Fakta bahwa, banyak proyek mengalami penundaan atau keterlambatan, memerlukan tambahan
biaya yang besar, membutuhkan biaya perawatan dan pemeliharaan yang tinggi atau mengalami
kegagalan, yang diakibatkan oleh adanya tanah lunak ini. Perlu adanya Panduan praktis untuk
menjelaskan bagaimana lokasi tanah lunak harus diidentifikasi, prosedur-prosedur yang harus
diterapkan dalam penyelidikan, dan prosedur desain dan pelaksanaan yang harus diikuti.
Berdasarkan pengalaman berharga Penulis dalam melaksanakan proyek pembangunan Jalan Tol
Terbanggi Besar – Pematang Panggang VGF KLBM dan Jalan Tol Kuala Tanjung – Inderapura
Seksi II yang berada pada area tanah lunak dengan penanganan soil improvement yang beragam.
Dalam Panduan ini dijelaskan mengapa pada lokasi tanah lunak diperlukan sebuah penyelidikan
khusus, waktu untuk melakukan penyelidikan dan pelaksanaan dan pertimbangan terhadap
pembiayaan secara khusus untuk melaksanakan penyelidikan yang memadai serta interpretasi yang
tepat.
November, 2020
Penulis
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. 1
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ 5
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 6
1.2. Tujuan ......................................................................................................................................... 6
2.1. Pedoman Tahapan Perencanaan Geoteknik ............................................................................... 7
2.2.1. Perancangan Penyelidikan Geoteknik ................................................................................. 8
2.2.1.1. Kumpulan Referensi Data Awal Proyek ....................................................................... 8
1. Klasifikasi Jalan .................................................................................................................... 9
2. Dimensi Timbunan .............................................................................................................. 9
3. Elevasi Rencana Timbunan .................................................................................................. 9
a) Elevasi berdasarkan pada tinggi banjir ............................................................................ 9
b) Elevasi berdasarkan struktur bangunan ........................................................................ 10
c) Sumber Informasi yang di publikasikan ......................................................................... 11
2.2.1.2. Program Penyelidikan Lapangan ............................................................................... 11
1. Lokasi dan Kedalaman Titik Penyelidikan Lapangan .......................................................... 11
2. Pengambilan Contoh Tanah .............................................................................................. 17
3. Pengujian Laboratorium .................................................................................................... 19
1) Jumlah Pengujian Laboratoum ...................................................................................... 19
2) Jenis Pengujian Laboratorium ....................................................................................... 23
A. Sifat Fisik Tanah (Index Properties) ............................................................................ 23
1. Kadar air (w) .............................................................................................................. 23
2. Berat Volume dan berat isi spesifik ........................................................................... 23
3) Klasifikasi Tanah ........................................................................................................ 23
4) Plastisitas Tanah ........................................................................................................ 27
B. Sifat Mekanik Tanah (Engineering Properties) .......................................................... 28
1. Kuat Geser Tanah ...................................................................................................... 28
2. Permeabilitas............................................................................................................. 29
3. Konsolidasi ................................................................................................................ 29
4. Penyelidikan Tanah Lapangan ........................................................................................... 30
1) Uji Penetrasi Standar (SPT) ............................................................................................ 30
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 39. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Low Mobility Grout ......................... 67
Gambar 40. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua,
2013) ..................................................................................................................................... 68
Gambar 41. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004) ........................................................................ 70
Gambar 42. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) .................................................................... 71
Gambar 43. Offsore Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) ............................................................. 72
Gambar 44. Contoh Grafik Hasil Pembacaan Inclinometer ....................................................................... 74
Gambar 45. Grafik Pemantauan Tinggi Timbunan terhadap Waktu ......................................................... 75
Gambar 46. Grafik Penurunan terhadap Waktu (Data Settlement Plate) ................................................. 76
Gambar 47. Grafik Prediksi Penuruna Asaoka........................................................................................... 76
5
DAFTAR TABEL
Kontrak Proyek Pembangunan Jalan Tol yang di kerjakan oleh PT. Waskita Karya (Persero), Tbk.
mayoritas adalah Design & Build (Rancang & Bangun) dimana kontraktor bertanggung jawab terhadap
perancangan design dan proses penyelesaian fisik pekerjaan dalam waktu yang bersamaan. Dalam
prakteknya proses pelaksanaan desain sangat berpengaruh terhadap waktu sisa pelaksanaan yang tersedia,
sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengambil keputusan desain yang cepat, tepat dan efisien.
Konstruksi pekerjaan tanah adalah pekerjaan utama yang mendahului seluruh tahapan pekerjaan
konstruksi jalan. Pada konstruksi jalan pada tanah lunak yang membutuhkan penanganan khusus soil
improvement, kontraktor design & build sering mengalami kesulitan dalam memutuskan jenis metode
perbaikan sehingga mengurangi sisa waktu pelaksanaan berdasarkan kontrak. Buku ini menguraikan
panduan dalam pelaksanaan konstruksi jalan untuk memberikan kemudahan dalam perancangan dan
pelaksanaan yang tepat, cepat dan efisien.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan buku Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi pada Tanah
Lunak adalah untuk memberikan informasi dan petunjuk praktis dalam proses perencanaan sampai dengan
pelaksanaan. Panduan ini mengidentifikasikan berbagai solusi yang mungkin untuk berbagai kondisi yang
berbeda, menjelaskan metodologi untuk memilih desain yang paling tepat berdasarkan pertimbangan biaya,
mutu dan waktu serta memberikan pedoman-pedoman pelaksanaan untuk menghindari kegagalan konstruksi
akibat kesalahan pelaksanaan.
