Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkah rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga terus tercurah limpah
kepada Nabi Besar kita, Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya hingga pada kita
selaku umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini berjudul Tikus . Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas yang
telah diberikan oleh salah satu dosen dari mata kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang
Pengganggu-B.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun mahasiswa jurusan kesehatan
lingkungan lainnya, terutama bagi pembacanya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis ucapakn terima kasih bagi semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini. Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan rahmat serta
lindungan-Nya untuk kami. Amin.

Bandung, Mei 2013

Penulis

1 | Page

Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
Latar Belakang.....................................................................................................
Tujuan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
Klasifikasi ...........................................................................................................
Morfologi Tikus...................................................................................................
Siklus Hidup Tikus..............................................................................................
Sifat dan Perilaku Tikus......................................................................................
Tanda-tanda Keberadaan Tikus...........................................................................
Peranan Tikus......................................................................................................
Pengedalian Tikus...............................................................................................
BAB III PENUTUP........................................................................................................
Kesimpulan .........................................................................................................
Saran ...................................................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................................

1
2
3
3
3
4
4
6
8
9
12
13
15
26
26
27
28

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tikus adalah hewan yang termasuk ke dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling
dikenal adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir
2 | Page

di semua negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalam biologi; juga
merupakan hewan peliharaan yang populer.
Sebagai hewan pengerat, tikus merupakan ancaman serius bagi rumah Anda. Tikus
memakan makanan manusia dan barang-barang rumah tangga. Tikus bisa berada dimana saja:
loteng, dapur, atap, rongga dinding, dan sebagainya. Tikus merupakan hewan yang cukup
cerdas. Tikus memiliki naluri terhadap pengendalian tikus seperti perangkap dan umpan.
Sepasang tikus dapat menghasilkan 200 keturunan dalam empat bulan.
Tikus adalah kelompok terbesar dan terdapat dimana manusia berada, bahkan di
beberapa daerah populasinya melebihi manusia. Tikus bertubuh kecil (kurang dari 600 mm),
gilik, tertutup rambut, serta ekor panjang dan bersisik yang membedakan tikus dengan
rodensia lainnya.
Indera tikus berkembang dengan baik, untuk berkomunikasi lewat penglihatan, suara,
dan bau. Tikus mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan sehingga dapat bertahan hidup
di lingkungan manusia yang berubah.
Rodensia mampu menyaring makanan yang tidak layak makan (benda asing dan
serpihan kayu yang dapat membuatnya tersedak) akan keluar melalui diastema, yaitu celah
yang lebar antara gigi seri dan geraham karena rodensia tidak memiliki gigi taring dan
geraham depan(premolar).
Tujuan
Untuk mengetahui klasifikasi, morfologi, siklus hidup, sifat dan perilaku, peranan dan
pengendalian dari tikus.

BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi
1. Klasifikasi Tikus
Kingdom

: Animalia
3 | Page

Filum

: Chordata

Sub Filum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Subklas

: Theria

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Myomorpha

Famili

: Muridae

Sub Famili

: Murinae

Genus

: Bandicota, Rattus dan Mus

2. Klasifikasi spesies Rattus norvegicus (tikus got)


Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus adalah:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Subkelas

: Theria

Ordo

: Rodensia

Subordo

: Sciurognathi

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus norvegicus

3. Klasifikasi spesies Rattus tiomanicus (Tikus Pohon)


Menurut CPC (2002), dalam mutiarani,2009), klasifikasi tikus pohon adalah:
Kelas

: Mammalia

Subkelas

: Theria

Infra Kelas

: Eutheria

Ordo

: Rodentia

Subordo

: Myomorpha

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies

: tiomanicus
4 | Page

4. Klasifikasi spesies Rattus argentiventer (tikus sawah)


Menurut CPC (2002), dalam mutiarani, 2009), klasifikasi tikus sawah adalah:
Kelas

: Mammalia

Subkelas

: Theria

Infra Kelas

: Eutheria

Ordo

: Rodentia

Subordo

: Myomorpha

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies

: argentiventer

5. Klasifikasi spesies Rattus rattus diardii (tikus rumah)


Menurut CPC (2002) dalam mutiarani, 2009), klasifikasi tikus rumah adalah:
Kelas

: Mammalia

Subkelas

: Theria

Infra Kelas

: Eutheria

Ordo

: Rodentia

Subordo

: Myomorpha

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies

: rattus

Morfologi Tikus
1. Tikus Got (Rattus norvegicus)
Tikus got atau dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Rattus norvegicus, adalah tikus
yang hidup atau tinggal di daerah perkotaan. Tikus got ini biasanya hidup di gorong-gorong
atau di selokan yang lembab dan basah. Warna tubuh tikus yang kecoklatan membuat tikus
got susah di temukan di sarang atau tempat persembunyiannya. Tikus sering di gunakan
5 | Page

sebagai hewan percobaan. Tikus got juga banyak di pelihara karena warna nya yang
bervariasi.
Tikus got memiliki Panjang ujung kepala sampai ekor 300-400mm, ekor 170-230
mm, kaki belakang 42-47 mm, telinga 18-22 mm. Rumus mammae 3+3=12. Warna rambut
badan atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu. Banyak dijumpai di saluran air/riol/got
di daerah pemmukiman kota dan pasar.
2. Tikus Pohon (Rattus tiomanicus)
Tikus pohon memiliki tubuh berbentuk silindris, memiliki ciri-ciri panjang ekor 180
250 cm lebih panjang dibandingkan dengan kepala dan badan (130-200 cm), tubuh bagian
dorsal beruban halus berwarna kehijauan, dan bagian ventralnya berwarna abu-abu pucat
dengan ujung putih (Priyambodo 2003, dalam mutiarani, 2009)). Menurut Aplin et al
(2003),dalam mutiarani, 2009) tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan dan bagian
ventralnya berwarna krem. Hewan betina memiliki puting susu lima pasang yaitu dua pasang
pektoral dan tiga pasang inguinal, tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, serta
warna ekor bagian atas dan bawah coklat hitam (Priyambodo 2003, dalam mutiarani, 2009).
Dalam literatur lain menyebutkan Rattus tiomanicus memiliki panjang ujung kepala
sampai ekor 245-397mm, ekor 123-225 mm, kaki belakang 24-42 mm, telinga 12-29 mm.
Rumus mammae 2+3=10. Warna rambut badan atas coklat kelabu dan rambut bagian perut
putih krem. Habitat jenis tikus belukar ini ada di semak-semak dan kebun/kadang sayursayuran.
3. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Tikus sawah termasuk hewan terestrial memiliki tonjolan pada telapak kaki kecil dan
licin. Selain itu tikus sawah memiliki rambut agak kasar, bentuk moncong kerucut, bentuk
badan silindris, warna badan bagian punggung coklat kelabu kehitaman, dan warna badan
bagian perut kelabu pucat atau putih kotor. Ekor pada bagian atas dan bawah berwarna coklat
hitam. Ekor relatif lebih pendek daripada kepala dan badan. Tikus betina memiliki puting
susu 12 buah, tiga pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut (Priyambodo 2003
dalam mutiarani, 2009). Tikus sawah tergolong hewan nokturnal dan melakukan aktivitas
harian yang teratur, yang bertujuan untuk mencari pakan, minum, pasangan, dan orientasi
kawasan.
Tikus sawah (Rattus argentiventer)adalah tikus yang mudah dijumpai di pedesaan
dan perkotaan di penjuru Asia Tenggara. Tikus berukuran sedang, cenderung lebih kecil
daripada tikus got, dengan panjang 30-40cm (termasuk ekor). Warna rambut coklat
6 | Page

kekuningan. Perutnya berambut kelabu dengan tepi putih. Nama argentiventer berarti
berperut keperakan.
Tikus sawah memiliki panjang ujung kepala sampai ekor 270-370mm, ekor 130-192
mm, kaki belakang 32-39 mm, telinga 18-21 mm. Rumus mammae 3+3=12. Warna rambut
badan atas coklat muda berbintik-bintik putih dan rambut bagian perut putih atau coklat
pucat. Habitat Rattus Argentiventer adalah di daerah sawah dan padang alang-alang.
4. Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Tikus rumah memiliki ciri morfologi yaitu bentuk badan silindris, rambut agak kasar
berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian punggung dan warna bagian perut yang hampir
sama dengan warna rambut pada bagian punggung. Bentuk moncong kerucut, ekor tidak
ditumbuhi rambut, memiliki puting susu sebanyak 10 puting susu, serta memiliki bobot tubuh
berkisar antara 40-300 gram (Marsh 2003 dalam mutiarani, 2009).
Tikus rumah memiliki panjang tubuh 100-190 mm dan memiliki panjang ekor lebih
panjang atau sama dengan panjang tubuh (Suparjan 1994 dalam mutiarani, 2009). Dalam
literatur lain menyebutkan Ukuran tikus rumah biasanya 15-20 cm dengan ekor 20cm.
Dalam lietratur lainnya juga menyebutkan tikus rumah memiliki panjang ujung kepala
sampai ekor 220-370mm, ekor 101-180mm, kaki belakang 20-39mm, telinga 13-23mm.
Rumus mammae 2+3=10. Warna rambut badan atas coklat tua dan rambut bagian perut coklat
tua kelabu.tikus jenis ini banyak dijumpai di rumah (atap, kamar, dapur) dan gudang, jarang
ditemukan di kebun sekitar rumah.
5. Tikus Wirok (Bandicota bengalensis)
Wirok Ekor Pendek (Bandicota bengalensis) berasal dari benua India. Pada saat ini
sudah menyebar di Pakistan hingga Myanmar, Sri Lanka, Pulau Pinang dan Jawa. Bandicota
bengalensisterdiri daripada lima subspesies yang berlainan. Kelima-lima spesies tersebut
ialah Bandicota bengalensis bengalensis,Bandicota bengalensis kok,Bandicota bengalensis
gracilis, Bandicota

bengalen

siswardi

dan Bandicota

bengalensis

varius. Bandicota

bengalensis mempunyai bulu-bulu yang pendek dan kasar, dengan bagian dorsalnya berwarna
gelap (kelabu gelap dan coklat kehitaman), sedangkan bagian ventralnya berwarna kelabu
cerah dengan kuning kecoklatan. Kaki depannya mempunyai empat jari berkuku sedangkan
kaki belakang mempunyai lima jari berkuku. Moncong tikus ini adalah luas, lebar dan pendek
dan seakan-akan berbentuk bulat berbeda dengan tikus lain.
Tikus wirok memiliki panjang ujung kepala sampai ekor 400-580mm, ekor 160315mm, kaki belakang 47-53mm, telinga 29-32mm. Rumus mammae 3+3=12. Warna rambut
7 | Page

badan atas dan rambut bagian perut coklat hitam. Rambutnya agak jarang dan rambut di
pangkal ekor kaku seperti ijuk. Bannyak dijumpai di daerah berawa, padang alang-alang, dan
kadang-kadang dikebun sekitar rumah.
6. Mencit Rumah (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil.
Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena
kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudutsudut lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia.
Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan
jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di
perkotaan. Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Jenis ini sekarang
ditemukan di seluruh dunia karena pengenalan oleh manusia. Mencit yang dipelihara
memiliki periode kegiatan selama siang dan malam.
Mencit rumah memiliki Panjang ujung kepala sampai ekor kurang dari 175 mm, ekor
81-108 mm, kaki belakang 12-18 mm, telinga 8-12 mm. Rumus mammae 3+2=10. Warna
rambut badan atas dan coklat kelabu. Jenis tikus ini sering ditemukan di dalam rumah, di
dalam almari, dan tempat penyimpanan barang lainnya
Siklus Hidup Tikus
Tikus muda akan mencapai kematangan seksual setelah empat bulan. Kegiatan
seksual dan potensi reproduksi akan berlanjut sampai ajalnya tiba. Untuk semua jenis tikus
rumah rata-rata seekor tikus betina dapat beranak tiga sampai enam kali atau lebih dalam satu
tahun. Rata-rata satu kali beranak dirampungkan selama 60 hari. jumlah anak yang dilahirkan
setiap kali berkisar antara 3-12 ekor atau lebih. Kegiatan tikus akan meningkat mulai berumur
2-9 bulan. Rata-rata tikus tidak mampu hidup lebih dari 12 bulan, bahkan beberapa ahli
mengatakan bahwa lama hidupnya sekitar 6 bulan.
Dalam literatur lain menyebutkan bahwa tikus dapat berkembang biak dengan cara
melahirkan pada usia 2 - 3 bulan dengan masa kehamilan 19-21 hari. Seekor tikus betina bisa
melahirkan 5 - 10 ekor setiap kelahiran dan dalam setahun bisa melahirkan 5 - 10 kali dengan
perbandingan jantan dan betina; 50% : 50% dan mereka akan kawin lagi setelah 48 jam
setelah melahirkan. Dengan perbandingan ini, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan
sebanyak 10.000 - 15.000 ekor dalam setahun.

8 | Page

Perkembangbiakan tikus sangat ditentukan oleh kondisi tersedianya makanan. Musim


hujan dengan persediaan makanan cukup tikus akan berkembang pesat dan pada musim
kemarau perkembang biakannya akan sangat terhambat bahkan dapat terhenti. Di musim
hujan dimana padi mulai ditanam, kemudian bulir padi mulai berisi sampai menjelang panen,
hal ini merupakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi perkembangbiakan tikus karena
cukup tersedia cukup makanan sehingga populasi tikus akan meningkat pesat begitu pula
sebaliknya bila sawah diberokan, sehingga tidak ada makanan bagi tikus maka populasi
tikuspun akan berkurang bahkan kadang-kadang tidak dijumpai sama sekali
Sifat dan Perilaku Tikus
a. Panca Indra
Tikus mempunyai penglihatan yang buruk, tetapi mempunyai panca indra lain yang
baik sekali, misalnya dalam hal mencium bau, merasakan sesuatu, meraba dan mendengar.
Dengan kemampuan panca indra inilah tikus dapat mudah bergerak dengan cepat secara
diam-diam.
b. Kumis Dan Rambut Panjang
Diwaktu keliaran dimalam hari gerak-gerik tikus dipimpin dan dikendalikan oleh
rambut dan kumis yang panjang yang sangat peka terhadap sesuatu yang disentuhnya. Tanpa
rambut dan kumis seekor tikus akan menabrak benda-benda yang menghadang dijalannya.
Biasanya tikus mencari makanan sejak matahari terbenam sampai pagi, yang berarti dalam
suasana yang gelap. Tetapi tikus-tikus tersebut mampu bergerak kesana-kemari karena
mempunyai rambut dan kumis tersebut.
c. Tertarik dengan Bau Harum
Tikus-tikus menyukai bau harum dari kebanyakan makanan yang dimakan orangorang
d. Bahan Makanan Dan Waktu Makan
Tikus sangat menyukai padi-padian, kacang kacangan, jagung, sayur-sayuran dan
hampir seluruh makanan yang disimpan didalam gudang. Kebanyakan tikus-tikus itu makan
dan berkeliaran di waktu malam hari. untuk seekor yang dilihat seseorang mungkin ada
sebanyak 20 30 ekor tikus yang tidak tampak. Disamping itu tikus suka mengerat barangbarang keras untuk mengasah giginya.
e. Kepandaian Memanjat, Melompat dan Berenang
Tikus pandai memanjat dan melompat, sebagian dapat melompat setinggi 2-3 kaki
(60-90 cm). Apabila mereka terpojok merekapun dapat memanjar tembok, pipa, kabel, kawat,
9 | Page

