Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah Mutu Pelayanan Kesehatan

Nama : Fransiska Yuniati Demang


NPM : 1506786195

MUTU PELAYANAN KESEHATAN


A. Konsep Mutu
Mutu merupakan pertimbangan faktor keputusan yang paling mendasar dari seorang
pelanggan untuk memakai suatu produk barang atau jasa (Atihuta,J.A .,2009). Menurut Wickof
(1998) dalam Tjiptono F (2005) mutu adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Baik tidaknya
mutu tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara
konsiten.
Batasan tentang mutu pelayanan banyak macamnya. Menurut beberapa ahli, beberapa
diantaranya yang dipandang cukup penting yang dikutip dalam Azwar (1996) adalah:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston
Dictionary, 1956)
2. Mutu adalah sifat yang dimiliki suatu program (Donabedian, 1980)
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri-ciri dari suatu barang jasa, yang di dalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (DIN
ISO 8402, 1986).
4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.
Pelayanan yang bermutu sangat diperlukan karena merupakan hak setiap pelanggan, dan
dapat memberi peluang untuk memenangkan persaingan dengan pemberi layanan kesehatan
lainnya. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas
jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan,
maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas jasa yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang
diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan buruk
(Fandy,2000 dalam Taunay,E.G.P 2005). Kualitas pelayanan dan nilai berdampak langsung
terhadap pelanggan. Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dirasakan
(Atihuta,J.A .,2009). Pelanggan insitusi pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Pelanggan internal (internal customer) yaitu mereka yang bekerja di dalam institusi
kesehatan seperti staf medis, paramedis, teknisi, administrasi, pengelola dan lain
sebagainya.
2. Pelanggan eksternal (external customer) yaitu pasien, keluarga pasien, pengunjung,
pemerintah, perusahaan asuransi kesehatan, masyarakat umum, rekanan, lembaga swadaya
masyarakat dan lain sebagainya (Muninjaya, 2004)
Supardi (2008) berpendapat hampir sama dengan teori tersebut yaitu bahwa mutu
pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan, penyandang dana
pelayanan, dan penyelenggara pelayanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut Azwar, 1994 dalam
Endarwati (2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan proses.
1. Unsur Masukan
Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber daya
manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka pelayanan
kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu puskesmas
diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan peningkatan fasilitas
kesehatan (Muninjaya, 2004). SDM yang profesional harus mempunyai pendidikan dan
keahlian serta memiliki motivasi, kompetensi dan komitmen kerja yang baik
(Muninjaya, 2004).
2. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.
3. Unsur Proses
Yang termasuk dalam unsur proses meliputi proses pelayanan baik tindakan medis
maupun tindakan non-medis. Tindakan non medis salah satunya adalah penerapan
manajemen puskesmas yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas
Menurut Donabedian dalam Alwi, A. (2011) ada tiga pendekatan penilaian mutu yaitu :
1. Input
Aspek input meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan
kegiatan berupa sumber daya manusia, dana dan sarana. Input fokus pada sistem yang

dipersiapkan dalam organisasi, termasuk komitmen, prosedur serta kebijakan sarana


dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
2. Proses
Merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan
(dokter, perawat, dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien, meliputi
metode atau tata cara pelayanan kesehatan dan pelaksanaan fungsi manajemen.
3. Output
Aspek keluaran adalah mutu pelayanan yang diberikan melalui tindakan dokter,
perawat yang dapat dirasakan oleh pasien dan memberikan perubahan ke arah tingkat
kesehatan dan kepuasan yang diharapkan pasien.
Sebagai diketahui kepuasan pelanggan merupakan salah satu dimensi untuk menentukan
baik buruknya mutu pelayanan. Menurut Muninjaya (2004), kepuasan pengguna jasa pelayan
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini
aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high
personal contact.
2. Empati (sikap peduli) yang ditujukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh
emosi pasien. Faktor ini akan mempengaruhi kepatuhan pasien.
3. Biaya. Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi
pasien dan keluarganya
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan.
5. Jaminan keamanan yang ditujukan oleh petugas kesehatan, ketepatan jadwal pemeriksaan
dan juga kunjungan dokter juga termasuk faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien.
6. Kehandalan dan keterampilan petugas dalam memberikan perawatan.
7. Kecepatan petugas memberikan pelayanan
Menurut Efendi, Ferry (2009), mutu dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Berfokus pada pelanggan
Yang menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal
berperan dalam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan
dengan barang dan jasa.
2. Obsesi terhadap mutu

