Anda di halaman 1dari 17

Penjelasan Dari Peraturan dan Perundangan k3

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau yang disingkat dalam K3 merupakan elemen
penting yang harus disediakan perusahaan untuk melindungi pekerjanya. Atas dasar itulah
kemudian penerapan K3 ditetapkan oleh pemerintah.

Pelaksanaan dan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengacu kepada
Veiligheidsreglement tahun 1919 (Stbl. No. 406) yang kemudian direvisi ke dalam Undang-
Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja.

Dengan demikian, penyusunan undang-undang ini memuat berbagai ketentuan umum


terhadap keselamatan kerja sesuai dengan perkembangan masyarakat, teknologi, dan
industrialisasi.

Jika dikelompokkan, standarisasi dan penerapan K3 memiliki beberapa dasar hukum yang
kuat. Untuk itu, mau tidak mau, suka tidak suka, Keselamatan dan Kesehatan kerja haruslah
menjadi perhatian bagi setiap perusahaan, pemerintah, dan para pekerja. Adapun dasar
hukum pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja jika diurutkan dari yang tertinggi
adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang (UU)
Yakni, Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja, hak dan
kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja.

Produk hukum yang mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi izin pemakaian zat
radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja terhadap dan pengangkutan zat radioaktif.

Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah (1) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan
Minyak dan Gas Bumi; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan
Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida; (3) Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambangan, (4) dan lain sebagainya.

3. Keputusan Presiden (Kepres)


Keputusan presiden, yakni mengatur aspek K3, meliputi penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja.

Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun
1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja.

4. Peraturan dari Departemen Tenaga Kerja (Kepmenaker)


Yakni, peraturan tentang K3 terhadap syarat-syarat keselamatan kerja, yang meliputi syarat-
syarat K3 untuk penggunaan lift, konstruksi bangunan,  listrik, pemasangan alat APAR
(pemadam api ringan), serta instalasi penyalur petir.

Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah Peraturan Menteri No. 5 tahun 1996
mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

5. Peraturan dari Departemen Kesehatan (Permenkes)


Yakni, peraturan yang mencakup aspek K3 di rumah sakit atau lebih terkait pada aspek
kesehatan kerja dibandingkan dengan keselamatan kerja. Hal tersebut disesuaikan
terhadap tugas dan fungsi dari Departemen Kesehatan.

Peraturan dan Perundangan K3


Berkaitan dengan beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, adapun dasar
hukum dan perundangan yang mengatur penerapan K3 di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur tentang kewajiban pengurus serta kewajiban dan hak pekerja.
Adapun hak dan kewajiban masing-masing yakni:

1. Kewajiban pengurus atau pimpinan tempat kerja, di antaranya adalah sebagai berikut:
2. Mencegah serta mengendalikan timbul atau menyebarnya bahaya yang disebabkan oleh
suhu, debu, kelembaban, kotoran, uap, asap, gas, cuaca,  hembusan angin, radiasi, sinar,
getaran, dan suara.
3. Mencegah serta mengurangi terjadinya bahaya ledakan.
4. Mengamankan serta memperlancar dalam pengangkutan orang, barang, tanaman
ataupun binatang.
5. Mencegah, mengurangi, serta memadamkan kebakaran yang terjadi.
6. Mendapatkan penerangan yang cukup serta sesuai.
7. Mencegah terjadinya aliran listrik berbahaya.
8. Mencegah serta mengurangi terjadinya kecelakaan.
9. Membuat tanda-tanda sign pada lokasi proyek supaya pekerja dapat selalu waspada.
10. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
11. Memberi pertolongan ketika terjadi kecelakaan.
12. Memberi kesempatan untuk menyelamatkan diri apabila terjadi kebakaran maupun
kejadian berbahaya lainnya.
13. Menciptakan keserasian antara pekerja dengan lingkungan, alat kerja, serta cara dan
proses kerja.
14. Mencegah serta mengendalikan munculnya penyakit yang diakibatkan oleh kerja, baik itu
berupa keracunan, psikis, infeksi ataupun penularan.
15. Menyediakan alat-alat yang digunakan untuk melindungi  pekerja.
16. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
17. Mengamankan serta memelihara berbagai jenis bangunan.
18. Mengamankan serta memperlancar pekerjaan dalam hal bongkar muat, penyimpanan,
dan perlakuan barang.
19. Menyesuaikan serta menyempurnakan pengamanan terhadap pekerjaan yang berbahaya
supaya dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan.
20. Melaksanakan pemeriksaan kondisi mental, kesehatan badan, serta kemampuan fisik
pekerja baru yang akan diterima oleh perusahaan ataupun yang akan dipindah kerjakan.
Yakni sesuai pada sifat pekerjaan yang akan diampu oleh pekerja. Dalam hal ini,
pemeriksaan dilakukan secara berkala.
21. Kewajiban untuk menempatkan segala syarat keselamatan kerja wajib pada tempat-
tempat yang mudah dilihat serta terbaca oleh pekerja.
22. Kewajiban untuk melaporkan segala kecelakaan kerja yang terjadi pada tempat kerja.
23. Kewajiban untuk menyediakan alat perlindungan diri dengan cuma-cuma, yang disertai
dengan petunjuk yang diperlukan oleh pekerja serta siapa saja yang memasuki tempat
kerja.
24. Kewajiban untuk memasang segala gambar keselamatan kerja serta segala bahan
pembinaan lainnya di tempat yang mudah dilihat dan dibaca.
25. Kewajiban untuk menunjukkan serta menjelaskan kepada semua pekerja baru mengenai:
26. Kondisi  bahaya yang akan timbul pada tempat kerjanya.
27. Pengamanan serta dan perlindungan terhadap alat-alat yang terdapat pada area tempat
kerja
28. Alat-alat perlindungan diri untuk pekerja yang bersangkutan
29. Cara dan sikap aman yang harus dilakukan ketika melaksanakan pekerjaan.
30. Sedangkan kewajiban dan hak pekerja di antaranya adalah sebagai berikut:
31. Memenuhi serta mentaati segala syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja yang
diwajibkan
32. Memberikan keterangan secara jelas dan benar, jika diminta ahli atau pengawas
keselamatan kerja.
33. Menyatakan keberatan kerja, apabila syarat kesehatan dan keselamatan yang diwajibkan
diragukan, kecuali memang karena hal khusus yang ditentukan oleh pengawas, namun
dalam hal ini sesuai dengan batas yang masih bisa dipertanggungjawabkan.
34. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) secara benar dan tepat
35. Meminta pada pimpinan supaya dilaksanakan segala syarat kesehatan dan keselamatan
kerja yang diwajibkan
Perlu digarisbawahi, bahwa peraturan ini harus ditaati oleh semua pihak, sebab jika terjadi
pelanggaran akan mendapatkan ancaman hukuman berupa pidana/ kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 100.000, (seratus ribu rupiah).

Alat Pelindung Diri (APD) dalam proyek Drainase

1.. Helm Pengaman (Safety Helmet)


Tujuan menggunakan helm adalah untuk menghindari benturan benda tajam dan berat yang
dapat melukai kepala. Selain itu, kepala juga terlindung dari api, percikan bahan kimia, suhu
ekstrem, dan radiasi panas.
Helm digunakan utamanya pada pekerjaan konstruksi, karena kemungkinan dari bahaya
material-material bangunan yang jatuh dari atas bangunan.

2. Penyumbat Telinga (Ear Plug)

Menggunakan ear plug dapat menghalau suara bising yang dapat merusak organ dalam
telinga hingga kurang lebih 30 dB.

Anda dapat menemukan dua jenis ear plug, yaitu yang dapat digunakan berkali-kali (non
disposable) dan sekali pakai (disposable). Disposable ear plug umumnya berbahan dasar
kapas sedangkan non disposable ear plug berbahan dasar plastik cetak atau karet.
4. Kacamata Pengaman (Safety Glasses)

Mata adalah organ vital yang sangat rentan karena teksturnya yang lunak dan hanya
dilapisi oleh kulit tipis, yaitu kelopak mata. Sehingga, penggunaan APD untuk melindungi
fungsi mata adalah hal yang wajib dilakukan.

Kacamata dapat menjaga mata, baik dari paparan debu maupun asap yang dapat membuat
mata iritasi, percikan cairan kimia yang umumnya terjadi di dalam laboratorium, atau
cahaya yang sangat terang dan panas seperti di area pengelasan.

Ada beberapa jenis kacamata yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan Anda:

 Safety spectacles, digunakan untuk melindungi mata dari partikel yang beterbangan.
Dapat juga digunakan untuk menghalau panas berlebihan yang tak dapat ditoleransi
oleh mata;
 Safety goggles, dipakai ketika lokasi kerja yang harus Anda hadapi terpapar uap,
asap, atau kabut yang mengganggu penglihatan.Bentuknya yang dilengkapi dengan
segel pelindung di area mata membuat mata Anda terhindar dari percikan cairan
yang mungkin datang dari segala arah; serta
 Face shielddan welding helmet,APD yang mampu melindungi wajah Anda secara
utuh. Terkadang, bahaya kilatan api tak hanya berdampak pada mata, namun juga
wajah Anda.

6. Pelindung Wajah (Face Shield)


indiamart.com
Face shield atau alat pelindung wajah adalah komponen APD yang penting untuk
mengurangi kemungkinan wajah terpapar cemaran air atau udara, zat kimia berbahaya,
percikan larutan panas, ataupun goresan benda tajam lainnya. Biasanya alat ini digunakan
pada aktivitas pengelasan.

8. Sarung Tangan (Gloves)

amazon.com
Beberapa pekerjaan yang berhubungan dengan larutan kimia, proses pemanasan, ataupun
komponen benda tajam, umumnya mengharuskan pemakaian sarung tangan secara
intensif mengingat tingginya risiko cedera.Beberapa jenis sarung tangan yang paling
banyak digunakan adalah:

 Cotton gloves (sarung tangan berbahan dasar katun), berguna untuk memberi


proteksi dari goresan, sayatan, atau luka lainnya;
 Leather gloves (sarung tangan kulit), memiliki fungsi sama seperti sarung tangan
katun. Namun, material kulit umumnya lebih nyaman untuk digunakan dan lebih kuat
menahan benda yang berpotensi melukai tangan;
 Rubber gloves (sarung tangan karet), berfungsi untuk melindungi kulit dari kontak
langsung dengan minyak dan bahan perekat.Pekerjaan di laboratorium juga kerap
menggunakan sarung tangan karet; serta
 Sarung tangan yang didesain khusus agar mampu melindungi tangan ketika harus
bekerja di lokasi yang memiliki aliran listrik, baik tegangan rendah maupun tinggi.

9. Sepatu Karet (Sepatu boots)

Tanpa sepatu yang sesuai, kaki akan rentan terluka oleh benda tajam di tanah ataupun
kejatuhan benda berbahaya dari atas. Karena itu, menggunakan sepatu boot berfungsi
untuk melindungi kakidari tusukan benda tajam, bahan kimia berbahaya, cairan yang terlalu
dingin atau panas, dan lain-lain.

10. Sepatu Pengaman (Safety Shoes)


tokopedia.com
Serupa dengan boot, sepatu pengaman ini membantu kaki Anda terlindung dari bahaya
cairan kimia, tusukan benda tajam, benturan benda berat, dan lain-lain.

Sepatu jenis ini umumnya lebih tahan lama dibandingkan dengan macam sepatu yang lain,
sehingga dapat tetap berfungsi optimal dalam periode waktu yang panjang.

Anda dapat memilih material pembuat sepatu pengaman sesuai dengan kebutuhan. Ada yang
memang didesain supaya tahan selip, tahan bahan panas, tahan listrik, dan tahan bahan kimia.

11. Jas Hujan (Raincoat)

Meski terkesan tak terlalu penting, jas hujan berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan
air, baik ketika harus bekerja di bawah air hujan maupun ketika mencuci peralatan dengan
air dalam jumlah besar.
Beberapa jas hujan didesain khusus agar tak hanya tahan air namun juga tahan panas
danapi, seperti yang pada umumnya dipakai oleh para anggota pemadam kebakaran.

13. Rompi Safety

Rompi sebagai komponen APD yang baik adalah yang berbahan poliester dan mampu
memantulkan cahaya karena telah didesain secara khusus dengan tambahan reflektor.

Salah satu fungsi utama menggunakan alat ini adalah supaya pekerja dapat terlihat dengan
jelas pada waktu malam hari atau ketika penerangan tak terlalu memadai.

14. Coverall atau Wearpack


Wearpack adalah pakaian khusus yang dipakai oleh orang-orang yang memiliki risiko
pekerjaan tinggi. Model pakaian ini umumnya menutupi leher hingga mata kaki sehingga
dapat mengamankan seluruh tubuh.

Pekerja bengkel, tambang, dan pemadam kebakaran adalah orang-orang yang hampir
selalu menggunakan wearpack demi keselamatan mereka. Menggunakan APD ini
diharapkan tubuh terlindung dari percikan minyak, bensin, panas, api dll.

Bahan yang digunakan pun bervariasi. Ada yang menggunkan bahan drill dan katun untuk
pekerjaan yang tak bersentuhan dengan api. Namun ada juga katun anti api yang
mengurangi kemungkinan tubuh melakukan kontak fisik dengan api.

Garis terang yang ada pada wearpack, umumya berwarna hijau kekuningan,


bernamascotch light supaya terhindar baik dari risiko tertabrak kendaraan maupun kelalaian
manusia lainnya.

15. Masker

Demikianlah penjelasan macam-macam APD K3 yang harus dikenakan oleh setiap orang
yang bekerja dengan faktor risiko tinggi. Setiap tempat kerja mungkin akan menambahkan
alat khusus yang telah dirancang menyesuaikan pekerjaannya. Namun secara umum, itulah
APD yang harus dikenakan.
Alat Pelindung Kerja (APK) dalam proyek Drainase

Pagar pengaman
Pagar sementara sangat penting untuk menjamin keamanan dalam pelaksanaan proyek
konstruksi. Biasanya pagar sementara untuk pengaman proyek konstruksi dibuat
setinggi minimal 180 cm dari bahan seng gelombang yang difinish cat. 
Yang paling penting adalah pagar sementara ini harus cukup kuat dan kokoh, sehingga
tidak mudah roboh.

Fungsi dari pagar pengaman proyek antara lain adalah :

1. Membatasi area proyek untuk menjamin keamanan dan keselamatan karena di


area proyek terdapat banyak risiko bahaya. 
2. Mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke area proyek.
3. Mencegah terjadinya pencurian barang / material di area proyek.
4. Agar area proyek terlihat rapi, selain itu juga kadang pada pagar sementara
dipasang banner tentang proyek yang sedang dibangun atau identitas dari
kontraktor pelaksananya.

Dalam perhitungan biaya, pagar sementara untuk pengaman proyek masuk ke dalam
pekerjaan persiapan. Dalam RAB pagar sementara biasa dihitung dalam satuan panjang
(m’) atau luas (m2).
Jika proyek konstruksi terletak di lahan terbuka, maka pagar sementara harus dihitung
mengelilingi seluruh area proyek tersebut. 
Tetapi jika proyek konstruksi berbatasan dengan bangunan lain di sisi kanan kiri dan
belakang, maka pagar sementara cukup dipasang pada sisi depan saja. Intinya pagar
sementara hanya dipasang pada sisi area yang terbuka saja.
Karena hanya bersifat sementara selama pelaksanaan proyek maka setelah proyek
selesai, pagar sementara akan dibongkar. 
Saat ini banyak digunakan pagar sementara dengan sistem knock down. Pagar tersebut
dibuat dengan ukuran modul tertentu yang dapat dengan mudah dibongkar pasang.

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)

KONSTRUKSI DRAINASE

Dalam rangka mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan kontruksi, maka

penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi syarat-syarat tentang keamanan,


keselamatan, dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (K3 Konstruksi) adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui

upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan

konstruksi.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang Pekerjaan

Umum (SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum) adalah bagian dari sistem

manajemen organisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam rangka pengendalian

risiko K3 pada setiap pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

Tujuan SMK3 konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dapat diterapkan secara konsisten

untuk:

1. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang

terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi;

2. dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja; dan

3. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien, untuk mendorong

produktifitas.
 

SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, meliputi:

1. Kebijakan K3

Kebijakan yang ditetapkan harus mememenuhi ketentuan:

1. Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

serta peningkatan berkelanjutan SMK3;

2. Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundangundangan dan

persyaratan lain yang terkait dengan K3; dan

3. Sebagai kerangka untuk menyusun sasaran K3.

Kebijakan harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja, tamu dan

semua pihak yang terlibat dalam kegiatan konstruksi. Kebijakan K3 harus ditinjau ulang

secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan

perubahan yang terjadi.

Organisasi K3 dibentuk dengan Penanggungjawab K3 membawahi bidang-bidang yang

terintegrasi dengan struktur organisasi Perusahaan.

2. Perencanaan K3

Penyusunan Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Skala Prioritas, Pengendalian Risiko

K3 dan Penanggung Jawab terhadap kegiatan-kegiatan konstruksi yang dilakukan.

Pemenuhan Perundang-undangan dan Persyaratan lainnya yang dipergunakan sebagai

acuan dalam pelaksanaan SMK3.

Sasaran umum adalah pencapaian Nihil Kecelakaan Kerja yang Fatal (Zero Fatal

Accidents) pada pekerjaan Konstruksi.


Sasaran khusus yang disusun secara rinci guna terciptanya sasaran umum dengan

pelaksanaan Program-program.

Program K3 yang disusun harus mencantumkan sumber daya yang dipergunakan,

jangka waktu, indikator pencapaian, monitoring dan penanggungjawab serta biaya yang

dianggarkan.

3. Pengendalian Operasional

Pengendalian operasional berupa prosedur kerja/petunjuk kerja, yang harus mencakup

seluruh upaya pengendalian, antara lain:

1. Menunjuk Penanggung Jawab Kegiatan SMK3 yang dituangkan dalam Struktur

Organisasi K3 beserta Uraian Tugas;

2. Upaya pengendalian berdasarkan lingkup pekerjaan;

3. Prediksi dan rencana penanganan kondisi keadaan darurat tempat kerja;

4. Program-program detail pelatihan sesuai pengendalian risiko;

5. Sistem pertolongan pertama pada kecelakaan; dan

6. Penyesuaian kebutuhan tingkat pengendalian risiko K3.

4. Pemeriksaan dan Evaluasi Kinerja K3

Kegiatan pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan mengacu pada kegiatan yang

dilaksanakan pada Pengendalian Operasional.

5. Tinjauan Ulang Kinerja K3.


Hasil pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 selanjutnya diklasifikasikan dengan kategori

sesuai dan tidak sesuai tolok ukur Sasaran dan Program K3. Hal-hal yang tidak sesuai,

termasuk bilamana terjadi kecelakaan kerja dilakukan peninjauan ulang untuk diambil

tindakan perbaikan.

TUGAS
KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA
Disusun Oleh:
Nama: Tirza Lumalessil
Kelas: I/C

Anda mungkin juga menyukai