Bab 6 Belajar Dengan
Bab 6 Belajar Dengan
yang nyata.
Whitehead, A.N. (1947). Essays in Science and Philosophy. New York, NY: Philosophical Library, Inc.,
halaman 218 -219.
2
Kolb, D. (1994). Experiential Learning as the Science of Learning and Development. Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall.
mahasiswa bila tidak mengetahui seluk-beluk proses belajar yang terjadi dalam
Metode Kasus.
Bab ini akan membahas pengertian belajar dan tiga tahapan proses
belajar yang terjadi dalam Metode Kasus: proses belajar mandiri, proses belajar
dalam kelompok kecil, dan proses belajar dalam kelas. Dalam berbagai tahapan
tersebut peran mahasiswa diuraikan.
Belajar
Belajar adalah sebuah proses perubahan yang menyangkut tiga
dimensi: pengetahuan (knowledge), kemampuan (skills), dan sikap (attitude)
(Gambar 6-1). Setelah belajar, seorang mengalami perubahan: dari tidak tahu
menjadi tahu (pengetahuan), dari tidak bisa menjadi bisa (kemampuan), dari
tidak mau menjadi mau (sikap). Dalam hal pembelajaran manajemen, maka
perubahan dimensi pertama saja yaitu pengetahuan tidaklah mencukupi. Seperti
dikatakan Whitehead seorang yang tahu saja adalah orang yang paling
membosankan di dunia ini a well-informed man is the most useless bore on
Gods earth.3
Gambar 6-1
3 Dimensi Belajar
Perubahan Sikap
Belajar
Pengembangan Kemampuan
3
Penambahan Pengetahuan
Whitehead, A.N. (1929). The Aims of Education and Other Essays. New York, NY: McMillan Company.
ini
tidak
disebabkan
karena
kecenderungan
alamiah
seperti
yang
berarti
terjadi
dengan
mengerjakan,
Rogers, C.R. (1994). Personal Thoughts on Teaching and Learning. Dalam Barnes, L.B., Christensen,
C.R., & Hansen, A.J. Teaching and The Case Method. Boston, MA: Harvard Business School Press,
hal.129.
6
Rogers, C.R. (1969). Regarding Learning and Its Facilitation. Dalam Rogers, C.R. Freedom to Learn.
Columbus, OH: Charles Merill.
7
Lowell, A.L. Report of the President of Harvard Collge and Reports of Departments, 1931-1932.
kelas sangat tergantung dari dirinya sendiri yaitu seberapa baik ia melakukan
persiapan dalam setiap tahapan belajar.
Belajar Mandiri
Belajar mandiri merupakan tahap pertama proses pembelajaran
dalam Metode Kasus. Tahapan ini merupakan persiapan individu dan menjadi
dasar bagi tahapan-tahapan selanjutnya. Persiapan yang dilakukan dengan baik
dalam tahap ini akan merupakan modal bagi proses pembelajaran optimal. Bila
mahasiswa tidak melakukan persiapan dengan baik dalam tahapan ini, maka
manfaat yang akan diperolehnya dalam tahapan-tahapan selanjutnya tidak akan
optimal. Bahkan, bisa terjadi ia tidak akan memahami apa yang terjadi dalam
tahapan-tahapan tersebut.
Dalam tahapan belajar mandiri ini mahasiswa menyiapkan studi
kasus. Menyiapkan studi kasus dengan baik menuntut kerja keras dari seorang
mahasiswa. Studi kasus yang dibahas pada umumnya mempunyai tingkat
kompleksitas tinggi. Kompleksitas ini disebabkan oleh beberapa hal seperti sifat
studi kasus yang open-ended, tidak tersedianya semua informasi, ketidakpengalaman mahasiswa dalam menangani berbagai isu dalam kasus, ketidakjelasan masalah, dan ketiadaan jawab tunggal untuk setiap kasus. Semua ini
dapat mengakibatkan frustrasi mahasiswa. Karena itu, penting sekali bagi para
mahasiswa Metode Kasus untuk memanfaatkan waktu mereka seefisien
mungkin. Umumnya waktu yang diperlukan dalam tahapan belajar mandiri ini
adalah satu sampai dua jam. Bila studi kasus yang digunakan berbahasa Inggris,
maka waktu ini akan bertambah panjang tergantung kepada kemampuan bahasa
Inggris seorang mahasiswa.
Tabel 6-1 dapat dijadikan panduan dalam membaca sebuah studi
kasus.
Tabel 6-1
Panduan Membaca Studi Kasus
Tokoh Utama
Isu, Masalah
Tokoh lain
Organisasi
Alternatif
Konsekuensi
Informasi
Salah satu hal tersulit dalam menangani sebuah studi kasus adalah
memilih berbagai informasi dan fakta yang disajikan dalam sebuah studi kasus.
Dalam sebuah studi kasus umumnya diberikan latarbelakang informasi
mengenai perusahaan, industri, masalah, latarbelakang sang manajer, dan
berbagai informasi lain baik yang relevan maupun yang tidak relevan dengan isu
atau masalah dalam studi kasus tersebut.
Kompetensi yang penting dikuasai adalah kompetensi dalam (1)
menentukan dan memilih informasi mana yang penting dan mana yang tidak
penting, dan (2) menilai fakta yang kerap kelihatan saling bertentangan satu
sama lain. Kompetensi-kompetensi ini merupakan kompetensi manajerial yang
penting dalam dunia kerja para manajer. Dalam taksonomi Bloom kompetensi
ini merupakan salah satu kompetensi puncak yaitu menilai (evaluating).
Kompetensi menilai ini merupakan pembelajaran tingkat lebih tinggi (higher
order learning).
Penugasan
Dalam Metode Kasus, sebelum dilakukan diskusi kasus dalam
kelas, studi kasus harus sudah dibagikan sebelumnya kepada para mahasiswa.
Paket studi kasus dan bahan bacaan serta daftar pertanyaan-untuk-diskusi
(discussion questions) umumnya dibagikan seminggu sebelumnya. Di program
Executive MBA (EMBA) IPMI, paket ini dibagikan setiap hari Sabtu untuk
diskusi pada hari Sabtu minggu berikutnya. Untuk kelas MBA reguler, paket
bahan ajar dibagikan setiap hari Kamis untuk minggu berikutnya.
Untuk setiap studi kasus selalu ada penugasan di mana para
mahasiswa diminta untuk:
1. Mengambil
Sikap
oleh
tokoh
kasus
yang
bersangkutan.
Pertanyaan yang lazim diajukan adalah Bila anda adalah Mr. X (tokoh
dalam
kasus
tersebut),
apakah
yang
akan
anda
lakukan?.
Bahkan ada yang menyebutkan bahwa negara kita jalan sendiri (auto-
pilot).9
Pertanyaan ini membangun sikap (attitude) untuk berani mengambil
sikap dan keputusan dan berani bertanggung-jawab atas keputusan yang
diambilnya.
Penulis kerap menyatakan kepada para mahasiswa bahwa bila enggan
8
Prayogi, W.E. (2012, 13 April). Pemerintahan SBY Banyak Wacana BBM, JK: Capek Dengarnya!,
detikFinance.
9
Hussein, Z. (2012, 29 February). Indonesia Seems to be Running on Autopilot, The Straits Times/Asia
News Network.
untuk
keputusan
yang
dibuatnya.
Metode Kasus merupakan metode yang tepat untuk melatih hal ini. Para
mahasiswa dikondisikan untuk membuat keputusan dalam bersikap.
