Anda di halaman 1dari 5

Fisiologi Lambung

Lambung adalah rongga seperti kantung berbentuk J yang terletak antara


esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pembedaan
anatomik, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di
atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot
polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum,
memiliki otot yang jauh lebih tebal. Perbedaan ketebalan otor ini memiliki peran
penting dalam motilitas lambung di kedua regio tersebur, seperti segera akan anda
ketahui. Juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa regio-regio ini. Bagian terminal
lambung adalah sfingter pilorus, yang bekerja sebagai sawar antara lambung dan
bagian atas usus halus, duodenum. (Sherwood, 2012)
Lambung melakukan tiga fungsi utama:
1) Fungsi terpenting lambung adalah menyimpan makanan yang masuk sampai
makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan penyerapan yang optimal. Diperlukan waktu beberapa jam
untuk mencerna dan menyerap satu porsi makanan yang dikonsumsi hanya
dalam bilangan menit. Karena usus halus adalah tempat utama pencernaan dan
penyerapan, maka lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya
secara mencicil ke duodenum dengan kecepatan yang tidak melebihi kapasitas
usus halus.
2) Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai
pencernaan protein.
3) Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan
dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cairan kentai
yang dikenal sebagai kimus. Isi lambung harus diubah menjadi kimus sebelum
dapat dialirkan ke duodenum.
(Sherwood, 2012)

Gambar . anatomi lambung (Sherwood, 2012)

a. Pengisian lambung
Ketika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi volume
lambung dapat bertambah hingga sekitar 1 liter (1000 ml) saat makan. Lambung
dapat menampung peningkatan volume 20 kali lipat tersebut dengan tidak banyak
mengalami perubahan regangan di dindingnya dan peningkatan tekanan intra
lambung, melalui mekanisme berikut. Bagian interior lambung membentuk lipatanlipatan dalam. Sewaktu makan, lipatan menjadi lebih kecil dan nyaris mendatar
sewaktu lambung sedikit melemas seriap kali makanan masuk, seperti ekspansi
bertahap kantung es yang sedang diisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu
menerima makanan ini disebut relaksasi reseptif, relaksasi ini meningkatkan
kemampuan lambung menampung tambahan volume makanan dengan hanya
menyebabkan sedikit peningkatan tekanan lambung. Namun, jika makanan yang
dikonsumsi lebih dari 1 liter maka lambung mengalami peregangan berlebihan dan
tekanan intralambung meningkat sehingga yang bersangkutan merasa tidak

nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh saraf
vagus. (Sherwood, 2012)
b. Penyimpanan makanan
Sekelompok sel pemacu yang terletak di regio fundus bagian atas lambung
menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah sepanjang
lambung menuju sfingter pilorus dengan frekuensi tiga kali per menit. Poia ritmik
depolarisasi spontan ini-irama listrik dasar atau BER lambunng terjadi terusmenerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkular. Lapisan
otot polos ini dapat mencapai ambang oleh aliran arus dan mengalami potensial
aksi, bergantung pada tingkat eksitabilitas lapisan tersebut, yang pada gilirannya
memulai gelombang peristaltik yang menyapu ke seluruh lambung dengan
frekuensi tiga kali per menit. Sekali dimulai, gelombang peristaltik menyebar
melalui fundus dan korpus ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di
fundus dan korpus tipis maka kontraksi di bagian ini lemah. Ketika mencapai
antrum, gelombang kontraksi menjadi jauh lebih kuat karena oror di sini lebih
tebal. Karena di fundus dan korpus gerakan mencampur berlangsung lemah maka
makanan yang disalurkan ke lambung dari esofagus disimpan di bagian korpus
yang relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak
menyimpan makanan tetapi hanya mengandung kantung gas. Makanan secara
bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran.
(Sherwood, 2012)
c. Pencampuran makanan
Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan
sekresi lambung untuk menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik anrrum
mendorong kimus maju menuju sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus
normalnya menyebabkan sfingter ini nyaris menutup. Lubang yang cukup besar
untuk dilalui oleh air dan cairan lain tetapi terlalu kecil untuk kimus kental kecuali
jika kimus didorong oleh kontraksi peristaltik antrum yang kuat. Bahkan
demikianpun dari 30 ml kimus yang dapat ditampung oleh antrum, biasanya hanya
beberapa mililiter isi antrum yang terdorong ke duodenum pada setiap gelombang
peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus yang rerperas keluar, gelombang
peristaltik mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter ini berkontraksi
lebih kuat, menutup pintu keluar dan mencegah mengalirnya kimus lebih lanjut ke
duodenum. Massa kimus antrum yang sedang terdorong maju tetapi tidak dapat
masuk ke duodenum rertahan mendadak di sfingter yang terturup dan memantul

balik ke dalam antrum, hanya untuk didorong kembali ke sfingter dan memantul
balik oleh gelombang peristaltik baru. Gerakan maju mundur ini mencampur kimus
secara merata di antrum. (Sherwood, 2012)
d. Pengosongan lambung
Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum.
Selain mencampur isi lambung, kontraksi peristaltik antrum adalah gaya pendorong
untuk mengosongkan isi lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada
setiap gelombang kontraksi sebelum sfingter pilorus menutup erat terutama
bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat
bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; karena
itu, pengosongan lambung diatur baik oleh faktor lambung maupun duodenum.
Faktor-faktor

ini

mempengaruhi

eksitabilitas

lambung

dengan

sedikit

mendepolarisasi atau menghiperpolarisasi otot polos lambung. Eksitabilitas ini,


selanjutnya, adalah penenru derajat aktivitas peristaltik antrum. Semakin besar
eksitabilitas, semakin sering menghasilkan potensial aksi, semakin besar tingkat
aktivitas peristaltik di antrum, dan semakin cepat laju pengosongan lambung.
(Sherwood, 2012)

Anda mungkin juga menyukai