Status Asmatikus
Status Asmatikus
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi
lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.
RINGAN
SEDANG
BERAT
Aktivitas
Dapat
berjalan Jalan
terbatas, Sukar
berjalan,
dan berbaring
lebih suka duduk suka
membungkuk ke
depan
Bicara
Satu kalimat
Beberapa kata
Kata demi kata
Kesadaran
Mungkin gelisah gelisah
Gelisah
Frekuensi napas
< 20x/mnt
20-30 x/menit
> 30 kali/menit
Nadi
< 100 x/mnt
100-120 x/mnt
>120x /mnt
Otot bantu napas +
+
dan
retraksi
suprasternal
Mengi
Akhir ekspirasi Akhir ekspirasi
Inspirasi
dan
paksa
ekspirasi
APE
> 80%
60-80%
<60%
PaO2
PaCO2
Sa O2
Pulsus paradoxus
> 80 mmHg
< 45 mmHg
>95%
-
80-60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%
10-20 mmHg
< 60 mmHg
> 45 mmHg
<90%
>25 mmHg
5. memberikan edukasi agar penderita dan keluarga dapat mengatasi pada awal
sebelum dibawa ke dokter.
Klasifikasi derajat beratnya asma
Pasien asma harus dirujuk bila
Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma
Serangan asma beratAPE <60% nilai prediksi
Respon bronkodilator tidak segera
Tidak ada perubahan dalam 2-6 jam penggunaan kortikodteroid
Gejala asma semakin memburuk
Score 0
< 120 mmHg
<30x/menit
<18 mmHg
>120l/mnt
Ringan
Tidak ada
Ringan
Score 1
>120 mmHg
>30x/menit
>18 mmHg
<120l/mnt
Berat
Ada
berat
Mengancam jiwa
Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
Gagal napas
Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah
Tindak lanjut
Bila terjadi kegagalan terapi
a. Asidosis respiratorik
Ventilasi diperbaiki
Pemberian Nabic
b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )
Pemberian O2 4- 6 L/m dengan venturi mask
c. Gagal napas akut
alat bantu napas ( ventilator mekanik )
syarat :
apneu
kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis . respiratorik
akut
Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik
akut
Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2
Penilaian awal
Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mu
Pengobatan awal
oksigenasi dengan kanul n
inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2
kortikosteroid sistemik
serangan asma berat
tidak responsegera dengan bron
dalam pengobatan kortikoster
Respon baik
Respon tidak sempurna
Respon buruk
Respon baik dan stabil dalam
Resiko60tinggi
menit
distress
Resiko tinggi
Pemeriksaan fisik normalPemeriksaan fisik :Pemeriksaan
gejala ringan
APE>70% predikdi/nila terbaik
APE> 50% tetapi <70%
APE<30%
Saturasi O2 >90% (95% Saturasi
pada anak)
O2 tidak perbaikan
PaCO2 > 45%
PaO2 < 60%
Dirawat di ICU
Pulang
Dirawat di RS
Inhalasi agonis beta2 anti-kolinergik
Pengobatan dilanjutkan
Inhalasi
dengan
agonis
inhalasi
beta2
agonis
anti-kolinergik
beta2
Kortikosteroid IV
Membutuhkan kortikosteroid
Kortikosteroid
oral
sistemik
Pertimbangkan agonis beta 2 injeksi SC/
Edukasi penderita
Aminofilin drip
oksigen
menggunakan
masker ve
Memakai obat yang benar
Terai oksigen pertimbangkan kanul Terapi
nasal atau
masker
venturi
Aminofilin drip
Ikuti rencana pengonatan
Pantau
sekanjutnya
APE, sat O2, nadi, kadar teofilin
Mungkin perlu intubasi dan ventilasi me
perbaikan
Tidak perbaikan
Pulang
Dirawat di ICU
Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral/ inhalasi
Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
Farmakologi
AGONIS BETA ADRENERGIK
Penggunaan obat reseptor beta 2 adrenergik pada otot polos bronkus
menstimulasi enzym adenylate cyclase compleks intracelluler, menghasilkan
peningkatan produksi cyclic adenosine monophosphates (cAMP), hal ini
menyebabkan relaksasi otot polos, menghambat degranulasi sel mast, dan
stimulasi mucociliary transport. Variasi dari beta 2 adrenergik menyebabkan
perbedaan action, duration of actions, dan efek samping.
Adrenalin dapat diberikan secara inhalasi dan injeksi 0.1-0,5 ml dari
pengenceran 1:1000 subkutan, telah digunakan sejak lama sebagai terapi awal dari
asma. Adrenalin merupakan non selektif simpatomimetik yang dapat menstimulus
reseptor alfa, beta-1, beta-2. kerugiannya adalah stimulasi sistem kardiovaskular,
durasi aksi yang 19
singkat, dan mempercepat terjadinya takifilaksis. Adrenalin harus diberikan secara
hati-hati pada pasien tua, pada pasien tua, takikardia sebelum perawatan.
Isoproterenol menstimulasi baik beta-1 dan beta-2 reseptor. Menyebabkan
takikardi dan hipotensi dalam rangka bronkodilator. Isoproterenol biasanya
diberikan aerosol (3 s/d 7 kali inspirasi dalam, dalam bentuk solusio 1:1000 atau
1:200) bisa juga diberikan intravena pada pasien anak dan dewasa.