7
Konsep Proyek
Data Perencanaan Awal (konsep desain awal Proyek)
Penyelidikan Awal
Investugasi Geoteknik pada tahap ini dilakukan untuk mendapatkan data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain awal.
Penyelidikan Detail /
Tambahan
Investigasi geoteknik pada tahap ini dilakukan untuk melengkapi data-data geoteknik yang
diperlukan untuk menyiapkan desain rinci dan perkiraan biaya rinci konstruks, serta untuk
mendapatkan informasi geoteknik lapangan secara khusus guna mengurangi risiko kondisi
tanah yang tak terduga selama konstruksi
Analisis
Konsep Desain
Desain selesai
8
Penyelidikan geoteknik harus terdiri atas penyelidikan tanah dan penyelidikan lain untuk lokasi
pembangunan. Secara umum perancangan penyelidikan geoteknik dapat dirangkum dalam tabel berikut:
1. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi kelas jalan di Indonesia pada umumnya dibagi atas Jaringan Jalan Utama (Primer) dan
Jaringan Jalan Sekunder. Pembagian kelas seperti ini lebih lanjut dibagi lagi menjadi kelas-kelas
tersendiri sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Jalan di Indonesia
Klasifikasi Desain dari jalan berkaitan dengan persyaratan beban yang akan dipikul serta tingkat
pelayanan dari jalan tersebut.
2. Dimensi Timbunan
Lebar bagian atas timbunan akan bergantung pada desain klasifikasi jalan dan prediksi lalu lintas yang
ada. Jika data rinci mengenai hal tersebut tidak ada, maka harus mengacu pada “Peraturan Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota” yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.
c) untuk struktur linear, titik penyelidikan harus diatur pada jarak yang cukup terhadap sumbu bangunan,
tergantung pada lebar keseluruhan struktur, seperti tapak timbunan atau galian;
d) untuk struktur pada atau dekat lereng dan pada medan bertangga (termasuk galian), titik penyelidikan
juga harus dirancang sampai di luar area proyek, sehingga stabilitas lereng atau galian dapat dievaluasi.
Apabila dipasang angkur, pertimbangan harus diberikan juga pada tegangan yang akan terjadi pada
zona transfer beban;
e) titik penyelidikan harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi struktur,
pekerjaan konstruksi, atau lingkungan (misalnya sebagai akibat dari perubahan kondisi tanah dan air
tanah);
f) area penyelidikan tanah harus meliputi daerah yang berdekatan sampai pada jarak dimana tidak ada
pengaruh bahaya pada struktur yang berdekatan.
g) untuk titik pengukuran air tanah, penggunaan alat yang dapat memantau secara kontinu selama
penyelidikan tanah sampai pasca masa konstruksi perlu dipertimbangkan.
Gedung tinggi 8 lantai ke atas - Satu titik setiap 300m2 dalam pola grid dengan jarak 10 m
sampai 30 m dengan minimum 3 titik per blok menara.
- Dalam hal beberapa menara terletak berdekatan, dijadikan satu
kesatuan dan digunakan kaidah yang sama.
- Tambah titik apabila hasil investigasi menunjukkan anomali
lapisan tanah
Gedung dengan 4 sampai - Satu titik setiap 400 m2 dalam pola grid dengan jarak 15 m
dengan 7 lantai sampai 40 m dengan minimum 2 titik per gedung.
- Dalam hal beberapa gedung terletak berdekatan, dijadikan satu
kesatuan dan digunakan kaidah yang sama.
- Tambah titik apabila hasil investigasi menunjukkan anomali
lapisan tanah
Gedung kurang dari 4 lantai - Satu titik setiap 600m2 dalam pola grid dengan jarak 25 m
atau bangunan pabrik (di luar sampai 50 m dengan minimum 1 titik per gedung.
rumah tinggal) - Dalam hal beberapa gedung terletak berdekatan, dijadikan satu
kesatuan dan digunakan kaidah yang sama.
- Tambah titik apabila hasil investigasi menunjukkan anomali
lapisan tanah.
Bangunan kurang dari 4 lantai - Satu titik setiap 2500m2 dalam pola grid dengan jarak 50 m
dengan tapak sangat luas > sampai 100 m.
25,000m2 - Tambah titik untuk dapat menhasilkan potongan tanah pada
orientasi.
Struktur memanjang (jalan - Satu titik per 50 sampai 200m, kecuali runway/taxiway jarak
raya, rel kereta, kanal, maksimum dibatasi 100m. Jarak yang besar dapat dipakai pada
tanggul, runway dan taxiway) investigasi awal.
- Tambah titik di antaranya apabila hasil investigasi awal
menunjukkan adanya variasi tanah yang perlu diinvestigasi lebih
detail.
16
Terowongan transportasi - Satu titik setiap 10 sampai 75m pada daerah pemukiman dan 20
sampai 200m pada daerah terbuka. Jarak yang besar dapat
dipakai pada investigasi awal.
- Tambah titik di antaranya apabila hasil investigasi awal
menunjukkan adanya variasi tanah yang perlu diinvestigasi lebih
detail.
- Pada setiap portal minimum 1 titik.
Besmen dan/atau dinding
penahan tanah
- Tinggi < 6m - 1 titik setiap 15 sampai 40m
- Tinggi ≥ 6m - 1 titik setiap 10 sampai 30m
Jembatan - Untuk jembatan konvensional dengan bentang < 50 m: minimum
1 titik pada tiap abutmen dan pilar per 2 lajur lalu lintas
- Untuk jembatan khusus dengan bentang ≥ 50 m atau jembatan
di laut: ditentukan oleh tenaga ahli geoteknik
Konstruksi Khusus (menara, 1 per 300m2 tapak konstruksi, dengan minimum 1 titik.
fondasi mesin berat, tangki)
Bendungan besar - Pada tahap perencanaan awal, minimum 5 titik, 3 pada sumbu
bendungan dan 2 titik, masing-masing di hulu dan hilir
- Pada tahap perencanaan detail, penambahan titik bor
disesuaikan kondisi geologi yang ditemukan pada penyelidikan
tahap perencanaan. Minimum 1 titik setiap 50 m sepanjang
sumbu dam
- Tambahkan titik pada pintu air, terowongan pengelak, spillway,
outlet, power house dll.
Sabilitas lereng, galian dalam, - 3 – 5 titik pada potongan kritis untuk menghasilkan model untuk
dan timbunan tinggi dengan dilakukan analisis. Jumlah potongan kritis tergantung tingkat
ketinggian > 6m untuk tanah masalah stabilitas.
normal dan > 3m pada tanah - Untuk kelongsoran yang masih aktif, minimum satu titik pada sisi
lunak atas lereng yang longsor.
Reklamasi - 1 per 1000 m2 luas timbunan
17
3. Pengujian Laboratorium
Tipe konstruksi, jenis tanah dan stratigrafi serta parameter geoteknik yang diperlukan untuk
perhitungan perancangan harus dipertimbangkan pada saat membuat program uji laboratorium. Program uji
laboratorium tergantung pada ada tidaknya dan cakupan serta kualitas pengalaman yang lalu. Pengamatan
lapangan pada struktur yang berdekatan perlu dipertimbangkan. Pengujian harus dilakukan terhadap benda
uji yang mewakili tiap lapisan tanah. Uji klasifikasi pada contoh tanah atau benda uji harus dilakukan untuk
memastikan keterwakilannya.
Sifat Tanah
• Kadar air
• Berat Volume
• Klasifikasi Tanah
• Plastisitas (LL, PL, IP)
Analisa Stability Analisa Penurunan
• Kepadatan • Permeabilitas
• Kuat Geser • Konsolidasi
3) Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah berfungsi untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat – sifat fisis
tanah. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaaan tanah tersebut
serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan,
kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Bowles, 1989). Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan
adalah system Unified Soil Clasification System (USCS) dan sistem American Association Of State Highway
and Transporting Official (AASHTO). Pada pedoman ini akan digunakan sistem klasifikasi tanah
menggunakan metode USCS.
24
Pada prinsipnya menurut metode ini, ada 2 jenis tanah yaitu berbutir kasar dan berbutir halus:
a) Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat
total contoh tanah lolos ayakan NO. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G, adalah
untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil dan S, adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
b) Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu : tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos
ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C
untuk lempung (clay) anorganik dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunkan
untuk tanah gambut (peat), muck dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
4) Plastisitas Tanah
Penambahan air secara terus menerus pada tanah kering akan membuat campuran tanah dari
kondisi padat menjadi semi padat kemudian plastis. Seorang ilmuwan Swedia yang bernama Atterberg telah
mengembangkan pengujian untuk menentukan kadar air pada setiap perubahan bentuk, yang kemudian
pengujian tersebut dikenal sebagai uji batas-batas Atterberg. Batas-batas Atterberg digunakan untuk material
yang lolos saringan no. 40. Tergantung tingkat kadar airnya, tanah dapat berada dalam kondisi cair, plastis,
semi plastis dan beku (lihat gambar 2.3). Kadar air ( dalam %) pada berbagai batas-batas kondisi tersebut
yang dikenal sebagai batas-batas Atterberg terdiri dari: batas cair (LL), batas plastis (PL), batas kerut
(SL=shrinkage limit), lihat gambar 2.3 dan 2.4.
cu qu = kuat tekan
Φ Cu = 0.5 qu
CD CU UU
c’ & Φ` c`& Φ` cu & Φ
2. Permeabilitas
Permeabilitas dipengaruhi oleh ukuran butiran dan volume pori-pori tanah. Permeabilitas akan semakin besar
pada butiran berukuran besar, begitu pula sebaliknya dan juga akan berkurang bila kepadatan ditingkatkan.
Tingkat permeabilitas atau biasa disebut koefisien permeabilitas/filtrasi biasa ditampilkan dalam satuan cm/dt.
Koefisien permeabilitas dapat diperoleh dari uji di lapangan dan di laboratorium. Dilaboratorium uji dapat
dilakukan untuk contoh tidak terganggu, cetak ulang atau dipadatkan. Untuk tanah kasar, cocok diukur
dengan uji tinggi tekan tetap (constant head), untuk tanah berbutir halus diukur dengan uji tinggi tekan jatuh
(falling head). Uji dilakukan dengan mengacu pada prinsip rumus Darcy sbb:
Q = K i A ........................................................................................... 3
dimana:
Q = debit yang mengalir melalui suatu penampang persatuan waktu (cm3 /dt).
K = koefisien filtrasi (cm/dt), menunjukkan tingkat permeabilitas bahan tanah.
i = gradien hidrolik A = penampang lintang (cm2).
3. Konsolidasi
Konsolidasi adalah pemampatan tanah yang disebabkan oleh proses keluarnya air pori dari tanah secara
berangsur-angsur akibat pembebanan secara konstan. Kemampuan konsolidasi suatu material dapat
diketahui dengan cara membebani suatu contoh material yang jenuh air sehingga terjadi konsolidasi yang
diakibatkan oleh proses pengerutan karena keluarnya air pori dari celah-celah butiran.
30
dengan:
N60 : efisiensi 60%;
Ef : efisiensi yang terukur;
NM : nilai N terukur yang harus dikoreksi.
Nilai N terukur harus dikoreksi pada N60 untuk semua jenis tanah. Besaran koreksi pengaruh efisiensi tenaga
biasanya bergantung pada lining tabung, panjang batang, dan diameter lubang bor (Skempton (1986) dan
Kulhawy & Mayne (1990)). Oleh karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan memadai
terhadap N60, harus dilakukan uji tenaga Ef .
Gambar 10. Contoh Hammer yang sering digunakan dalam pengujian SPT
34
b) Dalam beberapa hubungan korelatif, nilai tenaga terkoreksi N60 yang dinormalisasi terhadap pengaruh
tegangan efektif vertikal (overburden), dinyatakan dengan ( N1 )60 , seperti dijelaskan dalam persamaan (2),
(3) dan Tabel 1. Nilai ( N1 )60 menggambarkan evaluasi pasir murni untuk interpretasi kepadatan relatif, sudut
geser, dan potensi likuifaksi.
(N1 )60 = NM xCN xCE xCB xCR xCs ...............................................................................................5
2.2
CN = σ`V0 .......................................................................................................................... 6
(1.2+( Pa )
dengan :
(N1 )60 : nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%;
NM : hasil uji SPT di lapangan;
CN : faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif (nilainya ≤ 1,70);
CE : faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu (Tabel 11);
CB : faktor koreksi terhadap diameter bor (Tabel 11);
CR : faktor koreksi untuk panjang batang SPT (Tabel 11);
Cs : koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa pelapis (liner) (Tabel 11);
σ`V0 : tegangan vertikal efektif (kPa); Pa : 100 kPa.
Tabel 11. Nilai Koreksi yang digunakan dalam pengujian SPT (Youd, T.L & Idriss, I.M., 2001)
tahanan konus dan friksi selubung, kemudian digunakan untuk menghitung daya dukung pondasi yang
diletakkan pada tanah tersebut. Penyondiran ini dilaksanakan hingga mencapai lapisan tanah keras dimana
alat ini dilengkapi dengan Adhesion Jacket Cone type Bagemann yang dapat mengukur nilai perlawanan
konus (cone resistance) dan hambatan lekat (local friction) secara langsung dilapangan. Pembacaan
manometer dilakukan setiap interval 0,2 m, dimana nilai perlawanan konus telah mencapai 250 kg/cm2 atau
telah mencapai jumlah hambatan lekat 2,5 ton (kapasitas alat).
Gambar 13. Kedudukan pergerakan konus pada waktu pengujian sondir (CPT)
37
38
Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan berlaku hukum Aksi Reaksi,
seperti yang digunakan untuk perhitungan nilai perlawanan konus dan nilai perlawanan geser di bawah ini.
dengan:
𝑇 = 𝑐𝑟 × 𝑅 ................................................................................................................................. 21
dengan :
suv : kuat geser tidak terdrainase (N/m2 );
T : momen puntir (N.m);
D : diameter baling (m);
H : tinggi baling (m);
𝑖𝑇 : sudut runcing bagian atas baling (derajat);
iB : sudut runcing bagian bawah baling (derajat);
R : bacaan arloji ukur momen puntir (unit atau divisi);
Cr : faktor kalibrasi momen puntir (N.m).
Gambar 17. Geometri baling untuk pisau runcing dan persegi empat
44
Untuk penggunaan umum baling yang ada di pasaran, persamaan (21) dapat disederhanakan menjadi
persamaan berikut untuk baling dengan tinggi mata pisau yang besarnya dua kali lebarnya (H/D = 2).
Empat persegi panjang (iT = 00 dan iB = 00 ) Suv = 0.273 T/D3 ……..……….. ........................ (22)
Nilcon (iT = 00 dan iB = 450 ) Suv = 0.265 T/D3 ……..……….. ................................................... (23)
Geonor (iT = 450 dan iB = 450 ) Suv = 0.257 T/D3 …….. ............................................... ……….. (24)
Persamaan (22) identik dengan persamaan untuk baling empat persegi yang dapat dilihat pada Gambar
17.
dengan:
K : konstanta tergantung pada diameter baling (kN/m2);
Suv : kuat geser tidak terdrainase (kN/m2).
Proyek KTIP
Seksi II
Gambar 18. Peta Lokasi Proyek Jalan Tol Kuala Tanjung - Indrapura Seksi II
47
Berdasarkan Peta Sebaran tanah lunak Provinsi Sumatera Utara, Proyek Kuala Tanjung – Indrapura
berada
Berdasarkan peta geologi dan Peta Sebaran Tanah Lunak Provinsi Sumatera Urata, lokasi trase jalan tol
berada pada formasi batuan Qh dan Qvt. Qh, Alluvium adalah lapisan geologi dengan kandungan Kerikil,
pasir dan lempung. Daerah Alluvium memberikan gambaran adanya potensi tanah lunak yang cukup dalam.
Qvt, Tufa Toba adalah lapisan geologi dengan kandungan Tufa mengandung batu apung, bersusunan
riodasit, tidak berlapis.
Sebaran umumnya menempati dataran pasang surut, dan dataran alluvial dengan kemiringan lereng < 2%.
Endapan umumnya berupa: lempung, lanau dan setempat-setempat terdapat pasir. Sifat Fisik: Konsistensi
sangat lunak sampai lunak, kompresibilitas tinggi (indeks kompresibilitas tercatat 0.81-0.94), daya dukung
umumnya rendah sehingga dapat berpotensi menimbulkan kendala dalam pekerjaan konstruksi berupa
penurunan (settlement).
