BAB I
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir
semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing
orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.
Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, kiranya
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah
satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenamya di dalam dirinya terdapat
potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan
manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual” belajar.
Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah
ciri yang tak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu,
tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting / vital. Mengajar
adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi
kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-
baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan
lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
1. PENGERTIAN BELAJAR
1.1. Pengertian belajar yang dipergunakan sehari – hari
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang
ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit
hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang
tidak belajar.
Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih
diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca bacaan,
membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku pelajaran. Seorang
murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang
yang sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar.
Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar.
Singkat perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang
dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang,
meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya
teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber
informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar.
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”.
Sering kai pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan
berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas pandangan kita
tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is defined
as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan bahwa
belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan
secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan.
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni
perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik
beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi
serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming
situation consist of a rkh and baried series of leaming experiences unified around a vigorous
purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan
merupakan salah satu aspek dari belajar.
b. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
c. Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan
dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
d. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat dan
mengerjakan apa yang dipelajari.
f. Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam
situasi belajar.
g. Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h. Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
i. Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu.
j. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan
dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula
berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan
tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam
masa perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara beruntun
aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
- Psikologi behavioristik
- Psikologi kognitif
- Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode
ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar
yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
- Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
- Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
- Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan
tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.
Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai apa belajar itu.
Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini,
belajar dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan
sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian
dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman sering
ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian
relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan
anti tesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan sendiri
oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa
banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif
rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi
dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan
perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Oleh
karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.
Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan
psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab
guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi humanisti, tanggung jawab
guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi
kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt. Menurut
pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh
karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan
saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan
meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak
menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang
paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b. Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok
terus sampai bosan ; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat
diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus sebagai
kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah
respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons yang timbul dan
berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal
dengan operant conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor
terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal
dan mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents : respon yang terjadi karena stimulus khusus misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi karena situasi random
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan Skinner’s operant conditioning
ialah dalam classkal conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak
diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.
Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat
reinforcement langsung.
Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu “diskriminative
stimulus” (tanda untuk memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan.
Disamping itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila
murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing
tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dlaam kelas untuk
mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus :
(1) Jenis-jenis stimulus
(2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon
(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika
dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon
(4) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or
reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing
adalah pelasant or reinforcing stimulus).
(5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6) Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan
kesenangan mereka.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada
empat cara penjadwalan reinforcement :
1. “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi
reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2. “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah
rata-rata respon
3. “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4. “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama
setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang
diharapkan.
c. Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan
pada saat tepat hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap
dan bervariasi.
g. Menurut
Menurut thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba
ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu.
Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang tepat berkaitan
dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :
a. Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-
motivenya.
c. Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia
melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak
melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat
penting dalam belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu
stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons
tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi lemah dan
kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada memuaskan tidaknya
respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar dimulai dari tingkatan yang
mudah berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur
menuju ke yang kompelks.
c. 0hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon dengan stimulus
menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan
antara respon dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian
lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang punya
kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon yang tidak
memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam
belajar.
Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu
:
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai
ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan
memperoleh respon yang benar.
b. apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal
lain yang telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-
unsur penting dari yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang
tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia
kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi
tersebut mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept
belongingness).
Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak,
yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0 - beda
Penjelasan :
1. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk
tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi
tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2. tingkat preoperasional
anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat ia
jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah
mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips (1969) membagi atas :
1. concreteness
2. interversibility
3. centering, (ini tampak adanya egocentisme)
4. state vs transformation, dan
5. transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal
yang abstrak. Kecakapan kognitif anak :
(1) Combinativy classifkation
(2) Reversibility
(3) Associativity
(4) Identity
(5) Serializing
Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963)
memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan terhadap
problema itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya
ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang konkret.
Tetapi kaang-kadang ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan
faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.
Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov, dan Rogers
1) Combs :
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus
mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku seseorang,
kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang
membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa
perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru
mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini
sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali
siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian
pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau
belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti
tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di individulah yang memberikan arti
tadi kepada subject matter itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si
siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana siswa itu
menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh
Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri
dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin berkurang pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2) Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri,
menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan
seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa
perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. la
mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan
belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat
mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia
ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk
untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung
kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek
buat dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan
adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya.
Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab seseorang
senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang
mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting dalam belajar. Seorang
beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut
menipunyai makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan
ia lakukan.
c. Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk belajar. Tetapi, hasil belajar demikian
tidak akan bertahan lama. la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada
hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak
belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak bebas
melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan
eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang
baru. Kreativitas anak dalam belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya juga
akan meningkat.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya
motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa
mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yang lahir dari diri sendiri im
juga menunjukkan rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas
melakukan apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yang berasal dari
lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk
mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-
nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. la akan berusaha dengan totalitas pribadinya
untuk mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.
e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat menangkal perobahan. Oleh
karena itu, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba
berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu, dipandang tidak
cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik
yang penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
(2) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksudnya sendiri.
(3) Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman- ancaman dari luar itu semakin kecil
(5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
(6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung-
jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan basil
yang mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas lebih mudah dicapai terutama
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar. suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.
4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian belajar menurut abli psikologi.
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang
erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama
lain.
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya masing-
masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai
rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.
b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan
sekolah.
Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara
keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia
yang mampu hidup dalam pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan
kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan neneknya dan
seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki
oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada keturunan berikumya. Upaya
pewarisan itu dilakukan metalui berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan
sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam
proses perumusan pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.
d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat
yang baik.
Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu
berorientasi kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat bekerja di masyarakat.
Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah
menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka dia barus memiliki
keterampilan berbuat dan bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan
masyarakat. Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga
negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.
3. Peserta didik/siswa sebagai calon warga negara yang memiliki potensi untuk bekerja.
Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan Kebutuhan, antara lain kebutuhan ingin
berdiri sendiri, ingin punya pekerjaan. Siswa tidak menginginkan berdiam dengan pasif, semua
ingin melakukan kegiatan, bermain, atau bekerja. Energi mereka miliki perlu mendapat
penyaluran sebagaimana mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat menyebabkan
tingkah laku yang tidak diharapkan, Perumusan atas kebutuhan itu, pengembangan minat dan
sikap, penyaluran energi yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan cara menyediakan
kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang praktis, dan memupuk keterampilan jasmaniah-
rohaniah. Dengan berkembang kemampuan kerja, maka tuntutan dan harapan masyarakat dapat
dipenuhi. Pada dasamya tidak ada masyarakat yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan
penganggur.
4. Guru sebagai pimpinan don pembimbing bengkel kerja.
Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu ruang workshop dan oleh karenanya
guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar bekerja dalam bengkel sekolah.
Guru-guru harus menguasai program keterampilan khusus dan menguasai strategi pembelajaran
keterampilan, serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai kesibukan
yang bermakna. Dalam hal mi, peranan guru dalam sekolah komprehensif adalah sangat penting.
e. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-
hari.
Pandangan ini didukung oleh para pakar yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Sekolah
dari masyarakat adalah suatu integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini (G.E. Olson,
1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan,
mereka bukan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang masih jauh, 10 atau 20 tahun ke
depan, melainkan untuk memecahkan masalah seharihari dalam lingkungannya, di rumah dan di
masyarakat.
2. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah don masyarakat.
Masyarakat diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber
masyarakat tak pernah habis sebagai sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan ialah dengan
membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata, survei, berkemah dan lain-lain, atau
dengan cara membawa masyarakat ke dalam sekolah sebagai nara sumber. Dengan demikian,
masyarakat akan memberikan sumbangan yang besar terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya,
sekolah akan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat.
Sekolah juga berfungsi turut memperbaiki kehidupan masyarakat sekitamya.
3. Siswa belajar secara aktif.
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah, mencari pengalaman kerja dalam
berbagai lapangan kehidupan, -tapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini.
semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan,
berdiskusi, meninjau. membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan pribadinya
selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya.
4. Guru bertugas sebagai komunikator
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Guru mempersiapkan
rencana awal pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa sebagai
persiapan melaksanakan di lapangan. Guru harus mengenal dengan baik keadaan masyarakat
sekitamya, supaya dapat menyusun proyek kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan
inventarisasi masalah-masalah yang muncul jalam masyarakat, kemudian diupayakan
pemecahannya. Pranan sebagai komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang
pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan berintegrasi dan bekeda sama
dengan masyarakat.
Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah bahwa kegiatan dan proses pembelajaran itu
sangat kompleks. Pandangan-pandangan yang telah dibahas itu, akan menjadi lebih jelas setelah
mempelajari uraian-uraian berikumya.
Tujuan Belajar
Tujuan Pembelajaran
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri. Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Setelah mengamati berbagai tumbuh-tunibuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat
membedakan antara tumbuhtumbuhan yang berkeping satu dan yang berkeping dua. Setelah
dibelajarkan dengan cara mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat
menibedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan tumbuhan berkeping dua. Setelah
siswa dibelajarkan dengan cara menclaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan
kaitan antara butir portama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata
yang ada pada teks Setelah mengamati berbagai tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah,
siswa dapat membedakan antara tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping
dua.
Setelah dibelajarkan dengan cara membaca buku teks dan berdiskusi dengan teman-temannya
siswa dapat membedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping dua.
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri. Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata yang ada
pada teks
Dari contoh yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa tujuan pembelajaran yang kongruen
dengan tujuan belajar siswa adalah :
1. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi waktu, yaitu setelah siswa belajar dan atau
dibelajarkan.
2. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi substansinya, aitu siswa bisa "apa" setelah
belajar dan atau dibelajarkan.
3. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi cara mencapainya.
4. Punya kesamaan takaran dalam pencapaian tujuan.
5. Punya kesamaan dari segi pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada pada diri siswa.
Agar tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar tersebut jelas, berikut disajikan
contoh tujuan pembelajaran yang tidak kongruen dengan tujuan belajar :
Contoh yang disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak kongruen antara tujuan pembelajaran
dengan tujuan belajar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran demikian ini tidak menunjang
pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik tekan antara tujuan belajar dengan tujuan
pembelajaran. Pada contoh pertama dan kedua. substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh
substansi tujuan pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan belajar telah
dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara penyampaiannya.
BAB II
PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA
Perhatian
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah
pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian
pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik pula. Oleh karena itu
guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan
perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya
dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari
yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini
1. Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu
gurunya tentang perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran
tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2. Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh
perhatian karena guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang
sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3. Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA.
KeRhatannya mereka sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka
belajar cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi
penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki
kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa. Pada contoh
kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat
peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru menggunakan
metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1. Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya
akan lebih baik.
2. Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.
b. Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode
mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas
saja.
Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa anda ajarkan.
Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1. Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran tersebut dengan diri siswa
(umpamanya dengan pengalaman mereka).
2. Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi
(umpamanya dalam penggunaan metode mengajar)
2.7.2. Keaktifan
Sebagai "primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut
untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan
mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku seperti mencari sumber
informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dan kimia, membuat
karya tulis, membuat kliping, dan prilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa
lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
2.7.6. Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab
untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan
mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi
tantangan untuk memperoleh. memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan
pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya kesadaran pada
diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses. dan mengolah pesan.
Sclain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan
yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip
tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing
maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
BAB III
DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan, tak dapat dipisahkan sama dengan
yang lain. Sistem pendidikan yang dijalankan pada zaman modern ini tak mungkin tanpa
melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan pendidikan tanpa kurikulum.
Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu berarti kebutuhan adanya kurikulum. Dalam
kurikulum itulah tersimpul segala sesuatu yang harus lijadikan pedoman bagi pelaksanaan
pendidikan. Pemikiran tentang adanya kurikulum adalah setua dengan adanya sistem pendidikan
itu sendiri.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan.
Suatu tujuan, tegasnya tujuan pendidikan yang ingin dicapai, akan dapat terlaksana jika alat
sarana, isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan dasar acuan ini relevan. Artinya sesuai
dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal itu dapat diartikan bahwa kurikulum dapat membawa
kita ke arah tercapainya tujuan pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau cita-cita yang sesuai dengan
pandangan hidup bangsa. Pada hakekatnya, proses pendidikan yang dijalankan adalah usaha
untuk merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.
Pada dasamya tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki, esensial, prinsipil ini tetap karena ia
berhubungan dengan sistem nilai atau pandangan hidup suatu bangsa. Akan tetapi. hal itu tidak
berarti kurikulum pun harus statis, tak pernah mengalami perubahan. Kurikulum pun harus selalu
dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis
akan selalu mengalami perkembangan, selalu menuntut adanya perubahan sesuai dengan
perubahan zaman. Pada hakekamya, hal itupun dapat dipandang sebagai akibat sistem
pendidikan yang dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain adanya keadaan
masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya usaha-usaha pembaharuan sesuai dengan
perkembangan zaman tersebut, merupakan keberhasilan sistem pendidikan, tanpa mengakibatkan
berbagai faktor lain yang juga berperan.
Dalam banyak hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan
yang dijalankan. Dalam suatu kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga pengetahuan,
keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan suatu sekolah.
Akan tetapi kurikulum bukanlah merupakan satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang
disarankan didalamnya. Masih terdapat berbagai faktor lain yang turut menunjang kualitas atau
keberhasilan kegiatan pendidikan yang dijalankan. Misalnya saja masalah sarana dan prasarana,
situasi dan kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana pendidikan dan sebagainya.
Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar menyadari peranannya sebag pelaksana
pendidikan yang amat menentukan. Hal itu menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai
berbagai masalah pendidikan, antara lain masalah kurikulum.
Pengertian Kurikulum
(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Dasar-Dasar Pengembangan Karikalum Sekolah)
Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia taktik curere yang
berarti "berlari' . Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti
penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain.
Seseorang kurir harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah
kurikulum kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (S.
Nasution, 1980 : 5).
Dari istilah atletik kurikulum mengalami perpindahan arti kedunia pendidikan. Sebagai misal
pengertian kurikulum seperti yang tercantum dalam Webster's Intemational Dktionary " .
Currculum ; Course ; a specified fixed course of study, is in a school or collage. as one leading to
degree.
Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetalman yang
ditempult atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Disamping itu,
kurikulum juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja dirancang untuk mencapai
sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada waktu lalu juga menyebut kurikulum
dengan istilah “Rencana Pelajaran" yang merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana
pelajaran merupakan salah satu komponen dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (atau
paling tidak diketahui) oleh seorang guru atau calon guru.
Pengertian kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus Webster yang dikutip diatas, kiranya
ada kesesuaiannya dengan perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse berikut : Currkulum is
the planned conipesite effort of any school to guide pupil leaming to ward prederennined
learning outcome (Larence Stenhouse, 1976 : 4).
Defenisi-defenisi kurikulum yang bersifat tradisional biasanya masih menampakkan adanya
kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata-mata peiajaran
(subject matter) kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan. (hasil budidaya) masa
lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil melewati tahap ini akan atau
herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan atau sejumlah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan
tersebut bersumber pada buku-buku yang baik atau dianggap bermutu, sehingga kurikulum
terutama dalam hal tujuan instruksional dan pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan
atau dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.
Dihubungkan dengan kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui kegiatan
belajar-mengajar sekolah, ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia membatasi
pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan kurang inemperhatikan
pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh di luar kelas. Kurikulum yang bersi demikian.
hanya menekankan aspek intelektual saja yang harus dikuasai siswa dan mengabaikan aspek-
aspek yang lain yang juga sangat berpengaruh dalam perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum
macam ini biasanya disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat pada
materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, pendirian
tradisional mengenai kurikulum tersebut ditinggalkan orang karena dianggap terlalu sempit dan
atau paling tidak orang berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan baru, sebab pada
kenyataanya pula seperti halnya dengan masalah-masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau
mungkin meninggalkan) sama sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian diatas, yakni
pendirian tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak mau) berpusat pada guru atau but Teacher
Centered Curiculum. Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah pandangan tersebut
dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena anaklah sebenamya yang menjadi
subjek didik. Anak tak boleh hanya dipeerlakukan sebagai objek yang statis, melainkan harus
diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan jiwanya karena itu, terjadilah
pergeseran dalam dunia pendidikan dari suject atau teacher centered ke student centered.
Kurikulum yang sesuai dengan pandangan terakhir itu disebut Child Centered curiculum. Hal itu
terutama disebabkan oleh pengaruh penemuan-penemuan dibidang psikologi. khususnya
psikologi kembangan.
Adanya pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat pada defenisi-defenisi kurikulum
yang dikemukakan orang. misalnya menurut George A. Beauchamp (1964 : 4) kurikulum
adalahah "It as all activities of children under the jurisdktion of the school”Dalam pengertian ini
kurikulum mencakup segala kegiatan, yang disediakan dan direncanakan sekolah. Konsep lain
misalnya mengatakan bahwa kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan meneakup
seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual, emosional, sosial maupun
pengalaman galaman yang lain.
Sebagai bahan perbandingan mengenai pengertian kriikulum menurut konsep batu, barikut
dikemukakan lagi denisi-defenisi yang lain.
A sequence of potensial experiences it set up in the school for the purpose of disciplining
children and yuouth in group ways of thingking and acting (Smith dalam Beauchamp : 5).
atau
Curriculum is all of the planned experiences providedby the school to assist the pupils in
attaining children the designated learning outcomes to the best their abilitie (Neagly dalam
Lawrence : 4).
David Pratt dalam Curriculum Design and Development (1980 : 4) mendefenisikan kurikulum
secara sederhana, yaitu sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusal
latihan. Selanjumya ia membuat implikasi secara lebih ekplisit tentang defenisi yang
dikemukakannya tersebut menjadi enam hal. yaitu :
1. Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia mungkin hanya berupa perencanaan
(mental) saja. tapi pada umumnya diwujudkan dalam bentuk tulisan.
2. Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan atau rancangan kegiatan;
3. Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang harus dikembangkan pada diri
siswa, evaluasi untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas
guru yang dituntut dan sebagainya.
4. Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia sengaja mempromosikan
belajar dan menolak sifat rambang tanpa rencana, atau kegiatan tanpa belajar.
5. Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai komponen seperti
tujuan, isi. sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain,
kurikulum adalah sebuah sistem
6. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi jika
suatu hal dilalaikan.
Defenisi diatas yang kemudian disertai dengan berbagai implikasinya, dapat memberikan
gambaran yang lebih nyata tentang kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya kita terima atau
pahami. Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya berupa perencanaan secara
mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam bentuk tertulis. Bagaimana jadinya jika ada (mungkin
hanya sebagian) kurikulum yang tidak ditutis, tentunya akan mengundang berbagai
permasalahan.
Kurikulum merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang
dilakukan, termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita dapat memandang
bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain, direncanakan, dikembangkan dan
akan dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar
hal tersebut, kurikulum kemudian dapat didefenisikan sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo
Surahmad, 1977 : 5).
Kiranya defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas rumusannya. Pendidikan merupakan suatu
pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang direncanakan,
disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di sekolah melalui cara-cara yang telah
ditentukan pula. Jika defenisi diatas diperbandingkan dengan defenisi-defenisi yang
dikemukakan lebih dahulu, sebenamya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Sentua defenisi yang
ditunjuk sama-sama menyebut kurikulum sebagai rencana-rencana kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan belajar yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh
sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.
Dalam pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum pengertiannya menunjuk pada
defenisi yang terakhir diatas.
FUNGSI KURIKULUM
Setiap lembaga pendidikan formal maupun nonfomal dalam penyelenggaraan kegiatan sehari-
harinya berlandaskan kurikulum-kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat berupa : (1).
Rancangan kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga pendidikan; (2) Pelaksanann
kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan ; dan (3). Evaluasi
kurikulum, yaitu penilaian atau penelitian basil-hasil pendidikan.
Dengan lingkup pendidikan formal. kegiatan merancang melaksanakan dan menitai kurikulum
tersebut, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan sebagai
program pengajaran.
Berbicara masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya dari tiga segi, yaitu fungsi bagi
sekolah yang bersangkutan, bagi sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi bagi masyarakat
(Winamo Surahmad ; 6).
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Seperti dikemukakan oleh Pratt diatas, kurikulum adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia
pasti mempunyai komponen-komponen atau bagian-bagian yang saling mendukung dan
membentuk satu kesatuan yang terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah sistem bersifat
harmonis, tidak saling bertentangan. Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan akan direncanakan mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan, isi,
organisasi dan stratei (Winarno Surahmad: 9).
1. Tujuan
Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang
dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa
jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum sekolah pasti dcantumkan
tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua
tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan Pendidikan yang harus dicapai secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman. keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
diharapkan oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya tujuan ini disebut
tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam sebuah kurikulum sekolah, terdapat dua macam
Tujuan institusional umum dan khusus yang keduanya selalu menunjukkan keinstitusionalannya.
(kedua tujuan ini biasanya dkantumkan dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).
b. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang meliputi tujuan kurikulum dan
instuksional yang terdapat dalam setiap GBYP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) tiap
bidang studi. Baik tujuan kurikulum maupun instruksional juga meneakup aspek-aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dihuapkan dimiliki anak setelah
mempelajari tiap bidang studi atan pokok bahasan dalam proses pengajaran.
2. Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar
mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang
diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi
ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria
apa suatu bidang studi menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu, maka jenis
bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan berbeda dengan sekolah
yang lain, misalnya SPG.
Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya adalah isi kurikulum itu sendiri, atau
ada juga yang menyebutnya sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk
pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran. Uraian bahan
pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar
di kelas oleh pihak guru, Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan didasarkan pada
tujuan instruksional.
3. Organisasi
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka program-
program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur
horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan
bahan-bahan pengajaran yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata
pelajaran itu dapat secara terpisah (sparate subject), kelompok-kelompok mata pelajaran
(correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program
pendidikan moupun, akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.
Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. MisaInya
apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan antara keduanya
dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk dalam hal ini adalah Juga
masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi untuk setiap tingkatan. Misalnya
bidang studi Bahasa Indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas
I, II dan Ill. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
4. Stretegi
Dengan komponen strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam kurikulum di sekolah. Masalah
strategi pelaksana itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran,
penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah sceara keseluruhan, pemilihan
metode pengajaran, alat atau media pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran
misalnya, dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang studi) atau dengan
cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran dan sebagainya
KOMPONEN KURIKULUM
(Drs. Hendyat Soetopo, MYd dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam bukunya Pembinaan don
Pengembangan Kurikulum Sekolah)
1. Komponen Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan yang
lain merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks
pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan suatu program untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah
telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalm sekolah yang
bersangkutan.
Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah :
1. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketarampilan
dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program
pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau tujuan lembaga, misainya
tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah
kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah
yang bersangkutan.
2. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap bidang
studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya.
Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap
yang kita harapkan dinliliki oleh murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu
sekolah tertentu. Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu
kegurun di SPG dan sebagainya.
Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya ada yang kita sebut
tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, dimna tujuan instruksional
merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler. Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan
instruksional inilah kemudian ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang
studi pada suatu sekolah tertentu.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas tentang tujuan
pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan
Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.
2. Tujuan Institusional
Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada suatu tingkatan.
Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan adanya suatu tujuan pendidikan
yang kita sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita akan mengenal tujuan institusional SD,
SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan menggambarkan tujuan
pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga pendidikan itu. Agar tidak tercapai
penyimpangan maka tiap tujuan institusional harus didahului dengan pengertian pendidikan,
dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini disamping untuk menghindari
penyimpangan juga untuk menghindari salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya
Tujuan pembangunan dan pendidikan nasional.
Sebagai gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka tujuan pendidikan di SPG (Sekolah
Pendidikan Guru) sebagai lembaga Pendidikan Guru yaitu
I. Pengetian Pendidikan
II. Dasar Pendidikan
III. Tujuan Pendidikan Nasional
IV. Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru.
Tujuan Khusus Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan ini kita akan mencoba memberikan
gambaran tentang tujuan umum dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :
(1) Tujuan Unrum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru; ialah agar lulusannya:
a. Sehat jasmani dan rohani,
b. Menjadi warga negara Indonesia yang bemoral Pancasila yang memiliki sifat-sifat yang bark
dan konstruktif sebagai warga masyarakat, serta menerima dan percaya kepada kaidah-kaidah
dan cara-cara pengalaman agama masing-masing baik dalam peribadatan maupun kehidupan
lainnya.
c. Memiliki pengetahun, keterampilan dan nilai serta sikap yang diperlukan untuk:
3. Melaksanakan tugasnya secara efektif sebagai guru di Lembaga Pendidikan Dasar yaitu SD
atau TK.
4. Mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan profesinya.
5. Menggunakan pronsip pendidikan seumur hidup di sekolah maupun di luar sekolah sebagai
alat utama bagi kemajuan pribadi dan masyarakat.
6. Mengembangkan dan membina kepemimpinan yang demokratis yang bertanggung jawab
dalam interaksi sosial dengan murid-murid daur anak-anak.
7. Menggunakan prinsip kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial dalam kehidupan,
pergaulan sekolah dan keluarga secara bertanggung jawab.
(2) Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru ialah agar lulusannya :
a. Memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk kepentingan dirinya dan atau untuk
melaksanakan program pengajaran di SI), dalam bidang :
1. Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang dianutnya.
2. Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
3. Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.
4. Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.
5. O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.
6. Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang sederhana.
7. Matematika
8. Ilmar Pengetahun Alam
9. Ilmu Pengetahuan Sosial
10. Kesenian yang meliputi seni rupa, seni musik dan atau seni drama dan tari.
11. Pendidikan keterampilan yang meliputi jasa, kerajinan dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga (PKK), pertaman, peternakan dan atau perikanan.
12. Ilmu Keguruan dan meliputi pedagogik, dasar dan tujuan pendidikan nasional Indonesia,
dasar psikologis dan interaksi belajar mengajar, psikologis pendidikan, psikologis
perkembangan, teknik penilaian pendidikan, bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik
umum, alat bantu dan komunikasi pendidikan, metodik khusus untuk tiap bidang studi yang
diajukan pendidikan dasar dan pendidikan dan pengembangan.
b. Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk
1. Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila dan
sehat.
3. Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif dengan murid dalam mengerjakan bidang
pengajaran yang diberikan di pendidikan dasar yang meliputi kemampuan menyusun program
pengajaran. kemampuan melaksanakan program yang telah disusun dengan menggunakan
metode teknik, dan alat yang sesuai kemampuan mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan
memberikan bimbingan kepada murid yang menghadapi kesulitun.
4. Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.
5. Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan dunia pendidikan.
6. Mengarang dan menulis.
7. Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber lingkungan.
8. Melaksanakan penelitin sederhana.
c. Memiliki nilai dan sikap yang meliputi
1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan diri kepada berbagai kepada keadaan
anak dan memperlakukan anak secara obyektif.
3. Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif terhadap pengaruh kebudayaan asing.
4. Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar yang bisa dilakukan.
5. Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terruama
dalam hubungannya dengan profesi keguruan dan pendidikan, bercita-cita untuk maju, bersedia
untuk bertindak sebagai perintis, percaya kepada diri sendiri.
6. Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab kepada tugas dan mengutamakan prestasi.
7. Makarya dan efisien.
8. Hidup sehat.
9. Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.
3. Tujuan Kurikuler
Suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan sejumlah
isi pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman belajar
yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini dapatlah dirumuskan babwa yang
dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai setelah si anak mengikuti sejumiah program
pengajaran yang diberikan dalam lembaga pendidikan itu. Dalam hal ini maka menurut SPG
ditetapkan sejumlah 11 (sebelas) tujuan kurikuler yang barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa
setelah menamatkan pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari tujuan
institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan kurikuler ini harus mencerminkan dan
mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau dengan kata lain
maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan harus nampak pada tujuan
kurikuler ini.
4. Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan yang terdahulu
dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar
secara langsung yang terjadi pada setiap hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus
dirumuskan pada saat penyusunan atuan pelajaran.
Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
a. Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan didalam kurikuler.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini perumusannya dilakukan oleh guru
sendiri pada saat menyusun satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak
menerima pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang merupakan
syarat TIK :
a. TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional misainya menuliskan,
menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang
non operasional misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan sebagainya.
b. TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.
c. TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang spesifik. TIK hendaknya megandung hanya
satu jenis tingkah laku.
2. Sruktur Program
Untuk struktur program ini jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Program pendidikan (di SPG)
Program Pendidikan di SPG terdiri dari :
1. Pendidikan untum meliputi pendidikan Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, o1ah Raga dan Kesehatan.
2. Pendidikan Keguruan meliputi ilmu keguruan dan praktek keguruan.
3. Pergajaran di SD/pendidikan spesialisasi/pembangunan meliputi IPS, Matematika, Pendidikan
Kesenian, Pendidikan Keterampilan.
e. Komponen Evalusasi
Pendidikan adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun mempalari keperluan dari
masyarakat. Untuk itu maka sekolah termasuk juga didalamnya termasuk juga harus peka
terhadap perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu kurikulum sebagai
bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus juga konsumsi bagi masywakat juga harus dinilai
terus menems serta menyclums terhadap bahan atau program pengajuan. Disamping itu penilaian
terhadap kurikulum dimaksudkan juga sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan
sarana dalam rangka membina dan memperkembangkan kurikulum lebih lanjut. Sedangkan
penilaian dapat dilakukan oleh semua pihak baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari
kalangan petugas-petugas pendidik.
Apabila diajukan pertanyaan : apakah kurikulum, itu ? setiap orang yang ditanya akan menjawab
sama atau berbeda satu sama yang lain. Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan
tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang juga bervariasi mengenai pengertian kurikulum
im.
Kata "kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang berarti "jalur pacu", dari secara
tradisional kurikulum sekolah disajikan seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais,
(1976 : 6). Labih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni : (i).
Kurikulum sebagai program pelajaran, (ii). Kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii). Kurikulum
sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum, sebagai pengalaman dibawah
tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan.
Sedangkan Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai
pengetahuan yang diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus mengajar, (iii). Kurikulum
sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum sebagai pengalaman, (v). kurikulum sebagai
pengalaman belajar terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii). Kurikulum
sebagai suam rencana pembelajaran, (viii). Kurikulum sebaga sistem produksi sceara teknologis,
dan (ix). Kurikulum sebagai tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan,
berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum
sebagai jalan meraih ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum
sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum sebagai basil belajar, dan (v). kurikulum
sebag pengelaman belajar.
a. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahai bersama, kurikulum merupakan
syarat mutlak dalam pendidikan formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada
kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang pendidikan yang selalu berakhir
dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu
jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari
berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para
pendidik profesional juga memandang curriculum as the relatively standardize grown coveret by
students in their rece toward the finish line (diploma)" (Zais, 1976 : 6 ).
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan
jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk
meraih ijazah.
b. Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah
mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus
diselesaikan oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa kurikulumnya ? seringkali
dijawab bahwa kurikulum adalah PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa
kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang
masili sering terbaca ataupun terdengar. Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan
kurikulum yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran
(Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam
program dikatakan sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan
apabila ada orang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
c. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988 : 1), mengemukakan :
"The curriculum is generally difined as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming
process under the direction and guidance of a school, college or university and its members.
"Defenisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas
menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai suatu rencana yang
dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan
sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam
Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan
untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan. Kurikulum sebagai
sam rencana kegiatan pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan
pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang
dalam kurikulum masih bersifat umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.
d. Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan Baker mendefiniskan kurikulum sebagai 'All
planner leaming out comes for whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24).
Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua rencana hasit belajar (Kamig out
comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini
mengubah pandangan penanggung jawals sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi
kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner & Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai
rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan
bantuan sekolah (atau universitas) agar memungkinkan siswa menambah penguasaan
pengetahuan dan pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil belajar mempakan
serangkaian hasil belajar yang diharapkan. Namun demikian bukan berarti dalam kurikulum
tidak diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil-hasil belajar yang
diharapkan.
e. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep kurikulum yang diuraikan
sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay mengamati
bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum dideferusikan sebagai "semua pengalaman
seorang siswa yang diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980: 14)
sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan kurikulum sebagai "All the means
employed by the school to provide students with opportunities for desirable leaming
experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita bahwa semua yang bemaksud
dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh
pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah kurikulum. Berdasarkan defenisi
kurikulum, belajar tersebut dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang
direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai pengalaman
belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan sesuatu.
Kelima konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum sehagai jalan meraih ijazah, (ii).
Kunkulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana kegiatan belajar,
(iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum sebagai penglaman belajar, semua benar
tergantung dari cara memandangnya. Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang
dijadikan acuannya. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : "
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan" serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar " (Depdikbud, 1989: 3),
sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing satuan
pendidikan " (Depdikbud, 1989 : 15). Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang cukup lengkap
dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus
dikembangkan.
BAB IV
MOTIVASI BELAJAR
terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas; ingin identitas dirinya
diakui oleh orang lain; tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu
mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali; dan selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah:
tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara. terus menerus dalam waktu lama; ulet
dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang
diperoleh; menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih
suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain; tidak cepat bosan dengan tugas-
tugas rutin; dapat mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa yang diyakini;
senang mencari dan memecahkan masalah.
Suatu hal yang penting adalah bahwa motivasi pada setiap tingkat yang diatas hanya dapat
dibangkitkan apabila telah diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya. Bila kita ingin anak
belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh tingkat 1-4. Anak yang lapar, merasa
tidak aman, yang tidak dikasihi, yang tidak diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang
guncang harga dirinya, tidak akan dapat belajar dengan baik.
Motivasi kelakuan manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan para
ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu "daya" dalam
mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat penting bagi pelajaran
di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar ini. Hewitt (1968) mengemukakan
bahwa "attentional set” merupakan dasar bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial.
artinya anak itu suka bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan
penghargaan dari teman-temannya dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga
dirinya di kalangan kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi anak
menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan intelektual. Dengan
reinforcement yakni penghargaan atas keberhasilannya motivasi itu dapat dipupuk. Taraf
motivasi tertinggi menurut hewitt ialah motivasi untak "achievemenf' atau keberhasilan yang
merupakan syarat agar anak im didorong oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasan dalam
mengatasi tugas-tugas yang kian bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu
sanggup untuk belajar sendiri.
Juga peneliti lain mengemukakan pentingnya reinforcement berupa pujian, penghargaan yang
diberikan bila hasil belajar anak mendekati bentuk kelakuan yang di inginkan, dan tidak perlu di
tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya. Siswa perlu diberitahukan tentang hasil
pekerjaanya sehingga ia dapat menilai keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu
harus meningkat dalam bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa putas atas
keberhasilannya menurut standar yang ditentukannya sendiri.
Pentingnya motivasi
Secara konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau perolehan belajar. Pembelajaran
yang tinggi motivasi, umumnya tinggi pula perolehan belajarnya. Sebaliknya, pembelajaran yang
rendah motivasinya, rendah pula perolehan belajarnya. Demikin juga pembelajuan yang sedang-
sedang saja motivasinya, umumnya perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.
Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam belajar berhubungan dengan
tingginya prestasi belajar. Bahkan pada saat ini, kaitan antara motivasi dengan perolehan dan
atau prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam kerjapun, motivasi mi juga sangat prating.
Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi
umumnya juga mempunysu prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang mempunyaj
motivasi berprestasi tinggi juga menunjukkan performansi profesional yang diharapkan atau di
atas rata-rata teman atau sejawatnya.
Bahkan dewasa ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi berprestasi atau motivasi belajar
ini menjadi motif berkompetensi yang dimaksud dengan berkompetensi adalah dorongan-
dorongan untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti dengan jelas, bahwa mereka yang
mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi cenderung lebih mengusai bidang-bidangnya
dibandingkan dengan mereka yang rendah motif kompetensinya.
Oleh karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam peningkatan perolehan belajar. Dalam
khasanah kepustakaan kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara berulang-ulang
sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan, orang yang sukses disegala
bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya motivasi yang mereka punyai.
Juga untuk belajar diperlukan motivasi "motivation is dan essential condition of learning". Hasil
belajarpun banyak ditentuk oleh motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil
pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin
membuktikan kesanggupan manusia. untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang becak
menahankan panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi mempunyai tiga fungsi:
(a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagal penggerak atau motor yang melepaskan
energi.
(b) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
(c) Menyeleksi perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan
yang serasi guna mencapai Tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak
bermanfaat bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam pertandingan, tak
akan menghabiskan waktunya bermain karena, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat, keinginan, maksud, tekad,
kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak, cita-cita, keharusan, kesedihan dan sebagainya.
4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang mempengamhi motivasi belajar
Motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada hal, motivasi belajar tersebut juga
dipengaruhi oleh banyak unsur antara lain: cita-cita aspirasi penubelajar, kemampuan
pembelajar, kondisi pembelajar, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis belajar.
Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam membelajarkan pembelajar. Oleh karena itu, unsur-
unsur yang mempengaruhi tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang
membelajarkan pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal terhadap motivasi belajar. Jika
unsur-unsur yang mempenguuhi tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan, bisa menjadi
penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.
Sebagai konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur yang mempengaruhi motivasi
belajar dan unsur-unsur yang mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa berupaya
meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut dilakukan dengan
cara mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr /
pembalajaran, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman kemampuan yang di miliki oleh
pembelajar dan mengembangkan cita-cita dan aspirasi pembelajar.
Ausubel mengatakan adanya hubungan antara motivasi dan belajar. Motivasi bukan mempakan
syarat mutlak untuk belajar tak perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita
mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan memusatkan perhatian
kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu berhasil, maka akan timbul motivasi itu dengn
sendirinya dan keinginan untuk lebih banyak belajar. Sukses dalam belajar akan membangkitkan
motivasi untuk belaiar.
Menurut Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal memberikan motivasi, akan tetapi
mengatur kondisi belai sehingga memberikan reinforcement.
Motivasi yang dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas ialah "achievement
motivation" yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebib
mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar kegiatan, termasuk yang berkaitan
dengan pelajari, di sekolah. McClelland (1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat
mempertinggi motivasi ini, misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas, mengetahui
kemajuan yang dicapai, merasa turut benanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.
Peneliti lain, White (1959) mengemukakan konsep kompetensi. Motivasi kompetensi
mempunyai dasar biologis, jadi juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi menyalidiki
aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motiyasj positif yang dinyatakan dengan
istilah "mastery”, "egoinvolvement" (keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa
kegiatan anak tak dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan kebutuhan makan,
minum, dan sebagainya. Akan tetapi karena kegiatan untuk berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai lingkungannya.
Walaupun teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam praktek pendidikan penerapannya
bersamaan. Pelajar harus diberikan ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang baik, rasa
keberhasilan atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran. Keberhasilan dalam
interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan tujuan program pendidikan memberikan rasa
kepuasan dan karena ini merupakan sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar, sehingga
ia sanggup belajar sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat dianggap sebagai salah samtu hasil
pendidikan yang paling penting.
b. Kemampuan PeMbelajar
Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Menuntut seseorang sebagaimana
orang lain dari bingkai penglihatan demikian tentulah tidak diberikan. Sebab, orang yang
mempunyai kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang mempunyai
kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang berkemampun tinggi, akan menjadi malas jika
dituntut sebagaimana mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah diperhatikan dalam proses belajar
pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi motivasi
belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi belajarnya terhadap bidang
tertentu oleh karena yang bersangkutan rendah kemampuannya dibidang tersebut.
Jika kaitan antara kemampunn pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini diskemakan
sebagai berikut:
c. Kondisi pembelajar
Kondisi pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya dan kondisi psikologisnya. Dua
macam kondisi ini, fisik dan psikologis, umumnya saling mempengamhi satu sama lain. Jiwa
yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya juga berlaku kebalikannya. Bila
seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa berpengaruh juga terhadap ketahanan dan
kesehatan fisiknya.
Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika kondisi fisik dalam keadaan lelah,
umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi fisik berada dalam
keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti, kondisi fisik seseorang
mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang yang sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar.
Demikian juga kalau sedang sakit, tidak bails untuk dipaksa belajar.
Dalam kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress, juga tidak bisa
mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari. Kmena tidak bisa konsentrasi, mka
gairah belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadikan seseorang belajar merasa
terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sama-sama
berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada masa-masa
sebelumnya bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena kondisi fisik dan
psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang, seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa
saja, tiba-tiba berubah karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
Jika diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan motivasi dan perolehan belajar
adalah sebagai berikut:
1. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar
tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makluk
berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau kebutuhan jasmaninya.
Ahli lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek
dan sumber.tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu amok bertingkah laku. Semakin
besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar. Sasaran insting
adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi dalam insting
berkurang. Sebagai ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang. Objek
insting adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang memutuskan insting tersebut dapat
berasal dari luar individu atau dari dalam individu. Adapun sumber insting adalah keadaan
kejasmaniah individu. Segenap insting manusia dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu insting
kehidupan (life instinest ) dan insting kematian (death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari
insting yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan tersebut berupa
makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada penghancuran
seperti, merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri. Menurut Freud energi
bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting bekerja seumur hidup. Yang mengalami
perubahan adalah cara pemuasan atau objek pemuasan.
2. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer.
Sebagai ilusirasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk
memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan
baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan haik merupakan motivasi sekunder, bila orang
bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut berupa penguat
motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum. Setelah in bekerja dengan baik maka ia
dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.
Menurut beberapa ahli, manusia adalah makluk sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh
faktor biologis saja. Tetapi juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga
komponen penting seperti afektif, koqnitif, dan konatif. Komponen afektif adalah aspek
emosional. komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi. Komponen koqnitif adalah
aspek intelektual yang terkait dengan pengetahuan. Komponan konatif adalah terkait dengan
kemauan dan kebiasaan bertindak.
Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang
dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni :
- merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak
- memiliki daya dorong bertindak
- relatif bersikap tetap
- kecenderungan melakukan penilaian
- dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukkan adanya sejenis kegoncangan
seseorang. Kegoncangan tersebut disertai proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi
memiliki fungsi sebagai pembangkit tenaga, pemberi informasi pada oranglain, pembawa pesan
dalam hubungan dengan orang lain, sumber informasi tentang diri seseorang.
Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya
tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat pengetahuan tersebut
dapat mendorong terjadinya perilaku.
BAB V
PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN
Pembelajaran Individual
Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik perbedaan
individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat
mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi para siswa, sedang pilihan dilakukan
oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik
lain, kegiatan belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan, minat bakat yang sama.
Belajar kelompok
Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik pelaksanaannya dapat dalam
bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi
ceramah. Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing anggota dapat mengajukan gagasan,
pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan
berinteraksi satu dengan yang lainya.
Bertanya jawab
Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara kelompok
siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa belajar
aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan timbul dan diajukan oleh
pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalulintas atau
distributor, dan dianggap perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan
jawaban-jawaban tersebut.
Pengajaran unit
Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek. Pada tahap-tahap
kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan dimana siswa
melakukan orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana siswa melakukan
kegiatan mencari sendin informasi selanjumya menggunakan informasi itu dalam kegiatan
praktik, tahap kegiatan kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan
laporan dan tiddak lanjut.
Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka semakin jelas tentang
bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam proses pembelajaran. kendatipun
dengan kadar yang berbeda-beda.
BAB V1
KONSEP DASAR EVALUASI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN