Anda di halaman 1dari 97

Makalah dan Artikel Pendidikan

Kumpulan Makalah dan Artikel Pendidikan

Sabtu, 12 Februari 2011


HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BAB I
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN
Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir
semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing
orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.
Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, kiranya
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah
satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenamya di dalam dirinya terdapat
potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan
manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual” belajar.
Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah
ciri yang tak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu,
tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting / vital. Mengajar
adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi
kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-
baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan
lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
1. PENGERTIAN BELAJAR
1.1. Pengertian belajar yang dipergunakan sehari – hari
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang
ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit
hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai
orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang
tidak belajar.
Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih
diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca bacaan,
membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku pelajaran. Seorang
murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang
yang sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar.
Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar.
Singkat perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang
dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang,
meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya
teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber
informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar.
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”.
Sering kai pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan
berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas pandangan kita
tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is defined
as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan bahwa
belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan
secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan.
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni
perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik
beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi
serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming
situation consist of a rkh and baried series of leaming experiences unified around a vigorous
purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan
merupakan salah satu aspek dari belajar.
b. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
c. Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan
dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
d. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat dan
mengerjakan apa yang dipelajari.
f. Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam
situasi belajar.
g. Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h. Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
i. Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu.
j. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan
dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula
berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan
tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam
masa perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara beruntun
aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
- Psikologi behavioristik
- Psikologi kognitif
- Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode
ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar
yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
- Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
- Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
- Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan
tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.
Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai apa belajar itu.
Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini,
belajar dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan
sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian
dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman sering
ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian
relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan
anti tesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan sendiri
oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa
banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif
rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi
dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan
perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Oleh
karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.
Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan
psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab
guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi humanisti, tanggung jawab
guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi
kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt. Menurut
pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh
karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.

1.2. Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik


Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa
tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-
aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru ini. Jiwa
atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa
itu adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan adalah sekunder, padahal
sebenamya justru menjadi titik pangkal bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai
gerakan-gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme.
Metode instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan yang berbeda-
beda terhadap objek luar. Karena itu harus dkarai metode yang objektif dan ilmiah. Dari
eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara wama hijau dan wama merah
dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran itu tiada gunanya.
Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Dengan tingkah
laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan segala
kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram pendidikan yang efektif.
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah
belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan
respons.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons.
Hubungan situmulus - respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar,
jadi pada dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-
stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka hubungan-hubungan itu akan
semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog
behavioristik. Mereka ini sering disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R
Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran
(reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan
bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian
tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap
tingkah laku tersebut.

Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik


Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu
kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung
kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga
dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini
antara lain adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori
tentang belajar yang dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-
masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga
mengenai hal belajar.
Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat di dominasi oleh pengaruh
Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike disebut “connectionism”, karena belajar
merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering
disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial
and error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang
antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek
melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba
berbagai cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu rekasi
dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap situasi
3. Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan
4. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya itu Thondike menemukan
hukum – hukum :
(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau
bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
(2) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon,
makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
(3) “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon dan dibarengi dengan
“state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan
dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga
menghasilkan teori belajar yang disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”.
Mula-mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini,
anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada
saat diberi makanan dan lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.
Demikian juga jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur tersebut juga
keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing tersebut juga mengeluarkan air
liur. Makanan yang diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang
bersyarat, sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang bersyarat.
Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan perangsang bersyarat tersebut, anjing
memberikan respons berupa keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel,
lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan respon dalam
bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai pengganti perangsang tak
bersyarat : makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat berfungsi sebagai
conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov
pengkondisian yang dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut :
air liur (berulang-ulang)Bel / lampu + makan
Bel / lampu air liur
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970) adalah orang pertama di
Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson
berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons
bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya
terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui “conditioning”.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa
takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus
bersyarat tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar
yang disebut “the law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah
menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimulus
itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu,
maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie,
belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat,
bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada
apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie
berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi
baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain.
Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama.
Inilah yang disebut dengan asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat intemal dan
dapat ekstemal) dan respon. Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan
banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.

Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan
saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan
meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak
menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang
paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b. Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok
terus sampai bosan ; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat
diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus sebagai
kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah
respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons yang timbul dan
berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal
dengan operant conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor
terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal
dan mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents : respon yang terjadi karena stimulus khusus misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi karena situasi random
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan Skinner’s operant conditioning
ialah dalam classkal conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak
diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.
Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat
reinforcement langsung.
Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu “diskriminative
stimulus” (tanda untuk memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan.
Disamping itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila
murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing
tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dlaam kelas untuk
mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus :
(1) Jenis-jenis stimulus
(2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon
(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika
dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon
(4) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or
reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing
adalah pelasant or reinforcing stimulus).
(5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6) Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan
kesenangan mereka.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada
empat cara penjadwalan reinforcement :
1. “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi
reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2. “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah
rata-rata respon
3. “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4. “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama
setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang
diharapkan.
c. Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan
pada saat tepat hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap
dan bervariasi.
g. Menurut
Menurut thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba
ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu.
Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang tepat berkaitan
dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :
a. Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-
motivenya.
c. Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia
melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak
melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat
penting dalam belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu
stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons
tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi lemah dan
kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada memuaskan tidaknya
respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar dimulai dari tingkatan yang
mudah berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur
menuju ke yang kompelks.
c. 0hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon dengan stimulus
menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan
antara respon dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian
lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang punya
kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon yang tidak
memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam
belajar.
Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu
:
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai
ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan
memperoleh respon yang benar.
b. apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal
lain yang telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-
unsur penting dari yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang
tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia
kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi
tersebut mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept
belongingness).

1.3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif


Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya
mengenai belajr sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka berpendapat,
bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh Reward dan reinforcement. Mereka ini
adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang
senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat
langsung dalam situsi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun kognitif
berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap
hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-
bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam
lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang
sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar.
Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah,
mencermati lingkungan. Mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna
mencapai tujuan. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai
sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar :yang berhasil dipelajari yang
berhasil diingat dan yang mudah dilupakan.
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi.
Menurut teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak manusia.
Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan pengatan (penginderaan) atas
informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu
pendek maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap informasi-informasi
yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh
pembelajar.
Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya
diterima oleh reseptor. Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia
terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada saraf pusat.
Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah
mengalami transformasi.
Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersdebut kemudian disimpan dalam waktu pendek.
Informasi-informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian diantaranya diteruskan ke
memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem. Proses pereduksian seperti ini
dikenal juga dengan persepsi selektif. Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal
dengan memori kerja dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat terbatas,
waktunya juga pendek.
Informasi dalam memori jangka pendek dapat ditranspormasi dalam bentuk kode-kode dan
selanjutnya, diteruskan ke memori jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi baru
terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan dalam memori jangka
panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk dipergunakan di kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang terseimpan dalam memori jangka panjang
adalah dengan pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari memori jangka
panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian kegenerator respon. Sementara untuk respon
otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang kegenerator respon selama
pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen sangat penting juga dalam belajar,
meskipun alasan yang dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Sebab, manakala
menurut psikolog behavioristik reinforcemen berfungsi sebagai pemerkuat respon atau tingkah
laku, maka menurut psikolog kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi
keragu-raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada tiga hal yaitu :
(1) Perantara sentral (central intermediaries)
(2) Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau ekpektasi merupakan
integrator tingkah laku yang bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku
yang tampak (diamati)
(3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ? Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang
dipelajari adalah fakta, kita mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes
illustratis cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual adalah struktur kognitif sebagai
bagian dari apa yang dipelajari.
(4) Pemahaman dalam pemecahan masalah. Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara
menyajikan pengalaman lampau dalam bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya
insight (pemahaman) di mana adanya pemgetian mengenai hubungan-hubungan yang essensial.
Perferensi yang digunakan adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
(1) Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah
kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan upaya
gambaran-gambaran yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
(2) Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana
pendidikan. Susunanya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang
sederhana ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah
organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan
mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada tingkat
perkembangan siswa.
(3) Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih
memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rte leaming atau belajar dengan
formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya
kebermaknaan dalam belajar dan mengingat (retention).
(4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi
kesalahan belajr. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang
telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement) pada S-R
theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada pengujian hipotesis
melalui umpan balik.
(5) Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan
menjadi hal yang menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.
(6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya produk yang
berilai dan menyenagkan. Berbeda dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan
jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir defergen menuntut dukungan (umpan balik)
bagi upaya tentatif seseoranbg yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai
kreatif potensial.

Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin


Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu
teori belajar cognitive field dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi sosial.
Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang
bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life
space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya : orang-orang yang
ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin
berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik dalam
diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dari luar diri individu seperti
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah
hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari
kebutuhan dan motivasi intemal individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada
motivasi dari reward.

Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget


Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu.
Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan intelegensi
atau proses berfikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-
kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak
kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang
pertumbuhan struktur memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungna,
maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi
penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi
berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya
dengan lingkungan.
Piage memakai istilah scheme secara interchageably, Piaget memakai istilah scheme secara
interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat
diulangulang. Scheme berhubungan dengan :
- Refleks-refleks pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
- Scheme mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of operation (pola tingkah laku yang
masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati).
Menurut Piaget, intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a. Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
b. Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu
masalah.
c. Fungsi, disebut juga fungcion, yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan
intelektual, fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan
adaptasi.
- Organisasi, berupa kecakapan seseorang / organisme dalam menyusun proses-proses fisik dan
psikis dalam bentu sistem-sistem yang koheren.
- Adaptasi, yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasiini terdiri dari dua macam
proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
+ Asimilasi : Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah
dalam lingkungannya.
+ Akomodasi : Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di atas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan individu.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equlibrium-
equilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai
tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam belajar,
perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area
yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah
diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini
siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan
mempermudahpertumbuhan kognitif.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek,
yaitu structure, content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur dan
kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan mtersusun sehingga
berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian
perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan
kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis
yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak,
yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0 - beda

Penjelasan :
1. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk
tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi
tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2. tingkat preoperasional
anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat ia
jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah
mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips (1969) membagi atas :
1. concreteness
2. interversibility
3. centering, (ini tampak adanya egocentisme)
4. state vs transformation, dan
5. transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal
yang abstrak. Kecakapan kognitif anak :
(1) Combinativy classifkation
(2) Reversibility
(3) Associativity
(4) Identity
(5) Serializing
Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963)
memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan terhadap
problema itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya
ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang konkret.
Tetapi kaang-kadang ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan
faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.

Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya


Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus
berperan secara aktif di dalam belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang
disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini berbeda dengan reception leaming atau
expositoryteaching, dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua
bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang mendunkung discovery leaming itu, diantaranya J. Dewey (1933) dengan
complete art of reflective activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis
dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia melaporkkan hasil dari suatu
konferensi diantara suatu para ahli science. Ahli sekolah / pengajaran dan pendidik tentang
pengajaran science. Dalam hal ini /ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat
diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan
anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang
bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang
lebih efektif bagi anak yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan metode
penyajian bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak
dari tingkatt kamajuan anak (anactive) ke representasi konret (konek) dan akhirnya ke tingkat
representasi yang abstrak (symbolk). Demikian juga dalam penyesuaian kurikulum. Pemyataan
lain dan process of education ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan.
Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental
bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur bagi mata
pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat diberikan kepada murid struktur dari mata
pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin.
Sekali murid mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner menyebutkan
hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang
problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika.Biarkanlah murid-murid kita
menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-
konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka.

the act of discovery dari Bruner:


1. Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi intelektual.
2. Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada intrinsik.
3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode
discovery leaming.
4. Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .

1.4. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik


Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat
dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli
psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan kemudian
dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi
ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari
pengamat (observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai 1970-an dan
mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada
abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor D Foste, 1976,
halaman 330)
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu
dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan
dan penyajian materi pelajaran barus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
(Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda
antara satu dengan yang lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan.
Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk membentuk anak
menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah ada pada
anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri
mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah dari segi batinnya.
Oleh karena itu, jika ingin memahami anak, tidak dapat dengan menggunakan perspektif orang
yang memahami, melainkan dengan menggunakan perspektif orang yang dipahami.
Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai
pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of determination issue.
Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya
terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan
perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh
lingkungannya.
Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari
pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar
merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan, maka dalam pandangan
psikologi humanistik justru sebaliknya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan
yang sebesar-besarnya kepada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov, dan Rogers

1) Combs :
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus
mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku seseorang,
kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang
membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa
perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru
mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini
sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali
siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian
pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau
belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti
tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di individulah yang memberikan arti
tadi kepada subject matter itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si
siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana siswa itu
menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh
Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri
dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin berkurang pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2) Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri,
menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan
seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa
perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.

3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. la
mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan
belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat
mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia
ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk
untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung
kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek
buat dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan
adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya.
Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab seseorang
senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang
mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting dalam belajar. Seorang
beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut
menipunyai makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan
ia lakukan.
c. Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk belajar. Tetapi, hasil belajar demikian
tidak akan bertahan lama. la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada
hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak
belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak bebas
melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan
eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang
baru. Kreativitas anak dalam belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya juga
akan meningkat.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya
motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa
mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif yang lahir dari diri sendiri im
juga menunjukkan rendalmya dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas
melakukan apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yang berasal dari
lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk
mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha menimbang-
nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. la akan berusaha dengan totalitas pribadinya
untuk mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.
e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat menangkal perobahan. Oleh
karena itu, pembelajar haruslah dapat belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba
berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu, dipandang tidak
cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik
yang penting, di antaranya adalah :
(1) Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
(2) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksudnya sendiri.
(3) Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman- ancaman dari luar itu semakin kecil
(5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
(6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung-
jawab terhadap proses belajar itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan basil
yang mendalam dan lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas lebih mudah dicapai terutama
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar. suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.

1.5. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.


Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme, closure,
integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt sering disebut
psikologi organisme atau field theory.
Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan
bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan
menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain, Contoh: kepala
manusia bukan merupakan penjumlahan daripada batok kepala, telinga, bidung, mata, mulut,
rambut, dagu, dan sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang bermakna, di
mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin terletak di
ibu jari, hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada struktumya
masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu
hanya bermakna dalam hubungan keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu hal, perbuatan, benda lain-
lain hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan) hanya
bermakna dalam situasi di mana ada pesta. para tamu umumnya memakai perhiasan yang indah-
indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana seseorang sedang
mengalami rasa haus dan dahaga.
Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa pokok yang perlu
mendapat perhatian antara lain ialah :
(1) Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi, antara individu dan lingkungan dimana faktor
apa yang telah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap
keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
(3) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4) Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya
(5) Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya bermakna jika berada
dalam keseluruhan itu.

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )


1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju ke
bagian-bagian. Dari keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang
beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang mudah
dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
2) Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu
keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tadi. Dengan
demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban mobil
hanya bemakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya
bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna
sebagai tiang kalau menjadi satu dari rumah dan sebagainya.
3) Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai
keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi
lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat mengenal
wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu,
mana hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik atau
jelek, atau menarik dan sebagainya.
4) Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan
melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis,
seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah kotak menjadi sebuah tangan
untuk mengambil buah pisang karena ia sedang lapar.
Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut
pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa
adanya pengulangan ide atau proses berfikir.
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak dasar
psikologi gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-1941) yang menguraikan
secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959)
yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan
psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan
dalam pengalaman. Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk
dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang
terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam teori gestalt adalah tentang "insight", yaitu
pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam
suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pemyataan spontan "aha" atau
"oh", “sec-now".
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan
simpanse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau
tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala
simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang,
kadang kala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan
pemecahan masalah.
Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya dengan
proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. ia menyesalkan penggunaan metode menghafal
di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada
manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama
hubungan-hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi gestalt, tingkat
kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan
belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.
Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada suatu bagian
melainkan teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.
Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut hukum ini, sesuatu yang sama cenderung
membentuk satu kesatuan. Perhatikan gambar berikut ini:
$Y@h
$Y@h
$Y@h
b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu
objek cenderung dikaitkan dengan makna objek tersebut bagi seseorang. Makna objek tersebut
bagi seseorang, bisa berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan sebagainya.
c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut hukum ini, sesuatu yang berdekatan
cenderung membentuk satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
   
   
ab cd ef gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut hukum ini, hal-hal yang tertutup membentuk
suatu kesatuan. Perhatikan gambar berikut



abcdef
e. Hukum-hukum kontinyutas ( law of goof continuation )
Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang sebagai
inti belajar. Oleh karena itu, dalam belajar yang mestinya ditanamkan adalah pengertian siswa
mengenai sesuatu yang harus dipelajari.

2. CIRI - CIRI BELAJAR


Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya pengalaman. Oleh karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat dibedakan dengan
kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar dibedakan dengan kematangan. Kedua,
belajar dibedakan dengan perubahan kondisi fisik dan mental. Ketiga hasil belajar bersifat relatif
menetap.
Berdasarkan pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya "belajar menunjuk ke perubahan
dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang,
dan perubahan tingkah taku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar kecendrungan-kecendrungan
respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb)".

1) Belajar berbeda dari kematangan.


Kematangan adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena perkembangan-perkembangan
bawaan. Tanpa melalui aktivitas belajarpun, pada saat tertentu, orang akan mengalami
kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh seseorang, meskipun ia sendiri tidak
mensengaja. Kematangan yang ada pada diri seseorang juga bukan karena satu upaya yang
dilakukan oleh orang lain (misalnya saja guru).
Kematangan umumnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang, baik
yang bersifat fisik maupun psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari belum bisa
berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur selanjutnya, tidaklah akibat dari
aktivitas belajar. Demikian juga, dari seseorang belum bisa berbkara kemudian menjadi bisa
berbkara, juga bukan karena aktivitas belajar melainkan karena adanya proses kematangan.
Berbeda dengan belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja dan secara sadar. Belajar adalah
suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara individu dengan
lingkungannya.
2) Belajar dibedakan dari perubahan kondisi fisik dan mental.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut bisa berupa
dari tidak talm menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak dapat mengerjakan
sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari memberikan respon yang salah atas stimulus-
stimulus ke arah memberikan respon yang benar. Berarti perubahan fisik dari kecil menjadi
besar, dari kurus menjadi gemuk, dan pendek menjadi semakin tinggi bukanlah karena proses
belajar, dan oleh karena itu tidak dapat disebut sebagai proses belajar.
3) Hasil belajar relatif menetap
Hasil belajar relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan tingkah laku yang sifatnya
relatif tidak menetap, bukanlah karena proses belajar. Orang setiap kali dapat berubah.
Perubahan-perubahan demikian, tidak sama dengan perubahan-perubahan dalam belajar. Oleh
karena itu, tidak semua perubahan yang ada pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar.
Hanya perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai belajar.

3. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM BELAJAR


Tujuan dan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal yang sangat penting dalam belajar.
Tujuan umumnya mengarahkan seseorang yang sedang belajar ke arah kegiatan tertentu.
Sementara unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu perangkat yang turut menghantarkan
sesemang yang sedang mencapai tujuan belajar.
Tujuan Belajar
Setiap manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut disadari, senantiasa dimaksudkan bagi
pencapaian tujuan tertentu. Demikian juga seseorang yang sedang berkreativitas belajar. tentulah
dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh pembelajar.
Pertama, agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar. Kedua, agar ia dapat menilai
seberapa target belajar telah ia capai atau belum. Ketiga agar waktu dan tenaganya tidak tersita
untuk kegiatan selain belajar.

3.1. Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku.