49
a. Terdapat potensi perbedaan penurunan yang sangat besar antara struktur yang berdiri di atas
pondasi dalam dan tanah di sekitar lokasi pekerjaan ;
b. Terdapat potensi penurunan total yang tidak dapat ditoleransi.
c. Terdapat potensi ketidakstabilan pada timbunan tanah yang akan mengakibatkan kelongsoran.
50
Secara garis besar, jenis perbaikan tanah yang tepat untuk bangunan atau infrastruktur yang akan dididirikan
dapat ditentukan berdasarkan Gambar 2.1.
Gambar 22. Jenis - Jenis Metode Perbaikan Tanah berdasarkan distribusi gradasi tanah
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam memilih jenis dan tipe perbaikan tanah yang akan diterapkan
dalam setiap tindakan perbaikan tanah / desain geoteknik, antara lain:
1) Jenis tanah yang akan diperbaiki.
2) Parameter tanah yang memerlukan perbaikan, serta tingkat perbaikan yang diperlukan sesuai
kebutuhan konstruksi.
3) Biaya perbaikan yang diperlukan.
4) Ketersediaan material dan peralatan untuk perbaikan.
Berikut diuraikan contoh pemilihan metode perbaikan tanah untuk proyek jalan tol Kuala Tanjung – Indrapura
Seksi II.
Gambar 24 merupakan cara indentifikasi jenis tanah butiran halus dengan metode USCS. sifat butiran halus
dari contoh undisturb sampel pada seluruh titik penyelidikan tanah adalah jenis tanah lempung dengan sifat
plastisitas rendah sampai tinggi. Karakteristik tanah lempung adalah tanah yang memiliki kompresibilitas
tinggi.
52
Gambar 25. Pemilihan Metode Perbaikan Berdasarkan Data Detail Penyelidikan Tanah
53
Dari pertimbangan Gambar 25 dan Gambar 26 dan dilanjutkan tahap perhitungan teknis berdasarkan data
tanah detail, dapat disimpulkan metode perbaikan yang digunakan adalah Geotextile, Preloading dan PVD
+ Preloading sebagai berikut:
54
Perbaikan tanah dengan metode konsolidasi secara umum dapat diartikan sebagai upaya yang
dilakukan dengan menempatkan beban statis yang bersifat sementara (pre-loading) di atas lapisan tanah
yang akan diperbaiki. Akibat beban tersebut, maka tanah akan mengalami pemadatan akibat tekanan dari
beban sementara tersebut. Oleh karena proses konsolidasi membutuhkan waktu yang lama, maka biasanya
metode konsolidasi tidak berdiri sendiri, melainkan dikombinasi dengan metode lain kombinasi dengan
metode drainase (penyaluran air tanah ke permukaan tanah). Penempatan beban sementara (umumnya
berupa pengisian tanah) di lokasi sebagai pre-loading dimaksudkan agar terjadi proses konsolidasi pada
tanah, sebelum membangun struktur yang direncanakan. Proses ini bertujuan untuk memperbaiki tanah
dengan mengompres tanah, sehingga dapat meningkatkan kekakuan dan kekuatan gesernya. Untuk lapisan
tanah yang jenuh air, penempatan drainase berupa saluran buatan (prefabricated vertical drains - PVDs),
ditempatkan sebelum pemberian beban pre-loading agar mempercepat pengaliran air tanah ke permukaan
(drainase air tanah), dan mengurangi waktu konsolidasi.
Jenis tanah yang paling sesuai untuk penerpan metode ini antara lain pada tanah lunak, dan tanah
yang berbutir halus, oleh karena pada tanah lunak umumnya mudah ditembus dengan PVDs, sedangkan
pada lapisan tanah yang kaku diperlukan pengeboran awal (pre-drilling).
Penyaluran vertikal (vertical drain) biasanya digunakan untuk memperbaiki tanah yang bergradasi
halus dan jenuh. Teknik ini meliputi cara vertikal drain dari bahan pabrikasi, dengan grid tertentu ke dalam
lapisan tanah. Pada saat tanah menerima pembebanan, maka vertikal drain akan berfungsi membantu proses
evakuasi air pori ke permukaan, sehingga memungkinkan proses konsolidasi tanah berjalan dengan cepat.
Biaya utama yang diperlukan pada penerapan metode ini adalah biaya untuk pemberian pre-loading di atas
permukaan tanah.
55
Gambar 27. Pelaksanaan Pekerjaan PVD Proyek Jalan Tol Kuala Tanjung - Indrapura Seksi II
Salah satu metode preloading yang dilakukan oleh Chu & Yan (2011) adalah metod “vacuum preloading method”.
Yang diterapkan pada perbaikan tanah lunak untuk subgrade jalan. Skema metode ini diperlihatkan pada gambar
berikut.
56
Gambar 28. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Methode (Chu & Yan, 2011)
Menurut Chu & Yan (2011), bahwa metode vacuum preloading efektif diterapkan untuk perbaikan
tanah liat lunak. Metode ini lebih murah dan lebih cepat, dibandingkan dengan metode fill surchange. Hal
yang penting dilakukan adalah mengukur baik penurunan maupun tekanan air pori untuk menghitung
tingkat konsolidasi dan mengevaluasi kinerja dari perbaikan tanah yag dilaksanakan. Kedalaman efektif
untuk penerapan metode vacuum preloading adalah lebih dari 10 m.
Metode ini dapat dilakukan melalui pengeboran dengan atau tanpa perpindahan, pemancangan atau
getaran, dengan menyintikkan berbagai jenis bahan isian (batu, kerikil, campuran tanah-semen, dan semua
jenis mortar atau beton). Penggunaan metode ini memungkinkan membentuk suatu konstruksi "sistem
pondasi superfisial" dengan biaya yang minim bila dibandingkan dengan sistem pondasi dalam konvensional.
57
Vibroflotation adalah salah satu cara yang mudah untuk memperbaiki kondisi tanah, saat
ditemukan kondisi tanah yang tidak memadai pada lapisan dalam tanah. Teknik ini sangat sederhana
sehingga tidak memerlukan tambahan bahan selain material pengisi, dan juga tidak dibutuhkan tambahan
peralatan selain probe serta peralatan yang terpasang padanya.
Teknik Vibroflotation dapat dilakukan dengan memilih satu dari tiga macam teknik yang berbeda, yakni :
1) Metode Pemadatan Getar (Vibro Compaction Method); Metode ini memungkinkan tanah granular
dipadatkan. Metode ini hanya digunakan untuk tanah berpasir kompak.
2) Metode Penggantian Getar (Vibro Replecement Method); Teknik ini digunakan untuk mengganti
bahan tanah yang buruk atau tidak memadai, dengan membuang tanah dengan udara atau air dan
menggantinya dengan tanah granular. Hal ini dapat digunakan pada berbagai jenis tanah seperti
campuran tanah liat dengan tanah berpasir.
58
3) Metode Pemindahan Getar (Vibro Displacement Method); Prosedur ini digunakan tanpa atau hanya
sejumlah kecil air yang digunakan selama teknik berlangsung. Alat probe dimasukkan ke dalam
tanah dan akan menggantikan material tanah yang buruk secara lateral,saat kolom material yang
baru terbentuk dan dipadatkan. Metode ini akan dibahas lebih rinci pada bagian selanjutnya.
Prosedur pelaksanaan Vibroflotation cukup sederhana. Probe ditancapkan ke dalam tanah di atas
titik pemadatan. Pembilasan air atau udara dikeluarkan melalui jet di ujung probe. Getaran injeksi yang
diinduksi ini akan mencairkan tanah, sehingga memungkinkan probe penetrasi terus menerus di bawah
beratnya sendiri. Setelah probe mencapai lapisan tanah yang buruk, suntikan air dan udara dihentikan. Pada
titik ini tanah dipadatkan oleh getaran probe yang akan menimbulkan kawah (crater) di sekitar vibrator, dan
crater tersebut dapat diisi ulang dengan bahan granular. Begitu proses pengisian dan pemadatan selesai,
probe perlahan ditarik ke atas secara bertahap setiap 12 inch. Zona pemadatan di sekitar probe akan
terbentuk (silindris), dan tingkat pemadatan yang dicapai dapat dibaca pada alat pressuremeter. Material
yang digunakan untuk pengisian ulang harus bebas dari lumpur, kerikil atau batu pecah.
1) Dapat mengurangi resiko terjadinya penurunan diferensial (differential settlement), dan akan
memperbaiki kondisi pondasi pada konstruksi yang akan dibangun.
2) Pelaksanaannya mudah dan cepat untuk memperbaiki tanah pada lapisan tanah dalam yang tidak
memiliki daya dukung yang memadai.
59
3) Teknik ini sangat akurat untuk diterapkan pada perbaikan lapis tanah dasar pada bangunan
pelabuhan.
4) Dari segi biaya, teknik ini relatif lebih murah dibanding teknik konsolidasi, karena dengan teknik ini
dapat membantu memperbaiki ribuan meter kubik per hari.
5) Teknik Ini dapat dilakukan di sekitar bangunan yang sudah berdiri tanpa resiko kerusakan pada
bangunan tersebut.
6) Penerapan metode ini kurang memberi dampak negatif pada lingkungan (ramah lingkungan)
7) Dapat memperbaiki strata tanah dengan menggunakan karakteristiknya sendiri
8) Tidak membutuhkan penggalian, kontaminasi tanah rendah dan tidak memerlukan pengangkutan
tanah keluar lokasi, sehingga resiko bahaya kerja cukup rendah.
9) Tidak menimbulkan permasalahan terhadap air tanah, sehingga tidak dibutuhkan memerlukan izin
yang menyangkut masalah pelepasan dan pengeringan air (water dischange and dewatering
issues).
10) Teknik vibroflotation dapat disesuaikan dengan setiap kondisi lapangan.
11) Dapat mengurangi resiko likuifaksi pada tanah yang telah diperbaiki, apabila terjadi gempa.
4. Metode Perbaikan Tanah dengan Teknik Stone Column
Teknik kolom batu (stone column technique) merupakan pengembangan dari teknik vibroflotation,
dengan menggunakan material pengisi dari kerikil besar atau batu. Jika dikatakan bahwa teknik vibroflotation
efektif diterapkan untuk tanah granuler yang belum konsiten, maka teknik stone column dapat digunakan
untuk pemadatan tanah yang mengandung lempung dan lanau yang bergradasi halus sampai tanah organik,
dimana partikel-partikelnya tidak dapat diatur ulang oleh getaran. Kolom-kolom batu memungkinkan
perlakuan terhadap jenis tanah ini melalui penggabungan bahan granular (kadang-kadang disebut pemberat)
yang dipadatkan dengan sistem tahap yang meningkat (ascending steps). Untuk penerapan stone column
material batu bisa digantikan dengan blok-blok beton atau mortar dari adukan semen dengan material tanah
sebagai bahan pengisi. Stone column juga bisa berfungsi sebagai saluran pembuangan, dan membantu
percepatan konsolidasi pada tanah di sekitarnya. Untuk daerah pada kawasan rawan gempa (seismic area),
stone column juga dapat mengurangi risiko likuifaksi pada tanah.
60
dinaikkan. Vibroflot kemudian berulang kali diangkat dan diturunkan, sehingga dapat
memadatkan tanah sekaligus dapat menggeser batu sampai 2 - 3 kaki ke samping (0,75 sampai
0,9 m). Air pembilasan biasanya diarahkan ke cekungan deformasi yang terbentuk, dimana
suspensi partikel tanah yang halus berkumpul.
Gambar 32. Skema dan Penerapan Stone Column (James D. Hussin, 2006)
Pengeboran awal (predrilling) juga dapat diterapkan untuk tanah permukaan yang kering.
Kedalaman lapisan tanah yang dapat diperbaiki dengan teknik stone column dapat mencapai 100 kaki atau
kurang lebih 30 m.
Gambar 34. Skema dan Penerapan Compaction Grouting (James D. Hussin, 2006)
Teknik compaction grouting, sangat efektif untuk memperbaiki tanah pada zona kedalaman tertentu
yang ingin diperbaiki, dan metode ini kurang optimal untuk mencapai peningkatan kekuatan tanah yang
signifikan pada kedalaman di atas 8 ft (2,5 m) dari permukaan tanah. Dalam prosedur ini, pertama tanah
dipompa di bagian atas zona perlakuan. Setelah alat injeksi dipasang, pipa dibor ke bagian bawah alat
63
tersebut, lalu bahan tambahan disuntikkan. Prosedur ini diulang sampai penyuntikan selesai pada bagian
bawah zona perlakuan. Kecepatan injeksi umumnya berkisar dari 3 sampai 6 ft3 /menit (0,087 sampai 0,175
m3 /menit), tergantung pada jenis tanah yang diperbaiki. Jika laju injeksi terlalu cepat, maka tekanan pori
berlebih, sehingga terjadi fraktur tanah, dan hal ini akan mengurangi efektivitas perlakuan. Teknik
pelaksanaanya dimulai pada bagian bawah dari zona yang akan diperbaiki, dan proses penyuntikan
selanjutnya bergerak ke atas. Perlakuan tidak harus dilanjutkan sampai ke permukaan tanah, dan bisa
dihentikan pada kedalaman yang diinginkan. Urutan dari proses pelaksanaan metode ini dapat dilihat secara
runtun pada gambar berikut.
Efektifitas dari hasil pekerjaan pemadatan dinamis sangat ditentukan oleh besarnya beban
penumbukan yang diterapkan. Oleh Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh beban penumbuk terhadap
hasil dynamic compaction seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 13. Hubungan Energi Penumbuk dengan Peluang Capaian Perbaikan dengan Metode
Dynamic Compaction
Soil Description Expected Typical Energy Required
Improvement (tons ft/cf)*
Gravel and Sand Excellent 2 – 2.25
< 10% silt, no clay
Sand with 10-80% silt and Moderate if dry; 2.5 – 3.5
<20% clay, PI <8 Minimal if moist
Finer-grained soil with PI > 8 Not applicable -
Landfill Excellent 6-11
*Energi = (tinggi jatuh x berat x jumlah pukulan / volume tanah yang akan dipadatkan, 1 ton ft/ft3 ¼ 94 kJ/m3.
65
Gambar 36. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction (James D. Hussin, 2006)
Sebagai mana telah diungkap sebelumnya bahwa teknik pemadatan dinamis cukup efektif
diterapkan untuk meminimalkan resiko likuifaksi pada saat terjadi gempa. Likuifaksi terjadi ketika tanah di
bawah permukaan air tanah sementara kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat getaran. Hal ini
menyebabkan tanah untuk sementara "mencairkan (liquefy)", sehingga sejumlah besar air, pasir dan lumpur
halus keluar ke ke permukaan, dan menyebabkan permukaan tanah mengalami deformasi, dan menimbulkan
tegangan yang pada bangunan yang berada di atas permukaan tanah yang mengalami pencairan
(Ruwhenua, 2013).
Ruwhenua (2013) menawarkan empat metode untuk perbaikan tanah yang berpotensi likuifaksi, yakni :
1) Rapid Impact Compaction; Metode ini menerapkan pemadatan tanah dengan menggunakan berat jatuh
yang melekat pada lengan penggali. Metode Ini bekerja paling sesuai diterapkan pada tanah berpasir.
Getaran dari alat pemadatan perlu dikendalikan untuk membatasi gangguan getaran pada tetangga.
2) Rammed Aggregate Piers; Metode ini memanfaatkan dorongan kerikil ke dalam tanah dengan
menggunakan hydraulic ram yang menempel pada alat penggali, sehingga membentuk kolomkolom
66
kerikil di dalam lapisan tanah. Dengan demikian tanah yang berada di antara kolom-kolom tersebut akan
terpadatkan oleh desakan material pengisit tersebut.
3) Low Mobility Grout; Metode ini menggunakan penyuntikan beton ke dalam tanah, di bawah tekanan,
yang dimaksudkan untuk membentuk serangkaian pilar di bawah tanah dari bolabola beton. Cara ini
dapat memadatkan tanah yang terdapat di antara pilar-pilar yang keras tersebut.
4) Horisontal Soil Mixing; Pada metode ini pengeboran dilakukan arah horizontal di bawah bangunan yang
ada ke parit (trench) yang berisi campuran semen. Pada saat alat bor ditarik kembali, semen yang
berada dalam trench akan tertarik ke dalam lapisan tanah, sehingga membentuk kolom tanah-semen
secara horisontal.
Keempat metode pelaksanaan yang ditawarkan oleh Ruwhenua (2013), dalam memperbaiki kondisi
tanah yang berpotensi terhadap likuifaksi diilustrasikan dengan skema seperti yang tergambar berikut.
Gambar 37. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Liquifaksi Metode Rapid Impact Compaction
(Ruwhenua, 2013)
67
Gambar 38. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Rammed Aggregate Piers
(Ruwhenua, 2013)
Gambar 39. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Low Mobility Grout
(Ruwhenua, 2013)
68
Gambar 40. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi Metode Horisontal Soil Mixing
(Ruwhenua, 2013)
Vibro-replacement termasuk dalam kategori teknik pemadatan getaran dalam, dimana tanah lepas
atau tanah lunak diperbaiki untuk tujuan bangunan dengan menggunakan vibrator kedalaman khusus (Priebe
1995). Vibro-replacement adalah teknik yang membuat kolom bantalan beban yang terbuat dari pasir kasar
atau batu kerikil atau batu pecah pada lapisan tanah kohesif dan tanah granular yang kandungan partikel
halus yang tinggi (Sayar dan Khalilpasha 2013). Vibro-replacement memiliki keunggulan ekonomi
69
dibandingkan perbaikan tanah tradisional, terutama untuk peningkatan daya dukung, peningkatan kekuatan
geser, peningkatan ketahanan terhadap likuifaksi, dan pengurangan penurunan pada tanah.
yang membuat kolom bantalan beban yang terbuat dari pasir kasar atau batu kerikil atau batu pecah
pada lapisan tanah kohesif dan tanah granular yang kandungan partikel halus yang tinggi (Sayar dan
Khalilpasha 2013). Vibro-replacement memiliki keunggulan ekonomi dibandingkan perbaikan tanah
tradisional, terutama untuk peningkatan daya dukung, peningkatan kekuatan geser, peningkatan ketahanan
terhadap likuifaksi, dan pengurangan penurunan pada tanah.
Gambar 41. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004)
Gambar 41 menunjukkan mekanisme pada wet top feet method sebagai salah satu teknik vibro
replacement. Permasalahan pada penerapan metode ini adalah masalah pasokan dan pembuangan air.
Prosesnya membutuhkan air dalam jumlah yang besar, dan biasanya diangkut ke lokasi. Pembuangan
air harus dilakukan dengan prosedur yang baik dan tepat karena sejumlah partikel halus sangat mudah
ikut dalam aliran di air. Metode ini dapat diterapkan pada perbaikan tanah sampai pada kedalaman 30
meter.
Gambar 42. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004)
c) Dry Bottom Feed Methode
Metode ini proses hampir sama dengan teknik dry bottom feet, dengan beberapa variasi.
Pelaksanaannya tidak memerlukan mesin, dan sebagai ganti mesin digunakan derek (crane) yang
mendukung perakitan vibrator untuk umpan bawah. Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi
melalui kombinasi getaran dan berat sendiri dari vibrator (Krishna et al., 2004). Penerapan metode ini
juga tidak memerlukan gaya ke bawah ke arah kepala vibrator.
d) Offshore Bottom Feed Method
Metode ini menggunakan sebuah kapal tongkang atau ponton yang dapat mendukung perakitan
derek (crane) dan tangkai penggetar (vibro string), mirip dengan metode dry bottom feed crane hung
(Krishna et al., 2004). Lokasi dan penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan di bawah permukaan laut
terjadi melalui kombinasi getaran, kompresi udara, dan sistem penentuan posisi global (Krishna et al.,
2004). Gambar berikut menunjukkan skema pelaksanaan metode offsore bottom feed.
72
Gambar 43. Offsore Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004)
73
a) Spesifikasi Inclinometer
Pencatatan data pada saat monitoring inclinometer adalah pencatatan elevasi bagian atas pipa
inclinometer dan pengukuran sebanyak 3 (tiga) kali pembacaan untuk memperoleh bacaan awal
yang konstan. Pembacaan dilakukan dengan read out unit, paling sedikit 1 (satu) kali setiap hari
terutama pada saat penambahan beban kerja yaitu saat penimbunan. Hasil monitoring inclinometer
terdiri dari :
1) Data pembacaan pergerakan horizontal
2) Data timbunan
3) Grafik hubungan antara gerakan horizontal lapisan bawah permukaan dengan kedalaman
4) Deformasi horizontal terhadap waktu
b) Spesifikasi Inclinometer
Syarat kestabilan inclinometer dapat dilihat berdasarkan grafik hubungan antara gerakan horizontal
lapisan bawah permukaan dengan kedalaman seperti dibawah ini:
S max = settlement total di sumbu simetris vertical beban timbunan, diperoleh dari perhitungan
teoritis Safety factor untuk syarat keamanan inclinometer adalah ≥ 1,3
74
2. Pneumatic Piezometer
Dalam mengantisipasi ketidakvalidan data oleh settlement plate maka salah satu instrumen geoteknik lain
yag dapat digunakan untuk mengontrol data tersebut adalah dengan menggunakan Pneumatic Piezometer.
Piezometer ini berfungsi untuk memonitor tekanan air pori pada tanah. Tekanan air pori ini sangat penting
dengan penurunan tanah karena jika tekanan air pori tanah besar maka akan mengakibatkan tegangan
efektif tanah sebagai daya dukung akan berkurang.
3. Settlement Plate
Settlement plate adalah alat instrumen geoteknik yang berfungsi untuk mengukur penurunan tanah yang
terjadi selama waktu tertentu. Penurunan tanah yang ini akan menjadi dasar apakah kondisi tanah masih
mengalami penurunan (intermediate settlement) atau sudah tidak mengalami penurunan akhir (final
settlement).
DAFTAR PUSTAKA