Penentuan akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang
ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah
ditentukan.
3. Pendekatan Ilmiah
Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.
4. Komitmen Jangka Panjang
Agar penerapan mutu dapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang baru. Untuk itu,
perlu ada komitmen jangka panjang guna mengadakan perubahan budaya.
5. Kerjasama Tim
Kerja sama tim, kemitraan, dan hubungan perlu terus-menerus dijalin dan dibina, baik antar
aparatur antar organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses di dalam suatu system atau lingkungan.
System yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar mutu yan dihasilkan lebih
meningkat
7. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar (fundamental). Disini berlaku
prinsip belajar yang merupakan proses tiada akhir dan tidak mengenal batas usia.
B. Indikator Mutu
Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan suatu proses
tertentu. Indikator dalam layanan kesehatan adalah suatu ukuran penatalaksanaan pasien atau
keluaran dari layanan kesehatan Indikator dibuat untuk memantau bagian kritis dari layanan
kesehatan (Pohan, Imbalo S. 2006).
Indikator mutu adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur terpenuhi atau
tidaknya suatu standar yang telah ditetapkan. Indikator mutu dibuat mengikuti dengan standar
mutu yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi, termasuk organisasi pelayanan kesehatan.
Indikator mutu pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yakni (Rosita,R.
2010):
1. Indikator Persyaratan Minimal
Indikator persyaratan minimal, menunjukkan pada ukuran terpenuhi atau tidaknya
standar masukan, lingkungan atau proses. Indikator ini dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. Indikator masukan
Merupakan ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan seperti ukuran tenaga
pelaksana, sarana serta dana yang tersedia di dalam suatu organisasi kesehatan. Apabila

hasil penilaian terhadap ketiga unsur masukan ini tidak sesuai dengan indikator yang
telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
b. Indikator lingkungan
Merupakan ukuran terpenuhi atau tidaknya standar lingkungan seperti ukuran kebijakan,
organisasi serta manajemen yang dianut oleh organisasi kesehatan. Apabila hasil
penilaian terhadap ketiga unsur masukan ini tidak sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
c. Indikator proses
Merupakan ukuran terpenuhi atau tidaknya standar proses yang merujuk pada tindakan
medis dan tindakan non medis yang dilakukan oleh suatu institusi kesehatan. Apabila
hasil penilaian terhadap kedua unsur masukan ini tidak sesuai dengan indikator yang
telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
2. Indikator Penampilan Minimal
Indikator Penampilan Minimal, menunjuk pada ukuran terpenuhi atautidaknya standar
penampilan minimal pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Indikator penampilan
minimal ini disebut dengan indikator keluaran (output/outcome).
Masing-masing indikator memiliki fungsi pengukuran yang berbeda, jika yang ingin diukur
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab) maka yang
dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi jika yang diukur adalah mutu
pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
Indikator Mutu pelayanan kesehatan dibedakan atas 2 macam:
1. Indikator yang menunjuk pada penerapan aspek medis pelayanan kesehatan
Yaitu baik yang berkaitan dengan kode etik profesi ataupun yang telah diatur dalam standar
pelayanan profesi.
Contoh:
Indikator Mutu Pelayanan Medis:
a. Angka infeksi nosokomial
b. Angka kematian kasar ( Gross Death Rate)
c. Kematian pasca bedah
d. Kematian ibu melahirkan (Maternal Death Rate-MDR)
e. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
f. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
g. ADR (Anasthesia Death Rate)
h. PODR (Post Operation Death Rate)
i. POIR (Post Operative Infection Rate)
2. Indikator yang menunjuk pada penerapan aspek non medis pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek nonmedis pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan. Contohnya yaitu sebagai berikut:
a. Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
b. Kemantapan klien, makin tinggi kemantapan klien terhadap pelayanan yang
diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
c. Kepuasan klien, makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan non medis
yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
Suatu indikator mutu yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan khusus. Salah satu
persyaratan untuk menentukan criteria menggunakan prinsip AMOUR, yaitu Achievable,
Measurable, Observable, Understandabe dan Reasonable (Pohan, Imbalo S. 2006).
1. Achievable
Suatu criteria harus dapat dicapai. Kenyataannya kita harus selalu dapat bekerja
diantara keinginan dan kemampuan dalam mencapai tujuan. Kelompok jaminan
mutu layanan kesehatan pun dalam menyusun standar layanan kesehatan dan
kriteria tetap dibatasi oleh keinginan untukmembuat yang terbaik dan realitas
dilapangan.
2. Measureable
Kriteria harus dapat diukur. Suatu standar layanan kesehatan mungkin dinyatakan
tanpa ukuran, tetapi indikator harus menyebutkan suatu ukuran.
3. Observable
Suatu kriteria harus dapat diamati. Suatu kejadian yang diamati harus mampu
dideteksi oleh panca indera. Jika suatu kriteria yang tidak dapat diamati, kita tidak
dapat menentukan apakah kriteria itu tercapai atau tidak.
4. Understandable
Suatu
kriteria
harus
dimengerti
oleh
siapa

yang

akan

menggunakannya.Terminologi yang tidak jelas harus dihindarkan, misalnya jumlah


5.

petugas kesehatann yang memadai atau menu yang sesuai.


Reasonable
Suatu kriteria harus layak atau masuk akal, penting

diperhatikan

bahwa profesi layanan kesehatan yang tidak terlibat dalam penyusunan standar
layanan kesehatan pasti memiliki standar pribadi, tentunya bukan standar
layanan kesehatan yang resmi.
C. Key Quality Characteristic (Karakteristik Kunci Mutu/KQC)

Key Quality Characteristic (KQC) adalah segala sesuatu yang menjadi perhatian
pelanggan. KQC dapat di ketahui dengan berfokus pada harapan/permintaan pelanggan, yang
sering disebut juga dengan Voice Of Customer (VOC). KQC merupakan aspek aspek dalam
suatu proses yang menurut pelanggan sangat penting (Lloyd, R.C 2004). Ciri-ciri dari KQCs
antara lain:
1. Menggambarkan kualitas yang ditegaskan atau dipertimbangkan oleh pelanggan
2. Menggambarkan aspek dari proses yang sangat di perhatikan pelanggan
3. Menggambarkan kepada pelanggan tentang ukuran kunci dari kualitas hasil
4. Menggambarkan variasi antara pelanggan satu dengan yang lain
5. Dapat terjadi konflik apabila kebutuhan pelanggan tidak dapat terpenuhi secara
serempak.

Apabila pembuatan KQC dimulai dengan menetapkan harapan-harapan pelanggan, maka


harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar berikut (Lloyd, R.C 2004):
1. Apa proses dalam tinjauannya?
2. Kapan prose situ dimulai dan kapan berakhirnya?
3. Siapakah pelanggan utama? Siapakah pelanggan kedua?
4. Apakah kita memiliki consensus/mufakat dengan pelanggan utama?
5. Aspek apa dari proses (KQCs) yang sangat penting bagi pelanggan utama?
Sebelum menentukan KQC kita sebaiknya menentukan karakteristik mutu. Karakteristik
mutu adalah berbagai atribut pada input, proses, dan outcome yang penting sesuai keputusan
tim atau organisasi menurut cara organisasi mendefinisikan mutu layanan kesehatan.
Karakteristik tersebut itu adalah sifat atau cirri yang kita putuskan sebagai elemen mutu layanan
kesehatan (Al-Assaf, A.F 2009). Contohnya: satu tim dokter dan teknisi laboratorium dapat
menggunakan ketepatan waktu sebagai karakteristik mutu (diantara berbagai karakteristik
lainnya) ketika menyusun atau mengevaluasi standar untuk uji diagnostic rumah sakit. Begitu
tim memahami dan menytujui suatu karakteristik mutu, tim tersebut dapat mendefinisikan suatu
standar untuk karakteristik itu.
D. Contoh Konsep, Indikator, dan KQC
Konsep
Pencegahan
Infeksi
Nosokomial

Indikator
- Jumlah pasien yang
menderita infeksi
nosokomial
- Persentase Infeksi

Proses
Mencegah
infeksi
Nosokomial

Pelanggan
KQC
Pasien
- Adanya debu di fasilitas
pelayanan kesehatan
- Tenaga kesehatan
melakukan cuci

nosokomial

tangan sebelum dan


sesudah kontak
dengan pasien
- Pencahayaan dan
ventilasi di kamar

Pencegahan
pasien jatuh

- Jumlah pasien jatuh


- Rate pasien jatuh

Mencegah

Pasien

pasien jatuh

pasien
- Pastikan rem tempat
tidur terkunci
- Pastikan penyanggah
samping pada tempat
tidur terpasang
- Pastikan bel pasien

Kualitas
Pelayanan

- Cakupan Pelayanan
rawat jalan

Pelayanan di

pasien

poliklinik

Poliklinik

terjangkau
- Lantai kamar tidak licin
- Jumlah kunjungan ke
poliklinik
- Waktu tunggu pasien
- Tenaga kesehatan yang
berkompeten
- Ada tidaknya keluhan
pasien

DAFTAR PUSTAKA

Alwi,A. (2011). Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien


Pengguna Askes Sosial Pada Pelayanan Rawat Inap Di Rsud Lakipadada Kabupaten
Tana Toraja Tahun 2013. Jurnal
Atihuta, J. A., A.Pasinringi, S., & Bahar, B. (2010). Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Mutu Pelayanan di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon. Berita Ilmu Keperawatan
Vol.1 . Jurnal
Al-Assaf, A.F (2009). Mutu layanan kesehatan perpektif internasional. Jakarta : EGC
Azwar, Azrul (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan . Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Endarwati (2012). Penentuan Tarif Jasa Rawat Inap Dengan Metode Activity Based Costing
Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jurnal.
Muninjaya.A.A (2004). Manajemen Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Lloyd R.C (2004). Quality Health Care (A Guide to Developing and Using Indicators). USA:
Pohan, Imbalo S. (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan : Dasar dasar Pengertian dan
Penerapan. Jakarta : ECG
Rosita,R. (2010). Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Loyalitas Pasien Rumah
Sakit Umum Herna Medan. Jurnal
Taunay, E.G.P (2005). Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa
Kesehatan. Jurnal
Tjiptono, F. 2005. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai