Oleh :
Ramadhan Nanda1, Sari Wahyuning R.2, YunikeWulage3, dan Victoria Lelu Sabon, Ph.D4
Green Economy, Green Economy and Digital Communication Faculty, Surya University, Unity Building Boulevard
Gading Serpong Kav.5 No.21, Summarecon Serpong, Tangerang 15810 Tahun 2016
E-mail : dhannanda@gmail.com, wahyuratri54@yahoo.com, yuniwulage@rocketmail.com, victoria.sabon@surya.ac.id
ABSTRAK
Kesiapan Indonesia sangat diperlukan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean khususnya
mengenai kualitas tenaga kerja. Penelitian ini mengkaji perkembangan kualitas tenaga kerja
Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara yaitu Singapura Malaysia, Thailand dan Philipina
yang dilihat dari tingkat pendidikannya, jumlah pengangguran, dan jumlah tenaga kerja yang
bekerja. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan study pustaka melalui
jurnal, buku, dan referensi-referensi yang mendukung. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik
dilihat dari kualitas pendidikan menunjukkan adanya peningkatan pendidikan tenaga kerja,
walaupun masih ada tenaga kerja yang tidak sekolah yang dilihat dari tahun 2009 sebesar 63.328
jiwa naik hingga 112.435 jiwa pada tahun 2013. Sedangkan tenaga kerja asing khususnya Malaysia,
Singapura, Filipina, dan Thailand memiliki kualitas pendidikan yang baik karena didorong oleh
peran pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negaranya salah satunya dengan
memberikan anggaran yang besar untuk pendidikan.
Keywords : Unemployment, Level Education, Quality of Employee in Indonesia,Malaysia, Singapore,
Thailand and Philipines.
1.
Pendahuluan
dan menjadi kawasan yang mampu bersaing di pasar dunia serta dapat meningkatkan
kemampuan untuk berintegrasi dengan perekeonomian dunia secara global (Shodiqin,
2015).
Kesiapan Indonesia sangat diperlukan dalam menghadapi Masyrakat Ekonomi Asean
(MEA) mengingat dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berfluktuasi setiap
tahunnya. Hal ini dilakukan agar Negara Indonesia tidak menjadi pasar perdagangan bagi
Negara ASEAN lainnya. Kesiapan Indonesia tidak hanya berfokus pada produk dalam
negeri namun juga mengenai ketenagakerjaan Indonesia. Undang-undang No. 13 Tahun
2013 tentang Ketenagakerjaan, mendefinisikan ketenagakerjaan sebagai segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Bekerja merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia
meskipun harus dihadapkan dengan kenyataan terbatasnya lapangan kerja. Padahal apabila
merujuk pada tujuan kedua dari tujuan nasional dalam UUD NKRI Tahun 1945, yang
mengatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sehingga hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah jaminan
sekaligus hak konstitusional setiap warga negara karena dengan bekerja akan dapat
meningkatkan kesejahteraan seseorang (Sholeh, 2015).
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di
kawasan Asia Tenggara yaitu sekitar 250 juta jiwa, dengan menempati urutan pendapatan
ke 18 dari 20 negara yang memiliki pendapatan terbesar di dunia pada tahun 2014.
Indonesia juga merupakan negara berkembang yang mampu meningkatkan perekonomian
di negaranya, hal ini dapat dilihat dari sejarah Indonesia pernah mengalami krisis moneter
di Asia pada akhir tahun 1990-an, yang mengakibatkan Indonesia mengalami penurunan
Produk Domestik Bruto sebesar 13,6 persen pada tahun 1998 (Invesment, 2013). Produk
Domestik Bruto merupakan salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur
tingkat perekonomian di suatu negara. Periode tahun 2000-2004 Indonesia mampu
memulihkan kondisi perekonomian di negaranya hingga pencapaian rata-rata peningkatan
PDB sebesar 4,6 persen, kemudian tahun 2011 Indonesia mampu meningkatkan PDB
sebesar 6,5 persen, namun pada tahun 2013 PDB Indonesia mengalami penurunan sebesar
5,78 persen.
Tenaga kerja Indonesia dapat disimpulkan saat ini secara umum sudah cukup siap
menghadapi MEA. Dilihat dari berkurangnya jumlah pengangguran setiap tahun seperti
pada Februari 2009 sebesar 9,26 juta orang kemudian menurun pada Februari 2010 sebesar
8,59 juta hingga kemudian Februari 2013 menurun menjadi 7,17 juta orang. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pengangguran di Indonesia terus
mengalami penurunan setiap tahunnya karena bertambahnya jumlah lapangan kerja ratarata sebesar 2 persen setiap tahunnya. Saat ini Indonesia dapat dikatakan telah siap
menghadapi MEA dalam prospek tenaga kerja. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti
akan mengkaji perkembangan kualitas tenaga kerja Indonesia dengan perbandingan Negara
Singapura, Thailand, Filipina dan Malaysia yang dilihat dari tingkat pendidikan.
3 000 000
2 000 000
1 000 000
2009
2010
2011
2012
2013
Tidak tamat SD
SD
SLTP
SLTA Umum
SLTA Kejuruan
Diploma
Universitas
Data di atas dapat dilihat bahwa pendidikan tenaga kerja di Indonesia ada 8 golongan,
yaitu Tidak Sekolah, Lulus SD, Lulus SMP, Lulus SMA, Lulus SMK, Diploma I, II,
4
III/Akademi, dan Sarjana S1. Setiap tahunnya pendidikan tenaga kerja yang tidak sekolah
masih ada bahkan mengalami peningkatan, pada tahun 2009 sebesar 63.328 jiwa naik
hingga 112.435 jiwa pada tahun 2013 tetapi golongan tenaga kerja yang tidak sekolah
memiliki jumlah yang paling sedikit diantara golongan yang lainnya. Kemudian tenaga kerja
dengan pendidikan yang memiliki lulusan yang paling banyak yaitu pendidikan SMA
dengan total jumlah kelulusan dari tahun 2009-2013 sebesar 10.494.538 jiwa. Pada tahun
2009 lulusan SMA sebesar 2.118.912 jiwa tetapi mengalami penurunan pada tahun 2013
menjadi 1.874.799 jiwa.
Banyaknya lulusan SMA dibandingkan dengan SLTP, SMK, SD, Diploma I/II/III,
Tidak Sekolah disebabkan karena kebijakan pemerintah yang mewajibkan belajar sembilan
tahun, sehingga kesadaran masyarakat akan pendidikan mulai terbentuk. Sedangkan,
penurunan pendidikan tenaga kerja yang lulusan SMA disebabkan oleh adanya sekolah
kejuruan atau SMK. Sekolah Menengah Kejuruan memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan SMA, misalnya di SMK memiliki beberapa program peminatan sedangkan di
SMA hanya dua yaitu IPS dan IPA, sejak awal masuk sekolah para siswa sudah mulai
dilatih untuk memiliki keterampilan sendiri sesuai jurusan yang mereka pilih. Hal ini tentu
berbeda dengan SMA sebab di SMA kelas 11 baru ada penjurusan dan penjurusannya di
tentukan oleh nilai mereka. SMK lebih banyak praktek kerja atau lapangan sehingga siswa
benar-benar dituntun untuk mempersiapkan diri di dunia kerja, serta lulusan SMK tidak
harus kuliah walau tidak jarang lulusan SMK ada yang ingin melanjutkan kuliah untuk
lebih mendalami ilmu dari program study yang ditekuni selama SMK.
Data BPS menunjukkan lulusan Sarjana S1 di Indonesia belum banyak, pada tahun
2009 sebesar 621.648 jiwa menurun hingga 425.042 jiwa pada tahun 2013. Salah satu
faktor yang mempengaruhi berkurangnya tenaga kerja yang memiliki lulusan Sarjana S1
yaitu telah dibukanya sekolah kejuruan. Banyak sekolah kejuruan yang membuka program
study Farmasi, Teknik Mesin, Otomotiv, Akutansi dll, mereka yang sekolah di SMK ketika
kelas 11 sudah diwajibkan untuk praktek kerja nyata diberbagai perusahaan, sedangkan
tahun pertama mereka disiapkan melalui ilmu pengetahuan yang lebih dititik beratkan pada
praktek di sekolah sehingga ketika tahun kedua mereka dapat Praktek Kerja Nyata di
Perusahaan yang berkaitan, hal ini justru setara dengan mahasiswa.
Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan pendidikan di
Indonesia yaitu faktor geografis yang menyebabkan adanya kesenjangan mutu kualitas
pendidikan disetiap daerah, menciptakan budaya dan adat yang berbeda sehingga
masyarakat mempunyai pola pikir, adat, serta budaya yang berbeda, akhirnya
mempengaruhi kualitas pendidikan. Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai, akibat keadaan greografis antara pedesaan dengan perkotaan yang telah
mendapat perhatian oleh pemerintah membuat saranan dan prasarana yang menunjang
proses pembelajaran juga tidak merata, misalkan dari tingkat kelayakan bangunan sekolah
di pedesaan tidak sebagus di kota, lalu ruang laboratorium yang belum lengkap bahkan ada
yang tidak memiliki ruang laboratorium, buku perpustakaan tidak lengkap dan up to date.
Selanjutnya kendala akibat mahalnya biaya pendidikan masih menjadi faktor penghambat
masyarakat untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi karena pendapatan orang tua yang
tidak cukup untuk membiayai anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi, serta
masih rendahnya kualitas prestasi siswa/mahasiswa sehingga mereka enggan untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Kualitas tenaga kerja yang dilihat dari pendidikannya juga berdampak di dalam dunia
kerja, karena pendidikan formal merupakan prasyarat yang harus dipenuhi untuk melamar
pekerjaan di perusahaan swasta, perusahaan pemerintah, serta lembaga pemerintah. Di
bawah ini merupakan data Tenaga Kerja Indonesia yang meliputi jumlah Angkatan Kerja,
Bekerja, dan Pengangguran yang dilihat dari BPS :
Bekerja
104,49
107,41
9,26
2009
111,28
8,59
2010
121,19
120,41
119,40
116,00
113,74
Pengangguran
112,80
8,12
2011
114,02
7,61
2012
7,17
2013
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dapat dilihat bahwa angkatan kerja dari tahun
2009 yaitu 113,74 juta angkatan kerja mengalami peningkatan hingga pada tahun 2013
sebesar 121,19 juta angkatan kerja namun kenaikan pada setiap tahunnya tidak signifikan.
6
Begitu juga dengan jumlah angkatan kerja yang sudah bekerja terus mengalami
peningkatan dari tahun 2009 yaitu 104,49 juta pekerja sampai tahun 2013 mencapai 114,02
juta pekerja. Peningkatan dari jumlah angkatan kerja yang sudah bekerja juta meningkat
secara tidak signifikan. Hal ini tentu mempengaruhi tingkat pengangguran yaitu semakin
tingginya tingkat angkatan kerja dan yang bekerja dapat mengurangi jumlah pengangguran
setiap tahunnya, tingkat pengangguran berkurang secara tidak signifikan mengikuti
peningkatan dari jumlah angkatan kerja dan yang bekerja. Kurangnya kualitas pendidikan
di Indonesia menjadi penyebab
bekerja. Kurangnya kualitas pendidikan tersebut dapat dilihat dari cara pandang setiap
generasi muda yang hanya berfokus bagaimana menyelesaikan pendidikan dan bekerja,
masyarakat khususnya generasi muda di Indonesia tidak dibekali dengan bagaimana cara
yang dapat dilakukan dalam mengurangi pengangguran di Indonesia misalkan dengan cara
membuat usaha baru dengan inovasi-inovasi baru sehingga masyarakat yang menganggur
mendapatkan lapangan pekerjaan.
Peningkatan jumlah angkatan kerja dan jumlah tenaga kerja yang telah bekerja setiap
tahunnya mengalami peningkatan yang sedikit, sehingga masalah pengangguran juga belum
teratasi walaupun jumlah penganggurannya berkurang tetapi pengurangannya masih
sedikit. Ketersediaan lapangan pekerjaan masih menjadi faktor yang mempengaruhi
permasalahan pengangguran di Indonesia, dapat dibuktikan melalui grafik lowongan kerja
di bawah ini yang diambil dari BPS:
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.197.832
1.000.000
628.603
612.699
326.617
0
2009
2010
2011
2012
2013
Pada tahun 2009 jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia masih tersedia banyak yaitu
mencapai 3.149.514 juta kesempatan kerja, karena pada tahun ini perekonomian Indonesia
masih stabil dan belum terkena imbas dari krisis ekonomi akibat kredit macet di Amerika,
7
selain itu tahun 2009 Indonesia masih dalam masa memperbaiki perekonomian sehingga
dalam meningkatkan perekonomian Indonesia banyak sektor-sektor ekonomi yang dibuka.
Tahun 2010 dan 2011 lowongan pekerjaan terus menurun, Indonesia telah merasakan
dampak krisis yang terjadi di Amerika sehingga perekonomian Indonesia mengalami
penurunan. Tetapi pada tahun 2012 dan 2013 lowongan tenaga kerja Indonesia mulai
meningkat,
tetapi
peningkatannya
sangat
sedikit
sehingga
pengangguran
juga
penurunannya sedikit. Hal ini karena masyarakat di Indoneisa khususnya generasi muda
yang telah menyelesaikan pendidikannya tidak memiliki bekal mandiri berwirausaha, justru
mereka mengantri mendapatkan panggilan kerja.
Sesuai dengan teori pasar tenaga kerja bahwa perusahaan yang menawarkan pekerjaan
menentukan syarat bagi pelamar pekerjaan dengan tujuan supaya perusahaan mendapatkan
karyawan yang berkualitas serta memiliki keahlian yang lebih. Salah satu syaratnya yaitu
melalui pendidikan formal, rata-rata perusahaan menginginkan karyawan harus minimal
lulus SMA/SMK. Di Indonesia angkatan tenaga kerjanya meningkat sehingga kebutuhan
akan lapangan pekerjaan semakin meningkat pula, tetapi kenaikan akan lowongan
pekerjaan yang dibutuhkan perusahaan tidak mengalami peningkatan yang banyak
akibatnya proses seleksi dalam pencarian pekerjaan juga memerlukan waktu yang lama
pula, hal ini yang menjadi faktor tidak teratasinya pengangguran dengan baik. Maka sesuai
teori kualitas tenaga keja, bahwa setiap angkatan kerja tidak hanya memiliki pendidikan
formal saja tetapi harus memiliki keahlian yang lebih dalam mengembangkan kreativitas,
agar mereka mampu berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja sendiri, dengan begitu
para pengangguran dapat teratasi.
2.2 Analasis Kualitas Tenaga Kerja dari 4 Negara di ASEAN dalam Menghadapi
MEA
Tingkat pendidikan angakatan tenaga kerja di Negara Thailand, Singapura, Malaysia
dan Filipina yaitu ada Primary level, Secondary level,Tertiary level. Primary level
merupakan tingkat pendidikan di sekolah dasar, Secondary level merupakan tingkat
pendidikan di tingkat SMP dan SMA dan Tertiary level merupakan tingkat pendidikan
akhir yaitu di perguruan tinggi. Di bawah ini merupakan data tingkat pendidikan keempat
negara di Asean yang menjadi perbandingan dengan tingkat pendidikan di Indonesia yang
didapat dari World Bank :
32
2009
2010
Singapura
39
22
Malaysia
39
21
32
17
2011
Filipina
42
31
17
2012
33
20
2013
32
2014
Singapura
5570
1349
69
56
1450
69
56
5014
2009
2010
2011
Malaysia
73
56
15
50
2012
Filipina
44
43
30
20
2013
2014
29
24
28
16
2010
Singapura
29
25 28
17
Malaysia
24
2011
25
29
17
2012
Filipina
50
21
13
2013
22
0
2014
10
Selanjutnya di bawah ini merupakan data World Bank yang menjelaskan persentase
tenaga kerja ke empat negara yaitu Thailand, Singapura, Malaysia, dan juga Filipina.
2009
3,9
3,9
2,7
2010
Singapura
Malaysia
6
5,4
3,6
3,6
6,3
3,8
3,7
2,6
2,4
2011
Filipina
2012
4
3,5
2,5
3,8
2013
2014
Dilihat dari data di atas menunjukkan jumlah pekerja Negara Thailand, Malaysia dan
Filipina mengalami peningkatan secara fluktuatif. Pada tahun 2007 Pemerintah Thailand
sudah mulai mempromosikan ekonomi berbasis pengetahuan dengan berfokus pada
inovasi-inovasi baru yang akan dihasilkan dari generasi yang memiliki kualitas pendidikan
yang maksimal. Melalui promosi tersebut diharapkan banyak tenaga kerja yang sudah siap
bersaing di pasar tenaga kerja melalui kualitas ekonomi berbasis pendidikan. Hal yang
sama terjadi pada Malaysia yaitu tingkat pekerja mengalami peningkatan namun tidak
siginifikan. Menurut Departmen Statistik Malaysia hal ini disebabkan karena jumlah
pengangguran di Malaysia meningkat pada Bulan Novenber 2013 sebesar 3,4 persen dan
terbukti tercatat sekitar 484.600 orang yang menganggur, selain itu terjadi penurunan
sebesar 0.2 persen untuk orang yang sudah bekerja (shanghaiscrap, 2014).
Negara Filipina juga mengalami hal yang serupa dengan negara Malaysia dan Thailand
yaitu tingkat pekerja mengalami fluktuasi. Namun untuk Negara Filipina disebabkan karena
semakin bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk yang berdampak terhadap
berkurangnya jumlah lapangan pekerjaan sehingga terjadi pembatasan jumlah pekerja
terhadap angkatan kerja, hal ini terjadi mengikuti pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.
Berbeda dengan negara Singapura. tingkat pekerja Singapura pada tahun 2010 meningkat
cukup tinggi yaitu 8,3 persen per tahunnya. Namun pada tahun 2011 menurun menjadi 5,4
persen karena terjadi peningkatan PHK dari sector manufaktur dan jasa dan tercatat
11
sebanyak 2,8 persen dari jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Namun pada tahun
2013 Pemerintah Singapura mulai menetapkan suatu kebijakan baru guna untuk
menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang mengalami PHK pada tahun 2011
yaitu dari 12.600 tingkat lapangan kerja meningkat menjadi 15.000 sampai September
2015. Hal ini yang membuat Singapura merupakan negara yang cukup berkembang dalam
tingkat ekonominya dan msyarakat pun sejahtera.
Dari kualitas pendididkan dan jumlah pekerja di Negara Thailand, Singapura,
Malaysia, dan Filipina maka akan berdampak pada jumlah pengangguran yang terjadi pada
keempat negara tersebut. Di bawah ini merupakan data pengangguran dari World Bank
yang terjadi di Negara Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina.
Pengangguran Tahun 2009-2013 (% per Tahun)
10
8
7,5
7,8
6
4
2
0
7
3,6
2,9
1,5
2009
3,3
2,2
6,8
3,1
2
1,1
2010
7,1
3
2
0,7
2011
0,7
2012
Thailand
Singapura
Malaysia
Filipina
3,5
3,1
1,9
2
0,8
0,7
2013
2014
Dari data di atas terlihat bahwa di Negara Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand
jumlah penganggura dari tahun 2009 hingga tahun 2014 mengalami penurunan. Negara
Filipina merupakan negara yang masih memiliki tingkat pengangguran paling tinggi
dibandingkan dengan negara yang lainnya, yaitu sebesar 7,5 persen pada tahun 2009 namun
setelah melakukan perbaikan sistem pendidikan yang mewajibkan pendidikan 12 tahun
sekolah dari SD, SMP, dan SMA dapat membentuk kualitas pendidikan yang semakin baik,
begitu juga kesadaran masyrakat mengenai pendidikan juga semakin meningkat hal ini
dibuktikan dari jumlah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan sarjana dapat mengurangi
jumlah pengangguran sehingga pada tahun 2014 jumlah penganggura menjadi 6,8 persen.
Jumlah pengangguran di Malaysia pada tahun 2009 mencapai 3,6 persen menurun hingga
3,5 persen pada tahun 2014, tetapi penurunan pengangguran terbesar yaitu pada tahun 2012
yaitu sebesar 3 persen. Pada tahun 2012 jumlah pengangguran keempat negara tersebut
memang mengalami penurunan yang paling besar, hal ini disebabkan pada tahun 2012
12
semua negara telah memiliki kondisi ekonomi yang semakin membaik setelah terjadinya
krisis ekonomi akibat kredit macet di Amerika selain itu penurunan tingkat pengangguran
di Malaysia ini disebabkan adanya perubahan pada sistem pendidikan sekolah dasar
menjadi 11 tahun yang dilakukan Pemerintah Malaysia.
Tingkat pengangguran juga mengalami penurunan di Negara Singapura yaitu pada
tahun 2009 sebesar 2,9 persen menurun hingga 2 persen pada tahun 2014, sama dengan
negara yang lainnya tingkat pendidikan di Singapura semakin baik. Kesadaran akan
pentingnya pendidikan juga terbangun di Singapura, dilihat bahwa tingkat tenaga kerja
dengan lulusan sarjana semakin meningkat. Selain itu pemerintah melakukan pertambahan
kebijakan baru untuk meningkatkan lapangan pekerjaan bagi karyawan yang mengalami
PHK.