Pada pasien asma muda tanpa ada kelainan kardiovaskular terapi awal adalah
adrenalin 0,2 sampai 0,5 ml dari pengenceran 1:1000 sub kutan setiap 20 menit
selama 3 kali pemberian, lanjutkan dengan 0,5 ml isoproterenol dari pengenceran
1:200 nebuliser setiap 20 menit selama 3 kali pemberian. Ataupun biasa
menggunakan aerosol beta2 agonis (albuterol 2,5 mg, metaproterenol 15 mg,
terbutalin 1,5-2,5 mg, isoetharine 2-5 mg) diberikan secara nebuliser setiap 15
sampai 30 menit. Ketika menggunakan nebuliser encerkan dengan normal saline
sampai konsentrasi 2 tau 3 cc.
Semua beta adrenergik mempunyai efek pada kardiovaskular (berupa
takikardi, palpitasi, aritmia dan hipertensi) dan cerebral (berupa gelisah, tremor,
nausea dizziness, dan nervous).
METHILXANTHINES
Theofilin dan ethylenediamine salt aminnophyline sangat berguna dalam
terapi asma akut. Mekanisme aksi dijelaskan dengan inhibitor cytoplasmic enzyme
phosphodiesterase yang mengkatalisis metabolisme cAMP. Efek utama theofilin
adalah relaksasi otot polos bronkhial . efek lain memperbaiki kontraksi diafragma,
meningkatkan
transport
mucociliar,
menghambat
pelepasan
mediator
(hydrocortison, bolus 2 mg/kg bb dilanjutkan drip 0,5 mg/kg jam infus) bersama
dengan penggunaan bolus aminofilin dan beta 2 agonis menghasilkan perbaikan
yang bermakna dengan pengukuran FEV1 dalam 12 jam perawatan.
Haskell dkk melakukan penelitian bahwa penggunaan Methylprednisolone
15 mg setiap 6 jam tidak menunjukkan keefektifan tetapi pasien yang mendapat
40mg menunjukkan perbaikan yang bermakna pada perawatan hari kedua dan
pada pasien yang mendapat 125 mg mendapat perbaikan sejak hari pertama.
Efek samping dari penggunaan kortikosteroid intravena dosis tinggi adalah
hiperglikemia dan akut psikosis sehingga dihindarkan penggunaan pada penderita
diabetes mellitus, perdarahan GI track, presdisposisi untuk terjadinya infeksi.
Pada terapi jangka lama penggunaan kortikosteroid adalah meningkatkan
katabolisme, retensi garam dan air, cushing sindroma, osteoporosis dan pernah
dilaporkan adanya fraktur patologis vertebra dan necrosis kaput femur.
Olehkarena komplikasi sistemik yang begitu berat maka saat ini mulai
dikembangkan preparat inhaler ataupun nebuliser untuk menggantikan preparat
kortikosteroid sistemik.
ANTIKHOLINERGIK
Atropin dan preparat antikolinergik lain mempunyai efek bronkodilator
yang
rendah.
Mekanisme
yang
disuga
kuat
adalah
inhibitor
vagal
bronkoconstriction. Pak dan rekan meneliti pada penderita kronik obstruksi bahwa
0,025-0,05 mg/kg BB atropin inhalasi via nebuliser menghasilkan perbaikan jalan
nafas tetapi efek samping yang dihasilkan sangatlah besar berupa : pengeringan
membran mukosa, dysphoria, tachycardia, nyeri kepala dan gangguan buang air
kencing. Oleh karena efek samping yang begitu besar saat ini dikembangkan
Ipatropin bromida nebuliser menggantikan atropin karena preparat Ipatropin
bromida mempunyai efek samping yang lebih kecil.
CHROMOLIN
Cromolin adalah sel mast stabiliser yang berguna untuk profilaksis asma.
Biasanya digunakan pada asma dengan faktor pencetusnya olahraga. Cromolin
tidak efektif pada serangan asma yang bersifat akut karena pada penggunaan
inhaler pernah dilaporkan terjadi bronkhokontriksi.
ANTIBIOTIK
Antibiotik tidak rutin digunakan pada serangan asma akut, karena
antibiotik tidak dapat mengurangi efek bronkokonstriksi. Tetapi setelah serangan
asma apabila dijumpai sputum yang purulent haruslah diperiksa secara teliti
karena bisa jadi inducer dari serangan asma adalah adanya fokus infeksi saluran
nafas.
ALFA-ADRENERGIK ANTAGONIS
Walaupun alfa-adrenergik antagonis mempunyai efek bronkodilator tetapi
efek samping adanya hipotensi sangatlah besar sehingga jarang digunakan pada
serangan akut.
IMUNOTERAPI
Imunoterapi sangat membantu pada asma dengan trigger jelas atau asma
dengan causa alergi, terutama pada anak meskipun pada orang dewasa penelitian
yang dilakukan tidak menujukkan hasil yang signifikan. Imunoterapi tidak
mempunyai peranan dalam manajemen asma akut tetapi berperan untuk mencegah
reaksi anfilaksis.