30 - SE - M - 2015 Pedoman Metode Perencanaan Penggalian Dan Sistem Perkuatan Terowongan Jalan
30 - SE - M - 2015 Pedoman Metode Perencanaan Penggalian Dan Sistem Perkuatan Terowongan Jalan
PEDOMAN
Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil
Metode perencanaan
penggalian dan sistem perkuatan terowongan jalan
pada media campuran tanah-batuan
Daftar isi
Gambar 1 - Diagram alir perencanaan metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan
pada media campuran tanah-batuan ..................................................................................... 7
Gambar 2 - Tipikal pola perkuatan dan dinding terowongan ................................................ 22
Gambar 3 - Mekanisme tegangan yang bekerja saat terjadi penggalian terowongan ........... 29
Gambar 4 - Ilustrasi perilaku deformasi pada penggalian terowongan ................................. 29
Tabel 1 - Parameter penentuan kategori batuan/tanah .......................................................... 9
Tabel 2 - Pengujian lapangan untuk tanah ........................................................................... 10
Tabel 3 - Pengujian lapangan untuk batuan ......................................................................... 10
Tabel 4 - Pengujian geofisika untuk tanah dan batuan ......................................................... 11
Tabel 5 - Pengujian laboratorium untuk tanah dan batuan ................................................... 11
Tabel 6 - Klasifikasi tanah dan batuan ................................................................................. 15
Tabel 7 - Metode penggalian dan karakteristiknya ............................................................... 17
Tabel 8 - Kriteria pemilihan jenis perkuatan ......................................................................... 20
Tabel 9 - Skema tipikal pola perkuatan dan dinding serta deformasi izin ............................. 21
Tabel 10 - Tipikal metode tambahan dan kegunaannya (JSCE, 2006) ................................. 23
Tabel 11 - Ilustrasi metode tambahan dan penjelasannya ................................................... 24
Prakata
Pedoman metode perencanaan penggalian dan sistem perkuatan terowongan jalan pada
media campuran tanah-batuan ini disusun dari hasil kajian ilmiah Litbang terowongan Balai
Geoteknik Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan, serta mengacu dari Standard
Spesifications for Tunneling-2006: Mountain Tunnels
(Japan Soceity of Civil
Engineers/JSCE). Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk perencana,
akademisi, pemilik pekerjaan dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam
merencanakan penggalian terowongan jalan di media campuran tanah-batuan.
Pedoman ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan
Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui
Gugus Kerja Geoteknik Jalan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam rapat Konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 12 September 2014 di
Bandung, yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga terkait.
ii
Pendahuluan
Kondisi geologi Indonesia yang terdiri atas berbagai satuan formasi geologi dengan
karakteristik yang berbeda-beda memungkinkan ditemuinya kondisi media campuran tanahbatuan (mixed-face) dalam pembangunan suatu terowongan. Kondisi media campuran ini
dapat menimbulkan permasalahan khususnya pada stabilitas muka bidang galian. Media
campuran umumnya tidak mempunyai kekuatan yang cukup lama untuk menahan beban
massanya sendiri (stand-up time), sehingga diperlukan perkuatan sebelum dilakukan
penggalian terowongan, atau pemasangan sistem perkuatan segera sesaat setelah
dilakukan penggalian terowongan. Selain itu, biasanya terdapat aliran air pada media
campuran karena ada perbedaan sifat permeabilitas material. Saat penggalian, hal ini juga
akan mempengaruhi dan menurunkan stabilitas material yang secara alami sudah memiliki
kekuatan menahan beban massanya sendiri yang pendek. Untuk menghadapi hal ini
pemasangan perkuatan yang memadai serta pengendalian air yang berkesinambungan
perlu dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tanah/batuan tersebut.
Sifat-sifat media campuran tanah-batuan dan permasalahan yang dapat timbul pada saat
konstruksi, perlu dipahami dengan baik untuk membantu perencana/kontraktor ketika
merencanakan/membangun terowongan jalan pada kondisi media tersebut. Untuk itu
diperlukan suatu pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan teknis, sehingga
pembangunan terowongan jalan pada media campuran tanah-batuan dapat dilakukan
dengan baik.
iii
Ruang lingkup
Pedoman ini menetapkan ketentuan dan prosedur metode perencanaan penggalian dan
sistem perkuatan terowongan jalan pada media campuran tanah-batuan, yang meliputi
penyelidikan lapangan dan laboratorium, penentuan kategori batuan/tanah dan penentuan
metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan yang terdiri dari beton semprot, baut
batuan, penyangga baja, lantai kerja dan metode tambahan menggunakan pendekatan
empiris dan analitis.
2
Acuan normatif
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan pedoman ini.
SNI 03-2437-1991, Metode pengujian laboratorium untuk menentukan parameter sifat fisika
contoh batu
SNI 03-2455-1991, Tanah, Metode pengujian laboratorium triaksial A
SNI 03-2814-1992, Metode pengujian indeks kekuatan batu dengan beban titik
SNI 03-3420-1994, Metode kuat geser langsung tanah tidak terkonsolidasi tanpa drainase
SNI 03-3637-1994, Metode pengujian berat isi tanah berbutir halus dengan cetakan benda uji
SNI 03-4813-1998, Metode pengujian triaksial untuk tanah kohesif dalam keadaaan tanpa
konsolidasi dan drainase
SNI 03-6453-2000, Metode pengujian kelulusan air untuk lapisan tanah pondasi dengan cara
pemompaan di lapangan
SNI 06-2485-1991, Metode pengujian laboratorium cepat rambat ultrasonik dan konstanta
elastis benda uji batu
SNI 13-4180-1996, Penentuan tegangan in situ pada batuan dengan metode rekah hidraulik
SNI 13-6581-2001, Penentuan kekerasan batuan dengan uji palu Schmidt
SNI 13-6584-2001, Metode identifikasi mineral lempung dengan sinar-X
SNI 13-6664-2002, Penentuan modulus deformasi massa batuan dengan uji dilatometer
probex-1
SNI 1965:2008, Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan batuan
SNI 1966:2008, Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah
SNI 1967:2008, Cara uji penentuan batas cair tanah
SNI 2411:2008, Cara uji kelulusan air bertekanan di lapangan
SNI 2417:2008, Cara uji keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles
SNI 2435:2008, Cara uji kelulusan air benda uji tanah di laboratorium dengan tekanan tetap
SNI 2486:2011, Cara uji laboratorium kuat tarik benda uji batu dengan cara tidak langsung
SNI 2528:2012, Tata cara pengukuran geolistrik wenner untuk eksplorasi air tanah
SNI 2813:2008, Cara uji kuat geser langsung tanah terkonsolidasi dan terdrainase
1 dari 45
2 dari 45
ASTM D4971-08, Standard Test Method for Determining In Situ Modulus of Deformation of
Rock Using Diametrically Loaded 76-mm (3-in.) Borehole Jack
ASTM D5731-08, Standard Test Method for Determination of the Point Load Strength Index
of Rock and Application to Rock Strength Classifications
ASTM D5753-05(2010), Standard Guide for Planning and Conducting Borehole Geophysical
Logging
ASTM D5777-00(2011)e1, Standard Guide for Using the Seismic Refraction Method for
Subsurface Investigation
ASTM D5778-12, Standard Test Method for Electronic Friction Cone and Piezocone
Penetration Testing of Soils
ASTM D6032-08, Standard Test Method for Determining Rock Quality Designation (RQD) of
Rock Core
ASTM D6034-96(2010)e1, Standard Test Method (Analytical Procedure) for Determining the
Efficiency of a Production Well in a Confined Aquifer from a Constant Rate Pumping Test
ASTM D6167-11, Standard Guide for Conducting Borehole Geophysical Logging:
Mechanical Caliper
ASTM D6431-99(2010), Standard Guide for Using the Direct Current Resistivity Method for
Subsurface Investigation
ASTM D6432-11, Standard Guide for Using the Surface Ground Penetrating Radar Method
for Subsurface Investigation
ASTM D6635-01(2007), Standard Test Method for Performing the Flat Plate Dilatometer
ASTM D7012-14, Standard Test Methods for Compressive Strength and Elastic Moduli of
Intact Rock Core Specimens under Varying States of Stress and Temperatures
ASTM D7128-05(2010), Standard Guide for Using the Seismic-Reflection Method for
Shallow Subsurface Investigation
ASTM D7263-09, Standard Test Methods for Laboratory Determination of Density (Unit
Weight) of Soil Specimens
ASTM D7400-08, Standard Test Methods for Downhole Seismic Testing
ASTM D7625-10, Standard Test Method for Laboratory Determination of Abrasiveness of
Rock Using the CERCHAR Method
ASTM E794-06(2012), Standard Test Method for Melting And Crystallization Temperatures
By Thermal Analysis
ASTM G57-06(2012), Standard Test Method for Field Measurement of Soil Resistivity Using
the Wenner Four-Electrode Method
ASTM G187-12a, Standard Test Method for Measurement of Soil Resistivity Using the TwoElectrode Soil Box Method
3
Untuk tujuan penggunaan pedoman ini, istilah dan definisi berikut digunakan.
3.1
beton semprot
material perkuatan berupa beton yang disemprotkan dengan peralatan bertekanan tinggi
untuk melekat pada permukaan dinding terowongan
3 dari 45
3.2
kondisi kualitas batuan (rock quality designation/RQD)
penilaian kualitas batuan berdasarkan kondisi keutuhan inti di antaranya
3.3
media
material yang dilalui sepanjang trase terowongan dalam proyek pembangunan terowongan
3.4
media campuran tanah-batuan
adanya dua atau lebih jenis material yang memiliki sifat atau karakteristik yang sangat
berbeda pada muka bidang galian dan di belakangnya
3.5
metode konvensional
metode penggalian yang dilakukan tanpa menggunakan mesin di antaranya terowongan,
seperti dengan ekskavator, alat pemecah batuan (breaker), road header
3.6
metode penerowongan (tunnel driving method)
suatu metode yang digunakan untuk menggali terowongan seperti dengan peledakan,
peralatan mekanis (ekskavator, breaker, road header), mesin ataupun tenaga manusia
dengan pertimbangan utama efisiensi kerja
3.7
metode penggalian
suatu metode yang digunakan untuk membagi segmen muka bidang galian terowongan
pada saat penggalian dengan pertimbangan utama adalah stabilitas muka bidang galian
(face)
3.8
metode tambahan
metode yang digunakan untuk mengamankan bagian muka kerja penggalian dan stabilitas
bagian atap terowongan (crown), kontrol air masuk atau kontrol penurunan permukaan,
ditambahkan pada metode penerowongan pada umumnya
3.9
muka bidang galian
bagian permukaan media yang akan digali
3.10
perkuatan
suatu cara yang memasang suatu struktur baik sebelum maupun setelah kegiatan
penggalian, untuk menjaga stabilitas batuan/tanah di sekitar terowongan dan untuk
mencegah terjadinya deformasi
3.11
stand-up time
waktu yang dimiliki oleh massa batuan untuk menahan bebannya sendiri sebelum runtuh
3.12
terowongan jalan
terowongan yang dibuat untuk kepentingan lalu lintas
4 dari 45
4
4.1
Ketentuan
Umum
a. Metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan harus direncanakan dengan cara
yang tepat dengan memanfaatkan kemampuan batuan/tanah menyangga dirinya sendiri,
mempertimbangkan karakteristik batuan/tanah, dampak pekerjaan penerowongan
terhadap lingkungan sekitar, efek dari konstruksi-konstruksi di sekitar terowongan,
gempa, tekanan air tanah, dan efek-efek lain serta kondisi-kondisi desain yang
diperlukan.
b. Pendekatan empiris digunakan pada kategori batuan/tanah A dan B dan pada proyek
yang mempunyai kondisi perencanaan yang serupa dengan kondisi yang pernah
dibangun.
c. Pendekatan empiris dan analitis digunakan pada kategori batuan/tanah CI, CII, DI, DII
dan E serta pada daerah dengan perilaku kondisi batuan/tanah yang dapat menimbulkan
permasalahan dan memerlukan persyaratan perencanaan khusus, seperti:
Lokasi proyek yang berdekatan dengan infrastruktur yang telah ada;
Kondisi lapisan penutup (overburden) yang tipis;
Kondisi batuan/tanah yang telah mengalami deformasi dan gaya tekan bumi (earth
pressure);
Kondisi batuan dan tanah yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda
(campuran tanah-batuan);
Terowongan dengan rongga yang besar (cave in) dan berpenampang besar.
d. Hasil analisis menggunakan pendekatan analitis dapat menghasilkan keluaran dengan
variasi yang besar tergantung pada kondisi analitisnya, seperti penentuan modelnya,
kondisi batasnya, dan nilai-nilai parameter fisik yang dimasukkan. Oleh karena itu,
penentuan kondisi analitis dan evaluasi terhadap hasilnya harus dilakukan dengan hatihati oleh tenaga ahli di bidangnya.
4.2
a. Penyelidikan harus dilakukan dengan menggunakan metode dan jumlah titik penyelidikan
yang sesuai agar diperoleh karakteristik dan sifat-sifat batuan/tanah yang dapat
menggambarkan kondisi bawah permukaan sepanjang trase terowongan. Oleh karena
itu, cara dan metode penyelidikan harus konsisten dengan:
1. ruang lingkup proyek, yaitu: lokasi, ukuran, dan anggaran;
2. tujuan proyek, yaitu: toleransi risiko, kinerja jangka panjang;
3. kendala proyek, yaitu: geometri, kemampuan untuk dilaksanakan (constructability),
dampak pada pihak ketiga, estetika, dan dampak lingkungan.
b. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyelidikan harus memiliki pemahaman
yang sama terhadap parameter-parameter dasar untuk kebutuhan desain.
4.3
d. Penggunaan kelas tanah E harus dibatasi untuk lokasi proyek dengan konvergensi
sebesar 200 mm atau lebih, dengan karakter litologi khusus (batuan/tanah dengan
tekanan tanah yang besar, seperti karena adanya endapan talus yang luas dan zona
rekahan akibat patahan yang luas).
4.4
Pendekatan empiris
a. Pendekatan empiris yang digunakan pada pedoman ini mengacu pada tipikal lebar
penampang melintang 12,5 m hingga 14 m. Untuk lebar penampang melintang lebih
besar dari 14 m, pendekatan empiris tidak dapat digunakan.
b. Pendekatan empiris yang digunakan dalam menentukan pemilihan metode penggalian
dan sistem perkuatan didasarkan pada kategori batuan/tanah yang tercantum dalam
pedoman ini. Untuk kondisi batuan/tanah yang tidak tercakup pada pedoman ini, maka
pendekatan empiris tidak dapat digunakan.
4.4.1
Pendekatan analitis
6 dari 45
Secara garis besar langkah-langkah dalam perencanaan metode penggalian dan sistem
perkuatan terowongan berdasarkan kategori batuan/tanah ditunjukkan pada Gambar 1.
Mulai
Penentuan kategori
batuan/tanah
Kategori A hingga B?
TDK
Pendekatan
empiris
YA
Deformasi
memenuhi
kriteria batas?
TDK
YA
Selesai
7 dari 45
5.1
8 dari 45
Parameter yang
didapatkan
Kuat tekan bebas
batuan/tanah, qu
(kN/m2)
Berat isi,
(kN/m3)
Kecepatan
gelombang elastis
batuan/tanah, Vp
(km/detik)
Kecepatan
gelombang
ultrasonik contoh
uji, up (km/detik)
PMB/RQD
Standar pengujian
SNI 3638:2012
SNI 2825:2008
SNI 03-3637-1994
SNI 2436:2008
Parameter kecepatan gelombang elastis dan faktor kompetensi merupakan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan klasifikasi batuan/tanah. Meski
demikian, karena pendekatan yang dihasilkan cukup kasar, maka pendekatan tersebut
merupakan penunjang dari penyelidikan geologi lokal, pengeboran teknik dan pengambilan
contoh batuan/tanah.
5.1.2
Pendekatan analitis digunakan sebagai metode untuk memeriksa kondisi tegangan dan
interaksi antara kekuatan batuan dan tanah sekitarnya akibat penggalian terowongan,
dalam suatu bentuk model geometri sederhana. Beberapa parameter tanah diperlukan
dalam perhitungan analitis untuk menganalisa dan mengevaluasi kondisi dan interaksi
batuan/tanah. Pada Tabel 2 hingga Tabel 5 diperlihatkan parameter-parameter batuan/tanah
yang diperlukan untuk pendekatan analitis.
9 dari 45
Metode
Electric cone
penetrometer
(CPT)
Piezocone
penetrometer
(CPTu)
Flat Plate
Dilatometer
(DMT)
Pre-bored
pressuremeter
(PMT)
Catatan:
Lempung, lanau,
gambut, beberapa
jenis pasir dan kerikil
Dr
ho
Su
p
ch
kh
adalah
adalah
adalah
adalah
adalah
adalah
adalah
OCR
Vs
Gmax
G
Emax
E
tot
eo
mv
adalah
adalah
adalah
adalah
adalah
adalah
adalah
Ko
adalah
St
adalah
Standar pengujian
SNI 2827:2008
ASTM D5778-12
ASTM D66351(2007)
ASTM D4719 07
Modulus deformasi
Dynamic measurement
Acoustic televiewing
Borehole video televiewing
Slug test
Packer test
Pumping test
Sumber: FHWA (2009)
10 dari 45
Standar pengujian
SNI 13-4180-1996
ASTM D4623 08
ASTM D4729 08
ASTM D1195 / D1195M 09
SNI 13-6664-2002
ASTM D4729 08
ASTM D4506 - 13e1
Pd T-03.2-2005-A
ASTM D4395 08
ASTM D4971 08
ASTM D5753 - 05(2010)
ASTM D6167 11
ASTM D5753 - 05(2010)
ASTM D4044 - 96(2008)
SNI 2411:2008
SNI 03-6453-2000
Resistivity elektrik
dengan metode Wenner
Resistivity elektrik
dengan metode
Schlumberger
Propagasi gelombang
seismik (Seismic wave
propagation): cross-hole,
up-hole atau down-hole
dan parallel seismic.
Standar pengujian
ASTM D5777 - 2011
SNI 2528:2012
SNI 2818:2012
ASTM D6432 11
Pd T-03.2-2005-A
Parameter yang
didapatkan
Densitas
a. Tanah
b. Batuan
Porositas
Kadar air
Slake durability
Sifat-sifat indeks
Swelling index
Point load index
Konsistensi (hardness)
a. Tanah
b. Batuan
Abrasivity
Kuat tekan uniaksial
a. Tanah
b. Batuan
Kuat tekan triaksial
a. Tanah
b. Batuan
Kuat tarik
Kuat geser
a. Tanah
b. Batuan
Standar pengujian
a. SNI 03-3637-1994
b. SNI 03-2437-1991
SNI 03-2437-1991
SNI 1965:2008
SNI 3406:2011
SNI 6424:2008
SNI 03-2814-1992
a. SNI 1966:2008, SNI 1967:2008, SNI 3422:2008
b. SNI 13-6581-2001
ASTM D7625 10
SNI 2417:2008
a. SNI 3638:2012
b. SNI 2825:2008
Kekuatan
11 dari 45
Parameter yang
didapatkan
Modulus elastisitas
a. Tanah
b. Batuan
Kemampuan
berdeformasi
Rasio Poisson
a. Tanah
b. Batuan
Permeabilitas
Koefisien
a. Tanah
permeabilitas atau
b. Batuan
kelulusan air
Analisis petrografi
(thin-sections analysis)
Mineralogi dan
Differential thermal
ukuran butir
analysis
X-ray diffraction
Sumber: FHWA (2009)
5.2
Standar pengujian
Klasifikasi batuan/tanah dibagi menjadi menjadi tujuh kelas, dan penggunaannya harus
mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
a. Kecepatan gelombang elastis (km/detik).
Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penerapan kecepatan
gelombang elastis:
i. Efektivitas eksplorasi gelombang elastis praktis terbatas hingga kedalaman sekitar
100 m, karena panjang lintasan survei yang diperlukan adalah 5 hingga 6 kali
kedalaman penyelidikan, dengan asumsi kekerasan massa batuan meningkat dari
permukaan ke arah kedalaman (kecepatan gelombang elastis meningkat). Jika yang
terjadi sebaliknya pendekatan ini tidak dapat digunakan.
ii. Pada media yang telah mengalami tekanan/lipatan seperti serpih, batu sabak
(slate), dan sekis (schist) atau batuan dengan banyak retakan-retakan minor,
batuan tidak kompak (loosen). Pengelompokan kelas batuan/tanah untuk daerah
seperti ini dapat dinilai satu peringkat lebih rendah daripada kelas awal yang
diberikan dari hasil eksplorasi gelombang elastis.
iii. Jika kecepatan gelombang elastis (kecepatan gelombang P) dan nilai faktor
kompetensi berada di antara dua kelas, evaluasi harus berdasarkan pada
karakteristik topografi, kondisi batuan/tanah, dan lain-lain.
iv. Pada kondisi kedalaman lapisan penutup dan ketebalan lapisan di sisi terowongan
kecil, seperti area di dekat portal dan sungai kecil, maka nilai kecepatan gelombang
elastis dan kelas massa batuan yang ditunjukkan dapat dinilai lebih rendah
(diturunkan) dari kelas awal.
v. Jika batuan/tanah dalam jangkauan sekitar 15 m di atas rencana elevasi
terowongan terdiri atas lapisan yang memiliki lebih dari satu kecepatan tunggal,
maka digunakan kecepatan elastis yang paling rendah.
vi. Perhatian khusus diperlukan pada lokasi dengan kedalaman lapisan penutup kecil
karena hasil pengujian yang diperoleh dapat bervariasi dan mengakibatkan hasil
analisis yang salah.
vii. Untuk zona patahan dan rekahan, kriteria lain seperti arah, tebal dan kedalaman
zona patahan juga harus dipertimbangkan selain kecepatan gelombang elastis.
viii. Jika pengujian kecepatan gelombang elastis di dalam terowongan dilakukan pada
saat konstruksi, data ini harus digunakan untuk mengkonfirmasi kelas massa
batuan, dan jika perlu perubahan desain dapat dilakukan.
12 dari 45
b.
c.
d.
e.
f.
Kondisi batuan/tanah
Perilaku batuan/tanah saat penggalian terowongan dipengaruhi oleh kekuatan fragmen
batuannya. Berikut ini adalah parameter yang digunakan dalam penilaian kondisi
batuan/tanah:
i. Litologi.
Litologi ditentukan berdasarkan kekuatan batuan/tanah secara langsung dan
kuantitatif melalui uji laboratorium dari sampel pengeboran inti. Selama penggalian
perlu dilakukan uji kuat tekan tidak terkekang (unconfined compressive strength
test), uji beban titik (point loading test), uji pukul (hammering test) dalam menilai
kekuatan batuan/tanah.
ii. Pengaruh air tanah.
Kekuatan batuan/tanah dapat menurun karena pengaruh air tanah, sehingga kondisi
tersebut harus dipertimbangkan dengan memperhitungkan struktur terowongan dan
kesulitan dalam konstruksi.
Kondisi diskontinuitas.
Kuat geser suatu massa batuan ditentukan oleh geometri diskontinuitas dan jenis
material zat pengisi celah permukaan diskontinuitas. Kekasaran diskontinuitas (geometri
dan permukaan gelincir) dan material pengisi seperti lempung, serta evaluasi panjang
(kontinuitas), lebar (jarak) dan kondisi pelapukan harus dipertimbangkan secara
komprehensif.
Jarak antara permukaan diskontinuitas.
Jarak antara permukaan diskontinuitas diwakili oleh garis retakan yang berkembang
secara teratur dalam suatu stratifikasi, schistosity dan kekar. Ketidakteraturan retakan
pada muka bidang galian dapat menimbulkan risiko terpisah dan jatuhnya blok-blok
batuan karena adanya celah.
Pengeboran inti (kondisi inti, RQD)
Hasil survei dari pengeboran inti digunakan untuk mengevaluasi kekuatan fragmen
batuan, kondisi diskontinuitas, dan celah/rekahan. Kondisi pengeboran inti sulit untuk
digunakan sebagai standar kriteria penilaian karena nilai RQD dipengaruhi oleh
teknologi pengeboran dan diameternya. Namun, masih bisa digunakan untuk standar
penilaian secara kasar. Standar ini berlaku untuk sampel inti bor yang diambil dengan
tabung inti ganda pengeboran berdiameter luar 66 mm.
Faktor kompetensi.
Faktor kompetensi didapatkan dengan menggunakan Persamaan (1) sebagai berikut:
Faktor kompetensi = qu/(.H)
(1)
Keterangan:
qu
adalah kuat tekan bebas batuan/tanah (kN/m2);
g.
(2)
Keterangan:
Vp
adalah kecepatan gelombang elastis batuan (gelombang P, km/detik);
Up
adalah kecepatan gelombang ultrasonik contoh uji (gelombang P, km/detik);
qu
adalah kuat tekan bebas batuan/tanah (kN/m2).
Situasi penggalian terowongan dan titik referensi pergerakan.
Pergerakan harus diukur sedini mungkin segera setelah pengangkutan material galian
(sekurang-kurangnya 3 jam atau kurang). Penentuan kategori kelas dapat dikoreksi,
13 dari 45
h.
14 dari 45
Jenis batuan
1.0
2.0
3.0
H Masif
L Masif
M Berlapis
L Berlapis
5.0
6.0
Interval diskontinuitas
RQD
Inti pengeboran
umumnya berkondisi
90% atau lebih, dalam
bentuk silinder yang
hampir sempurna.
Mempunyai panjang
20cm atau lebih,
termasuk serpihan kecil.
Nilai RQD 80 atau lebih.
Batuan sangat keras dan
Interval retakan
Hampir tidak memiliki
Bentuk inti pengeboran
segar atau terlihat tanda(joint ) rata-rata
cermin sesar dan
menunjukkan potongantanda sedikit lapuk.
sekitar 50 cm.
milonit (fault clay) pada potongan yang besar,
Kondisi batuan tidak terlihat Meskipun terdapat
diskontinuitas.
silinder atau batang
retak-retak karena air.
pengaruh perlapisan Diskontinuitas hampir
pendek, panjang inti
dan foliasi
tertutup.
umumnya berkisar 10-20
(schistosity ),
cm, namun ada juga
pengaruh tersebut
panjang inti 5 cm.
pada terowongan
Nilai RQD lebih dari 70.
tidak terlalu besar.
4.0
Kondisi geologi
Faktor
kompetensi
tanah/batuan
------------
Kondisi sangat baik, tidak ada kehilangan tekanan tanah dalam periode yang lama.
Kekuatan batuan lebih besar daripada beban yang disebabkan oleh penggalian
terowongan.
Kondisi diskontinuitas baik, dan berkurangnya kekuatan ikatan dalam batuan (looseness )
karena penggalian terowongan hampir tidak terjadi.
Jatuhan batuan dari penggalian muka bidang terowongan jarang terjadi, dan konvergensi
yang terjadi karena penggalian menimbulkan deformasi elastis sekitar 15 mm atau
kurang.
Kemampuan penyanggaan muka bidang galian (cutting face stands up) .
Batulumpur Tersier
H Masif
M Masif
CI
L Masif
M Berlapis
L Berlapis
Kekuatan batuan lebih besar daripada beban yang disebabkan oleh penerowongan.
Kondisi diskontinuitas baik, dan berkurangnya kekuatan ikatan dalam batuan karena
penerowongan terjadi sebagian.
Sebagian jatuhan batuan disepanjang diskontinuitas yang mudah tergelincir relatif jarang
terjadi, dan konvergensi karena penggalian menimbulkan deformasi elastis sekitar 15~20
mm.
Kemampuan penyanggaan muka bidang galian (cutting face stands up)
Di atas 4
H Masif
M Masif
C II
L Masif
M Berlapis
L Berlapis
Meskipun kekuatan batuan tidak lebih besar daripada beban yang disebabkan oleh
penerowongan, tetapi masih dalam rentang deformasi plastis.
Karena kondisi diskontinuitas buruk, bahkan apabila kekuatan batuan besar, blok batuan
cenderung jatuh sepanjang diskontinuitas yang mudah tergelincir dan berkurangnya
kekuatan ikatan dalam batuan karena penerowongan meningkat.
Apabila kekuatan batuan lebih kecil daripada beban yang mempengaruhinya, konvergensi
karena penggalian dicapai pada sekitar 30 mm yang merupakan batas elasto-plastisitas,
namun konvergensi belum berakhir, hingga muka bidang galian terpisah pada
pergerakan 2 kali diameter terowongan (2D).
Kemampuan penyanggaan muka bidang galian (cutting face stands up)
Batulumpur Tersier
H Masif
M Masif
DI
L Masif
M Berlapis
cc
L Berlapis
4-2
cc
Batulumpur Tersier
H Masif
L Masif
M Berlapis
L Berlapis
2-1
Meskipun kekuatan batuan lebih besar daripada beban yang disebabkan oleh
penerowongan, deformasi plastis dan deformasi elastis terjadi sebagian.
Karena buruknya kondisi diskontinuitas, bahkan jika kekuatan batuan cukup memadai
untuk memperbaiki deformasi plastis, berkurangnya kekuatan ikatan batuan karena
penerowongan meningkat sepanjang diskontinuitas dan mudah tergelincir.
Apabila kekuatan batuan lebih kecil daripada beban yang mempengaruhinya, konvergensi
karena penggalian dicapai pada sekitar 30-60 mm tanpa kasus dimana penutupan lantai
kerja lebih awal dilakukan, dan konvergensi hampir berakhir, hingga muka galian terpisah
pada pergerakan 2 kali diameter terowognan (2D).
Muka galian tidak stabil, dan diperlukan penggalian cincing (ring cuts ) and
mengaplikasikan beton semprot pada muka bidang galian sesuai dengan kondisi
tanah/ground.
Meskipun kekuatan batuan lebih kecil daripada beban yang disebabkan oleh
penerowongan, terjadi deformasi plastis dan deformasi elastis yang besar.
Karena kekuatan batuan kecil dan kondisi diskontinuitas sangat buruk, berkurangnya
kekuatan ikatan batuan karena penerowongan meluas sepanjang diskontinuitas yang
mudah tergelincir, dan pergerakan meningkat. Konvergensi karena penggalian dicapai
pada sekitar 60-200 mm tanpa kasus dimana harus dilakukan penutupan lantai kerja
lebih awal, dan konvergensi belum berakhir, bahkan apabila muka galian terpisah pada
pergerakan 2 kali diameter terowongan (2D).
Muka galian tidak stabil, dan diperlukan penggalian cincin dan beton semprot
diaplikasikan pada muka bidang galian sesuai dengan kondisi tanah/ground.
Batulumpur Tersier
Sesar, daerah patahan, daerah rombakan lereng besar, dll. Mengandung formasi lempung dengan tekanan
tanah tidak simetris.
Perlunakan akibat perusakan oleh air.
Catatan:
1) Pembagian H, M, L: berdasarkan kekuatan pada batuan utama dan kondisi batuan segar, yang akan dibagi dengan kuat tekan uniaksial sebagai berikut:
H: qu > 80N/mm 2, M: 20N/mm2 < qu < 80n/mm 2, L: qu < 20N/mm 2
2) Pembagian untuk Masif, Berlapis:
Masif: batuan dimana bidang retakan menjadi permukaan diskontinuitas yang dominan.
Berlapis: batuan dimana bidang perlapisan atau foliasi menjadi permukaan diskontinuitas yang dominan.
3) Konvergensi (convergence) adalah perubahan jarak antara permukaan dinding terowongan yang diukur dibawah penerowongan aktual, dan tidak ada pergerakan yang terjadi
sebelum penggalian.
Tanah terjepit akan terjadi pada muka bidang galian, dan dapat runtuh.
Fenomena tanah terjepit akibat tekanan akan terjadi [ada bukaan yang tidak disangga.
1 atau lebih
kecil
4) Berkurangnya kekuatan ikatan batuan (looseness ) adalah blok batuan di lapangan yang cenderung runtuh sepanjang diskontinuitas akibat gravitasi, karena diskontinuitas pada massa
batuan yang telah tertutup oleh tekanan, terbuka akibat pelepasan tekanan insitu karena penerowongan.
5) Kekuatan batuan adalah kekuatan batuan yang tidak dipengaruhi oleh rekahan (fissure ).
15 dari 45
5.3
Pendekatan empiris
16 dari 45
Pembagian muka
bidang galian
Penggalian seluruh
muka bidang galian
dengan bench
tambahan
Panjang bench 2m-4m
Metode
penggalian
dengan bench
panjang
Panjang bench > 5D
Metode
penggalian
dengan bench
pendek
Kategori
batuan/tanah
CI dan CII
DI dan DII
DII dan E
17 dari 45
Kelebihan
Kekurangan
Metode diafragma
tengah
Metode
penggalian
samping dengan
dinding beton
Metode
penggalian
samping tanpa
dinding beton
Pembagian muka
bidang galian
Kategori
batuan/tanah
DII dan E
18 dari 45
Kelebihan
Kekurangan
Metode penggalian
Metode
penggalian
samping bagian
atas
Metode
penggalian
samping bagian
tengah
Pembagian muka
bidang galian
Kategori
batuan/tanah
DII dan E
19 dari 45
Kelebihan
Kekurangan
5.3.2
Tipikal pemilihan jenis perkuatan dan sistem perkuatan menggunakan pendekatan empiris
terdiri dari beton semprot, baut batuan, penyangga baja dan lantai kerja beton serta
ditentukan berdasarkan kategori batuan/tanah pada Tabel 8 dan Tabel 9.
.
Tahapan pemilihan sistem perkuatan adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi kondisi media berdasarkan kajian pengujian lapangan dan laboratorium sesuai
5.1.
b. Tentukan kategori batuan/tanah sesuai 5.2.
c. Tentukan jenis perkuatan berdasarkan kategori batuan/tanah menggunakan Tabel 8.
d. Tentukan sistem perkuatan berdasarkan kategori batuan/tanah menggunakan Tabel 9.
e. Buat skema tipikal pola perkuatan dan dinding pada penampang melintang dan
memanjang terowongan mengacu pada ilustrasi Gambar 2.
Tabel 8 - Kriteria pemilihan jenis perkuatan
Bagian-bagian penyangga
Kategori batuan/tanah
Batuan Keras
(Kelas B, C)
Beton
semprot
Baut
batuan
Penyangga
baja
Lantai
kerja
(invert)
Sedikit rekahan
Banyak rekahan
Faktor
Kompetensi 2-4
(Kelas DI)
Faktor
Kompetensi 1-2
(Kelas DII)
Media Tanah
(Kelas E)
(Overburden
Kecil)
Zona Patahan
(Overburden
Besar)
Batuan Lunak
(Kelas D)
Squeezing Ground
Catatan
Catatan:
: sangat efektif, : efektif, : pada prinsipnya tidak perlu
Sumber:
JSCE
20 dari 45
(2007)
Tabel 9 - Skema tipikal pola perkuatan dan dinding serta deformasi izin
Baut batuan
Penyangga baja
Ketebalan dinding
(lining)
Lengkung
(arch),
Lantai
dinding
kerja
samping
(cm)
(side wall)
(cm)
Besarnya
deformasi
yang
diizinkan
(cm)
Kategori
batuan/tanah
Panjang
laju
penggalian
(m)
Panjang
(m)
Arah
melengkung
(m)
Arah
memanjang
(m)
Area
pemasangan
Top
heading
Bench
Jarak
(m)
Ketebalan
beton
semprot
(cm)
2.0
4.0
1.5
2.0
Top heading
10
40
CI
1.5
4.0
1.2
1.5
Top heading,
bench
15
40
(45)
C II
1.2
4.0
1.2
1.2
Top heading,
bench
H-150
1.2
15
40
(45)
DI
1.0
6.0
1.0
1.0
Top heading,
bench
H-150
H-150
1.0
20
40
50
D II
1,0 atau
kurang
1.0
1,0 atau
kurang
Top heading,
bench
H-200
H-200
1,0 atau
kurang
25
40
50
10
Jarak
21 dari 45
Perkuatan Awal
(presupport)
Perkuatan Muka
Bidang Galian
Tujuan
Perkuatan Kaki
Terowongan
Pengendalian
Aliran Air
Pengeboran drainase
Sumur terpusat (Well
point)
Sumur dalam (Deep
well)
Meningkatkan
stabilitas Atap
Meningkatkan
stabilitas muka
bidang galian
XX
XX
Meningkakan
stabilitas kaki
terowongan
Pengen
dalian
aliran air
Kategori batuan/tanah
Mengurangi
penurunan
permukaan
tanah
Proteksi
struktur
disekitar
konstruksi
Batuan
Keras
(Kelas
B, C)
Batuan
Lunak
(Kelas D)
Tanah
(Kelas E)
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
XX
Catatan:
XX adalah metode yang sering digunakan
X adalah metode yang digunakan tergantung kasusnya
Sumber: JSCE (2007)
23 dari 45
XX
Ilustrasi
Keterangan
Perkuatan Awal
(presupport)
24 dari 45
Ilustrasi
Keterangan
Penyemprotan beton pada muka bidang galian dilakukan
dengan ketebalan antara 3 cm hingga 10 cm, segera
setelah penggalian untuk meningkatkan waktu perkuatan
sendiri muka bidang galian
Perkuatan Muka
Bidang Galian
25 dari 45
Ilustrasi
Keterangan
Perkuatan Kaki
Terowongan
Pengendalian
Aliran Air
Pengeboran drainase
26 dari 45
Ilustrasi
Keterangan
Pengendalian
Aliran Air
27 dari 45
Ilustrasi
Keterangan
28 dari 45
5.4
Pendekatan analitis
Pada saat terowongan digali, tipikal ketidakstabilan yang berlaku secara sederhana dapat
dilihat pada Gambar 3. Penentuan waktu pemasangan perkuatan atau optimalisasi
pemasangan perkuatan berdasarkan kapasitas perpindahan (displacement) sangatlah
penting. Oleh karena itu, pembuatan prediksi profil perpindahan pada penampang
memanjang terowongan diperlukan sebagai tahap awal identifikasi perilaku terowongan saat
dilakukan penggalian.
.
Arah penggalian
terowongan
29 dari 45
g. Identifikasi kebutuhan bentuk jaring (mesh) yang diperlukan untuk mendapatkan bentuk
penampang galian dan sistem perkuatan yang akan dimodelkan. Tipikal jenis elemen
struktur untuk perkuatan terowongan dapat mengacu pada Lampiran A.
h. Lakukan pembuatan geometri model dengan sistem koordinat lokal model numerik yang
digunakan.
i. Tentukan kondisi pengekangan (fixities) model, yaitu kondisi perpindahan yang
ditentukan sama dengan nol. Kondisi ini dapat ditentukan pada garis geometri atau titik
pada geometri model. Untuk model 3 dimensi, pengekangan arah memanjang (sumbu y)
dinyatakan berdasarkan pengekangan arah lainnya (sumbu x dan sumbu z). Umumnya
untuk model 3d, pengekangan dilakukan arah horizontal (ux = 0), vertikal (uz=0) dan
memanjang (uy=0).
j. Lakukan perhitungan tegangan awal akibat berat batuan/tanah sendiri dengan
persamaan sebagai berikut:
, = . ; , = . ,
(3)
Keterangan:
adalah berat isi setiap lapisan batuan/tanah (kN/m3)
adalah kedalaman lapisan batuan/tanah (m)
adalah tekanan air pori awal pada suatu titik tinjau
0 adalah koefisien tekanan tanah saat diam (at rest), 0 = 1 sin
k. Untuk menghindarkan terjadinya penambahan perpindahan akibat perhitungan tegangan
awal pada saat dilakukan tahapan penggalian, maka dilakukan pengembalian kondisi
perpindahan menjadi nol (reset displacement to zero) agar pada saat proses penggalian,
gaya yang bekerja pada bidang galian adalah gaya vertikal akibat pengaruh berat
batuan/tanah sendiri.
l. Tentukan penampang galian yang akan dimodelkan beserta urutan penggalian dan
panjang laju penggaliannya.
m. Lakukan tahapan penggalian berdasarkan urutan penggalian dan panjang laju
penggalian yang telah ditentukan pada butir l. Evaluasi perpindahan total yang terjadi
pada beberapa titik tinjau (misal pada atap, samping dan muka bidang galian) hingga
kondisi kesetimbangan gaya tercapai.
n. Bila penampang yang ditentukan menunjukkan bahwa perpindahan total yang terjadi
tidak melampaui kriteria batas deformasi seperti dinyatakan pada Tabel 9, maka panjang
laju penggalian maksimum dan metode penggalian dapat ditentukan. Bila kriteria batas
deformasi terlampaui, maka perlu di tinjau bentuk penampang penggalian lainnya atau
penggunaan metode tambahan berdasarkan permasalahan stabilitas yang dihadapi
dengan metode penentuan mengacu pada Tabel 10.
Bila kriteria batas deformasi terlampaui dan metode tambahan ditentukan berdasarkan
permasalahan stabilitas yang dihadapi, maka tahapan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Tentukan tipikal perkuatan terowongan dan perkuatan tambahan yang akan dimodelkan
beserta urutan penggunaannya. Tipikal jenis elemen struktur untuk perkuatan
terowongan dan perkuatan tambahan dapat mengacu pada Lampiran A.
b. Tentukan parameter perencanaan yang dibutuhkan pada setiap jenis elemen struktur
dengan mengacu pada kebutuhan parameter pada Lampiran A.
c. Tempatkan setiap jenis elemen struktur perkuatan pada penampang melintang dan
memanjang terowongan berdasarkan tahapan penggalian dan metode penggalian yang
telah ditentukan.
d. Lakukan tahapan awal (siklus ke-1) penggalian dan penempatan elemen struktur
perkuatan dengan panjang laju penggalian yang telah ditentukan. Evaluasi perpindahan
total yang terjadi pada beberapa titik tinjau (misal pada atap, samping dan muka bidang
galian) hingga kondisi kesetimbangan gaya tercapai.
30 dari 45
e. Bila sistem perkuatan yang ditentukan menunjukkan bahwa perpindahan total yang
terjadi tidak melampaui kriteria batas deformasi seperti dinyatakan pada Tabel 4, maka
dapat dilakukan tahapan penggalian selanjutnya hingga panjang rencana terowongan
tercapai. Bila kriteria batas deformasi terlampaui, maka perlu di tinjau penggunaan
metode tambahan lainnya berdasarkan permasalahan stabilitas yang dihadapi. Pastikan
pula gaya yang bekerja pada elemen struktur tidak melebihi kapasitas ultimit kekuatan
materialnya.
f. Buat gambar perencanaan penggalian dan perkuatan terowongan berdasarkan hasil
yang dicapai pada butir e.
31 dari 45
Lampiran A
(informatif)
Jenis
elemen
struktur
Balok
kolom
(beam)
Penjelasan
Peruntukan
Untuk memodelkan
komponen
perkuatan-struktur
dengan tahanan
tekuk dan momen
tekuk terbatas
terjadi,
Untuk memodelkan
strut penopang pada
penggalian terbuka
Untuk memodelkan
struktur rangka
umum yang memiliki
beban titik atau
beban merata
Parameter yang
dibutuhkan
Kerapatan massa material,
(kN/m3)
Modulus Young, E (kN/m2)
Rasio poisson,
Kapasitas momen plastis,
MP (opsional jika tidak
ditentukan, MP
diasumsikan tak terhingga)
(kN.m)
Koefisien muai termal, t
(digunakan apabila
dilakukan analisis termal)
Luas penampang
melintang, A (m2)
Momen inersia arah
sumbu y, Iy (m4)
Momen inersia arah
sumbu z, Iz (m4)
Momen inersia polar =
Iy+Iz (m4)
32 dari 45
Jenis
elemen
struktur
Kabel
(cable)
Pelapis
(liner)
Penjelasan
Peruntukan
Parameter yang
dibutuhkan
Untuk memodelkan
berbagai komponen
perkuatan-struktur yang
kapasitas tariknya
penting, termasuk baut
kabel (cable bolt) dan
tieback
Untuk memodelkan
pelapis tipis baik untuk
interaksi tekan/tarik
dalam arah normal dan
interaksi gesekan geser
(shear-directed) dengan
media asal (host
medium) yang terjadi,
seperti beton semprot
sebagai pelapis/dinding
terowongan atau
dinding penahan.
33 dari 45
Jenis
elemen
struktur
Balok
kolom
tiang
(pile)
Penjelasan
Elemen struktur tiang merupakan
elemen dua nodal, lurus dan
berhingga, dengan 6 (enam)
derajat kebebasan per nodal.
Matriks kekakuan tiang identik
dengan matriks kekakuan balok,
namun, di samping memberikan
perilaku struktur sebuah balok,
interaksi friksi arah-normal (tegak
lurus terhadap sumbu tiang) dan
arah-geser (paralel dengan sumbu
tiang) terjadi antara tiang dan grid.
Tiang memberikan karakteristik
kombinasi dari balok dan kabel,
yaitu selain pengaruh tahanan
gesek, pengaruh tahanan ujung
juga dapat dimodelkan.
Tiang dapat diberi beban titik atau
beban merata
Peruntukan
Untuk memodelkan
komponen perkuatanstruktur, seperti tiang
fondasi dan perkuatan
baja.
Parameter yang
dibutuhkan
Kerapatan massa material,
(kN/m3)
Modulus Young, E (kN/m2)
Rasio poisson,
Kapasitas momen plastis,
MP (opsional jika tidak
ditentukan, MP
diasumsikan tak terhingga)
(kN.m)
Koefisien muai termal, t
(digunakan apabila
dilakukan analisis termal)
Luas penampang
melintang, A (m2)
Momen inersia arah
sumbu y, Iy (m4)
Momen inersia arah
sumbu z, Iz (m4)
Momen inersia polar =
Iy+Iz (m4)
34 dari 45
Lampiran B
(Informatif)
Bata (brick)
Membaji (wedge)
Membaji seragam
Ilustrasi bentuk
35 dari 45
Piramida
Tetrahedron
Silinder
Ilustrasi bentuk
36 dari 45
Bata radial
Silinder radial
Shell silinder
Ilustrasi bentuk
37 dari 45
10
Ilustrasi bentuk
Persimpangan silinder
Catatan:
P0, P1,...P11 adalah koordinat posisi sudut sisi jaring
n1, n2,...n5 adalah jumlah zona sesuai bentuk model jaring
r1, r2,...r5
adalah rasio spasi zona sesuai bentuk model jaring
38 dari 45
Lampiran C
(Informatif)
Lampiran D
(Informatif)
Modulus
youngs,
E
kPa
5,000
500,000
Kohesi,
c
Kpa
20
350
Sudut
geser
dalam,
o
rasio
poisson,
25
40
0.3
0.3
Bulk
modulus,
K
Shear
modulus,
G
Tension
modulus, T
4.17E+03
4.17E+05
1.92E+03
1.92E+05
4.29E+01
4.17E+02
Z
Y
e. Pengekangan dilakukan pada arah sumbu X dan Y pada kedua sisi bidang
permukaan agar tidak terjadi perpindahan pada kedua sumbu tersebut. Pengekangan
dilakukan pula pada sumbu dasar Z agar tidak terjadi perpindahan pada dasar
permodelan. Sumbu permukaan atas Z tidak dikekang agar perpindahan arah Z
(arah kebawah sumbu Z) dapat terjadi agar deformasi arah vertikal akibat beban
gravitasi dapat diketahui.
3. Setelah geometri terowongan telah selesai dibuat, maha tahapan selanjutnya adalah
sebagai berikut:
a. Lakukan perhitungan tegangan awal menggunakan persamaan 3 dengan hasil
permodelan diperlihatkan pada Gambar D.2.
(kN/m2)
Penggalian 10m
Penggalian 6m
Penggalian 4m
Penggalian 2m
Gambar D.3- Contoh hasil perilaku deformasi pada media campuran saat tahapan
penggalian tanpa perkuatan dilakukan hingga model mengalami keruntuhan
d. Tampilkan perpindahan total pada titik tinjau yang memiliki kontur perpindahan
terbesar. Dalam hal ini, titik tinjau terbesar adalah pada atap terowongan dengan
hasil tampilan perpindahan total pada atap terowongan diperlihatkan pada Gambar D4.
42 dari 45
43 dari 45
Batas perlapisan
Penggalian 10m
Penggalian 6m
Penggalian 4m
Penggalian 2m
44 dari 45
Bibliografi
Desyanti, Ariestianty, Susy K., Aldiamar, F. 2012. Naskah Ilmiah: Kajian Perencanaan dan
Pelaksanaaan Terowongan Pada Media Campuran Tanah-Batuan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum.
FHWA. 2009. Technical Manual for Design and Construction of Road Tunnels - Civil
Elements. FHWA-NHI-10-034, December.
Japan Society of Civil Engineers (JSCE). 2007. Standard Specifications for Tunneling-2006:
Mountain Tunnels. Tokyo: JSCE.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi. 2002. Pedoman Teknis Umum Terowongan Jalan
(General Guideline on Road Tunnels) (Draft Akhir).
Zhao, Jian. 2010. TBM Tunnelling in Mixed Ground. (www.etcg.upc.edu/docencia/aulapaymacotas/granit/ponencies/zhao.pdf, diakses 16 Maret 2012).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan Teknis
Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
45 dari 45
1. Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum.
2. Penyusun
Nama
Fahmi Aldiamar, ST., MT
Lembaga
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Desyanti, ST., MT