Salah satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya perubahan tingkah laku pada
dirinya. Adanya perubahan tingkah laku ini menjadikan seorang pembelajar berubah dari suatu
kondisi ke kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam diri pembelajar umumnya dapat
diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya,
perlu merumuskan tujuan belajar buat dirinya sendiri.
Dalam merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini, seseorang
pembelajar pertama kali haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri. Pengenalan terhadap
dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan kebutuhan kebutuhan belajarnya.
Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah
dikuasai, disamping dapat terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak dimaksudkan
untuk dipelajari.
Tujuan belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku ini mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah pembelajar sendiri, dan bukan pengajar).
b. Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi bisa sesuatu.
c. Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku tersebut berlangsung dan tercapai.
d. Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan secara kuantitatif.
e. Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat diukur dengan cara bagaimana.
f. Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit (observable).
Sebagai contoh, setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat menjelaskan 4 ciri-ciri tingkah laku
menyimpang secara lisan. Kata pertama, pembelajar, menunjukkan dengan jelas siapa yang
berubah tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas, dalam hal ini adalah pembelajar bukan
pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan
tingkah laku pada diri pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan (unsur
kedua). Kata-kata setelah menelaah bab I menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga). Kata-
kata 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan. Bandingkan misalnya
dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku menyimpang. Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa
jumlah ciri tingkah laku menyimpang (unsur keempat). Kata secara lisan menunjukkan
bagaimana perubahan tingkah laku tersebut diukur. Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya
seseorang menjelaskan secara lisan dan secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran tersendiri.
Oleh karena itu, bentuk perubahan tingkah laku tesebut haruslah jelas (unsur kelima). Kata
menjelaskan pada rumusan tujuan menunjukkan bahwa ia dapat diamati secara konkrit.
Bandingkan misaInya dengan kata memahami, mengerti. merasakan, menikmati. Kata-kata
disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati (tidak observable).
Bloom dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan belajar yang terkait dengan
perubahan tingkah laku ini. Ia mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan, karena
semestinya tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah kawasan tersebut,
masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing yang disusun mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang kompleks.
Kawasan pertama, cognitive terdiri dari knowledge, comprehension, applkation, analysis,
syntihesis don evaluation. secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub kawasan ini mementingkan aspek
ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-
materi yang pernah dipelajari. Mengingat kembali terhadap fakta-fakta yang pernah dipelajari,
teori-teori yang pernah ditelaah. dalam kawasan kognitive ini dipandang berada pada tingkat
terendah.
b. Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk menangkap pengertian mengenai
sesuatu. Pada sub kawasan ini, seseorang dapat menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain
dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaaan dan membuat prakiraan-
prakiraan.
c. Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan apa-apa yang
pernah dipelajari ke dalam situasi yang senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang
sedang belajar mampu menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori dalam situasi
praktis.
d. Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci, menghubungkan, menguraikan rincian dan
saling hubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya.
e. Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan hal-hal yang tak menyatu menjadi
sebuah kesatuan yang utuh. Dengan kemampuan synthesis ini sesuatu yang sebelumnya terbelah-
belah terkristal dan kemudian dapat diformulasikan ke dalam forinula yang tak terbelah.
f. Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan baik-buruk, berharga-tidak berharga,
bernilai-tidak bernilai
mengenai suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-patokan yang dilmat pada masa
sebelumnya. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan yang tertinggi
dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan kedua, affective ineliputi empat sub kawasan berikut: receiving, responding, valuing,
organization, characteristization by a value or value complex. Secara berturut-turut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan seseorang untuk menghadirkan kediriannya
pada sebuah even atau stimulus-stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini,
meskipun dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran seseorang. Hasil belajar pada sub
kawasan ini telah memunculkan sebuah kesadaran yang paling simpel sampai dengan hadimya
perhatian yang terpilih.
b. Responding atau pemberian tanggapan. Kemampuan ini relatif febih tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan sub kawasan receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang
menghadirkan kediriannya pada sebuah even, maka dalam sub kawasan responding ini seseorang
memberikan tanggapan/ respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c. Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan pemberian nilai di sini adalah
memberikan harga terhadap suatu fenomena, benda, kejadian atau even, Sub kawasan ini
menjadikan seseorang bisa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada nilai
tertentu. Oleh karena itu, pada sub kawasan ini seseoarang tampak tingkatan integritasnya:
keajegan, integritas.
d. Organization atau pengorganisasian adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai yang
berbeda-beda. Dari nilai-nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu sistem
nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam, hingga menjadi suatu kesatuan nilai. Antara
nilai satu dengan yang lain dicoba hubungkan. Bila terdapat konflik di antara nilai-nilai tersebut
dicoba pecahkan.
e. Characterization of value or value complex atau karakterisasi dengan suatu nilai. Pada sub
kawasan ini seseorang mempunyai sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya
dalam kehidupan hingga dapat membentuk gaya hidup yang khas, berbeda dengan orang lain.
Hasil belajar pada sub kawasan ini bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara
personal, sosial dan emosional.
Kawasan ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah hingga
tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub kawasan ini adalah perception, set, guided respon, mechanism,
complex overt respon, adaptation dan origination. Sub-sub kawasan ini dapat d1Jelaskan sebagai
berikut:
a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini adalah penggunaan indera
untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera
stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untu membimbing aktivitas-
aktivitas motoriknya.
b. Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set dan emotional set. Pada
subleawasan ini, seseorang bersedia mengambil tindakan-tindakan berdasarkan persepsinya
terhadap stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari agkungannya.
c. Guided respon atau respon terpimpin. Pada sub kawasan ini seseorang mulai berada pada
proses belajar keterampilan yang lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam
proses peniruan yang diperformansikan, selanjumya mencoba menggunakan tanggapan dalam
menangkap suatu motorik.
d. Mechanism atau mekanisme. Pada sub kawasan ini responrespon yang telah dipelajari oleh
seseorang telah berubah menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan
dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.
e. Complex over respons atau respon nyata yang kompleks. Pada sub kawasan ini seseorang yang
lagi belajar, melakukan gerakan dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar
motorik pada sub kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab, gerakan-gerakan pada sub kawasan ini
relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun disertai dengan energi
yang minimal.
f. Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud dengan penyesuaian adalah sebuah keterampilan
dimana seseorang dapat mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan
situational, termasuk yang problematis sekalipun.
g. Origination atu penciptaan. Sub kawasan ini termasuk paling tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan sub kawasan sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di
sini. Performansi seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai dengan hal-hal
yang serba baru, misaInya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.

3.2. Tujuan belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan sikap.


a. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan pemahaman
Tujuan belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap
hal-hal yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah saja
dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar.
Pemahaman pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan
bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi strategik. la akan
mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan mengetalmi apa yang harus ia
pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling
pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan kurang adanva
saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman pembelajaran terhadap sesuatu
yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi
linkungannya
Pemahaman seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang
lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap seseorang
dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara pandangan demikian, ia
akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam keadaan yang senyatanya, dan tidak
terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang lain
berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar seperti orang lain, dan
sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan
memahami jika orang lain juga seperti dirinya.
Singkat kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan
kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman menjadikan
seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai. Pemahaman sekaligus
mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi mencegah timbuInya saling bentrokan.

b. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai dan sikap.


Setiap masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud,
adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan mereka.
Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah masyarakat, dapat
merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi
sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya perkembangan teknologi
komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, dapat merupakan kristalisasi hasil dialog
antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai baru yang datang dari dunia luar. Oleh
karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri pembelajar.
Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai luhur yang secara
universal dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping nilai-nilai luhur yang spesifik dianut
oleh masyarakat dimana pembelajar tersebut berada.
Nilai-nilai luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya adalah:
kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan memberi manfaat.
Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara spesifik khususnya di lingkungan
pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah pembelajar.
Disamping tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan
pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah nilai.
Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya nilai-nilai yang
dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya seseorang dalam menyikapi
sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang turut menentukan persepsi seseorang tentang
sesuatu. Pada hal persepsi seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap
seseorang terhadap sesuatu.

c. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan, keterampilan-keterampilan personil-sosial,


kognitif dan instrumental.
Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar lain. Oleb
karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan yang
dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki. Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh
pembelajar, haruslah dibentuk dan dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian,
maka pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik
yang ada pada dirinya.
Selain keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar juga perlu
dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya manakala dilihat
kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu melainkan juga sebagai
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar haruslah dapat berinteraksi secara baik
dengan lingkungan sosiaInya, sesama manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-
keterampilan sosial pada diri pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat
hergabung dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk
mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka keterampilan
sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan personal yang telah terbentuk
dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus
menimba ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar menjadikan
pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan. Dengan pengembangan yang
terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan
yang demikian pesat. Dengan pembentukan keterampilan kognitif ini maka pembelajar
memandang belajar bukan sebagai beban melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar
pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini telah terbentuk
pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang sedemikian dalam terhadap
pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian ia mengambil bagian secara aktif di
dalamnya, dan tidak sekedar sebagai penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus
membangun dirinya sendiri dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah
sasaran bagi pembentukan keterampilan instrumental ini.
Keterampilan instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan yang
ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif

3.3. Unsur - unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar


Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat
berubah dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada
menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit menjadi
banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi, bahan belajar, alat
bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan
tentang :
1) Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.
2) Bahan belajar dan upaya penyediaannya.
3) Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.
4) Suasana belajar dan upaya pengembangannya.
5) Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.
1. Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi.
Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan merangsang. Slotive
sendiri berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam
diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu
guna mencapai tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels (1987)
mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan
alstivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar. kelangsungan belajar itu demi
mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa
senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak
untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit
yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari luar,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui
proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut:
menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh, tertarik pada mata
pelajaran yang diajarkan. mempunyai antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya
terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya
diakui oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu
mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah:
tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet,
menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh,
menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja
sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin,
dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini: senang
mencari dan memecahkan masalah.
Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a. Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan mengenal
kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui
kelebihan dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan mengetabui
kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha menyempurnakan melalui aktivitas
belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi belajarnya.
b. Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan tujuan
belajar ini, siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar.
Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk mencapainya.
c. Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi pencapaian
tujuan belajar. Dengan ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan, siswa
tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan pencapaian tujuan dan
target belajar. Dengan cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan efisien
dipergunakan mencapai target belajarnya.
d. Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat "menghidupkan
kembali" hastat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan
gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
e. Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan. Sebab,
kebosanan pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi
saja.
f. Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab, evaluasi yang
dilakukan terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena
ingin dikatakan berhasil belajarnya.
g. Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan.
Dengan adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan
mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana pekerjaannya yang tidak
sesuai.

2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya


Bahan belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada yang
dipelajari, kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat
belajar dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar dalam
melaksanakan aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari buku-buku
teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan objek tertentu.
Penyediaan bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa, siasat
belajar yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar. Jika
tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan pengetahuan, mungkin
bahan belajarnya akan lain dengan tujuan belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-
konsep, maka pertyediaan bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan
untuk memperoleh pengalaman langsung.
Karakteristik siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan belajar. Pada siswa yang bertipe
auditif, mungkin membutuhkan bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang bertipe visual.
Siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar
dimana guru menjadi tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia bahan belajar.
Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa menggantungkan bahan belajar yang dipelajari
dari ceramah atau penyampaian yang dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar di mana
siswa diharapkan bisa belajar secara mandiri, bahan belajar tersebut telah disediakan secara utuh
sekaligus beserta petunjuk atau cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul
dan balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat belajar mandiri oleh
siswa.
Apapun faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya juga bergantung kepada faktor
ketersediaan tidaknya. Mudah didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat menentukan
penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah didapatkan, maka penyediaan
bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun demikian bahan belajar bagi siswa haruslah diupayakan penyediaannya. Dalam
penyediaan bahan belajar ini, faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan adalah :
a. Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar bahan belajar tersebut menggugah rasa
ingin tahu siswa dan menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik, maka
cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar tersebut terpaksa tidak menarik,
haruslah dikemas dengan menggunakan kemasan yang menarik.
b. Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan belajar. Isi bahan belajar
haruslah mendukung dan memberi kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga
berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c. Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan penyajian ini sangat penting
diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar. Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang
sederhana menuju ke yang kompleks.
d. Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting, agar bahan belajar yang akan dipelajari
tersebut tidak kering,
e. Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat menguji diri sendiri, seberapa banyak !a
telah menguasai bahan yang dipelajari.
f. Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci jawaban bagi soal latihan ini adalah
siswa dapat mencocokkan hasil-hasil latihannya dengan kunci.
g. Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu bergantung kepada bahan belajarnya.
h. Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban belajar harus dilengkapi dengan
petunjuk bagaimana siswa harus memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang
belum terkuasai.
i. Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya. Setelah berhasil menguasai bahan
belajar tertentu siswa tidak akan menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan
selanjutnya.

3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.


Alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar, kesusukannya juga penting,
oleh karena dapat membantu terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat bania bahan belajar
yang abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar yang tidak menarik bisa menjadi
menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang meragukan dapat diyakinkan karena dapat
dibuktikan secara empirik
Alat bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti Belajar, meskipun tidak semua
median belajar dapat berfungsi sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada kalanya dibeli di toko-
toko buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat sendiri oleh pembelajar bersama-sama
dengan gurunya. Pada kasus vang pertama pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya menyediakan alat bantu belajar
adalah :
a. Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh pembelajar.
b. Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
c. Faktor keterjangkauannya
d. Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
e. Keefektifan dan keefisienan alat bantu
Contoh alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis, kapur tulis, penggaris, penghapus.
Contoh alat bantu yang penggunaannya membutuhkan keterampilan tertentu adalah skala, rubrik,
jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual lainnya. Beherapa upaya penyediaan
bahan antara lain adalab:
a. Pembelian, jika mampu
b. Pengajuan kepada pemerintah
c. Permobonan bantuan melalui sponsor
d. Membuat sendiri, jika bisa
e. Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk menciptakan dengan memanfaatkan alam
sekitar
4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya
Dalam pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif adalahh jika di dalam sebuah kelas
terasa tenang sementara para siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan gurunya. Oleh
karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam belajar mengajar adalah kelas
yang siswanya duduk dengan tenang, berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang
dilakukan guru. Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang
deceermahkan guru, terkecuali guru telah memberikan kesempatan.
Dalam pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung bagi
terciptanya kegiatan belajar. Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa giat belajar.
suasana yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak dibatasi ketika ditunggui oleh gurunya.
Pada saat guru sedang menunggui misalkan saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.
Suasana belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan sendirinya. la harus dirancang oleh
guru melalui sebuah rancangan pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan kondusif manakala :
a. Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan.
b. Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan gurunya melainkan aktif berinteraksi dengan
siswa-siswa yang lain.
c. Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat mencapai tujuan belajarnya.
d. Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang sepantasnya, dan bakan sebaliknya.
Agar suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
b. Rancanglah aktivitas belajar siswa
c. Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
d. Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi para siswa dalana beraktivitas.
e. Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah dirubah-ubah.
f. Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-lebibh jika kepada siswa
yang belum tentu bersalah.
g. Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode baru

5. Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan Peneguhannya.


Kondisi subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi subjek belajar yang kelihatannya
samapun, manakala diteliti lebib dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh karena stu, dalam
kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat lebih dalam akan tampak
heterogenitasnya.
Kondis subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang bersifat lahiriah, dan hal-hal yang
bersifat batiniah atau hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat psikologis. Dari segi
lahiriah atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan tubuhnya, kesehatan
fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran dan kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada
kondisi lebih, misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya tahannya dan
khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi aktivitas belajarnya dibandingkan dengan
mereka yang berada pada posisi kurang.
Dari segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi: intelegensinya, bakatnya, militansi
kerjanya, motivasi instrinsik atau motivasi berprestasinya, kematangannya aspirasi dan punya,
ambisi-ambisinya.
Mereka yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih gampang berhasilnya dibandingkan
yang berintelegensi rendah. Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang tinggi militansi
kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar ambisinya, dan yang lebih stabil
emosinya.
Oleh karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan tidak senuttiasa menetapnya
kondisi belajar tersebut, maka hs ada upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan sekaligus
meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan upaya-upaya peneguhan
diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi objek belajar khususnya dari segi
fisiknya adalah:
a. Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan nutrisi-nutrisi yang diperlukan.
b. Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau latihan-latihan fisik seperti senam.
c. Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax kepada dokter agar dapat dicegah timbulnya
penyakit yang memungkinkan terganggunya belajar mengajar.
Sementara itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan psikis subjek belajar
adalah :
a. Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru bagi mereka.
b. Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis mereka merasa aman.
c. Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.
d. Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya sehingga subjek
belajar tidak merasa tertolak oleh lingkungunya.

4. PENGERTIAN DAN CIRI - CIRI PEMBELAJARAN.


4.1. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian populer
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya
tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan
film audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan
audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi,
praktek, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim pembelajaran dapat dilaksanakan
dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di sekolah, karena diwamai dengan organisasi
dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk pembelajaran peserta didik.

4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian belajar menurut abli psikologi.
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang
erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama
lain.
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya masing-
masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai
rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.

a. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peseta didik/siswa di sekolah.


Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata ajaran
yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam rumusan ini terkandung konsep-konsep sebagai
berikut:

1. Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan


Masa depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka dianggap paling mengetahui apa
dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan
apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam
masyarakat yang akan datang.
2. Pembelajaran merupakan proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara
menuangkan pengetahuan kepada siswa. Umumnya guru menggunakan metode "formal step"
dari J. Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas tanggapan/kesan. Cara
penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.

3. Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan.


Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa menguasai pengetahuan, maka dia dapat
berkuasa.: “knowledge is power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata ajaran yang
disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini berpendapat bahwa mata ajaran
berasal dari pengalaman-pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang
kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman itu diselidiki, disusun secara sistematis dan logis,
sehingga tercipta yang kita sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan,
disusun dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.

4. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.


Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan
kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah
yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas memberikan latihan-latihan dan
menentukan peraturan kemajuan tiap siswa.
5. Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang
diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas.
Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh siswa diabaikan dan tidak
mendapat perhatian guru.
6. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar
kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi
hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada bangku yang berdiri
kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin setiap hari.
Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam
batas-batas ruangan itu adalah yang paling baik.

Wrighstone, berkata sebagai berikut :


........... the immediate implications of the older principles when they are applied to the
classroom:
1) The classroom is a restrkted from of social life, and Aildren's experiences are limited there in
to academk lessons.
2) The qukkest an most through method of leaming lessons is to allot a certain portion of the
school day it instruction in separate subjects.
3) Children's interests whkh do not confrom to the set currkulum should be the regarded.
4) The real objectives of classroom instruction, consist to a belajar degree in the aguisition of the
content matter of each subject.
5) Teaching the conventional subjects is the wisest method of achieving social progress (J.
Wayner Wrighstone, 1935).

b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan
sekolah.
Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara
keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia
yang mampu hidup dalam pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan
kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan neneknya dan
seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki
oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada keturunan berikumya. Upaya
pewarisan itu dilakukan metalui berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan
sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam
proses perumusan pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.

3. Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.


Yang termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan berbuat seperti: kehidupan
keluarga, cara menyediakan makanan, bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan agama,
dan bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan daripada warisan sosial
dalam masyarakat. Berdasarkan pada pengertian mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan
bersifat abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian manusia. Benda-benda bersifat material
sesungguhnya adalah hasil dari keterampilan manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang umumnya berupa benda-benda
dan non benda, tertulis dan lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan lain-lain.
4. Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu dipersiapkan sedemikian rupa
agar benar-benar siap melanjutkan hasil yang telah dicapai oleh generasi yang ada sekarang.
Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan dikembangkan, sehingga
mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya. Dalam hal ini, diakui bahwa anak
sedang berada dalam tahap perkembangan dan menuju ketingkatan yang lebih dewasa, dalam
arti, menjadi manusia yang berbudaya. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai
aspek dari kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan penemuan-penemuan
baru, mengembangkan kebudayaan yang telah ada.

c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar


bagi peserta didik.
Rumusan ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu, sehab lebih menitik
beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan ini sejalan dengan
pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:
“educational, in the sense used here, is a process or an activity whkh is directed at producing
desirable changes in the behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya :
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah
laku manusia.

Implikasi dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut:


1. Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah aku peserta didik
Pribadi adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan terorganisasi yang meliputi
semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada tingkah laku itu
sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang secara berkelanjutan sepanjang hidup
manusia, (2). Pola organisasi kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3).
Kepribadian hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara tertentu. Tingkah laku manusia
memiliki dua aspek, yakni: (1). Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah,
(2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek rohaniah.

2. Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan


Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita
artikan secara luas, yang terdiri dari lingkungna alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial
sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Melalui interaksi antara individu dan
lingkunganya, maka siswa memperoleh pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap
perkembangan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pendidikan adalah suatu
proses sosialisasi di mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku
siswa, antara lain menyiapkan program belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar
dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan di
luar sekolah, semua menjadi lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.

3. Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.


Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk berkembang, misalnya, kebutuhan,
minat, tujuan, abilitas, intelegensi, emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik mampu
berkembang menurut pola dan caranya sendiri. Mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan
mengadakan interaksi dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri peserta didik. Guru berkewajiban
menyediakan lingkungan yang serasi agar aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini guru bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga
tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.

d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat
yang baik.
Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu
berorientasi kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah
sebagai berikut:

1. Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat bekerja di masyarakat.
Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah
menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen, maka dia barus memiliki
keterampilan berbuat dan bekerja, menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan
masyarakat. Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga
negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.

2. Pembelajaran berlangsung dalam suasanan kerja.


Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana kerja. dimana para siswa mendapat
latihan dan pengalaman praktis. Karena itu, suasana yang diperlukan adalah suasana yang aktual,
seperti dalam keadaan sesungguhnya. Para siswa mengerjakan hal-hal menarik minatnya dan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Peserta didik/siswa sebagai calon warga negara yang memiliki potensi untuk bekerja.
Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan Kebutuhan, antara lain kebutuhan ingin
berdiri sendiri, ingin punya pekerjaan. Siswa tidak menginginkan berdiam dengan pasif, semua
ingin melakukan kegiatan, bermain, atau bekerja. Energi mereka miliki perlu mendapat
penyaluran sebagaimana mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat menyebabkan
tingkah laku yang tidak diharapkan, Perumusan atas kebutuhan itu, pengembangan minat dan
sikap, penyaluran energi yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan cara menyediakan
kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang praktis, dan memupuk keterampilan jasmaniah-
rohaniah. Dengan berkembang kemampuan kerja, maka tuntutan dan harapan masyarakat dapat
dipenuhi. Pada dasamya tidak ada masyarakat yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan
penganggur.
4. Guru sebagai pimpinan don pembimbing bengkel kerja.
Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu ruang workshop dan oleh karenanya
guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar bekerja dalam bengkel sekolah.
Guru-guru harus menguasai program keterampilan khusus dan menguasai strategi pembelajaran
keterampilan, serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai kesibukan
yang bermakna. Dalam hal mi, peranan guru dalam sekolah komprehensif adalah sangat penting.

e. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-
hari.
Pandangan ini didukung oleh para pakar yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Sekolah
dari masyarakat adalah suatu integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini (G.E. Olson,
1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan,
mereka bukan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang masih jauh, 10 atau 20 tahun ke
depan, melainkan untuk memecahkan masalah seharihari dalam lingkungannya, di rumah dan di
masyarakat.
2. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah don masyarakat.
Masyarakat diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber
masyarakat tak pernah habis sebagai sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan ialah dengan
membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata, survei, berkemah dan lain-lain, atau
dengan cara membawa masyarakat ke dalam sekolah sebagai nara sumber. Dengan demikian,
masyarakat akan memberikan sumbangan yang besar terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya,
sekolah akan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat.
Sekolah juga berfungsi turut memperbaiki kehidupan masyarakat sekitamya.
3. Siswa belajar secara aktif.
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah, mencari pengalaman kerja dalam
berbagai lapangan kehidupan, -tapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini.
semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan,
berdiskusi, meninjau. membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan pribadinya
selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya.
4. Guru bertugas sebagai komunikator
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Guru mempersiapkan
rencana awal pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa sebagai
persiapan melaksanakan di lapangan. Guru harus mengenal dengan baik keadaan masyarakat
sekitamya, supaya dapat menyusun proyek kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan
inventarisasi masalah-masalah yang muncul jalam masyarakat, kemudian diupayakan
pemecahannya. Pranan sebagai komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang
pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan berintegrasi dan bekeda sama
dengan masyarakat.
Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah bahwa kegiatan dan proses pembelajaran itu
sangat kompleks. Pandangan-pandangan yang telah dibahas itu, akan menjadi lebih jelas setelah
mempelajari uraian-uraian berikumya.

4.3 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN


Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, antara lain adalah:
1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur
sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2. Kesaling tergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi
dalam suatu kescluruhan. Tiap unsur bersifat essensial, dan memberikan sumbangannya kepada
sistem pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi
dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem
yang dibual oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan,
semuanya memiliki tujuan. Sistim alami (natural) seperti sistem ekologi, sistem kehidupan
hewan, memiliki unsur-unsur yang saling ketergantungan satu sama lain, disusun sesuai dengan
rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses
merancang sistem. Tujuan sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang
sistem ialah mengorganisasi tenaga. material, dan prosedur, agar siswa belajar secara efisien dan
efektif. Dengan proses mendisain sistem pembelajaran si perancang membuat rancangan untuk
memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut.

5. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS PEMBELMARAN.


5.1. Tujuan pembelajaran yang menunjang tercapainya tujuan belajar.
Pembelajaran dimaksudkan terciptanya suasana sehingga siswaa belajar. Tujuan pembelajaran
haruslah menunjang dan dalam tercapainya tujuan belajar.
Dahulu, ketika pembelajaran dimaksudkan sebagai kadar penyampaian ilmu pengetahuan,
pembelajaran tak terkait dengan blajar. termasuk tujuannya. Sebab, jika guru telah
menyampaikan ilmu pengetahuan. tercapailah maksud atau tujuan pembelajaran tersebut.
Pembelajaran model dahulu itu, memang tidak dicoba terkaitkan dengan belajar itu sendiri.
Pembelajaran lebih onsentrasi pada kegiatan guru dan tidak terkonsentrasi pada kegiatan siswa.
Jika pada masa sekarang ini pembelajaran dicoba terkaitkan dengan belajar, maka dalam
merancang aktivitas pembelajaran, guru harus belajar dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas
belajar siswa harus dijadikan titik tolak dalam merancang pembelajaran.
Implikasi dari adanya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dan kegiatan belajar siswa
tersebut adalah usunnya tujuan pembelajaran yang dapat menunjang apainya tujuan belajar.
Muatan-muatan yang termaktub dalam tujuan belajar, haruslah termaktub juga dalam tujuan
pembelajaran.
Contoh kongkiit tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar adalah sebagai
berikut :

Tujuan Belajar
Tujuan Pembelajaran
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri. Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Setelah mengamati berbagai tumbuh-tunibuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat
membedakan antara tumbuhtumbuhan yang berkeping satu dan yang berkeping dua. Setelah
dibelajarkan dengan cara mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat
menibedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan tumbuhan berkeping dua. Setelah
siswa dibelajarkan dengan cara menclaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan
kaitan antara butir portama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata
yang ada pada teks Setelah mengamati berbagai tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah,
siswa dapat membedakan antara tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping
dua.
Setelah dibelajarkan dengan cara membaca buku teks dan berdiskusi dengan teman-temannya
siswa dapat membedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping dua.
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri
Setelah menelaah teks butir-butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri. Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan
antara butir pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata yang ada
pada teks

Dari contoh yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa tujuan pembelajaran yang kongruen
dengan tujuan belajar siswa adalah :
1. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi waktu, yaitu setelah siswa belajar dan atau
dibelajarkan.
2. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi substansinya, aitu siswa bisa "apa" setelah
belajar dan atau dibelajarkan.
3. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi cara mencapainya.
4. Punya kesamaan takaran dalam pencapaian tujuan.
5. Punya kesamaan dari segi pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada pada diri siswa.
Agar tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar tersebut jelas, berikut disajikan
contoh tujuan pembelajaran yang tidak kongruen dengan tujuan belajar :
Contoh yang disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak kongruen antara tujuan pembelajaran
dengan tujuan belajar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran demikian ini tidak menunjang
pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik tekan antara tujuan belajar dengan tujuan
pembelajaran. Pada contoh pertama dan kedua. substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh
substansi tujuan pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan belajar telah
dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara penyampaiannya.

5.2. Unsur-unsur dinamis pembelajaran kongruen dalam proses belajar siswa/mahasiswa


a. Motivasi belajar menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan untuk mendorong
motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh
guru dalam rangka memotivasi siswa agar belajar, ialah:
1. Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk mempelajari hal-hal yang bermakna bagi
dirinya,
2. Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang baru jika dia memiliki pengalaman
prasyarat (prerckuisit).
3. Model, siswa lebih suka memperoleh tingkah laku baru bila disajikan dengan suatu model
perilaku yang dapat diamati dan ditim.
4. Komunikasi terbuka, siswa lebih suka belajar bila penyajian ditata agar supaya pesan-pesan
guru terbuka terhadap pendapat siswa.
5. Daya tarik, siswa lebih suka belajar bila perhatiannya tertarik oleh penyajian yang
menyenangkan/menarik.
6. Aktif dan latihan, siswa lebih senang belajar bila dia dapat berperan aktif dalam latihan/praktik
dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
7. Latihan yang terbagi, siswa lebih suka belajar bila latihan-latihan dilaksanakan dalamjangka
waktu yang pendek.
8. Tekanan instruksional, siswa lebih suka belajar terus bila kondisi pembelajaran menyenangkan
baginya.
9. Keadaan yang menyenangkan, siswa lebih suka belajar terus bila kondisi-kondisi
pembelajaran menyenangkan bagmya.
b. Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar terdapat pada:
1. Buku pelajaran yang sengaja disiapkan dan berkenan dengan mata ajaran tertentu. Bahan-
bahan tersebut dapat berupa sumber pokok dan sumber pelengkap. Pemilihim buku-buku sumber
telah ditetapkan dalam pedoman kurikulum dan berdasarkan pilihan guru berdasarkan
pertimbangan tertentu. Buku-buku tersebut mungkin telah tersedia di perpustakaan sekolah, atau
harus dibeli di pasaran buku.
2. Pribadi guru sendiri pada dasamya merupakan sumber tak tertulis dan sangat penting serta
sangat kaya dan luas, yang perlu dimanfaatkan secara maksimal. Itu sebabnya, guru senantiasa
diminta agar terus belajar untuk memperkaya dan memperluas serta mendalami ilmu
pengetalman, sehingga pada waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan belajar yang
berdaya guna bagi kepentingan proses belajar siswa.
3. Sumber masyarakat, juga merupakan sumber yang paling kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-
hal yang tidak tertulis dalam buku dan belum terkuasai oleh guru, ternyata ada dalam,
masyarakat berupa objek, kejadian dan peninggalan sejarah. Hal-hal tersebut dapat digunakan
sebagai bahan belajar. Untuk itu, guru perlu menyiapkan program pembelajaran dalam upaya
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber bahan belajar bagi siswanya.
c. Pengadaan alat-alat bantu belajar dilakukan oleh guru, siswa sendiri dan bantuan orang ma.
Namun, harus dipertimbangkan kesesuaian alat bantu belajar itu dengan tujuan belajar,
kemampuan siswa sendiri, bahan yang dipelajari, dan ketersediaannya di sekolah. Prinsip
kesesuaian ini perlu diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan penggunaan suatu alat
bantu belajar ternyata tidak cocok untuk pengajaran dan ternyata tidak banyak pengaruhya
terhadap keberhasilan belajar siswa. Prosedur yang harus ditempuh adalah:
1. Memilih dan menggunakan alat bantuan yang tersedia di sekolah sesuai dengan rencana
pembelajaran.
2. Siswa memilih dan membuat sendiri alat bantu yang diperlukan, berdasarkan petunjuk dan
bantuan guru.
3. Membeli di pasaran bebas scandamya alat yang diperlukan itu ada di pasaran dan cocok
dengan kegiatan belajar yang akan ditakukan.
d. Untuk menjamin dan membina suasana belajar yang efektif. guru dan siswa dapat melakukan
beberapa upaya sebapi berikut:
1. Sikap guru sendiri terhadap pembelajaran di kelas. Guru diharapkan bersikap menunjang,
membantu, adil, dan terbuka dalam kelas. Sikap-sikap tersebut pada gilirannya akan menciptakan
suasana yang menyenangkan dan menggairahkan serta menciptakan antusiasme terhadap
pelajaran yang sedang diberikan.
2. Perlu adanya kesadaran yang tinggi di kalangan siswa untuk membina disiplin dan tata tertib
yang baik di dalam kelas. Suasana yang disiplin ini juga ditentukan oleh perilaku guru,
kemampuan guru memberikan pengajaran. serta suasana dalam diri siswa sendiri.
3. Guru dan siswa berupaya menciptakan hubungan dan kerjasama yang serasi, selaras dan
seimbang dalam kela. yang dijiwai oleh rasa kekeluargaan dan kebersamaan rasa tenggang rasa
dan tanggung jawab untuk kepentingan bersama ternyata lebih efektif dibandingkan dengan
suasana dengan persaingan, berusaha untuk kopentingan sendiri, dan pergaulan guru siswa yang
renggang dan kaku.
e. Subjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap perlu diberikan binaan. Pembinaan
kesehatan, penyesuaian bahan belajar dengan tingkat kecerdasan siswa, memperhatikan kesiapan
belajar yang tepat waktunya, penyesuaian bahan, belajar dengan kemampuan dan bakatnya, dan
memberikan pengalaman-pengalaman perekuisit, semua kondisi itu perlu terus dikontrol oleh
guru. Sediakan waktu yang khusus untuk mengenal dan mengetahui dengan seksama semua
kondisi subjek belajar. Bila diketahui terdapat ketidak seimbangan dan gangguan pada kondisi
mereka, maka guru perlu segera melakukan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkannya.

5.3. Unsur-unsur dinamis pembelajaran pada diri guru.


a. Motivasi untuk membelajarkan siswa.
Guru harus memiliki motivasi untuk membelajarkan siswa. Motivasi itu sebaiknya timbul dari
kesadaran yang tinggi untuk mendidik peserta didik menjadi warga negara yang bak. Jadi guru
memiliki hasrat untuk menyiapkan siswa menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan
kemampuan tertentu. Namun, diakui bahwa motivasi pembelajaran itu sering timbul karena
insentif yang diberikan, sehingga guru melaksanakan tugasnya sebaik mungkin. Kedua jenis
motivasi itu diperlukan untuk membelajarkan siswa.

b. Kondisi guru siap membelajarkan siswa.


Guru perlu memiliki kemampuan dan proses pembelajaran, disamping kemampuan kepribadian
dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan dalam proses pembelajaran sering disebut
kemampuan profesional. Guru perlu berupaya meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut
agar senantiasa berada dalam kondisi siap untuk membelajarkan siswa.

BAB II
PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA

2.1. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR


Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang
lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa
prinsip yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru
dalam apaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan
motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan
penguatan. serta perbedaan individual.

2.1.1 Perhatian dan Motivasi


Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar
(Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada siswa apabila bahan
pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar
lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan
perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar.
Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi
dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372).
"Motivation is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an organism
yo initiate and direct behavior"
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan
alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar.
Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan
belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi
dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap
sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul
motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang dianggap penting dalan, kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah
tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan
hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang
menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih
giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan
sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan
motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya' (Hal
ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal
yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga
dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-
sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan
yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh
bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi didorong oleh keinginan
naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari
keberhasilan belajar.
Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal,
datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat eksternal, walaupun lebih banyak bersifat
ekstemal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik yang disebut 'Iransformasi
motir'. Sebagai contoh. seorang siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LIPTK) karena menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru.
Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah
belajar heberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang
belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.

Perhatian
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah
pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian
pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik pula. Oleh karena itu
guru harus selalu berusaha supaya perhatian siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan
perhatian seseorang pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya
dengan kebutuhan, cita cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari
yang biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini
1. Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu
gurunya tentang perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran
tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2. Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh
perhatian karena guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang
sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3. Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA.
KeRhatannya mereka sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka
belajar cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi
penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki
kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa. Pada contoh
kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan menggunakan alat
peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru menggunakan
metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1. Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya
akan lebih baik.
2. Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.
b. Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode
mengajar yang bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas
saja.
Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa anda ajarkan.
Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1. Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran tersebut dengan diri siswa
(umpamanya dengan pengalaman mereka).
2. Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi
(umpamanya dalam penggunaan metode mengajar)

2.2. KEAKTIFAN BELAJAR


Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri.
Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendri. Mon Dewey misalnya
mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk
dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan
pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Menurut teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah
informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi.
(Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan
mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari. menermakan fakta. menganalisis,
menafsirkan dan menairik kesimpulan,
Thomdike mengemukakan keakifan siswa dalam belajar dengan bukum "lah. of exercise " -nya
yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachk berkenan
dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan "manusia belajar yang
selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk, 1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir,
1991:105).
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam
bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah
diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-
keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah
pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu
konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas
mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung,
akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran itu, Pada
hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar.
Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar
aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan
tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain.
Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar
siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa
diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar yang bagaimana yang harus siswa
anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi.
Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah anda atau guru
sesama peserta program
2.3. KETERLIBATAN LANGSUNG DALAM BELAJAR
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang, belajar
adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung
tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap
hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia
terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar melihat bagaimana
orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana
cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "leaming
by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan
oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah
(prolem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari
itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam
pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam
pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan
keterampilan.

2.4. PENGULANGAN BELAJAR


Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang
dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang
ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal,
merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya
tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka
daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau
Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum
belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan
antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu
memperbesar peluang timbulnya respons benar. Seperti kata pepatah "latihan menjadikan
sempuma" (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991:
51).Psikologi Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga
menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning respons akan
timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah
laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena
mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut
teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk
mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk
kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan
pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus
penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun
dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa
sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan membentuk
kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa belajar adalah pengulangan
seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan
semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran.
Dalam belajar tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah bentuk
belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984: 259).

2.5. SIFAT MERANGSANG DAN MENANTANG DARI MATERI YANG DIPELAIARI


Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi belajar
berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi
suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang mempelajari bahan belajar,
maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar
tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan
masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif
yang Kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah menantang.tantangan yang dihadapi
dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru,
yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk
mempelajarinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-
konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari dan
menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang telah
mendan saja kurang menarik bagi siswa.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk
belajar secara lebili giat dan sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun negatif juga akan
menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh gaujaran atau terhindar dari hukum
yang tidak menyenangkan.
2.6. PEMBERIAN BALIKAN ATAU UMPAN BALIK DAN PENGUATAN BELAJAR
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori
belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi
kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responsnya.
Kunci dari teori belajar im adalah law of effect - nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih
bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang
baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha belajar
selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan
positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner, 1984: 272).
Siswa belajar sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yamg
baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada
waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk
belajar lebih giat. Di sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong
anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa mencoba
menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut
escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan,
dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan
penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-
metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
2.7. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Siswa sebagai "primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan
apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa
akan berhasil dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar
terhadap diri mereka.

2.7.1. Perhatian dan Motivasi


Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua ungsangan yang mengarah ke arah
pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini,
menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang dipelajarinya.
Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam bentuk rangsangan suara, warna.
bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang dapat diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu
melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses pembelajaran.
Peningkatan/pengembangan minat im merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi
(Gage dan Berliner, 1984:373). Contob kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis,
seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya dengan konsep yang
baru diterima, mengamati secara cermat gerakan psikomotorik yang dilakukan guru, atau
kegiatan sejenis lainnya. Senma kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa
secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi
belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus
menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara
terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan atau mengetahm tujuan belajar
yang hendak dicapai. menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang lain,
menentukan target atau sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari
contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat
ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

2.7.2. Keaktifan
Sebagai "primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut
untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan
mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku seperti mencari sumber
informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dan kimia, membuat
karya tulis, membuat kliping, dan prilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa
lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

2.7.4. Keterlibatan langsung/ berpengalaman


Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun
dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini. secara
mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung dari "tiap siswa dalam kegiatan belajar
pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan
segala tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung inj, secara
logis akan menyebabkan mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk
perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah
siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli, siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi
untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis lainnya.
Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip
keaktifan pada diri siswa. Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam
kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
2.7.5. Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan belajar secara keseluruhan lebih
berarti (Davies, 1987:32 ). Dari pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan
dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi
prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur kimia setidp valensi, mengerjakan soal-
soal lingkungan, Jachan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun
terjadinya peristiwa sejarah.

2.7.6. Tantangan
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab
untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan
mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa selalu menghadapi
tantangan untuk memperoleh. memproses, dan mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan
pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya kesadaran pada
diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses. dan mengolah pesan.
Sclain itu, siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan
yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip
tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing
maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.

2.7.7. Balikan dan Penguatan


Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau
salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of
result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan bentuk-bentuk perilaku
siswa yang memungkinkan diantaranya adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan
kunci jawaban, menerima kenyataan terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima
teguran dari gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.
2.7.8. Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Karena
hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok
umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda
dengan siswa lain, akan membantu siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi
dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaim individual diantaranya adalah menentukan
tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip
perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk memperjelas
implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat mengidentifikasi dari kegiatan siswa
dalam kegiatan pembelajaran sebagai indikatornya.

2.7.9. Perbedaan individual


Belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak belajar, berarti tidak akan memperoleh
kemampuan. Belajar dalam arti proses mental dan emosional terjadi secara individual. Jika kita
mengajar disuatu kelas sudah barang tentu kadar aktivitas belajar para siswa beragam.
Disamping itu, siswa yang belajar sebagai pribadi tersendiri, yang memiliki perbedaan dari siswa
lain. Perbedaan itu mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat, kebiasaan belajar, kecerdasan,
tipe belajar dan sebagainya..
Guru yang menyamaratakan siswa menganggap semua siswa sama. sehingga memperlakukan
mereka sama kepada semua. pada prinsipnya bertentangan dengan hakikat manusia, khususnya
siswa.
Guru yang bijaksana akan menghargai dan memperlakukan siswa sesuai dengan hakikat mereka
masingmasing. Suatu tindakan guru yang dipandang tepat terhadap seorang siswa, belum tentu
tepat untuk siswa yang lain. Akan tetapi ada perlakuan yang memang harus sama terhadap
semua.
Demikian pula yang menyangkut pelajaran. Pelajaran mana yang harus dipelajari oleh semua
siswa dan peIajaran mana yang boleh dipilih oleh siswa sesuai dengan bakat mereka.
Perlakuan guru terhadap siswa yang cepat harus berbeda dii i perlakuaii terhadap siswa yang
termasuk lamban. Siswa yang lamban perlu banyak dibantu sedangkan siswa yang cepat dapa
diberi kesempatan lebih dulu maju atau melakukan pengayaan.
Didalam menggunakan metode mengajar, guru perlu menggunakan metode mengajar yang
bervariasi, sebab mungkin siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang berbeda. Siswa yang
memiliki tipe belajar yang auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran. Siswa yang
memiliki tipe belajar yang motorik akan memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar
melalui penglihatan. sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik akan lebih mudah
belajar melalui perbuatan.
Untuk keperluan itu semua guru perlu memahami pribadi masing-masing yang menjadi
bimbingannya.
Oleh karena itu catatan pribadi siswa sangat bermanfaat. Setiap siswa perlu dikatat tentang
kecerdasannya, bakatnya, tipe belajarnya, latar belakang kehidupan orang tuanya, kemampuan
panca indranya, penyakit yang dideritanya, bahkan kejadian sehari-hari yang dianggap penting.
Semua itu harus dkatat pada catatan pribadi siswa. Buku catatan pribadi siswa itu harus diisi
secara rutin dan terus mengikuti pribadi siswa tersebut ke kelas dan ke jenjang pendidikan
berikutnya.
Buku catatan pribadi tiap siswa kelas 1 setelah mereka naik kelas II harus diserahkan pada guru
kelas II untuk digunakan dan diisi dengan data baru, begitulah seterusnya sampai kejenjang
pendidikan berikumya.
Adakah buku catatan pribadi tiap siswa dikelas tempat anda mengajar? Bila ada coba pelajari:
1. Data apa saja yang dicatat
2. Kapan buku tersebut diisi
3. Pernahkah buku catatan pribadi tersebut digunakan, dan untak apa
4. Bagaimana saran anda untuk pemanfaatan buku catatan pribadi tersebut : data dan
pengisiannya serta penggunaanya.
Jika ternyata belum ada, coba buat sebuah model buku catatan pribadi siswa yang menurut anda
cukup lengkap untuk keperluan pembimbingan belajar terhadap siswa, Itulah lima prinsip belajar
telah kita diskusikan. Silahkan anda pelajari berbagai sumber tentang belajar. Akan tetapi paling
tidak kelima prinsip diatas hendaknya menjadi pegangan kita didalam membelajarkan siswa-
siswa kita.
Belajar terjadi pada suatu system lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau unsur
tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Sebagai suatu system, unsur-unsur
penabelajaran tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi. Oleh karena itu pemilihan dan
penggunaan strategi belajar mengajar tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan unsur-unsur lain
didalam system pembelajaran. Yang menjadi unsur utama ialah tujuan pembelajaran. Semua
unsur didalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu tujuan
pembelajaran harus ditetapkan lebih dulu.
Bagaimana implikasi tujuan, bahan pelajaran, alat dan siswa terhadap penggunaan strategi
belajar mengajar akan kita diskusikan pada kegiatan belajar berikutnya. Untuk memantapkan
pemahaman anda terhadap materi yang anda pelajari kerjakanlah latihan dibawah ini.
1. Identifikasikanlah kegiatan pembelajaran yang anda rancang.
Apakah kegiatan pembelajarannya termasuk belajar meialui pengalaman ataukah melalui
pengamatan?
2. Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan motifasi belajar siswa?
3. Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa?
Untuk memudahkan anda dalam mengerjakan latihan diatas bacalah rambu-rambu pengerjaan
latihan berikut ini. Rambu-rambu pengerjaan latihan.
1. Ambillah salah satu rencana pembelajaran yang akan anda laksanakan. Identifikasi setiap
langkah kegiatan pembelajaran yang akan anda tempuh. Dari hasil identifikasi ini anda akan
mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang anda rancang lebih menekankan pada belajar
melalui pengalaman (langsung dan tak langsung) ataukah melalui pengamatan.
2. Untuk menjawab pertanyaan ini anda hendaknya mengingat kembali materi yang membahas
teknik-teknik membangkitkan motivasi belajar siswa. Untuk lebih meyakinkan anda observasilah
teman anda yang sedang mengajar. Catatlah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan teman
anda yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
3. Selain anda harus mengingat kembali materi tentang teknik-teknik menarik perhatian siswa,
anda juga dapat melakukan observasi atau meminta teman anda mengobservasi anda yang
sedang mengajar. Catatlah kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian siswa selama
kegiatan pembelajaran.
Sekarang tiba saamya anda membaca rangkuman dibawah ini unuk lebih memantapkan ingatan
anda terhadap materi yang telah dipelajari.
Belajar memiliki tiga atribu pokok ialah:
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik menyangkut kognitif psikomotorik maupun
afektif.
Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap
siswa memiliki perbedaim satu dengan lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis,
kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya perbedaan individu perlu
diperhaikan pleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan
disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan
pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata,
kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapa diperbaiki
dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau straegi belajar mengajar yang
ervariasi sehingga perbedaan perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan
media instruksional akan membantu melayani perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain
untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau
pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak yang
kurang. Disamping in dalam memberikan tugas hendaknya disesuikan dengan minat dan
kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan
berhasil didalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan
sendirinya dan guru teimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap kegiatan perilaku
mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahaya
implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan
guru tidak semuanya terwujud dalam setiap proses pembelajaran.

BAB III
DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan, tak dapat dipisahkan sama dengan
yang lain. Sistem pendidikan yang dijalankan pada zaman modern ini tak mungkin tanpa
melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan pendidikan tanpa kurikulum.
Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu berarti kebutuhan adanya kurikulum. Dalam
kurikulum itulah tersimpul segala sesuatu yang harus lijadikan pedoman bagi pelaksanaan
pendidikan. Pemikiran tentang adanya kurikulum adalah setua dengan adanya sistem pendidikan
itu sendiri.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan.
Suatu tujuan, tegasnya tujuan pendidikan yang ingin dicapai, akan dapat terlaksana jika alat
sarana, isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan dasar acuan ini relevan. Artinya sesuai
dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal itu dapat diartikan bahwa kurikulum dapat membawa
kita ke arah tercapainya tujuan pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau cita-cita yang sesuai dengan
pandangan hidup bangsa. Pada hakekatnya, proses pendidikan yang dijalankan adalah usaha
untuk merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.
Pada dasamya tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki, esensial, prinsipil ini tetap karena ia
berhubungan dengan sistem nilai atau pandangan hidup suatu bangsa. Akan tetapi. hal itu tidak
berarti kurikulum pun harus statis, tak pernah mengalami perubahan. Kurikulum pun harus selalu
dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis
akan selalu mengalami perkembangan, selalu menuntut adanya perubahan sesuai dengan
perubahan zaman. Pada hakekamya, hal itupun dapat dipandang sebagai akibat sistem
pendidikan yang dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain adanya keadaan
masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya usaha-usaha pembaharuan sesuai dengan
perkembangan zaman tersebut, merupakan keberhasilan sistem pendidikan, tanpa mengakibatkan
berbagai faktor lain yang juga berperan.
Dalam banyak hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan
yang dijalankan. Dalam suatu kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga pengetahuan,
keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan suatu sekolah.
Akan tetapi kurikulum bukanlah merupakan satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang
disarankan didalamnya. Masih terdapat berbagai faktor lain yang turut menunjang kualitas atau
keberhasilan kegiatan pendidikan yang dijalankan. Misalnya saja masalah sarana dan prasarana,
situasi dan kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana pendidikan dan sebagainya.
Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar menyadari peranannya sebag pelaksana
pendidikan yang amat menentukan. Hal itu menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai
berbagai masalah pendidikan, antara lain masalah kurikulum.

3.1. Pengertian Kurikulum


3.1.1 Kurikulum Sebagai Jembatan Meraih Ijazah
Istilah "kurikulum" memiliki berbagai tafsiran yan dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang
pengembang kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa. ini. Tafsiran-tafsi tersebut berbeda-
beda satu sama lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan.
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yakni "currculae", artinya jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengerti kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditemp oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh Ijazah.
Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada
hakekatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh suatu Kurikulum yang berupa
rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu
tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum
dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan
dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.

Pengertian Kurikulum
(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Dasar-Dasar Pengembangan Karikalum Sekolah)
Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia taktik curere yang
berarti "berlari' . Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti
penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain.
Seseorang kurir harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah
kurikulum kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (S.
Nasution, 1980 : 5).
Dari istilah atletik kurikulum mengalami perpindahan arti kedunia pendidikan. Sebagai misal
pengertian kurikulum seperti yang tercantum dalam Webster's Intemational Dktionary " .
Currculum ; Course ; a specified fixed course of study, is in a school or collage. as one leading to
degree.
Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetalman yang
ditempult atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Disamping itu,
kurikulum juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja dirancang untuk mencapai
sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada waktu lalu juga menyebut kurikulum
dengan istilah “Rencana Pelajaran" yang merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana
pelajaran merupakan salah satu komponen dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (atau
paling tidak diketahui) oleh seorang guru atau calon guru.
Pengertian kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus Webster yang dikutip diatas, kiranya
ada kesesuaiannya dengan perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse berikut : Currkulum is
the planned conipesite effort of any school to guide pupil leaming to ward prederennined
learning outcome (Larence Stenhouse, 1976 : 4).
Defenisi-defenisi kurikulum yang bersifat tradisional biasanya masih menampakkan adanya
kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata-mata peiajaran
(subject matter) kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan. (hasil budidaya) masa
lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil melewati tahap ini akan atau
herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan atau sejumlah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan
tersebut bersumber pada buku-buku yang baik atau dianggap bermutu, sehingga kurikulum
terutama dalam hal tujuan instruksional dan pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan
atau dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.
Dihubungkan dengan kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui kegiatan
belajar-mengajar sekolah, ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia membatasi
pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan kurang inemperhatikan
pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh di luar kelas. Kurikulum yang bersi demikian.
hanya menekankan aspek intelektual saja yang harus dikuasai siswa dan mengabaikan aspek-
aspek yang lain yang juga sangat berpengaruh dalam perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum
macam ini biasanya disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat pada
materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, pendirian
tradisional mengenai kurikulum tersebut ditinggalkan orang karena dianggap terlalu sempit dan
atau paling tidak orang berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan baru, sebab pada
kenyataanya pula seperti halnya dengan masalah-masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau
mungkin meninggalkan) sama sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian diatas, yakni
pendirian tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak mau) berpusat pada guru atau but Teacher
Centered Curiculum. Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah pandangan tersebut
dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena anaklah sebenamya yang menjadi
subjek didik. Anak tak boleh hanya dipeerlakukan sebagai objek yang statis, melainkan harus
diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan jiwanya karena itu, terjadilah
pergeseran dalam dunia pendidikan dari suject atau teacher centered ke student centered.
Kurikulum yang sesuai dengan pandangan terakhir itu disebut Child Centered curiculum. Hal itu
terutama disebabkan oleh pengaruh penemuan-penemuan dibidang psikologi. khususnya
psikologi kembangan.
Adanya pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat pada defenisi-defenisi kurikulum
yang dikemukakan orang. misalnya menurut George A. Beauchamp (1964 : 4) kurikulum
adalahah "It as all activities of children under the jurisdktion of the school”Dalam pengertian ini
kurikulum mencakup segala kegiatan, yang disediakan dan direncanakan sekolah. Konsep lain
misalnya mengatakan bahwa kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan meneakup
seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual, emosional, sosial maupun
pengalaman galaman yang lain.
Sebagai bahan perbandingan mengenai pengertian kriikulum menurut konsep batu, barikut
dikemukakan lagi denisi-defenisi yang lain.
A sequence of potensial experiences it set up in the school for the purpose of disciplining
children and yuouth in group ways of thingking and acting (Smith dalam Beauchamp : 5).
atau
Curriculum is all of the planned experiences providedby the school to assist the pupils in
attaining children the designated learning outcomes to the best their abilitie (Neagly dalam
Lawrence : 4).
David Pratt dalam Curriculum Design and Development (1980 : 4) mendefenisikan kurikulum
secara sederhana, yaitu sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusal
latihan. Selanjumya ia membuat implikasi secara lebih ekplisit tentang defenisi yang
dikemukakannya tersebut menjadi enam hal. yaitu :
1. Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia mungkin hanya berupa perencanaan
(mental) saja. tapi pada umumnya diwujudkan dalam bentuk tulisan.
2. Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan atau rancangan kegiatan;
3. Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang harus dikembangkan pada diri
siswa, evaluasi untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas
guru yang dituntut dan sebagainya.
4. Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia sengaja mempromosikan
belajar dan menolak sifat rambang tanpa rencana, atau kegiatan tanpa belajar.
5. Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai komponen seperti
tujuan, isi. sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain,
kurikulum adalah sebuah sistem
6. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi jika
suatu hal dilalaikan.
Defenisi diatas yang kemudian disertai dengan berbagai implikasinya, dapat memberikan
gambaran yang lebih nyata tentang kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya kita terima atau
pahami. Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya berupa perencanaan secara
mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam bentuk tertulis. Bagaimana jadinya jika ada (mungkin
hanya sebagian) kurikulum yang tidak ditutis, tentunya akan mengundang berbagai
permasalahan.
Kurikulum merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang
dilakukan, termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita dapat memandang
bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain, direncanakan, dikembangkan dan
akan dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar
hal tersebut, kurikulum kemudian dapat didefenisikan sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo
Surahmad, 1977 : 5).
Kiranya defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas rumusannya. Pendidikan merupakan suatu
pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang direncanakan,
disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di sekolah melalui cara-cara yang telah
ditentukan pula. Jika defenisi diatas diperbandingkan dengan defenisi-defenisi yang
dikemukakan lebih dahulu, sebenamya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Sentua defenisi yang
ditunjuk sama-sama menyebut kurikulum sebagai rencana-rencana kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan belajar yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh
sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.
Dalam pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum pengertiannya menunjuk pada
defenisi yang terakhir diatas.

3.1.2 Kurikulum Sebagai Materi Pelajaran


Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa unluk
mempoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran dipandang sebagai pengalaman orang tua atau
pengalaman orang-orang pandai masa yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalinya,
pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya
disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima dan
pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan pada siswa sehingga
memperoleh sejumiah pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan
penemuan-penemuan maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam
kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah.

3.1.3 Kurikulum Sebagai Rencana Kegiatan Pembelajaran


Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk pembelajaran siswa. Dengan
program ini siswa inelakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga menjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan
kata lain sekolah menyediakan lingkungan yang memberikan kesempatan belajar bagi siswa. Itu
sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai.
Kurikulum tidak terbatas pada mata ajaran saja, melainkan melipiuti segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman,
perlengkapan dll. Hal ini berarti semua hal dan semua orang yang terlibat dalam memberikan
bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum.

3.1.4 Kurikulum Sebagai Pengalaman Pelajar


Perumusan atau pengertian kurikulum lainnya agar berbeda dengan pengertian-pengertian
sebelumnya yang lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman
belajar. Pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam
ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan
yang tegas dntara ekstra dan intra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar bagi siswa pada hakekatnya adalah kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian
dan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam
rangka upaya pencapai tujuan pendidikan nasional.

3.2. Landasan Pengembangan Kurikulum


3.1 Filosofis
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita
tersebut terdapat landasan, man dibawa kemana pendidikan anak. Filsafat pendidikan
menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain filsafat
pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk
merancang tujuan pendidikan, prinsip pendidikan serta seperangkat pengalaman belajar lainnya.
Hal ini menunjukkan pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu
dibangun itu sendiri, yakni bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi dll.
Pembangunan SDM yang berkualitas diarahkan untuk meningkatkan kwalitas SDM yang mampu
mendukung -pembangunan ekonomi dan pembangunan dibidang-bidang lainnya. Implikasi dari
upaya pembangunan tersebut maka diperlukannya peningkatan produktifitas, peningkatan
pendidikan nasional yang merata dan bermutu, peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian
sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang pembangunan tersebut. dan pembangunan iptek yang
mantap.
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut diatas sekaligus menggambarkan
kebutuhan pembangunan secara keseluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap
pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain penyelenggara pendidikan di perguruan tinggi
harus disesuaikan dan diarahkan pada upaya-upaya dan kebutuhan pembangunan, yang
mencangkup pembangunan ekonomi dan pengembangan SDM yang berkwalitas.
Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan keahlian, yang berisi mendukung
tercapainya cita-cita nasional. yakni suatu masyaral yang maju, mandiri dan sejahtera.
2.2 Iptek dan Seni
Pembangunan didukung oleh perkembangan iptek dalam rangka mempercepat terwujudnya
ketangguhan dan Keunggu bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksud untuk
memacu pembangunan untuk menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
Di sisi lain perkembangan iptek itu sendiri berlangsung semakin cepat berbarengan dengan
persaingan antar bangsa semakin meluas sehingga diperlukan penguasan dan pengembangan
iptek yang pada gilirannya mengandung implikasi tertentu terhadpa pengembangan sumber daya
manusia supaya memiliki kemampua dalam penguasaan dan pemanfaatan serta pengembangan
dalam bidang iptek. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan tersebut, beberapa hal yang dapat
dijadikan dasar :
1. Pembangunan iptek harus beraada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan
pembinaan SDM. pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian
pengembangan serta rekayasa produksi barang dan jasa.
2. Pembangunan iptek tertuju pada peningkatn kwalitas, yaitu untuk meningkatkan kwalitas
kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3. Pembangunan iptek harus sclaras dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi
sosial budaya dan lingkungan hidup.
4. Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktifitas, efisiensi dan
efektifitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5. Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatan yang dapat memberikan nilai tambah
dan memberikaxt pemecahan masalah konkrit dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan iptek dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni :
1. Pemerintah, mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan di
segala bidang.
2. Masyarakat, yang memanfaatkan iptek untuk pengembangan masyarakat secara swadaya.
3. Akademisi terutama dilingkungan perguruan tinggi yang memanfaatkan iptek untuk
disumbangkan pada pembangunan.
4. Pengusaha, untuk kepentingan meningkatkan produktifitas.

3. Komponen Pengenibangan Kurikulum


3.1 Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan
nasional, sebagai mana telah ditetapkan pada UU no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan sesuatu alat pendidikan dalam
rangka pengembangan SDM yang berkwalitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas
bagi peserta didik untuk mengalami prosdes pendidikan dan pembelajaran unutuk mencapai
target tujuan pendidikan nasional khususnya dan SDM yang berkwalitas umumnya. Tujuan itu
dikategorikan sebagai tujuan umum kurikulum.
Tujuan mata ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi beberapa bidang studi, yakni :
1. Bidang studi bahasa dan seni
2. Bidang studi IPS
3. Bidang studi IPA
4. Bidang studi pendidikan jasmani dan kesehatan
Setiap bidang studi meliputi mata ajaran tertentu. Misalnya bidang studi IPS, terdiri dari mata
ajaran ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah dll.
Setiap mata ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh mata ajaran lainnya. Tujuan mata ajaran merupakan penjabaran dari tujuan kurikulum
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh kita pilih, kita pilih tujuan
mata ajaran berhitung, sebagai berikut :
1. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan dasar berhitung
yang praktis.
2. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam
pola berpikir abstrak, sehingga mampu memecahkan soal-soal yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk hemat dan pandai
menghargai waktu, rasional dan ekonomis.
4. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan sikap gotong royong, jujur, serta percaya
kepada diri sendiri.
Berdasarkan tujuan tersebut, baik tujuan umum maupun tujuan khusus selanjutnya dapat
ditetapkan atau direncanakan dalam materi pelajaran.

3.2 Materi Kurikulum


Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum. Dalam UU pendidikan tentang Sistim
Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa "isi kurikulum merupakan bahan kajian dan
pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional". Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum
dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip :
1. Materi kurikulum bempa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topik-topik
pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.
2. Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidiknan.
Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan
satuan pendidikan tersebut.
3. Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan nasional mempakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi
kurikulum.
Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuan kurikulum yang
meliputi :
1. Teori, seperangkat konsep atau defenisi dan preposisi yang saling berhubungan, yang
menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan
antara variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhususan - kekhususan.
Konsep adalah defenisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis,
pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan
antara beberapa konsep
5. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus
dilakukan oleh siswa.
6. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi dianggap penting, terdiri dari
terminologi, orang, tempat dan kejadian.
7. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus diperkenalkan dalam materi
8. Contoh atau illustrasi ialah suatu hal atau tindakan atau dan khusus diperkenalkan dalam
materi
9. Definisi, ialah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang sesuatu.
10. Preposisi, suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi.

3.3. Organisasi Kurikulum


Organisasi kurikulum terdiri dari beberapa bentuk yang masing-masing memiliki ciri-ciri
sendiri :
1. Mata pelajaran terpisah-pisah
Kurikulum terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah, seperti sejarah, ilmu pasti,
bahasa Indonesia, dll. Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya
dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu, dan tidak
mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Semua materi diberikan sama.
2. Mata ajaran – mata ajaran berkorelasi
Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat
pemisahan mata ajaran. Prosedur yang ditempuh ialah menyampaikan pokok-pokok yang saling
berkorelasi guna memudahkan siswa memahami pelajaran tersebut.
3. Bidang studi
Beberapa mata ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan dalam satu
bidang pengajaran, misaInya bidang studi bahasa Indonesia, meliputi membaca, bercerita,
mengarang,dan sebagainya.
4. Program yang berpusat pada anak
Program ini adalah orientasi baru dimana krrikulum dititik beraikan pada kegiatan-kegiatan
peserta didik, bukan pada mata ajaran. Guru menyiapkan program yang meliputi kegiatan-
kegiatan yang menyajikan kehidupan anak, misalnya ekskursi dan cerita. Dengan cam
memperkaya dan mempertuas macam-macam kegiatan, peserta didik dapat memperoleh
pengetahuan dan keterampilan. Cara lain untuk melaksanakan kurikulum ini ialah pengajaran
dimulai dari kelompok siswa yang belaju, kemudin guru bersam siswa tersebut menyusun
program bagi mereka. Para siswa akan memperoleh pengalaman melalui program ini.
5. Core Program
Core artinya inti atau pusat. Core program adalah suatu program inti berupa suatu unit atau
masalah. Masalah diambil dari satu mata ajaran tertentu, misalnya bidang studi IPS. Beberapa
mata ajaran lainnya diberikan melalui kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalah
tersebut. Mata ajaran tersebut tidak diberikan secara terpisah. Biasanya dalam program itu telah
disarankan pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh oleh siswa dalam garis besarnya.
Berdasarkan pengalaman yang disarankan itu, guru dan siswa memilih, merencanakan dan
mengembangkan suatu unit kerja yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan siswa.
6. Eclectic Program
Eclectic program adalah suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum
yang berpusat pada mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik. Caranya ialah memilih
unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada kedua jems organisasi tersebut, kemudian
unsur-unsur itu diintegrasikan menjadi suatu program. Program ini sesuai dengan minat,
kebutahan dan kematangan peserta didik, Ruang lingkup dan umum bahan pelajaran telah
ditentukan sebelumnya, dan kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian
waktu digunakan secara untuk pengajaran langsung, misalnya pengajaran keterampilan dan
sebagian waktu lainnya disediakan untuk unit kerja. Program ini juga menyediakan kesempatan
untuk bekerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan pemahaman. Pembagian waktu disesualkan
dengan kegiatan untuk mencapai tujuan.

3.4 Evaluasi kurikulum


Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh invormasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keherhasilan belajar siswa. Berdasarkan
informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan
upaya bimbingan yang perlu diberlakukan.
Aspek-aspek yang perlu dinilai benitik tolak dari aspekaspek tujuan yang hendak dicapai, baik
tujuan kurikulum, tujuan pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap aspek yang dinilai
berpangkal pada kemampuan apa yang hendak dikembangkan, sedangkan tiap kemamptran itu
mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai. Penetapan aspek yang
dinilai mengacu pada kriteria keberhasilan yang telah ditentukan dalam kurikulum tersebut.
Jents penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian tersebut.
MisaInya, penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya
melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian summatif yang bermaksud
menilai kemajuan siswa setelah satu semester atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui
perkembangan siswa secara menyeluruh.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrument penilaian, ialah validitas,
reliabilitas, obiektifitas, kepraktisan, dan pembedaan. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa
penilaian harus objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana yang
rinci dan terkait dengan pelaksanaan kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum,
menggunakan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang
akurat.

3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum


4.1 Prinsip Relevansi (kesesualan)
Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaiannya harus relevant
dengan kebutuhan dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan
dan kebutuhan sisiwa. serta serasi dengan perkembangan iptek.

4.2 Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)


Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya baglan, aspek, materi, bahan kajian,
disusun secara berurutan. tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan
fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dan tingkat
perkembangan siswa. Dengan prinsip mi tampak jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum
tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

4.3 Prinsip Fleksibelitas (keluwesan)


Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah dilengkapi atau dikurangi berdasarkan
tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku Misalnya
dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan keterampilan industri dan pertanian.
Pelaksanaannya di kota, tapi karena ketidaktersediaan lahan, maka yang dilaksanakan adalah
program pendidikan keterampilan industri. Sebaliknya pelaksanaannya di desa ditekankan pada
program pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal im lingkungan sekitar, keadaan
masyarakat dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka
pelaksanaan kurikulum.

FUNGSI KURIKULUM
Setiap lembaga pendidikan formal maupun nonfomal dalam penyelenggaraan kegiatan sehari-
harinya berlandaskan kurikulum-kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat berupa : (1).
Rancangan kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga pendidikan; (2) Pelaksanann
kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan ; dan (3). Evaluasi
kurikulum, yaitu penilaian atau penelitian basil-hasil pendidikan.
Dengan lingkup pendidikan formal. kegiatan merancang melaksanakan dan menitai kurikulum
tersebut, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan sebagai
program pengajaran.
Berbicara masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya dari tiga segi, yaitu fungsi bagi
sekolah yang bersangkutan, bagi sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi bagi masyarakat
(Winamo Surahmad ; 6).

1. Fungsi bagi sekolah yang berungkutan


Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan ini paling tidak dapat disebutkan dua macam.
Pertama, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Manifestasi
kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah berupa program pengajaran.
Program pengajaran itu sendiri merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen
yang kesemuanya dimaksudkan sebagai uapaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara berjenjang mulai dart tujuan pendidikan
yang bersifat nasional sampai tujuan instruksional. Jika tujuan instruksional tercapai (hasilnya
langsung dapat diukur melalui kegiatan belajar mengajar di kelas) pada gilirannya akan tercapai
pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya. Setiap kurikulum sekolah pasti didalamnya tereantum
tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai melalui kegiatan pengajaran.
Kedua, kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatn-kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya, telah ditentukan macam-
macam bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan atau materi pengajamn untuk tiap semester,
sumber bahan, metode atau cara pengajaran, alat dan media pengajaran yang diperlukan.
Disamping itu. kurikulum juga mengatur hal-hal yang berhubungan dengan jenis program cara
penyelenggaraan, strategi pelaksanaan, penanggung jawab, sua dan prasarana dan sebagainya.

2. Fungsi bagi sekolah tingkat diatasnya


Dalam hal ini kurikulum dapat untuk mengontrol atau memelihara keseimbangan proses
pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada
tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian Misalnya saja, jika suatu bidang studi telah
diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya
pada kurikulum, sekolah tingkatan diatasnya terutama dalam hal pemulihan bahan pengajaran.
Penyesuaian bahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari keterulangan penyampaian yang
bisa berakibat pemborosan waktu dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga
kesinambungan bahan pengajaran itu.
Disamping itu, terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk menyiapkan tenaga pengajar. Bila
satu sekolah atau lembaga pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru (LPTK),. Maka
lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat dibawahnya tempat calon
guru yang dipersiapkan itu akan mengaju. Misalnya murid SPG harus mengetabui kurikulum SD,
mahasiswa IKIP/FKG harus menguasai kurikulum kurikulum SMTP dan SMTA. Jika di SD,
SMP dan SMA kegiatw pengajaran disampaikan dengan sistem PPSI, maka sekolah-sekolah
yang bertugas mengadakan guru untuk sekolah-sekolah tersebut harus membekali calon-
calonnya dengan kemampuan memtruat PPSI.

3. Fungsi bagi Masyarakat


Padatamatan sekolah memang dipersiapkan untuk terjun dimasyarakat atau tugasnya untuk
bekerja sesuai dengan keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, kurikulum sekolah
haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat atau para
pemakai keluaran sekolah. Untuk keperluan itu perlu ada kerja sama antara piliak sekolah
dengan pihak luar dalam hal pemberrahan kurikulum yang diharapkan. Dengan demikian,
masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran
yang berguna bagi penyempumaan program pendidikan di sekolah.
Dewasa ini kesesuaian antara program kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus benar-
benar diusahakan. Hal itu mengingat seringnya terjadi kenyataan balwa lulusan selsolah halum
siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan dalm lapangan pekerjaan. Akibatnya,
walau semakin menumpuk tenaga kerja yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan
yang tersedia karena tidak memiliki keterampilan atau keterampilan yang dimilikinya tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut,
ada seorang tokoh pendidikan yang mengemukakan agar sekolah tingluat SD sudah dibuat
menjadi dua jalur, yaitu jalur akademis (dipersiapkan untuk melanjutkan sekolah) dan jalur
vokasional (dipersiapkan untuk segera bekerja). Hal itu berdasarkan kenyataan penelitian bahwa
masih sebagian besar anak tamatan SD yang tidak meneruskan pendidikan ke tingkat di atasnya.
Sering terjadi karena suatu tingkat keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu tingkat pekerjaan,
maka hal itu segera diajarkan di sekolah. Sebagai contoh hal yang berhubungan dengan keguruan
misalnya dapat disebutkan perabekalan keterampilan menibuat satuan pelajaran. Pada waktu itu,
yaitu permulann diterapkannya PPSI dalam sistem pengajaran di Indonesia sesuai dengan
tuntutan kurikulum '75, calon guru segera diberi keterampilan membuatnya (sekarang Model
Perencanaan Pengajaran). Boleh dikatakan bahwa pembekalan atau pengajaran keterampilan
tersebut semata-mata disebabkan tuntutan pekerjaan kelak.
Penyiapan keterampilan para tamatan sekolah untuk bakal terjun di masyarakat kerja, juga
ditentukan oleh suatu misi sekolah, apakah ia sekolah umum atau kejuruan. Misi suatu sekolah
apakah ia bertugas mempersiapkan tamatannya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi (jalur akademis), atau untuk bekerja (jaIur vokasional), atau untuk kedua-duanya,
akan mewamai pendidikan keterampilan yang diajarkan oleh pibak sekolah yang bersangkutan.
Dengan adanya hal itu, para pemakai lulusan sekolah tentunya sudah tanggap, Julusan dengan
keterampilan mana (atau apa) yang mereka butuhkan dan itu harus dialamatkan pada sekolah
yang sesui dengan misinya.

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Seperti dikemukakan oleh Pratt diatas, kurikulum adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia
pasti mempunyai komponen-komponen atau bagian-bagian yang saling mendukung dan
membentuk satu kesatuan yang terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah sistem bersifat
harmonis, tidak saling bertentangan. Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan akan direncanakan mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan, isi,
organisasi dan stratei (Winarno Surahmad: 9).

1. Tujuan
Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang
dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa
jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum sekolah pasti dcantumkan
tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua
tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan Pendidikan yang harus dicapai secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman. keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
diharapkan oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya tujuan ini disebut
tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam sebuah kurikulum sekolah, terdapat dua macam
Tujuan institusional umum dan khusus yang keduanya selalu menunjukkan keinstitusionalannya.
(kedua tujuan ini biasanya dkantumkan dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).
b. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang meliputi tujuan kurikulum dan
instuksional yang terdapat dalam setiap GBYP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) tiap
bidang studi. Baik tujuan kurikulum maupun instruksional juga meneakup aspek-aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dihuapkan dimiliki anak setelah
mempelajari tiap bidang studi atan pokok bahasan dalam proses pengajaran.

2. Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar
mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang
diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi
ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria
apa suatu bidang studi menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu, maka jenis
bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan berbeda dengan sekolah
yang lain, misalnya SPG.
Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya adalah isi kurikulum itu sendiri, atau
ada juga yang menyebutnya sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk
pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran. Uraian bahan
pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar
di kelas oleh pihak guru, Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan didasarkan pada
tujuan instruksional.

3. Organisasi
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka program-
program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur
horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian kurikulum dalam bentuk penyusunan
bahan-bahan pengajaran yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata
pelajaran itu dapat secara terpisah (sparate subject), kelompok-kelompok mata pelajaran
(correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program
pendidikan moupun, akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.
Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. MisaInya
apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan antara keduanya
dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk dalam hal ini adalah Juga
masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi untuk setiap tingkatan. Misalnya
bidang studi Bahasa Indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas
I, II dan Ill. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
4. Stretegi
Dengan komponen strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam kurikulum di sekolah. Masalah
strategi pelaksana itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran,
penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah sceara keseluruhan, pemilihan
metode pengajaran, alat atau media pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran
misalnya, dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang studi) atau dengan
cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran dan sebagainya

KOMPONEN KURIKULUM
(Drs. Hendyat Soetopo, MYd dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam bukunya Pembinaan don
Pengembangan Kurikulum Sekolah)
1. Komponen Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan yang
lain merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks
pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan suatu program untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah
telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalm sekolah yang
bersangkutan.
Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah :
1. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketarampilan
dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program
pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau tujuan lembaga, misainya
tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah
kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah
yang bersangkutan.
2. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap bidang
studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya.
Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap
yang kita harapkan dinliliki oleh murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu
sekolah tertentu. Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu
kegurun di SPG dan sebagainya.
Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya ada yang kita sebut
tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, dimna tujuan instruksional
merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler. Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan
instruksional inilah kemudian ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang
studi pada suatu sekolah tertentu.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas tentang tujuan
pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan
Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.

1. Tujuan Pendidikan Nasional


Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan yang tertinggi dalam kegiatan
di negara kita. Tujuan ini sangat umum dan sangat ideal, yang penggambarannya disesuaikan
dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan
tanggung jawab dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung rasa, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya dan sesama manusia dongan ketentuan yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat dijabarkan sebagai membentuk
manusia yang Pancasilais;
- Scehat jasmani dan rohani ;
- Berpengetahuan dan berketerampilan
- Bertanggung jawab
- Demokrasi;
- Tanggung rasa
- Cerdas ;
- Berbudi pekerti yang luhur ; dan
- Mencintai bangsa dan sesamanya.

2. Tujuan Institusional
Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada suatu tingkatan.
Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan adanya suatu tujuan pendidikan
yang kita sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita akan mengenal tujuan institusional SD,
SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan menggambarkan tujuan
pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga pendidikan itu. Agar tidak tercapai
penyimpangan maka tiap tujuan institusional harus didahului dengan pengertian pendidikan,
dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini disamping untuk menghindari
penyimpangan juga untuk menghindari salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya
Tujuan pembangunan dan pendidikan nasional.
Sebagai gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka tujuan pendidikan di SPG (Sekolah
Pendidikan Guru) sebagai lembaga Pendidikan Guru yaitu
I. Pengetian Pendidikan
II. Dasar Pendidikan
III. Tujuan Pendidikan Nasional
IV. Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru.
Tujuan Khusus Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan ini kita akan mencoba memberikan
gambaran tentang tujuan umum dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :
(1) Tujuan Unrum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru; ialah agar lulusannya:
a. Sehat jasmani dan rohani,
b. Menjadi warga negara Indonesia yang bemoral Pancasila yang memiliki sifat-sifat yang bark
dan konstruktif sebagai warga masyarakat, serta menerima dan percaya kepada kaidah-kaidah
dan cara-cara pengalaman agama masing-masing baik dalam peribadatan maupun kehidupan
lainnya.
c. Memiliki pengetahun, keterampilan dan nilai serta sikap yang diperlukan untuk:
3. Melaksanakan tugasnya secara efektif sebagai guru di Lembaga Pendidikan Dasar yaitu SD
atau TK.
4. Mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan profesinya.
5. Menggunakan pronsip pendidikan seumur hidup di sekolah maupun di luar sekolah sebagai
alat utama bagi kemajuan pribadi dan masyarakat.
6. Mengembangkan dan membina kepemimpinan yang demokratis yang bertanggung jawab
dalam interaksi sosial dengan murid-murid daur anak-anak.
7. Menggunakan prinsip kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial dalam kehidupan,
pergaulan sekolah dan keluarga secara bertanggung jawab.
(2) Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru ialah agar lulusannya :
a. Memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk kepentingan dirinya dan atau untuk
melaksanakan program pengajaran di SI), dalam bidang :
1. Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang dianutnya.
2. Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
3. Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.
4. Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.
5. O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.
6. Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang sederhana.
7. Matematika
8. Ilmar Pengetahun Alam
9. Ilmu Pengetahuan Sosial
10. Kesenian yang meliputi seni rupa, seni musik dan atau seni drama dan tari.
11. Pendidikan keterampilan yang meliputi jasa, kerajinan dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga (PKK), pertaman, peternakan dan atau perikanan.
12. Ilmu Keguruan dan meliputi pedagogik, dasar dan tujuan pendidikan nasional Indonesia,
dasar psikologis dan interaksi belajar mengajar, psikologis pendidikan, psikologis
perkembangan, teknik penilaian pendidikan, bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik
umum, alat bantu dan komunikasi pendidikan, metodik khusus untuk tiap bidang studi yang
diajukan pendidikan dasar dan pendidikan dan pengembangan.
b. Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk
1. Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila dan
sehat.
3. Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif dengan murid dalam mengerjakan bidang
pengajaran yang diberikan di pendidikan dasar yang meliputi kemampuan menyusun program
pengajaran. kemampuan melaksanakan program yang telah disusun dengan menggunakan
metode teknik, dan alat yang sesuai kemampuan mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan
memberikan bimbingan kepada murid yang menghadapi kesulitun.
4. Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.
5. Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan dunia pendidikan.
6. Mengarang dan menulis.
7. Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber lingkungan.
8. Melaksanakan penelitin sederhana.
c. Memiliki nilai dan sikap yang meliputi
1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan diri kepada berbagai kepada keadaan
anak dan memperlakukan anak secara obyektif.
3. Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif terhadap pengaruh kebudayaan asing.
4. Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar yang bisa dilakukan.
5. Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terruama
dalam hubungannya dengan profesi keguruan dan pendidikan, bercita-cita untuk maju, bersedia
untuk bertindak sebagai perintis, percaya kepada diri sendiri.
6. Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab kepada tugas dan mengutamakan prestasi.
7. Makarya dan efisien.
8. Hidup sehat.
9. Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.

3. Tujuan Kurikuler
Suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan sejumlah
isi pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman belajar
yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini dapatlah dirumuskan babwa yang
dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai setelah si anak mengikuti sejumiah program
pengajaran yang diberikan dalam lembaga pendidikan itu. Dalam hal ini maka menurut SPG
ditetapkan sejumlah 11 (sebelas) tujuan kurikuler yang barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa
setelah menamatkan pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari tujuan
institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan kurikuler ini harus mencerminkan dan
mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau dengan kata lain
maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan harus nampak pada tujuan
kurikuler ini.

4. Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan yang terdahulu
dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar
secara langsung yang terjadi pada setiap hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus
dirumuskan pada saat penyusunan atuan pelajaran.
Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
a. Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan didalam kurikuler.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini perumusannya dilakukan oleh guru
sendiri pada saat menyusun satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak
menerima pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang merupakan
syarat TIK :
a. TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional misainya menuliskan,
menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang
non operasional misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan sebagainya.
b. TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.
c. TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang spesifik. TIK hendaknya megandung hanya
satu jenis tingkah laku.

2. Komponen Materi (Isi dan Struktur Program)


1. Isi Kurikulum
Sebagai mana kurikulum 1975 maka untuk kurikulum SPG yang berlaku saat berisi :
(1) Pokok-pokok bahasan adalah merupakan perincian bidang pengajaran untuk dijadikab bahan
pelajaran bagi para. siswa agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(2) Bahan pengajaran adalah mutan penyampaian pokok bahasan tersebut dari yang satu ke tahun
pelajaran yang berikutnya, dari semester yang satu ke semester yang berikutnya
(3) Sumber bahan yaitu bempa resources dimana proses belajar mengajar memperoleh sejumlah
pengalaman belajar. Sumber ini dapat berupa tempat (museum, kantor, stasiun dan sebagainya),
orang ( camat, kep. Desa, petani, sopir dan sebagainya), atau barang cetakan (buku, majalah,
surat kabar, brosur dan sebagainya.)
(4) Garis-garis besar program pengajaran (GBPP), adalah merupakan penjelasan terperinci dari
setiap bidang pengajaran yang telah ditentukan pembagian dan penyebaran waktunya dalam
seminggu, catur wulan, semester seperti yang diatur dalam struktur program kurikulum, dalam
GBPP berisi:
(a) Tujuan kurikululer
(b) Tujuan instruksional
(c) Pokok babasan/sub pokok bahasan
(d) Bahan pengajaran
(e) Sumber bahan.

2. Sruktur Program
Untuk struktur program ini jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Program pendidikan (di SPG)
Program Pendidikan di SPG terdiri dari :
1. Pendidikan untum meliputi pendidikan Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, o1ah Raga dan Kesehatan.
2. Pendidikan Keguruan meliputi ilmu keguruan dan praktek keguruan.
3. Pergajaran di SD/pendidikan spesialisasi/pembangunan meliputi IPS, Matematika, Pendidikan
Kesenian, Pendidikan Keterampilan.

3. Koomponen Organisasi don Strategi


Disamping tujuan dan isi, setiap kurikulum mengandung unsur organisasi dan strategi.
1. Organisasi
Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenai apa yang disebut struktur horizontal dan
struktur vertikal.
a. Struktur Horizontal
Struktur horizontal suatut kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum im diorganisasikan
dalam bentuk :
1. Mata-mata pelajaran secara terpisah (subjec centered) misalnya : Biologi, Fisika, Sejarah, Ilmu
bumi dan sebagainya.
2. Kelompok-kelompok mata pelajaran yang kita sebut bidang studi (broadfield) misalnya IPS,
IPA. Kesenian, Matematika dan sebagainya.
3. Kesatuan program tanpa mengenai mata pelajam maupun bidang studi (integrated program).
Selanjutnya, dalam struktur horizontal tercakup pula jenis-jenis program yang dikembangkan
dalam kurikulum tersebut, misalnya program pendidikan unnum, program pendidikan keguruan,
program spesialisasi dan sebagainya.
b. Struktur Vertikal
Struktur vertikal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum tersebut dilaksanakan
melalui :
3. Sistem kelas misalnya kelas l, II, III dan seterusnya dimana kenaikan kelas diadakan disetiap
tahun secara serempak.
4. Program tanpa kelas, dimana perpindahan dui suatu tingkat program ke tingkat program
berikutnya dapat dilakukan setiap waktu tampa harus menunggu teman-teman yang lain.
5. Kombinasi antara sistem A dan B.
Selanjumya, dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistom unit waktu yang digunakan,
misalnya apakah sistem semester atau catur wulan.
Akhirnya struktur program ini menyangkut pula masalah penjadwalan dan pembagian waktu
untuk masing-masing bidang studi, isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
2. Strategi
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh didalam melaksanakan
pengajaran, dan didalam mengadakan penilaian, cara didalam melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan dan cara dalam mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan.
Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara yang berlaku secara umum maupun
cata dalam menyajikan setiap bidang studi, termasuk cara (metode) mengajar dan pelajaran yang
digunakan.
Komponen metode ini menyangkut komponen metode atau upaya apa saja yang dipakai agar
tujuan pendidikan dapat tercapai. Dalam hal ini tentu saja metode yang dipergunakan hendaknya
relevan terhadap tujuan yang ditetapkan sebelumnnya, dengan mempertimbangkan kemampuan
guru, lingkungan anak serta sarana pendidikan yang ada. Dalam pelaksanaannya tidak ada satu
metode yang baik untuk segala tujuan, atau dengan kata lain kita harus memperhatikan tujuan
dan situasi, karena suatu metode cocok untuk mencapai suam tujuan akan tetapi belum tentu
cocok untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Untuk itu guru harus mengetahm kapan ia harus
menggunakan metode mengingat sifat-sifat polivalent dan polipragmatis dari suatu metode.
Dengan polipragmatis dimaksud adalah penggunaan satu metode untuk mencapai tujuan lebih
dari satu tujuan; sedang polivalent adalah penggunaan lebih dari satu metode untuk mencapai
satu tujuan. Dalam penympaian seperti kurikulum yang berIalw niisalnya (kurikulum 1975)
kurikulum SPH juga menggunakan pendekatan PPSI yang dikembangkan melalui satuan
pelajaran dan modul. Dengan metode ini proses pengajaran (belajar-mengajar) dipandang
sebagai suaw sistem. Adapun macam-macam metode dapatlah kita kemukakan sebagai contoh
metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen, pemberian tugas, karyawisata,
sosiodrama, bermain peranan, kerja kelompok diskusi, simposium, seminar dan sebagainya.

4. Komponen Sarana dalam Kurikulum Lembaga Pendidikan Guru (SPG) meliputi


a. Sarana personal yang terdin dan
a. Guru
b. Tenaga edukatif yang tidak mengajw seperti konselon
c. Tenaga teknis non edukatif misaInya tenaga tata usaha.
b. Sarana material yang terdiri dari
1) Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional, teksbook, alat atau media pendidikan,
sumber yang menyediakan bahan instruksional atau pengalaman belajar dan sebagainya.
2) Sarana fisik yang terdin dari gedung sekolah, kantor, laboratorium, lapangan batsman sekolah
dan sebagainya.
3) Biaya operasional yaitu tersedianya biaya dan dana untuk penyelengguaan pendidikan.
c. Sarana Kepemimpinan
Sarana kepemimpinam ini akan memberi dukungan dan pengamanan pelaksanaan, serta
member! bimbingan. penggunaan dan menyempurnakan program pendidikan.
d. Sarana Administrasi
Pendidikan administratif disini dapat disebutKan sebagai
- Pedoman Khusus Bidang Pengajaran
- Pedoman Penyusunan Sawn Pelajaran
- Pedoman Praktek Keguruan
- Pedoman Bimbingan Siswa
- Pedoman Administrasi Dan Supervisi

e. Komponen Evalusasi
Pendidikan adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun mempalari keperluan dari
masyarakat. Untuk itu maka sekolah termasuk juga didalamnya termasuk juga harus peka
terhadap perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu kurikulum sebagai
bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus juga konsumsi bagi masywakat juga harus dinilai
terus menems serta menyclums terhadap bahan atau program pengajuan. Disamping itu penilaian
terhadap kurikulum dimaksudkan juga sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan
sarana dalam rangka membina dan memperkembangkan kurikulum lebih lanjut. Sedangkan
penilaian dapat dilakukan oleh semua pihak baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari
kalangan petugas-petugas pendidik.

1.1. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


Landasan Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik tolak
berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembahaman tertentu seperti penemu.an
teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah. Titik sampai
berarti kuirikulum harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasikan
perkembangan tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-
tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat
dan tuntutan-tuntutan kultur tertentu.
Disini hanya dipaparkan landasan secara umum dan sepintas, sedangkan uraian secara detail
dapat dibaca pada kurikulum man dapat dijabarkan sendiri sesuai dengan kondisi Indonesia.
Tentang landasan ini para ahli mengemukakan berbagai pendapat, sebagai gambaran ummin
kami paparkan pandangan tiga ahli kurikulum.
Landastur Pengembangan Kurikulum

1.2. KURIKULUM DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


1. Pengembangan Kurikulum
No Aspek Saylor & Alexander Ausbrey Haan Hilda Taba
1. Sosiologi Contenporary The variety background of children - The analysis society
- The analysis of culture
- Current conception of the funtions of the school
No Aspek Saylor & Alexander Ausbrey Haan Hilda Taba
2. Filosofis An Expression of values Methods & values of e free society -
3. Psikologis Child as a learner - Dynamic of children’s learning
- Theory of individual growth
- Complex factor that Psycology of learning
- Learning theories
- The concept of development
- The transfers of learning
4. Contribute to children’s personality growth. - Social and culture learning
- The extension of learning
5. “Scientific” - - The nature of knowledge
- The content of the disciplines

Apabila diajukan pertanyaan : apakah kurikulum, itu ? setiap orang yang ditanya akan menjawab
sama atau berbeda satu sama yang lain. Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan
tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang juga bervariasi mengenai pengertian kurikulum
im.
Kata "kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang berarti "jalur pacu", dari secara
tradisional kurikulum sekolah disajikan seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais,
(1976 : 6). Labih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni : (i).
Kurikulum sebagai program pelajaran, (ii). Kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii). Kurikulum
sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum, sebagai pengalaman dibawah
tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan.
Sedangkan Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai
pengetahuan yang diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus mengajar, (iii). Kurikulum
sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum sebagai pengalaman, (v). kurikulum sebagai
pengalaman belajar terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii). Kurikulum
sebagai suam rencana pembelajaran, (viii). Kurikulum sebaga sistem produksi sceara teknologis,
dan (ix). Kurikulum sebagai tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan,
berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum
sebagai jalan meraih ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum
sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum sebagai basil belajar, dan (v). kurikulum
sebag pengelaman belajar.
a. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahai bersama, kurikulum merupakan
syarat mutlak dalam pendidikan formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada
kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang pendidikan yang selalu berakhir
dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu
jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari
berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para
pendidik profesional juga memandang curriculum as the relatively standardize grown coveret by
students in their rece toward the finish line (diploma)" (Zais, 1976 : 6 ).
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan
jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk
meraih ijazah.
b. Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah
mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus
diselesaikan oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa kurikulumnya ? seringkali
dijawab bahwa kurikulum adalah PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa
kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang
masili sering terbaca ataupun terdengar. Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan
kurikulum yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran
(Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam
program dikatakan sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan
apabila ada orang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
c. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988 : 1), mengemukakan :
"The curriculum is generally difined as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming
process under the direction and guidance of a school, college or university and its members.
"Defenisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas
menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai suatu rencana yang
dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan
sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam
Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan
untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan. Kurikulum sebagai
sam rencana kegiatan pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan
pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang
dalam kurikulum masih bersifat umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.
d. Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan Baker mendefiniskan kurikulum sebagai 'All
planner leaming out comes for whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24).
Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua rencana hasit belajar (Kamig out
comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini
mengubah pandangan penanggung jawals sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi
kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner & Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai
rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan
bantuan sekolah (atau universitas) agar memungkinkan siswa menambah penguasaan
pengetahuan dan pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil belajar mempakan
serangkaian hasil belajar yang diharapkan. Namun demikian bukan berarti dalam kurikulum
tidak diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil-hasil belajar yang
diharapkan.
e. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep kurikulum yang diuraikan
sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay mengamati
bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum dideferusikan sebagai "semua pengalaman
seorang siswa yang diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980: 14)
sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan kurikulum sebagai "All the means
employed by the school to provide students with opportunities for desirable leaming
experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita bahwa semua yang bemaksud
dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh
pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah kurikulum. Berdasarkan defenisi
kurikulum, belajar tersebut dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang
direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai pengalaman
belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan sesuatu.
Kelima konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum sehagai jalan meraih ijazah, (ii).
Kunkulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana kegiatan belajar,
(iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum sebagai penglaman belajar, semua benar
tergantung dari cara memandangnya. Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang
dijadikan acuannya. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : "
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan" serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar " (Depdikbud, 1989: 3),
sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing satuan
pendidikan " (Depdikbud, 1989 : 15). Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang cukup lengkap
dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus
dikembangkan.

2. Landasan Pengembangan Karikalum


Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan
dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada
dalam masyarakat (Depdikbud, 1986: 1). Adapun yang dimaksud dengan pengembangan
kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan.
Hal tersebut meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan
kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ? Apa prosedur yang akan digunakan
dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau
konsultasi universitas ? jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan diatur ? (Zais, 1976
: 17) sedangkan Bondi dan Wiles (1989 : 87) mengemukakan babwa pengembangan kurikulum
yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan suatu
analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan serangkaian pengalaman yang
berhubungan, dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan
kurikulum adalah suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba,
1962 : 6).
Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam
pengembangan kurikulum diperlakan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Seperti yang
tercantum dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan pengembangan dikemukakan
bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur, yaitu : (1). Nilai dasar yang
mempakan falsafah dalam penyelidikan manusia seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin
dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum studi, maupun surve lainnya.
(3). Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotannya
(Depdikbud, 1986 : 1). Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan Pengembangan
Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum, yang
acapkali disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentu) pengembangan kurikulum.
a. Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa
yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan
(dalam arti seluas-luasnya) (Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang dimiliki oleh
masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian
pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam
pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan
landasan filosofis pertyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu
studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai
kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Oleh karena itu landasan
filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai
kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masysarakat. Secara logis dan realistis,
landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem berbeda dengan pendidikan yang
lain. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan
lembaga yang lain. Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majemuk. Untuk
landasan filosofis pengembangan kurikulum secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai
dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni pancasila.
b. landsaan Sosial- Budaya - Agama. Realitas sosial-budaya - agama yang ada dalam masyarakat
merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan
pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok individu-individu yang
diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka
Joni, 1983 : 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh terhadap
individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada taaf-taraf tertentu juga mempunyai
pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 :5) kebersaman individu-individu dalam
masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai individu yang menjadi pegangan Mdup dalam
interaksi di antana mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh individu-
individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial
budaya. Nilai-nilai keagamaam berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap
ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh kreena nilai agama berhubungan dengan
kepereayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya
melepaskan kepereayaannya (Rika Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai sosial- budaya masyarakat
bersumber pada basil karya akal budi manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan,
melestrikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian, apabila
terhadap nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan akaInya akan
dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih bersifat sementara bila dibanding
nilai-nilai keagamaan. Untuk menerima melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau
penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan
pendidikan yang dirancang melalui kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu
landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
c. Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan merupakan usaha penyiapan
subjek didik ( siswa) meng hadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin
pesat ( Raka Joni, 1983: 25 ). Perubahan masarakat mencakup nilai yang disepakati oleh
masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat pula
tersebut, sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai
kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki
kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun dengan demikian menurut Damd Joesoep (1982
dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk
perkembangan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran ( logika), perasaan (estetika),
dan kemuan (etika). Ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada
pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaaan atau estetika. Mengingat
pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubaban yang makin pesat,
temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni.
d. Landasan perkembangan masyarakat. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang.
Mungkin pada msyarakat tertentu perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat
lainnya cepat baik sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat
juga dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam
masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan masyarakat. Nilai-nilai sosial
budaya agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan
masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat, dan kebutuhan msyarakat akan membantu
menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut
tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka, diperlukan
rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan
masyarakat itu sendiri.
Pengertian kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan kurikulum yang telah diuraikan
sebelumnya, akan merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum
lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu memantapkan perasaan anda mengenai
pengertian kurikulum dan landasan - landasan pengembangan kurikulum.

1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.


1. Komponen kurikulum
Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih
dahulu mengenal konaponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler
(1950 dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important as a part of a compherensive theory or
organization to indkate just what kinds of elements. An in a given currkulum it is important to
identify the partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut, tampak
pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrck (1950 dalam Taba,
1962: 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan (obejetives), mata pelajaran (subject
matter), metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evolution). Sedangkan
ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals,
and objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations (Zais, 1976: 295). Nana Sy.
Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi tubuh kurikulum yang
utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan
uraian tentang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang
terdiri dari : tujuan, materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a. Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan
fundamental yang peka sekali, karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi
bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais,
1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya,
karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam
kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais
(1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang
ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang
disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia. Hirearki vertikal tujuan
kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan
kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional
merupukan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan
kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan
institusional) mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada
tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran bidang studi,
karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju"
kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan
kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa.
Tujuan pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan
Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam
perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan
sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang
lebib tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut mempakan hirarki nujuan kurikulum Indonesia.
Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat seperti
terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan Dokumen Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan UU SPN & GBHN Menteri Dikbud
Tujuan Kelembagaan Kurikulum Tiap Lembaga Kepala Sekolah
Tujuan Kurikuler GBBP Guru Mata Pelajaran / Bidang Studi / Kelas
Tujuan Pengajaran GBPP & Rancangan Pembelajaran Guru Mata Pelajaran

tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun


1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja
berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan zaman.
Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum
tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum
1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan,
tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan
pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995
tersebut, ditujukan untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
b. Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan
fonnal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan
tujuan kurikulum dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting
yang diinginkan pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk
mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy.
Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja
yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang
mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang
kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting,
maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar
(Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan, nilai-
nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman
belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir
dan strata disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan
pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan
kurikulum. Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada
pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : Selecting the content, with accompanying leaming
experiences, in one of the two central derision in currkulum making, and there fore rational
method of going about it is a matter of great concert "
c. Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal
pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk
belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa
sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba
tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk
mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian
kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya
pengorganisasian kurikulum dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta
pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah
proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum
berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek
kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk
melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan kurikulum
dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas
merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk
mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi
kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah
kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi
interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara
keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat
digunakan sebagai dasan pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa
evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum,
evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan
informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara
tepat.

BAB IV
MOTIVASI BELAJAR

4.1. Pengertian dan Pentingnya Motivasi


Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi.
Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan dan merangsang.
Motivate sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak (Echols, 1984). Motif adalah keadaan
dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas
tertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels
(1987) mengemukakan bahwa motif adalah penggerak dalam diri seseorang mau melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai suatu tujun tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan dari penggerak psikis
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi
mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa
senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi linggi yang
banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motiasi belajar tinggi
sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit putus kesalahan dalam belajarnya
(Palardi, 1975).
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali dalam
proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut:
tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh ; tertarik pada mata
pelajaran yang diajarkan ; mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya

terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas; ingin identitas dirinya
diakui oleh orang lain; tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu
mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali; dan selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah:
tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara. terus menerus dalam waktu lama; ulet
dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi yang
diperoleh; menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih
suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain; tidak cepat bosan dengan tugas-
tugas rutin; dapat mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa yang diyakini;
senang mencari dan memecahkan masalah.
Suatu hal yang penting adalah bahwa motivasi pada setiap tingkat yang diatas hanya dapat
dibangkitkan apabila telah diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya. Bila kita ingin anak
belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh tingkat 1-4. Anak yang lapar, merasa
tidak aman, yang tidak dikasihi, yang tidak diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang
guncang harga dirinya, tidak akan dapat belajar dengan baik.
Motivasi kelakuan manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan para
ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu "daya" dalam
mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat penting bagi pelajaran
di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar ini. Hewitt (1968) mengemukakan
bahwa "attentional set” merupakan dasar bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial.
artinya anak itu suka bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan
penghargaan dari teman-temannya dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga
dirinya di kalangan kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi anak
menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan intelektual. Dengan
reinforcement yakni penghargaan atas keberhasilannya motivasi itu dapat dipupuk. Taraf
motivasi tertinggi menurut hewitt ialah motivasi untak "achievemenf' atau keberhasilan yang
merupakan syarat agar anak im didorong oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasan dalam
mengatasi tugas-tugas yang kian bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu
sanggup untuk belajar sendiri.
Juga peneliti lain mengemukakan pentingnya reinforcement berupa pujian, penghargaan yang
diberikan bila hasil belajar anak mendekati bentuk kelakuan yang di inginkan, dan tidak perlu di
tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya. Siswa perlu diberitahukan tentang hasil
pekerjaanya sehingga ia dapat menilai keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu
harus meningkat dalam bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa putas atas
keberhasilannya menurut standar yang ditentukannya sendiri.

Pentingnya motivasi
Secara konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau perolehan belajar. Pembelajaran
yang tinggi motivasi, umumnya tinggi pula perolehan belajarnya. Sebaliknya, pembelajaran yang
rendah motivasinya, rendah pula perolehan belajarnya. Demikin juga pembelajuan yang sedang-
sedang saja motivasinya, umumnya perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.
Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam belajar berhubungan dengan
tingginya prestasi belajar. Bahkan pada saat ini, kaitan antara motivasi dengan perolehan dan
atau prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam kerjapun, motivasi mi juga sangat prating.
Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi
umumnya juga mempunysu prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang mempunyaj
motivasi berprestasi tinggi juga menunjukkan performansi profesional yang diharapkan atau di
atas rata-rata teman atau sejawatnya.
Bahkan dewasa ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi berprestasi atau motivasi belajar
ini menjadi motif berkompetensi yang dimaksud dengan berkompetensi adalah dorongan-
dorongan untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti dengan jelas, bahwa mereka yang
mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi cenderung lebih mengusai bidang-bidangnya
dibandingkan dengan mereka yang rendah motif kompetensinya.
Oleh karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam peningkatan perolehan belajar. Dalam
khasanah kepustakaan kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara berulang-ulang
sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan, orang yang sukses disegala
bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya motivasi yang mereka punyai.
Juga untuk belajar diperlukan motivasi "motivation is dan essential condition of learning". Hasil
belajarpun banyak ditentuk oleh motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil
pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin
membuktikan kesanggupan manusia. untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang becak
menahankan panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi mempunyai tiga fungsi:
(a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagal penggerak atau motor yang melepaskan
energi.
(b) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
(c) Menyeleksi perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan
yang serasi guna mencapai Tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak
bermanfaat bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam pertandingan, tak
akan menghabiskan waktunya bermain karena, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat, keinginan, maksud, tekad,
kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak, cita-cita, keharusan, kesedihan dan sebagainya.

4.2. Sifat Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik


Motivasi dapat di bedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud
dengan motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu.
Ausabel (1968) berpendapat babwa modyasi yang dikaitkan dengan motivasi sosial tidak begitu
penting dibandingkan dengan motivasi yang bertalian dengan penguasaan tugas dan
keberhasilan. Motivasi serupa ini bersifat intrinsik dan keberhasilannya akan memberi rasa
kepuasan. Selain ini keberhasilan itu mempertinggi harga dirinya dan rasa kemampuannya.
Dalam hal pertama ia didorong oleh motivasi intrinsik yakni ia ingin mencapai tujuan yang
terkandung didalam perbuatan belajar itu. Dalam belajar telah terkandung tujuan menambah
pengetahuan "intrinsk motivations are inherent in the learning situasions and meet pupil needs
and purposes". Demikian pula bila semang main badminton untuk menikmatinya, didorong oleh
motivasi intrinsik, yakni 'for the pleasure of the activity".
Motivasi belajar secara intrinsik sebenamya memang telah ada. Ini sesuai dengan teori, yang
memandang bahwa segala tindakan manusia, termasuk belajar, adalah karena terdapatnya
tanggungjawab internal pada diri manusia itu. Manusia, dalam sudut pandang teori ini, memang
termsuk makhluk yang baik: tinggi tanggungjawabnya, suka bekerja termasuk belajar, tinggi
militansi kerja atau belajarnya, selaia ingin berprestasi. Berarti, dalam diri manusia sebenarnya
terdapat dorongan-dorongan yang kuat untuk belajar.
Sungguhpun demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan agar seseorang tetap belajar.
Rekayasa lingkungan antara lain dapat berupa motivasi ekstrinsik. Mengapa motivasi ekstrinsik
perlu diberikan, tak lain karena seseorang tidak senantiasa bemda dalam keadaan menetap. Bisa
terjadi, seseorang yang mempunyai motivasi belajar intrinsik yang demikian tinggi tiba-tiba
melemah. Supaya melemahnya motivasi intrinsik ini tidak sampai berada pada tingkatan yang
sangat rendah, perlu dikontrol dengan menggunakan motivasi ekstrinsik.
Pada orang yang tingleat motivasi intrinsiknya rendah, justru motivasi ekstrinsik ini sangat
diperlukan. Motivasi ekstrinsik yang diberikan secara tepat, justru secara berlahan dapat
mencangkokkan motivasi intrinsik mtuk belajar manakala belajar yang direkayasa dengan
motivasi ekstrinsik tersebut telah menjadi kebiasaan bagi pembelajar. Bahkan kalau sudah
sampai di tahap mempribadi, seseorang akan tinggi motivasi belajarnya secara intrinsik.
Adakah suatu kenyataan, bahwa anak manusia itu tidak sama, termasuk motivasinya.
Ketidaksamaan dalam motivasi intrinsik yang dipunyai ini, dapat dikurangi dengan memberikan
motivasi eksuinsik.
Bila seorang belajar untuk mencari penghargaan berupa angka, hadiah, diploma, dan sebagainya.
Ini didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu,
yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri. "The goal is artifkially introduced". Tujuan
itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila
mereka belajar agar lebib sanggup mengatasi kesulitan kesulitan hidup, agar memperoleh
pengertian, pengetahum, sikap yang baik, penguasaan kecakapan. Hasil-hasil itu sendiri telah
merupakan hadiah.
"The reward of a thing well done is to have done it"(Emerson). Ganjarant bagi sesuatu yang
dilakukan dengan baik ialah telah melakukannya. Jadi motivasi ekstrinsik disini tidak perlu.
Akan tetapi di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik seperti angka-angka, pujian, ijazah,
kenaikan tingkat, celaan, hukuman, dan sebagainya. Motivasi eksifinsik dipakai oleh sebab
pelajaran-pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik dan guru sering kurang mampu untuk
membangkitkan minat anak.
Membangkitkan motivasi tidak mudah. Untuk itu guru perlu mengenal murid, dan mempunyai
kesanggupan Kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak.

4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang mempengamhi motivasi belajar
Motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada hal, motivasi belajar tersebut juga
dipengaruhi oleh banyak unsur antara lain: cita-cita aspirasi penubelajar, kemampuan
pembelajar, kondisi pembelajar, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis belajar.
Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam membelajarkan pembelajar. Oleh karena itu, unsur-
unsur yang mempengaruhi tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang
membelajarkan pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal terhadap motivasi belajar. Jika
unsur-unsur yang mempenguuhi tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan, bisa menjadi
penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.
Sebagai konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur yang mempengaruhi motivasi
belajar dan unsur-unsur yang mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa berupaya
meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut dilakukan dengan
cara mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr /
pembalajaran, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman kemampuan yang di miliki oleh
pembelajar dan mengembangkan cita-cita dan aspirasi pembelajar.
Ausubel mengatakan adanya hubungan antara motivasi dan belajar. Motivasi bukan mempakan
syarat mutlak untuk belajar tak perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita
mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan memusatkan perhatian
kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu berhasil, maka akan timbul motivasi itu dengn
sendirinya dan keinginan untuk lebih banyak belajar. Sukses dalam belajar akan membangkitkan
motivasi untuk belaiar.
Menurut Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal memberikan motivasi, akan tetapi
mengatur kondisi belai sehingga memberikan reinforcement.
Motivasi yang dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas ialah "achievement
motivation" yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebib
mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar kegiatan, termasuk yang berkaitan
dengan pelajari, di sekolah. McClelland (1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat
mempertinggi motivasi ini, misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas, mengetahui
kemajuan yang dicapai, merasa turut benanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.
Peneliti lain, White (1959) mengemukakan konsep kompetensi. Motivasi kompetensi
mempunyai dasar biologis, jadi juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi menyalidiki
aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motiyasj positif yang dinyatakan dengan
istilah "mastery”, "egoinvolvement" (keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa
kegiatan anak tak dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan kebutuhan makan,
minum, dan sebagainya. Akan tetapi karena kegiatan untuk berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai lingkungannya.
Walaupun teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam praktek pendidikan penerapannya
bersamaan. Pelajar harus diberikan ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang baik, rasa
keberhasilan atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran. Keberhasilan dalam
interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan tujuan program pendidikan memberikan rasa
kepuasan dan karena ini merupakan sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar, sehingga
ia sanggup belajar sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat dianggap sebagai salah samtu hasil
pendidikan yang paling penting.

Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi


Ada beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar. Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Cita-cita / aspirasi pembelajar
2. Kemampuan pembelajar
3. Kondisi pembelajar
4. Kondisi lingkungan belajar
5. Unur-unsur dinamis belajar Ipembelajaran
6. Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian berikut :
a. Cita-cita / aspirasi pembelajaran
Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi tertentu didalam hidupnya temasuk
pembelajar. Cita-cita atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak juang,
meskipun rintagan yang ditemui sangat banyak dalam mengejar cita-cita dan aspirasi tersebut
seseorang tetap berusaha semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan
aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi terhadap motivasi
belajar seseorang.
Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih sedang belajar dijenjang pendidikan
dasar, tentu menggemari terhadap mata pelajaran-mata pelajaran dan bacaan-bacaan yang
berkaitan erat dengan ilmu kesehatan. Meskipun mata pelajaran tersebut masih terintegrasi
dengan mata pelajaran IPA, ia akan lebih bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena
itu. ia akan lebih temotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lainnya.
Sebaliknya seseorang yang kebetulan berstatus mahasisma dan dahulunya bercita-cita menjadi
ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh orang tuanya mengambil jurusan teknik elektro. Dapat
dipastikan kesungguhan belajarnya akan berkurang karena apa yang ia pelajari tidak sesuai
dengan cita-cita dan aspirasinya. Ketidaksungguhan dalam belajar demikian ini tentu lantaran
jurusan yang dipaksakan oleh orang tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia
kendor motivasinya, bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah menengah ia tinggi motivasi
belajarnya sebaliknya pada saat sudah menjadi mahasiswa motivasi yang tinggi tersebut berubah
menjadi rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan aspirasi pembelajaran ini perlu
diperhitungkan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar seseorang, karena cita-cita atau
aspirasi ini mempengaruhi motivasi belaiar.
Jika kaitan antara cita-cita atau aspirasi pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini
diskemakan seperti tampak dibawah ini:

b. Kemampuan PeMbelajar
Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Menuntut seseorang sebagaimana
orang lain dari bingkai penglihatan demikian tentulah tidak diberikan. Sebab, orang yang
mempunyai kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang mempunyai
kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang berkemampun tinggi, akan menjadi malas jika
dituntut sebagaimana mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah diperhatikan dalam proses belajar
pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi motivasi
belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi belajarnya terhadap bidang
tertentu oleh karena yang bersangkutan rendah kemampuannya dibidang tersebut.
Jika kaitan antara kemampunn pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini diskemakan
sebagai berikut:

c. Kondisi pembelajar
Kondisi pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya dan kondisi psikologisnya. Dua
macam kondisi ini, fisik dan psikologis, umumnya saling mempengamhi satu sama lain. Jiwa
yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya juga berlaku kebalikannya. Bila
seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa berpengaruh juga terhadap ketahanan dan
kesehatan fisiknya.
Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika kondisi fisik dalam keadaan lelah,
umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi fisik berada dalam
keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti, kondisi fisik seseorang
mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang yang sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar.
Demikian juga kalau sedang sakit, tidak bails untuk dipaksa belajar.
Dalam kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress, juga tidak bisa
mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari. Kmena tidak bisa konsentrasi, mka
gairah belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadikan seseorang belajar merasa
terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sama-sama
berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada masa-masa
sebelumnya bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena kondisi fisik dan
psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang, seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa
saja, tiba-tiba berubah karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
Jika diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan motivasi dan perolehan belajar
adalah sebagai berikut:

d. Kondisi lingkungan belajar


Sudah umum diketahui bahwa yang menentukan motivasi belajar seseorang, selain faktor
individu juga faktor lingkungan. lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab, individu secara sadar
ataukah tidak, senantiasa tersosialisasi oleb lingkungannya. Lingkungan belajar ini meliputi :
lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Yang dimaksud dengan lingkurigan fisik adalah tempat dimana pembelajar tersebut belajar.
Apakah tempat belajarnya nyaman ataukah tidak, apakah tempatnya segar atau pengap. Hal-hal
demikian ini berpengaruh terhadap motivasi belajar. Demikian juga yang amburadul, tidak
memberikan gairah bagi belajar seseorang. Sebaiknya tempat yang teratur, yang tertata rapi,
mendorong seseorang bergairah belajar. Tempat belajar yang berisik oleh suara bisa menganggu
belajar, yang tenang, bisa menimbulkan gairah belajar. Jadi lingkungan fisik berpengaruh
terhadap motivasi belajar.
Lingkungan sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalm kaitannya dengan orang lain.
Contohnya berupa lingkungan sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar. Sungphpun
faktor pribadi pribadi seseorang lebih menentukan terhadap diri sendiri tetapi harus diakui bahwa
lingkungan sosial juga menentukan motivasi belajar seseorang. Contohnya jika dalam
lingkungan sosial seseorang tidak terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya belajar
itu yang dikembangkan oleh seseorang.
Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang berada dilingkungan tersebut
akan terbawa serta untuk belajar seperti orang lain. Baik secara sadar atau tidak. Kaitan antara
kondisi lingkungan belajar dengan motivasi dan perolehan belajar adalah sebagai berikut :

e. Unsur-Unsur Dinamis belajar pembelajar


Unsur dinmis belajar pembelajar meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belaiar
b. Bahan belajar dan upaya penyediannya
c. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya
d. Suasana belajar dan upaya pengembangannya
e. Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya
Oleh karena itu, unsur- unsur dinamis dennkian ini patut diperhatikan agar motivasi belajar
pembelajar menjadi tinggi. tingginya motivasi belajar berimplikasi bagi maksimainya perolehan
belajar pembelajar.
Unsur dinamis belajar dan pembalajar Motivasi belajar pembelajar Perolehan belajar pembelajar
jika kaitan antara unsur-unsur dinamis dalam belajar dengan motivasi dan perolehan belajar
adalah sebagai berikut :

f. Upaya Guru dalam Membelajarkan pembelajar


Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar juga berpengaruh terhadap motivasi belajar. Guru
yang tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan pembelajar juga bergairah
belajar, guru yang sungguh-sunggub dalam membelajukan pembelajar, menjadikan tingginya
motivasi belajar pembelajar. Pada guru yang demikian umumnya mempersiapkan diri dengan
matang dan senantiasa memberikan yang terbaru dan terbaik kepada pembelajar. Oleh karena
yang di berikan tersebut menarik. Terbaik dan mungkin terbaru. Maka tingkat aktualitasnya
sangat tinggi dimata pembelajar. Sebagai akibatnya, hal-hal yang disajikan oleh guru menjadi
menarik dimata pembelajar. Menariknya hal-hal yang diberikan ini hisa menjadikan tingginya
motivasi pembelajar.
Sebaliknya pada guru yang tidak bergairah dalar membelajarkan pembelajar, umumnya
mengulang saja pelajaran yang di berikan dari tahun ketahun. Proses belajar pembelajar terasa
kering dan kehilangan nuansa. Akibat dari proses belajar pembelajaran demikian ini, pembelajar
tidak bergairah dan babkan mungkin kehilangan motivasi. Hal demikian bisa lebib parah lagi.
manakala guru yang membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang demikian ini.
Oleh karena itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar sangat krusial dalam
meningkatkan motivasi pembelajar. Jika di skemakan antara upaya guru untuk membelajarkan
pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar pembelajar adalah sebagai berikut :

Upaya Meningkatkan motivasi belajar


Upaya belajar senantiasa bergelombang. Adakalanya bergerak naik dan adakalanya bergerak
turun. Tidak jarang motivasi belajar hanya mendatar saja. Oleh karena demikian " watak"
motivasi tersebut, maka diperlukan upaya untuk meningkatkannya. Dengan demikian, motivasi
belajar yang di punyai oleh pembelajar bisa cenderung naik dan atau minimal Menetap.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan motivasi pembelajar,
yaitu :
1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar
2. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis belajar / pembelajaran
3. Mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman / kemampuan yang telah dimiliki dalam belajar
4. Mengembangkan cita-cita / aspirasi dalam belajar
Secara berturut-turut, ketiga cara tersebut di kemukakan sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar
Ada beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam belajar. Prinsip tersebut adalah :
a. Prinsip perhatian dan motivasi belajar
b. Prinsip keaktifan belajar
c. Prinsip keterlibatan langsung pembelajar
d. Prinsip pengulangan belajar
e. Prinsip sifat perangsang dan menantang dari materi yang dipelajari
f. Prinsip pemberian balikan dan penguruan dalam belajar
g. Prinsip perbedaan individual antar belajar
Ketujuh prinsip ini diterapkan secara optimal agar pembelajar mempunyai motivasi yang tinggi
dalam belajar.
Ada dua cara dalam mengoptimalkan penerapan prinsip belajar tersebut. Pertama, menyusun
strategi-strategi sehingga prinsip-prinsip tersebut dapat terterapkan secara optimal. Strategi
disini, dari pandangan-pandangan dan temuan-temuan teoritik dan dapat pula digali dari kiat
guru sendiri. Temuan-temuan ahli psikologi pendidikan dan temuan-temuan ahli pengajaran part[
digali hingga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar.
Kedua, menjauhkan konstrain-konstrain (kendala-kendala) yang ditemui dalam mengoptimalkan
penerapan prinsip-prinsip belajar. Kendala demikian ini patut dijauhkan, agar tidak mengganggu
bagi penerapan prinsip-prinsip belajar.

2. Mengoptimalkan Unsur-Unsur Dinamis Belajar / Pembelajaran


Mengingat unsur-unsur belajar / pembelajaran dapat mempengaruhi motivasi, maka ia perlu di
optimalkan penerapannya. Pengoptimalan demikian mi perlu dilakukan agar motivasi belajar
siswa juga optimal.
Cara mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar / pembelajaran dalah : pertama,
menyediakan secara kreatif berbagai unsur belajar pembelajaran tersebut dalm setting belajar
pembelajaran. Penyediaan secara kreatif ini perlu dilakukan, katena umumnya ketika tidak ada
guru dan menerima kondisi tersebut apa adanya. Contohnya peralatan pengajaran yang tidak
tersedia dapat disediakan dengan merancang sendiri bersama-sama dengan pembelajar.
Kedua, memanfaatkan sumber-sumber diluar sekolah sehingga keterbatasan yang dimiliki oleh
sekolah dapat ditanggulangi. Hal demikian dapat dilakukan dengan banyak mengadakan
kerjasama dengan sejumlah lembaga diluar sekolah bahkan diluar dunia pendidikan.

3. Mengoptimalkan Pemanfaatan Pengalaman / Kemampuan Yang Telah Dimiliki Dalam belajar


Setiap pembelajar mempunyai kemampuan dan pengalamn-pengalaman tertentu yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Kemampuan dan pengalaman yang berbeda demikian ini
hendaknya tidak justru menjadi konstrain dalam aktivitas belajarnya. Kemampuan atau
pengalaman masa Ialu ini bisa didapatkan oleh pembelajw melalui aktivitas belajar, dan bisa juga
didapatkan oleh pembelajar melalui aktivitas lain atau aktivitas non belajar.
Pengalaman dan kemampuan masa Ialu ini bisa menjadi konstrain untuk belajar berikutnya,
tetapi tidak jarang bisa mendukung aktivitas belajar. Pengalaman dan kemampuan masa lain bisa
menjadi konstrain belajar, manakala dipandang bertentangan dengan pengalaman belajar
berikutnya oleh pembelajar. Pengalaman dan kemampuan masa Ialu bisa mendukung terhadap
aktivitas belajar manakala sesuai dengan pengalaman belajar berikutnya. Tidak itu saja
pengalamana atau kemampuan masa lalu malahan bisa menjadi prasyarat bagi pengalaman
berikutnya. dan jika kasus yang trakhir ini terjadi, maka pembelajar tidak dapat mempelajari
mata pelajaran berikutnya, tanpa yang bersangkutan telah mempunyai kemampuan dan
pengalaman yang diprasyaratkan. Dkk dan Cany (1981) menyebut pengalamn dan kemampuan
demikian dengan entry behavior.
Yang harus diupayakan guru agar kemampuan atau pengalaman masa lalu justru mendukung
terhadap aktivitas belajar adalah :
a. Biarkan pembelajar dapat menangkap apa yang dipelajari sekarang ini dari perspektif
kemmpuan dan pengalaman masa lalunya. Jangan dipaksa menggunakan perspektif gurunya.
b. Kaitkan aktivitas belajar pada masa sekarang ini dengan kemampuan dan pengalaman yang
sudah dipunyai oleh pembelajar.
c. Gali dulu pengalaman dari kemampuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar melalui tes lisan
atau tertulis sebelum menyampaikan materi berikutnya.
d. Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membandingkan apa yang sekarang dipelajari
dengan kemampuan dan pengalaman yang telah dimiliki.

4. Mengembangkan Cita-Cita / Aspirasi Dalam Belajar


Cita-cita adalah sesuatu yang dikejar oleh seseorang. Kegiatan-kegiatan seseorang, utamanya
kegiatan belajar. Lebih banyak teraksentuasi pada pengejaran dan atau pencapaian cita-cita atau
aspirasi tersebut. Maka dari itu cita-cita atau sapirasi tersebut harus senantiasa dikembangkan
dalam pembelajaran.
Penjurusan yang ada disekolah-sekolah kita, tidak lain adalah demi penampungan aspirasi dan
cita-cita yang berbeda dari masing-masing pembelajar. Demikian juga dengan adanya kurikulum
muatan tokal, yang antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda, adalah dalam rangka
menampung aspirasi dan cita-cita yang berbeda antara, pembelajar didaerah satu dengan daerah
lainnya. Persoalannya adalah, apakah memang benar bahwa dalam pemilihan jurusan tersebut
memang benar-benar sesuai dengan cita-cita dan aspirasi pembelajar ? mengingat yang menjadi
pertimbangan dalam penjurusan tersebut tidak semata-mata cita-cita dan aspirasi melainkan
banyak hal lain seperti daya tampung masing-masing jurusan, tersedia tidaknya prasarana dan
sarana.
Aspirasi / cita-cita dapat dikembangkan dalam belajar pembelajaran, dengan beberapa langkah
sebagai berikut :
a. Kenalilah aspirasi dan cita-cita pembelajar. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan melalm
penyebaran daftar isian yang dapat memuat sejumlah cita-cita atau aspirasi pembelajar. Dari
sejumlah aspirasi atau cita-cita tersebut, pembelajar masih diliarapkan anak merangking dari
yang paling diminaati sampai dengan yang paling tidak diminati. Pengenalan aspirasi ini dapat
dilakukan dengan mengadakan tes minat kepada pembelajar. Dengan tes minat, akan diketabui
jenis-jenis pekerjaan apa dimasa depan yang paling diminati dan menjadi cita-cita pembelajar.
b. Hasil pengenalan atas cita-cita aspirasi tersebut dapat dikomunikasikan kepada siswa dan
orangmanya. Orang tua ini patut juga diberi tahu, agar tidak memaksakan kehendaknya kepada
putra-putrinya, karena mungkin pembelajar tersebut mempunyai cita-cita atau aspirasi yang
berbeda dengan orangtuanya.
c. Sediakan program-program yang dapat mengembanglum aspirasi dan cita cita tersebut.
Setelah program-program tersebut disediakan, barulah para pembelajar diberi kesempatan untuk
mengambil program yang sesuai dengan aspirasi dan cita-citanya. Persoalannya hanyalah,
apakah mungkin hat demikian dilakukan disekolah-sekolah kita mengingat kurikulum yang
tersentralkan dari pusat ?
Jenis Motivasi Yang Didasarkan Motif Primer Dan Sekunder Motivasi dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu :

1. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar
tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makluk
berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau kebutuhan jasmaninya.
Ahli lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek
dan sumber.tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu amok bertingkah laku. Semakin
besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar. Sasaran insting
adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan tercapai, bila tekanan energi dalam insting
berkurang. Sebagai ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang. Objek
insting adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang memutuskan insting tersebut dapat
berasal dari luar individu atau dari dalam individu. Adapun sumber insting adalah keadaan
kejasmaniah individu. Segenap insting manusia dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu insting
kehidupan (life instinest ) dan insting kematian (death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari
insting yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan tersebut berupa
makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada penghancuran
seperti, merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri. Menurut Freud energi
bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting bekerja seumur hidup. Yang mengalami
perubahan adalah cara pemuasan atau objek pemuasan.

2. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer.
Sebagai ilusirasi, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk
memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan
baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan haik merupakan motivasi sekunder, bila orang
bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut berupa penguat
motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum. Setelah in bekerja dengan baik maka ia
dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.
Menurut beberapa ahli, manusia adalah makluk sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh
faktor biologis saja. Tetapi juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga
komponen penting seperti afektif, koqnitif, dan konatif. Komponen afektif adalah aspek
emosional. komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi. Komponen koqnitif adalah
aspek intelektual yang terkait dengan pengetahuan. Komponan konatif adalah terkait dengan
kemauan dan kebiasaan bertindak.
Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif yang
dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni :
- merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak
- memiliki daya dorong bertindak
- relatif bersikap tetap
- kecenderungan melakukan penilaian
- dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukkan adanya sejenis kegoncangan
seseorang. Kegoncangan tersebut disertai proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi
memiliki fungsi sebagai pembangkit tenaga, pemberi informasi pada oranglain, pembawa pesan
dalam hubungan dengan orang lain, sumber informasi tentang diri seseorang.
Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya
tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat pengetahuan tersebut
dapat mendorong terjadinya perilaku.

BAB V
PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN

5.1. KONSEP CBSA DALAM PEMBELAJARAN


Cara belajar siswa aktif merupakan suatu upaya dalam pembaruan pendidikan dan pembelajaran.
Kendatipun cara ini tergolong baru, namun sesungguhnya konsep ini telah lama dikembangkan,
hanya perwujudannya yang masih baru dalam sistem pembelajaran di sekolah-sekolah kita.
Karena itu, ada baiknya guru-guru mengenal dan memahaminya lebih seksama agar mampu
menerapkan secara efektif.

5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)


CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa,
yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan
terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda tergantung pada
kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti:
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu da yang dapat
diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Setiap kegiatan tersebut
menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi,
dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman
langsung dalam rangka membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan
serta internalisasi nilat-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2).
Sejak dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan pendidikan ditanah air, konsep
CBSA telah mengalami perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu
sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan
emosional guna memperole hasil belajar yang bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi.
dan psikomotorik, (A. Yasin, 1984,h.24).
Dalam kerangka sistem belajar mengajar, terdapat komponen proses yakni keaktifan fisik,
mental, intelektual dan emosional dan komponen produk, yakni hasil belajar berupa keterpaduan
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Secara lebili rinci komponen produk tersebut
mencakup berbagai kemampuan: menamati, menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji,
menggeneralisasikan, menemukan, mendiskusikan, dan mengkomonikasikan hasil penemuan.
Aspek-aspek kemampun tersebut dikembangkan secara terpadu melalui sistem pembelajaran
berdasarkan pendekatan CBSA.

5.1.2 Rasional CBSA dalam pembelajaran


Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan
sekaligus sebaga. keharusan dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan
Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada gilirannya berimplikasi terhadap
sistem pembelajaran yang efektif.
Siswa peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai objek pembelajaran
dan sebagai subjek yang belajar. Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia yang
potensial sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan-harapan dan tujuan hidup, aspirasi
dan motivasi dan berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandan: sebagai
yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan melalui proses
pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
manusiawi (humanistik), misainya melalm suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta
berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.
Pelaksanaan proses pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa belajar dan keaktifan
guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA dilakukan
dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi siswa melalui penyediaan
lingkungan belajar yang meliputi aspek-aspek bahan pelajaran, guru, media pembelajaran,
suasana kelas dan sebagainya. Cara belajar di sesuaikan dengan minat dim pemberian
kemudahan kepada siswa untuk memperoleh pemahaman, pendalaman, dan pengendapan
sehingga hasil belajar berintemalisasi dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur
pribadi siswa aktif seperti emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan sebagainya.
CBSA dapat berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara
aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan. Keaktifan guru dilakukan pada
tahap-tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pellilaian dan tindak lanjut
pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada
siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar,
sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan. Beherapa kegiatan yang
dapat dilakukan oleh guru, ialah:
1) menyiapkan lembaran kerja
2) Menyusun tugas bersama siswa;
3) Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;
4) Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila siswa mendapat kesulitan;
5) Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan;
6) Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;
7) Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lambat;
8) Menyalurkan bakat dan minat siswa;
9) Mengamati setiap aktivitas siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA
tidak diartikan guru menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap
mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru bertindak sebagai guru
inquiry, dan fasilitator.

5.1.3 Kadar Cara Belajar Siswa Aktif


Kadar MA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa
dalam proses belajar mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya keaktifan dan
keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya. Sebaliknya, semakin
sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, maka berarti semakin
rendah kadar CBSA tersebut.
Kadar CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :
1) Pada tingkat masukan, ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai dengan
kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan
untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran, yang
menjadi acuan baik bagi siswa mupun bagi guru.
c. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan sumber bahan pembelajaran.
d. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media pembelajaran yang akan digunakan
sebagai alat bantu belajar.
e. Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi serta motivasi untuk melakukan kegiatan
belajar.

2) Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan:


a. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan personal dalam
proses belajar.
b. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat, memutuskan,
dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang cukup tinggi.
c. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang serasi, selaras
dan seimbang dalam proses belajar dan pembelajaran.
d. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk memperoleh
pengalaman belajar serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar itu, baik secara
individual maupun secara kelompok.
e. Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari berbagai sumber yang berdaya guna dan
tepat guna bagi mereka sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan
sendiri.
f. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas penanyaan guru,
mengajukan penanyaan/ masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari
rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama berlangsungnya proses belajar
mengajar tersebut.

3) Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:


a. Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai teman sekelas.
b. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi instrumen
penilaian lainnya yang diajukan oleh guru.
c. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan dengan hasil
belajar.
d. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja sebagal hasil belajar dan pembelajaran.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar CBSA dalam suatu proses belajar
mengajar, dan bila mungkin di klasifikasikan menjadi: kadar tinggi, kadar sedang, dan kadar
rendah. Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat menonjol, namun tidak berarti
keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan pengaruh serta arahan guru sebagai fasilitator dan
pengorganisasian belajar, maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap
bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang / menantang siswa
untuk belajar.
5.1.4 Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Pembelajaran berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi tertentu untuk menjamin kadar
CBSA yang tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada tingkat
optimal. Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh indikator-indikator sebagai
berikut:
1) Derajat partisipasi dan responsif siswa yang tinggi. Para siswa berperan serta secara aktif dan
bersikap responsif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya menunggu stimuli
yang disampaikan oleh guru, melainkan berperan aktif menentukan stimuli misalnya
merumuskan suatu masalah dan mencari jawahan serdiri (responsif) atas masalah tersebut. Pada
waktu guru menyajikan suatu topik, siswa aktif-responsif mempertanyakan materi yang
terkandung didalamnya. Kedua contoh tersebut sebagai landa, bahwa siswa berperan serta dalam
proses pembelajaran.
2) Keterlibatan siswa dalam pelaksanaan pembuatan tugas. Pada dasarnya sejak disusunnya
perencanaan tugas-tugas, para siswa telah dapat diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat
mengajukan usul dan minat tugas yang diinginkannya dengan asumsi bahwa tugas tersebut
sesuai dengan kemampuannya. Pada waktu pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan
kelompok atau dengan belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil pekerjaannya), siswa
hendaknya aktif menilai tugas-tugas temannya dan hasil kerjanya sendiri dalam bentuk menilai
dirinya sendiri (self evaluation). Hal ini menunjukan, bahwa tersedia berbagai kemungkinan
dimana siswa dapat berperan aktif dalam pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam
pembelajaran.
3) Peningkatan kadar CBSA dalam proses pembelajaran juga ditentukan oleh faktor guru. Guru
hendaknya menyadari tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai, baik dalam arti efek instruksional
maupun efek pengiring, dan dalam pada itu memiliki wawasan dan penguasaan yang memadai
tentang bermacam-macam stategi belajar mengajar yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
belajar. Sudah barang tentu penguasaan teknik yang mantap juga merupakan persyaratan
sebelum seorang guru bisa secara Kreatif merancang dan menginformasikan program belajar
mengajar (T.R aka Joni, 1985, h. 18),
4) Pendekatan CBSA pada dasarnya dapat diterapkan sentua strategi dan metode mengajar,
walaupun kadaannya berbeda- beda. Penggunaan metode mengajar, secara berpariasi dapat
memberikan peluang penerapan CBSA dengan kadar yang tinggi. Namun demikian, pemilihan
metode tersebut tetap harus ditandasi oleh tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran yang
hendak dipelajari, kondisi subjek belajar itu sendiri (motivasi, pengalaman awal, kondisi
kesehatan, keadaan mental, dan lain-lain), serta penguasaan guru terhadap metode tersebut.
Dengan demikian, keaktivan siswa belajar tetap terarah, terbimbing, dan diharapkan mencapai
hasil secara optimal.
5) Penyediaan media dan peralatan serta berbagai fasilitas belajar tetap diperlukan, agar tercipta
lingkungan belajar yang menantang dan merangsang serta meningkatkan kegiatan belajar siswa.
Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan teknologi hardware sangat
diisyaratkan. Media dan alat merupakan alat bantu bagi siswa kendatipun mereka diminta untuk
memilih dan menggunakannya sendiri sesuai dengan aktivitas belajarnya.
6) Keaktifan belajar berdasarkan CBSA tidak jarang menimbulkan kesulitan balajar pada siswa,
misalnya teknik-teknik belajar, memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim masalah-masalah lain.
Itu sebabnya, bimbingan dan pembelajaran remedial pada waktu tertentu diperlukan untuk
membantu siswa bersangkutan, sehingga kecepatan belajar dan penyelesaian tugas-tugas tetap
terus berlangsung menyertai rekan-rekannya yang tidak mendapat kesulitan.
7) Kondisi lingkungan kelas/sekolah turut berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran
berdasarkan CBSA. Pengaturan, dan pembinaan lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru
melalui kerja sama dengan guru-guru lainnya serta para siswa sendiri. Termasuk dalam
lingkungan kelas juga suasana. disiplin kelas yang baik.

5.2 PENERAPAN CBSA


Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran dalam bentuk dan teknik:
Pemanfaatan waktu luang
Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan dilakukanya kegiatan belajar
aktif, dengan cara menyusun rencana belajar, memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai
penguasaan bahan sendiri. Jika pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara saksama dan
berkesinambungan akan memberikan manfaat yang baik dalam menunjang keberhasilan belajar
di sekolah.

Pembelajaran Individual
Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik perbedaan
individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat
mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi para siswa, sedang pilihan dilakukan
oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik
lain, kegiatan belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan, minat bakat yang sama.
Belajar kelompok
Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik pelaksanaannya dapat dalam
bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi
ceramah. Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing anggota dapat mengajukan gagasan,
pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan
berinteraksi satu dengan yang lainya.
Bertanya jawab
Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara kelompok
siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa belajar
aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan timbul dan diajukan oleh
pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalulintas atau
distributor, dan dianggap perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan
jawaban-jawaban tersebut.

Belajar Inquiry/discovery (belajar mandiri)


Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental intelektual dalann upaya memecahkan
masalah. Dia sendiri merumuskan suatu masalah, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan
menarik kesimpulan serta mengaplikasikan hasil belajarnya. Dalam konteks ini, keaktifan siswa
belajar memang lebih menonjol, sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing,
memberikan fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya. Strategi dan
kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai keterampilan
proses sebagai bagian dari CBSA.

Pengajaran unit
Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek. Pada tahap-tahap
kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan dimana siswa
melakukan orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana siswa melakukan
kegiatan mencari sendin informasi selanjumya menggunakan informasi itu dalam kegiatan
praktik, tahap kegiatan kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan
laporan dan tiddak lanjut.
Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka semakin jelas tentang
bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam proses pembelajaran. kendatipun
dengan kadar yang berbeda-beda.

5.3 PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI BAGIAN DARI CBSA


5.3.1 Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa.
Dalam proses tersebut memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang
dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan
dan pembentukan kepribadian.
Proses pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh siswa
untuk memperoleh basil belajar yang baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan
hasil belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses
pembelajaran tersebut.
Suatu prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah belajar melalui proses mengalami
secara langsung untuk memperoleh basil belajar yang bermakna. Proses tersebut dilaksanakan
melalui interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dalam proses im siswa bermotivasi dan
sering melakukan kegiatan belajar yang menarik dan bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan
pendekatan belajar mengajar sangat penting dalam kaitannya dengan keberhasilan belajar.
Dalam kurikulum telah ditegaskan, bahwa penerapan pendekatan dalam proses belajar mengajar
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri siswa supaya
mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan mi disebut "pendekatan proses".
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan ini mengacu kepada siswa agar belajar
berorientasi pada belajar bagaimana belajar (Depdikbud, 1980).

5.3.2 Pengertian keterampilan proses dan kaitannya dengan CBSA


Pendekatan dalam keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan
mengembangkan sejumiah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan
kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun fisik dan mental tersebut
pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar.
Menunjukkan jati dirinya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses
perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep
menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-keterampilan
itu sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta
pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan dalan proses
belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif (Conny Se a 1990).
Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa dengan keterampilan proses siswa berupaya
menemukan mengembangkan konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah
dikembangkan int berguna untuk menunjang pengembangan kemampuan selanjutnya. Interaksi
antara kemampuan dan konsep melalui proses balajar mengajar selanjutnya mengembangkan
sikap dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis, ketelitian, dan kemampu memecahkan
masalah.
Pendapat yang senada diungkapkan oleh Gagne yang merumuskan pengertian keterampilan
proses dalam bidang ilmu pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang konsep-konsep dari
prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi kemampum-kemampuan dasar
tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains.
Keterampilan-keterampilan dalam bidang sains itu meliputi: mengamati. menggolongkan,
berkomunikasi, mengukur, mengenal dengan menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik
kesimpulan menyusun definisi operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan data, dan
bereksperimen.
Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai
pendekatan dalam perencanaan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas dan
kreativitas. siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang sudah dimiliki
ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajamya. Hal ini menunjukkan, babwa
ketempilan proses erat kaitannya dengan CBSA.
5.3.3 Kemampuan keterampilan dasar yang perlu dilatih dalam keterampilan proses
Keterampilan proses sebagai suatu pendekatan proses pembelajaran mengarah pada
pengembangan kennampman fisik dan mental yang mendasar sebagai pendorong untuk
mengembangkan kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa.
Ada tujuh jenis kemampuan yang hendak dikembangkan melalui proses pembelajuan
berdasarkan pendekatan keterampilan proses, yakni:
1) Mengamati ; Siswa harus mampu menggunakan alat-alat inderanya : melihat, mendengar,
meraba, mencium dan merasa. Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data /
informasi yang relevan dengan kepentingan belajarnya.
2) Menggolongkan / mengklasifikasikan ; Siswa harus terampil mengenal perbedaan dan
persaman atas hasil pengamatannya terhadap suatu objek, serta mengadakan klasifikasi
berdasarkan ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Pembuatan klasifikasi memerlukan
kecermatan dalam melakukan pengamatan.
3) Menafsirkan (meginterpretasikan) ; Siswa harus memiliki keterampilan menafsirkan fakta,
data, informasi, atau peristiwa. Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan percobaan atau
penelitian sederhana.
4) Meramalkan ; Siswa harus memiliki keterampilan menghubungkan data, fakta, dan informasi.
Siswa dituntut terampil mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa yang mungkin
terjadi pada masa yang akan datang.
5) Menerapkem; siswa harus mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dikuasai ke
dalam situasi dan pengalaman baru. Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa
yang akan terjadi dan dialami oleh siswa dalam proses belajarnya.
6) Merencanakan penelitian; siswa harus mampu menentukan masalah dan variabel-vatiabel
yang akan diteliti, tujuan, dan ruang lingkup penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah
kerja pengumpulan dan pengolahan data serta prosedur melakukan penelitian.
7) Mengkomunikasikan; Siswa harus mampu menyusun dan menyampaikan laporan secara
sistimatis dan menyampaikan perolehannya, baik proses maupun hasil belajarnya kepada siswa
lain dan peminat lainnya.

5.3.4 Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran


Siswa bentuk penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah
atau inquiry (penemuan).
1) Pengertian pemecahan masalah
Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Tiap orang tidak pernah
luput dari masalah, baik yang bersifat sederhana maupun yang sulit. Masalah yang sederhana
dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit
memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah
mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan
tepat, bila pertanyaan iu dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni berarti, pemecahan suatu
masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah
tersebut.
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu nasalah
dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses penecahan masalah memberikan kesempatan peserta
didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil data untuk
diolah menjadi konsep, prinsip, read, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah
menuntut kemampuan memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu.
Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh kemampuan penalaran, yakni
kemampuan melihat hubungan sebab akibat. Kemampuan penalaran memerlukam upaya
peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya, berkomunikasi dan berinteraksi dengan
lingkungan. Pemikiran terarah pada hal-hal yang bertalian dengan upaya mencari jawaban
terhadap persoalan yang dibadapi. Upaya ini memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan
menjajaki bidang-bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru.
Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara memecahkan masalah dengan mengembangkan
kemampun berpikir yang terarah untuk menghasilkan gagasan mengenai berbagai kemungkinan
memecahkan masalah, dalam kaitannya dengan upaya mencapai tujuan.
2) Langkah-langkah pemecahan masalah
Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran yang baik, tetapi juga penting
menguasai lingkungan langkah-langkah memecahkan masalah secara tepat.
Langkah-lmgkah tersebut pada umumnya terdiri dari
1. Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu;
2. Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifikasi;
3. Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas
masalah tersebut, yang masih perlu diuji kebenarannya;
4. Siswa mengumpulkan dan mengolah data / informasi dengan teknik dan prosedur tertentu;

BAB V1
KONSEP DASAR EVALUASI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

6.1. PENGERTIAN KEDUDUKAN DAN SYARAT-SYARAT UMUM EVALUASI


Mengapa evaluasi hasil belajar pembelajaran perlu dilakukan? Karena dengan evaluasilah, akan
diketahui apakah proses belajar mengajar, dimana pembelajaran dan guru berinteraksi, telah
mencapai sasaran yang dikehendaki ataukah belum. Secara rinci, alasan-alasan bagi perlunya
evaluasi pembelajar adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan mengajar guru akan diketahui, setelah diadakan evaluasi.
2. Taraf penguasa pembelajaran terhadap materi pelajaran yang diberikan akan diketahui setelah
diadakan evaluasi.
3. Letak kesulitan pembelajar akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
4. Tingkat kesukaran dan kemudahan bahan pelajaran yang diberikan pembalajar akan diketahui
setelah diadakan evaluasi.
5. Termanfaatkan didalmya sarana dan fasilitas pendidikan akan diketahui setelah adanya
evaluasi.
6. Remidi-remidi spa saja yang dapat diberikan kepada pembelajaran yang mengalami kesulitan
juga. akan diketalmi setelah melihat hasil
7. Tujuan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan akan diketabui seberapa tingkat
pencapaiannya setelah diadakan evaluasi.
8. Pembelajar dapat dikelompokkan kedalam kelompok mana juga akan diketahui setelah
evaluasi.
9. Pembelajar maua yang perlu mendapatkan prioritas dalam bimbingan penyuluhan, dan mana
yang tidak menjadi prioritas akan diketahui setelah evaluasi.
Jelaslah bahwa evaIuasi sangat penting dilakukan guna memberikan pelayanan sebaik mungkin,
dari lebih jauh sangat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan.
6.1.1 Pengertian evaluasi
Kata evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata evaluation dalam bahasa inggris, yang lazim
diartikan dengan penaksiran atau penilaian. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti menaksir
atau menilai. Sedangkan orang yang menilai atau menaksir disebut sebagai evaluator (Echols,
1975).
Secara harfiah kata evaluasi berasal dan bahasa Inggris Evaluation; dalam bahasa Arab: al-taqdir;
dalam bahasa Indonesia berarti: pnilaian. Akar katanya adalah value; dalam Babasa Arab ; al-
qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai. Dengan demikian secara harfiah, evaluasi
pendidikan (educationnal evaluation = al-Taqdir al-Tarbawiy) dapat diartikan sebagai penilaian-
penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan.
Adapun dui segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dam Gerald W. Brown
(1977): Evaluation refer to act or process to determining the value of some thing. Menurut
definisi int, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian: suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang
dikemukakan oleh Edwin Wandt dan geral W Brown itu untuk memberikan definisi tentang
evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai; suatu
tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan dengan maksud) atau suatia proses (yang berlangsung
dalam rangka) menetukan nulai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala sesuatu
yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan pendidikan). Atau singkatnya: Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui
mutu atau hasil-hasilnya.
Mengingat sangat luasnya pembicaraan tentang penilaian pendidikan, maka dalam buku ini,
pembicaraan hanya akan dibatasi pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan di sekolah.
Berbkara tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita, lembaga administrasi negara
mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan sebagai berikut:
1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibanding tujuan yang telah
ditentukan;
2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan
pendidikan
Secara teminologis, evaluasi dikemukak oleh para ahli sebagai berikut:
1. Grounlund (1976) mengartikan evaluasi sebagai berikut:
.... a systematk process of determining the extent to whkh instructional objectives are achieved
by pupil.
2. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan berkenaan dengan proses kegiatan
untuk menentukan nilai sesuatu.
3. Raka Joni (1975) mengartikan evaluasi sebagai berikut: 'suatu proses dimana kita
mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan mempertimbangkan patokan-patokan
tertentu, patokan-patokan mana mengandung pengertian baik tidak baik, memadai tidak
memadai, memenuhi syarat tidak memenuhi symat dengan perkataan lain kita menggunakan
Value Judgement.
Berdasarkan pengertian pengertian diatas, sangatlah jelas bahwa evaluasi adalah suatu proses
menentukan nilai seseorang dengan menentukan patokan-patokan tertentu untuk mencapai suatu
Tujuan. Evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu proses menentukan nilai prestasi belajar
pembelajar dengan menentukan patokan patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang
telah ditentukan sebelumnya.

6.1.2 Perbedaan Pengukuran dan Penilaian


Sebelum dilakukan evaluasi terkhir dahulu dilakukan pengukuran.Secara etimologis, pengukuran
merupakan terjemahan darl measurement (Echols,1975). Secara terminologis, pengukuran
diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetalmi sesuatu sebagaimana adanya. Oleh karena
sesuatu yang diukur itu bermaksud diketahui secara apa adanya, maka dalam pengukuran
sedikitpun penafsiran mengenai sesuatu. Sebagaimana adanya mengandung sesuatu pengertian
bahwa sesuatu yang diukur tidak holeh dibandingkan dengan sesuatu yang lainnya.
Jika pengertian evaluasi dan pengukuran tersebut ditarik ke setting belajar dan pembelajaran,
maka dapat dikemukakan pengertian sebagai berikut:
1. Pengukuran adalah suatu upaya atau aktivitas yang dimaksudkan untuk mengetahui belajar
pembelajaran sebagaimana adanya, meliputi: hasil belajar pembelajaran. proses belajar
pembelajaran, mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran (pembelajar dan guru).
2. Penilaian atau evaluasi adalah suatu aktivitas yang bermaksud menentukan nilai belajar
pembelajaran (baik belumnya/tidaknya, berhasil belumnya/tidaknya, memadai belum/tidaknya,
belajar pembelajaran, yang meliputi hasil belajar, proses belajar dan mereka yang terlibat dalam
belajar pembelajaran ).
Oleh karena pengukuran adalah salah satu kegiatan yang berada dalam evaluasi, maka orang
yang mengevaluasi sebenamya juga melakukan aktivitas pengukuran. Evaluasi pendidikan.
dengan demikian juga mencakup penguluaran pendidikan. Evaluasi belajar pembelajaran juga
mencakup pengukuran belajar dan pembelajaran.

6.1.3 Pengertian Evaluasi Dalam Proses Pendidikan


Berbkara tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan ditanah air kita, Lembaga Administrasi
Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut: Evaluasi
pendidikan adalah:
1. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditentukan
2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan
pendidikan
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka apabila defenisi tentang evaluasi pendidikan itu
dituangkan dalm bentuk bagan berikut.
Bagan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa dalam proses penilaian dilakukan
pembandingan antara informasi- infomasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu,
untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu. Kriteria atau tolak
ukur yang dipegangi tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentikan terlebih dahulu sebelum
kegiatan pendidikan itu dilaksanakan..

BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN

6.2 KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PROSES PENDIDIKAN


Kedudukan evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan dapat
dipandang sebagai bagian yang tak terpisalikan dengan keseluruhan proses belajar dan
pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah belajar dan pembelajaran
tersebut telah mencapai tujuuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan diketahui faktor-
faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart faktor-
faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil.
Tidak hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan
belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan dapat dijadikan sebagai titik
tolak dalam mengadakan perbaikan belajar duo pembelajaran.
Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara
keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran
menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem
instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-langkahnya. Perhatikan pula langkah-
langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa tidak
dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.
1. Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus ditempuh dalitm belajar pembelajaran adalah
dengan menggunakan model pemecahan masalah sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah.
b. Menentukan syarat-syarat dan altematif pemecahan masalah
c. Memilih strategi pemecahan masalah.
d. Melaksanakan pemecahan msalah.
e. Menentukan keefektifan hasil
f. Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah a sampai dengan Imgkah c.
Jelaslah bahwa langkah c (menentukan keefektifan hasil) pada dasarnya tidak berbeda dengan
evaluasi itu sendiri. Dan dari langkah menentukan keefektifan basil tersebut baru dapat
dilakukan revisi atas keseluruhan langkah sebelumnya.
2. Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran haruslah menempuh prosedur-prosedur sebagai
berikut :
a. Merumuskan teori pembelajaran (instuksional objectives) b. Memutuskan situasi permulaan
siswa
b. Menentukan prosedur pembelajaran.
c. Penilaian terhadap perfomansi
d. Umpan balik.
Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada langgkah d) sangat diperlukan dan merupakan
bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses belajar pembelajaran. Hal serupa dapat juga
dibaca pada prosedur belajar pembelajaran yang dikemukakan para ahli berikut.
3. Menurut Kemp
a. topcs and general purposes.
b. student characteristks
c. learning objectives
d. Subject content.
e. Pre test
f. Teaching/ leaming activities and resources
g. Evaluation.
4. Menumt Gelder
a. Merumuskan tujuan instruksional.
b. Analisis situasi.
c. Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar, mata pembelajaran dan alat bantu
pembelajaran.
d. Evaluasi
5. Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem lnstruksional):
a. Merumuskan tujuan
b. Mengembangkan alat evaluasi
c. Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran
d. Mengembangkan program kegiatan
e. Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai