Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Di era globalisasi dewasa ini bangsa Indonesia memerlukan sumber daya
manusia yang berkualitas dan membangun. Salah satu usaha penting yang
mendukung tumbuh kembangnya sumber daya manusia yang dimaksud adalah
pendidikan. Menurut undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada
orang lain secara emosional, (Arief Rakhman, 2011: 2). Jadi individu yang
mandiri adalah individu yang tidak tergantung secara fisik maupun mental pada
orang lain. Juga seseorang yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya,
terbiasa mengambil keputusan bagi dirinya sendiri dengan memperhitungkan
resiko atau konskuensi perbuatannya.
Belajar sangat dibutuhkan oleh setiap orang karena dengan belajar
manusia akan memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang
lain, sebagai akibat adanya perubahan tingkah laku bagi yang mengerjakannya.
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Setiap siswa
memiliki gaya dan tipe belajar yang berbeda dengan teman-temannya, hal ini
disebabkan karena siswa memiliki potensi yang berbeda dengan orang lain.
Menurut Hendra Surya (2003: 114), belajar mandiri adalah proses menggerakan
kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan
potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing
di luar dirinya.
Kemandirian belajar merupakan salah satu aspek potensi siswa yang
sangat penting untuk dikembangkan, supaya individu tidak selalu tergantung
kepada orang lain, seperti selalu menunggu pekerjaan orang lain, selalu menunggu
bantuan orang lain dalam bekerja, sering mencontek saat ujian maupun ulangan,
tidak pernah memiliki inisiatif sendiri, pasrah terhadap permasalahan yang
dihadapinya. Masalah yang mucul tersebut akan berakibat buruk kedepannya bagi
individu bersangkutan, sehingga perlu diarahkan supaya bisa berinisiatif untuk
mendiri.
Membentuk siswa yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan
atau masalah, mempunyai rasa percaya diri tinggi dan dapat melakukan susuatu
tanpa bantuan orang lain tidaklah mudah karena memerlukan penanganan intensif
dan dalam kurun waktu yang relatif lama. Namun apabila individu dapat
menyadari bahwa mandiri itu penting, maka akan lebih mudah untuk
mengarahkannya. Namun kenyataan dilapangan tidaklah demikian adanya, masih
banyak teridentifikasi siswa di sekolah pada umumnya yang kemandiriannya
rendah.
Di SMA Negeri 1 Abiansemal khususnya pada kelas X IPA ada beberapa
orang siswa yang teridentifikasi kemandirian belajarnya rendah yang ditunjukan
dengan perilaku mencontek pekerjaan teman saat tes ulangan atau ujian siswa,
mengerjakan PR di sekolah pagi-pagi yang seharusnya dikerjakan di rumah,
menunggu pekerjaan teman yang lainnya untuk dipinjam sebagai contoh,
mengandalkan teman lainnya untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru di kelas, dan masih banyak perilaku-perilaku siswa yang menunjukan
kemandirian belajar siswa yang rendah.
Jika perilaku-perilaku siswa yang menujukan rendahnya kemandirian
belajar ini tidak ditangani secara intensif, maka akan menjadi kebiasaan pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun dalam kehidupan di masyarakat
luas. Siswa akan selalu tergantung kepada orang lain, siswa akan merasa rendah
diri, tidak memiliki kepercayaan akan kemampuannya sendiri dan terakhir tidak
akan bisa maju baik secara intelegensi maupun mental. Banyak usaha yang telah
dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi rendahnya kemandirian siswa ini,
seperti membimbingnya secara khusus, memberikan penguatan baik verbal
maupun non verbal.Namun masih saja ada beberapa siswa yang kemandiriannya
masih rendah, terutama dalam belajar.
Melihat kenyataan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang lebih positif supaya
kemandirian belajar siswa meningkat. Salah satu cara yang digunakan untuk
mengubah rendahnya kemandirian belajar siswa dalam penelitian ini adalah
melalui bimbingan kelompok. Tohirin (2011: 170), menyatakan bimbingan
kelompok adalah “suatu cara memberikan bantuan kepada individu atau siswa
melalui kegiatan kelompok”. Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas dan
dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang
berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu atau siswa yang
menjadi peserta layanan.Salah satu teknik dalam bimbingan kelompok
adalahdiskusi kelompok dapat membantu meningkatkan kemandirian belajar
siswa.Teknik diskusi kelompok dan penugasan yang diberikan dapat berupa
mencari kebiasaan–kebiasaan belajar dari orang-orang sukses. Dengan
memperoleh informasi yang benar tentang masalah kebiasaan belajar dari orang-
orang yang sukses.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, maka
disusunlah proposal penelitian yang berjudul Penerapan Bimbingan Kelompok
dengan Teknik Diskusi Kelompok dan Penugasan untuk Meningkatkan
Kemandirian Belajar siswa Kelas X IPA SMA Negeri 1 Abiansemal Tahun
Pelajaran 2016/2017.

I.2 Pembatasan Masalah


Dalam penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah supaya bisa
terukur lebih jelas dan tidak meluas. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
I.2.1 Perilaku mandiri berfokus pada kemandirian belajar di kelas seperti
percaya atas potensi dan kemampuan diri sendiri, percaya atas kemampuan
dalam bersosialisasi, bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan,
semangat dan antusias dalam kegiatan pembelajaran, komitmenyang tinggi
terhadap tugas, memiliki keingintahuan yang besar, memiliki komitmen
yang tinggi terhadap tugas atau pekerjaannya, mau belajar dari kegagalan.
I.2.2 Teknik bimbingan kelompok yang digunakan adalah teknik diskusi
kelompok dan penugasan
I.2.3 Instrumen pengukuran dalam penelitian ini menggunakan pedoman
observasi.
I.2.4 Penelitian ini hanya dilaksanakan selama 2 siklus

I.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah“Apakah penerapan
bimbingan kelompok dengan teknik diskusi kelompok dan penugasan dapat
meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Abiansemal
Tahun Pelajaran 2016/2017?”

I.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Abiansemal
tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan bimbingan kelompok dengan teknik
diskusi kelompok dan penugasan.

I.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian yang dimaksud adalah kegunaan atau kebermaknaan
hasil penelitian yang ditemukan baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat
tersebut antara lain:
I.5.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana
perkembangan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan
kemandirian belajar siswa.
I.5.2 Manfaat Praktis
I.5.2.1 Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pedoman dan
pegangan bagi siswa untuk meningkatkan kemandirian belajarnya
sehingga mampu meraih hasil belajar yang lebih optimal.
I.5.2.2 Bagi Guru BK
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu
acuan atau pedoman serta menjadi salah satu alternatif dalam
memberikan layanan konseling bagi siswa untuk
meningkatkan kemandirian belajar.

I.5.2.3 Bagi Sekolah


Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan
penelitin maupuan program lebih lanjut dengan kajian yang
lebih luas dan mendalam untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi siswa.

I.6 Asumsi
The Liang Gie (1980: 23) berpendapat bahwa asumsi adalah sesuatu
keterangan yang keberadaannya dapat diterima tanpa pembuktian lebih lanjut
untuk menjadi pegangan dalam suatu penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat
yang disampaikan oleh Rinjin (1980: 19) : suatu yang diasumsikan adalah sesuatu
yang tidak diselidiki. Karena faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel
penelitian yang akan diselidiki sangat kompleks dan penelitian tidak mungkin
meneliti secara keseluruhan, amat dipandang perlu mengasumsikan beberapa hal
yang pengaruhnya sangat dekat dengan variabel penelitian. Adapun hal-hal yang
perlu dasumsikan antara lain:
I.6.1 Kondisi siswa dalam melakukan kegiatan diskusi kelompok
diasumsikan sehat.
I.6.2 Kondisi alam sekitar saat kegiatan diasumsikan kondusif.
BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Bimbingan Kelompok
2.1.1.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok memiliki beragam definisi yang diungkapkan oleh
beberapa ahli. Sukardi (2002 : 48) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
yaitu bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-
sama memperoleh bahan dari narasumber tertentu (guru pembimbing atau
konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu
sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat serta untuk mempertimbangkan
dalam pengambilan keputusan.
Selanjutnya Mulyadi (2003 : 24) mendefinisikan bimbingan kelompok
adalah bimbingan yang memungkinkan peserta didik (klien) secara bersama-sama
memulai dinamika kelompok dengan berbagai bahan dari narasumber tertentu
(terutama dari guru) atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik)
tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupan sehari-hari
untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan
atau pertimbangan dalam pengambilan dan atau tindakan.
Menurut Prayitno (1995: 61) bimbingan kelompok adalah memanfaatkan
dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling, bimbingan
kelompok lebih merencanakan suatu upaya bimbingan kepada individual melalui
kelompok, Prayitno, menekankan dinamika kelompok sebagai wahana mencapai
tujuan kegiatan bimbingan dan konseling yang muncul pada bimbingan kepada
individu-individu melalui kelompok.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa layanan
bimbingan kelompok adalah layanan yang menggunakan, memakai atau
menerapkan semua bantuan yang diberikan oleh pembimbing sekolah dengan
cara-cara memecahkan masalah yang dihadapi. Baik masalah kelompok atau
masalah yang dialami siswa. Serta membantu siswa untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan sosial yang mungkin peserta didik atau klien secara
bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh pengalaman yang
berguna untuk menunjang pemahaman dalam kehidupan sehari-hari, untuk
perkembangan dirinya sebagai individu maupun sebagai pelajar untuk
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan yang dimaksud bimbingan kelompok pada penelitian ini
adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak secara berkelompok dengan dinamika
kelompok yang menyenangkan dan dalam hal ini teknik diskusi dan penugasan
yang dilakukan membuat bimbingan kelompok menjadi lebih menyenangkan.

2.1.1.2 Tujuan Bimbingan Kelompok


Tujuan bimbingan kelompok menurut Winkel dan Hastuti (2004: 547)
adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan masing-masing
anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja dalam kelompok guna aneka
tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Pribadi individu/anggota kelompok
dapat berkembanga dengan baik apabila peserta bimbingan kelompok dapat
mengikuti kegiatan dengan baik.
Sementara itu, tujuan bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007: 172)
dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
bimbingan kelompok adalah untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi,
khususnya untuk menunjang kemampuan siswa berkreativitas peserta layanan
(siswa). Secara lebih khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang
perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan
berkomunikasi baik verbal maupun non verbal.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan bimbingan kelompok dalam penelitian ini untuk memberikan kesempatan
kepada siswa dalam mengetahui dan mempelajari hal-hal penting yang berguna
bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah kemandirian belajar.

2.1.1.3 Manfaat Bimbingan Kelompok


Sukardi (dalam Aqib, 2012 : 40) menyatakan bahwa manfaat bimbingan
kelompok yaitu: (1) memberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan
membicarakan berbagai hal yang terjadi disekitarnya, (2) memiliki pemahaman
yang obyektif, tetap, dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan,
(3) menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka
yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok, (4)
menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap
yang buruk dan dukungan-dukungan terhadap yang baik, (5) melaksanakan
kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana yang
mereka programkan semula.

2.1.1. 4 Materi Bimbingan Kelompok


Menurut Tohirin (2007: 172) bimbingan kelompok membahas materi
atau topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas. Yang dimaksud
topik tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh pembimbing
atau pimpinan kelompok kepada kelompok untuk dibahas. Sedangkan topik bebas
adalah suatu topik atau pokok bahasan yang dikemukakan secara bebas oleh
anggota kelompok. Secara bergiliran anggota kelompok mengemukakan topik
secara bebas, selanjutnya dipilih mana yang akan dibahas terlebih dahulu dan
seterusnya.
Topik yang dibahas dalam bimbingan kelompok, baik topik bebas
maupun topik tugas dapat mencakup bidang-bidang pengembangan kepribadian,
belajar, sosial, karir, kehidupan keluarga, kehidupan beragama dan lain
sebagainya. Topik pembahasan bidang-bidang di atas dapat diperluas kedalam
sub-sub bidang yang relevan. Dari beberapa bidang di diatas, dalam penelitian ini
khususnya akan membahas bidang belajar.

2.1.1.5 Langkah Bimbingan Kelompok


Prayitno ( 1995: 40 ) mengemukakan ada empat tahap kegiatan yang perlu
dilalui dalam kegiatan bimbingan kelompok yaitu: tahap pembentukan, tahap
peralihan, tahap pelaksanaan dan tahap pengakhiran. Tahap – tahap ini merupakan
suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok.
Berikut akan dikemukakan secara ringkas gambaran dari keempat tahap
tersebut, yaitu :
1) Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau
tahap memasukkan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada
tahap ini umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga
mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai
oleh anggota kelompok. Pada tahap pembentukan dilakukan
serangkaian kegiatan:
a. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam
rangka pelayanan bimbingan kelompok.
b. Menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan kelompok.
c. Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri.
d. Teknik khusus.
e. Permainan penghangatan dan pengakraban.
2) Tahap Peralihan
Tahap peralihan merupakan tahap transisi ke tahap kegiatan.
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.
b. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap
menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya.
c. Membahas suasana yang terjadi
d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota.
3) Tahap Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok. Dalam tahap ini
hubungan antara anggota kelompok tumbuh dengan baik. Sasaran yang
ingin dicapai dalam tahap ini adalah terbahasnya secara tuntas
permasalahan yang dihadapi oleh anggota kelompok. Adapun
kegiatan- kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu:
a. Mengemukakan suatu masalah atau topik
b. Tanya jawab tentang permasalahan yang diajukan.
c. Anggota membahas masalah atau topik secara mendalam
d. Kegiatan selingan.
4) Tahap pengakhiran
Tahap ini merupakan tahap penutup dalam suatu atau seluruh
rangkaian pertemuan kegiatan bimbingan kelompok. Kegiatan-
kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemimpin kelompok yaitu:
a. Menyampaikan pengakhiran kegiatan.
b. Mengemukakan kesan dan hasil kegiatan.
c. Membahas kegiatan lanjutan.
d. Mengemukakan pesan dan harapan.

2.1.1.6 Teknik Bimbingan Kelompok


Bimbingan kelompok yaitu penyelenggaraan bimbingan yang dimaksud
untuk membantu mengatasi masalah bersama atau seorang individu dengan
menempatkannya dalam suatu kelompok. Romlah, (2006 : 62) menyatakan
beberapa bentuk teknik bimbingan kelompk yaitu:
1) Diskusi Kelompok, yaitu siswa mendapat kesempatan untuk
menyumbangkan pikiran masing-masing dan memecahkan masalah
bersama-sama.
2) Home room program, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar
guru dapat mengenal muridnya lebih baik sehingga dapat membantu secara
efisien.
3) Karyawisata atau field trip, yaitu sebagai kegiatan atau metode mengajar.
Dengan karyawisata siswa dapat meninjau objek-objek menarik dan mereka
dapat informasi yang lebih menarik dari objek-objek itu.
4) Organisasi siswa, yaitu dalam organisasi siswa mendapat kesempatan untuk
mengenal berbagai aspek kehidupan sosial.
5) Kegiatan kelompok, yaitu dalam organisasi siswa mendapat kesempatan
untuk mengenal berbagai aspek kehidupan sosial.
6) Psikodrama, yaitu kepada sekolompok siswa dikemukakan suatu cerita yang
didalamnya tergambarkan suatu keteganganpisikis yang dialami oleh
individu. Kemudian siswa diminta untuk memainkan didepan kelas.
7) Sosiodrama, yaitu suatu teknik dalam memecahkan masalah-masalah sosial
melalui kegiatan bermain peran.
8) Teknik permaianan, yaitu salah satu cara yang digunakan untuk
mengkondisikan siswa melalui permainan tertentu yang mengarah pada
pemecahan masalah siswa.
9) Remidial teaching, yaitu bentuk pengajaran yang diberikan kepada siswa
baik secara kelompok atau individu untuk memecahkan kesulitan belajar.
Berdasarkan beberapa teknikbimbingan kelompok tersebut di atas, maka
dalam penelitian ini akan digunakan diskusi kelompok sebagai teknik bimbingan
untukmeningkatkan pengetahuan siswa tentang kemandirian dalam belajar, karena
teknik tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
dengan anggota-anggota kelompok mereka sehingga dapat memenuhi beberapa
kebutuhan psikologis seperti kebutuhan menyesuaikan diri dengan teman sebaya
dan diterima oleh mereka, saling berbagi pengalaman dan kebutuhan untuk
menemukan nilai-nilai yang ada sebagai pedoman serta kebutuhan lebih
demokratis dan mandiri. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan
mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri
dan pengembangan diri.

2.1.2 Teknik Diskusi


2.1.2.1 Pengertian Diskusi Kelompok
Menurut Suryobroto (1986 : 3) diskusi adalah percakapan ilmiah oleh
beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok untuk saling bertukar
pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan masalah
untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah. Sedangkan
menurut Ruslan (1988 : 9) diskusi kelompok adalah suatu proses tukar pikiran,
pendapat atau pengalaman antara dua orang atau lebih untuk memecahkan
permasalahan.
Menurut Tohirin (2007 : 275) diskusi kelompok merupakan suatu cara
dimana siswa memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara
bersama-sama dan setiap siswa memperoleh kesempatan mengemukakan
pendapatnya masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam
melakukan diskusi para siswa diberi peran-peran tertentu seperti pimpinan diskusi
(moderator) dan notulis. Tugas pimpinan diskusi adalah memimpin jalannya
diskusi sehingga diskusi tidak menyimpang, sedangkan tugas notulis adalah
mencatat hasil-hasil diskusi. Siswa yang lain menjadi peserta atau anggota.
Dengan demikian, akan timbul rasa tanggung jawab. Masalah yang bisa
didiskusikan dalam konteks pemecahan masalah siswa misalnya menyangkut
masalah belajar, penggunaan waktu luang, masalah-masalah karier, perencanaan
suatu kegiatan, pembagian kerja dalam suatu kegiatan kelompok, masalah sosial,
dan lain sebagainya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
diskusi kelompok adalah suatu cara atau teknik bimbingan yang melibatkan
sekelompok orang dalam interaksi tatap muka, dimana setiap anggota kelompok
akan mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing serta
berbagai pengalaman atau informasi guna pemecahan masalah atau pengambilan
keputusan.

2.1.2.2 Tujuan Diskusi Kelompok


Menurut Sukardi (2007 : 221) mengatakan bahwa tujuan yang ingin
dicapai melalui diskusi kelompok ialah:
a) Siswa memperoleh informasi yang berharga dari teman diskusi dan
pembimbing diskusi. Pengalaman yang baik maupun buruk dan pendapat
dari teman, banyak membantu perkembangan pribadi siswa. Informasi
mungkin bersifat praktis, sederhana, dan langsung dapat dimaanfaatkan.
b) Membangkitkan motivasi siswa dan semangat siswa untuk melakukan
sesuatu tugas. Begitu juga terhadap hal-hal yang semula ditolak, kurang
diminati, kurang dipahami, bahkan mungkin yang semula dibenci dapat
berubah untuk dicintai dan dikerjakan.
c) Mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis, mampu melakukan
analisis dan sintesis atas data atau informasi yang diterimanya. Dalam
diskusi siswa memperoleh bebrbagai informasi yang mungkin saling
bertentangan, berhubungan, atau saling menunjang. Siswa secara bertahap
akan mampu menanggapi secara kritis dan lambat laun mampu membuat
analisis serta mensistesiskan informasi yang diterimanya.
d) Mengembangkan keterampilan dan keberanian siswa untuk mengemukakan
pendapat secara jelas dan terarah. Tanpa latihan pasti sulit mengemukakan
pendapat dengan jelas, terarah, dan berisi, apalagi para siswa. Dalam
diskusi, siswa dibimbing untuk berani dan terampil menyampaikan
pengalaman dan gagasannya secara teratur, sehingga mudah dipahami orang
lain.
e) Membiasakan kerjasama diantara siswa. Diskusi pada hakikatnya kerja
sama dalam mengumpulkan dan tukar-menukar pengalaman serta gagasan.
Melalui diskusi, siswa dibina memperhatikan kepentingan orang lain,
menghadapi pendapat orang lain, dan menerima keputusan bersama.

2.1.2.3 Manfaat Diskusi


Adapun manfaat diskusi kelompok antara lain:
a) Memperdalam pengetahuan yang telah dikuasai oleh peserta didik.
b) Melatih peserta didik mengidentifikasi dan memecahkan masalah, serta
mengambil keputusan.
c) Melatih peserta didik dalam menghadapi masalah secara berkelompok,
berpikirbersama memecahkan masalah yang mereka
hadapi.
d) Peserta didik dapat belajar toleran terhadap teman-temannya.
e) Peserta didik memperoleh kesempatan untuk berpikir.
f) Diskusi dapat menumbuhkan partisipasi aktif di kalangan peserta didik.
g) Diskusi dapat mengembangkan sikap demokratif.

2.1.2.4 Tahap-Tahap Diskusi Kelompok


Penerapan diskusi kelompok dalam penelitian ini mengikuti langkah
pelaksanaan menurut Budiarjho ( 2010 : 20) yaitu :
1) Tahap Persiapan
a) Merumuskan tujuan dari diskusi yang akan diadakan.
b) Merumuskan permasalahan dengan jelas dan ringkas. Dalam hal ini
permasalahan yang akan didiskusikan dapat diidentifikasi melalui hasil
pengumpulan data observasi tentang kemandirian belajar siswa.
c) Menyiapkan kerangka diskusi yang meliputi: menentukan dan
merumuskan aspek- aspek masalah yang akan didiskusikan,
menentukan alokasi waktu, menuliskan garis besar bahan diskusi,
menentukan susunan tempat dan menentukan aturan main jalannya
diskusi.

2) Tahap Pelaksanaan
a) Menyampaikan tujuan dari diskusi
b) Mengatur kelompok- kelompok diskusi. Dalam diskusi penelitian ini
kelompok akan dibagi menjadi dua dan diberi masing- masing tugas
untuk membahas satu tema atau materi tentang kemandirian belajar.
c) Menyampaikan pokok- pokok yang akan didiskusikan. Dalam hal ini
membagi tema yang akan didiskusikan masing- masing kelompok
d) Menjelaskan prosedur- prosedur atau aturan diskusi
e) Melakukan diskusi tentang tema yang telah ditentukan
3) Tahap Penutupan
a) Memberikan kesempatan kelompok untuk melaporkan hasil diskusi
b) Memberikan kesempatan pada kelompok lain untuk menanggapi
c) Memberikan umpan balik atau masukan
d) Menyimpulkan hasil dari diskusi
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan
memanfaatkan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi dapat membantu
individu-individu yang mengalami masalah dalam perilaku seksual, karena
dengan teknik diskusi kelompok yang baik dapat meningkatkan pemahaman siswa
tentang perilaku seksual dikalangan remaja.

2.1.3 Metode Penugasan


2.1.3.1 Pengertian Metode Penugasan
Menurud Sudirman. N, (1991: 141) metode penugasan/ resitasi adalah cara
penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa
melakukan kegiatan belajar. Sedangkan Slameto (1990 : 115) mengemukakan
penugasan sebagai metode resitasi terstruktur adalah cara penyampaian bahan
pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan dalam
rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode penugasan adalah
pemberian tugas kepada siswa di luar jadwal sekolah atau diluar jadwal pelajaran
yang pada akhirnya dipertanggungjawabkan kepada guru yang bersangkutan.
Metode penugasan terstruktur merupakan salah satu pilihan metode mengajar
seorang guru, dimana guru memberikan sejumlah item tes kepada siswanya untuk
dikerjakan di luar jam pelajaran. Pemberian item tes ini biasanya dilakukan pada
setiap kegiatan belajar mengajar di kelas, pada akhir setiap pertemuan atau akhir
pertemuan di kelas.
Pemberian tugas ini merupakan salah satu alternatif untuk lebih
menyempurnakan penyampaian tujuan pembelajaran khusus. Hal ini disebabkan
oleh padatnya materi pelajaran yang harus disampaikan sementara waktu belajar
sangat terbatas di dalam kelas. Dengan banyaknya kegiatan pendidikan di sekolah
dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita
waktu siswa utnuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut. Metode
penugasan yang diterapkan dalam penelitian ini mengacu pada pemberian tugas
pada siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan diskusi kelompok.

2.1.3.2 Kelebihan Metode Penugasan


Menurut Sudirman Dkk (1991 : 142) mengemukakan ada beberapa
kelebihan dalam metode penugasan, yaitu sebagai berikut.
1) Tugas lebih merangsang siswa untuk belajar lebih banyak, baik pada
waktu di kelas maupun di luar kelas.
2) Metode ini dapat mengembangkan kemandiria siswa yang diperlukan
kehidupan kelak.
3) Tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru,
lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas pandangan tentang
apa yang dipelajari.
4) Tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah
sendiri imformasi dan komunikasi.
5) Metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar karena
kegiatan belajar dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak
membosankan.

2.1.3.3 Kekurangan dari Metode Penugasan


Menurut Sudirman Dkk (1991: 143 ) mengemukakan ada beberapa
kekuarangan dari metodepenugasan/resitasi yaitu sebagai berikut.
1) Siswa sulit dikontrol, apa benar mengerjakan tugas ataukah orang lain
2) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan
individu siswa.
3) Sering memberikan tugas yang monoton, sehingga terkesan
membosankan

2.1.4 Kemandirian Belajar


2.1.4.1 Pengertian Kemandirian Belajar
Menurut Brookfield (dalam Yamin, 2012 : 115) mengemukakan bahwa
kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakan oleh diri sendiri,
kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya. Sedangkan menurut Prayitno
(1995 : 54) kemandirian merupakan perilaku yang terdapat pada seseorang yang
timbul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri, bukan karena pengaruh orang
lain. Kemandirian merupakan suati kemampuan individu untuk mengatur dirinya
sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain.
Susilawati (dalam Subliyanto, 2011 : 10) mendeskripsikan kemandirian
belajar sebagai berikut: 1) siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab
dalam mengambil keputusan. 2) kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang
sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran. 3) kemandirian bukan berrti
memisahkan diri dari orang lain. 4) pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil
belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai situasi. .
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain,
memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah
belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol
sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya
merencanakan susuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga
aktif dalam proses pembelajaran.

2.1.4.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sikap
kemandirian belajar menurut Calvi S. Hall ( dalam Yamin, 2010 : 60) ada
beberapa perkembangan kemandirian. Adapun pendapat para ahli tentang faktor-
faktor kemandirian, antara lain: Menurut Gunarsa (2006 : 121) mengemukakan
beberapa faktor, yaitu : (1) Intelegensi, anak dapat dikatakan mempunyai
kecerdasan (intelegensi) yang baik jika mampu menyelesaikan masalah sendiri,
anak dapat memilih alternatif terbaik sesuai dengan permasalahannya, anak dapat
mengemukakan pendafat secara profesional, mengambil keputusan yang baik. (2)
Kebudayaan, kebudayaan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan norma dan
nilai-nilai yang berlalku di dalam lingkungan keluarga, sehingga tindak
(kebiasaan hidup/prilaku) suku tertentu akan berbeda dengan suku yang lainnya,
prilaku dan kebiasaan hidup dicerminkan dari budaya yang dianut pada suatu
daerah tertentu. Sarwano (1997 : 68) mengemukakan bahwa Pola Asuh Orang
Tua adalah pola pengasuhan keluarga seperti sikap orang tua, kebiasaan keluarga,
dan pandangan keluarga akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak
dan pembentukan kemandirian belajar anak. Keluara yang membiasakan anak-
anaknya diberi kesempatan untuk mandiri sejak dini, akan menumbuhkan
kemandirian dalam belajar pada anak-anaknya, ditandai oleh perilaku anak
menyelesaikan keputusan sendiri tanpa tergantung dengan orang lain. Asrori,
(2008 : 138) menjelaskan tentang Tingkat Pendidikan Orang Tua yang
mengandung makna bahwa orang yang paling dekat atau yang paling sering
berhubungan dengan anak dalam keluarga pada umumnya adalah Ibu. Sikap Ibu
merupakan faktor yang penting dalam perkembangan anak.Tingkat pendidikan
Ibu akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam menghadapi anak-anaknya,
artinya Ibu yang berpendidikan akan bersikap lebih baik. Orang tua yang memiliki
pendidikan yang tinggi akan memiliki pemahaman mendidik lebih baik, karena
orang tua memiliki pengalaman (teori) belajar yang cukup cara mendidik anak,
hal ini memberikan kontribusi positif terhadap pola asuh untuk anaknya. Hasilnya
diharapkan lebih baik dari orang tua yang tidak memiliki tingkat pendidikan.
Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan mampu berpikir rasional dalam
member arahan dan pilihan terhadap permasalahan yang dialami oleh anaknya.

2.1.4.3 Aspek-aspek Kemandirian Belajar


Sukarno (1989 : 64) menyebutkan bahwa anak yang mempunyai
kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya yang mandiri dimana
kegiatan belajarnya atas inisiatifnya sendiri. Adapun aspek-aspek mandiri tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Percaya diri, suatu keadaan yang yakin pada kemampuan diri senidri
sehingga dalam beraktifitas tidak tergantung pada orang lain. Indikator
percaya diri ; percaya atas potensi dan kemampuan diri sendiri, percaya
atas kemampuan dalam bersosialisasi.
b) Disiplin, ketika seseorang dapat menggunakan waktu yang dimilikinya
untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Indikator disiplin ;
bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan, semangat dan atusias
dalam kegiatan pembelajaran, komitmen yang tinggi terhadap tugas.
c) Inisiatif, kemampuan mengembangkan ide-ide atau cara-cara baru dalam
memecahkan masalah dan menemukan ide atau cara baru dalam
menemukan peluang. Indikator inisiatif; memiliki keingintahuan yang
besar, memiliki keinginan untuk menemukan dan meneliti sesuatu yang
baru.
d) Tanggung jawab, suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, itu
merupakan hak maupun kewajiban ataupun pelaksanaan dan sebagi
kewajiban untuk melakukan sesuatu atau perilaku menurut cara tertentu.
Indikator; memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas atau
pekerjaannya, mau belajar dari kegagalan, mampu bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
2.2 Kerangka Berpikir
Kemandirian belajar merupakan komponen penting dalam proses belajar,
apabila siswa memiliki kemandirian dalam belajar maka proses pembelajaran
akan berlangsung baik serta dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Akhir –
akhir ini ada kecendrungan siswa bahwa kemandirian belajarnya menurun, jika
hal ini dibiarkan secara terus–menerus tanpa ada usaha untuk membantu siswa
meningkatkan kemandirian belajarnya, maka perkembangan belajar siswa akan
cenderung terhambat. Oleh karena itu dipandang perlu membantu siswa keluar
dari permasalahan tersebut supaya bisa mandiri dalam belajar.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan bimbingan kelompok
dengan teknik diskusi dan penugasan untuk meningkatkan kemandirian belajar
siswa. Dasar pemikirannya adalah bahwa dengan memberikan bimbingan
kelompok, siswa dapat lebih aktif dalam interaksinya dengan siswa lain yang
bergabung dalam kelompok tersebut. Bimbingan kelompok yang dimaksud dalam
hal ini adalah suatu bantuan dalam hubungan tatap muka dalam bentuk kelompok.
Masing-masing siswa dapat terbuka mengungkapkan masalahnya dalam
belajar,dan kelompok akan berusaha memecahkan menemukan solusi dari
permasalahan yang dialami oleh anggota kelompok lain. Dalam kelompok
tersebut akan berkembang dinamika kelompok. Jadi, selain masalah siswa dalam
masalah belajar terpecahkan, siswa juga dapat memetik interaksi yang terjadi
dalam kelompok. Melalui diskusi kelompok dan penuguasan akan berupaya
mengkondisikan siswa untuk aktif dalam berdiskusi dan dapat mengerjakan tugas
yang diberikan dalam setiap sesi diskusi kelompok. Apabila kegiatan bimbingan
kelompok dapat berjalan secara efektif, maka siswa akan menemukan pemahaman
baru dalam meningkatkan kemandirian belajarnya.
2.3 Hipotesis Tindakan
Darmadi (2013 : 46) menyatakan bahwa hipotesis adalah ”dugaan yang
bersifat sementara mengenai suatu objek/subjek yang akan dibuktikan
kebenarannya melalui suatu penelitian”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan atau anggapan teoritis
yang masih lemah dan perlu diuji kebenarannya. Dengan demikian hipotesis
tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah melalui bimbingan kelompok
dengan teknik diskusi kelompok dan penugasan dapat meningkatkan kemandirian
belajar siswa kelas X MIPA SMA Negeri 1 Abiansemal tahun pelajaran
2016/2017.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK). PTBK merupakan suatu
pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan dengan mendorong
para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap
praktik tersebut dan agar mau mengubahnya (Hardjodipuro, 2003 : 7).Dalam
penelitian ini, yang akan diperbaiki dalam penelitian ini yaitu kemandirian belajar
siswa kelas X MIPA SMA Negeri 1 Abiansemal tahun pelajaran 2016/2017.

3.2 Sasaran Perbaikan


Sasaran perbaikan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA SMA
Negeri 1 Abiansemal tahun pelajaran 2016/2017 yang kemandirian belajarnya
rendah. Dari 34 siswa yang ada di kelas tersebut teridentifikasi 5 orang siswa
yang kemandirian belajarnya rendah sesuai dengan hasil analisis observasi.
Kelima siswa tersebutlah yang akan diberikan bimbingan kelompok dengan
teknik diskusi dan penugasan supaya kemandirian belajarnya meningkat.

3.3 Seting dan Subjek Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Abiansemal. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA yang jumlah siswanya 34 orang, yang
terdiri dari 18 siswa laki – laki dan 16 siswa perempuan. Dipilihnya kelas ini,
karena berdasarkan hasil observasi awal bahwa siswa yang berada di kelas
tersebut teridentifikasi kemandirian belajarnya rendah yang dicirikan dengan :
beberapa siswa saat mengerjakan tugas di kelas sering dibantu oleh teman, kurang
aktif dalam berdiskusi, siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan pada saat
guru tidak mengajar di kelas. Perilaku tersebut digunakan sebagai dasar untuk
menduga bahwa di kelas tersebut kemandirian belajar dikategorikan masih
rendah.
Penerapan Bimbingan Kelompok
dengan Teknik Diskusi Kelompok
dan Penugasan

Kemandirian Belajar siswa Kemandirian Belajar Siswa


rendah meningkat

Gambar 01: Rancangan Penelitian

Tindakan
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini hanya dilaksanakan dalam dua siklus dan masing-masing
siklus terdiri dari dua kali pertemuan, sehingga dalam dua siklus akan ada empat
kali pertemuan. Tahap pelaksanaan tindakan dalam tiap siklus akan meliputi
empat kegiatan pokok yaitu : 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Observasi dan 4)
Refleksi seperti terlihat pada gambar berikut.

1.Perencanaan

2. Pelaksanaan
4. Refleksi

(Wardhani, 2007: 2.4)


3.
Observasi/Evaluasi

Gambar 02 : Prosedur Pelaksanaan PTBK


3.4.1 Perencanaan
Dalam perencanaan tindakan meliputi kegiatan sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi siswa yang kemandirian belajarnya rendah.
2) Menetapkan jenis layanan yang diberikan kepada siswa, yaitu bimbingan
kelompok dengan teknik diskusi dan penugasan
3) Membuat rencana pelaksanaan bimbingan dan konseling (RPBK)
4) Metode yang digunakan yaitu diskusi kelompok dan penugasan
5) Menentukan media yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
bimbingan kelompok.
6) Menyusun dan menyiapkan pedoman observasi untuk memantau tingkat
kemandirian belajar siswa.

3.4.2 Pelaksanaan
Dalam melaksanakan tindakan, peneliti melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Memberikan bimbingan kelompok dengan teknik diskusikelompok yang
disusul dengan teknik penugasan, yaitu memberikan tugas setelah
pelaksanaan diskusi kelompok.
2) Mengamati perilaku siswa yang menunjukan kurangnya kemandirian belajar
siswa pada kegiatan pemberian bimbingan kelompok.
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi.
4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
5) Memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk memberikan jawaban atas
pertanyaan temannya.
6) Memberikan jawaban atas pertanyaan anak yang belum dijawab.
7) Menyimpulkan hasil diskusi kelompok
8) Memberikan penugasan pada anggota kelompok untuk membaca cerita yang
berkaitan dengan peningkatan kemandirian belajar.
9) Pada sesi berikutnya, siswa menyampaikan makna cerita yang dibaca terkait
dengan kemandirian belajar.
3.4.3 Observasi / Evaluasi
Observasi dimaksudkan adalah mengamati hasil atau dampak tindakan
yang dilaksanakan atau dikenakan pada siswa. Hal – hal yang akan diobservasi
dalam penelitian ini adalah kemandirian belajar siswa setelah dilaksanakannya
bimbingan kelompok dengan teknik diskusi dan penugasan, masih mengenai
kemandirian belajar siswa di dalam tindakan I dan II.
Dalam pemantapan pemberian layanan, peneliti menggunakan observasi
untuk memperoleh peningkatan kemandirian belajar siswa kelas X MIPA SMA
Negeri 1 Abiansemal tahun pelajaran 2016/2017.

3.4.4 Refleksi
Tahap ini merupakan sarana untuk melakukan pengkajian kembali
tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek penelitian dan telah dicatat dalam
observasi. Langkah relatif ini berusaha mencari alur pemikiran yang logis dalam
kerangka kerja proses, problem, isu, hambatan yang muncul dalam perencanaan
tindakan strategi.
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menganalisis hasil observasi dalam
usaha melihat hambatan-hambatan yang terjadi. Dari proses refleksi dapat
diperoleh hasil tindakan yang dijadikan dasar pertimbangan untuk menetapkan
dan merencanakan tindakan berikutnya.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam refleksi ini akan dapat
menghasilkan beberapa kemungkinan yaitu:
1) Apabila tindakan yang dilakukan mendapat hasil yang kurang baik, maka
pemberian tindakan akan direvisi supaya mendapatkan hasil yang optimal.
2) Apabila tindakan yang dilakukan mendapat hasil yang baik, maka tindakan
akan dimodifikasi supaya mendapatkan hasil yang lebih baik lagi agar
hasilnya sempurna.
3) Apabila tindakan yang dilakukan mendapat hasil yang sempurna, maka akan
dijadikan sebagai acuan untuk penggunaan pendekatan dan metode
bimbingan selanjutnya.
3.5 Metode dan Alat Pengumpulan Data
Table 01: Kisi-kisi Observasi Kemandirian Belajar

Jumlah
No Variabel Aspek Indikator No Item
Item

1 Kemandirian 1. Percaya 1.1 percaya atas 1,2 2


Belajar diri potensi dan
kemampuan diri
sendiri
1.2 percaya atas 3,4 2
kemampuan dalam
bersosialisasi
2.1 bertanggung jawab 5,6 2
terhadap tugas
yang diberikan
2.2 semangat dan
antusias dalam 7,8 2
kegiatan
pembelajaran
2. Disiplin
2.3 komitmen yang
tinggi terhadap
tugas
9,10 2

3. Inisiatif 3.1 memiliki 11,12 2


keingintahuan yang
besar
3.2 memiliki keinginan
untuk menemukan
13,14 2
dan meneliti
sesuatu yang baru
4. Tanggung 4.1 memiliki komitmen 15,16 2
jawab yang tinggi
terhadap tugas atau
pekerjaannya
4.2 mau belajar dari
kegagalan
17,18 2
4.3 mampu
bertanggung jawab
dalam
17,20 2
melaksanakan
tugas-tugasnya
Jumlah Total 20

Tabel 02 : Pedoman observasi untuk mengetahui kemandirian belajar


siswa kelas X MIPA SMA Negeri 1 Abiansemal tahun pelajaran 2016/2017

Penilaian
No Pernyataan/ Perilaku Siswa
SS SR CS JR TP

1 Mengerjakan tugasnya sendiri tanpa bantuan


teman di kelas

2 Menjawab pertanyaan dengan tenang saat


diksusi di kelas

3 Aktif berdiskusi dengan teman saat


melakukan kerja kelompok
4 Aktif melakukan tanya jawab secara
bergantian dengan teman di kelas

5 Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru


ketika guru tidak bisa mengajar di kelas

6 Mengerjakan tugas yang diberikan dengan


disiplin (tidak ribut dan tidak saling
mengganggu)

7 Berdoa sebelum proses pembelajaran dimulai

8 Mempersiapkan buku mata pelajaran di atas


meja (sesuai dengan jadwal pelajaran yang
sudah ditetapkan)

9 Mengerjakan tugas yang diberikan secara


sungguh-sungguh di kelas

10 Aktif berlomba mengacungkan tangan ketika


guru mengadakan tanya jawab di dalam kelas

11 Aktif bertanya kepada guru di kelas

12 Aktif berdiskusi dengan teman saat kerja


kelompok dan membahas materi
pembelajaran di kelas.

13 Diam dan mendengarkan teman yang sedang


memberikan pendapat tanpa memotong
pembicaraannya.

14 Aktif bertanya dan berpendapat ketika diskusi


kelompok di dalam kelas

15 Mengumpulkan tugas tepat waktu

16 Belajar walaupun tidak ada guru yang


mengawasi di kelas
17 Tidak menggerutu ketika mendapat hasil
ulangan yang kurang memuaskan

18 Mengerjakan soal sendiri pada saat ulangan

19 Membawa buku PR dan buku pelajaran sesuai


dengan jadwal

20 Menjawab pertanyaan yang diberikan oleh


guru saat kegiatan belajar di kelas.

Keterangan :
SS : Sangat Sering skor 5
SR : Sering skor 4
CS : Cukup Sering skor 3
JR : Jarang skor 2
TP : Tidak Pernah skor 1
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif.Analisis deskriptif yaitu analisis dengan membandingkan prsentase
yang dicapai sebelum dan sesudah diadakan tindakan. Sedangkan untuk
mengetahui besar kontribusi penerapan bimbingan kelompok dengan teknik
diskusi kelompok dan penugasan sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian
belajar siswa, baik pada pra tindakan maupun setelah tindakan akan analisis
menggunkan beberapa rumus
Pengukuran tingkat kemandirian siswa dihitung menggunakan rumus :

x
P= x100%
SMi
(Depdiknas, 2006: 19)
Keterangan :
P = Sekor dalam bentuk persen
X = Sekor yang diperoleh siswa
SMi = Sekor maksimal ideal
Membandingkan persentase pencapaian dengan katagori kemandirian
belajar siswa. Adapun katagori percaya diri siswa adalah sebagai berikut.
Tabel 03
Pengkatagorian
Skor Keterangan

84% -100 Sangat Tinggi

68% - 83 Tinggi

52% - 67 Cukup

36% - 51 Rendah

20% - 35 Sangat Rendah

Menentuan persentase kemandirian belajar siswa dengan rumus sebagai


berikut.

PostRate – BaseRate
P= x 100%
BaseRate
(Sudiasa, 1997: 35)
Keterangan :
P = Persentase peningkatan (%)
Post Rate = Skor setelah tindakan
Base Rate = Skor sebelum tindakan

Anda mungkin juga menyukai