Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Pelanggan internal (internal customer) yaitu mereka yang bekerja di dalam institusi
kesehatan seperti staf medis, paramedis, teknisi, administrasi, pengelola dan lain
sebagainya.
2. Pelanggan eksternal (external customer) yaitu pasien, keluarga pasien, pengunjung,
pemerintah, perusahaan asuransi kesehatan, masyarakat umum, rekanan, lembaga swadaya
masyarakat dan lain sebagainya (Muninjaya, 2004)
Supardi (2008) berpendapat hampir sama dengan teori tersebut yaitu bahwa mutu
pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan, penyandang dana
pelayanan, dan penyelenggara pelayanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut Azwar, 1994 dalam
Endarwati (2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan proses.
1. Unsur Masukan
Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber daya
manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka pelayanan
kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu puskesmas
diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan peningkatan fasilitas
kesehatan (Muninjaya, 2004). SDM yang profesional harus mempunyai pendidikan dan
keahlian serta memiliki motivasi, kompetensi dan komitmen kerja yang baik
(Muninjaya, 2004).
2. Unsur lingkungan
Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.
3. Unsur Proses
Yang termasuk dalam unsur proses meliputi proses pelayanan baik tindakan medis
maupun tindakan non-medis. Tindakan non medis salah satunya adalah penerapan
manajemen puskesmas yang merupakan proses dalam rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas
Menurut Donabedian dalam Alwi, A. (2011) ada tiga pendekatan penilaian mutu yaitu :
1. Input
Aspek input meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan
kegiatan berupa sumber daya manusia, dana dan sarana. Input fokus pada sistem yang
Penentuan akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang
ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah
ditentukan.
3. Pendekatan Ilmiah
Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.
4. Komitmen Jangka Panjang
Agar penerapan mutu dapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang baru. Untuk itu,
perlu ada komitmen jangka panjang guna mengadakan perubahan budaya.
5. Kerjasama Tim
Kerja sama tim, kemitraan, dan hubungan perlu terus-menerus dijalin dan dibina, baik antar
aparatur antar organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses di dalam suatu system atau lingkungan.
System yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar mutu yan dihasilkan lebih
meningkat
7. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar (fundamental). Disini berlaku
prinsip belajar yang merupakan proses tiada akhir dan tidak mengenal batas usia.
B. Indikator Mutu
Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan suatu proses
tertentu. Indikator dalam layanan kesehatan adalah suatu ukuran penatalaksanaan pasien atau
keluaran dari layanan kesehatan Indikator dibuat untuk memantau bagian kritis dari layanan
kesehatan (Pohan, Imbalo S. 2006).
Indikator mutu adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur terpenuhi atau
tidaknya suatu standar yang telah ditetapkan. Indikator mutu dibuat mengikuti dengan standar
mutu yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi, termasuk organisasi pelayanan kesehatan.
Indikator mutu pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yakni (Rosita,R.
2010):
1. Indikator Persyaratan Minimal
Indikator persyaratan minimal, menunjukkan pada ukuran terpenuhi atau tidaknya
standar masukan, lingkungan atau proses. Indikator ini dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. Indikator masukan
Merupakan ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan seperti ukuran tenaga
pelaksana, sarana serta dana yang tersedia di dalam suatu organisasi kesehatan. Apabila
hasil penilaian terhadap ketiga unsur masukan ini tidak sesuai dengan indikator yang
telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
b. Indikator lingkungan
Merupakan ukuran terpenuhi atau tidaknya standar lingkungan seperti ukuran kebijakan,
organisasi serta manajemen yang dianut oleh organisasi kesehatan. Apabila hasil
penilaian terhadap ketiga unsur masukan ini tidak sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
c. Indikator proses
Merupakan ukuran terpenuhi atau tidaknya standar proses yang merujuk pada tindakan
medis dan tindakan non medis yang dilakukan oleh suatu institusi kesehatan. Apabila
hasil penilaian terhadap kedua unsur masukan ini tidak sesuai dengan indikator yang
telah ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu akan sulit diselenggarakan.
2. Indikator Penampilan Minimal
Indikator Penampilan Minimal, menunjuk pada ukuran terpenuhi atautidaknya standar
penampilan minimal pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Indikator penampilan
minimal ini disebut dengan indikator keluaran (output/outcome).
Masing-masing indikator memiliki fungsi pengukuran yang berbeda, jika yang ingin diukur
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab) maka yang
dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi jika yang diukur adalah mutu
pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
Indikator Mutu pelayanan kesehatan dibedakan atas 2 macam:
1. Indikator yang menunjuk pada penerapan aspek medis pelayanan kesehatan
Yaitu baik yang berkaitan dengan kode etik profesi ataupun yang telah diatur dalam standar
pelayanan profesi.
Contoh:
Indikator Mutu Pelayanan Medis:
a. Angka infeksi nosokomial
b. Angka kematian kasar ( Gross Death Rate)
c. Kematian pasca bedah
d. Kematian ibu melahirkan (Maternal Death Rate-MDR)
e. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
f. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
g. ADR (Anasthesia Death Rate)
h. PODR (Post Operation Death Rate)
i. POIR (Post Operative Infection Rate)
2. Indikator yang menunjuk pada penerapan aspek non medis pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek nonmedis pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan. Contohnya yaitu sebagai berikut:
a. Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
b. Kemantapan klien, makin tinggi kemantapan klien terhadap pelayanan yang
diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
c. Kepuasan klien, makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan non medis
yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
Suatu indikator mutu yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan khusus. Salah satu
persyaratan untuk menentukan criteria menggunakan prinsip AMOUR, yaitu Achievable,
Measurable, Observable, Understandabe dan Reasonable (Pohan, Imbalo S. 2006).
1. Achievable
Suatu criteria harus dapat dicapai. Kenyataannya kita harus selalu dapat bekerja
diantara keinginan dan kemampuan dalam mencapai tujuan. Kelompok jaminan
mutu layanan kesehatan pun dalam menyusun standar layanan kesehatan dan
kriteria tetap dibatasi oleh keinginan untukmembuat yang terbaik dan realitas
dilapangan.
2. Measureable
Kriteria harus dapat diukur. Suatu standar layanan kesehatan mungkin dinyatakan
tanpa ukuran, tetapi indikator harus menyebutkan suatu ukuran.
3. Observable
Suatu kriteria harus dapat diamati. Suatu kejadian yang diamati harus mampu
dideteksi oleh panca indera. Jika suatu kriteria yang tidak dapat diamati, kita tidak
dapat menentukan apakah kriteria itu tercapai atau tidak.
4. Understandable
Suatu
kriteria
harus
dimengerti
oleh
siapa
yang
akan
diperhatikan
bahwa profesi layanan kesehatan yang tidak terlibat dalam penyusunan standar
layanan kesehatan pasti memiliki standar pribadi, tentunya bukan standar
layanan kesehatan yang resmi.
C. Key Quality Characteristic (Karakteristik Kunci Mutu/KQC)
Key Quality Characteristic (KQC) adalah segala sesuatu yang menjadi perhatian
pelanggan. KQC dapat di ketahui dengan berfokus pada harapan/permintaan pelanggan, yang
sering disebut juga dengan Voice Of Customer (VOC). KQC merupakan aspek aspek dalam
suatu proses yang menurut pelanggan sangat penting (Lloyd, R.C 2004). Ciri-ciri dari KQCs
antara lain:
1. Menggambarkan kualitas yang ditegaskan atau dipertimbangkan oleh pelanggan
2. Menggambarkan aspek dari proses yang sangat di perhatikan pelanggan
3. Menggambarkan kepada pelanggan tentang ukuran kunci dari kualitas hasil
4. Menggambarkan variasi antara pelanggan satu dengan yang lain
5. Dapat terjadi konflik apabila kebutuhan pelanggan tidak dapat terpenuhi secara
serempak.
Indikator
- Jumlah pasien yang
menderita infeksi
nosokomial
- Persentase Infeksi
Proses
Mencegah
infeksi
Nosokomial
Pelanggan
KQC
Pasien
- Adanya debu di fasilitas
pelayanan kesehatan
- Tenaga kesehatan
melakukan cuci
nosokomial
Pencegahan
pasien jatuh
Mencegah
Pasien
pasien jatuh
pasien
- Pastikan rem tempat
tidur terkunci
- Pastikan penyanggah
samping pada tempat
tidur terpasang
- Pastikan bel pasien
Kualitas
Pelayanan
- Cakupan Pelayanan
rawat jalan
Pelayanan di
pasien
poliklinik
Poliklinik
terjangkau
- Lantai kamar tidak licin
- Jumlah kunjungan ke
poliklinik
- Waktu tunggu pasien
- Tenaga kesehatan yang
berkompeten
- Ada tidaknya keluhan
pasien
DAFTAR PUSTAKA