Kegagalan (risk off ailures) pada setiap proses atau aktifitas pekerjaan, dan saat
kecelakaan kerja seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss).
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
Kelelahan (fatigue)
Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition)
Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
multilateral telah mengikat bangsa Indonesia untuk memenuhi standar. Standart acuan
terhadap berbagai hal terhadap industri seperti kualitas, manajemen kualitas, manajemen
lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Apabila saat ini industri pengekspor
telah dituntut untuk menerapkan Manajemen Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta
Manajemen Lingkungan (ISO-14000) maka bukan tidak mungkin tuntutan terhadap
penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja juga menjadi tuntutan pasar
internasional.
Untuk menjawab tantangan tersebut Pemerintah yang diwakili oleh Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi telah menetapkan sebuah peraturan perundangan mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomuor : PER.05/MEN/1996.
Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja
yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
1. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2. UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai
ketenagakerjaan.
Pasal 3 Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan.
Pasal 9 Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama.
Pasal 10 Pemerintah membina norma perlindunggan tenaga kerja yang meliputi :
1. norma keselamatan kerja
2.
3.
norma kerja
4.
kecelakaan kerja
3. UU No.13 tahun 2003 pasal 86
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. UU No. 13 tahun 2003 pasal 87
1.
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
UU No. 13 tahun 2003 pasal 190
1. Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenai sanksi administratif atas pelanggaran
ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal
38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126
ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
teguran
peringatan tertulis
pembatalan persetujuan
pembatalan pendaftaran
pencabutan ijin
3. Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Menteri.
A.PERENCANAAN
Alat Pelindung Diri
Menurut Tarwaka (2008) Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan
yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Program pengendalian yang terakhir adalah APD dimana dalam penggunaannya dapat
menimbulkan masalah, misalnya rasa ketidaknyamanan, membatasi gerakan dan persepsi
sensoris dari pemakainnya. Jenis APD adalah banyak macamnya menurut bagian tubuh
yang dilindunginya.
Beberapa perusahaan ada yang menggunakan beberapa macam alat pelindung diri, hal ini
disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada. Namun ada juga perusahaan yang tidak
juga menyediakan alat pelindung diri tertentu walaupun terdapat potensi bahaya yang
dapat dicegah dengan alat pelindung diri tersebut. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya
biaya ataupun disebabkan kurangnya pengertian dari perusahaan akan pentingnya
penggunaan alat pelindung diri tersebut.
Berdasarkan bagian tubuh yang dilindungi dari kontak dengan potensi bahaya, terdapat
beberapa macam alat pelindung diri:
1. Alat Pelindung Kepala (Headwear)
Pemakaian alat pelindung ini bertujuan untuk melindungi kepala dari terbentur dan
terpukul yang dapat menyababkan luka juga melindungi kepala dari panas, radiasi, api
dan bahan-bahan kimia berbahaya serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam
mesin yang berputar. Jenis alat pelindung kepala ini antara lain:
Tutup Kepala digunakan untuk melindungi kepala dari kebakaran, korosi, suhu panas
atau dingin. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan api, kulit dan kain
tahan air.
Topi (hats/cap) berfungi untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran, debu, mesin
yang berputar.
2. Alat Pelindung Mata (eye protection)
Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak
bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikel melayang,
atau terkena raidasi gelombang elektromagnetik.
Terdapat dua bentuk alat pelindung diri mata:
Kacamata (spectacles) berfungi untuk melindungi mata dari partikel kecil, debu dan
radiasi gelombang elektromagnetik.
Goggles berfungi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap dan percikan larutan bahan
kimia. Goggles ini biasanya terbuat dari plastik transparan dengan lensa berlapis kobalt
untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik mengion.
3. Alat Pelindung Telinga
Selain berguna untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas,
alat ini juga bekerja untuk mengurangi intensitas suara yang masuk dalam telinga.
Ada dua macam alat pelindung telinga:
Sumbat Telinga (ear plug), Ukuran dan bentuk telinga setiap individu atau bahkan untuk
kedua telinga dari orang yang sama berbeda, untuk itu ear plug ini harus dipilih
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya.
Pada umumnya diameter 5 11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong
dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis,
untuk ear plug yang terbuat dari kapas, spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan
sekali pakai (disposable), sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang
dicetak (molded rubber/plastic) dapat digunakan beberapa kali (non disposable). Alat ini
dapat mengurangi intensitas suara sampai 20 dB(A).
Tutup Telinga (ear muff), Alat pelindung telinga ini terdiri dari dua buah tutup telinga dan
sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi
untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian waktu yang cukup lama,
efektifitas ear muff dapat menurun karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut
sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit.
8
Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB(A) dan dapat melindungi bagian
luar telinga dari benturan benda keras dan percikan bahan kimia.
4. Alat Pelindung Pernafasan
Alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara
yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan.
Beberapa jenis alat pelindung pernafasan:
Alat Pelindung Pernafasan berupa Masker, Alat pelindung ini berguna untuk mengurangi
debu atau partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernafasan. Masker ini
biasanya terbuat dari kain.
Alat Pelindung Pernafasan berupa Respirator, Alat pelindung ini berguna untuk
melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas. Respirator ini dapat
dibedakan atas:
Mechanical Respirator, Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel zat padat,
debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter yang
berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan kadar kontaminasi udara tidak terlalu
tinggi atau partikel tidak terlalu kecil. Filter pada respirator ini terbuat dari fiberglass atau
woll dan serat sintesis yang dilapisi dengan resin untuk memberi muatan pada partikel.
5. Alat Pelindung Tangan (hand protection)
Alat pelindung ini berguna untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam, bahanbahan kimia, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini berupa
sarung tangan yang terbuat dari berbagai bahan, sarung tangan terbuat dari karet untuk
melindungi kontaminasi terhadap bahan kimia dan arus listrik, sarung tangan dari kulit
9
untuk melindungi dari benda tajam dan goresan, sarung tangan dari kain katun untuk
melindungi dari kontak dengan panas dan dingin.
Sepatu Pengaman pada Pengecoran Baja (foundry leggings), sepatu ini terbuat dari bahan
kulit yang dilapisi krom atau asbes dan tingginya 35 cm, pada pemakaian sepatu ini
celana dimasukkan ke dalam sepatu lalu dikencangkan dengan tali pengikat sepatu;
Sepatu pengaman pada pekerjaan yang mengandung Bahaya Peledakan. Sepatu ini tidak
boleh memakai paku-paku yang dapat menimbulkan percikan bunga api;
Sepatu pengaman pada pekerjaan yang berhubungan dengan Listrik. Sepatu ini terbuat
dari karet anti elektrostatik, tahan terhadap tegangan listrik sebesar 10.000 volt selama
tiga menit;
Sepatu pengaman pada pekerjaan Bangunan Konstruksi, sepatu ini terbuat dari bahan
kulit yang dilengkapi dengan baja pada ujung depannya (steel box toe).
7. Pakaian Pelindung (body protection)
Alat pelindung ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan
api, panas, dingin, cairan kimia dan oli. Pakaian pelindung ini dapat berbentuk apron
yang menutupi sebagian tubuh pemakainya yaitu mulai dari daerah dada sampai lutut,
atau overall yaitu menutupi seluruh tubuh. Apron dapat terbuat dari kain drill, kulit,
plastik PVC/Polyethyline, karet, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Apron tidak
boleh digunakan di tempat kerja dimana terdapat mesin yang berputar.
10
b.
Aktivitas semua pihak yang memasuki termpat kerja termasuk kontraktor, pemasok,
pengunjung dan tamu.
c.
d.
Bahaya dari lingkungan luar tempat kerja yang dapat mengganggu keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja yang berada di tempat kerja.
e.
f.
g.
h.
i.
1.2. Sekretaris P2K3 melaksanakan identifikasi bahaya berdasarkan 5 (lima) faktor bahaya
berikut
a.
b.
c.
d.
e.
1. Penilaian Resiko
2.1. Sekretaris P2K3 melaksanakan penilaian resiko menggunakan tabel matriks resiko
berikut :
Ringan
Sedang
Berat
Sangat
Berat
Sangat Sering
Sering
Sedang
Jarang
Sangat Jarang
Sangar
Ringan
Frekuensi
Keparahan
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Ekstrim
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Ekstrim
Ekstrim
Ekstrim
Tinggi
Tinggi
2.2. Sekretaris P2K3 menghitung nilai frekuensi dan keparahan berdasarkan kriteria berikut :
Frekuensi
Kriteria
12
Sangat Sering
Sering
Sedang
Jarang
Sangat Jarang
13
Keparahan
Sangat Parah
Kriteria
1. Terdapat kematian.
Parah
Sedang
Ringan
Sangat Ringan
2.
kerja hilang tidak melebihi 1x24 jam.
1. Terdapat
Tidak adajam
korban.
2. Korban dapat langsung bekerja.
3. Korban hanya memerlukan penanganan ringan di lokasi dan
langsung dapat bekerja.
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Ekstrim
14
2.5 Alat Pelindung Diri (penyediaan alat pelindung diri bagi tenaga kerja dengan paparan
bahaya/resiko tinggi).
3. Membuat laporan hasil dan dokumentasi laporan identifikasi bahaya dan penilaian
resiko kepada Pimpinan Perusahaan.
1. Konsep Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Pada Gedung Bertingkat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan manusia baik jasmani maupun rohani serta
karya dan budayanya yang tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga
kerja pada khususnya.
Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan
pelaksanaan K3 gedung bertingkat, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal
yaitu indoor dan outdoor :
1. Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya
kebakaran serta kode pelaksanaannya.
2. Jaringan elektrik dan komunikasi.
3. Kualitas udara.
4. Kualitas pencahayaan.
5. Display unit (tata ruang dan alat).
6. Hygiene dan sanitasi.
7. Psikososial.
8. Pemeliharaan.
9. Penggunaan Komputer.
3.1
Penyehatan udara ruangan adalah upaya yang dilakukan agar suhu dan kelembaban,
debu, pertukaran udara, bahan pencemar dan mikroba di ruang kerja
memenuhi persyaratan kesehatan.
Agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upayaupaya sebagai berikut:
1) Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m.
2) Bila suhu > 280C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air Conditioner
(AC), kipas angin, dan lain-lain
3) Bila suhu udara luar < 180C perlu menggunkan pemanas ruangan
4) Bila kelembaban ruang kerja :
a) > 60% perlu menggunakan alat dehumidifier.
b) < 40% perlu menggunakan alat humidifier (misalnya: mesin pembentuk
aerosol).
3. Limbah
16
m dari lantai.
Atap kuat dan tidak bocor.
Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya
cahaya minimal 1/6 kali luas lantai.
17
1. Tidak ada kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja tenga kerja melebihi 2x24
jam dan atau terhentinya proses melebihi shift berikutnya.
2. Meningkatkan derajat kesehatan kerja tenaga kerja.
3. Meningkatkan pengetahuan tenaga kerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerjadi
tempat kerja.
4. Meningkatkan dan memelihara kinerja K3Perusahaan.
B.PENERAPAN
Penerapan Sistem Manajemen K3
Sesuai dengan Pasal 3 Per. Menaker No.05/Men/1996, sistem keselamatan dan kesehatan kerja
diterapkan sesuai dengan kriteria dari perusahan. Pada umumnya K3 wajib diterakpan pada
perusahaan jika tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang atau perusahaan memiliki beberapa
potensi bahaya seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja.
Adapun ketentuan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan untuk menerapkan sistem keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3), antara lain :
1. Penetapan kebijakan dan menjamin komitmen
2. Perencanaan K3
3. Penerapan K3
4. Pengukuran dan evaluasi
5. Peninjauan ulang dan peningkatan K3 oleh manajemen
mengambil keputusan.
Di samping itu, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada pemerintah propinsi maupun
pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada
menteri tenaga kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib
merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalah
gunakan kewenangannya.
Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 di perusahaan-perusahaan tidak dapat
diselesaikan dengan pengawasan saja. Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam
penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau SMK3.
SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seluruh
tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh
pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan
lebih produktif. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu
perusahaan secara keseluruhan.
SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung
jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif.
Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga inspektor/pengawas untuk memeriksa
perusahaan-perusahaan dalam menerapkan aturan mengenai SMK3. Para tenaga pengawas perlu
melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga tahun. perusahaan yang memenuhi
kewajibannya akan diberikan sertifikat tanda bukti. Tetapi peraturan ini kurang jelas dalam
mendifinisikan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya.
Mekanisme dan Teknik Audit SMK3
20
Alat untuk mengukur besarnya keberhasilan pelaksanaan dan penerapan SMK3 di tempat
kerja
21
Penetapan Kebijakan K3
Perencanaan Penerapan K3
Penerapan K3
2) Pedoman Penerapan
a) Komitmen dan kebijakan
Initial Review
Kebijakan K3
b) Perencanaan
Indikator kinerja
22
c) Penerapan
Jaminan kemampuan
Kegiatan pendukung
Audit SMK3
e. Elemen audit
1. Pembangunan dan Pemeliharaan Komitmen
2. Pendokumentasian Strategi
3. Peninjauan Ulang Desain dan Kontrak
4. Pengendalian Dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3
7. Standar Pemantauan
8. Pelaporan dan Perbaikan
9. Pengelolaan material dan perpindahannya
23
Sertifikasi SMK3
1. Sertifikat SMK3 adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan
perundangan SMK3
2. Proses sertifikasi SMK3 suatu perusahaan dilakukan oleh Badan Audit Independen
melalui proses audit SMK3
3. Sertifikat SMK3 diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Adapun mekanisme sertifikasi SMK3 dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Sertifikasi SMK3
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (pasal
27 ayat 2 UUD 1945)
2. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri
5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional
7. Meningkatkan pelaksanaan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sistem
8. Perlunya upaya pencegahan terhadap problem sosial dan ekonomi yang tekait dengan
penerapan K3
25
C. PEMERIKSAAN
1. Investigasi Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan
1.1
Investigasi Insiden
Perusahaan melaksanakan investigasi insiden untuk mencegah terulangnyakembali kejadian
insiden di kemudain hari serta untuk mengidentifikasipeluang untuk peningkatan
K3 di tempat kerja.Investigasi kecelakaan dilaksanakan dengan pendekatan
metode untukmenyelidiki akar penyebab terjadinya suatu insiden. Sekretaris
PanitiaPembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkewajiban
untukmelaksanakan investigasi insiden sesuai jadwal yang telah ditetapkan
olehpimpinan perusahaan (Manajemen Puncak ataupun Direktur)
menggunakanpendekatan/metode yang diketahui untuk mengetahui akar
penyebabterjadinya suatu insiden.Seluruh hasil insiden didokumentasikan
(termasuk gambar, foto, video sertamedia lain yang berkaitan dengan terjadinya
inside) dan dipelihara olehSekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Dokumen Terkait : P/SOP/K3/010 - Prosedur Investigasi Insiden/KecelakaanKerja.
1.2
Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan
Perusahaan melaksanakan identifikasi terhadap potensi-potensiketidaksesuaian ataupun
adanya ketidaksesuaian, tindakan perbaikan danpencegahan untuk menjamin
keefektifan penerapan Sistem ManajemenKeselamatan dan Kesehatan Kerja di
tempat kerja.Permasalahan-permasalahan yang dapat menimbulkan
ketidaksesuaianantara lain :
1. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
b. Kesalahan Pimpinan Perusahaan (Direktur) dalam membangunkomitmen
Kebijakan K3.
c. Kesalahan dalam membangun Target K3.
d. Kesalahan dalam menentukan peran, wewenang, tanggung-jawab,fungsi dan
kecakapan personil yang dibutuhkan untuk menerapkanSistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan.
26
Penutup
27
Sistem manajemen adalah suatu set elemen yang saling terkait, digunakan untuk
menetapkan kebijakan dan objektif dan untuk mencapai objektif tersebut Sistem
Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produkatif.
Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996 adalah bagian
dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resikoyang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempatkerja yang aman.
Saran
Penerapan budaya K3 harus diintegrasikan pada setiap jenjang manajemen
perusahaan, sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja. Integrasi penerapan
budaya K3 di perusahaan dapat dilakukan melalui pendekatan prinsip-prinsip
manajemen agar tidak hanya mengurangi kecelakaan kerja, tapi juga menekan
tingkat keparahan dan pencapaian kecelakaan nihil.
DAFTAR RUJUKAN
28
29