Selanjutnya dari Negara Thailand, negara ini merupakan negara yang memiliki tingkat
pengangguran yang paling sedikit dibandingkan negara-negara Malaysia, Singapura dan
Filipina. Pada tahun 2009 tingkat pengangguran di Negara Thailand sebesar 1,5 persen
mengalami penurunan hingga 0,8 persen di tahun 2014, hal ini sesuai dengan usaha yang
dilakukan oleh pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan serta memberikan
anggaran pendidikan yang besar untuk membantu biaya pendidikan masyarakatnya.
13
3 Saran
3.1 Pemerintah :
a. Memberi sosialisasi akan pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat,
khususnya masyarakat pedesaan.
b. Memberikan dana pendidikan yang lebih murah, supaya masyarakat menengah
kebawah mampu menempuh pendidikan yang tinggi.
c. Pemerintah harus melakukan rekonstruksi sistem pembelajaran dimana harus
seimbang antara potensi akademik maupun non akademik sehingga tercipta
sumber daya manusia yang kompeten di masa mendatang.
d. Pemerintah menyediakan guru atau dosen yang berkualitas dalam mengajar serta
mampu memberikan motivasi terhadap siswa atau mahasiswa yang mengalami
masalah
e. Pemerintah juga harus melakukan pertukaran guru dengan negara lain dan
pertukaran guru di pedesaan dengan guru yang ada di kota.
3.2 Masyarakat:
a. Membuka pikiran agar dapat menerima sosialisasi dari pemerintah tentang
pentingnya pendidikan
b. Melaksanakan program pemerintah mengenai kegiatan belajar baik bidang
akademik maupun non akademik.
3.3 Institusi Pendidikan :
a. Lebih pro-aktif meningkatkan kualitas pendidikan dengan membuka program study
yang mendukung program pembangunan pemerintah.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Bank, W. (2014, Februari 5). Data. Retrieved Februari 12, 2016, from http://data.worldbank.org/
2. Famasya, A. (2016, Januari 13). Meluruskan Kesalahpahaman Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Retrieved Februari 25, 2016, from https://www.selasar.com/ekonomi/meluruskankesalahpahaman-masyarakat-ekonomi-asean
3. Husna, R. (2016). Singapore Unemployment Rate. www.tradingeconomics.com , 1-2.
4. Invesment, I. (2013). Produk Domestik Bruto. Jakarta: Investment Indonesia.
5. Ndraha. (1997, Desember 8). Pengertian Kualitas Sumber Daya. Retrieved Februari 04, 2016,
from http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertian-kualitas-sumber-daya-manusia.html
6. Shodiqin, A. (2015, Desember 25). Pengertian Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Dan
Kesiapan Indonesia Menghadapi MEA. Retrieved Februari 14, 2016, from
http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-kesiapanIndonesia-menghadapi-mea-2015.html
7. Sholeh. (2015). Kesiapan Indonesia Menghadapi MEA . ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id , 2-3.
8. Sidek, N. Z. (2013). Labor Productivity of Services Sector in Malaysia: Analysis Using Inputoutput
Approach
.
Retrieved
Februari
25,
2016,
from
http://www.sciencedirect.com/sciaence/article/pii/S2212567113002153
9. Sinaga, S. d. (2005, Maret 13). Teori Pasar Tenaga Kerja . Retrieved Februari 18, 2016, from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/21531/3/Chapter20II.pdf
10. Statistik, B. P. (2014, Februari 13). Jumlah angkatan kerja, bekerja, pengangguran, TPAK dan
TPT. Retrieved Februari 19, 2016, from http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/973
11. UUD. (2013, Maret 08). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. Retrieved Februari 14,
2016, from http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm
12. vibiznews. (2014, Januari 22). Jumlah Pengangguran di Malaysia Bertambah Capai 500 Ribu.
Retrieved Februari 25, 2016, from http://vibiznews.com/2014/01/22/jumlah-pengangguran-dimalaysia-bertambah-capai-500-ribu/
13. Waluyo,
I.
(2007).
Ekonomi
Kontekstual.
http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-ekspor-apa-itu-ekspor.
Surakarta:
14. Clark, N. (2014, Desember 24). World Education News Malaysia, Thailand, Filipina. Dipetik
Februari 12, 2016, dari wenr.wes.org: http://wenr.wes.org/2014/12/education-in-malaysia.
15. Haryanto, A. D. (2013). Indonesia 2050. Dalam T. A. Meraxa, 2050 Workforce Quality (hal. 1213). Jakarta: Baduose Media.
15