Lewat empat ratusan10 sampai enam ratusan11 studi kasus yang hampir
seluruhnya menuntut para mahasiswa mengambil sikap dan membuat
keputusan, para mahasiswa dalam Metode Kasus akan terbiasa dengan
keharusan mengambil sikap dan membuat keputusan. Ini sejalan dengan
teori pembelajaran melalui kebiasaan (habitual learning theory). Locke,
filsuf
terkemuka
berkebangsaan
Inggris,
menyatakan
metode
10
Di program MBA-IPMI penuh waktu yang berdurasi satu tahun, para mahasiswa diberikan sekitar empat
ratusan studi kasus.
11
Di program MBA Harvard Business School yang berdurasi dua tahun, para mahasiswa diberikan enam
ratusan studi kasus.
12
Locke, J. (1693). Some Thoughts Concerning Education. London, UK: AJ Smith.
13
Covey, S.R. (1990). The 7 Habits of Highly Effective People. New York, NY: The Free Press.
14
Kerangka 5 Whys dikembangkan oleh Sakichi Toyoda di Toyota Motor Corporation dalam evolusi
teknologi manufaktur Toyota. Tujuannya adalah mencari akar-masalah (root cause) cacat produksi mobil
terhadap
pokok
persoalan
dalam
kasus.
dipahami.
15
di pabrik Toyota.
Porter, M.E. (1979). How Competitive Forces Shape Strategy. Harvard Business Review , vol. 57
(2), March- April, halaman 137-146.
Tabel 6-2
Contoh Pertanyaan Diskusi
Module
Session
Case
Reading
Discussion Questions
Proses Belajar
Dalam menangani studi kasus, banyak cara yang dapat ditempuh.
Cara yang diuraikan berikut adalah salah satu yang dapat digunakan:
1. Baca Pembukaan dan Penutup
Untuk memahami sebuah studi kasus, langkah pertama yang harus
dilakukan mahasiswa adalah membaca bagian pembukaan dan bagian
penutup. Tujuannya adalah agar segera diketahui apa yang sebenarnya
menjadi isu kasus tersebut dan apa yang mendesak harus dilakukan oleh
sang tokoh dalam kasus.
Bagian Pembukaan yang ditulis baik akan memberikan gambaran
mengenai isu utama sebuah studi kasus. Sedangkan bagian Penutup akan
menyimpulkan apa yang harus dilakukan sang tokoh.
Mengetahui isu pokok dan apa yang mendesak dilakukan akan membantu
mahasiswa membaca studi kasus secara lebih rinci.
16
Kotler, P.J. (1997). Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control. New
York, NY: Prentice Hall.
10
tidak diketahui apa penyebabnya. Dalam mencari hubungan sebabakibat, maka dapat digunakan diagram fishbone (Gambar 6-2).17
Gambar 6-2
Diagram Fishbone
17
Diagram Fishbone (disebut juga cause-and-effect diagram) dikembangkan oleh Kauro Ishikawa pada
tahun 1943 di Tokyo University.
18
Asal-muasal konsep decision tree dibahas E.B. Hunt (1962). Concept Learning: An Information
Processing Problem. New York, NY: John Wiley & Sons.
12
Gambar 6-3
Decision Tree
19
Maufette-Leenders, J.A. Erskine, M.R. Leenders (1998). Learning with Cases. London, ON: Ivey
Publishing, Ivey Business School, The University of Western Ontario.
13
Tabel 6-3
Proses Belajar Mandiri
1. Baca Judul dan Sub-judul
2. Baca Paragraf Pembuka dan Penutup:
. Siapa, Apa, Mengapa, Kapan, dan Bagaimana?
3. Baca Pertanyaan Diskusi
4. Baca Studi Kasus Secara Lengkap (termasuk Eksibit!)
5. Gunakan Proses Pemecahan Masalah:
. Tentukan Pokok Masalah
. Analisis Data
. Kembangkan Alernatif
. Tentukan Kriteria Keputusan
. Evaluasi Alternatif
. Pilih Alternatif
. Buat Rencana Aksi
Belajar Kelompok
Setelah dilakukan tahapan belajar mandiri, tahapan belajar
berikutnya yang harus dilalui seorang mahasiswa dalam Metode Kasus adalah
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai lima orang. Kelompok
ini diberi nama macam-macam: kelompok belajar (study group),20 tim belajar
(learning team),21 sindikat (syndicate), break-out group, can group dan
sebagainya.
Dalam
tahapan
ini
setiap
mahasiswa
anggota
kelompok
Istilah study group lazim digunakan sekolah-sekolah bisnis yang menggunakan Metode Kasus secara
penuh seperti Harvard, IPMI, dan Ivey (Western Ontario).
21
Istilah ini digunakan di Darden Business School. Harder, J., dan Isabella, L. (2000).
Learning Teams at The Darden Business School. The University of Virginia Darden School Foundation.
UV 3204.
14
setiap studi kasus yang dibahas. Proses belajar dalam kelompok kecil
mencerminkan praktik dunia nyata yang makin menekankan
kerjasama
team
pentingnya
(team
work).
jawaban
mengatasi
mind-set
tersebut.
Karenanya,
banyak
15
Dalam program penuh waktu hal ini terjadi secara alamiah. Saat penulis di
program MBA IPMI, kelompok belajar merupakan bagian tidak terpisahkan dari
proses belajar.
Ukuran. Agar tercapai hasil optimal anggota kelompok biasanya
terdiri dari tidak kurang dari tiga orang dan tidak lebih dari lima orang. Ini
adalah formula yang digunakan oleh salah-satu sekolah bisnis terkemuka Ivey
Business School, The University of Western Ontario di Kanada. Empat orang
adalah ukuran ideal bagi suatu kelompok belajar. Lebih dari lima orang dapat
merangsang timbulnya free riders atau parasit kelompok. Orang ini adalah orang
yang memanfaatkan kelompoknya untuk diri sendiri tanpa memberikan
kontribusi kepada kelompok.
Waktu. Waktu yang diperlukan dalam belajar kelompok bervariasi
tergantung kebutuhan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman dan
pengamatan penulis, bagi kita di Indonesia dibutuhkan waktu setidaknya satu
jam untuk setiap studi kasus. Lebih dari dua jam akan tidak produktif lagi. Di
Ivey Business School dibutuhkan waktu sekitar tigapuluh menit saja. Ini
mungkin disebabkan karena keterbiasaan para mahasiswa di Kanada dengan
kerja kelompok dan secara relatif tidak ada hambatan bahasa Inggris seperti yang
dialami para mahasiswa kita di Indonesia.
Sedangkan mengenai kapan kelompok akan bertemu, ada beberapa
pendekatan. Pendekatan pertama memberikan kebebasan kepada kelompok
untuk menentukan sendiri kapan waktu yang paling tepat untuk bertemu.
Pendekatan lain, seperti yang dilakukan di program MBA IPMI, adalah pihak
sekolah yang menentukan waktu tersebut. Tabel 6-4 memperlihatkan waktu
tersebut bagi kelas MBA Eksekutif IPMI diselenggarakan setiap hari Sabtu.
17
Tabel 6-4
Jadual Kelompok Belajar
Waktu
Aktivitas
07:00-08:00
Makan pagi
Pertemuan Kelompok 1
08:00-09:30
Sesi Kelas 1
09:30-10:30
Pertemuan Kelompok 2
10:30-12:00
Sesi Kelas 2
12:00-14:00
Pertemuan Kelompok 3
14:00-15:30
Sesi Kelas 3
15:30-16:30
Pertemuan Kelompok 4
16:30-18:00
Sesi Kelas 4
18
biasanya pada semester pertama para mahasiswa diwajibkan untuk tidak pindah
kelompok. Ada alasan kuat mengapa hal ini dilakukan. Dalam hidup
berorganisasi, seseorang juga tidak bebas memilih anggota kelompoknya.
Seorang tidak bebas memilih siapa yang menjadi atasan, kolega (peer) bahkan
bawahan sekalipun. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang harus diterima
seseorang sebagai given dalam dunia nyata. Setelah semester pertama mereka
bebas untuk membentuk kelompok sendiri dengan pengetahuan pengelola
sekolah yang tetap harus memperhatikan prinsip keberagaman anggota
kelompok. Namun demikian, berdasarkan pengalaman penulis, di program MBA
IPMI banyak kelompok yang dapat bertahan utuh dari awal sampai akhir
program pendidikan mereka.
Lokasi. Tempat pertemuan kelompok, seperti juga waktu dan lama
pertemuan, diserahkan kepada para mahasiswa. Berbagai sekolah bisnis yang
menggunakan Metode Kasus secara penuh seperti Harvard, Ivey (Western
Ontario), IPMI- umumnya disediakan ruang khusus untuk pertemuan kelompok.
Di IPMI bahkan luas seluruh ruangan yang disediakan untuk
pertemuan kelompok bahkan melebihi luas ruang-ruang kelas yang ada. Di
berbagai sekolah lain, diskusi kelompok dilakukan di ruang kantin maupun
ruang kelas dan beberapa ruang kecil yang ada.
Fasilitas. Bila disediakan ruang khusus untuk pertemuan
kelompok, maka disediakan fasilitas seperti papan tulis, komputer, akses
internet, meja diskusi dan kursi. Kecuali itu, di IPMI disediakan fasilitas minum
seperti air putih, teh, dan kopi bagi para mahasiswanya.
Norma Kelompok Belajar
Walaupun merupakan kelompok yang tidak terikat secara ketat,
perlu juga dipikirkan norma kelompok yang hendaknya dipatuhi setiap anggota
seperti:
1. Kehadiran dan Kesiapan
Kelompok belajar akan berfungsi seperti yang diharapkan bila setiap
anggotanya selalu hadir tepat waktu dengan persiapan memadai. Karena
kelompok ini bersifat tidak mengikat, maka setiap anggota kelompok
19
setiap
anggota
diberikan
kebebasan
untuk
menyatakan
20
yang
terjadi
dalam
kelompok
belajar?
tidak
menerima
perilaku
anggota
kelompok
yang
dapat
Diskusi Kelas
Diskusi kelas yang dipandu dosen merupakan kulminasi proses
belajar dalam Metode Kasus. Kalau dalam dua tahapan pertama belajar mandiri
dan belajar dalam kelompok- mahasiswa belajar sendiri dan belajar bersama
sesama mahasiswa dalam kelompok belajar, maka dalam diskusi kelas ada peran
dosen yang memfasilitasi diskusi bersama seluruh mahasiswa dari berbagai
kelompok belajar lainnya.
24
implementasi
merupakan
sasaran
belajar
(learning
berlangsung
selama
ini
dalam
kelas.
Kaplan, R. S., & Norton, D.P. (1996). The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into
Action. Boston, MA: Harvard Business School Press.
27
b. Framework
Bila penting sekali, dosen dapat meringkas framework penting
yang terdapat dalam studi kasus yang baru dibahas.
c. What Really Happened
Kadang-kadang, dosen memberitahukan mahasiswa apa yang
dilakukan oleh Mr X dalam kasus. Namun perlu diingat bahwa
yang dilakukan Mr X bukanlah merupakan the single best
answer, melainkan salah satu alternatif saja.
Biasanya bagian ini merupakan bagian yang dinantikan para
mahasiswa. Mereka ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh
manajer dalam studi kasus yang baru saja mereka bahas.
Partisipasi Efektif
Agar terjadi pembelajaran optimal, maka setiap mahasiswa harus
berpartisipasi secara efektif dalam sebanyak mungkin diskusi kelas. Lewat
kontribusi para mahasiswa, maka proses pembelajaran akan optimal.
Berpartisipasi secara efektif dalam diskusi kelas bukan hanya
memberikan kontribusi dalam diskusi, tetapi juga mendengar secara aktif dan
melakukan refleksi terhadap setiap percakapan dalam diskusi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan seorang mahasiswa dalam
berpartisipasi secara efektif adalah:
1. Kontribusi Isi
Dari proses belajar mandiri dan belajar kelompok seorang mahasiswa
menguasai isi studi kasus. Kontribusi isi berupa pernyataan fakta yang
membedakannya dengan opini bila opini tidak konsisten dengan fakta-.
Mahasiswa dapat memberikan kontribusi isi melalui berbagai analisis,
perhitungan, dan asumsi yang masuk akal termasuk dalam kategori
kontribusi isi.
2. Kontribusi Proses
Dalam melakukan kontribusi proses, seorang mahasiswa dapat
melakukan hal hal seperti: mengajukan pertanyaan untuk memperjelas
28
29
Partisipasi Inefektif
Kalau bagian di atas memberikan beberapa petunjuk agar
mahasiswa dapat berpartisipasi secara efektif dalam diskusi kelas, maka dalam
bagian ini dibahas beberapa hal mengenai partisipasi inefektif:
1. Pengulangan Fakta
Seringkali mahasiswa masuk perangkap pengulangan fakta kasus yang
tidak perlu dilakukannya. Hal ini paling sering dilakukan mahasiswa.
Pengulangan fakta hanya dilakukan dalam kaitan untuk mendukung
argumentasi.
2. Pengulangan Komentar Mahasiswa Lain
Hal ini juga sering terjadi. Pengulangan boleh dilakukan tetapi dengan
memberikan alasan berbeda dengan yang sudah dikemukakan
sebelumnya. Pendapat kita dapat saja sudah didahului orang lain dalam
diskusi kelas. Namun, merupakan kewajiban kita untuk memberikan
perspektif lain yang mendukung pernyataan yang sudah disebutkan
mahasiswa lain. Bila sekedar pengulangan pendapat saja, maka partisipasi
menjadi tidak efektif.
3. Asumsi Tidak Realistis
Penggunaan asumsi yang tidak realistis juga merupakan partisipasi yang
tidak produktif. Dalam membuat asumsi, seorang mahasiswa tentu saja
dapat kreatif. Namun hal tersebut harus dilakukan sejauh masih dalam
batas-batas akal sehat.
24
Christensen, C. R., Garvin, D.A., & Sweet, A. (1991). Education for Judgment: The Artistry
of Discussion Leadership. Boston, MA: Harvard Business School Press, halaman 106
30
informasi
tersebut,
untuk
kemudian
membuat
kesimpulan
Dewey, J. (1933). How We Think: A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to the Educative
Process. Boston, MA: DC Heath. Dewey di anggap penggagas refleksi dalam abad modern. Sebelumnya
tentu saja para filsuf seperti Plato, Aristoteles, dan Confucius sudah mengutarakannya.
31
proses
tanpa
akhir,
maka
refleksi
mempunyai
peran
penting
dalam
dalam
pembelajaran.
kelas
Bahkan
merupakan
ada
hal
yang
penting
untuk
meingkatkan
menganggapnya
esensial.26
Apa saja yang baru dipelajari dari diskusi kelas yang baru saja usai?
Dari segi isi yang anda pelajari? Apa bedanya dengan pengalaman saya selama
ini? Apa saja yang anda lakukan dan bagaimana anda menilai itu? Bagaimana
anda menilai efektifitas diskusi kelompok? Apa saja dari diskusi kelas tadi yang
membuka mata Anda? Penemuan (discovery) apa saja yang terjadi dalam
diskusi kelas yang tidak anda dapati ketika belajar mandiri dan diskusi
kelompok?
Seperti dikatakan Abel, diskusi sebuah studi kasus merupakan
perjalanan penemuan (voyage of discovery). Tentunya penemuan ini bersifat
sangat pribadi. Penemuan Anda tidaklah harus sama dengan penemuan
mahasiswa lainnya. Setiap pembelajaran bersifat pribadi.
26
Rosier, G. Improving the Case Method: Incorporating Reflection after the Discussion. Sydney,
NSW: The University of Western Sydney.
32