batang besi dan permukaan kasar lainnya. Tikus dapat meloncat sejauh 1,2 m dan
menjatuhkan diri dari ketingian 15 m dan tidak mati. Tikus adalah perenang yang cekatan.
Dapat menembuh jarak sejauh 0,5 mil (800 m). Tikus sukar untuk dibenamkan kedalam air.
f. Tempat Kediaman
Tikus tidak meninggalkan sarang terlalu jauh. Tikus rumah berkeliaran disekitar
rumah kurang lebih 20-40 m untuk mencari makanan dan bahan pembuat sarang. Apabila
makanan sulit diperoleh karena kebakaran, banjir atau berakhirnya musim cocok tanam maka
tikus tikus itu akan berkeliaran lebih jauh lagi. Biasanya tikus tidak senang ditempat-tempat
yang ramai, melainkan senang hidup ditempat-tempat dimana terdapat makanan atau sampah
sisa makanan manusia dan lingkungan yang kotor.
g. Panjang Umur Hidup Dan Masa Pembiakan
Umur seekor tikus rata-rata mencapai satu tahun. Tikus rumah atau yang hidup
didaerah penyimpanan pangan biasanya dapat hidup lebih lama, karena lebih banyak
mendapat perlindungan. Di daerah dimanan banyak terdapat makanan, dan iklimnya tidak
banyak berubah sepanjang tahun, maka tikus dapat beranak dan berbiak setiap tahun.
h. Aktivitas Harian
Aktivitas tikus setiap hari dalam orientasi kawasan ditempuh dalam jarak yang relatif
sama dan disebut dengan jelajah harian (home range). Selama orientasi kawasan tikus
mengenali situasi lingkungan makanan yang disukai, sumber air, tempat untuk istirahat dan
berlindung .
Sifat ingin tahu terhadap lingkungan sekitarnya menjadikan tikus mengenal bendabenda asing di sekitarnya termasuk umpan beracun atau alat pengendali lainnya.
Tikus hidup berkelompok dan berdomisili di kawasan yang cukup memberi
perlindungan sumber makanan. Dalam kelompok terdapat ajang kekuasaan, biasanya tikus
jantan yang kuat diantara jantan dewasa adalah yang sangat berkuasa. Tikus penguasa
tersebut akan melindungi seluruh anggota kelompoknya pada kawasan teritorialnya. Kawasan
tersebut dipertahankan oleh anggota kelompok untuk tidak dimasuki oleh pendatang.
Demikian pula tikus betina yang bunting atau yang sedang memelihara anaknya dapat
bertindak sebagai pelindung sarang dan kawasan di sekitar sarang tersebut.
i. Prilaku Belajar
Tikus mempunyai kemampuan untuk belajar sehingga tidaklah mengherankan adanya
sifat jera umpan. Hal ini disebabkan tikus bisa belajar dari pengalaman. Tikus selalu curiga
bila jalan yang dilewatinya setiap hari ada perubahan, misalnya misalnya ada suatu benda
yang asing, termasuk benda tajam, bau chemicals yg menyengat baginya atau yang dikira
10 | P a g e

membahayakan maka tikus memberikan suara mencicit atau bisa meninggalkan jejak
urinenya untuk tikus lainnya.
j. Neophobia & Neophilia
Sifat tikus yang mencurigai akan benda baru/asing disebut neophobia. Sebaliknya ada
tikus yang bersifat neophilia artinya menyukai benda asing/baru. Untuk tikus yang neophobia
diperlukan beberapa hari untuk menangkapnya dengan perangkap ataupun umpan beracun
yang dikenal masa pra pengumpanan.
Dalam upaya pengendaliannya dengan umpan beracun, atau penentuan wadah umpan
yang tidak asing bagi tikus. Rasa jera berlebih sebagai akibat dari umpan atau benda yang
mengakibatkan tikus merasa sakit yang dapat mengakibatkan kematian. Akibatnya tikus akan
melakukan alternative untuk mencari jalan lain dari jalan yang biasa dilaluinya.
k. Lokasi Yang Disukai Tikus
Lokasi yang paling disukai sebagai tempat persembunyian / sarang, antara lain
adalah :

Tempat-tempat yang jarang dikunjungi manusia.


Lahan kosong dan tidak terpelihara.
Semak belukar.
Rumpun bambu.
Lahan pertanian termasuk tebu yang kotor oleh gulma atau serasah daun tebu.
Tumpukan jerami atau sampah sisa bibit tebu yang tidak tertanam.
Pinggiran hutan sekunder.
Gudang atau rumah kosong.
Sekitar pemukiman penduduk atau kandang ternak (apabila makanan di lapang sulit
di dapat).
Pematang sawah.
Sekitar aliran air irigasi, got/selokan, dam atau waduk irigasi, dan sungai.

Tanda- tanda keberadaan tikus


Keberadaan tikus dapat diketaui melalu adanya Kotoran (Faeces), Jejak (Track),
Kerusakan barang/makanan, adanya lubang-lubang disekitar rumah/bangunan, jalan tikus,
Suara tikus, dan bau yang ditimbulkan oleh tikus baik dari tubuh tikus, urine, maupun
kotoran tikus.

a.

Kotoran
11 | P a g e

Tikus selalu meninggalkan kotoran disekitar aktivitasnya dan


merupakan salah satu tanda bahwa terdapatnya jejak tikus dengan
melihat adanya kotoran tikus.
b.

Track / Jejak
Jejak tikus selalu mengikuti struktur bangunan, karena tikus
bergerak dan berjalan malam hari lebih dominan menggunakan kumis dan
rambutnya yang panjang dan berulang ulang kali dilaluinya.

c.

Gigitan
Terdapat bekas gigitan akibat melakukan aktivitas mengerat pada
benda benda untuk mengasah gigi skullnya.

d.

Liang / Lobang
Jalan masuk kerumahnya selalu melalu lubang dipermukaan tanah
yang dibentuknya sedemikian rupa untuk dapat memberikan perlindungan
disaat panas dan hujan serta melindunginya dari predator / pemangsa
tikus sendiri dengan menggunakan liang / lobang palsu.

e.

Runways
Terdapatnya warna agak kehitam hitaman pada area yang dilalui
tikus secara berulang ulang kali.

f.

Grease marks/rub marks


Untuk berusaha masuk kedalam ruangan yang tertutup tetapi
diruangan tersebut terdapat indikasi makanan maka tikus berusaha masuk
kedalam rungan tersebut dengan membuat lubang dipojok pintu atau
diatas plafon dan sebagainya.

g.

Bercak urin
Tikus selalu meninggalkan beberapa bercak urine sebagai alat
komunikasi antar tikus lainnya. Bercak urine tikus mempunyai ciri khas
tersendiri.

12 | P a g e

h.

Tikus hidup/mati
Terdapatnya atau terlihatnya tikus hidup yang berkeliaran didaerah
tersebut atau terdapatnya bangkai tikus.

i.

Suara
Ciri khas tikus selalu mengeluarkan suara yang mencicit adalah
salah satu indikasi adanya tikus didaerah tersebut.

j.

Bau
Meninggalkan

bau

yang

khas

pada

bekas

jalannya tikus

yang dilaluinya secara berulang ulang kali untuk setiap harinya.

Peranan Tikus
Tikus merupakan vektor dari penyakit-penyakit yang membahayakan, seperti : Pes,
Salmo-nellosis (meracuni makanan dengan kotorannya), Leptospirosis (terinfeksi penyakit
oleh tikus, ketika berenang atau mandi dengan air tercemar), demam yang disebabkan oleh
gigitan tikus, dll.
a. Penyakit Pes
Penyakit pes sebenarnya disebabkan oleh enterobakteria yang bernama Yersinia pestis
dan nama ini diambil dari nama seorang ahli bakteri berkebangsaan Prancis yaitu AJE Yersin.
Bakteri ini disebarkan oleh sejenis hewan pengerat dan dalam banyak permukiman di
berbagai negara di seluruh dunia, tikus merupakan jenis hewan pengerat yang cukup akrab
ditemui meskipun hewan ini tentu dianggap hama pengganngu bagi setiap permukiman yang
disambanginya. Di beberapa belahan dunia yang mempunyai tingkat sanitasi tempat tinggal
yang tidak cukup baik, wabah penyakit ini masih dapat ditemukan. Akan tetapi, bukan berarti
mereka yang tinggal di permukimam modern akan sepenuhnya terbebas dari ancaman
penyakit ini karena pada kenyataannya hama tikus masih bisa ditemukan bahkan di area
permukiman yang cukup modern. Untuk itu, kebersihan rumah dan lingkungan tempat
tinggal perlu dijaga baik-baik agar tikus enggan singgah dan menyebarkan segala penyakit
yang akan sangat berbahaya bagi orang yang menderita penyakit tersebut.
13 | P a g e

Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis merupakan
penyakit zoonosa terutana pada tikus dan rodent lainnya yang dapat ditularkan kepada
manusia. Pes juga merupakan infeksi pada hewan pengerat yang ditularkan dari satu hewan
pengerat ke hewan lain dan kadang-kladang dari hewan pengerat ke manusia karena gigtan
pinjal.
Perlu diketahui bahwa setelah kontak dengan binatang yang membawa penyakit
sampar ini, penderita baru akan mengalami gejala sakit setelah 2-6 hari karena memang masa
inkubasi bakteri untuk berkembang dalam tubuh manusia adalah 2-6 hari. Akan tetapi,
penyakit pes jenis baru mempunyai masa inkubasi yang lebih cepat sekitar 2-4 hari saja.
Untuk menghindari terkena penyakit ini, pengobatan perlu dilakukan dengan
menggunakan antibiotik terhadap orang-orang di sekitar penderita pes paling tidak 7 hari
setelah kontak dengan penderita pes. Pelindung termasuk sarung tangan, masker, dan lainlain perlu digunakan saat akan melakukan kontak disik dengan penderita. Kucing perlu
dihindarkan dari memakan tikus dan bergaul dengan tikus dalam bentuk apa pun. Penyakit
pes dapat dicegah jika populasi tikus dan kutu dibatasi di lingkungan tempat tinggal dan
melakukan vaksinasi saat harus berkunjung ke daerah epidemi.
b. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan oleh
hewan). Jadi binatang hanya menularkan, bukan menjadi penyebab penyakit ini.
Leptospirosis disebabkan oleh Bakteri Leptospira sp. yang ukurannya sgt kecil (5-15
m), jadi hanya dapat terlihat jika menggunakan mikroskop khusus (elektron)
Penyakit ini biasanya ditularkan oleh tikus melalui air yang tercemar oleh kencingnya
yang mengandung bakteri leptospira, makanya penyakit ini disebut juga Penyakit Kencing
Tikus. Sebenarnya penyakit ini tidak hanya ditularkan oleh tikus saja, tapi juga dapat
ditularkan oleh hewan lainnya seperti Sapi, Kambing, Kuda, Babi, dan Anjing. Namun,
umumnya ditularkan tikus.
Bakteri ini masuk melalui mukosa (Selaput Lendir) tubuh manusia, bisa dari mata,
hidung ataupun mulut, lalu masuk ke aliran darah dan berkembang saat penderita melakukan
aktivitas yang menyebabkan kontak dengan air yang tercemar seperti pada orang yang

14 | P a g e

membersihkan got (selokan), daerah yang terkena banjir sehingga air menjadi tercemar dan
korban banjir yang terpaksa melewati banjir, sehingga sangat tinggi risiko untuk mengidap
penyakit ini.
Proses infeksi leptospirosis ini terjadi dalam 2 tahap pada tubuh manusia, yakni fase
inisial septikemik dan fase imunitas sekunder.
Fase inisial septikemik ditandai dengan onset yang muncul secara mendadak, di mana suhu
tubuh akan melonjak, nyeri kepala yang hebat, malaise (lemas), dan nyeri otot. Pada sekitar
25% kasus juga ditemukan penurunan kesadaran. Nyeri pada mata, mual dengan atau tanpa
muntah, mencret, fotofobia, dan konjungtiva (bagian mata) yang berselaput, ditemukannya
ruam-ruam (bercak dan bentol-bentol) pada kulit dan perdarahan juga dilaporkan.
Setelah sekitar 1-3 mengalami fase asimptomatik, fase imun terhadap infeksi mulai
berkembang. Pada fase ini, darah dan cairan otak secara cepat akan dibersihkan dari bakteri
leptospira. Pada minggu ke-2 penyakit ini, sekitar 50% penderita akan mengalami aseptic
meningitis (Peradangan pada selaput otak) yang disebabkan oleh reaksi inflamasi
(peradangan) yang muncul sebagai respon tubuh terhadap bakteri. Pada minggu ke-3
penderita dapat mengalami jaundice (kuning pada tubuh) sampai mengalami gagal ginjal
akut. Hal ini dapat bertahan hingga minggu ke-9.
Pengobatan dapat dilakukan dengan melakukan observasi ketat, untuk menjaga dan
menghindari terjadinya keadaan gagal ginjal, dehidrasi atau keadaan lain yang akan
memperburuk keadaan pasien. Selain itu juga diberikan Antibiotika jika leptospira masih di
darah. Untuk kasus ringan, dapat digunakan antibiotika oral seperti tetrasiklin, doksisiklin,
ampisilin, amoksisilin atau sefalosporin. Sedangkan untuk kasus berat dapat digunakan
antibiotika IV Penisilin G, amoksisilin, ampisilin, dan eritromisin.
c. Murine Typhus
Murine typhus adalah penyakit yang disebabkan oleg Rickettsian typhi atau R.
mooseri yang dapat dotuarkan melalui gigitan pinjal tikus. Gejalanya antara lain adalah
kedinginan, sakit kepala, demam, prostration dan nyeri di seluruh tubuh. Ada juga bintil-bintil
merah yang timbul di hari kelima hingga keenam.
d. Rabies

15 | P a g e

Rabies merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dan memiliki gejala
khas yaitu penderita jadi takut terhadap air dan karena inilah rabies juga sering disebut
hidrofobia. Tikus menyebarkan penyakit ini melalui gigitan. Gejala awal dari rabies tidaklah
jelas, umumnya pasien merasa gelisah dan tidak nyaman. Gejala lanjut yang dapat
diidentifikasi antara lain adalah rasa gatal di area sekitar luka, panas dan juga nyeri yang lalu
bisa saja diikuti dengan sakit kepala, kesulitan menelan, demam dan juga kejang.
e. Rat-Bit Fever
Rat-Bit Fever atau demam gigitan tikus disebabkan oleh gigitan tikus dan biasanya
dialami anak-anak di bawah 12 tahun dan penyakit ini memiliki mas inkubasi selama 1
hingga 22 hari. Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah sakit kepala, muntah, kedinginan
dan demam. Bakteri di dalam gigitan tikus merupakan penyebab dari penyakit tikus ini.

Pengendalian Tikus
Pengendalian tikus pada dasarnya adalah upaya menekan tingkat populasi tikus pada
tingkat serendah mungkin melalui berbagai cara dan teknologi pengendalian. Teknologi
pengendalian yang tersedia sampai saat ini berasal dari hasil penelitian para pakar di bidang
hama tikus, dan dari kearifan lokal petani yang telah lama digunakan secara turun temurun.
Teknologi yang telah tersedia sampai saat ini sebenarnya telah dapat diandalkan dan efektif
untuk pengendalian tikus apabila diterapkan sesuai rekomendasi dengan pelaksanaan secara
benar.
Efektifitas hasil pengendalian tikus selain ditentukan oleh pemilihan teknologi yang
tepat, juga ditentukan oleh ketepatan dalam pemilihan waktu pengendalian, sasaran habitat
yang dikendalikan dan kekompakan petani untuk melaksanakan pengendalian tikus secara
bersama-sama. Beberapa komponen teknologi pengendalian dan metoda pengendalian yang
tersedia sampai saat ini disajikan dalam tulisan ini.
1. Sanitasi Lingkungan dan Manipulasi Habitat
Sanitasi dan manipulasi habitat bertujuan untuk menjadikan lingkungan sawah
menjadi tidak menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangbiakan tikus. Kegiatan
sanitasi antara lain melakukan pembersihan tanaman perdu atau gulma yang berada di areal
16 | P a g e

pertanaman padi dan sekitarnya, seperti di daerah pematang sawah, tanggul saluran irigasi
dan jalan sawah, dengan tujuan agar tikus tidak bersarang di habitat tersebut. Tikus akan tidak
nyaman dan takut menghuni daerah yang bersih, terang dan terbuka karena akan mudah
dimangsa predator.
Tikus sawah pada umumnya menyukai habitat pematang sawah atau tanggul irigasi
yang tinggi dan lebar. Pematang sawah dianjurkan dibuat rendah kira-kira tinggi kurang dari
30 cm, agar pematang tersebut tidak digunakan tikus bersarang dan berkembangbiak (Lam,
1993). Sanitasi dan manipulasi habitat akan menyebabkan tikus kehilangan tempat
persembunyian dan sumber pakan alternatif terutama pada periode bera, sehingga secara
tidak langsung dapat menurunkan populasi tikus di daerah tersebut (Sudarmaji, 2004).

2. Kultur Teknis
Pengelolaan budi daya tanaman padi dapat menunjang pengendalian tikus apabila
dilakukan usaha bersama diantara petani atau kelompok tani dalam suatu hamparan luas atau
sekurang-kurangnya tingkat desa. Pengaturan pola tanam bertujuan untuk membatasi
ketersedian pakan tikus yaitu padi, guna membatasi perkembangbiakan tikus sawah di
lapangan. Tikus sawah hanya akan berkembangbiak pada saat terdapat stadium padi
generatif. Pola tanam padi-palawija atau bera setelah menanam padi akan dapat membatasi
bahkan menghentikan aktifitas reproduksi tikus sawah. Nutrisi dari tanaman palawija
diperkirakan kurang cocok bagi metabolisme tikus sawah untuk perkembangbiakannya
dibandingkan dengan nutrisi yang tersedia pada padi. Pada pola tanam padi dua kali setahun
diikuti masa bera panjang musim kemarau (padi-padi-bera) akan menyebabkan tikus
kehilangan sumber pakan pada periode bera dan akan terjadi perpindahan tikus atau migrasi
ke tempat lain atau mati karena kekurangan pakan.
Pengaturan waktu tanam dilakukan dengan mengatur waktu tanam dan varietas yang
sama pada areal yang luas atau hamparan padi. Apabila terpaksa varietas yang digunakan
dalam satu hamparan tersebut berbeda, diusahakan agar waktu stadium generatif padi dapat

17 | P a g e

serempak, atau tidak lebih dari dua minggu. Tujuan pengaturan waktu tanam adalah agar
periode generatif padi bersamaan waktunya. Apabila periode padi generatif berbeda
waktunya, maka tanaman padi yang bunting lebih awal akan mendapat serangan tikus paling
berat dan kemungkinan dapat terjadi puso (gagal panen). Pertanaman padi yang tidak
serempak akan menghasilkan periode padi generatif yang lebih panjang pada wilayah
tersebut, sehingga periode perkembangbiakan tikus sawah juga menjadi lebih panjang. Hal
tersebut dapat meningkatkan populasi tikus secara cepat. Oleh karena itu penanaman padi
secara serempak pada skala luas dapat membatasi perkembangbiakan tikus dan mencegah
konsentrasi serangan tikus pada tanaman padi yang bunting lebih awal.
Penanaman padi dengan jarak tanam lebih longgar dari biasanya bertujuan untuk
membuat lingkungan yang lebih terbuka sehingga kurang disukai tikus, seperti halnya cara
tanam legowo. Tikus kurang menyukai tempat yang bersih atau terang karena akan merasa
terancam oleh musuh alaminya terutama predator. Tipe serangan tikus yang selalu dimulai
dari tengah petak sawah dan menyisakan pada daerah dekat pematang adalah ciri khas
perilaku tikus yang tidak menyukai kondisi terang.

3. Pengendalian Secara Fisik


Pengendalian secara fisik yaitu mengubah lingkungan fisik agar menyebabkan
kematian tikus. Tikus mempunyai batas toleransi terhadap beberapa faktor fisik seperti suhu,
cahaya, air, dan suara. Tujuan pengendalian dengan cara ini adalah mengubah faktor
lingkungan fisik menjadi tidak sesuai untuk kehidupan tikus sawah. Sedangkan pengendalian
mekanis merupakan usaha untuk membunuh tikus secara langsung oleh manusia. Cara
pengendalian ini cukup murah, mudah dan sederhana tetapi biasanya membutuhkan lebih
banyak tenaga kerja. Beberapa contoh kegiatan pengendalian secara fisik dengan
menggunakan berbagai peralatan adalah sebagai berikut:
3.1 Alat penyembur api (brender)
Alat tersebut bila digunakan dapat menyemburkan api dan udara panas ke dalam
sarang tikus. Suhu di dalam sarang tikus akan meningkat sehingga dapat mengusir tikus dari
dalam sarang atau bahkan membunuhnya. Alat ini juga dapat dipakai untuk membakar
belerang di mulut lubang sarang tikus, sehingga hembusan asap belerang akan meracuni tikus
dan menyebabkan tikus mati di dalam sarang.
18 | P a g e

3.2 Penggunaan sinar lampu


Sinar lampu dapat digunakan sebagai alat untuk membantu dalam kegiatan
menangkap tikus pada malam hari. Sinar lampu dengan intensitas tinggi yang mengenai mata
tikus dapat menyebabkan tikus menjadi silau dan berhenti beraktifitas sejenak. Pada kondisi
tersebut, tikus dapat dengan mudah untuk dipukul atau dibunuh. Petani biasanya
menggunakan sinar lampu ini dari obor minyak tanah, lampu petromak atau lampu senter
untuk memburu tikus sawah pada malam hari. Kegiatan ini dapat dilakukan karena tikus
sawah termasuk binatang yang aktif pada malam hari atau nokturnal.
3.3 Memompa air atau lumpur ke dalam sarang tikus
Cara tersebut dapat dilakukan untuk mengusir tikus keluar dari sarang sehingga
mudah untuk dibunuh atau tikus dapat mati di dalam sarang karena terjebak lumpur. Cara
tersebut dapat dilakukan pada habitat-habitat utama tikus seperti tanggul irigasi, jalan sawah
dan habitat lainnya. Waktu yang paling tepat untuk pelaksanaan metode ini adalah pada
periode bera dan pengolahan tanah bersamaan dengan kegiatan gropyokan massal. Selain itu
juga tepat dilakukan pada saat periode padi generatif ketika tikus sawah sedang beranak di
dalam sarangnya.
3.4 Mengusir tikus dengan suara ultrasonik
Penggunaan suara ultrasonik pada frekuensi tertentu dapat memekakkan telinga tikus,
sehingga tikus menghindar ke tempat lain yang lebih aman. Oleh karena itu fungsi
penggunaan alat ini hanya untuk mengusir tikus saja. Namun demikian alat yang ada (telah
dikomersialkan) sampai saat ini masih sangat terbatas jangkauan frekuensinya dan baru dapat
digunakan di dalam ruangan dengan ukuran tertentu. Untuk penggunaan di lapangan terbuka
masih belum tersedia peralatannya. Penggunaan alat tersebut pada umumnya dilakukan di
dalam gudang penyimpanan bahan pangan untuk mengusir hama tikus. Mengusir tikus
dengan bunyi-bunyian juga dapat dilakukan, tetapi jika suara itu telah menjadi suara yang
rutin, maka tikus sudah tidak merasa terganggu lagi.
3.5 Gropyokan massal (community actions)
Metode gropyokan massal merupakan salah satu cara pengendalian tikus yang murah
dan efektif yang biasa dilakukan oleh petani di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan
tersebut biasanya dilakukan secara bersama-sama dengan cara membongkar sarang tikus pada
habitat utama, memburu, dan membunuh tikus yang ada. Di beberapa daerah hasil gropyokan
19 | P a g e

tikus ini setiap ekor ditukar dengan uang oleh pemerintah daerah, yang besarnya bervariasi
antara 500 rupiah hingga 2.500 rupiah per ekor, dan cara ini disebut bounty system
(Sudarmaji, 2004). Waktu kegiatan gropyokan massal yang tepat adalah menjelang tanam
(pengolahan tanah). Pada periode tersebut untuk memburu tikus relatif lebih mudah karena
tidak ada pertanaman padi yang dapat digunakan tikus untuk bersembunyi. Penggalian sarang
tikus menyebabkan tikus keluar dari sarang sehingga dapat mudah ditangkap. Di beberapa
daerah untuk menangkap tikus dari hasil penggalian ini digunakan bantuan anjing pemburu
yang telah terlatih.
Kegiatan gropyokan massal ini telah terbukti dapat menurunkan populasi tikus secara
nyata dengan banyaknya tangkapan yang diperoleh dalam suatu kegiatan gropyokan massal.
Sebagai contoh kegiatan gropyokan missal yang dilakukan oleh petani di Kecamatan
Tirtamulya, Karawang, Jawa Barat pada musim tanam padi 2008 diperoleh total tangkapan
20.710 ekor tikus.
Kegiatan gropyokan ini apabila dilakukan secara massal, luas dan berkelanjutan akan
merupakan kunci utama untuk menurunkan populasi tikus secara dini pada awal tanam, dan
menentukan keberhasilan pengendalian tikus dalam satu musim tanam padi dari serangan
hama tikus sawah.
3.6 Pemerangkapan (trapping)
Beberapa jenis perangkap dapat digunakan untuk menangkap tikus dalam keadaan
hidup dan mati. Jenis perangkap dapat berupa multiple live capture trap atau singgle trap
dengan umpan pakan tikus di dalamnya. Umpan dapat digunakan dari jenis biji-bijian dengan
pemerangkapan dilakukan pada periode bera dan stadium awal padi vegetatif. Sedangkan
pemerangkapan pada periode padi generatif, umpan yang digunakan dari bahan yang
mengandung protein tinggi seperti yuyu bakar atau jenis ikan kering lainnya. Pemerangkapan
ini biasanya hanya efektif apabila dilakukan pada kondisi lahan sawah tidak banyak tersedia
pakan tikus alternatif. Jenis perangkap tikus lainnya adalah snap trap yaitu perangkap yang
apabila mengenai sasaran tikus, maka tikus akan terjepit dan mati ditempat. Perangkap model
ini banyak digunakan di lokasi perumahan untuk menangkap jenis tikus rumah.
3.7 Sistem bubu perangkap linier (linier trap barrier system atau LTBS)
Alat ini pertama kali di gunakan pada tahun 1995 di Balai Penelitian Tanaman Padi
Sukamandi. Pada awalnya LTBS digunakan untuk menangkap tikus sawah (trapping) untuk
sampel tikus hidup guna keperluan penelitian (Leung dan Sudarmaji, 1999), dan pada waktu
20 | P a g e

itu tidak ada metode lain yang efektif untuk menangkap tikus dalam keadaan hidup pada
semua stadium padi. Berdasarkan hasil pengujian, LTBS terbukti efektif dan mudah
digunakan

untuk menangkap

tikus

sawah.

Oleh

karena

itu,

selanjutnya

LTBS

direkomendasikan sebagai komponen teknologi utama untuk pengendalian tikus sawah.


Linier trap barrier system (LTBS) dirancang untuk menangkap tikus di daerah
sarang/habitat tikus, ketika melakukan pergerakan keluar sarang untuk beraktifitas pada
malam hari. Linier trap barrier system (LTBS) juga cocok untuk menangkap tikus yang
sedang migrasi (melakukan perpindahan secara massal). Alat ini dirancang mudah dipasang
dan dibongkar untuk dapat dipindah-pindahkan ke tempat lain yang diperlukan LTBS; terdiri
dari pagar plastik, bubu perangkap, penyangga ajir bambu dan tanpa menggunakan tanaman
perangkap atau umpan (Gambar 5) (Sudarmaji dan Anggara, 2006).
Penggunaan LTBS untuk pengendalian tikus pada daerah dekat habitat sebaiknya
dipasang diantara pertanaman padi dan habitat, dimana tikus akan menuju ke arah tanaman
padi pada malam hari. Corong masuk bubu perangkap sebaiknya diarahkan ke habitat atau
sesuai arah datangnya tikus. Corong bubu juga dapat diarahkan berseling apabila
menginginkan tangkapan tikus dari kedua arah. Pemasangan dapat dilakukan selama satu
minggu atau sampai tidak ada tangkapan tikus lagi, kemudian dibongkar dan dapat
dipindahkan ketempat lain. Pengambilan tangkapan tikus dilakukan setiap pagi hari. Alat ini
juga dapat dipasang untuk mengatasi migrasi tikus terutama pada daerah atau blok yang
mempunyai perbedaan waktu tanam atau panen dengan blok lainnya.

3.7 Sistem bubu perangkap (trap barrier system atau TBS)


Sistem bubu perangkap (TBS) merupakan unit alat untuk menangkap tikus, terdiri
dari tiga komponen utama yaitu bubu perangkap tikus yang berfungsi sebagai jebakan dan
pengumpul tikus, pagar plastik berfungsi mengarahkan tikus masuk ke dalam bubu
perangkap, dan tanaman perangkap berfungsi sebagai penarik (attractant) agar tikus bergerak
ke lahan penangkapan TBS (Sudarmaji dkk., 2007).
Berdasarkan hasil penelitian, ukuran petak tanaman perangkap sangat menentukan
tingkat wilayah tikus tertangkap (halo effect) terhadap pertanaman disekitarnya. Makin besar
ukuran petak tanaman perangkap makin besar jumlah tangkapan tikus dan luas halo effect
yang ditimbulkannya tetapi juga memerlukan biaya lebih banyak (Singleton et al., 2003).
Halo effect adalah luasan pertanaman bebas tikus sebagai pengaruh TBS terhadap
perlindungan serangan tikus di sekelilingnya. Hal tersebut dapat terjadi karena tikus disekitar
21 | P a g e

TBS tertarik menuju tanaman perangkap dan terperangkap oleh bubu perangkap. Akibatnya
populasi tikus disekitar TBS rendah. Hasil penelitian membuktikan bahwa unit TBS
berukuran 50mx50m dapat melindungi tanaman padi disekitarnya seluas 1015 ha
(Singleton et al., 2003). Hasil tersebut juga diperkuat melalui hasil penelitian daya jelajah
tikus yang dipantau dengan radio tracking untuk melihat pergerakan tikus menuju tanaman
perangkap (Brown et al., 2001).
Keunggulan teknologi TBS adalah efektif menangkap tikus dalam jumlah besar dan
terus-meneus di daerah endemis tikus serta dapat digunakan sebagai indikator adanya migrasi
tikus sawah. TBS dapat menghemat tenaga karena hanya sekali memasang untuk sepanjang
musim tanam dan ramah lingkungan karena tanpa menggunakan umpan rodentisida.
Singleton et al. (2005),

telah membuktikan keuntungan penggunaan TBS untuk

pengendalian tikus di Karawang, Jawa Barat dengan benefit-cost ratio 25:1. Teknologi TBS
merupakan teknologi sederhana yang mudah dipahami dan dapat dipraktekkan oleh petani.
Hasil penelitian Sudarmaji dan Anggara (2006), menunjukkan bahwa total tangkapan tikus
sawah pada 16 TBS yang dipasang selama 4 musim tanam padi mencapai 15.991 ekor.
Tangkapan tersebut terdiri dari 7.765 ekor dari hasil tangkapan pada periode MH dan 8.226
ekor dari periode MK.
Tikus yang tertangkap masih dalam keadaan hidup sehingga dapat juga dimanfaatkan
untuk keperluan lain, misalnya pakan ikan, itik dan lainnya. Sedangkan kelemahannya adalah
memerlukan pemantauan rutin untuk pengambilan tangkapan tikus setiap hari, dan harus
tetap mempertahankan kualitas TBS (pagar plastik tidak berlubang). Penempatan tanaman
perangkap yang ditanam 21 hari lebih awal dari umur padi disekitarnya dapat menyulitkan
petani, serta memerlukan modal awal pembuatan TBS. Konsep penggunaan TBS agar
efisien, pengelolaannya harus dilakukan pada skala kelompok tani. Jenis TBS dengan
tanaman perangkap yaitu TBS dengan tanam perangkap tanam awal, tanam akhir, dan
pesemaian.
Rekomendasi penggunaan TBS dengan tanaman perangkap diprioritaskan untuk
diterapkan pada daerah endemik tikus dengan populasi tinggi terutama pada musim kemarau.
Pengelolaan TBS sebaiknya dilakukan secara kelompok pada suatu hamparan, baik
pemeliharaan maupun pembiayaannya. Teknologi TBS merupakan salah satu komponen
teknologi pengendalian tikus yang pelaksanaannya harus dikombinasikan dengan teknologi
pengendalian lain.
4. Pemanfaatan Musuh Alami
22 | P a g e

Pada ekosistem sawah irigasi, musuh alami tikus sawah jarang ditemukan, sehingga
diperkirakan peran musuh alami dalam regulasi populasi tikus sawah pada ekosistem sawah
irigasi relatif kecil. Musuh alami tikus diperkirakan banyak terdapat di daerah-daerah sawah
yang berbatasan dengan hutan atau di daerah dengan ekosistem yang tidak terganggu oleh
manusia.
Musuh alami jenis pemangsa tikus sawah pada umumnya berasal dari kelompok
burung, mamalia dan reptilia. Pemangsa dari kelompok burung antara lain Tito alba javanica
(burung hantu putih), Bubo ketupu (burung hantu cokelat) dan Nyctitorac nyctitorac (burung
kowak maling). Pemangsa dari kelompok mamalia yaitu Verricula malaccensis (musang
bulan atau rase), Herpestes javanicus (garangan), Felis catus (kucing) dan Canis familiaris
(anjing). Diantara jenis dari kelompok reptilia adalah Ptyas koros (ular tikus), Naja naja
(ular kobra), Trimeresurus hagleri (ular hijau), dan Phyton reticulatus (ular sanca)
(Priyambodo, 1995).
Pemangsa terbaik tikus sawah adalah burung hantu. Hal tersebut disebabkan karena
burung hantu mempunyai laju fisiologis yang besar sehingga mampu mengkonsumsi tikus
dalam jumlah banyak. Pemangsa jenis burung juga mempunyai kemampuan mencari
mangsanya lebih baik dibandingkan jenis pemangsa lain. Walaupun demikian, burung hantu
memerlukan habitat yang sesuai seperti daerah perkebunan, pegunungan atau perkampungan.
Sedangkan pada daerah sawah irigasi yang luas dan terbuka, burung hantu kurang cocok
berdomisili di daerah tersebut. Cara yang paling mudah untuk mengoptimalkan peran
predator tikus adalah dengan memberikan lingkungan yang cocok dan melindungi predator
tikus tersebut.
Endoparasit tikus sawah telah diteliti dan ternyata tikus sawah terinfeksi berbagai
jenis cacing di dalam organ dalamnya, tetapi tidak dapat menimbulkan kematian secara
langsung (Herawati dan Sudarmaji, 2003). Penggunaan patogen

antara lain bakteri

salmonella telah dikembangkan sebagai bentuk umpan tikus di beberapa negara. Di Vietnam
digunakan jenis rodentisida dengan bahan aktif bakteri salmonella dengan nama BIORAT,
tetapi umpan rodentisida tersebut juga membahayakan kesehatan manusia. Di Australia telah
dikembangkan metode pemandulan (imunocontracepsi) pada kelinci dan mencit dengan
suatu jenis virus spesifik. Penelitian serupa untuk pengendalian tikus di Indonesia masih
dalam tahap identifikasi jenis virus spesifik sebagai agen pemandul pada tikus sawah.
5. Pengendalian Kimiawi

23 | P a g e

Pengendalian kimiawi merupakan pengendalian dengan penggunaan bahan-bahan


kimia yang dapat membunuh tikus atau dapat menganggu aktivitas tikus, baik aktivitas untuk
makan, minum, mencari pasangan maupun reproduksi. Secara umum pengendalian dengan
cara kimiawi dibedakan menjadi empat jenis yaitu umpan beracun, bahan fumigasi, bahan
kimia repellent dan bahan kimia antifertilitas.
5.1 Rodentisida
Rodentisida atau umpan racun merupakan teknologi pengendalian yang paling banyak
dikenal dan digunakan oleh petani untuk membunuh tikus sawah. Rodentisida yang
dipasarkan pada umumnya dalam bentuk siap pakai, atau mencampur sendiri dengan bahan
umpan. Rodentisida digolongkan menjadi racun akut dan antikoagulan. Racun akut dapat
membunuh tikus langsung ditempat setelah makan umpan, sehingga dapat menyebabkan
tikus jera. Sedangkan rodentisida antikoagulan akan menyebabkan tikus mati setelah lima
hari memakan umpan dengan dosis yang cukup sehingga tidak menyebabkan jera umpan.
Namun demikian jenis rodentisida anticoaglan mempunyai efek sekunder negatif terhadap
predator tikus.
Keberhasilan pengumpanan rodentisida sangat dipengaruhi oleh waktu pengumpanan,
jenis umpan dan penempatannya. Waktu yang tepat untuk pengumpanan adalah ketika
dilapangan sudah tidak ada lagi pakan padi (bera) sampai padi vegetatif. Pada periode padi
generatif tikus sawah lebih sulit diumpan dengan rodentisida, karena lebih tertarik dengan
tanaman padi yang ada. Penggunaan rodentisida untuk pengendalian tikus sebaiknya
merupakan alternatif terakhir, karena sifatnya yang dapat mencemari lingkungan. Teknik
aplikasinya harus tepat dan sesuai dosis anjuran agar mendapatkan hasil yang maksimal.
5.2 Fumigasi
Bahan fumigan yang sering digunakan oleh petani sampai saat ini adalah asap
belerang dan karbit. Penggunaan emposan asap belerang merupakan cara pengendalian tikus
yang efektif, mudah diaplikasikan dengan biaya murah. Teknik tersebut merupakan teknik
untuk membunuh tikus sawah di dalam sarang dan dapat dilakukan kapan saja atau pada
periode bera dan saat pertanaman padi. Namun demikian fumigasi dengan cara pengemposan
yang paling efektif adalah dilakukan pada saat padi generatif, yaitu ketika tikus sawah sedang
beranak di dalam sarang. Teknik tersebut dapat membunuh anak tikus bersama induknya di
dalam sarang (Sudarmaji, 2004).

24 | P a g e

Cara fumigasi yang tepat adalah memasukkan cukup asap belerang kedalam lubang
sarang tikus, kemudian semua lubang keluar yang ada ditutup dan tidak perlu dilakukan
penggalian. Penggalian sarang setelah fumigasi merupakan kegiatan yang tidak efisien karena
memerlukan banyak waktu dan tenaga hanya untuk membuktikan bahwa tikus yang
difumigasi benar-benar mati. Jenis fumigasi lainnya yang dapat dipakai adalah tiram, suatu
cara fumigasi menggunakan teknik asap kembang api dengan bahan aktif belerang. Tiram
dimasukkan ke dalam sarang tikus dan dinyalakan sumbunya, maka asap belerang akan
keluar dan dapat membunuh tikus. Selain itu juga dapat digunakan fumigan untuk hama
gudang seperti Phostoxin, Detia dan lainnya.
5.3 Repellant
Repellent adalah bahan untuk menolak atau membuat tikus tidak nyaman berada di
daerah yang dikendalikan. Penggunaan repellent di lapangan untuk mencegah/mengusir tikus
sawah masih jarang digunakan, karena hanya bersifat mengusir dan tidak membunuh tikus.
Beberapa bahan alami nabati seperti akar wangi diduga mempunyai efek repellent terhadap
tikus, namun masih diperlukan penelitian yang lebih intensif.
5.4 Antifertilitas
Cara pemandulan tikus baik untuk tikus jantan maupun tikus betina dapat digunakan
untuk pengendalian tikus. Cara tersebut mempunyai prospek baik karena tikus sawah
mempunyai perkembangbiakan yang cepat dan jumlah anak yang banyak dalam setiap
kelahiran. Beberapa jenis bahan kimia yang digunakan untuk pemandulan manusia juga dapat
digunakan untuk memandulkan tikus sawah.
Kesulitan dalam penggunaan bahan antifertilitas dilapangan pada umumnya
menyangkut dosis umpan yang dikonsumsi tikus sawah kurang cukup (subdosis) sehingga
tikus yang mengkonsumsi bahan antifertilitas tersebut tidak efektif menjadi mandul. Ekstrak
minyak biji jarak (Richinus communis) telah diteliti juga dapat digunakan sebagai rodentisida
dan antifertilitas nabati pada dosis sublethal. Perlakuan dosis sublethal secara oral dapat
menurunkan produksi sperma tikus jantan hingga 90% dan kemandulan pada tikus betina.

25 | P a g e

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tikus banyak jenisnya dan untuk mengetahui perbedaan antar satu jenis tikus dengan
tikus lainnya dapat dilihat dari morfologi tikus. Morfologi tikus yang dapat diamati adalah,
bentuk, warna, ukuran panjang kepala dan badan, panjang ekor, panjang kaki belakang,
panjang telinga, dan mamae.
26 | P a g e

Tikus memiliki indra penglihatan yang buruk, namun indra lainnya berfungsi sangat
baik salah satunya adalah penciuman dan perasa. Maka dari itu tikus mengandalkan indra
tersebut untuk berkeliaran pada malam hari, karena tikus sifatnya nokturnal. Tikus menyukai
bau yang harum, yaitu makanan yang dimakan kebanyakan orang. tikus juga pandai
memanjat, melompat dan berenang.
Tikus mempunyai kemampuan untuk belajar sehingga tidaklah mengherankan adanya
sifat jera umpan. Hal ini disebabkan tikus bisa belajar dari pengalaman. Tikus selalu curiga
bila jalan yang dilewatinya setiap hari ada perubahan, misalnya misalnya ada suatu benda
yang asing, termasuk benda tajam, bau chemicals yg menyengat baginya atau yang dikira
membahayakan maka tikus memberikan suara mencicit atau bisa meninggalkan jejak
urinenya untuk tikus lainnya.
Keberadaan tikus dapat diketaui melalu adanya Kotoran (Faeces), Jejak (Track),
Kerusakan barang/makanan, adanya lubang-lubang disekitar rumah/bangunan, jalan tikus,
Suara tikus, dan bau yang ditimbulkan oleh tikus baik dari tubuh tikus, urine, maupun
kotoran tikus.
Tikus merupakan vektor dari penyakit-penyakit yang membahayakan, seperti : Pes,
Salmo-nellosis (meracuni makanan dengan kotorannya), Leptospirosis (terinfeksi penyakit
oleh tikus, ketika berenang atau mandi dengan air tercemar), demam yang disebabkan oleh
gigitan tikus, dll.
Pengendalian tikus dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya dengan cara saitasi
lingkungan dan manipulasi habitat, kultur teknis, pengendalian secara fisik, pemanfaatan
musuh alami, dan pengendalian secara kimiawi.
Saran
Adabaiknya kita selalu menjaga sanitasi lingkungan serta memantau keberadaan tikus
disekitar lingkungan. Jika ditemukannya keberadaan tikus disekitar lingkungan ada baiknya
mengendalikannya dengan cara yang terbaik namun ramah lingkungan dan jika pengendalian
tikus telah dilakukan maka setelahnya keberadaan tikus harus terus dipantau agar tikus tidak
dapat menularkan penyakit yang dibawanya.

27 | P a g e

Daftar Pustaka
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/hama-padi/514-ekologi-tikus-sawah-danteknologi-pengendaliannya.html
http://bahayatikus.blogspot.com/
http://calipsopest.wordpress.com/2013/04/29/sekilas-tentang-penyakit-pes-sampar-dan-tikus/
http://daoer-oelang.blogspot.com/2010/06/mengenal-kehidupan-tikus.html
28 | P a g e

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-abdulmutho-483-3-bab2.pdf
http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/prilaku-tikus/
http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/tanda-%E2%80%93-tanda-adanya-indikasitikus/
http://rahmakesling.blogspot.com/2012/12/pengertian-rodensia.html
http://rumahidaman01.wordpress.com/pengenalan-hama-rumah/tikus/
http://rizkyfauzi19.blogspot.com/2013/02/penyakit-tikus-yang-harus-diwaspadai.html
http://widyatan.com/index.php/arsip/artikel/budidaya-tanaman/310-mengenal-perilaku-dankebiasaan-tikus
http://www.pengusirtikusextro.com/penyakit-pes-salah-satu-penyakit-akibat-tikus/
http://www.pengusirtikusextro.com/tikus-got/
http://st285733.sitekno.com/article/10870/fakta-tentang-tikus.html
Mutiarani, Halidya. 2009. Perancangan Dan Pengujian Perangkap, Pengujian Jenis
Rodentisida Dalam Pengendalian Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.), Tikus Rumah
(Rattus Rattus Diardii Linn.), Dan Tikus Sawah (Rattus Argentiventer Rob. & Klo.) Di
Laboratorium. Bogor: IPB Fakultas Pertanian.
www.wikipedia.org

29 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai