Anda di halaman 1dari 10

 Rumpun Model Pemprosesan Informasi

Menurut surya (2004) dalam syaiful sagalas (2012: 74) memiliki beberapa rumpun model
pemrosesan informasi, yaitu: (1) model berpikir induktif, (2) Model latihan inkuiri, (3) inkuiri
ilmiah, (4) penemuan konsep, (5) pertumbuhan konsep, (6) Model piñata lanjutan, (7) memori.

 Pendekatan Pembelajaran Personal

Pembelajaran secara personal adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada
bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar
kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. Pada
pembelajaran personal, guru memberi bantuan kepada masing-masing pribadi. Sedangkan pada
pembelajaran klasikal, guru member bantuan secara umum. Sebagai ilustrasi, bantuan guru kelas
tiga kepada siswa yang membaca dalam hati dan menulis karangan adalah pembelajaran
personal. Pada membaca dalam hati secara personal siswa menemukan kesukaran sendiri-sendiri.
ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran personal dapat ditinjau dari segi (i) tujuan pengajaran,
(ii) siswa sebagai subjek yang belajar, (iii) guru sebagai pembelajar, (iv) program pembelajaran,
serta (v) orientasi dan tekanan utama dalam peaksanaan pembelajaran.

Pendekatan ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan
individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan
yang produktif dengan lingkungannya. Pendekatan ini menjadikan pribadi peserta didik mampu
membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh
humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut
teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik
merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirin baik emosional maupun intelektual. Teori
humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori humanistik ini,
pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan sensivitas peserta didik
terhadap perasaanya. Implikasi teori ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut.

1. Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.

2. Tingkahlaku yang ada dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).


3. Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.

4. Sebagian besar tingkahlaku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.

5. Mengajar adalah bukan hal penting, tapi belajar bagi peserta didik adalah sangat penting.

6. Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif
dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap.

Ada beberapa model pembelajaran yang termasuk pendekatan ini , diantaranya adalah
pengajaran tidak langsung, pelatihan kesadaran, sinektik, system konseptual, dan pertemuan
kelas. Dalam pembahasan ini hanya tiga modelyang akan diperkenalkan, yaitu (1) model
pembelajaran pengajaran tidak langsung (non-directivet eaching), (2) model pembelajaran
pelatihan kesadaran (awareness training), dan (3) model pembelajaran pertemuan kelas
(classroom meeting).

1. Model Pembelajaran Tidak Langsung (non-directivet eaching)

Sebelumnya perlu disampaikan bahwa yang dimaksud dengan nondirektif adalah tanpa
mengguru. Model pengajaran nondirektif erupakan hasil karya Carl Roger dan tokah lain
pengembang konselina nondirektif. Roger mengaplikasikan strategi konseling ini untuk
pembelajaran. Ia meyakini bahwa hubungan manusia yang positif dapat membantu indvidu
berkembang. Oleh karena itu, pengajaran harus didasarkan atas hubungan yang positif, bukan
semata-mata didasarkan atas penguasaan materi ajar belaka.

Model pengajaran tidak langsung (non-directivet eaching) menekankan pada upaya memfasilitasi
belajar. Tujuan utamanya adalah membantu siswa mencapai integrasi pribadi, evektivitas
pribadi, dan penghargaan terhadap dirinya secara realitas.

Peran guru dalam model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitato. Oleh karena itu, guru
hendaknya mempunyai hubungan pribadi yang positif dengan siswanya, yaitu sebagai
pembimbing bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam menjalangkan perannya ini, guru
membantu siswa menggali ide atau gagasan tentang kehidupannya, lingkungan sekolahnya, dan
hubungannya dengan orang lain.
a. Prosedur Pembelajaran

Teknik utama dalam mengaplikasikan model pembelajaran pengajaran tidak langsung adalah apa
yang diistilahkan oleh Roger sebagai non-directive Interview atau wawancara tanpa menggurui,
yaitu wawancara tatap muka antara guru dan siswa. Selama wawancara guru berperan sebagai
kolaourator dalam proses penggalian jati diri dan pemecahan masalah siswa. Inilah yang
dimaksud dengan tanpa menggurui (non-directive).

Guru megggunakan teknik wawancara ini untuk membimbing siswa dalam mencari topik-topik
pelajaran tertentu yang menarik baginya. Namun demikian, teknik tidak hanya diperuntukkan
bagi siswa yang lambat atau memiliki masalah belajar, tetapi dapat pula digunakan untuk siswa
yang pintar dan tidakmempunyai masalah belajar yang berarti. Secara singkat model
pembelajaran ini dapat membantu siswa memperkuati persepsi terhadap dirinya dan
mengevaluasi kemajuan dan perkembangan dirinya.

Kunci utama keberhasilan dalam menerapkan model ini adalah kemitraan antara guru dan siswa.
Misalnya, ketika siswa mengeluhkan tentang nilainya yang rendah, guru hendaknya jangan
sekali-kali menyelesaikan masalah tersebut dengan menjelaskan bagaimana seharusnya cara
belajar yang baik (menggurui), tetapi guru hendaknya mendorong siswa mengekspresikan
perasaannya tentang permasalahan yang dihadapi, seperti perasaan tentang sekolah, dirinya, dan
orang lain disekitarnya. Ketika ia sudah mengekspresikan semua perasaannya, biarkan siswa itu
sendiri menentukan perubahan yang menurutnya tepat bagi dirinya.

Menurut Roger, iklim wawancara yang dilakuakan oleh guru harus memenuhi empat syarat,
yaitu (1) guru harus menunjukkan kehangatan dan tanggap atas masalah yang dihadapi siswa
serta m emperlakukannya an sebagaimana layaknya manusia, (2) guru harus mampu membuat
siswa mengekspresikan perasaannya tanpa tekanan dengan cara tidak memberikan penilaian
(mencap salah atau buruk), (3) siswa harus bebas mengekspresiakan secara simbonlis
perasaannya dan (4) proses konseling (wawancara) harus bebas dari tekanan.

Secara umum, sebagaimana halnya model pembelajaran lain, model pembelajaran ini
jugamemiliki tahapan Rogermengelompokkannya dalam lima tahap.
Tahap pertama, membantu siswa menemukan inti permasalahan yang dihadapinya. Biasanya hal
initerjadi diawal wawancara, tetapi kadang terjadi disaat wawancara telah atau sedang
berlangsung. Biasanya embatasan masalah yang dihadapi siswa sangat bervariasi tergantung
jenis masalah atau siswanya.

Tahap kedua, guru mendorong (memancing ) siswa agar dapat mengekspresikan perasaannya,
baik positif maupun negatif. Di samping itu, guru harus mendorong (memancing) siswa agar
dapat menyatakan dan menggali permasalahannya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menerima
dngan tangan terbuka dan kehangatan serta tanpa memberikan penilaian (mencap jelek atau
buruk) terhadapanya.

Tahap ketiga, sisawa secara bertahap mmengembangkan pemahaman (kesadaran) akan dirinya.
Ia berusaha menemukan makna dari pengalamannya, menemukan hubungan sebab dan akibat
dan pada akhirnya memehami (menyadari) makna dari perilaku sebelumnya. Dalam hal ini,
dimana siswa berada dalam tahapan diantara upaya menggali permaslahan sendiri dan upaya
memahami perasaannya, guru mendorong siswa untuk membuat perencanaan dan pengambilan
keputusan berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Tugas guru angan memberikan
alternative, tetapi berusaha membantu mengklarifikasi alternatif –alternatif yang diajukan siswa.

Tahap keempat, siswa melaporkan tindakan (berua alternatif-alternaif pemecahan masalah yang
telah dimbilnya pada tahap ketiga diatas). Lebih jauh ia merefleksikan ulang tindakann yang
telah diambilnya tersebut, dan berupaya membuatnya lebih baik dan efektif. Keempat tahapan ini
dapat terjadi dalam satu seri wawancara atau beberapa kali seri wawancara.

b. Aplikasi

Model pembelajaran pengajaran tidak langsung (tanpa menggurui) bias digunakan untuk
berbagai situasi masalah, baik masalah pribadi, social, dan akademik. Dalam masalah pribadi
siswa menggali perasaan tentang dirinya. Dalam masalah social, ia menggali perasaan tentang
hubungannya dengan orang lain dan menggali bagaimana perasaan tentang diri tersebut
berpengaruh terhadap orang lain. Dalam masalah akademik, ia menggali perasaan tentang
kompetisi dan minatnya.
Dari semua kasus diatas, esensi atau muatan wawancara harus bersifat personal, bukn eksternal .
Artinya, harus dating dari perasaan, pengalaman, pemahamn dan solusi yang dipilihnya sendiri.
Inilah inti dari istilah tidakmenggurui (non-diretive) yang dimaksud oleh Roger.

2. Model Pmbelajaran Pelatihan Kesadaran (Awarenes training)

Model pembelajaran pelatihan kesadaran merupakan suatu model pembelajaran yang ditujukan
untuk meningkatkan kesadaran manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz. Ia
menekankan pentingnya pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi
(pemahamn diri individu)

Mengapa demikian ? Karena ia percaya bahwa ada empat tipe perkembangan yang dibutuhkan
untuk mrealisasikan potensi individu secara utuh, yaitu (1) fungsi tubuh, (2) fungsi personal,
termasuk didalamnya akuisisi pengetahuan dan pengalaman, kemamapuan berfikir logis, kreatif
dan integrasi intelektual, (3) perkembangan interpersonal, (4) hubungan institusi-institutsi sosial,
organisasi social, dan budaya masyarakat. Oleh karena itulah,Schutz inginmengembangkan
model pembelajaran untuk memenuhi salah satu dari keempat tipe perkembangan tersebut, yaitu
perkembangan interpersonal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman diri dan
kesadaran akan perilaku prang lain sehinngga dapat membantu siswa mengembangkan
perkembangan pribadi dan sosialnya.

a. Prosedur Pembelajaran

Kunci utama prosedur pembelajaran model ini didasarkan atas teori encounter. Teori ini
menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan antar manusia yang didasarkan
atasketerbukaan, kejujuran ,kesadaran diritanggung jawab, perhatian terhadap diri sendiri atau
orng lain, dan orientasi pada kondisi saat ini.

Model pembelajaran ini terdiri atas dua tahapan. Pertama adalah penyampaian dan penyelesaian
tugas. Pada tahapan ini guru memberikan pengarahan tentang tugas yang akan diberikan dan
bagaimana melaksanakannya. Tahapan kedua adalah diskusi atau ananlisis tahap pertama. Jadi,
intinya siswa diminta melakukan sesuatu (berkaitan dengan teori acounter tadi), setelah itu
mendiskusikannya(refleksi bersama) atas apa yang telah terjadi.
b. Aplikasi

Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan model ini. Permainan
sederhana dapat dilakukan untuk keperluan ini. Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan
yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan
kejujuran menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat
meningkatkan perkembangan emosi.3. Model Pembelajaran Pertemuan Kelas

Model ini diciptakann berdasarkan terapi realitas yang dipeloporioleh William glasser. Terapi
realitas merupakan landasan teori kepribadian yang digunakan untuk terapi tradisional dan dapat
diaplikasikan untuk pengajaran . Glasser percaya bahwa permasalahan manusia kebanyakan
disebabkan oleh kegagalan mengfungsikan diri dalam lingkungan sosialnya (kegaglan fungsi
social). Ia percaya bahwa setiap manusia mempunyai dua kebutuhan dasar yaitu, cinta dan harga
diri. Keduanya terjadi dalam hubungan antara satu individu dengan individu yang lain dalam satu
lingkungan sosial. Individu mempunyai masalah karena gagal memenuhi kebuthan dasar, yaitu
keterikatan (cinta) dan kehormatan (harga diri).

Intinya manusia harus memilki kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain agar dapat
mencintai dan dicintai, dihargai dan saling menghargai. Kemampuan ini tidak dapat dilakuaan
melalui terapi individu seperti yang ditawarkan oleh para ahli jiwa (psikiater), tetapi melalui
konteks kelompok sosial ,seperti lingkungan kelas atau sekolah. Oleh karena itu, Glasser
mengaplikasikannya untuk pembelajaran dikelas. Jadi, model pertemuan, (diskusi kelas) adalah
model pembelajaran yang ditujukan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling
menyayangi, saling menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berperilaku
positif.

a. Prosedur pembelajaran

Model pertemuan (diskusi kelas) terdiri atas enam tahap, yaitu (1) menciptakan iklim (suasana)
yang kondusif, (2) menyampaaikan permasalah diskusi, (3)membuat penilaian pribadi, (4)
mengidentifikasi alternatef tindakan solusi, (5) membuat komitmen, (6) merencanakan tindak
lanjut tindakan .
Langkah pertama, merupakan prasyarat pertemuan kelas. Bukan hanya sekedar melakukan
pertemuan atau diskusi baru, tetapi lebih jauh membangun suatu kualitas hubungan yang
kondusif, hangat, personal, dan terbuka sehingga perasaan dan pendapat semua orang akan
dihargai,dierima tampa ada tekanan, rasa takut penghakiman atau penilaian. Setiap orang
berbicara atas namanya sendiri dan semua orang hendaknya didorong untuk berpartisipasi.

Langkah kedua, penyampaian masalah yang akan dibahas (didiskusikan) dapat dating dari siswa
atau dari guru. Guru hendaknya menghindari adanya siswa yang dijadikan sampel atau contoh.
Permasalahan yang diajukan hendaknya yang berkaitan dengan perilaku yang hendak
diperbaiki.sebagai contoh, perilaku yang diajukan adalah perilaku berbohong/ ngibul,
sebagaimana sering terjadi/ dilakukan oleh siswa. Dalam penyampaian masalah ini, guru tidak
harus menyebutkan nama nama siswa yang suka berperilsku ngibul. Setelah permasalahan
disampaikan, (langkah ketiga) dua hal yang harus dilakukan oleh siswa yaitu (1)
mengidentifikasi konsekuensi jika permasalahan tersebut dilakukan, baik bagi diri sendiri
maupun orang lain, dan (2) menjelaskan norma norma social (sebagai rujukan) yang mengaur hal
tersebut.

Tujuan langkah ketiga adalah agar semua siswa membuat penilaian pribadi terhadap
permasalahan yang diajukan. Untuk kebutuhan ini, mereka perlu memberikan pejelasan mengapa
masalah tersebut relevan atau tidak menurut nilai atau norma social yang berlaku.

Dalam tahap keempat, siswa secara lebih dalam mengidentifikasi alternatif-alternaif tindakan
soslusi untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini dilanjutkan pada langkah kelima,dimana
siswa membuat komitmen bersama untuk mencari alternatif tindakan yang telah dibuat pada
langkah sebelumnya.

Tahap terkhir, guru meminta siswa menjelaskan atau melaporkan efektitas dari alternative-
alternatif tindakan yang dilakukan. Selanjutnya memberi saran tindakan selanjutnya.

b. Aplikasi

Model pertemuan kelas ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari. Akan tetapi,
biasanya sekali sehari sudah cukup tergantung dari permasalahn yang terjadi .umumnya,
pertemuan kelas berlangsung dimana siswa dan guru duduk melingkar dan saling mendekat satu
sama lain.

Pada pertemuan pagi hari, sebelum pelajaran kelas dimulai, pertemuan kelas dapat membahas
peristiwa-peristiwa yang terjadi kemarin. Atau mungkin merefleksikan kejadian yang terjadi
diluar kelas. Siswa dilatih mengkritisi permasalahan, memberikan penilaian pribadi berdasarkan
nilai atau norma social yang berlakudan telah dikenalnya serta member ide solusi pemecahannya.

Jika permasalahan yang dibahas berkaitan perilaku siswa didalam kelas, setelah komitmen dibuat
harus dilaksanakan dengan serius. Guru harus benar-benar memonitor hal ini. Jika tidak, hasil
pertemuan kelas tidak bermakna. Kwatir dianggap hanya main-main belaka.

Model ini dapat diaplikasikan unttuksemua jenis fungsionalisasi, baik social maupun akademik,
dan terutama iaplikasikan untuk perkembangan fungsi personal. Dengan demikian, dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi lebih bertanggung jawab,punya integrasi,
disiplin dan dapat mengarahkan dan memonitor kemajuannya sendiri.

 Model Interaksi Sosial

Model interaksi sosial adalah Model yang mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat
atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya kepada proses dimana realita yang ada dipandang
sebagai suatu negosiasi sosial. Model ini menekankan pada hubungan personal dan sosial
kemasyarakatan diantara peserta didik yang berfokus pada peningkatan kemampuannya untuk
berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses-proses yang demokratis dan bekerja secara
produktif dalam masyarakat.

Model interaksi sosial ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field-theory). Model interaksi sosial
yang menitikberatkan pada hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat
(learning to life together). Teori pembelajaran Gestalt dirintis oleh Max Wertheimer (1912)
bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler. Mereka mengadakan eksperimen mengenai
pengamatan visual dengan fenomena fisik. Percobaannya yang dilakukan memproyeksikan titik-
titik cahaya (keseluruhan lebih penting dari pada bagian).

Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu
keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek/peristiwa adalah terletak pada
keseluruhan bentuk (Gestalt) dan bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan lebih bermakna
bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian.

Aplikasi teori Gestalt dalam pembelajaran adalah sebagai berikut;

a.Pengalaman insight. Dalam proses pembelajaran peserta didik hendaknya memiliki


kemampuan insight yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek.
Guru hendaknya mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah
dengan insight.

b.Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan
menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran. Content yang dipelajari
peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun bagi
kehidupannya di masa yang akan datang.

c.Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku di samping ada kaitan dengan
SR-bond, juga terkait erat dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi karena
peserta didik memiliki harapan tertentu. Oleh sebab itu, pembelajaran akan berhasil bila peserta
didik mengetahui tujuan yang akan dicapai.

d.Prinsip ruang hidup (Life space). Prinsip ini dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan field
theory). Prinsip ini menyatakan bahwa perilaku peserta didik terkait dengan lingkungan/medan
tempat ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi
lingkungan tempat peserta didik berada (CTL).

 Teori belajar Behaviorisme

Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang


belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Anda mungkin juga menyukai