minimum sampel yang dibutuhkan untuk
penentuan komposisi sampah, yaitu minimum 500 liter atau sekitar 200
kg. Biasanya sampling dilakukan di TPS atau pada gerobak yang diketahui
sumber sampahnya.
Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Pencemaran tanah (land polution)


Pertemuan

:9

72

Hari/ Tanggal

: Senin/ 27 Oktober 2014

Dosen

: Muchsin riviwanto, SKM, M.Si

MATERI PENGAJARAN

73

A.Pengertian Land Pollution

Land pollution, in other words, means degradation or destruction of earths


surface and soil, directly or indirectly as a result of human activities.

B. Causes of Land Pollution

Deforestation and soil erosion: Deforestation carried out to create dry


lands is one of the major concerns. Land that is once converted into a dry
or barren land, can never be made fertile again, whatever the magnitude of
measures to redeem it are.

Mining activities: During extraction and mining activities, several land


spaces are created beneath the surface. We constant hear about land caving
in; this is nothing but natures way of filling the spaces left out after
mining or extraction activity

Overcrowded landfills: Each household produces tonnes of garbage each


year. Garbage like aluminum, plastic, paper, cloth, wood is collected and
sent to the local recycling unit. Items that can not be recycled become a
part of the landfills that hampers the beauty of the city and cause land
pollution.
74

Industrialization: Due to increase in demand for food, shelter and house,


more goods are produced. This resulted in creation of more waste that
needs to be disposed of. To meet the demand of the growing population,
more industries were developed which led to deforestation. Research and
development paved the way for modern fertilizers and chemicals that were
highly toxic and led to soil contamination.

Construction activities: Due to urbanization, large amount of construction


activities are taking place which has resulted in large waste articles like
wood, metal, bricks, plastic that can be seen by naked eyes outside any
building or office which is under construction.

Nuclear waste: Nuclear plants can produce huge amount of energy through
nuclear fission and fusion. The left over radioactive material contains
harmful and toxic chemicals that can affect human health. They are
dumped beneath the earth to avoid any casualty.

Sewage treatment: Large amount of solid site which end up in polluting


the environment.

C. Effects of Land Pollution

Soil pollution: Soil pollution is another form of land pollution, where the
upper layer of the soil is damaged. This is caused by the overuse of
chemical fertilizers, soil erosion caused by running water and other pest
control measures; this leads to loss of fertile land for agriculture, forest
cover, fodder patches for grazing etc.

Change in climate patterns: The effects of land pollution are very hazardous
and can lead to the loss of ecosystems. When land is polluted, it directly or
indirectly affects the climate patterns.

Environmental Impact: When deforestation is committed, the tree cover is


compromised on. This leads to a steep imbalance in the rain cycle. A
disturbed rain cycle affects a lot of factors. To begin with, the green cover
is reduced. Trees and plants help balance the atmosphere, without them we

75

are subjected to various concerns like Global warming, the green house
effect, irregular rainfall and flash floods among other imbalances.

Effect on human health: The land when contaminated with toxic chemicals
and pesticides lead to problem of skin cancer and human respiratory
system. The toxic chemicals can reach our body through foods and
vegetables that we eat as they are grown in polluted soil.

Cause Air pollution: Landfills across the city keep on growing due to
increase in waste and are later bhome for rodents, mice etc which in turn
transmit diseases.

Distraction for Tourist: The city looses its attraction as tourist destination as
landfills do not look good when you move around the city. It leads to loss
of revenue for the state government.

urned which leads to air pollution. They become Effect on wildlife: The
animal kingdom has suffered mostly in the past decades. They face a
serious threat with regards to loss of habitat and natural environment. The
constant human activity on land, is leaving it polluted; forcing these species
to move further away and adapt to new regions or die trying to adjust.
Several species are pushed to the verge of extinction, due to no homeland

D. Solutions for Land Pollution

Make people aware about the concept of Reduce, Recycle and Reuse.

Reduce the use of pesticides and fertilizers in agricultural activities.

Avoid buying packages items as they will lead to garbage and end up in
landfill site.

Ensure that you do not litter on the ground and do proper disposal of
garbage.

Buy biodegradable products.

Do Organic gardening and eat organic food that will be grown without the
use of pesticides.

Create dumping ground away from residential areas.

76

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Pengelolaan sampel tanah


Pertemuan

: 10

Hari/ Tanggal

: Senin/ 03 November 2014

Dosen

: Muchsin riviwanto, SKM, M.Si

MATERI PENGAJARAN
A. Teknik Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah merupakan tahapan terpenting di dalam
program uji tanah. Analisis kimia dari contoh tanah yang diambil diperlukan
untuk mengukur kadar hara, menetapkan status hara tanah dan dapat digunakan
sebagai petunjuk penggunaan pupuk dan kapur secara efisien, rasional dan
menguntungkan. Namun, hasil uji tanah tidak berarti apabila contoh tanah yang
diambil tidak mewakili areal yang dimintakan rekomendasinya dan tidak dengan
cara benar. Oleh karena itu pengambilan sampel tanah merupakan tahapan
terpenting di dalam program uji tanah.
Sampel tanah dapat diambil setiap saat, tidak perlu menunggu saat
sebelum tanam namun tidak boleh dilakukan beberapa hari setelah pemupukan.
Keadaan tanah saat pengambilan sampel tanah pada lahan kering sebaiknya pada
kondisi kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu keadaan tanah kira-kira
cukup untuk pengolahan tanah). Sedang pengambilan pada lahan sawah sebaiknya
diambil pada kondisi basah.

B. Peralatan untuk pengambilan contoh sampel tanah


1. Alat untuk mengambil contoh tanah seperti bor tanah (auger, tabung),
cangkul, sekop.

77

2. Alat untuk membersihkan bor, cangkul dan sekop seperti pisau dan sendok
tanah untuk mencampur atau mengaduk
3. Ember plastic untuk mengaduk kumpulan contoh tanah individu
4. Kantong plastic agak tebal yang dapat memuat 1 kg tanah, dan kantong
plastic untuk label.
5. Kertas manila karton untuk label dan benang kasur untuk mengikat label
luar
6. Spidol (water proof) untuk menulis isi label
7. Lembaran informasi contoh tanah yang diambil.

Hal- hal yang perlu diperhatikan :


1. Jangan mengambil contoh tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah
tererosi sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah/ sisa tanaman/
jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur dan bahan organic, dan bekas
penggembalaan ternak.
2. Permukaan tanah yang akan diambil contohnya harus bersih dari rumputrumputan, sisa tanaman, bahyan organic/ serasah, dan batu- batuan atau
kerikil.
3. Alat- alat yang digunakan bersih dari kotoran- kotoran dan tidak berkarat.
Kantong plastic yang digunakan sebaiknya masih baru, belum pernah
dipakai untuk keperluan lain.
C. Cara Pengambilan contoh Sampel Tanah
1. Sampel Sesaat (Grab Sample) : Sampel yng diambil secara langsung dr
badan

tanah

yang

sedang

dipantau.

Sampel

ini

hanya

menggmbarkan karakteritik tanah pada saat pengambilan sampel.


2. Sampel komposit (Compsite sample) : Sampel campuran dari beberapa
waktu pengambilan. Pengambilan sampel komposit dapat dilakukan secara
manual ataupun secara otomatis dgn menggunakan peralatan yang dapat
mengambil air pada waktu-waktu tertentu. Pengambilan sampel scara
otomatis hanya dilakukan jika ingi mengetahui gambaran tentang
karakteristik kualitas tanah secara terus-menerus
3. Sampel gambungan tempat (integrated sample) : sampel gabungan
yang diambil secara terpisah dari beberpa tempat, dengan volume yang
78

sama. Selain itu ada juga satu metode yang biasa digunakan dalam
pengammbilan sampel penelitian yaitu:
4. Automatic

Sampling (Pengambilan

Contoh

Otomatis),

Cara

ini

dikembangkan untuk memenuhi program pengamatan kualias sampel


secara penyeluruh. Peralatan memerlukan bangunan khusus dengan
penampungan dan pemeliharaan yang baik alat mengambil contoh
otomatis biasanya bekerja dalam 24 jam.

Contoh tanah yang diambil dapat berbentuk contoh tanah terganggu (disturb
soil samples)

Contoh tanah utuh atau tidak terganggu (undisturb soil samples).

Contoh tanah utuh biasanya diperlukan untuk analisis sifat fisik tanah
(bobot isi, porisitas dan permeabilitas tanah), sedangkan contoh tanah terganggu
diperlukan untuk analisis sifat kimia tanah dan sifat fisik tanah lainnya (tekstur,
kadar air tanah/pF).

Pengambilan contoh tanah utuh (undisturb soil samples)

harus

menggunakan ring samples, sedangkan contoh tanah terganggu dapat diambil


dengan menggunakan alat cangkul, sekop, atau auger (bor tanah).Untuk keperluan
evaluasi status kesuburan tanah, sebaiknya contoh yang diambil merupakan
contoh komposit yaitu contoh tanah campuran dari contoh-contoh tanah individu
(sub amples).Suatu contoh komposit harus mewakili suatu bentuk/unit lahan yang
akan dikembangkan atau digunakan untuk tujuan pertanian.Satu contoh komposit
mewakili suatu hamparan lahan yang homogen (10 15 Ha).Untuk lahan miring
dan bergelombang satu contoh komposit dapat mewakili tidak kurang dari 5
hektar.Satu contoh komposit terdiri dari campuran 15 contoh tanah individu (sub
samples).

D. Pengambilan Contoh Sampel Tanah Penelitian Kimia Dan Mikrobiologi


1. Sampling Time

Contoh tanah dapat diambil setiap saat, dan langsung dilakukan analisis di
laboratorium.Keadaan tanah saat pengambilan contoh tanah sebaiknya pada
79

kondisi kapasitas lapang (keadaan kelembaban tanah sedang) yaitu keadaan tanah
kira-kira cukup untuk dilakukan pengolahan tanah). Pengambilan contoh tanah
terkait erat dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan perencanaan
pengelolaan tanah-tanaman.
2. Frekuensi Pengambilan Contoh

Secara umum contoh tanah diambil sekali dalam 4 tahun untuk sistem
pertanaman di lapangan.

Untuk tanah yang digunakan secara intensif untuk budidaya pertanian,


contoh tanah diambil paling sedikit sekali dalam setahun.

Pada tanah-tanah dengan nilai uji tanah tinggi, contoh tanah disarankan
diambil setiap 5 tahun sekali.

3. Cara Mengambil Sampel Tanah Komposit

Menentukan tempat pengambilan sampel tanah individu, terdapat dua cara

yaitu cara sistematik seperti sistem diagonal atau zig- zag dan cara acak.
Rumput rumput, batu batuan atau kerikil, sisa tanaman atau bahan organik

segar/ serasah yang terdapat dipermukaan tanah di bersihkan.


Untuk lahan kering keadaan tanah pada saat pengambilan sampel tanah
sebaiknya pada kondisi kapasitas lapang (kelembaban tanah sedang yaitu
kondisi kira- kira cukup untuk pengolahan tanah). Sedang untuk lahan
sawah contoh tanah sebaiknya diambil pada kondisi basah atau seperti

kondisi saat terdapat tanaman.


Sampel tanah individu diambil menggunakan bor tanah (auger atau
tabung) atau cangkul dan sekop. Jika menggunakan bor tanah, sampel
tanah individu diambil pada titik pengambilan yang telah ditentukan,
sedalam +20 atau lapisan olah. Sedangkan jika menggunakan cangkul dan
sekop, tanah dicangkul sedalam lapisan olah (akan membentuk seperti
huruf v), kemudian tanah pada sisi yang tercangkul diambil setebal 1,5 cm

dengan menggunakan cangkul atau sekop (gambar 2)


Sampel- sampel tanah indivisu tersebut dicampur dan diaduk merata
dalam ember plastic, lalu bersihkan dari sisa tanaman atau akar. Setelah
80

bersih dan teraduk rata, diambil sampel seberat kira-kira 1 kg dan


dimasukkan kedalam kantong plastic (sampel tanah komposit). Untuk
menghindari kemungkinan pecah pada saat pengiriman, kantong plastic
yang digunakan rangkap dua.Pemberian label luar dan dalam. Label dalam
harus dibungkus dengan plastic dan dimasukkan diantara plastik
pembungkus supaya tulisan tidak kotor atau basah, sehingga label tersebut
dapat dibaca sesampainya dilaboratorium tanah. Sedangkan label luar
disatukan pada sat pengikatan plastic. Pada label diberi keterangan
mengenai

kode

pengambilan,

nomor

sampel

tanah,

asal

dari

(desa/kecamatan/kabupaten), tanggal pengambilan, nama dan alamat


pemohon. Selain label yang diberi keterangan, akan lebih baik jika sampel
tanah yang dikirim dilengkapi dengan peta situasi atau peta lokasi .

4. Pengambilan Contoh Tanah Terusik di Lapisan Permukaan

Memilih tempat yang tidak tergenang air, tak terkena sinar

matahari langsung,datar dan mewakili tempat sekitarnya.


Membersihkan seresah, batuan dan benda alam lain di lapisan permukaans

ehingga tubuh tanah terlihat.


Mengambil sekitar 1-2 kg contoh tanah kering angin dengan menggunakan
pacul,cethok dan memasukkannya kedalam plastik yang beritiket: Kode
tempat, kode perlakuan, kode tanah, nomor perlapisan dan ciri-ciri
istimewa lainnya.

5. Pengambilan Contoh Tanah Terusik dengan Bor.

Meletakkan mata bor di permukaan tubuh tanah.

Memutar pegangan bor perlahan-lahan ke arah kanan dengan disertai


tekanansampai seluruh kepala bor terbenam.

Kepala bor perlahan dikeluarkan dari tubuh tanah dengan memutar pegang
an bor tanah ke arah kiri dengan disertai tarikan.

Contoh tanah yang terbawa kepala bor dilepaskan perlahan sampai bersih
dandiusahakan

tidak banyak

81

merusak

susunan

tanah.

Pengeboran dilanjutkan lagi pada setiap ketebalan tanah 20 cm sampaiked


alaman yang dikehendaki.

Contoh tanah hasil pengeboran pada setiapketebalan 20 cm itu diletakkan


tersusun menurut kedalaman aslinya, sehingga akan diperoleh gambaran
profiltanah.

6. Pemeriksaan Sampel Tanah untuk Pemeriksaan Kualitas Kimia


Prosedur kerja sebagai berikut :

Lakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan auger / bor


tangan dengan kedalaman 15 25 cm

Lakukan pengambilan tanah yang ada pada auger / bor tangan dengan
mengunakan sekop kecil

Lakukan pelabelan pada kemasan sampel, dengan rincian:


a.
b.
c.
d.

Tanggal pengambilan sampel


Lokasi pengambilan sampel
Jenis sampel
Jenis pemeriksaan

parasitologi*)
e. Nama petugas

: ..
: ..
: Padatan / sampah / tanah *)
: Fisik / kimia / mikrobiologi dan
: .................... Tanda Tangan :

.................
f. Masukan kemasan sampel yang sudah diberi label ke box sampel

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS
82

Sub Pokok Bahasan : Sampel lindi


Pertemuan

: 11

Hari/ Tanggal

: Senin/ 10 November 2014

Dosen

: Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
A.

Pengertian Air Lindi


Air lindi didefinisikan sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan

air hujan pada timbunan sampah. Dalam kehidupan sehari-hari air lindi ini dapat
dianalogikan seperti seduhan air teh. Air lindi membawa materi tersuspensi dan
terlarut yang merupakan produk degradasi sampah. Komposisi air lindi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah
hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut. Air lindi
pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik (Hidrokarbon, Asam
Humat, Sulfat, Tanat dan Galat) dan anorganik (Natrium, Kalium, Kalsium,
Magnesium, Khlor, Sulfat, Fosfat, Fenol, Nitrogen dan senyawa logam berat)
yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa
mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi dari pada konsentrasi dalam air
tanah (Maramis, 2008).
Cairan pekat dari TPA yang berbahaya terhadap lingkungan dikenal dengan
istlah leacheat atau air lindi. Cairan ini berasal dari proses perkolasi/percampuran
(umumnya dari air hujan yang masuk kedalam tumpukan sampah), sehingga
bahan-bahan terlarut dari sampah akan terekstraksi atau berbaur. Cairan ini harus
diolah dari suatu unit pengolahan aerobik atau anaerobik sebelum dibuang ke
lingkungan. Tingginya kadar COD dan ammonia pada air lindi (bisa mencapai
ribuan mg/L), sehingga pengolahan air lindi tidak boleh dilakukan sembarangan
(Machdar, I, 2008).
Menurut Soemirat, (1996), Leachate adalah larutan yang terjadi akibat
bercampurnya air limpasan hujan (baik melalui proses infiltrasi maupun proses
perkolasi) dengan sampah yang telah membusuk dan mengandung zat tersuspensi
yang sangat halus serta mikroba patogen. Leachate dapat menyebabkan

83

kontaminasi yang potensial baik bagi air permukaan maupun air tanah. Hal ini
diakibatkan karena kandungan BOD yang tinggi yaitu sekitar 3.500 mg/L.
B. Sampah Sebagai Sumber Air Lindi
Timbunan sampah yang berasal dari sampah domestik dapat mengganggu/
mencemari karena : lindi (air sampah), bau dan estetika. Timbunan sampah juga
menutupi permukaan tanah sehingga tanah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Selain
itu, timbunan sampah dapat menghasilkan gas Nitrogen dan Asam Sulfida, adanya
zat Mercury, Chrom dan Arsen pada timbunan sampah dapat menimbulkan
gangguan terhadap bio tanah, tumbuhan, merusak struktur permukaan dan tekstur
permukaan tanah menjadi racun (Pustekom, 2005).
Selayaknya benda cair, air lindi ini akan mengalir ke tempat yang lebih
rendah. Air lindi dapat merembes ke dalam dan bercampur dengan air tanah,
ataupun mengalir di permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Bisa
dibayangkan, air lindi yang mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik
dengan konsenterasi sekitar 5000 kali lebih tinggi dari pada dalam air tanah,
masuk dan mencemari tanah atau air sungai.
C. Karakteristik Air Lindi
Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang
mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik
(Suprihatin 2002 in Sulinda, 2004). Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio
BOD5/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini
mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit
untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah
mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai tinggi (Alaerts dan Santika,
1984).
Komposisi air lindi sangat bervariasi karena proses pembentukannya
dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik-anorganik), mudah tidaknya
penguraian (larut -tidak larut), kondisi tumpukan sampah (suhu, pH, kelembaban,
umur), karakteristik sumber air (kuantitas dan kualitas air yang dipengaruhi iklim
dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup, ketersediaan nutrien dan mikroba,
dan kehadiran in hibitor (Diana, 1992). Selain itu Sulinda (2004) menyatakan
84

bahwa proses penguraian bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana
oleh mikroorganisme aerobik dan anaerobik pada lokasi pembuangan sampah
dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air lindi.
Sebagian besar limbah yang dibuang pada lokasi pembuangan sampah
adalah padatan. Limbah tersebut berasal dari berbagai sumber yang berbeda
dengan tipe limbah yang berbeda pula, sehingga setiap air lindi memiliki
karakteristik tertentu (Pohland da n Harper, 1985).
Tabel 2.1.
Kategori sumber dan tipe limbah
Kategori
Sumber
Limbah
Perumahan
Pertanian
Komersial
Kota

Industri

Tipe Limbah Utama


Produk kertas , plastik, gelas, abu, limbah makanan
Limbah hasil panen, limbah makanan, sampah, kimia
Produk kertas, limba h makan, rongsokan, reruntuhan
konstruksi, abu
Produk kertas, abu, limbah makanan, sludge selokan
Sludge biologis dan kimia (lumpur biologis hasil
pengolahan limbah), produk kertas, abu, reruntuhan

konstruksi
Sumber : Pohland dan Harper, 1985
Kuantitas dan kualitas air lindi juga dapat dipengaruhi oleh iklim. Infiltrasi
air hujan dapat membawa kontaminan dari tumpukan sampah dan memberikan
kelembaban yang dibutuhkan bagi proses penguraian biologis dalam pembentukan
air lindi (Pohland dan Harper, 1985). Meskipun sumber dari kelembabannya
mungkin dibawa oleh sampah masukkannya, tetapi sumber utama dari
pembentukkan air lindi ini adalah adanya infiltrasi air hujan. Jumlah hujan yang
tinggi dan sifat timbunan yang tidak solid akan mempercepat pembentukkan dan
meningkatkan kuantitas air lindi yang dihasilkan (Pohland dan Harper, 1985).
Pohland dan Harper (1985) menyatakan bahwa umur tumpukan sampah
juga bisa mempengaruhi kualitas air lindi dan gas yang terbentuk. Perubahan
85

kualitas air lindi dan gas menjadi parameter utama dalam mengetahui tingkat
stabilisasi tumpukan sampah.
D. Parameter kualitas air lindi (leachate)
1. Parameter fisika
a.

Suhu
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang,

ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan
awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003). Peningkatan suhu dapat
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi.
Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air,
seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Haslam 1995 in Effendi, 2003).
b.

TSS (Total Suspended Solid )


Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter

> 1m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m
(Effendi, 2003). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik,
yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke
badan air.

2.
a.

Parameter Kimia
pH
Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya

konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau
melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut
bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa
nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis,
respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut.

86

Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada tempat pembuangan
sampah perkotaan berkisar antara 1,5 9,5.
b.

DO (Dissolved oxygen)
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen

yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil
fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara
(Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air
adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan,
fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi
secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan
(turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang
masuk ke badan air, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan
unsur-unsur nutrien di perairan (Wetzel, 2001).
c.

BOD5 (Biochemical Oxygen Demand )


Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh

mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada
keadaan aerobik yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering
disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu,
densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organic
(Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan
organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh
mikroorganisme melalui proses biologi.
d.

COD (Chemical Oxygen Demand )


COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO 2 dan


H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang
dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi
air sampel (Boyd, 1982). Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organic
yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable

87

organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah total bahan organic
yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable) (Hariyadi, 2001).
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara
angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan (Tabel 2.2 dan 2.3). Angka
perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat
racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984).
Tabel 2.2.
Kategori kekuatan organik lindi
Kategori

kekuatan Kisaran konsentrasi (mg/l)


COD
BOD5
lindi
Rendah
< 1.000
220 750
Sedang
1.000 10.000
750 1.500
Tinggi
> 10.000
1.500 36.000
Sumber : Pohland dan Harper, 1985
Tabel 2.3.
Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air
Jenis air
BOD5/COD
Air buangan domestik (penduduk)
0,40 0,60
Air
buangan
domestik
setelah
0,60
pengendapan primer
Air buangan domestik setelah
0,20
pengolahan secara biologis
Air sungai
0,10
Sumber : Alaerts dan Santika,1984
Perairan yang memiliki COD yang tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar
biasanya kurang dari 20 mg/l, pada perairan tercemar bisa melebihi 200 mg/l dan
bahkan pada limbah industri bisa mencapai 60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP
1992 in Effendi, 2003)
e.

Amonia total
pada perairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh

bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi organisme yang ada di dalamnya


88

(Boyd, 1982). Amonia (NH3) yang disebut juga nitrogen amonia dihasilkan dari
pembusukan zat-zat organik oleh bakteri. Setiap amonia yang dibebaskan kesuatu
lingkungan akan membentuk reaksi keseimbangan dengan ion amonium (NH4+).
Amonium ini yang kemudian mengalami proses nitrifikasi membentuk
nitrit dan nitrat. Amonia dalam keadaan tidak terdisosiasi akan lebih berbahaya
untuk ikan daripada dalam bentuk amonium (Pescod, 1973). Nilai amonia
memiliki hubungan dengan nilai pH perairan, yaitu makin tinggi pH air maka
makin besar kandungan amonia dalam bentuk tidak terdisosiasi (Wardoyo, 1975).
Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran ba han
organic yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk
pertanian (Effendi, 2003).
f.

Nitrat
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan dan merupakan

nutrien utama bagi tumbuhan dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di
perairan (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna
senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi
ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus
nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob.
2 NH3 + 3 O2

Nitrosomonas

2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O

2 NO2- + O2

Nitrobacter

2 NO3-

Effendi (2003) juga menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l
menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas
manusia (pencucian dan pengolahan makanan) serta tinja hewan. Kadar
nitratnitrogen yang lebih dari 2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
perairan yang selanjutnya memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain
menjadi pesat (blooming).
g.

Sulfat
Sulfat adalah bentuk sulfur utama dalam perairan dan tanah. Di perairan

yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya tidak mengandung senyawa


89

natrium sulfat (Na2SO4) dan magnesium sulfat (MgSO4) (Hariyadi et al., 1992).
Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Reduksi
(pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hydrogen
sulfida pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organic
menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam
(Effendi, 2003).
SO42- + bahan organik
S2- + 2 H+

anaerob

bakteri

S2- + H2O + CO2

H2S

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan
H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar
alami berkisar antara 2 80 mg/liter. Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak
melebihi 400 mg/liter (WHO, 1984 in Effendi, 2003).
h.

Besi
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hamper

setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada
umumnya, besi yang ada di dala m air dapat bersifat: (1) terlarut sebagai Fe

2+

(ferro) atau Fe3+ (ferri); (2) tersuspensi sebagai butiran koloidal (diameter <1m)
atau lebih besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3 dan sebagainya; (3) tergabung
dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (Alaerts dan Santika, 1984).
Besi dalam bentuk ferro maupun ferri tergantung pada nilai pH dan kandungan
oksigen terlarut (Welch, 1952). Pada pH normal dan terdapat oksigen yang cukup,
kandungan besi ferro yang terlarut akan dioksidasi menjadi ferri yang mudah
terhidrolisa membentuk endapan ferri hidroksida yang tidak larut dan mengendap
di dasar perairan sehingga membentuk warna kemerahan pada substrat dasar.
Kadar besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang
bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung
oksigen (Wetzel, 2001).
Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05 - 0,2 mg/l (Boyd, 1988
in Effendi, 2003) pada air tanah dalam dengan kadar oksigen yang rendah kadar
besinya dapat mencapai 10 100 mg/l. Kadar besi > 1,0 mg/l dianggap
membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore, 1991). Sedangkan bagi
90

perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar


besi yang tidak lebih dari 20 mg/liter (McNeely et al, 1979 in Effendi, 2003).
3.

Parameter Mikrobiologi
Alaerts dan Santika (1984) menyatakan bahwa bakteri yang sering

digunakan sebagai indikator untuk menilai kualitas perairan adalah bakteri


koliform, fecal koliform, dan fecal streptococcus. Bakteri koliform merupakan
bakteri yang berasal dari tinja manusia, hewan berdarah panas, hewan berdarah
dingin, dan dari tanah. Bakteri koliform mudah dideteksi, sehingga jika bakteri
tersebut ditemui dalam sampel air berarti air tersebut tercemar oleh tinja dan
kemungkinan besar perairan tersebut mengandung bakteri patogen. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kadar maksimum total koliform yang
diperbolehkan pada perairan umum yang diperuntukkan untuk mengairi
pertanaman dan peternakan sebesar 10.000 MPN/100ml.
E.Dampak Air Lindi Terhadap Lingkungan
Secara umum Rembesan lindi yang sudah mencapai lebih dari 400 m dari
pusat timbunan sampah menunjukkan betapa cepatnya lindi tersebut mencemari
lingkungan TPA . Bisa dibayangkan kalau Pemerintah dan Instansi terkait tidak
tanggap atas dampak yang telah ditimbulkan oleh adanya TPA yang masih
menerapkan sistem open dumping, maka sudah barang tentu akan berdampak
negatif terhadap lingkungan baik terhadap sifat fisik-kimia-biologis maupun
berdampak pada kesehatan masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar TPA.
Pengaruh pencemaran lindi terhadap lingkungan disekitar TPA antara lain dapat
berpengaruh pada perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa, bau dan kekeruhan.
Suhu limbah yang berasal dari lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
air yang tidak tercemar lindi. Hal ini dapat mempercepat reaksi kimia dalam air,
mengurangi kelarutan oksigen dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau.
Terkontaminasinya sumber air tanah dangkal oleh zat-zat kimia yang
terkandung dalam lindi seperti misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium,
magnesium, kesadahan, klorida, sulfat, BOD, COD, pH yang konsentrasinya
sangat tinggi akan menyebabkan terganggunya kehidupan makhluk hidup
91

disekitar TPA. Disamping itu pula tercemarnya air bawah permukaan yang
diakibatkan oleh lindi berengaruh terhadap kesehatan penduduk terutama bagi
penduduk yang bermukim di sekitar TPA. Lindi yang semakin lama semakin
banyak volumenya akan merembes masuk ke dalam tanah yang nantinya akan
menyebabkan terkontaminasinya air bawah permukaan yang pada akhirnya akan
menyebabkan tercemarnya sumur-sumur dangkal yang dimaanfaatkan oleh
penduduk sebagai sumber air minum.
Adanya TPA yang tidak jauh dari kali/sungai, harus diwaspadai adanya
pencemaran oleh lindi. Sungai tersebut mengalir dan masih dimanfaatkan oleh
sebagian penduduk untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci. Jika
sungai ini tercemar oleh adanya rembesan lindi maka akan berdampak negatif
bagi penduduk yang yang masih memanfaatkan air sungai tersebut, baik
penduduk yang berada di sekitar TPA maupun penduduk yang berada di hilir
disepanjang sungai. Adanya rembesan lindi yang telah mencemari lingkungan
disekitar TPA berarti melanggar pasal 29 ayat 1 point f Undang-Undang Nomor
18 tahun 2008 tentang pelarangan pembuangan sampah dengan sistem open
dumping. Disamping itu juga telah melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

F.Penanggulangan Air Lindi


1)

Pelapis Dasar (Liner)


Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar,

yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah liner yang
efektif akan mencegah migrasi cemaran ke lingkungan, khususnya ke dalam air
tanah. Namun pada kenyataannya belum didapat sistem liner yang efektif 100%.
Karena timbulan lindi tidak terelakkan, maka di samping sistem liner dibutuhkan
sistem pengumpulan lindi. Oleh karenanya, dasar sebuah lahan urug akan terdiri
dari :

92

1. Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran ke luar


lahan urug
2. Sistem pengumpulan lindi.
Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami (seperti : tanah liat,
bentonite) maupun sintetis. Penggunaan bahan liner tersebut bisa secara tunggal
maupun kombinasi antara keduanya yang dikenal sebagai geokomposit,
tergantung fungsi yang dibutuhkan. Formasi lapisan dan jenis bahan liner ini
bermacam-macam tergantung pada karakteristik buangan padat yang ditimbun.
Untuk jenis sampah kota, Bagchi merekomendasikan cukup mengaplikasikan
sistem singled liner dengan jenis bahan liner berupa clay.
Pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan geosintetis atau dikenal
sebagai flexible membrane liner (FML). Jenis geosintetis yang biasa digunakan
sebagai pelapis dasar adalah:
1.

Geotextile sebagai filter

2.

Geonet sebagai sarana drainase

3.

Geomembrane dan geokomposit sebagai lapisan penghalang.


Untuk landfill sampah kota di Indonesia perlu dipertimbangkan hal-hal

seperti :
1.

Lahan urug biasanya terletak di luar kota, dan kadangkala berdekatan dengan
perumahan penduduk yang belum terjangkau oleh sistem pelayanan air minum
yang layak (seperti PDAM), sehingga masalah pencemaran lindi perlu
dipertimbangkan
2.

Intensitas hujan di Indonesia cukup tinggi.

2)

Saluran Pengumpul Lindi

Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah :


1.

Menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian

diselubungi batuan. Cara ini paling banyak digunakan pada landfill


2.

Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis dan di dalamnya

disusun batu kali kosong.


93

Fasilitas-fasilitas pengumpulan lindi dengan menggunakan pipa secara


umum adalah sebagai berikut :
1.

Slope teras
Untuk mencegah akumulasi lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan

urug ditata menjadi susunan teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%)


sehingga lindi akan mengalir ke saluran pengumpul (0,5-1%). Untuk mengalirkan
lindi ke unit pengolahan atau resirkulasi setiap saluran pengumpul dilengkapi
dengan pipa berlubang. Kemiringan dan panjang maksimum saluran pengumpul
dirancang

berdasarkan

kapasitas

fasilitas

saluran

pengumpul.

Untuk

memperkirakan kapasitas fasilitas saluran pengumpul dipergunakan persamaan


Manning.
2.

Piped Bottom
Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi panjang yang

dipisahkan oleh pemisah tanah liat. Lebar pemisah tersebut tergantung dari lebar
sel. Pipa-pipa pengumpul lindi ditempatkan sejajar dengan panjang sel dan
diletakkan langsung pada geomembrane.

3)

Penutup Akhir
Beberapa fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :
1. Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan
urug selesai dipakai
2. Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan
3. Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan
penyakit pada ekosistem
4. Mengurangi resiko kebakaran

94

5. Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah


lahan urug selesai digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain
6. Elemen utama dalam reklamasi lahan
7. Mencegah kemungkinan erosi
8. Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.
Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari beberapa bagian. Bagian atas
biasanya beberapa tanah yang berfungsi sebagai pelindung dan media pendukung
tanaman (top soil). Apabila tanah yang terdapat di lokasi tidak memenuhi
persyaratan maka diperlukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan dengan cara
mencampur atau mengganti tanah tersebut dengan tanah dari lokasi lain. Tebal
lapisan top soil ini adalah 60 cm.
Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase. Lapisan ini
menyalurkan sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir
ke lapisan di bawahnya. Materi yang biasa digunakan berupa materi berpori,
seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis, seperti geonet. Tebal lapisan ini sekitar
30 cm.
Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa digunakan adalah
geokomposit (geomembrane dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan
geomembrane yang dianjurkan adalah lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk
tanah liat adalah lebih besar dari 50 cm.
Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini
mutlak diperlukan untuk sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut
merupakan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Dalam kondisi
aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa karbon dioksida dan methan;
oleh karena itu pemanfaatan gas bio tersebut dapat dijadikan suatu alternatif
sumber energi.
Lapisan sistem ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti pasir/kerikil
atau berupa sistem perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup akhir adalah
lapisan subgrade. Lapisan ini dibutuhkan untuk meningkatkan kestabilan
permukaan lahan urug. Selain itu lapisan ini membantu pembentukan kemiringan
95

yang diinginkan guna mempercepat drainase lateral dan mengurangi tinggi


hidrolis. Ketebalan lapisan ini biasanya 30 cm.
Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk mengurangi limpasan air yang
masuk ke dalam lahan urug, dilakukan pengaturan kemiringan, juga dilengkapi
dengan drainase permukaan dan penanaman tanaman.
4)

Pengolahan Lindi
Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air

buangan domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan
sampah domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat
tingginya kadar BOD5 pada lindi yaitu sekitar 2.000-30.000. Sistem pengolahan
lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan
tersier.
Untuk pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang unit
kolam stabilisasi (fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi. Adapun pengolahan
tersier akan diuraikan gambaran singkat tentang land treatment dan intermitten
sand filter.

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS
96

Sub Pokok Bahasan : Penerapan konsep 3R skala rumah tangga dan skala
pemukiman
Pertemuan

: 12

Hari/ Tanggal

: Senin/ 17 November 2014

Dosen

: Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
3R atau Reuse, Reduce, dan Recycle sampai sekarang masih menjadi cara
terbaik

dalam

mengelola

dan

menangani

sampah

dengan

berbagai

permasalahannya. Penerapan sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle menjadi


salah satu solusi pengelolaan sampah di samping mengolah sampah menjadi
kompos atau meanfaatkan sampah menjadi sumber listrik (PLTSa; Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah). Justru pengelolaan sampah dengan sistem 3R (Reuse
Reduce Recycle) dapat dilaksanakan oleh setiap orang dalam kegiatan sehari-hari.
3R terdiri atas reuse, reduce, dan recycle. Reuse berarti menggunakan
kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun
fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan
sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi
barang atau produk baru yang bermanfaat.
Melakukan 3R (Reuse Reduce Recycle) Setiap Hari.
Mengelola sampah dengan sistem 3R (Reuse Reduce Recycle) dapat
dilakukan oleh siapa saja, kapan saja (setiap hari), di mana saja, dan tanpa biaya.
Yang dibutuhkan hanya sedikit waktu dan kepedulian kita.
Berikut adalah kegiatan 3R (Reuse Reduce Recycle) yang dapat dilakukan di
rumah, sekolah, kantor, ataupun di tempat-tempat umum lainnya.
Contoh kegiatan reuse sehari-hari:

97

Pilihlah wadah, kantong atau benda yang dapat digunakan beberapa kali
atau berulang-ulang. Misalnya, pergunakan serbet dari kain dari pada
menggunakan tissu, menggunakan baterai yang dapat di charge kembali.

Gunakan kembali wadah atau kemasan yang telah kosong untuk fungsi
yang sama atau fungsi lainnya. Misalnya botol bekas minuman digunakan
kembali menjadi tempat minyak goreng.

Gunakan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis


kembali.

Gunakan sisi kertas yang masih kosong untuk menulis.

Gunakan email (surat elektronik) untuk berkirim surat.

Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan
Contoh kegiatan reduce sehari-hari:

Pilih produk dengan kemasan yang dapat didaur ulang.

Hindari memakai dan membeli produk yang menghasilkan sampah dalam


jumlah besar.

Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill). Misalnya alat tulis yang
bisa diisi ulang kembali).

Maksimumkan penggunaan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat


dihapus dan ditulis kembali.

Kurangi penggunaan bahan sekali pakai.

Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi.

Hindari membeli dan memakai barang-barang yang kurang perlu.


Contoh kegiatan recycle sehari-hari:

Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai.

Olah sampah kertas menjadi kertas atau karton kembali.


98

Lakukan pengolahan sampah organic menjadi kompos.

Lakukan pengolahan sampah non organic menjadi barang yang


bermanfaat.
3R atau Reuse, Reduce, dan Recycle sebenarnya sederhana dapat

dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja serta tidak membutuhkan
biaya yang besar. Namun dari 3R yang sederhana ini bisa memberikan dampak
yang signifikan bagi penanganan sampah yang sering menjadi permasalahan di
sekitar kita.

99

Mata Kuliah

: Penyehatan Tanah Dan Pengelolaan Sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Strategi pengelolaan persampahan


Pertemuan

: 13

Hari/ Tanggal

: Senin/ 24 November 2014

Dosen

: Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
Dalam rangka penyehatan lingkungan permukiman yang berkelanjutan,
perlu dilakukan pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang ramah
lingkungan. Permukiman yang sehat dengan lingkungan yang bersih sangat
diperlukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia
sehingga masyarakat dapat menjadi lebih produktif.
Dalam upaya mewujudkan situasi dan kondisi permukiman sehat yang
diinginkan sebagaimana dimaksud di atas, diperlukan rencana, program, dan
pelaksanaan kegiatan yang terpadu, efisien, dan efektif. Untuk mewujudkan
situasi dan kondisi yang diinginkan maka ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum

No.

21/PRT/M/2006 tentang

Kebijakan

dan

Strategi

Nasional

Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan.


Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan, yang selanjutnya disingkat KSNP-SPP merupakan pedoman untuk
pengaturan, penyelenggaraan

dan

pengembangan

sistem

pengelolaan

persampahan, baik bagi pemerintah pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta,
dan masyarakat.
KSNP-SPP meliputi uraian tentang visi dan misi pengembanagn sistem
pengelolaan persampahan;

isu

strategis,

permasalahan

dan

tantangan,

pengembangan SPP, tujuan /sasaran; serta kebijakan dan strategi nasional

100

pengembangan sistem pengelolaan persampahan dengan rencana tindak yang


diperlukan.
KSNP-SPP

digunakan

sebagai

pedoman

untuk

pengaturan,

penyelenggaraan, dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang


ramah lingkungan, baik ditingkat pusat, maupun daerah sesuai dengan kondisi
daerah setempa
Peraturan Terkait
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;
2. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
6. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
7. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Nasional;
8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
9. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
10. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
11. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun
dan Lingkungan Siap Bangun Berdiri Sendiri;
12. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum;
13. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum;
101

14. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional 2005-2009;

Mata Kuliah

: Penyehatan tanah dan pengelolaan sampah A

Semester

: III

Tahun Ajaran

: 2013/2014

Beban SKS

: 3 SKS

Sub Pokok Bahasan : Pengolahan strategi timbulan sampah


Pertemuan

: 14

Hari/Tanggal

: Senin/ 24 November 2014

Dosen

: Mukhlis, MT

MATERI PENGAJARAN
1. Sampah Perkotaan
Telah diketahui bahwa limbah merupakan konsekuensi langsung dari
kehidupan. Sehingga dapat dikatakan limbah timbul sejak adanya aktivitas
manusia. Timbulnya bersamaan dengan aktivitas manusia, mulai dari usaha
penambangan/pengambilan sumber daya alam sebagai bahan baku, berlanjut
menjadi bahan yang siap untuk energi, bahan setengah jadi untuk suatu barang
dan aktivitas dalam mengkonsumsi barang-barang tersebut untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya. Limbah-limbah tersebut dapat berwujud padat (solid
waste), cair (liquid waste) dan gas (gas waste).
Sampah (limbah) dapat diartikan sebagai limbah padat yang dibuang dari
aktivitas manusia untuki mencapai sebuah kesejahteraan. Sampah merupakan
konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti
menghasilkan buangan atau sampah. Sampah adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang berwujud padat atau semi padat berupa zat organik dan atau
anorganik bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai yang dianggap sudah
tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Sumber limbah padat perkotaan
102

berasal dari permukiman, pasar, kawasan pertokoan dan perdagangan, kawasan


perkantoran dan prasarana umum, kawasan industri, peternakan hewan dan
fasilitas umum lainnya (Anonim, 1981: 1-2).
Jenis sampah perkotaan terdiri atas 2 bagian yaitu, sampah organik dan
non organik. Sampah organik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia
mudah terurai oleh bakteri (biodegradable) misalnya sisa makanan, sayur mayur,
daun-daunan, kayu dan lainnya. Sedangkan sampah non organik adalah sampah
yang mempunyai komposisi kimia sulit untuk diuraikan atau membutuhkan waktu
yang lama (non biodegradable) misalnya sampah plastik, kaleng, besi, kaca dan
lainnya (Kodoatie, 2005: 217).
Kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan adalah (1)
sampah domestik, yaitu sampah yang berasal dari pemukiman; (2) sampah
komersial yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa
komersial berupa toko, pasar, rumah makan dan kantor; (3) sampah industri, yaitu
sampah berasal dari sisa produksi dan (4) sampah yang berasal dari selain yang
telah disebutkan tadi, misalnya sampah pepohonan, sapuan jalan dan bencana
alam (Hadiwijoto, 1983: 77).
Masalah sampah di kota-kota besar bukan lagi masalah baru dan masalah
ini menjadi masalah kota menengah dan kecil di negara sedang berkembang pada
umumnya dan negara Indonesia pada khususnya. Permasalahan sampah
merupakan hal yang krusial karena dampaknya terkena berbagai sisi kehidupan,
terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung,
Palembang, Makassar dan Medan (Sudradjat, 2008: 6).
2. Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan di Indonesia
Kebijakan yang diterapkan di Indonesia dalam mengelola sampah kota
secara formal adalah seperti yang diarahkan oleh Departemen PU (Direktorat
Jenderal Cipta Karya) yang sekarang menjadi Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah (KIMPIRASWIL) sebagai departemen teknis yang membina
pengelola limbah padat perkotaan (persampahan) di Indonesia. Sistem
103

pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponenkomponen sub sistem yang saling mendukung satu dengan yang lain, yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur.
Komponen-komponen tersebut adalah :
a. Sub sistem teknik operasional (sub sistem teknik)
Sub sistem operasional memiliki komponen-komponen tersendiri atau subsub sistem tersendiri yaitu ; pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir.
Termasuk dalam operasional sarana dan prasarananya.
b. Sub sistem teknik kelembagaan (sub sistem institusi)
Sub sistem ini menitikberatkan pada aspek kelembagaan atau organisasi,
yaitu pihak-pihak yang berwenang dalam pengelolaan sampah atau institusi yang
mengatur,

merencanakan,

mengendalikan

dan

mengawasi

pengelolaan

persampahan. Di Indonesia pihak institusi yang berwenang secara umum adalah


Dinas Kebersihan Kota.
c. Sub sistem pembiayaan (sub sistem finansial)
Sub

sistem

finansial

memiliki

tujuan

untuk

mengatur

aspek

pendanaan/pembiayaan dalam pengelolaan persampahan, baik oleh Dinas


Kebersihan Kota (pemerintah), swasta maupun oleh masyarakat itu sendiri.
d. Sub sistem hukum dan pengaturan (sub sistem hukum)
Sub sistem ini mengacu pada bidang perundang-undangan, penegakan
hukum, penentuan kebijakan dan upaya-upaya lainnya yang menyangkut aspek
hukum dan pengaturan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun
pengawasan dalam pengelolaan persampahan.
e. Sub sistem peran serta masyarakat dan swasta

104

Sub sistem peran serta masyarakat dan swasta mencakup pada sistem
mekanisme pengawasan, pelaksanaan, pemanfaatan hingga pendanaan. Bagi peran
serta masyarakat lebih mengarah pada upaya peningkatan kesadaran masyarakat
dan aspek finansial dalam pengelolaan sampah sedangkan pihak swasta terarah
pada keterlibatan dalam pendanaan.
3. Pokok-pokok Permasalahan Pengelolaan Sampah di Indonesia
Berdasarkan konsep manajemen pengelolaan sampah perkotaan di atas,
secara umum persoalan yang muncul pada pengelolaan di Indonesia adalah:
a. Aspek Kelembagaan
Bentuk kelembagaan yang tidak sesuai dengan besarnya kewenangan yang
harus dikerjakan, sumber daya manusia sebagai salah satu unsur pengelola kurang
memadai dari jumlah maupun kualifikasinya.
b. Aspek Teknik Operasional
Keterbatasan dan kondisi sarana dan prasarana pengumpulan kontainer,
pengangkutan (arm roll truck), pengolahan di tempat pembuangan akhir
(buldozer, track dozer) yang tidak optimal serta terbatasnya lahan untuk tempat
pembuangan dan penanganan akhir.
c. Aspek Pembiayaan
Tidak seimbangnya antara besarnya biaya operasional-pemeliharaan (OP)
dengan besarnya biaya penerimaan retribusi sebagai konsekuensi logis pelayanan
akibat mekanisme penarikan retribusi yang kurang memadai.
d. Aspek Pengaturan dan Hukum
Tidak maksimalnya kebijakan pengaturan pengelolaan di daerah yang
mampu memberikan motivasi kesadaran peran serta masyarakat untuk ikut secara
utuh dalam pengelolaan baik menyangkut pembiayaan maupun teknik
operasional.
105

e. Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta


Kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara utuh dalam pengelolaan
kurang memadai disisi lain sampah akibat dari kegiatan dari masyarakat itu
sendiri. Pihak swasta sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan lain, sehingga
kebanyakan program pemerintah tidak berjalan maksimal (Kodoatie, 2005: 219).
4. Pendekatan Sistem
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling
berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem, perubahan pada satu komponen dapat
menyebabkan perubahan pada komponen lainnnya. Pendekatan sistem adalah
adalah pendekatan umum untuk suatu perencanaan atau teknik dengan
menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.
Pendekatan sistem akan dapat mengaitkan permasalahan-permasalahan yang ada.
Pendekatan sistem mencoba menghasilkan pemecahan yang terbaik dari beberapa
alternatif pemecahan yang ada dengan batasan tertentu (Tamin, 2000: 26).
Tinjauan terhadap masalah sampah tentunya tidak dapat didekati dari satu
dimensi saja. Masalah sampah telah membentuk sistem masalah (messes). Artinya
sistem kondisi eksternal

yang

tengah berlangsung telah

menghasilkan

ketidakpuasan dari setiap kelompok dalam masyarakat sehingga perlu


mengembangkan metamasalah mengenai sampah untuk memudahkan kita dalam
menspesifikasi akar masalah yang harus terlebih dahulu diselesaikan (Ackroff,
1971:21 dalam Gunawan, 2008:14).
Masalah sampah adalah masalah yang meliputi dan melibatkan suatu
sistem dalam arti luas yang menyangkut sub-sub sistem yang saling berkaitan dan
saling berpengaruh secara totalitas akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian
tujuan atau pendekatan sistem (Dyayadi, 2008:208).

106

a. Sub Sistem Kelembagaan (sub sistem institusi)


Motor penggerak pengelolaan persampahan adalah institusi yang diberi
kewenangan untuk melaksanakan seluruh aspek manajemen untuk menghasilkan
kualitas pelayanan persampahan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk
operasionalisasi kebijakan maka dari aspek kelembagaan menetapkan beberapa
strategi dalam mengatasi masalah persampahan.

Meningkatkan status dan kapasitas institusi pengelola

Meningkatkan kinerja institusi pengelola persampahan

Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan pemangku kepentingan


lain

Meningkatkan kualitas SDM manusia (Anonim, 2006: 18).

b. Sub Sistem Teknik Operasional (sub sistem teknik)


Dalam menangangi permasalahan pada sub sistem ini, perlu dilakukan
pendekatan strategis pada berbagai bidang teknis dalam upaya meningkatkan
efektivitas dan maksimalisasi pelayanan operasional persampahan. Untuk
operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu :

Optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana persampahan

Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan berkeadilan

Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai sasaran pelayanan

Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan

Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA kearah sanitary landfill

Penelitian, pengembangan, dan aplikasi persampahan tepat guna dan


berwawasan lingkungan (Anonim, 2006: 16).

107

c. Sub Sistem Pembiayaan (sub sistem finansial)


Dalam upaya akumulasi dana untuk pengelolaan sampah ini, sebenarnya
peran berbagai pihak turut menentukan keberhasilan dan efektivitasnya, baik
pemerintah, pengusaha maupun masyarakat umum. Mereka merupakan satu
kesatuan yang seharusnya sinergis memiliki kepedulian dan mendanai sampah
perkotaan. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar
pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan
memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat
adalah melalui pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu
mencapai tingkat yang lebih tinggi (Dyayadi, 2008: 215).
d. Sub Sistem Hukum dan Pengaturan (sub sistem hukum)
Negara

Indonesia

sudah

saatnya

mempunyai

Undang-Undang

Persampahan secara nasional mengatur segala masalah sampah dan menjadi acuan
bagi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota secara nasional. Dengan adanya
undang-undang tersebut, maka masalah sampah mendapat perhatian dan menjadi
masalah nasional. Dari sisi hukum dalam peraturan dan perundang-undangan, ada
2 aspek yang dapat diatur dan menjadi dasar ketentuan pengelolaan sampah yaitu
aspek manajeman dan teknis. Dari aspek manajeman dalam peraturan perundangundangan pengelolaan sampah bersifat umum dan universal, mengatur posisi, hak
dan tanggung jawab secara mendasar (masyarakat, pemerintah dan dunia usaha),
sedangkan dari segi teknis adalah ketentuan teknis (teknologi, pendanaan,
pengawasan, dan peran serta masyarakat) dan pengaturan sanksi baik adminstrasi
maupun pidana (Dyayadi, 2008: 213).
e. Sub Sistem Peran Serta Masyarakat dan Swasta
Peran aktif masyarakat dalam menaggulangi masalah sampah tidak saja
berupa sumbangan dana berupa retribusi sampah yang harus dibayar setiap bulan
karena dana tidak akan mencukupi biaya opersional yang harus dikeluarkan oleh
DKP kota. Peran lain masyarakat dalam pengelolaan sampah mencakup sistem
mekanisme pengawasan, pengelolaan, pemanfaatan, hingga pendanaan. Dalam
108

sistem pengawasan seharusnya sudah dimulai adanya mekanisme yang jelas dan
transparan dimana masyarakat menjadi fungsi kontrol dalam pengelolaan sampah.
Pada peran pengolahan sampah, maka masyarakat dapat dilibatkan dalam
mereduksi sampah, pemakaian kembali, daur ulang, pemisahan antara sampah
oraganik dan non organik serta sampah B3 (Bahan, Berbahaya dan Beracun).
Masyarakat sebenarnya dapat berperan sebagai SDM yang melakukan operasional
dan pemeliharaan armada pengangkut sampah, pelaku proses anaerobik/biogas
dan insenerator. Pada pemanfaatan sampah oleh masyarakat dapat dilakukan
dengan komposting sampah dan memanfaatkan kegiatan ekonomi lain seperti
bahan kerajinan, daur ulang dan bahan baku produksi lainnya. Disamping
masyarakat, pihak swasta / dunia usaha juga memiliki potensi yang besar untuk
dapat berperan serta menyediakan pelayanan publik ini. Beberapa pengalaman
buruk dimasa lalu yang sering membebani dunia usaha sehingga tidak
berkembang dan perlu mendapatkan upaya-upaya perbaikan. Swasta jangan lagi
dimanfaatkan bagi kepentingan lain, tetapi perlu dilihat sebagai mitra untuk
bersama mewujudkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kehadirannya
sangat diperlukan. Budaya bersih, dalam Islam terdapat pepatah yang mengatakan
bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman dengan kata lain sempurnanya
iman sesorang apabila dia menjaga kebersihan diri dan lingkungannnya.
Penduduk Indonesia sebagian besar umat Islam, bila dapat mengamalkan ajaran
agamanya dengan baik, maka otomatis akan mudah menerapkan budaya bersih
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, hendaknya budaya bersih dapat
dijadikan perilaku umat Islam sehari-hari pada khususnya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya sebab semua agama pastilah mengajarkan untuk
menjaga kebersihan. Untuk menjadikan budaya bersih menjadi budaya bangsa
kita bukanlah pekerjaan mudah. Diperlukan suatu program jangka panjang dan
kemauan keras serta teladan yang baik. Untuk menjadikan budaya bersih menjadi
budaya kita memerlukan waktu yang lama, satu atau dua generasi (Dyayadi, 2008:
209).
5. Studi Kasus Pengelolan Sampah di Kota Curitiba Brazil

109

Kota Curitiba dengan jargon The Ecocity tercatat sebagai salah satu kota
terkumuh dan termacet di Brazil pada dasawarsa 1970-an, Curitiba mampu
bersolek diri secara radikal. Kota tersebut kini menjadi kawasan paling apik di
Negeri Samba. Bahkan, pada 1996, Curitiba dianugerahi predikat the most
innovative city in the world. Banyak pemerintah kota di berbagai dunia melirik
Curitiba.
Pada 1970-an Curitiba terletak di sebelah tenggara Brazil, sekitar 1.081 km dari
ibu kota Brazil, dulunya merupakan kawasan langganan macet dan banjir. Curitiba
juga terancam ledakan penduduk, seperti kebanyakan kota di Amerika Latin saat
itu. Namun sebuah revolusi tata kota, Curitiba Master Plan, yang dicetuskan
arsitek Universitas Federal Parana oleh Jaime Lerner mengubah secara
fundamental ibukota negara bagian Parana.
Untuk menjamin kota tetap bersih, pemerintah setempat mencanagkan
program agar para warga miskin diminta mengumpulkan satu kantong plastik
sampah yang dapat ditukar dengan susu, telur, atau tiket bus. Strategi pengelolaan
sampah ini berpengaruh terhadap produktivitas penduduk. Jika pada 1970-an
warga Curitiba berpenghasilan di bawah rata-rata penduduk Brazil, kini
penghasilan mereka dua kali lipat pendapatan per kapita nasional. Hal pertama
yang tak mudah dilakukan adalah memunculkan motivasi untuk mengubah diri.
Curitiba mampu mewujudkan dan menikmatinya sepanjang 25 tahun terakhir ini
lewat

sebuah

political

will

dan

kepemimpinan

yang

kuat

(http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/belajar-dari-kota curitibapenerapan-kotaekologis/).
Membuat taman yang berestetika tinggi di bekas tempat pembuangan
sampah akhir (TPA) mungkin bukan hal mustahil. Di Curitiba, sampah memang
nyaris mendapatkan perhatian yang sangat besar dari masyarakat. Mungkin ini
kota yang menjadikan sampah sebagai barang barteran dengan makanan atau
barang berharga lainnya. Semakin berat sampah yang disetor, maka makin banyak
pula bahan makanan yang diperoleh. Selain bukit itu, Curitiba juga memiliki
taman indah lain. Salah satu di antaranya, kawasan yang disebut Flower Street
110

(Jalan

Kembang).

(http://digilibampl.net/detail/detail.php?

row=9&tp=kliping&ktg=sampahluar&kode=2157).
Kita bisa belajar dari menejemen Kota Curitiba yang memiliki motto
Design by Nature.

Di Curitiba pemerintah memberikan pendidikan dan

penyuluhan kepada masyarakat. Cara ini dijalankan dengan membentuk lembaga


semacam Universitas yang berfungsi untuk pendidikan lingkungan bagi
masyarakatnya secara gratis. Selain memberikan pendidikan lingkungan kepada
masyarakat, Curitiba juga melakukan pengelolaan sampah dengan melibatkan
partisipasi masyarakat. Masyarakat diminta secara aktif mengelola sampahnya
mulai dari rumah per rumah dengan melakukan pemisahan sampah (organik
dengan organik, non-organik dengan non-organik) untuk kemudian ditukarkan
kepada pemerintah dengan buku dan tiket angkutan umum. Selain itu, Curitiba
juga sangat memperhatikan krisis air, dan polusi udara. Daerah-daerah resapan air
benar-benar mendapatkan perhatian yang serius, misalnya dengan menyediakan
taman-taman kota yang berfungsi sebagai resapan air dan produksi oksigen
sekaligus sebagai tempat rekreasi bagi warganya. Langkah yang lain misalnya
bisa kita lihat dengan bagaimana cara pemerintah Kota Curitiba mengatasi
kemacetan transportasi.
Kota Curitiba memang disebut-sebut sebagai sebuah kota masa depan,
Dalam mencanangkan programnya, pengembangan Kota Curitiba selalu
memegang prinsip keramahan lingkungan. Curitiba termasuk kategori kota yang
sangat kreatif (creative city), karena dengan modal yang sangat minim ia mampu
menghasilkan penataan kota yang optimal. Partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah adalah dengan mengumpulkan sampah dan memisahkannya
sesuai dengan janisnya, misalnya organik dengan organik, dan non-organik
dengan non-organik sangat meminimalisir resiko sampah (http://rusmadirusmadi.blogspot.com/2008/02/cita-cita-membangun-ecocity-yang.html ).
Dalam hal persampahan, saat ini Curitiba mendaur ulang dua per tiga
sampah yang ada di kotanya. Angka tersebut merupakan tingkat daur ulang

111

sampah tertinggi, bahkan dibanding negara maju sekalipun. Hal-hal yang


dilakukan Curitiba dalam hal penanganan sampah ini antara lain:
1. Masyarakat Curitiba membuang sampah organik dan anorganik secara
terpisah yang dikumpulkan oleh 2 jenis truk sampah.
2. Orang-orang miskin yang tinggal di gang-gang sempit yang tidak dilalui
truk sampah, dapat membawa kantong sampahnya ke pusat pengumpulan
dengan imbalan berupa tiket bus, telur, susu, jeruk atau kentang yang
dibeli pemerintah dari kebun-kebun petani di pinggir kota.
Sampah-sampah yang ada didaur ulang di pusat pengolahan sampah yang
mempekerjakan para penyandang cacat, imigran, dan pecandu alkohol

112

Anda mungkin juga menyukai